You are on page 1of 22

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kasus mioma uteri sering terjadi di masyarakat. Penelitian Ran Ok et-al (2007) di Pusan Saint Benedict Hospital Korea menemukan 17% kasus mioma uteri dari 4784 kasus-kasus bedah ginekologi yang diteliti. Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39%-11,70% pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Joedosaputro, 2005). Menurut penelitian yang di lakukan Karel Tangkudung (1977) di Surabaya angka kejadian mioma uteri adalah sebesar 10,30%, sebelumnya di tahun 1974 di Surabaya penelitian yang dilakukan oleh Susilo Raharjo angka kejadian mioma uteri sebesar 11,87% dari semua penderita ginekologi yang dirawat (Yuad, 2005). Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche. Setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh. Di Indonesia, mioma uteri ditemukan 2,39%-11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Saifuddin, 1999). Sebagian besar kasus mioma uteri adalah tanpa gejala, sehingga kebanyakan penderita tidak menyadari adanya kelainan pada uterusnya. Diperkirakan hanya 20%-50% yang menimbulkan gejala klinik, terutama perdarahan menstruasi yang berlebihan, infertilitas, abortus berulang, dan nyeri akibat penekanan massa tumor. Sampai saat ini penyebab pasti mioma uteri belum dapat diketahui secara pasti, namun dari hasil penelitian

diketahui bahwa pertumbuhan dan perkembangan mioma uteri distimulasi oleh hormon esterogen dan siklus hormonal (Djuwantono, 2004). Berdasarkan data dari ruang rawat inap Camar III (Penyakit Kandungan) RSUD Arifin Achmad Propinsi Riau pada tahun 2004, mioma uteri menempati urutan ke lima dari sepuluh penyakit Ginekologi terbanyak yaitu sebesar 7,04% (Bagian Obgin RSUD Arifin Achmad, 2005).

Sedangkan pada tahun 2005, mioma uteri juga menempati urutan ke lima dari sepuluh penyakit ginekologi terbanyak yaitu sebesar 8,03% (Bagian Obgin RSUD Arifin Achmad, 2006).

B. Rumusan Masalah a. Apa pengertian dari mioma uteri ? b. Apa etiologi dari mioma uteri ? c. Apa manifestasi klinis dari mioma uteri ? d. Bagaimana patofisiologi dari mioma uteri ? e. Apa komplikasi dari mioma uteri ? f. Bagaimana penatalaksanaan dari mioma uteri ? g. Apa pemeriksaan penunjang untuk mioma uteri ? h. Bagaimana asuhan keperawatan dari mioma uteri ?

C. Tujuan a. Untuk mengetahui pengertian dari mioma uteri b. Untuk mengetahui etiologi dari mioma uteri c. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari mioma uteri d. Untuk mengetahui patofisiologi dari mioma uteri e. Untuk mengetahui komplikasi dari mioma uteri f. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari mioma uteri g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk mioma uteri h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari mioma uteri

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus (tumor jinak uterus yang berbatas tegas) dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga berbentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak serta otot rahimnya dominan. Selain itu memiliki kapsul, terbentuk dari otot polos yang imatur dan elemen jaringan penyambung fibrosa sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid (Wiknjosastro, 2005), (Pierce, 2005), ( Manuaba, 2007), (Mansjoer, 2002), (Taber, 1994), (Thomas, 1992), Saifuddin (1999).

B. Etiologi Menurut Manuaba (2007), faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui, namun ada 2 teori yang menjelaskan faktor penyebab mioma uteri, yaitu: 1. Teori Stimulasi Berpendapat bahwa estrogen sebagai faktor etiologi dengan alasan : a. Mioma uteri sering kali tumbuh lebih cepat pada masa hamil b. Neoplasma ini tidak pernah ditemukan sebelum menarche c. Mioma uteri biasanya mengalami atrofi sesudah menopause d. Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersama dengan mioma uteri 2. Teori Cell nest atau Genitoblas Terjadinya mioma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen. Selain teori tersebut, menurut Muzakir (2008) faktor risiko yang menyebabkan mioma uteri adalah: 1. Usia penderita

Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan sekitar 40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10%. 2. Hormon endogen (Endogenous Hormonal) Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen endogen pada wanita-wanita menopause pada level yang rendah/sedikit (Parker, 2007). Otubu et al menemukan bahwa konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dibandingkan jaringan miometrium normal terutama pada fase proliferasi dari siklus menstruasi (Djuwantono, 2005). 3. Riwayat Keluarga Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan

penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga

penderita mioma mempunyai 2 (dua) kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF- (a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan

penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri (Parker, 2007). 4. Indeks Massa Tubuh (IMT) Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi esterogen oleh enzim aromatease di jaringan lemak (Djuwantono, 2005). Hasilnya terjadi peningkatan jumlah esterogen tubuh yang mampu

meningkatkan pprevalensi mioma uteri (Parker, 2007). 5. Makanan Beberapa penelitian menerangkan hubungan antara makanan dengan prevalensi atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging babi

menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan

insiden mioma uteri. Tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri (Parker, 2007). 6. Kehamilan Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar esterogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus kemungkinan dapat mempercepat terjadinya pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2007). 7. Paritas Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua) kali. 8. Kebiasaan merokok Merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri. Diterangkan dengan penurunan bioaviabilitas esterogen dan penurunan konversi androgen menjadi estrogen dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Parker, 2007).

C. Manifestasi Klinis Faktor-faktor yang menimbulkan gejala klinis ada 3, yaitu : 1. Besarnya mioma uteri, 2. Lokalisasi mioma uteri, 3. Perubahan pada mioma uteri. Gejala-gejala yang timbul tergantung dari lokasi mioma uteri (cervikal, intramural, submucous), digolongkan sebagai berikut : 1. Perdarahan abnormal Perdarahan abnormal yaitu menoragia, menometroragia dan metroragia. Perdarahan sering bersifat hipermenore dan mekanisme perdarahan tidak diketahui benar. Faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu telah meluasnya permukaan endometrium dan gangguan dalam kontraktibilitas miometrium (Manuaba, 1998). 2. Rasa nyeri pada pinggang dan perut bagian bawah, dapat terjadi jika :

a. Mioma menyempitkan kanalis servikalis b. Mioma submukosum sedang dikeluarkan dari rongga rahim c. Adanya penyakit adneks, seperti adneksitis, salpingitis, ooforitis d. Terjadi degenerasi merah 3. Tanda-tanda penekanan/pendesakan Terdapat tanda-tanda penekanan tergantung dari besar dan lokasi mioma uteri. Tekanan bisa terjadi pada traktus urinarius, pada usus, dan pada pembuluh-pembuluh darah. Akibat tekanan terhadap kandung kencing ialah distorsi dengan gangguan miksi dan terhadap ureter bisa menyebabkan hidro uretre. 4. Infertilitas Infertilitas bisa terajadi jika mioma intramural menutup atau menekan pors interstisialis tubae. 5. Abortus Abortus menyebabkan terjadinya gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim melalui plasenta. 6. Gejala sekunder Gejala sekunder yang muncul ialah anemia karena perdarahan, uremia, desakan ureter sehingga menimbulkan gangguan fungsi ginjal.

D. Patofisiologi (Manuaba, 2007) Etiologi

Teori Stimulasi

Teori Cellnest

Stimulasi Estroen

sel-sel otot imatur

proliferasi di uterus

Pemberian estrogen

Hiperplasia endometrium

tumor fibromatosa
6

Mioma Uteri

Mioma Uteri

E. Pathway

Mioma uteri

Pre operasi Perlawanan pd neoplasma

Post operasi Puasa praoperasi

Peningkatan masa

Luka pembedahan

Pembesaran uterus

Pertahanan tubuh tidak adekuat

Membran mukosa kering perdarahan anorexia Kerusakan jaringan s. saraf Intoleransi aktivitas nyeri Risiko Kekurangan volume cairan Kerusakan sensorik & kemumpuhan saraf Kurang pengetahuan dampak operasi

Penyempitan saraf simpatis

Risiko infeksi

nyeri

Retensi urin

F. Komplikasi Manuaba (2007) berpendapat bahwa mioma uteri dapat berdampak pada kehamilan dan persalinan, yaitu: 1. Mengurangi kemungkinan wanita menjadi hamil, terutama pada mioma uteri submukosum.

2. Kemungkinan abortus bertambah. 3. Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan letak subserus. 4. Menghalang-halangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang letaknya di serviks. 5. Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di dalam dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma. 6. Mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mioma yang submukus dan intramural. Menurut manuaba (2007), kehamilan dan persalinan juga dapat berdampak pada mioma uteri, yaitu: 1. Tumor bertumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertrofi dan edema, terutama dalam bulan-bulan pertama, mungkin karena pengaruh hormonal. Setelah kehamilan 4 bulan tumor tidak bertambah besar lagi. 2. Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah bentuk, dan mudah terjadi gangguan sirkulasi di dalamnya, sehingga terjadi perdarahan dan nekrosis, terutama ditengah-tengah tumor. Tumor tampak merah (degenerasi merah) atau tampak seperti daging (degenerasio karnosa). Perubahan ini menyebabkan rasa nyeri di perut yang disertai gejala-gejala rangsangan peritonium dan gejala-gejala peradangan, walaupun dalam hal ini peradangan bersifat suci hama (sterile). Lebih sering lagi komplikasi ini terjadi dalam masa nifas karena sirkulasi dalam tumor mengurang akibat perubahan-perubahan sirkulasi yang dialami oleh wanita setelah bayi lahir. 3. Mioma uteri subserosum yang bertangkai dapat mengalami putaran tangkai akibat desakan uterus yang makin lama makin membesar. Torsi menyebabkan gangguan sirkulasi yang nekrosis yang menimbulkan gambaran klinik perut mendadak (acute abdomen).

G. Penatalaksanaan Penanganan mioma menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor

Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor, dan terbagi atas : a. Penanganan konservatif, yaitu dengan cara : 1) Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan, 2) Monitor keadaan Hb, 3) Pemberian zat besi, 4) Penggunaan agonis GnRH, agonis GnRH bekerja dengan

menurunkan regulasi gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis anterior. Akibatnya, fungsi ovarium menghilang dan diciptakan keadaan menopause yang reversibel. Sebanyak 70% mioma mengalami reduksi dari ukuran uterus telah dilaporkan terjadi dengan cara ini, menyatakan kemungkinan manfaatnya pada pasien perimenopausal mioma dengan menahan atau mengembalikan sampai menopause yang sesungguhnya

pertumbuhan

mengambil alih. Tidak terdapat resiko penggunaan agonis GnRH jangka panjang dan kemungkinan rekurensi mioma setelah terapi dihentikan tetapi, hal ini akan segera didapatkan dari pemeriksaan klinis yang dilakukan. b. Penanganan operatif Intervensi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri adalah: 1) Perdarahan uterus abnormal yang menyebabkan penderita anemia, 2) Nyeri pelvis yang hebat, 3) Ketidakmampuan untuk mengevaluasi adneksa (biasanya karena mioma berukuran kehamilan 12 minggu atau sebesar tinju dewasa), 4) Gangguan buang air kecil (retensi urin), 5) Pertumbuhan mioma setelah menopause, 6) Infertilitas, 7) Meningkatnya pertumbuhan mioma. Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa : 1. Miomektomi

Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan rahim/uterus. Miomektomi lebih sering di lakukan pada penderita mioma uteri secara umum. Suatu studi mendukung miomektomi dapat dilakukan pada wanita yang masih ingin bereproduksi tetapi belum ada analisa pasti tentang teori ini tetapi

penatalaksanaan ini paling disarankan kepada wanita yang belum memiliki keturunan setelah penyebab lain disingkirkan. 2. Histerektomi Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat rahim, baik sebahagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total) berikut serviks uteri. Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki mioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria Gynecologists menurut American College of Obstetricians

(ACOG) dalam Chelmow (2005) untuk histerektomi

adalah sebagai berikut : 1) Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan oleh pasien. 2) Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak dan bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis. 3) Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri hebat dan akut, rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis dan penekanan pada vesika urinaria mengakibatkan frekuensi miksi yang sering. Penatalaksanaan mioma uteri pada wanita hamil Selama kehamilan, terapi awal yang memadai adalah tirah baring, analgesia dan observasi terhadap mioma. Penatalaksanaan konservatif selalu lebih disukai apabila janin imatur. Namun, pada torsi akut atau perdarahan intra abdomen memerlukan interfensi pembedahan. Seksio sesarea merupakan indikasi untuk kelahiran

10

apabila mioma uteri menimbulkan kelainan letak janin, inersia uteri atau obstruksi mekanik (Taber, 1994).

H. Pemeriksaan Penunjang Menurut Mansjoer (2002), pemeriksaan yang dilakukan pada kasus mioma uteri adalah : 1. Pemeriksaan Darah Lengkap : Hb turun, Albumin turun, Lekosit turun/meningkat, Eritrosit turun. 2. USG : terlihat massa pada daerah uterus. 3. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya. 4. Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut. 5. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan operasi. 6. ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan operasi. 7. Ultrasonografi Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yng kecil. Uterus atau massa yang paling besar paling baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang

mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik. 8. Histeroskopi Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat. 9. MRI (Magnetic Resonance Imaging) MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah,ukuran dan lokasi mioma, tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap terbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium yang normal.

11

MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus -kasus yang tidak dapat disimpulkan.

I. Asuhan Keperawatan 1. Preoperatif

Pengkajian a. Aktivitas istirahat kelelahan dan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat dan janin biasanya tidur pada malam hari, adanya faktor yang mempengaruhi tidur. Tanda: nyeri, ansietas b. Eliminasi adanya rasa nyeri pada saat buang air besar dan buang air kecil, penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, uretra dapat menyebabkan retensi, urine pada ureter dapat menyebabkan hidronereter dan hidronefrosis, pada rectum dapat menyebabkan obstipasi dan renensimia. c. Nutrisi membran mukosa yang kering (pembatasan) masukan/periode puasa pra operatif, anorexia, mual, muntah tanda: perubahan kelembaban, turgor kulit d. Integritas ego faktor stress, cara dalam mengatasi stress, masalah dalam mengatasi penampilan tanda: menarik diri, marah e. Sirkulasi Tanda: takikardi, hipotensi. f. Nyeri/ kenyamanan g. Seksualitas

12

Masalah seksualitas atau kelemahan dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat kepuasan disebabkan rasa sakit akibat penekanan uterus yang membesar. h. Interaksi sosial Ketidakadekuatan sistem pendukung i. Neurosensori pusing, sinkope j. Penyuluhan/ pembelajaran k. potensial terjadi penarikan din, pasca operasi.

Diagnosa 1. Nyeri berhubungan dengan proses penyempitan saraf simpatik mioma. 2. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anorexia.

Intervensi 1. Nyeri berhubungan dengan proses penyempitan saraf simpatik mioma. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan masalah nyeri teratasi. Intervensi : a. Kaji karakteristik nyeri (P,Q,R,S,T), untuk mengetahui status nyeri b. Ukur TTV, untuk mengetahui kondisi umum klien c. Ajarkan teknik distraksi relaksasi, untuk pengalihan respon nyeri d. Ciptakan lingkungan yang tenang, untuk mengurangi respon nyeri e. Kolaborasi pemberian analgetik baik injeksi maupun oral, untuk penekanan sistem syaraf

13

2. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan tidak terdapat tanda-tanda infeksi dengan kriteria hasil : a. Suhu normal b. Tidak muncul tanda infeksi (R,C,T,D,F) c. Luka kering dan tidak ada pus Intervensi : a. Ukur TTV, untuk menegtahui tanda dan keadaan umum b. Kaji tanda-tanda infeksi (R,C,T,D,F), untuk mendeteksi tanda awal adanya.infeksi c. Lakukan tindakan aseptik, untuk menghidari kontak kuman d. Perawatan luka, untuk mempercepat penyembuhan luka e. Hindarkan faktor-faktor penyebab infeksi, untuk menghindari kontak langsung kuman f. Kolaborasi pemberian antibiotik, untuk pertahanan tubuh 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anorexia Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan klien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan

kemampuan dengan kriteria hasil tidak terjadi kelelahan Intervensi : a. Ukur TTV, untuk mengetahui keadaan umum b. Kaji tanda kelelahan, untuk mengetahui tingkat intoleran aktivitas klien c. Bantu pemenuhan ADL, untuk mengurangi kebutuhan energi klien d. Meningkatkan tingkat intoleran aktivitas, untuk memperbaiki meningkatkan mobilitas

14

2. Post Operatif Pengkajian 1. Data umum Usia : a. Mioma biasanya terjadi pada usia reproduktif, paling sering ditemukan pada usia 35 tahun keatas. b. Makin tua usia maka toleransi terhadap nyeri akan berkurang c. Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara efektif dalam menyesuaikan diri terutama terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya akibat tindakan TAH-BSO. 2. Keluhan Utama Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri karena terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ. Rasa nyeri setelah bedah biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut adalah: a. Lokasi nyeri, b. Intensitas nyeri, c. Waktu dan durasi, d. Kualitas nyeri. 3. Riwayat Reproduksi a. Haid Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarche dan mengalami atrofi pada masa menopause. b. Hamil dan Persalinan 1) Kehamilan mempengaruhi pertubuhan mioma, dimana mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen, pada masa ii dihasilkan dalam jumlah yang besar. 2) Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi psikologi klien dan keluarga terhadap hilangnya organ kewanitaan.

15

4. Data Psikologi Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap emosional klien dan diperlukan waktu untuk memulai perubahan yang terjadi. Organ reproduksi merupakan komponen kewanitaan, wanita melihat fungsi menstruasi sebagai lambang feminitas, sehingga berhentinya menstruasi bisa dirasakan sebagai hilangnya perasaan kewanitaan. Perasaan seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu ditangani. Beberapa wanita merasa cemas bahwa hubungan seksualitas terhalangi atau hilangnya kepuasan. Pengetahuan klien tentang dampak yang akan terjadi sangat perlu persiapan psikologi klien. 5. Status Respiratori Respirasi bisa meningkat atau menurun. Pernafasan yang ribut dapat terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh ke belakang atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar merupakan gejala terdapat secret pada saluran nafas. Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksanakan segera pada klien yang memakai anaestesi general. 6. Tingkat Kesadaran Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus dijawab oleh klien atau disuruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai mengantuk, harus diobservasi dan penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syok. 7. Status Urinari Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan

ginekologi, klien yang hidrasinya baik biasanya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat operasi, muntah akibat anestesi. 8. Status Gastrointestinal

16

Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal. Ambulatori dan kompres hangat perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam usus.

Diagnosa Keperawatan 1) Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan otot dan sistem saraf 2) Retensi urine berhubungan dengan kelemahan pada saraf sensorik dan motorik. 3) Gangguan konsep diri berhubungan dengan kekhawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak dan pola hubungan seksual. 4) Kurang pengetahuan tentang efek pembedahan

Intervensi Diagnosa I : Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan otot dan sistem saraf 1) Kaji tingkat rasa tidak nyaman sesuai dengan tingkatan nyeri. 2) Beri posisi fowler atau posisi datar atau miring kesalah satu sisi. 3) Ajarkan teknik releksasi seperti menarik nafas dalam, bimbing untuk membayangkan sesuatu. Kaji TTV : takhikardi, hipertensi, pernafasan cepat. 4) Motivasi klien untuk mobilisasi dini setelah pembedahan bila sudah diperbolehkan. 5) Laksanakan pengobatan sesuai indikasi seperti analgesik intravena. 6) Observasi efek analgetik (narkotik) 7) Obervasi tanda vital : nadi , tensi, pernafasan.

Diagnosa II : Retensi urine berhubungan dengan kelemahan pada saraf sensorik dan motorik. 1) Catat poal miksi dan minitor pengeluaran urine. 2) Lakukan palpasi pada kandung kemih, observasi adanya

ketidaknyamanan dan rasa nyeri.

17

3) Lakukan tindakan agar klien dapat miksi dengan pemberian air hangat, mengatur posisi, mengalirkan air keran. 4) Jika memakai kateter, perhatikan apakah posisi selang kateter dalam keadaan baik, monitor intake autput, bersihkan daerah pemasangan kateter satu kali dalamsehari, periksa keadaan selang kateter (kekakuan,tertekuk). 5) Perhatikan kateter urine : warna, kejernihan dan bau. 6) Kolaborasi dalam pemberian dalam pemberian cairan perperental dan obat obat untuk melancarkan urine. 7) Ukur dan catat urine yang keluar dan volume residual urine 750 cc perlu pemasangan kateter tetap sampai tonus otot kandung kemih kuat kembali.

Diagnosa III : Gangguan konsep diri berhubungan dengan kekhawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak dan pola hubungan seksual. 1) Beritahu klien tentang siapa saja yang bisa dilakukan histerektomi dan anjurkan klien untuk mengekpresikan perasaannya tentang

histerektomi 2) Kaji apakah klien mempunyai konsep diri yang negatif. 3) Libatkan klien dalam perawatannya 4) Kontak dengan klien sesering mungkin dan ciptakan suasana yang hangat dan menyenangkan. 5) Memotivasi klien untuk mengungkapkan perasaannya mengenai tindakan pembedahan dan pengaruhnya terhadap diri klien 6) Berikan dukungan emosional dalam teknik perawatan, misalnya perawatan luka dan mandi. 7) Ciptakan lingkungan atau suasana yang terbuka bagi klien untuk membicarakan keluhan-keluhannya.

Diagnosa IV : Kurang pengetahuan tentang efek pembedahan 1) Jelaskan bahwa tindakan histerektomi abdominal mempunyai

kontraindikasi yang sedikit tapi membutuhkan waktu yang lama untuk

18

pulih, menggunakan anastesi yang banyak dan memberikan rasa nyeri yang sangat setelah operasi. 2) Jelaskan dan ajarkan cara perawatan luka bekas operasi yang tepat 3) Motivasi klien melakukan aktivitas sesuai kemampuan. 4) Jelaskan efek dari pembedahan terhadap menstruasi dan ovulasi 5) Jelaskan aktivitas yang tidak boleh dilakukan. 6) Jelaskan bahwa pengangkatan uterus secara total menyebabkan tidak bisa hamil dan menstruasi

Diagnosa V : Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan perdarahan pervaginam berlebihan. 1) Kaji tanda-tanda kekurangan cairan. 2) Pantau masukan dan haluaran/ monitor balance cairan tiap 24 jam. 3) Monitor tanda-tanda vital 4) Evaluasi nadi perifer 5) Observasi pendarahan 6) Anjurkan klien untuk minum + 1500-2000 ,l/hari 7) Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral

19

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid. Etiologi dari mioma uteri menurut Manuaba (2007), ada 2 teori yaitu teori stimulus dan teori cellnest. Sedangkan menurut Muzakir (2008), yaitu usia penderita, hormon endogen, riwayat keluarga, IMT, makanan, kehamilan, paritas dan kebiasaan merokok. Manifestasi dari mioma uteri yaitu perdarahan abnormal, rasa nyeri pada pinggang dan perut bagian bawah, tanda-tanda penekanan/pendesakan, infertilitas, abortus, dan gejala sekunder. Patofisiologi dari mioma uteri yaitu reseptor estrogen yang lebih banyak sehingga menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Komplikasi dari mioma uteri yaitu : 1. Mengurangi kemungkinan wanita menjadi hamil, terutama pada mioma uteri sub mukosum. 2. Kemungkinan aborrtus bertambah. 3. Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan letak subserus. 4. Menghalang-halangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yang letaknya di serviks. 5. Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di dalam dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma. 6. Mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mioma yang submukus dan intramural.

20

Penatalaksanaan dari mioma uteri yaitu kalau menurut usia, lokasi, dan ukuran tubuh, maka dengan penanganan konservatif dan operatif. Jenis operasi yang bisa dilakukan adalah miomektomi dan histerektomi. Sedangkan pada wanita hamil adalah dengan tirah baring, analgesia dan observasi terhadap mioma. Pemeriksaan penunjang dari mioma uteri yaitu pemeriksaan darah lengkap (Hb, Albumin, Lekosit, Eritrosit), USG, vaginal toucher, sitologi, rontgen, ECG, ultrasonografi, histeroskopi, dan MRI. Asuhan keperawatan pada mioma uteri yaitu : Pengkajian : Data umum, keluhan utama, riwayat reproduksi, data psikologi, status respiratori, tingkat kesadaran, status urinari, dan status gastrointestinal. Diagnosa : 1) Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan otot dan system saraf yang di tandai dengan keluhan nyeri, ekpresi wajah neyeringai. 2) Retensi urine berhubungan dengantrauma mekanik, manipulasi pembedahan adanya edema pada jaringan sekitar dan hematom, kelemahan pada saraf sensorik dan motorik. 3) Gangguan konsep diri berhubungan dengan kekhawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat dari hubungan seksual. 4) Kurang pengetahuan tentang efek pembedahan dan perawatan selanjutnya berhubungan dengansalah dalam menafsirkan imformasi dan sumber imformasi yang kurang benar. 5) Resiko tinggi kekurngan volume cairan tubuh berhubungan dengan perdarahan pervaginam berlebihan B. Saran Pada wanita yang mulai haid (menarke) untuk memeriksakan alat reproduksinya apabila ada keluhan-keluhan haid/menstruasi untuk dapat menegakkan diagnosis dini adanya mioma uteri. Wanita yang mempunyai faktor-faktor risiko untuk terjadinya mioma uteri terutama wanita berusia 40-49, wanita yang sering melahirkan (multipara)

21

tahun agar waspada dan selalu memeriksakan diri kepada tenaga ahli secara teratur.

22

You might also like