You are on page 1of 13

Biaya Eksternal

Tugas Energi dan Lingkungan

Oleh: Kurniawan Widi Pramana 0806315875

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2012

BIAYA EKSTERNAL 1. Umum Masing-masing pembangkit listrik, disamping berguna untuk kehidupan manusia, juga menyebabkan efek samping yang tidak diharapkan, khususnya yang berkaitan dengan masalah kesehatan manusia dan degradasi lingkungan sekitar tempat dimana pembangkit tersebut berada. Perbandingan yang objektif dan menyeluruh mengenai pengaruh dari berbagai macam jenis pembangkit listrik masih menjadi isu yang sangat kontroversial, yang sebagian besar disebabkan karena pengaruh terhadap lingkungan yang sangat

beragam/divergen. Produksi listrik dapat berpengaruh pada banyak hal : tanah, noise, visibilitas, iklim global, kesehatan manusia, keyamanan visual, dll. Untuk dapat membandingkan teknologi penghasil listrik yang bermacam-macam dan pengaruhnya terhadap lingkungan, sebuah penyebut (denominator) bersama harus ditemukan. Denominator bersama yang dapat diterima secara luas adalah biaya eksternal, yakni nilai moneter dari kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh produksi/pembangkitan listrik (European Commission, 1995; Oak Ridge National Laboratory and Resources for the Future, 19921998; Rowe et al., 1995). Biaya eksternal pembangkit listrik merepresentasikan nilai moneter yang tidak dikompensasi dari kerusakan lingkungan dan dampak terhadap kesehatan manusia yang disebabkannya. Biaya ini dikenakan kepada komunitas sosial dan lingkungan, dan tidak diperhitungkan oleh produsen atau konsumen listrik. Biaya eksternal merefleksikan nilai kerusakan yang disebabkan oleh pembangkitan listrik dan proses-proses yang terkait yang berpengaruh pada kesehatan manusia, lingkungan, tanaman pangan, hutan dan ekosistem, sekalipun, yang paling banyak diselidiki secara menyeluruh adalah pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. 2. Metodologi Evaluasi Biaya Eksternal Metodologi perhitungan eksternalitas dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan Top-Down dan pendekatan Bottom-Up (Mayasari, 2012) Pendekatan Top-Down dilakukan dengan mengumpulkan data total yang besar untuk mengestimasi besarnya eksternalitas karena suatu polutan. Pendekatan ini dimulai dari level regional/nasional dan menggunakan estimasi total terhadap kuantitas suatu polutan tertentu.

Pendekatan Bottom-Up, besarnya dampak dari suatu sumber tunggal dilacak, dihitung, kemudian diuangkan melalui metode yang paling umum digunakan, yaitu IPA (Impacts Pathway Analysis)

3. Metode dan Studi Perhitungan Eksternalitas di Dunia : ExternE Ada banyak studi yang dilakukan diseluruh dunia untuk mengestimasi besarnya nilai eksternalitas. Namun, pada bagian ini hanya akan dijelaskan mengenai salah satu metode/proyek yang disebut dengan ExternE (External costs of Energy) yang dilakukan oleh European Research Network. Tujuan dari proyek ini adalah untuk mengkuantifikasi biaya eksternalitas yang disebabkan oleh produksi dan konsumsi energi, yakni kuantifikasi secara moneter dari kerusakan sosio-lingkungan, sebelum biaya tersebut diperhitungkan dan diinternalisasi melalui berbagai cara, seperti dengan menerapkan pajak pada bahan bakar dan juga teknologi yang merusak dengan berdasar pada biaya eksternal yang dihasilkan (eco-taxes) atau melalui subsidi teknologi yang lebih bersih, sehingga biaya sosio-lingkungan dapat diabaikan. (European Commission, 2003) 3.1. Kerusakan yang dievaluasi/dinilai Ada tujuh jenis kerusakan yang dipertimbangkan dalam metode ini. Diantara kerusakan-kerusakan tersebut, yang paling penting untuk dipertimbangkan adalah pengaruh pada kesehatan manusia (pengaruh yang fatal dan tidak fatal), pengaruh terhadap tanaman pangan dan juga bahan bangunan. Selain itu, kerusakan yang disebabkan oleh pemanasan global yang disebabkan oleh gas-gas rumah kaca juga dinilai secara global di dalam ExternE. Namun, dengan rentan ketidakpastian pengaruh pemanasan global yang lebih tinggi dibandingkan dengan kerusakan-kerusakan lainnya. Berikut adalah gambaran umum mengenai pengaruh terhadap kesehatan dan lingkungan yang dimasukkan pada analisis: Tabel 1: External Costs of Energy: Impact Pathways of Health and Environmental Effects Included in The Analysis
Impact Category Human Health -Mortality Pollutan/Burden PM10a, SO2 NOx, O3 Benzena Benzo-[a]-pyrene Effects Reduction in life expectancy Cancer

1,3-butadiene Diesel particles Noise Accident risk Human Health -Morbidity PM10, O3, SO2 PM10, O3 PM10, CO Benzena Benzo-[a]-pyrene 1,3-butadiene Diesel particles PM10

Loss of amenity, impact on health Fatality risk from traffic and workplace accidents Respiratory hospital admissions Restricted activity days Congestive heart failure Cancer risk (non-fatal)

O3 Noise

Cerebro-vascular hospital admissions Cases of chronic bronchitis Cases of chronic cough in children Cough in asthmatics Lower respiratory symptoms Asthma attacks Symptom days Myocardial infarction Angina pectoris Hypertension Sleep disturbance Risk of injuries from traffic and workplace accidents Ageing of galvanised steel, limestone, mortar, sand-stone, paint, rendering, and zinc for utilitarian buildings Soiling of buildings Yield change for wheat, barley, rye, oats, potato, sugar beet Yield change for wheat, barley, rye, oats, potato, rice, tobacco, sunflower seed increased need for liming World-wide effects on mortality, morbidity, coastal impacts, agriculture, energy deman, and economic impacts due to temperature change and sea level rise Amenity losses due to noise exposure Acidity and eutrophication (avoid costs for reducing areas where critical loads are exceeded)

Accident risk Building Material SO2 Acid deposition Combustion particles Crops NOx, SO2 O3 Acid deposition Global Warming CO2, CH4, N2O, N, S Noise Acid deposition

Amenity losses Ecosystems

Nitrogen decompostion
a

particles with an aerodynamic diameter < 10 um, including secondary particles (sulphate and nitrate aerosols)

Pendekatan impact pathway dan juga hadir bersama pendekatan ini, model EcoSense, sebuah perangkat lunak terintegrasi untuk menilai environmental impact pathway dikembangkan dalam proyek ExternE dan pendekatan ini merupakan pendekatan yang merepresentasikan inti dari proyek ini. Penilaian impact pathway menggunakan pendekatan bottom-up dimana biaya dan keuntungan secara lingkungan diestimasi dengan jalur-jalur (pathway) dari sumber emisi melalui perubahan kualitas udara, tanah dan air sampai dampak fisik, sebelum dinyatakan dalam biaya dan keuntungan secara moneter. Penggunaan metodologi bottom-up yang berlawanan dengan pendekatan top-down dibutuhkan, karena biaya eksternal sangat bergantung pada tempat (site-dependent) dan karena biaya marginal (dan bukan rata-rata) harus dihitung. Ilustrasi langkah-langkah utama metodologi impact pathway yang dihasilkan sebagai konsekuensi dari adanya emisi polutan ditunjukkan pada diagram berikut:

Gambar 1. Metodologi Impact Pathway

Dua skenario emisi dibutuhkan untuk masing-masing perhitungan, satu skenario referensi dan satu skenario kasus. Konsentransi background dari polutan dalam skenario referensi merupakan suatu faktor penting bagi polutan dengan struktur kimia yang tidak linear atau fungsi dose-response yang tidak linear. Estimasi perbedaan kualitas udara yang disimulasikan, antara kasus dengan referensi, dikombinasikan dengan fungsi tanggapan paparan (exposure response function) untuk mendapatkan perbedaan pengaruh secara fisik terhadap kesehatan manusia, tanaman pangan, dan bahan bangunan. Perlu diingat, bahwa tidak hanya kerusakan lokal yang perlu dipertimbangkan karena polutan udara dapat bertransformasi dan terbawa serta dapat menyebabkan kerusakan yang cukup parah sejauh ratusan kilo dari sumbernya. Oleh karena itu, perlu digunakan permodelan untuk seluruh Eropa secara umum dan juga model lokal. Berkaitan dengan dispersi, tidak hanya polusi atmosferik yang dianalisis, akan tetapi polusi dalam air dan tanah juga turut dianalisis. Paparan pada manusia karena logam-logam berat dan beberapa substansi organik (seperti dioksin), yang terakumulasi dalam air dan tanah dan mengakibatkan paparan yang parah melalui rantai makanan, digambarkan dalam model lebih lanjut. Sebagai langkah selanjutnya dalam pendekatan pathway, model exposure-response, digunakan untuk mendapatkan dampak-dampak fisik dengan berdasarkan pada data reseptor dan tingkat konsentrasi polutan udara. Model exposure-response telah disusun dan telah direview secara kritis dalam ExternE oleh sekelompok ahli. Pada langkah akhir dari pendekatan pathway, dampak-dampak fisik dievaluasi dalam satuan moneter. Dengan berdasar pada teori kesejahteraan, kerusakan menggambarkan kehilangan kesejahteraan (welfare losses) bagi tiap individu. Untuk beberapa dampak (seperti dampak pada tanaman pangan dan bahan bangunan), harga pasar dapat digunakan untuk mengevaluasi kerusakan. Akan tetapi, untuk sesuatu yang tidak dapat dipasarkan (khususnya gangguan pada kesehatan manusia), evaluasi hanya mungkin dilakukan dengan berdasarkan pada pendekatan willingness-to-pay (kesediaan seorang individu untuk membayar) atau willingness-to-accept (seberapa besar seseorang bersedia menerima ganti rugi) yang mengacu pada preferensi individu. Untuk melakukan perhitungan, perangkat lunak yang disebut dengan EcoSense digunakan. EcoSense menyediakan model penilaian kualitas udara dan pengaruhnya bersama dengan database yang berisi data masukan yang relevan dengan keseluruhan wilayah Eropa.

3.2. Perbandingan Biaya Kerusakan per kWh Sekalipun data mengenai biaya eksternalitas yang ada telah dihasilkan dengan metodologi yang sama, akan tetapi terdapat perbedaan yang cukup besar dalam hal penentuan biaya eksternalitas. Hal ini dikarenakan: Hasil estimasi sangat bergantung pada lokasi dan teknologi yang sifatnya khusus, sehingga tidak dapat dengan mudah dilakukan generalisasi. Hanya subtotal yang tersedia, karena tidak semua dampak dinilai secara lengkap Adanya asumsi dan parameter-parameter yang spesifik untuk tiap bahan bakar, teknologi atau lokasinya. Asumsi dan parameter seringkali berubah sepanjang waktu, sehingga muncul kemungkinan estimasi biaya eksternalitas yang menjadi tidak tetap. Perbandingan hasil untuk bahan bakar batu bara, gas, nuklir, dan beberapa bahan/sumber energi lain dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2. Hasil Estimasi Emisi Berbagai Bahan Bakar Dari gambar di atas, dapat terlihat bahwa secara umum, teknologi angin sangatlah ramah lingkungan dalam kaitannya dengan polutan klasik (seperti SO2, NOx, partikel debu)

maupun terhadap emisi gas rumah kaca. Berikut adalah hasil estimasi biaya eksternal untuk beberapa negara yang tergabung dalam Uni Eropa Tabel 2 : Gambaran Biaya Eksternal dari Produksi Listrik di Negara-Negara Uni Eropa

Sedangkan tabel berikut menunjukkan biaya eksternalitas pembangkit-pembangkit listrik yang ada di Jerman, dengan adanya perbedaan kategori yang turut berkontribusi pada biaya eksternal, yakni avoidance cost yang dikhususkan pada pengaruh terhadap ekosistem dan pemanasan global karena rentang ketidakpastiannya yang besar. Tabel 3 : Biaya Eksternal Produksi Listrik di Jerman

4. Metode dan Studi Perhitungan Eksternalitas di Indonesia : Life Cycle Assessment (LCA) Mengacu pada (Wijaya & Limmeechokchai, 2010), disebutkan bahwa ketergantungan Indonesia akan energi fosil semakin meningkat dengan adanya niatan pemerintah untuk memperbanyak penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik, sebagaimana yang tercermin dalam proyek 10.000 MW, sehingga analisis estimasi biaya eksternal di Indonesia perlu dilaksanakan. Konsep life cycle assessment (LCA) dapat digunakan untuk mengevaluasi pengaruh aktivitas-aktivitas dari pengumpulan bahan baku awal dari bumi sampai pada titik dimana semua residu kembali ke bumi terhadap lingkungan. Pengembangan data Life Cycle Inventory (LCI) dari pembangkit listrik memainkan peran penting dalam LCA untuk

mempertimbangkan emisi langsung dan tidak angsung. Analisis emisi tidak langsung dapat terlihat pada aktivitas seperti penggunaan batubara, penambangan batubara, dan transportasi batubara. Analisis emisi langsung menghitung emisi standar rata-rata dari polutan pembangkit listrik dan jejak-jejak dalam sistem jaring. Beban-beban lingkungan yang perlu diperhitungkan dalam metode LCA ini antara lain CO2 karena potensinya pada pemanasan global, SO2, NOx dan bahan partikulat (PM10) karena dampaknya terhadap kesehatan. Dengan melakukan penilaian terhadap pembangkit-pembangkit yang terletak di pulau Jawa, Madura dan Bali, maka berikut adalah kapasitas jenis-jenis pembangkit yang dianalisis melalui metode ini oleh Wijaya & Limmeechokchai (2010) Tabel 4 : Pembangkit Listrik yang Dianalisis
No 1 2 3 4 Types of Power Plant Coal fired steam power plant Oil fired steam power plant Natural gas fired steam power plant Natural gas combined cycle power plant 5 6 Oil combined cycle power plant Gas turbine (natural gas) power plant 7 8 Gas turbine (diesel) Diesel power plant 2.030 MW 76 MW 2.923 MW 1.673 MW Capacity 6.650 MW 900 MW 900 MW 3.662 MW

4.1. Kerusakan Iklim Emisi dari sektor energi menjadi fokus utama karena emisi tersebut merupakan kontributor utama terhadap terjadinya pemanasan global, sedangkan potensi terbesar penyebab terjadinya pemanasan global adalah emisi karbon dioksida. Hasil studi mengenai emisi gas CO2 dan biaya kerusakan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5 : Emisi CO2 Pembangkit Listrik Tenaga Fosil dan Biaya Kerusakannya di Indonesia

Perlu diketahui bahwa satuan nilai kerusakan yang ada pada metode ini mengadopsi nilai yang dihasilkan dari studi ExternE, yakni sebesar 19/ton untuk emisi CO2 (dengan asumsi 1 = $1,4). Sehingga dapat dikatakan bahwa metode ini masih mengacu pada nilai eksternalitas yang digunakan di negara-negara Eropa, sekalipun besarnya emisi telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. 4.2. Emisi SO2, NOx dan PM10 Secara khusus, emisi sulfur yang dihasilkan oleh pembakaran batubara dan minyak dapat menyebabkan hujan asam yang mempercepat kerusakan pada mobil, bangunan, monumen sejarah dan menyebabkan danau menjadi asam sehingga menjadi tidak cocok lagi ditempati oleh ikan-ikan. SO2 yang bereaksi dengan bahan kimia lain pada udara, emisi NOx dan emisi PM10 dapat terhirup dan dapat menyebabkan penyakit pernapasan bahkan kematian prematur pada manusia. Besaran masing-masing emisi dan juga biaya kerusakan dapat dilihat pada Tabel berikut

Tabel 6: Emisi SO2, NOx, PM10 Pembangkit Listrik Tenaga Fosil di Indonesia

Tabel 7 : Biaya Kerusakan SO2, NOx dan PM10 Pembangkit Listrik Tenaga Fosil di Indonesia

Satuan nilai kerusakan SO2, NOx, dan PM10 yang digunakan adalah masing-masing sebesar 10.6 /kg, 7.6 /kg dan 48.5 /kg. Siapa yang Seharusnya Menanggung Biaya Eksternalitas? Selama ini, biaya eksternalitas masih dibayar oleh masyarakat melalui biaya pengobatan ke rumah sakit akibat penyakit, pembayaran asuransi kesehatan, bahkan dapat juga dibayar oleh generasi yang akan datang melalui kerusakan kualitas lingkungan dan sumber daya alam. Sehingga dalam hal ini, pihak yang mungkin sama sekali tidak menikmati hasil dari penggunaan sumber energi harus menanggung beban yang diakibatkan oleh adanya aktivitas pembangkitan listrik beserta life cycle bahan bakarnya. Oleh karena itu, pihak yang dipandang lebih berkewajiban menanggung biaya eksternalitas adalah pihak-pihak yang melakukan aktivitas yang menyebabkan kerugian terhadap lingkungan, seperti misalnya perusahaan penambangan batubara, perusahaan pengangkutan batubara dan perusahaan pembangkitan listrik yang menggunakan batubara, dan sebagainya. Proses penambahan biaya sosial dan lingkungan ke dalam biaya produksi yang nantinya tercermin dalam biaya pasar, yang disebut dengan internalisasi eskternalitas, dapat

dilakukan dengan berbagai pendekatan (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro, 1997) (Suparmoko, 1997). Pendekatan pertama adalah atas dasar mekanisme pasar dan yang kedua adalah dengan campur tangan pemerintah melalui peraturan. Mekanisme Pasar Melalui mekanisme pasar, kesepakatan untuk mengatasi persoalan eksternalitas seringkali gagal dicapai karena besarnya biaya informasi, transaksi, perundingan serta perjanjian antar pihak yang terlibat. Biaya transaksi adalah berbagai bentuk biaya yang harus dibayar ketika pihak yang berkepentingan itu tengah menjalani perundingan Campur Tangan Pemerintah o Pengaturan dan Pelarangan Pengaturan dapat dilakukan dengan menetapkan baku mutu lingkungan. Secara langsung, pengaturan dapat dilakukan dengan melarang aktivitas yang menghasilkan pencemaran yang melebihi baku mutu lingkungan. Secara tidak langsung, pemerintah dapat meminta perusahaan membuat fasilitas pembersih limbah buangan sehingga limbah buangan tidak melampaui baku mutu lingkungan. o Pajak dan Subsidi Pemerintah memberikan insentif untuk penggunaan alat pengendali pencemaran atau menarik pajak bagi penggunaan peralatan yang menghasilkan pencemaran yang besar. Tarif pajak yang optimum adalah sebesar biaya sosial marjinal. Pengenaan pajak yang optimum secara otomatis akan mencapai kesejahteraan dengan biaya yang minimal. o Tarif Limbah Pemerintah memberikan tarif kepada perusahaan yang menghasilkan pencemaran sesuai dengan besarnya bahan pencemar yang dihasilkan. Permasalahan yang ada untuk Penerapan Biaya Eksternal Permasalahan yang ada yang menyebabkan penerapan biaya eksternalitas belum dapat dilakukan, khususnya di Indonesia, antara lain dikarenakan oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Belum ada standarisasi metode untuk mengestimasi biaya eksternalitas yang disepakati, khususnya di Indonesia. 2. Sekalipun digunakan metode yang sama, kemungkinan terdapat perbedaan yang cukup besar dalam hal penentuan biaya eksternalitas masih mungkin terjadi karena beberapa hal yang telah dijelaskan sebelumnya pada bagian 3.2. 3. Belum ada peraturan perundangan yang mengikat yang membahas masalah ini.

Kesimpulan dan Saran Estimasi biaya eksternal merupakan langkah awal yang cukup baik untuk dapat memperkirakan biaya sosio-lingkungan yang diderita masyarakat akibat operasi pembangkit listrik dan juga aktivitas-aktivitas yang terkait dengan life cycle bahan bakar yang digunakan agar dapat diinternalisasi ke dalam biaya pasar. Namun, dengan beragamnya metode yang digunakan dan juga beragamnya hasil yang didapatkan karena beberapa faktor, menyebabkan hasil estimasi biaya eksternal menjadi sangat beragam. Hal ini dapat menjadi kendala dari internalisasi biaya eksternal, terlebih apabila peraturan perundangan tidak dibuat. Oleh karena itu, menurut hemat penulis, akan lebih baik apabila pihak-pihak yang berwenang segera menentukan satu metode yang memberikan hasil yang dapat disepakati bersama untuk mengestimasi biaya eksternal. Sehingga, apabila estimasi biaya eksternal telah ada dan telah disepakati bersama, maka peraturan perundangan yang mengatur masalah biaya eksternal akan lebih mudah dibuat untuk diterapkan, sehingga biaya ini tidak terus menerus ditanggung oleh masyarakat yang mungkin tidak ikut serta menikmati hasil dari kegiatan-kegiatan ini.

You might also like