You are on page 1of 11

GINGER (Zingiber officinale Roscue ) ROOT BIOACTIVE COMPOUNDS INCREASED CYTOLITIC RESPONSE OF NATURAL KILLER (NK) CELLS AGAINST

LEUCEMIC CELL LINE K-562 IN VITRO


Tejasari , Fransiska-Rungkat Zakaria , and Dondin Sajuthi
1) 1) 2) 3)

Pusat Penelitian Teknologi Pangan dan Gizi, Univ.Jember, 2) Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi,IPB, 3) Pusat Studi Satwa Primata,Lemlit-IPB Abstrak

Natural killer (NK) cells, a kind of lymphocyte cells, play an important role in attacking infectious, immature and cancer cells. Its function could be modulated by food bioactive compounds. This experiment was doned for investigating the effects of ginger root bioactive compounds such as oleoresin, gingerol and shogaol on cytolitic response of NK cells in vitro. Lymphocyte cells was isolated by centrifugation on ficoll-hypaque density 3 (1,77 0,001 g/ml) method. Leukemic cell line K-562 as target cell (TC) labelled by [ H]timidin, together with lymphocyte as effector cell (EC) were cultured in two ratio level of EC : TC equal to 1 : 50 and 1 : 100), and two culture condition, for 4 hours, respectively. Paraquate dichloride (1,1-dimethyl-4,4-bipyridilium dichloride) 3 mM was used for conditioning lymphocyte under stress circumstance. Cytolytic capacity of NK cell determined by percentage of TC lysed by NK cells, in normal and oxidative stress conditions. Statistical analysis showed that the effects of ginger bioactive compounds on cytolytic response of NK cells depend on the culture condition, occuring for oleoresin, and gingerol, but not for shogaol. On lymphocyte culture without stress oxidative, oleoresin, gingerol and shogaol compounds increased cytolytic response of NK cells cultured at ratio of TC : EC equal to 1:50, with the highest increasement by 63 percent at oleoresin concentration of 50 g/ml. Under stress oxidative conditions, oleoresin compounds and its two fractions also increased cytolytic activity of NK cells cultured at ratio of TC : EC equal to 1:50, with the highest increasement by 112 percent at oleoresin concentration of 50 g/ml. Meanwhile, at ratio of TC: EC equal to 1:100, oleoresin and gingerol increased highest cytolytic response of NK by 27 percent at oleoresin concentration of 50 g/ml. Therefore, it is concluded that ginger root bioactive compounds increased cytolityc response of NK cells in destroying cancer cells in vitro at low concentration. In as much as, these bioactive compounds increased non-specific human immune responds in vitro. Key words : ginger bioactive compound, oleoresin, gingerol, shogaol, stress oxidative, effector cell, target cell, natural killer cell, cytolytic response

1. Pendahuluan Paradigma baru yang berkembang dalam menilai fungsi pangan yaitu pangan tidak hanya sebagai penyedia zat gizi untuk kebutuhan tubuh, dan sebagai pemenuhan selera karena rasa dan aromanya, tetapi juga sebagai penyedia zat aktif yang jika masuk ke dalam tubuh atau sistem hayati lainnya dapat mempengaruhi proses fisiologis dan biokimiawi, sehingga berpengaruh terhadap kesehatan. Prinsip pendekatan dengan kerangka berpikir tersebut adalah menilai makanan dan minuman tidak hanya dari rasa, aroma dan nilai gizi, namun pada senyawa aktif pangan yang berfungsi dalam pencegahan, peningkatan, bahkan pengobatan dan rehabilitasi penyakit.

294

Pangan kelompok rempah yang biasa digunakan sebagai bumbu, dan jamu telah banyak dirasakan khasiat sehatnya secara empiris dalam masyarakat. Di antaranya adalah rimpang jahe (Zingiber officinale Roscoe), secara tradisional dikenal sebagai obat masuk angin, obat gosok, penghangat tubuh, meningkatkan nafsu makan, dan obat. Khasiat jahe tersebut secara ilmiah mulai dibuktikan, antara lain sebagai antimikroba, antiseptik, mengurangi influenza, memperkuat lambung, memperbaiki pencernaan (Lucas, 1979; Keys, 1981; Lienni, 1991; Paimin dan Murhananto, 1991; dan Tang and Einsenbrand, 1992), mengurangi flatulensi dan kolik (Farrel, 1985), stimulan bagi pernafasan dan jantung (Rismunandar, 1988), dan obat pada penyakit kesuburan wanita (Sastroamidjojo, 1988). sebagai analgesik dan antiinflamasi berkaitan dengan efek penghambatan biosintesa prostaglandin (McCaleb, 1991; Subarnas dan Sidik, 1997). Khasiat jahe tersebut ditimbulkan oleh kandungan senyawa bioaktif dan cita rasa jahe (Tang and Einsenbrand, 1992). Senyawa fenolik gingerol dan zingeron memiliki sifat sporostatik terhadap B. subtilis pada konsentrasi 0,6 % (Al-Khayat dan Blank, 1985). Gingerol dan shogaol berfungsi sebagai antihepatotoksik terhadap CCl4 dan galaktosamin penyebab sitotoksik pada hati tikus (Hikino et al., 1985). Senyawa (6)-gingerol, (8)-gingerol dan (10)-gingerol dapat mengurangi aktivitas kardiotonik (Shoji et al., 1982). Sedangkan (6)-shogaol lebih efektif dari (6)-gingerol dalam menekan kontraksi usus, dan bersifat antitusif (Suekawa et al., 1984). Pada akhir abad ke-19, secara in vitro dan in vivo, dibuktikan bahwa ekstrak jahe memberi efek positif terhadap respons proliferatif dan sitolitik limfosit. Selain itu, ekstrak etanol jahe segar secara in vitro meningkatkan proliferasi splenosit dan menurunkan tingkat kematian sel (Zakaria et al., 1996). Kemampuan sel NK dalam melisis alur sel kanker (cell line) sel target YAC-1 meningkat pada mencit yang diberi ekstrak air jahe (Prangdimurti, 1999). Aktivitas sitolitik sel NK meningkat (Zakaria dkk. 1999) pada manusia atau responden yang diberi konsumsi jahe selama satu bulan. Studi pada subjek manusia menjelaskan bahwa konsumsi sari jahe selama 30 hari meningkatkan aktivitas sitolitik sel NK (Nurrahman, 1998). Studi ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh zat aktif jahe, yaitu senyawa oleoresin, terhadap respon sitolitik sel NK, dan menentukan jenis komponen bioaktif senyawa oleoresin jahe yang meningkatkan fungsi sel NK tersebut, serta menentukan hubungan senyawa bioaktif dan aktivitas sitolitik sel NK dalam melisis sel leukemia in vitro. 2. Metodologi 2.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium (Pure Experiment) dan terdiri dari 3 tahap percobaan utama, yaitu 1) analisis kimia komponen rimpang jahe segar dan fraksinasi komponen oleoresin rimpang jahe, 2) uji optimasi efek dosis toksik parakuat untuk induksi kondisi stres oksidatif, dan 3) uji efek komponen oleoresin rimpang jahe terhadap aktivitas sitolitik sel Natural Killer (NK), yang dibiakkan dalam kondisi normal, dan kondisi stres oksidatif secara terpisah. Percobaan tahap 1 dilakukan di laboratorium Kimia Pangan PAU Pangan dan Gizi IPB, sedangkan tahap 2, dan 3, yang meliputi kultur sel dilakukan di laboratorium Virologi, Pusat Studi Satwa Primata IPB (PSSP-IPB) Bogor, panen sel NK dilakukan di laboratorium Biokimia Jurusan TPG-IPB, dan pembacaan sel NK dilakukan di laboratorium Imunologi U.S. NAMRU-2 (United Stated, Naval Medical Research Unit2) di Jakarta. 2.2 Rancangan Percobaan Percobaan in vitro (tahap 2-3) untuk mempelajari pengaruh penambahan senyawa oleoresin (OL), gingerol (GR) dan shogaol (SH) terhadap limfosit manusia dilakukan secara terpisah. Untuk setiap senyawa oleoresin atau komponennya dicobakan empat taraf konsentrasi, yaitu 50, 100, 150 dan 200 g/ml, dan ditambah satu kontrol (KTR). Berbagai taraf konsentrasi ini dicobakan dalam dua keadaan kultur yaitu : tanpa stres oksidatif (tanpa penambahan parakuat atau PQ) dan dengan stres oksidatif (dengan penambahan PQ), sehingga terdapat delapan kombinasi perlakuan, dan kontrol. Setiap kombinasi perlakuan ini selanjutnya diulang sebanyak tiga kali. Penambahan senyawa oleoresin, komponen gingerol dan shogaol secara terpisah dilakukan secara acak sesuai kombinasi perlakuan dan kontrol. Oleh karena itu rancangan percobaan termasuk rancangan acak lengkap (RAL) dengan rancangan perlakuan faktorial. Pengacakan perlakuan pada percobaan biologis pada kondisi homogen dan terkontrol dimaksudkan untuk menghindari bias

295

sistematis (Haaland, 1989). Secara skematis ketiga percobaan terpisah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Perlakuan senyawa oleoresin (OL) Tanpa stres oksidatif OL50- 1 OL50 -2 OL50-3 OL100-1 OL100-2 OL100-3 OL150-1 OL150-2 OL150-3 OL200-1 OL200-2 OL200-3 2. Perlakuan komponen gingerol (GR) Tanpa stres oksidatif GR50 -1 GR50-2 GR50- 3 GR100- 1 GR100-2 GR100-3 GR150- 1 GR150-2 GR150-3 GR200- 1 GR200-2 GR200-3 3. Perlakuan komponen shogaol (SH) Tanpa stres oksidatif SH50-1 SH50-2 SH50-3 SH100-1 SH100-2 SH100-3 SH150-1 SH150-2 SH150-3 SH200-1 SH200-2 SH200-3 Dengan stres oksidatif SH50-1 PQ SH50-2 PQ SH50-3 PQ SH100-1 PQ SH100-2 PQ SH100-3 PQ SH150-1 PQ SH150-2 PQ SH150-3 PQ SH200-1 PQ SH200-2 PQ SH200-3 PQ Dengan stres oksidatif GR50-1 PQ GR50 -2 PQ GR50- 3 PQ GR100-1 PQ GR100- 2 PQ GR100-3 PQ GR150-1 PQ GR150- 2 PQ GR150-3 PQ GR200-1 PQ GR200- 2 PQ GR200-3 PQ

OL50 -1 PQ OL100-1 PQ OL150-1 PQ OL200-1 PQ

Dengan stres oksidatif OL50 -2 PQ OL50-3 PQ OL100-2 PQ OL100-3 PQ OL150-2 PQ OL150-3 PQ OL200-2 PQ OL200-3 PQ

2.3 Pelaksanaan Percobaan Percobaan 2 dan 3 dilakukan di dalam laminar hood yang sterill. Sejumlah 100 suspensi l limfosit homogen dibagikan ke 30 sumur pada lempeng mikro berukuran 200 sehingga limfosit ada l dalam jumlah tertentu sesuai metode untuk pengukuran parameter yang diuji. Larutan parakuat ditambahkan untuk induksi kondisi kultur stres oksidatif. Selanjutnya ditambahkan masing-masing senyawa oleoresin, komponen gingerol atau shogaol ke sumur lempeng mikro secara acak, dan dilakukan 3 kali ulangan. Untuk kontrol hanya ditambahkan media saja. Penggunaan alat objektif repeater pippette dimaksudkan untuk menjamin jumlah yang tepat dan konsisten. Pelaksanaan percobaan ini dilakukan dalam waktu yang singkat agar tidak ada perbedaan waktu perlakuan . Selanjutnya lempeng mikro dimasukkan ke dalam inkubator tekanan O2 95% dan CO 2 5% o serta suhu inkubasi 37 C untuk waktu 4 jam. Setelah selesai inkubasi lempeng mikro dikeluarkan o untuk dipanen dengan cell harvester, dan disimpan pada suhu 20 C untuk kemudian dihitung cpm dengan -counter. 2.4 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan pada studi ini adalah rimpang jahe gajah (Zingiber officinale Roscoe) umur 11 bulan. Pelarut murni dari E-Merck yaitu : etanol, heksan, dietileter, aseton dan butanol, asam sulfosalisilat, pereaksi folin denis, asam tanat, folin ciaocalcateu, dan gas nitrogen. Bahan kimia dari Sigma-USA yaitu : paraquat atau 1,1-dimethyl-4,4-bipyridylium dichloride (M-2254), larutan ficoll hypaque ( 1077-1), media RPMI 1640 (R-7755), gentamisin (G-1522), L-glutamin (G3 2150), [ H]-timidin (32,222-9), mitogen lipopolisakarida atau LPS (L-6143) dan fitohemaglutinin atau PHA (L-9132), larutan sintilasi, triton X-100 (T-8787), dan phosphat buffered saline atau PBS (P3813). Bahan biologis yaitu : sel limfosit dari subjek manusia dan serum AB dari sukarelawan, sedangkan sel target K-562 (erythro leukemic cell line) dari lab. Imunologi U.S. NAMRU-2, Jakarta. Peralatan yang digunakan untuk analisis kimia dan fraksinasi komponen oleoresin rimpang jahe meliputi freeze drier, peralatan soxhlet, shaker, alat sentrifus (IEC Centra-CLD), plat kromatografi lapis tipis GF 254 dengan tebal 0,2 mm (E-Merck), wadah pengembang, rotary vacum evaporator (Buchi 461) dan alat-alat gelas. Alat untuk analisis kultur sel meliputi : repeater pipet, laminar flow (lab.gard Class II, Type A/B2, model NU-407-600), inkubator ( CO2 water-jacketed incubator, model

296

NU-2700E), alat sentrifus (Beckman GS-6, GH-3.8 Horizontal Rotor), hemasitometer (Neubauer), mikroskop fluoresens (Nicon, Optihot-2), mikroskop inverted (Diaphot-200), alat panen sel (model 200A Cambridge Technology Inc.), -counter (Beckman). Peralatan habis pakai yaitu : lempeng mikrotiter 96 sumur (Thomas Co. Labware), pipet, mikro pipet, tabung reaksi 15 ml dan 50 ml, tabung Falcon 5 ml , tabung venoject, alat suntik dengan jarum butterfly No. 23, membran filter 1 m (Gelman sciences), acrodish 0,22 m (Millipore) dan lempeng piko (Packard TOP picoplate Scintillation). 2.5 Analisis Kimia Kadar Komponen Rimpang Jahe Gajah Segar (AOAC, 1984) Analisis kadar total fenol rimpang jahe dilakukan terhadap ekstrak jahe dengan air, sedangkan analisis kadar oleoresin dilakukan terhadap tepung jahe. Ekstraksi jahe dengan air dibuat dengan cara menghancurkan 50 gram irisan jahe segar dalam 500 ml akuades dengan blender. Hancuran o jahe dipanaskan pada suhu 50 C di dalam penangas air selama 30 menit. Filtrat yang didapat dengan penyaringan kasar menggunakan kertas saring Whatman no. 42 didiamkan selama satu jam. Bagian yang bening disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Ekstrak jahe diperoleh melalui penyaringan supernatan dengan kertas Whatman no. 42. Sedangkan tepung jahe diperoleh dari penghancuran irisan jahe kering beku dengan kadar air lebih kecil dari 5 persen dan penyaringan dengan ukuran 60 mesh. 2.5.1 Kadar total fenol Pereaksi Folin-Denis digunakan untuk pengukuran total fenol. Pereaksi Folin-Denis dibuat dari campuran 100 g Na2WO 4 .2H2 O, 20 g asam fosfomolibdat, 50 ml H3 PO4 dan 750 ml akuades. Campuran direfluks selama 1 jam dan setelah dingin ditepatkan volumenya menjadi satu liter dengan akuades. Larutan standar asam tanat dibuat dengan seri konsentrasi sebagai berikut : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9 mg/ml dengan penambahan akuades. Campuran 75 ml akuades, 5 ml pereaksi FolinDenis dan 10 ml larutan Na2 CO3 14% ditambahkan ke dalam labu takar yang berisi 0,1 ml ekstrak jahe, lalu ditepatkan menjadi 100 ml dengan akuades. Setelah dikocok selama satu menit, dan didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang, lalu dibaca absorbansinya pada panjang gelombang ( ) 760 nm. 2.5.2 Kadar Senyawa Oleoresin dan Fraksinasi komponen oleoresin jahe dengan metode kromatografi lapis tipis atau KLT (Apriyantono, 1989; Wikandari, 1994) Sejumlah 20 gram tepung jahe dibungkus dengan kertas saring biasa dan direndam dengan o 300 ml etanol pada alat soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 70 C, selama 4-8 jam, dan didapat ekstrak jahe etanol yang berisi senyawa oleoresin. Senyawa oleoresin diperoleh setelah pelarut etanol diuapkan dengan rotary vacuum evaporator. a. Analisis kualitatif : Plat GF-254 yang telah diaktifkan dengan pemanasan pada suhu 110 C selama 4 jam diberi spot ekstrak yang berisi senyawa oleoresin dimulai pada garis batas lalu dimasukkan ke dalam wadah pengembang yang telah jenuh dengan eluen heksan dan dietileter dengan rasio 3 : 7, dan dibiarkan perambatan eluen sampai batas akhir. Plat tersebut dikeluarkan dari wadah pengembang, dan terlihat fraksi yang terpisah satu sama lainnya karena memiliki nilai Rf (Retardation Factor) yang berbeda. Nilai Rf merupakan rasio jarak yang ditempuh oleh zat yang larut (spot awal sampai posisi fraksi yang bersangkutan) terhadap jarak yang ditempuh oleh eluen (spot awal sampai batas akhir). Penyemprotan dengan larutan Folin-Ciaocalteu dilakukan untuk pembenaran fraksi 1 sebagai gingerol, dan fraksi 2 sebagai shogaol. b. Analisis kuantitatif : prosedur untuk analisa kuantitatif sama dengan analisis kualitatif, hanya konsentrasi ekstrak etanol lebih tinggi yaitu dibuat 10%. Fraksi-fraksi muncul pada posisi yang sama, dan tidak berbentuk spot melainkan berupa luasan tertentu sesuai kadar masing-masing fraksi. Masing-masing fraksi 1 dan 2 diekstrak dari silika dengan pelarut aseton (10-30 ml) lalu dilakukan sentrifugasi 2800 x g selama 15 menit, dan supernatan diambil. Sentrifugasi dilakukan beberapa kali sampai endapan silika tidak berwarna kecoklatan lagi. Supernatan disaring dengan kertas saring whatman no. 42, sehingga didapat ekstrak aseton yang berisi komponen fraksi 1 (gingerol) atau fraksi 2 (shogaol). Aseton diuapkan dengan evaporator dan dilanjutkan dengan gas nitrogen untuk menghilangkan residunya.
o

297

2.6 Persiapan senyawa bioaktif jahe, larutan parakuat (PQ), dan medium biakan Setiap senyawa oleoresin, gingerol dan shogaol dilarutkan dalam media RPMI 1640, lalu dilakukan pengenceran bertingkat untuk mendapatkan larutan stok dengan tingkat konsentrasi masing-masing 500, 1000, 1500 dan 2000 g/ml. Larutan stok disterilkan dengan penyaringan membran 0,22 m. Parakuat diklorida atau 1,1-dimethyl-4,4bipyridylium dichloride (BM = 257,2) ditimbang sejumlah 0,02572 gr dan dilarutkan dalam 10 ml RPMI 1640 untuk mendapatkan larutan stok 10 mM. Pengenceran bertingkat dilakukan untuk mendapatkan larutan dengan 4 tingkat konsentrasi yaitu 1,2,3 dan 4 mM. Larutan disterilkan dengan penyaringan membran 0,22 m. Medium yang digunakan ada tiga jenis yaitu media basal, media semi lengkap dan media lengkap. Media basal digunakan untuk pencucian dan dibuat dari bubuk RPMI-1640 sebanyak 10,42 gram dilarutkan dengan akuades steril hingga satu liter, lalu ditambah 2 gram NaHCO3. Medium semi lengkap merupakan media basal yang ditambah 1 % L-glutamin 2 mM dan 1 % antibiotik gentamisin. Media lengkap digunakan untuk media pertumbuhan limfosit, yaitu dengan penambahan 20 % serum dari darah manusia golongan AB. Untuk analisis sel NK ditambahkan fetal bovine serum. Semua larutan media disterilkan dengan penyaringan membran berpori 0,22 m. 2.7 Pengambilan darah, Isolasi Limfosit, dan Persiapan Suspensi Limfosit Sebelum pengambilan darah dilakukan analisis profil darah dengan metode Quick Blood Count (QBC) di klinik Caritas Bogor sedangkan pengambilan darah perifer dilakukan di rumah sakit PMI Bogor oleh seorang asisten tranfusi darah (Atd) pada pagi hari. Setelah diberi inform of concern, darah diambil dari seorang laki-laki dewasa sehat berusia 24 tahun dan bekerja sebagai laboran, secara aseptis dengan alat suntik dan jarum butterfly No. 23 sekali pakai. Sampel darah ditempatkan dalam tabung venoject steril yang berisi antikoagulan 10 % sodium sitrat. Sodium sitrat digunakan karena limfosit dari darah bertahan baik dengan antikoagulan ini (Ling and Kay, 1975; Rose et al., 1994). Limfosit manusia diisolasi dari darah perifer dengan sentrifugasi berdasarkan perbedaan densitas larutan Ficoll-hypaque sebesar 1,770,001 g/ml (Gambar 5). Pertama dilakukan pemisahan komponen seluler dengan sentrifugasi sampel darah pada 514 x g selama 10 menit. Bagian darah yang lebih berat (sel darah merah) berada di bagian bawah, sedangkan plasma darah terpisah di bagian atas. Lapisan buffy coat yang sebagian besar berisi sel limfosit dan berada diantara kedua lapisan itu diambil lalu ditambahkan ke dalam 3 ml media basal (Rose et al., 1994). Lapisan atas yang berisi sel limfosit, monosit dan platelet dicuci 2 kali dengan media basal dan sentrifugasi pada 228 x g selama 10 menit, sehingga limfosit (dalam presipitat) terpisah dari platelet, monosit, plasma dan ficoll (dalam supernatan). Sel limfosit yang didapat memiliki kemurnian yang tinggi (Rose et al., 1994; Freshney, 1994). Sel limfosit tersebut dihitung dengan pewarnaan biru trifan pada hemasitometer. Suspensi limfosit dengan jumlah sel yang hidup di atas 95 % tersebut 6 5 7 disiapkan dengan media basal untuk berbagai konsentrasi yaitu : 2x 10 sel/ml, 1x 10 sel/ml, 1x 10 5 sel/ml dan 5x 10 sel/ml. Pada tahap pemisahan selanjutnya lapisan buffy coat dalam media basal dilewatkan diatas larutan Ficoll-hypaque secara perlahan sehingga terbentuk dua lapisan yang tidak bercampur. Kemudian disentrifugasi pada 1430 x g selama 30 menit. Sel limfosit, monosit dan platelet mempunyai densitas lebih rendah dari larutan Ficoll-hypaque sehingga berada sebagai lapisan di atas permukaan ficoll dan tidak menembus ke bawah. Sedangkan granulosit dan sel darah merah terpisah di dasar tabung sentrifus karena berdensitas lebih tinggi. 2.8 Uji Aktivitas Sitolitik Sel Natural Killer atau NK Tahap pengujian aktivitas meliputi pelabelan sel target, isolasi limfosit dan pengkulturan di dalam sumur pada lempeng mikrotiter. Untuk uji aktivitas sitolitik sel NK manusia sel target yang digunakan adalah sel kanker darah merah K562. Sel K 562 dipanen pada fase logaritmik. 5 Sel target disuspensi dan ditepatkan konsentrasinya menjadi 1x10 sel/ml dengan media 3 lengkap berisi 10 % serum janin sapi atau SJS. Pelabelan dilakukan dengan penambahan [ H]-timidin o 2 Ci/ml dan inkubasi selama semalam pada inkubator CO 2 5 % dan suhu 37 C. Setelah sel target diinkubasi lalu dicuci dengan media basal melalui sentrifugasi pada 228 x g selama 10 menit. Pelet 5 diambil dan dibuat suspensi sel target dengan konsentrasi 1x10 sel/ml medium lengkap. 5 Sejumlah 50 sel target (ST) 1x10 sel/ml yang telah terlabel dikultur dengan 50 sel l l 7 efektor (SE) 1x10 sel/ml dan 20 SJS dalam sumur pada lempeng mikrotiter yang telah diberi l

298

sebanyak 80 senyawa oleoresin, gingerol dan shogaol secara terpisah. Selanjutnya lempeng l o mikrotiter tersebut diinkubasi selama empat jam dalam inkubator CO2 5 %, pada suhu 37 C. Kultur dilakukan juga dengan rasio ST:SE = 1: 50. Untuk kontrol, sel K562 dikultur dengan medium pertumbuhan saja. Sel dipanen dengan alat cell harvester. Membran filter pada alat tersebut menahan inti sel 3 dan sel utuh yang terlabel dengan [ H]-timidin. Setelah dikeringanginkan, filter tersebut dimasukkan ke dalam sumur pada lempeng piko 24 sumur dan diberi larutan sintilasi untuk dibaca oleh -counter. 3 Nilai count per minute (CPM) yang dibaca oleh -counter adalah jumlah sel target berlabel [ H]timidin yang tidak lisis atau utuh. Persen lisis (%) terhadap sel target merupakan rasio CPM sel K562 pada medium dengan perlakuan yang lisis terhadap CPM K562 kontrol pada medium standar (Rose et al., 1994). Persen lisis tersebut menggambarkan aktivitas sitolitik sel NK. 2.9 Analisis Data Studi ini menggunakan rancangan percobaan acak lengkap dengan rancangan perlakuan faktorial sehingga model percobaannya sebagai berikut : Y ijk = + Ai +Bj+AB ij + , i = 1,,5 , j = 1,2 , dan k = 1,2,3 ijk Y ijk Ai Bj AB ij ijk = nilai pengamatan ke k yang memperoleh perlakuan ke i pada kondisi j. = nilai tengah pengamatan = pengaruh perlakuan ke-i = pengaruh kondisi kultur ke-j = pengaruh interaksi perlakuan ke-i dan kondisi kultur ke-j = pengaruh galat pada pengamatan ke-k, perlakuan ke i dan kondisi ke-j

Analisis ragam (ANOVA) pada model percobaan digunakan untuk menilai pengaruh konsentrasi dan kondisi kultur limfosit serta pengaruh interaksinya, masing-masing untuk senyawa oleoresin, komponen gingerol dan shogaol. Model regresi digunakan untuk menyimpulkan model hubungan antara respons dengan konsentrasi komponen oleoresin jahe dan kondisi kultur limfosit. Model ini mencakup model linier maupun tak linier sesuai perilaku data. Berdasarkan sebaran data, model linier respons hubungan yang terjadi adalah bersifat kuadratik dan kubik, yaitu : 2 Yij = + X +X+ o ij 1 2 2 3 Yij = + X + X + X + o ij 1 2 3 Sedangkan model non linier respons hubungan yang terjadi adalah model eksponensial, yaitu : Yij = - 1k e , dimana Y = respons limfosit, X = konsentrasi jahe, o = kemiringan (slope) garis yang melalui nilai tengah-nilai tengah populasi Y o , , = intersep populasi, k= konstanta , (Steel and Torrie, 1980; Mead et al., 1993). 1 2 3 Analisis ragam dan regresi dilakukan dengan menggunakan program statistik Statistical Analysis System (SAS) for Windows release 6.12 (SAS Institute, 1985). 3. Hasil dan Diskusi 3.1 Senyawa Bioaktif Jahe (Zingiber officinale Roscoe) Senyawa bioaktif oleoresin jahe, yang diperoleh dengan metode ekstraksi etanol, diduga berkemampuan meningkatkan fungsi sel NK. Demikian pula komponen senyawa oleoresin diduga memberi efek positif terhadap kemampuan sel NK dalam melisis sel leukemia. Fraksinasi kromatografi lapis tipis (KLT) senyawa oleoresin (Suradikusumah, 1989) menjelaskan ada 5 komponen, yaitu fraksi 1- 5. Fraksi ke-1 dan ke-2 adalah senyawa gingerol dan shogaol, dan merupakan senyawa fenol sederhana dengan struktur kimia (Kikuzaki and Nakatani, 1993) sebagai berikut : O OH H3CO (CH2 )nCH3 Gingerol HO

299

O H3 CO (CH 2 )nCH3 HO Analisis kualitatif KLT menunjukkan ada 5 fraksi dengan spot yang cukup tajam dengan nilai Rf fraksi 1 = 0,24, fraksi 2 = 0,42, fraksi 3= 0,54, fraksi 4 = 0,60 dan fraksi 5 = 0,68. Berdasarkan perbandingan nilai Rf dengan studi Chen et al. (1986) dan Wikandari (1994) dengan sedikit modifikasi pada teknik yang sama (Tabel 1), serta uji lanjut dengan penyemprotan reagen Folin-Ciocalteu ditentukan fraksi 1 sebagai senyawa gingerol dan fraksi 2 sebagai shogaol. Hanya dua fraksi yaitu fraksi 1 dan 2 saja yang diuji efek antioksidatif dan imunomodulatif terhadap sel imunokompeten utama, karena bersifat lebih polar dari senyawa fraksi lainnya. Kadar senyawa gingerol ( 0,52 persen) lebih besar dari shogaol (0,24 persen). Selanjutnya dilakukan analisis preparatif atau kuantitatif untuk mendapatkan jumlah gingerol dan shogaol yang cukup banyak. Tabel 1. Perbandingan antara nilai Rf hasil analisis KLT studi ini dan referensi No. Fraksi 1 2 3 4 5 Yang diperoleh studi ini 0,24 0,42 0,54 0,60 0,68 Nilai Rf 1) Referensi 0,20 - 0,24 ------0,41 0,48 0,51 0,57 0,65 0,67 Shogaol

Referensi 0,15 0,22 0,42 0,48 0,55 0,58 0,62 0,68 0,72

2)

1) Wikandari (1994) 2) Chen et al. (1986) Gingerol bersifat lebih polar daripada shogaol (Nakatani, 1993) oleh karena itu gingerol muncul pada fraksi dengan nilai Rf yang terkecil. Hal ini disebabkan karena adsorben gel silika (SiO2 ) pada permukaan plat KLT bersifat polar sehingga lebih kuat menyerap molekul gingerol terlebih dahulu. Selain itu pelarut heksan dan dietileter sebagai fase gerak bersifat non polar sehingga lebih menarik komponen yang non polar ke bagian atas plat dan meninggalkan komponen polar di bagian bawah plat KLT. Senyawa gingerol dan shogaol memiliki banyak gugus hidroksil sehingga bersifat polar dan memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi (Hudson, 1990). Kikuzaki dan Nakatani (1993) telah membuktikan bahwa (6)-(gingerol), (6)-shogaol dan (6)-gingerdiol memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi dari -tokoferol. Senyawa (6)-, (8)- dan (10)- gingerol yang ada dalam ekstrak etanol jahe segar diduga menstimulir aktivitas splenosit dan menurunkan tingkat kematiannya selama inkubasi (Zakaria dkk., 1997). Berdasarkan temuan tersebut, diduga bahwa mekanisme efek proteksi komponen oleoresin rimpang jahe tersebut adalah melalui stimulasi respons imun (imunomodulasi) dan sifat antioksidatifnya sehingga mampu melindungi sel dari kerusakan oksidatif. 3.2 Aktivitas Sitolitik Sel NK (Natural Killer) Sel NK adalah sel efektor sitolitik (ST) non spesifik terhadap sel target (ST) seperti : sel terinfeksi virus dan sel kanker. Pada studi ini, respons sitolitik sel NK yang diuji adalah aktivitas sel NK dalam melisis sel target K562 dalam biakan (in vitro), dan dinyatakan sebagai persen lisis. 3 Semakin banyak sel K562 yang dilisis, semakin kecil nilai CPM hasil pembacaan sinar ( dari Htimidin terlabel pada sel K562 yang utuh) oleh flow cytometry, sehingga memperbesar persen lisis, yang berarti peningkatan aktivitas sel NK. Rasio ST:SE = 1:50 dan ST:SE = 1:100 digunakan untuk mendapatkan analisis hubungan respons linier yang diberikan oleh sel NK (Rose et al, 1995). Pada manusia dewasa normal, sel NK berjumlah 10-15 persen dari jumlah sel limfosit darah tepi (Kuby, 1992; Kleinsmith dan Kish, 1995). Berdasarkan analisis QBC yang dilakukan, jumlah

300

limfosit total sejumlah 1,5 x10 per mL. Jumlah sel NK darah tepi yang diuji diketahui dari 15 persen 4 jumlah total limfosit yaitu sekitar 22,5 x 10 sel per ml. Pengaruh senyawa bioaktif jahe terhadap aktivitas atau kemampuan lisis sel NK terhadap sel leukemia dilakukan pada dua kondisi biakan, yaitu normal (tanpa stres oksidatif), dan kondisi stres oksidatif yang diinduksi oleh paraquat 3 mM. Tabel 2 memuat hasil analisis ragam respons sitolitik sel NK yang nyata terhadap penambahan komponen non volatil jahe, dan persamaan regresinya. Pada biakan limfosit kondisi tanpa stres oksidatif dan rasio ST: SE = 1:50, hanya penambahan shogaol yang berpengaruh nyata pada respons sitolitik sel NK. Sedangkan penambahan oleoresin dan gingerol berpengaruh nyata pada respons sitolitik sel NK pada biakan limfosit dengan rasio ST:SE=1:100. Pada biakan limfosit dalam kondisi stres oksidatif dan rasio ST: SE = 1:50, penambahan komponen non volatil jahe tidak berpengaruh nyata pada respons sitolitik sel NK. Sedangkan pada biakan limfosit dengan rasio ST:SE=1:100, hanya penambahan shogaol yang berpengaruh nyata pada respons sitolitik sel NK. Aktivitas sitolitik sel NK pada biakan limfosit tanpa stres oksidatif Pada biakan limfosit dengan rasio ST:SE=1:50 dalam kondisi tanpa stres oksidatif, senyawa oleoresin, dan gingerol berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatan aktivitas sitolitik sel NK. Hanya senyawa shogaol yang berpengaruh secara nyata terhadap aktivitas sitolitik sel NK, dalam hubungan kuadratik (Gambar 1). Pada biakan limfosit dalam kondisi yang sama, namun dengan rasio ST:SE = 1:100, oleoresin, dan gingerol berpengaruh nyata. Kurva respons sitolitik sel NK terhadap penambahan oleoresin, dan gingerol bersifat kuadratik, dan linier negatif, berturut-turut (Gambar 2). Respons sitolitik sel NK tertinggi terhadap penambahan oleoresin 50 g/mL (62,69 0,65 persen), sebesar 7,20 persen. Semakin tinggi konsentrasi gingerol, aktivitas sitolitik sel NK semakin kecil. Tabel 2. Persamaan regresi respons sitolitik sel NK pada biakan limfosit dengan Rasio ST:SE = 1:50 dan 1:100 terhadap penambahan komponen non volatil jahe Respon Sitolitik Yang diuji 1. Aktivitas sitolitik sel NK (ST:SE=1:50) (% ) 2. Aktivitas sitolitik sel NK(ST:SE=1:100) (%) Kondisi kultur Komponen Bioaktif Persamaan Regresi

Normal Normal

Shogaol Oleoresin Gingerol

Y=-0,0007 x +0,2121x+37,733 Y=-0,0005x +0,576x+59,264 Y= -0,0489x+57,439 Y=-0,0471x+54,823


2

Stres oksidatif

Shogaol

Analisis statistik tersebut di atas membuktikan bahwa pada biakan limfosit dalam kondisi tanpa stres oksidatif, komponen non volatil jahe yaitu, oleoresin dan shogaol pada konsentrasi rendah mampu meningkatkan fungsi sitolitik sel NK untuk melisis sel target K562, sebaliknya gingerol menurunkan respons sitolitik sel NK.

301

90 80 70
Persen lisis (% )

60 50 40 30 20 10 0 50 100 150 200 250


Konsentrasi shogaol (ug/ml)l y = -0,0007x + 0,2121x + 37,733 2 R = 0,6614
2

Gambar 1. Kurva respons sitolitik sel NK pada biakan limfosit dalam kondisi tanpa stres oksidatif dengan rasio ST:SE=1:50

70 65

Yol = -0,0005x2 + 0,0576x + 59,264 R 2 = 0,7816

Persen lisis (%)

60 55 50

Ygr = -0,0489x + 57,439


45 40 0 50 100 150 200 250

R2 = 0,6866

Konsentrasi oleoresin dan gingerol (ug/ml) Oleoresin Linear (Gingerol) Gingerol Poly. (Oleoresin)

Gambar 2. Kurva respons sitolitik sel NK pada biakan limfosit dalam kondisi tanpa stres oksidatif dengan rasio ST:SE=1:100

Peningkatan respons sitolitik sel NK kemungkinan disebabkan oleh aktivasi senyawa oleoresin terhadap sel NK untuk mengeluarkan faktor sitotoksiknya yaitu perforin atau sitolisin. Menurut Kuby (1992), setelah kontak atau pelekatan sel NK ke sel target, granula sitoplasmik yang berisi perforin mengalami degranulasi. Perforin menyebabkan terbentuknya lubang pada membran sel target, dan dalam waktu 15 menit sampai 3 jam berakibat pada fragmentasi DNA, yang berakibat pada kerusakan sel target. Sebaliknya, penurunan aktivitas sitolitik sel NK dapat terjadi karena ketidaklengkapan biokimiawi dalam proses pembunuhan sel target, antara lain ketidakmampuan pengenalan sel target (Sherman dan Lockwood, 1987). Sebagai perbandingan, studi Prangdimurti (1998) telah membuktikan bahwa pada sistem in vitro pemberian ekstrak jahe pada mencit yang diberi PQ meningkatkan aktivitas sitolitik sel NK sebesar 41,80 persen. Demikian pula studi Wiguna (1998) pada sistem in vivo membuktikan bahwa konsumsi sari jahe meningkatkan aktivitas sitolitik sel NK manusia dalam melisis sel target K562.

302

Aktivitas Sitolitik Sel NK dalam Biakan Limfosit dalam Kondisi Stres Oksidatif Pada biakan limfosit dengan rasio ST:SE = 1:100 dalam kondisi stres oksidatif, hanya penambahan shogaol yang berpengaruh nyata terhadap penurunan respon sitolitik sel NK. Kurva respons sitolitik sel NK terhadap penambahan shogaol bersifat linier negatif. Artinya semakin tinggi konsentrasi shogaol yang diberikan, aktivitas sitolitik sel NK semakin kecil.
65

Persen lisis (%)

60

y = -0,0471x+ 54,823
55 50 45 40 0 50 100 150 200 250

R = 0,6594

Kons entrasi sh ogaol (ug/ml)

Gambar 3. Kurva respons sitolitik sel NK dalam biakan limfosit dengan rasio ST:SE=1:100, kondisi stres oksidatif terhadap penambahan shogaol Ada kecenderungan peningkatan aktivitas sitolitik terhadap penambahan gingerol, namun pengaruhnya tidak nyata. Penurunan aktivitas sitolitik sel NK terhadap penambahan shogaol kemungkinan disebabkan oleh kemampuan antioksidatif shogaol yang memang lebih rendah daripada gingerol dan semakin berkurang pada konsentrasi tinggi. Pada konsentrasi tinggi, shogaol berganti sebagai prooksidan (Gillard et al.,1980; Gordon, 1990; Fardiaz, 1994) sehingga tidak lagi dapat menetralkan radikal PQ+ dan anion superoksida yang berasal dari parakuat, sehingga berpeluang mengoksidasi lipid atau protein membran sel yang berakibat pada gangguan transduksi penandaan membran dan sistem enzim proteolitik membran sel NK. Gangguan transduksi penandaan membran berakibat pada penurunan aktivitas proliferasi sel NK, sedangkan gangguan sintesis enzim proteolitik berpengaruh pada penurunan kemampuan sitolitik sel NK dalam melisis sel target K562. Menurut Sherman dan Lockwood (1987) penurunan aktivitas sitolitik sel NK karena kegagalan dalam proses pembunuhan secara proteolitik sebagai akibat dari penurunan sintesa enzim proteolitik. Studi Kartikawati (1998) dan Prangdimurti (1998) jugan membuktikan juga bahwa parakuat menurunkan aktivitas sitolitik sel NK mencit dalam melisis sel target YAC-1 (sel limfoma mencit). Kemungkinan gangguan sintesis enzim proteolitik tersebut di atas masih perlu dibuktikan melalui studi efek komponen non volatil jahe pada aktivitas enzim proteolitik sel NK.

4. Kesimpulan Senyawa oleoresin jahe memiliki kemampuan imunomodulatif karena meningkatkan fungsi sel B dan meningkatkan kemampuan lisis sel NK terhadap sel leukemia K562 yang dibiakkan secara in vitro. Pada kondisi tanpa stres, senyawa oleoresin jahe meningkatkan proliferasi sel B secara optimal pada konsentrasi rendah (50 g/ml), dengan peningkatan terbesar 456 persen, dan meningkatkan kemampuan lisis sel NK terhadap sel leukemia K562 dalam biakan limfosit dengan rasio ST:SE=1:100 pada kondisi tanpa stres oksidatif.

303

Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Alberts, B., D. Bray, J.Lewis, M.Raff, K.Roberts and J.D. Watson. 1994. Molecular Biology of the Cell. Garland Pub. Co. New York. Al-Khayat, M.A. and G. Blank. 1985. Phenolic spice components sporostitatics to B. substilis. J. Food Sci. 50:971-974. Apriyantono, A. , D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, S. Budiyantono. 1989. Petunjuk laboratorium analisis pangan. IPB Press. Bogor. AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1984. Official methods of analysis of the th Association of official analytical chemist, 14 ed. AOAC, Inc. Arlington, Virginia. Chen, C., C.K. May and C.T. Ho. 1986. High performance liquid chromatographic determination of pungent gingerol compound of ginger (Zingiber offinale Roscoe) J. of Food Sci. 51 (12): 1364-1365. Cillard, J., P. Cillard and M. Cormier. 1980. Effects of experimentaal factors on the prooxidant behavior of tocopherol. J. Am. Oil Chem. Soc., 57:255-261. Davidson, P.M. 1983. Phenolic compounds. In : Branen A.L. and P.M. Davidson (eds.) Antimicrobials in foods. Marcel Dekker, Inc., New York. Fardiaz, S. 1997. Konsep dan kebijaksanaan keamanan pangan dalam rangka ketahanan pangan. Seminar Pra Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Bulog. Jakarta. 26-27 Juni 1997. Freshney, R. I. (ed.). 1994. Animal cell culture: a practical approach. IRL Press. Oxford, Washington D.C. Gordon, M. H. 1990. The mechanism of antioxidant action in vitro. In Hudson, B. J. F. (ed.) Food antioxidants. Elsevier Applied Science. London. Kikuzaki, H. and N. Nakatani. 1993. Antioxidant effect of some ginger constituents. J. Food Sci. 58 : 1407-1410. Nurrahman. 1998. Pengaruh konsumsi sari jahe terhadap kadar MDA sel, sel CD3+ pada mahasiswa pesantren Ulil Albab, Kedung Badak, Bogor. Tesis. Pascasarjana IPB, Bogor. Prangdimurti, E. 1999. Mempelajari efek perlindungan ekstrak jahe terhadap respon imun mencit yanng diberi perlakuan pestisida parakuat. Tesis. Pascasarjana IPB. Roitt, I.M. 1991. Essential Immunology. Blackwell Scientific Publication, London. Rose, N.R., E.C. de Macario, J.L. Fahey, H. Friedman and G.M. Penn. 1994. Manual of Clinical Laboratory Immunology. American Society for Microbiology, Washington, D.C. SAS Institute. 1985. SAS Users Guide : Statistic. SAS Institute, Cary, New York. Suekawa, M.A., K. Ishige, K. Yuasa, M. Sudo, M. Aburada dan E. Hosoya. 1984. Pharmacological studies on ginger I. Pharmacological actions of pungent constituents, (6)gingerol and (6)-shogaol. J. Pharmacobiodyn 7 : 836-848. Suradikusumah, E. 1989. Kimia Tumbuhan. Depdikbud, Dirjen Dikti, PAU Tang, W. and G. Einsenbrand. 1992. Chinese Drugs of Plant Origin : chemistry, pharmacology and use in traditional and modern medicine. Spring-Verlag, New York. pp. 1011-1015. Wikandari, P. 1995. Pengembangan Metode Ekstraksi Dalam Analisa Gingerol dari Jahe Segar dan Beberapa Produk Jahe Olahan. Tesis Pascasarjana IPB. Bogor. Zakaria, F.R., L. Darsana, H. Wijaya. 1996. Immunity enhancement and cell protection activity of ginger bud and fresh ginger on mouse spleen lymphocyte. Symposium Non Nutritive Health Factors for Future Food. Korean Society of Foods Science and Technology (KoSFoST), September 28-30, 1996. Zakaria, F.R., J. Wiguna dan A. Hartoyo. 1999. Konsumsi minuman jahe (Zingiber officinale Roscue) meningkatkan aktivitas sel Natural Killer mahasiswa pesantren Ulil Albab di Bogor. Bul. Teknol. dan Industri Pangan. X(2):

9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.

22.

304

You might also like