You are on page 1of 17

1

KASUS 2 KEJANG SETELAH DIARE Seorang ibu membawa anaknya yang berusia 3 tahun ke IGD RS karena kejang. Kejang terjadi 2 kali dan setiap kejang berlangsung selama 2 menit. Sebelumnya anak tersebut sudah 1 minggu mengalami diare. Ibu sudah membawa anak tersebut ke puskesmas pada hari ke 2 anak sakit, tetapi sampai hari ke 5 obat sudah habis, kondisi anaknya belum ada perubahan, bahkan ditambah demam dan batuk pilek. Anak sudah malas minum, tidak mau makan dan tampak lesu, kemudian oleh ibunya dibawa berobat kembali ke puskesmas, tetapi kembali diberi obat yang sama seperti sebelumnya dan ibu dikatakan tidak usah khawatir, anaknya tetap dirawat di rumah seperti biasa. Sekarang ketika anaknya kejang, ibu sudah tidak mau kembali ke puskesmas tetapi langsung ke RS. Anak langsung ditangani oleh dokter dan diberikan obat putus kejang. STEP 1 1. Kejang : Suatu perubahan mendadak pada aktivitas elektrik korteks serebri yang secara klinisbermanifestasi dalam bentuk perubahan kesadaran/gejala sensorik, motorik, dan perilaku gerakan otot tonik/klonik yang involunter merupakan serangan berkala disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron kortikal secara berlebihan. 2. Demam: Kenaikan suhu yang diakibatkan karena perubahan vaskularisasi dengan kenaikan suhu> 37,5 akibat reaksi inflamasi. 3. Obat putus kejang : obat untuk menghentikan kejang. STEP 2 1. Bgaimana klasifikasi kejang dan penyebabnya ? 2. Bagaimana mekanisme kejang yang terjadi pada anak ? 3. Bagaimana hubungan dan mekanisme kejang yang si sebabkan oleh diare ? 4. Bagaimana penegakkan diagnosis pada kasus ? 5. Apa saja obat yang termasuk obat putus kejang ? 6. Bagaimana penatalaksanaan dan pertolongan pada kasus tersebut ? 7. Bagaimana penanggulangan pada kasus agar kejang tidak timbul lagi ? 8. Bagaimana standar pelayanan medis di puskesmas dan RS pada kasus ?

STEP 3 1. Klasifikasi kejang (general) a. Kejang fokal atau parsial Terjadi dengan gejala psikik, autonomik, sensorik/motorik. Terjadi dengan gejala motorik terdiri dari kontraksi rekuren dari otot di satu bagian tubuh tanpa kehilangan kesadaran. Kejang parsial sederhana Dapat bersifat motorik (gerakan abnormal unilateral), sensorik

(merasakan, membaui,mengdengar sesuatu yang abnormal), autonomic (takikardi, bradikardi, takipneu, kemerahan, rasa tidak enak di epigastrium), psikik (disfalgia, gangguan daya ingat). Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit. Kejang parsial kompleks (psikomotor/lobus temporal) Perubahan episodik pada perilaku yang menyebabkan seseorang kehilangan kontak kesadaran dengan lingkungan. Awitannya: penghidu tidak lazim, de javu, ilusi objek bertambah besar/ kecil. Generalisata sekunder kejang parsial Kejang kompleks dan sederhana dapat berkembang menjadi kejang generalisata dengan hilangnya kesadaran dan sering dengan aktivitas motor konvulsif. Gambaran fokal terdiri dari: kedutan pada 1 ekstremitas, afasia, deviasi mata tonik. b. Kejang generalisata primer Tonik klonik (grand mal) Gerakan menyentak, repetitive, tajam, lambat, dan tunggal atau multipel di lengan, tungkai dan torso. Kejang tonik Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan dan ekstensi tungkai. Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi. Dapat menyebabkan henti nafas.

Kejang absence Absence sering salah diagnosis sebagai melamun. Menatap kosong , kepala sedikit lunglai, kelopak mata bergetar, atau berkedip secara cepat; tonus postural tidka hilang. Berlangsung beberapa detik.

Kejang mioklonik Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas di beberapa otot atau tungkai; cenderung singkat.

Kejang tonik klonik Spasme tonik-klonik otot; inkontenensia urin dan alvi; menggigit lidah; fase pasca iktus.

Klasifikasi Kejang Pada Anak a. Kejang demam sederhana. Umur 6 bulan-4 tahun. Sebentar, tidak lebih dari 15 menit. Timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam. b. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Kejang paling sering pada anak: tonik, klonik, mioklonik, subtle. Penyebab Kejang - Kejang demam - Infeksi: meningitis, ensefalitis - Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia, hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal, gagal hati, gangguan metabolik bawaan - Trauma kepala - Keracunan: alkohol, teofilin - Penghentian obat anti epilepsi - Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial, Idiopatik.

2 dan 3. Kejang karena diare. Diare inflamasi pada usus demam peningkatan suhu 1 derajat Celcius meningkatnya metabolisme basal 15-20 % kebutuhan oksigen meningkat 20 % perubahan keseimbangan dari membran sel neuron terjadi difusi dari ion K dan Na muatan listrik yang besar lepas meluas ke seluruh sel ke membran dengan bantuan neurotransmitter kejang 4. Penegakan Diagnosis Anamnesis: - pola kejang Keadaan sebelum dan sesudah kejang Waktu Frekuensi kejang Waktu terjadi sebelum serangan

Pemeriksaan fisik: - vital sign - Paru, jantung, ekstremitas - Pemeriksaan kesadaran, sensorik dan motorik - Lab: EEG 5. Obat putus kejang a. Fenitoin: anak 4-7 mg/ kg BB b. Karbamazepin: 600-1200 mg/hari c. Etosoksimid: 750-1250 mg 1 hari atau 20-40 mg/ kg BB d. Asam valporat: 750-1250 mg/ hari atau 30-60 mg/ kg BB. 6. Segera diberi Diazepam IV Atau Diazepam rektal

Bila kejang tidak berhenti tunggu 15 menit Dapat diulang dg dosis/ cara yg sama Kejang berhenti Beri dosis awal fenobarbital

4 jam kemudian dosis hari I + II Hari berikutnya: fenobarbital 4-5 mg/ kg BB dalam 2 dosis. Bila diazepam tidak tersedia langsung memakai fenobarbital. Algoritma Kejang

7. Penanggulangan kejang Memberantas kejang secepat mungkin Pengobatan penunjang Memberikan pengobatan Mencari dan mengobati penyebab

8. Standar Pelayanan Puskesmas Datang pendaftaran dan bayar registrasi medrek masuk poli menunggu sesuai urutan konsultasi ke dokter mendapat resep/ tidak ke bagian farmasi mendapat obat dan bayar obat.

STEP 4 Kerja obat putus kejang

Oral

absorpsi usus

Pembulu h darah

Sesuai reseptor

Saraf

Berikatan dengan reseptor

Klasifikasi kejang Kejang demam Kejang demam Klinis

sederhana kompleks < 15 menit 15 menit Umum 1 kali Durasi

Umum/fokal Tipe kejang > 1 kali Berulang periode dalam 1

Defisit neurologi RK kejang demam RK kejang Abnormalitas neurologis

Klasifikasi kejang dan penyebab Standar pelayanan

Mekanisme kejang dan hub diare kejang

Penanggul angan

Kejang pada anak

Penegakkan diagnosis

Obat putus kejang

Penatalaks anaan

STEP 5 1. Klasifikasi kejang 2. Mekanisme obat anti kejang 3. Standar pelayanan RS dan Puskesmas 4. Perbedaan kejang dan epilepsi 5. Penegakkan diagnosis STEP 6 BELAJAR MANDIRI

STEP 7 1. Klasifikasi Kejang 1. PARSIAL Kejang parsial merupakan bagian besar kejang pada masa anak, sampai dengan 40% pada satu seri. Dibagi menjadi dua yaitu kejang parsial sederhana dan kejang parsial kompleks. a. Parsial sederhana Dapat bersifat motorik (gerakan abnormal unilateral), sensorik (merasakan, membaui, mendengar sesuatu yang abnormal), autonomic (takikardi, bradikardi, takipneu, kemerahan, rasa tidak enak di epigastrium), psikik (disfalgia, gangguan daya ingat). Gerakan ditandai dengan gerakan klonik atau tonik yang tidak sinkron dan cenderung melibatkan leher, tungkai dan wajah Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit b. Parsial kompleks Dimulai dengan kejang parsial sedehana; berkembang menjadi perubahan kesadaran yang disertai gejala motoric, gejala sensorik, otomatisme (mengecapkan bibir, mengunyah, menariknarik baju). Beberapa kejang parsial kompleks mungkin berkembang menjadi kejang generalisata. Biasanya berlangsung 1-3 menit. Otomatisme merupakan tanda parsial kompleks yang lazim pada bayi dan anak, terjadi pada 50%-75% kasus; makin tua anak frekuensi otomatisme akan makin besar. Atomatisme berkembang pasca hilang kesadaran dan dapat menetap fase pasca kejang, tetapi tidak diingat oleh anak. 2. GENERALISATA Hilangnya kesadaran dan tidak ada awitan fokal; bilateral dan simetrik; tidak ada aura a. Tonik-klonik Spasme tonik-klonik otot; inkontenensia urin dan alvi; menggigit lidah; fase pasca iktus. Absence sering salah diagnosis sebagai melamun. Menatap kosong , kepala sedikit lunglai, kelopak mata bergetar, atau berkedip secara cepat; tonus postural tidka hilang. Berlangsung beberapa detik.

b. Miklonik Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai gerak an refleks moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik. Dpat juga terlihat seperti kontraksi syok mendadak yang terbatas di beberapa otot atau tungkai; terjadinya cenderung singkat. c. Atonik Bentuk kejang generalisata yang ditandai dengan hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur tubuh d. Klonik Kejang klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan permulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinikkejang fokal berlangsung antara 1 - 3 detik, terlokalisasi dengan baik,tidak disertai gangguan kesadaran, dan biasanya tidak diikuti oleh fasetonik. Bentuk kejang ini disebabkan oleh kontusio serebri akibat traumafokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensefalopati metabolik. Terdapat pula gejala seperti gerakan menyentak, repetitive, tajam, lambat, dan tunggal atau multiple di lengan, tungkai dan torso. e. Tonik Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan dan ekstensi tungkai. Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi serta menyebabkan henti nafas. Kejang ini biasanya juga terjadi pada bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayidengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang tonik yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstremitas atau pergerakan tonik umum denganekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai desebrasi, atau ekstensitungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortifikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai desebrasi haris dibedakan dengan sikapepistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksiselaput otak atau kernikterus.

10

2. Mekanisme Kerja Obat Anti Kejang Paada prinsipnya obat anti kejang bekerja untuk menghambat proses inisiasi dan penyebaran kejang. Namun, umumnya obat anti kejang lebih cenderung bersifat membatasi proses penyebaran kejang daripada mencegah proses inisiasi. Dengan demikian secara umum ada dua mekanisme kerja, yaitu : peningkatan inhibisi (GABA-ergik) dan penurunan eksitasi yang kemudian memodifikasi konduksi ion : Na+, Ca2+, K+, dan Cl- atau aktivasi neurotransmitor, meliputi: 1. Inhibisi kanal Na+ pada membran sel akson. Contoh : fenitoin dan karbamazepin (pada dosis terapi), fenobarbital dan asam valproat (dosis tinggi), lamotrigin, topiramat, zonisamid. 2. Inhibisi kanal Ca2+ tipe T pada neuron talamus (yang berperan sebagai pace-maker untuk membangkitkan cetusan listrik umum di korteks). Contoh: etosuksimid, asam valproat, dan clonazepam. 3. Peningkatan inhibisi GABA a. langsung pada kompleks GABA dan kompleks Cl-. Contoh: benzodiazepin, barbiturat. b. menghambat degradasi GABA, yaitu dengan mempengaruhi re-uptake dan metabolisme GABA. Contoh: tiagabin, vigabatrin, asam valproat, gabapentin. 4. Penurunan eksitasi glutamat, yakni melalui: a. b. blok reseptor NMDA, misalnya lamotrigin blok reseptor AMPA, misalnya fenobarbital, topiramat.

3. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit (sesuai kasus) Tatalaksana Kejang Berikan diazepam secara rektal Masukkan satu ampul diazepam ke dalam semprit 1 mL. sesuaikan dosis dengan berat badan anak bila memungkinkan (lihat tabel), kemudian lepaskan jarumnya. Masukkan semprit ke dalam rektum 4-5 cm dan injeksikan larutan diazepam

11

Rapatkan kedua pantat anak selama beberapa menit. Diazepam diberikan secara rectal

Umur/Berat Badan Anak

(Larutan 10 mg/2ml) Dosis 0,1 ml/kg (0,4-0,6 mg/kg) 2 minggu s/d 2 bulan (< 4 kg)* 2 - < 4 bulan (4 - < 6 kg) 4 - < 12 bulan (6 - <10 kg) 1 - < 3 tahun (10 - < 14 kg) 3- < 5 tahun (14 19 kg) 0,3 ml (1,5 mg) 0,5 ml (2,5 mg) 1,0 ml (5 mg) 1,25 ml (6,25 mg) 1,5 ml (7,5 mg)

Jika kejang masih berlanjut setelah 10 menit, berikan dosis kedua secara rektal atau berikan diazepam IV 0,05 ml/kg (0,25 0,5 mg/kgBB, kecepatan 0,5 1 mg/menit atau total 3 5 menit) bila infus terpasang dan lancar. Jika kejang berlanjut setelah 10 menit kemudian, berikan dosis ketiga diazepam (rectal/IV), atau berikan fenitoin IV 15 mg/kgBB (maksimal kecepatan pemberian 50 mg/menit, awas terjadi aritmia), atau fenobarbital IV atau IM 15 mg/kgBB (terutama untuk bayi kecil) Rujuk ke rumah sakit rujukan dengan kemampuan lebih tinggi yang terdekat bila dalam 10 menit kemudian masih kejang (untuk mendapatkan penatalaksanaan lebih lanjut status konvulsivus) Jika anak mengalami demam tinggi: Kompres dengan air biasa (suhu ruangan ) dan berikan parasetamol secara rektal (1015 mg/kgBB) Jangan beri pengobatan secara oral sampai kejang bisa ditanggulangi (bahaya aspirasi) Gunakan fenobarbital (larutan 200 mg/ml) dalam dosis 20 mg/kgBB untuk menanggulangi kejang pada bayi berumur < 2 minggu: Berat badan 2 kg dosis awal: 0,2 ml, ulangi 0,1 ml setelah 30 menit bila kejang berlanjut Berat badan 3 kg dosis awal: 0,3 ml, ulangi 0,15 ml setelah 30 menit bila kejang berlanjut.

12

4. Perbedaan Kejang dan Epilepsi Kejang Demam Epilepsi

Dapat

terjadi

hanya

sekali

atau

lebih Adalah termasuk penyakit kronik

tergantung kejadian yang menyebabkannya

Adalah keadaan klinik yang timbul sebagai Adalah kejang berulang tanpa demam, ketidaknormalan bangkitan listrik otak yang dimana penyebab berasal dari otak disertai perubahan fungsi otak bukan disebabkan sekunder oleh penyakit sistemik

Gejala dari kejang dapat berupa penurunan Secara neurofisiologi klinik dijumpai adanya kesadaran maupun suatu konvulsi letupan listrik sekelompok sel otak disertai perubahan fungsi sel tersebut

Terjadi hanya sekali atau lebih tergantung Epilepsi dengan kejadian yang

belum

dapat Untuk

diidentifikasi identifikasinya, klinis, dan

menyebabkan penyebabnya. diperlukan

terjadinya kejang tersebut.

evaluasi

secara

terkadang diperlukan bantuan alat EEG, CT scan, dan MRI

Demam

(terutama

demam

tinggi

atau Penyebab epilepsi meliputi kerusakan otak

kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba- akibat cedera kepala, kerusakan otak dari tiba) infeksi atau tumor, kekurangan oksigen dari hampir tenggelam serta atau kelahiran penyakit yang yang

bermasalah,

menyebabkan kekurangan oksigen ke otak

Pingsan yang berlangsung selama 30 detik - Seseorang mengalami kejang lebih dari dua

13

5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak hingga tiga kali dengan keluhan dan gejala yang mengalami kejang demam) yang sama

Kekakuan otot menyeluruh yang biasanya Kejang berlangsung selama 10-20 detik

yang berulang tanpa

penyebab

dengan interval waktu lebih dari 24 jam

Kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama biasanya berlangsung 1-2 menit.

Kejang Febrile

demam Seizure),

sederhana dengan

(Simple ciri-ciri

gejalaklinis sebagai berikut : Kejang berlangsung singkat, < 15 menit Kejang umum tonik dan atau klonik Umumnya berhenti sendiri Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan cirri -cirigejala klinis sebagai berikut : Kejang lama > 15 menit Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului

kejang parsial Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

14

5. Penegakan Diagnosis 1. Anamnesis Bertanya kepada ibu atau pengasuh anaknya tentang: Adanya darah dalam tinja

Durasi diare

Jumlah kotoran berair per hari

Jumlah episode muntah

Adanya demam, batuk, atau masalah-masalah penting lainnya (misalnya kejang-kejang)

Jenis dan jumlah cairan (termasuk ASI) dan makanan yang diberikan selama sakit

Obat atau solusi lainnya yang diambil

Riwayat imunisasi

Jika terjadi kejang, anamnesis dimulai dari riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang, kemudian mencari kemungkinan adanya faktor pencetus atau penyebab kejang. Ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang berhubungan, obat-obatan, trauma, gejala-gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang

2. Pemeriksaan Fisik Jika terjadi kejang pemeriksaan fisis dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari tanda-tanda trauma akut kepala dan adanya kelainan sistemik, terpapar zat toksik, infeksi, atau adanya kelainan neurologis fokal. Bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari faktor penyebab. Periksa suhu anak. Demam dapat disebabkan oleh dehidrasi

15

parah, atau oleh infeksi non usus seperti malaria atau pneumonia. Pertama, periksa tanda-tanda dan gejala dehidrasi. Cari tanda-tanda berikut:

Kondisi Umum: adalah anak waspada, gelisah atau pemarah, lesu atau tidak sadar?

Mata, apakah normal atau cekung?

Rasakan anak untuk menilai:

Turgor kulit. Ketika kulit di atas perut dicubit dan dilepaskan, segera merata,perlahanlahan, atau sangat lambat (lebih dari 2 detik)?

Apakah tinja anak mengandung darah merah?

Apakah anak kekurangan gizi? Buka seluruh pakaian bagian atas anak untuk melihat bahu, lengan, bokong dan paha, untuk bukti dari tanda berkurangnya otot (marasmus). Cari juga untuk edema pada kaki, jika ada disertai pengurangan otot, artinya anak menderita gizi buruk. Jika memungkinkan, nilai berat badan anak untuk umur, dengan menggunakan grafik pertumbuhan, atau berat badan untuk panjang. Atau, mengukur lingkar lengan pertengahan.

Apakah anak batuk? Jika demikian, hitung jumlah pernapasan untuk menentukan apakah pernafasannya cepat dan mencari tidak simetris. Periksa suhu anak. Demam dapat disebabkan oleh dehidrasi parah, atau oleh infeksi non usus seperti malaria atau pneumonia. Untuk menentukan faktor penyebab dan komplikasi kejang pada anak, diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu: a. Laboratorium b. fungsi lumbal, c. Elektroensefalografi, dan neuroradiologi.

16

Pemilihan jenis pemeriksaan penunjang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemeriksaan yang danjurkan pada pasien dengan kejang pertama adalah kadar glukosa darah, elektrolit, dan hitung jenis.

17

DAFTAR PUSTAKA World Health Organization. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 16 hal. Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6 vol. 2. EGC: Jakarta. Hassan, Rasepna. 2007. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. FKUI: Jakarta. Utama, Hendra dan Gan.S.H. Vincent. 2009. Farmakologi Dan Terapi. FKUI: Jakarta Arvin, Behrman K. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3. EGC: Jakarta.

You might also like