You are on page 1of 16

MAKALAH PENGANTAR BEDAH

Disusun Oleh

KELOMPOK VII

1. HAYANA 2. RUKAKYAH 3. BAIQ MARLIA DWI SAFITRI 4. NI KETUT AYU RIZKI L.

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN YARSI MATARAM 2012/2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ridho dan karunia-NYA sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang membantu dalam proses pembuatan atau penyusun makalah ini. Penyusun makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Mataram , 2012

Penyusun

ii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................ KATA PENGANTAR .......................................................................... DAFTAR ISI .......................................................................................... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................... B. Tujuan ........................................................................................ BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian .................................................................................. B. Etiologi ....................................................................................... C. Anatomi Fisiologi ...................................................................... D. Patofisiologi................................................................................ E. Tanda dan Gejala ...................................................................... F. Komplikasi ................................................................................. G. Pemeriksaan Diagnosis ............................................................. H. Penatalaksanaan........................................................................ 3 3 3 4 4 4 5 5 1 2 i ii iii

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI (BPH) A. Pengkajian ................................................................................. B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul .................... C. Intervensi ................................................................................... D. Implementasi Keperawatan ..................................................... E. Evaluasi Keperawatan .............................................................. F. Dokumentasi Keperawatan ...................................................... BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................ B. Saran .......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA 12 12 7 7 7 9 10 11

iii

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah. (Anonim FK UI 1995). Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di inferior dari kandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan uretra posterior + 2,5 cm. Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah inferior oleh diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada verumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksterna Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Oleh karena itu penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) beserta keluarganya.

B. TUJUAN 1. Tujuan Umum Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan BPH secara komprehensif di ruang Kenanga RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo 2. Tujuan khusus a. Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada klien BPH b. Mampu menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada klien BPH c. Mampu melakukan intervensi dan implementasi untuk mengatasi masalah keperawatan yang timbul pada klien BPH d. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan pada klien BPH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998). Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193). B. Etiologi Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat Hypertropi yaitu testis dan usia lanjut. Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami hiperplasia, yaitu : Teori Sel Stem (Isaacs 1984) Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan ini disebut steady state. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar periurethral. Teori MC Neal (1978) Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum di zona periurethral. C. Anatomi Fisiologi Kelenjar proatat adalah suatu jaringan fibromuskular dan kelenjar grandular yang melingkari urethra bagian proksimal yang terdiri dari kelnjar majemuk, saluran-saluran dan otot polos terletak di bawah kandung kemih dan melekat pada dinding kandung kemih dengan ukuran panjang : 3-4 cm dan lebar : 4,4

cm, tebal : 2,6 cm dan sebesar biji kenari, pembesaran pada prostat akan membendung uretra dan dapat menyebabkan retensi urine, kelenjar prostat terdiri dari lobus posterior lateral, anterior dan lobus medial, kelenjar prostat berguna untuk melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang ada uretra dan vagina. Serta menambah cairan alkalis pada cairan seminalis. D. Patofisiologi Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. E. Tanda dan Gejala

Hilangnya kekuatan pancaran saat miksi (bak tidak lampias) Kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih. Rasa nyeri saat memulai miksi/ Adanya urine yang bercampur darah (hematuri).

F. Komplikasi

Aterosclerosis Infark jantung Impoten Haemoragik post operasi Fistula

Striktur pasca operasi & inconentia urine

G. Pemeriksaan Diagnosis 1. Laboratorium Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin. 2. Radiologis Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997). 3. Prostatektomi Retro Pubis Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat. 4. Prostatektomi Parineal Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum. H. Penatalaksanaan 1. Non Operatif
o o o o o

Pembesaran hormon estrogen & progesteron Massase prostat, anjurkan sering masturbasi Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan Pemasangan kateter.

2. Operatif Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
o o

TUR (Trans Uretral Resection) STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)

o o

Retropubic Extravesical Prostatectomy) Prostatectomy Perineal

Bab III Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat Hipertropi (BPH)

A. Pengkajian 1. Data subyektif :


o o o o

Pasien mengeluh sakit pada luka insisi. Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual. Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan. Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.

2. Data Obyektif :
o o o o o o

Terdapat luka insisi Takikardi Gelisah Tekanan darah meningkat Ekspresi w ajah ketakutan Terpasang kateter

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul 1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter 2. Kurang pengetahuan : tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi 3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan C. Intervensi 1. Diagnosa Keperawatan 1. : Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat. Kriteria hasil :
o o

Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang. Pasien dapat beristirahat dengan tenang.

Intervensi :
o o

Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10) Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.

Observasi

tanda-tanda

non

verbal

nyeri

(gelisah,

kening

mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)


o o

Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah. Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)

o o o

Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi Lakukan perawatan aseptik terapeutik Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan 2. : Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi Tujuan : Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan . Kriteria hasil :
o o o

Klien akan melakukan perubahan perilaku. Klien berpartisipasi dalam program pengobatan. Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan.

Intervensi :
o o

Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.

o o o

Pemasukan cairan sekurangkurangnya 2500-3000 ml/hari. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh.

3. Diagnosa Keperawatan 3. : Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan Tujuan : Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi Kriteria hasil :
o o o

Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup. Klien mengungkapan sudah bisa tidur. Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.

Intervensi :
o

Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan.

Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.

Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri (analgesik).

D. Implementasi Keperawatan Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien dengan tujuan untuk membantu klien dan mencapai hasil yang telah ditetapkan yang mencakup perawatan, kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, memfasilitasi koping ( Nursalam, 2001 ). Ada tiga fase implementasi keperawatan yaitu : Pertama fase persiapan meliputi pengetahuan rencana, vasilidasi rencana, pengetahuan dan

keterampilan mengimplementasikan rencana. Kedua, fase persiapan klien dan Ketiga, fase persiapan lingkungan. Fokus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan tanggung jawab

perawat secara profesional sesuai standart praktek keperawatan yaitu : tindakan dependen (limpahan) dan kesehatan lainnya). E. Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, dimana proses evaluasi ini dilakukan terus menerus, diperlukan untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan bekerja. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinnyu, karena setiap tindakan keperawatan yang dilakukan, respon klien dicatat dan di evaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan. Kemudian, berdasarkan pada respon klien tersebut dilakukan revisi intervensi keperawatan dan atau revisi hasil, mungkin diperlukan (Hidayat, A.A, 2006). Evaluasi di klasifikasikan sebagai berikut: 1. Evaluasi formatif Evaluasi yang diberikan pada saat implementasi dengan respons segera 2. Evaluasi sumatif Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaan. Dalam mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dilakukan selama proses perawatan berlangsung atau menilai respons pasien, sedangkan evaluasi hasil dilakukan atas target tujuan yang diharapkan. interdependen (kerjasama dengan tim

10

F. Dokumentasi Keperawatan Dokumentasi keperawatan adalah bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan perawatan yang berguna untuk kepentingan klien, perawat, dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab perawat. (Hidayat, A.A, 2002).

11

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN. Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998). Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193). Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Oleh karena itu penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) beserta keluarganya.

B. SARAN Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pembaca, namun tidak hanya berpatokan pada makalah ini, yakni dapat termotivasi untuk mencari materi ini dari berbagai sumber.

12

Daftar Pustaka

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya http://askep-asuhankeperawatan.blogspot.com/2009/08/askep-bph.html Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo. Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta

13

You might also like