You are on page 1of 44

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan aset organisasi yang sangat vital karena diantara sumber daya yang terdapat dalam suatu organisasi baik itu pemerintah maupun swasta, ia memiliki peranan penting dalam menentukan keberhasilan dalam pencapaian tujuan suatu organisasi. Hal ini akan menjadikan manajemen sumber daya manusia sebagai salah satu indikator penting dalam pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Selain itu, sumber daya manusia juga merupakan factor yang paling menentukan dalam setiap organisasi, karena di samping sebagai salah satu unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai penentu utama. Oleh sebab itu sumber daya manusia harus memiliki kompetensi dan kinerja tinggi demi kemajuan suatu organisasi. Ia tidak hanya dituntut untuk menjadi profesional tetapi juga sebagai pembangun citra pelayanan public. Untuk mengatasi berbagai masalah sumber daya manusia, diperlukan upaya sistematis dalam meningkatkan kapasitasnya agar mampu bekerja optimal dalam memberikan pelayanan terbaik. Hal tersebut hanya mungkin tercapai melalui pengembangan sumber daya aparatur dalam berbagai aspek, baik aspek intelektual, manajerial maupun perilaku. Dalam mencapai tujuannya tentu saja suatu organisasi memerlukan sumber daya manusia yang handal sebagai pengelola sistem sehingga sistem

ini dapat berjalan baik sesuai dengan apa yang diharapkan. Betapapun modern teknologi yang digunakan, atau seberapa banyak dana yang disiapkan, namun tanpa sumber daya manusia yang profesional semuanya menjadi tidak bermakna (Tjutju,2008). Organisasi yang maju tentu dihasilkan oleh sumber daya manusia yang dapat mengelola organisasi tersebut ke arah kemajuan yang diinginkan organisasi, sebaliknya tidak sedikit organisasi yang hancur dan gagal karena ketidakmampuannya dalam mengelola sumber daya manusia. Eksistensi sumber daya manusia dalam kondisi lingkungan organisasi yang terus berubah tidak dapat dipungkiri, oleh karena itu dituntut kemampuan beradaptasi yang tinggi agar mereka tidak tergilas oleh perubahan itu sendiri. Untuk itu diperlukan manajemen sumber daya manusia yang berorientasi terhadap visi, misi, tujuan dan sasaran organisasi di mana dia beraktivitas di dalamnya. Demikian juga halnya dalam tubuh pemerintahan, sumber daya aparatur sebagai merupakan pilar utama jalannya roda pemerintahan. Sebagai aparatur pemerintah, harus dapat mengikuti arus perubahan itu, apabila Indonesia ingin memanfaatkan kesempatan yang diciptakan oleh perubahan itu, dan bukan hanya menjadi sekedar penonton yang pasif. Dengan meningkatkan kualitas profesionalisme aparatur pemerintah, kemajuan Indonesia dapat dicapai, termasuk di dalamnya pemberian pelayanan publik yang prima kepada masyarakatnya. Sebagaimana halnya di negara-negara

sedang berkembang, tantangan untuk menggapai kondisi ideal tersebut selalu ada. Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan pemerintahan di banyak negara, salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah adalah kapasitas atau kemampuan daerah dalam berbagai bidang yang relevan. Dengan demikian, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat dan peningkatan daya saing daerah diperlukan kemampuan atau kapasitas aparatur yang memadai. Untuk itu perlu upaya pengembangan sumber daya aparatur sebagai upaya meningkatkan kompetensi pegawai. Pengembangan sumber daya aparatur bertujuan untuk meningkatkan kompetensi aparatur diarahkan pada penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan yang semakin efektif dan efisien. Hal ini merupakan respon sumber daya aparatur terhadap perkembangan aspirasi masyarakat dan melakukan upaya untuk meningkatkan keterpaduan kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian seluruh kegiatan yang dilaksanakan. Keberadaan sumber daya aparatur di Indonesia sebagaimana halnya pada negara-negara berkembang lainnya mempunyai peranan yang sangat menetukan. Total PNS berjumlah sekitar 3.780.365 (Badan Kepegawaian Negara, Juni 2007). Dari jumlah tersebut belum dapat memberikan informasi bahwa jumlah PNS secara nasional sudah berkecukupan, berkekurangan atau berkelebihan. Menurut salah seorang Deputi bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara pada Rapat Koordinasi di

Medan, 31 Oktober sampai dengan 1 November 2007, distribusi PNS belum sesuai dengan distribusi tugas pemerintah pusat/ provinsi/ kabupaten/ kota. Di tingkat pusat PNS berjumlah 876.537 (23,18%). Di tingkat daerah provinsi 289.680 (7,6%) dan PNS di tingkat daerah kabupaten/ kota 2.614.148 (69,15 %). Daerah-daerah di luar pulau Jawa terjadi kekurangan pegawai (guru, dokter dan tenaga medis). Dari data komposisi, PNS berpendidikan SLTA ke bawah ada sekitar 41,6%. PNS berpendidikan Diploma I s.d. Diploma III/ Sarjana Muda ada sekitar 25 %. Selanjutnya hanya 31,9 % PNS yang berpendidikan Diploma IV/ S1 s.d. S3. Belum lagi adanya kenyataan bahwa dari seluruh jumlah PNS yang ada hanya sekitar 40% yang memiliki standar kompetensi yang memadai. Bank Dunia berpendapat bahwa PNS saat ini tidak terlalu besar, sebab hanya sekitar 2.2 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Akan tetapi karena penyebaran dan kondisi wilayah serta pengelolaan kepegawaian negeri masih belum memadai, ditambah dengan analisis kebutuhan untuk masing-masing instansi pemerintah dan daerah dinilai kurang dilakukan secara baik maka kondisinya kepegawaian kita terlalu berkelebihan. Melihat kondisi SDM PNS tersebut, tidak jarang kita mendengar opini di tengah masyarakat bahwa kinerja pemerintah kerap kali dipandang belum profesional dan berlum berbasis kinerja (berorientasi output). Untuk itu, banyak kalangan pemerhati birokrasi mendorong pemerintah mengedepankan

pengelolaan

sumber

daya

aparatur

pemerintah

dengan

manajemen

kepegawaian berbasis kinerja. Sebenarnya kondisi kepegawaian kita yang ada sekarang ini tidak bisa dipungkiri lagi merupakan warisan dari kebijakan penerimaan pegawai di masa lalu. Proses penataan kepegawaian di masa lalu mulai dari rekruitmen, pembinaan sampai pada masa pensiunnya sangat kental diwarnai oleh atsmosfer politik. Pemerintah membutuhkan pegawai karena didorong oleh keinginan untuk memperbanyak jumlah aparatur tanpa melalui proses rekruitmen yang benar-benar melakukan seleksi untuk memperoleh aparatur yang berkompeten. Yang menjadi tujuan adalah dengan semakin banyak pegawai yang diterima maka semakin banyak juga aparatur yang bisa dibina untuk mendukung kekuatan golongan politik yang berkuasa. Upaya penataan kembali (right sizing) merupakan suatu kebutuhan yang amat mendesak untuk melihat seberapa jauh kepegawaian pemerintah ini bisa berperan untuk menciptakan tata kepemerintahan yang baik. Penataan kepegawaian terus berlangsung dan sekarang manajemen kepegawaian berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang baru (UU No. 32 Tahun 2004), dilakukan banyak perbaikan. Persoalan-persoalan yang ditimbulkan oleh pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999 mulai diperbaiki. Proses pemindahan dan mobilisasi antar daerah dalam satu provinsi atau antar provinsi dan bahkan ke departemen pemerintah pusat mungkin kembali. Hubungan bidang kepegawaian antara pemerintah kabupaten dan kota dengan pemerintah daerah provinsi kembai dipulihkan.

Era reformasi membawa perubahan yang tidak kalah besarnya terutama bagi pemerintah selaku eksekutif. Sebagai lembaga pelayanan masyarakat, pemerintah atau birokrasi menjadi jembatan antara aspirasi masyarakat yang diakomodir oleh institusi politik melalui lembaga legislatif dengan masyarakat riil yang secara langsung menerima dan menikmati pelayanan yang diberikan oleh birokrasi. Tidak seperti era sebelumnya dimana birokrasi dengan mudah mengendalikan dua kekuatan tersebut, maka kini sebaliknya birokrasilah yang berada dalam kendali dan pengawasan keduanya. Pada saat yang sama, aspirasi, tuntutan, dan kebutuhan masyarakat mengalami eskalasi pesat yang didukung dengan media agregasi kepentingan publik yang semakin mudah sehingga dengan mudah pula menjadi agenda politik yang harus direalisasikan secara efektif dan efisien oleh birokrasi. Malangnya, birokrasi sendiri telah terlena terlalu lama untuk mampu secara responsif apalagi proaktif terhadap berbagai perkembangan tersebut sehingga terkesan lamban dan bahkan tidak berdaya menghadapi berbagai perubahan yang ada. Implementasi UU no. 22 Tahun 1999 dan UU no. 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah memiliki implikasi serius bagi pelayanan publik di daerah. Peningkatan tuntutan publik harus disertai dengan peningkatan kapasitas daerah dalam menjalankan fungsi dan

tanggungjawabnya. Namun demikian yang paling utama dalam menentukan kapasitas daerah adalah kemampuan sumber daya aparatur dan yang lebih spesifik lagi justru sumber daya aparatur pemerintah daerah. Berangkat dari

arti penting sumber daya aparatur daerah dalam membangun dan melayani kepentingan publik inilah pertanyaan penting tulisan ini disusun, yaitu : sejauh mana pengembangan sumber daya aparatur dalam upaya

meningkatkan kompetensi pegawai pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kalimantan Timur?

1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimanakah pengembangan sumber daya aparatur dalam upaya meningkatkan kompetensi pegawai pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kalimantan Timur? 2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat upaya pengembangan sumber daya aparatur dalam upaya meningkatkan kompetensi pegawai pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kalimantan Timur?

1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengembangan sumber daya aparatur dalam upaya meningkatkan kompetensi pegawai pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kalimantan Timur. 2. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang menjadi pendukung dan

penghambat upaya pengembangan sumber daya aparatur dalam upaya meningkatkan kompetensi pegawai pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kalimantan Timur.

1.4. Manfaat Penelitian Apa yang menjadi hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara akademis dan paktis, yaitu : 1. Manfaat akademis a. Sebagai referensi bagi kajian penelitian selanjutnya yang bertujuan sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan. b. Sebagai kajian teoritis dalam ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan teori pengembangan sumber daya aparatur. 2. Manfaat praktis a. Sebagai masukan bagi para pegawai Badan KEsatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kalimantan Timur dalam rangka upaya pengembangan sumber daya aparatur dalam upaya meningkatkan kompetensi pegawai. b. Sebagai dasar-dasar pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan keputusan yang berkaitan dengan upaya pengembangan sumber daya aparatur dalam upaya meningkatkan kompetensi pegawai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peneliti Terdahulu 1. Penelitian yang dilakukan oleh Deslan Nispayani (2008) tentang

Peran Pengembangan Kompetensi Sumber Daya Aparatur dalam Upaya Meningkatkan Kinerja Pegawai di Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur menunjukkan bahwa pengembangan kompetensi sumber daya aparatur yang dilakukan Dinas Pendidikan Kota Samarinda cukup berperan dalam upaya meningkatkan kinerja aparatur. Walaupun usaha pengembangan kemampuan aparatur belum menunjukkan hasil yang optimal, namun uaya tersebut dapat memberikan sumbangan berarti untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja pegawai. Secara empiric pengembangan yang dilakukan telah menambah kuantitas dan kualitas pegawai terutama peningkatan di bidang pengetahuan, keterampilan dan keahlian. Kinerja aparatur Dinas Pendidikan Kota Samarinda yang didukung melaui pengembangan kompetensi professional ternyata belum secara optimal, namun secara empiric kinerja pegawai di lembaga tersebut cukup baik. Kurang optimalnya kinerja pegawai di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Samarinda tercermin oeh perilaku yang menyimpang atau masih rendahnya kepatuhan pegawai yang memanfaatkan jam kerja produktif, kurang optimalnya dalam menyelesaikan pekerjaan, dan pekerjaan yang dihasilkan belum sesuai yang diharapkan baik secara

kuantitas maupun kualitas. Pengembangan kompetensi aparatur yang dilakukan melalui jalur pendidikan dan pelatihan, baik melalui penjenjangan, pelatihan umum maupun pelatihan teknis ternyata telah memberikan kontibusi yang berarti untuk kelancaran tugas. Nampaknya ada perbedaan yang cukup mencolok, bagi pegawai yang memiliki legalitas pelatihan dibandingkan dengan yang tidak. Pegawai yang memiliki legalitas kinerjanya lebih baik. Factor-faktor yang menghambat dala pengembangan kompetensi sumber daya aparatur di lingkungan kerja Dinas Pendidikan Kota Samarinda antara lain : terbatasnya alokasi dana yang dianggarkan untuk melakukan pengembangan kompetensi aparatur, responsibilitas aparatur terhadap pengembanga keterampilan dan keahlian masih rendah dan adanya perbedaan pandangan antar pimpinan unit kerja dalam mengembangan kompetensi aparatur. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Hansen (2008) tentang

Pengembangan Sumber Daya Aparatur sebagai upaya Meningkatkan Kinerja (Studi pada Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Barat) menunjukkan bahwa pertama, secara umum pengembangan pegawai yang dilakukan oleh Sekretariat Daerah Bagian Pemerintahan sudah cukup baik. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan struktural (pelatihan penjenjangan) dan fungsional dilakukan secara bertahap bagi pegawai yang memenuhi persyaratan. Kedua, kinerja pegawai yang ada di Bagian Pemerintahan juga sudah cukup dan mendapatkan perhatian yang serius dari pihak pemimpin. Dan ketiga, hambatan-hambatan yang

10

dihadapi dalam rangka pelaksanaan pekerjaan di Bagian Pemerintahan , relatif tidak terlalu mengganggu operasional pekerjaan secara umum. Hambatan-hambatan jumlah pegawai, kemampuan dan keterampilan, secara fasilitas yang masih terbatas, berhasil diatasi dengan semangat dan kerjasama yang baik diantara sesama pegawai. Ditambah dengan kedisiplinan dan rasa tanggung jawab yang tinggi, segala permasalahan dapat diatasi sehingga tingkat produktivitas kerja dapat dipertahankan.

2.2. Pengembangan Sumber Daya Aparatur 1. Pengertian Pengembangan Sumber Daya Aparatur Apabila kita berbicara mengenai pengembangan sumber daya manusia secara mikro, dalam arti di lingkungan suatu unit kerja (departemen atau lembaga-lembaga yang lain di lingkungan pemerintah) maka sumber daya yang dimaksud adalah aparatur. Pengembangan sumber daya manusia adalah upaya untuk memelihara dan meningkatkan kompetensi pegawai melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan aspek-aspek lainnya. Sumber daya aparatur dalam tubuh pemerintah sangat penting perannya dalam mencapai keberhasilan lembaga dimaksud. Analognya bahwa fasilitas yang canggih dan lengkap bukan merupakan suatu jaminan akan keberhasilan lembaga itu, tanpa diimbangi dengan kompetensi dari aparatur yang akan mempergunakan fasilitas tersebut.

11

Sebagai suatu lembaga pemerintahan

sudah barang tentu

mempunyai visi, misi dan tujuannya masing-masing. Untuk mencapai visi, misi dan tujuan tersebut maka direncanakan kegiatan atau programprogram dan selanjutnya untuk pelaksanaan, monitoring dan evaluasi kegiatan-kegiatan tersebut diperlukan aparatur yang berkompeten atau dengan kata lain yang professional dan berkualitas baik. Disamping itu dengan ditemukannya peralatan-peralatan baru, fasilitas-fasilitas baru yang semakin canggih, maka apabila lembaga pemerintah tersebut ingin mengikuti arus zaman juga diperlukan keahlian dan keterampilan dari aparatur sesuai dengan perkembangan zaman. Dari kenyataan-kenyataan ini membuktikan bahwa sumber daya aparatur dalam suatu lembaga memerlukan peningkatan atau pengembangan sehingga dicapai suatu kondisi aparatur yang memiliki kompetensi seperti yang diinginkan. Sejarah manajemen sumber daya manusia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen pada umumnya. Sebelum permulaan abad kedua puluh manusia dipandang sebagai barang, benda mati yang dapat diperlakukan sekehendak hati oeh majikan. Manusia tidak dihargai karena dianggap sebagai saah satu factor produksi yang disamakan dengan mesin, uang dan sebagainya. Hal ini dikarenakan pada masa tersebut manusia masih banyak yang belum mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai, sehingga penghargaan pada manusia masih rendah dipicu pula jumah tenaga kerja yang berlebihan disbanding dengan lapangan kerja yang masih sangat sedikit.

12

Dalam perkembangan selanjutnya perhatian terhadap factor manusia sebagai sumber daya jauh lebih besar. Di Indonesia sumber daya manusia baru mulai diperhatikan lebih serius pada tahun 1970-an. Hal ini dibuktikan dengan munculnya Undang-Undang tentang tenaga kerja, peraturan upah minimum, kesejahteraan pegawain dan sebagainya. Pengembangan sumber daya manusia penting dilaksanakan karena baik manusia, teknologi, pekerjaan maupun organisasi tidak bersifat konstan, melainkan bersifat selalu berubah-ubah sesuai perkembangan zaman (Mondy 1999:6). Pengembangan sumber daya manusia tidak

hanya terfokus pada pegawai yang baru direkrut, akan tetapi juga untuk pegawai yang sudah lama bekerja. Mejia (1995:293) menyatakan bahwa pengembangan merupakan upaya memberikan pegawai kemampuan yang dibutuhkan baik oleh pegawai tersebut maupun organisasinya di masa depan. Pengembangan pegawai dilakukan melalui penilaian kinerja, pelatihan dan pengembangan karir. Penilaian kinerja meliputi identifikasi, pengukuran dan mengelola kinerja pegawai dalam organisasi. Pelatihan adalah proses yang memberikan pegawai keahlian khusus atau membantu pegawai

memperbaiki kekurangan kinerjanya. Pengembangan karir adalah upaya yang difokuskan pada mengembangkan, memperkaya dan membuat karyawan lebih cakap. Kemudian De Canzo and Robbins (1996:237) menambahkan bahwa pengembangan sumber daya manusia terdiri dari :

13

a. pelatihan pegawai, adalah present-oriented training yang fokusnya adalah pekerjaan pegawai saat ini; b. pengembangan pegawai, adalah future-oriented training yang fokusnya adalah pada pertumbuhan personal dari pegawai; c. pengembangan karir. Lebih lanjut De Cenzo dan Robbins memberikan penekanan terhadap prinsip The Learning Curve, yaitu : a. Nilai belajar akan semakin tinggi jika pelajarannya termotivasi. b. Beajar memerlukan umpan balik. c. Kebiasaan belajar akan cenderung berlangsung secara berulang jika ada factor pemaksaan. d. Latihan akan meningkatkan performa. e. Belajar dimulai dengan cepat kemudian akan menjadi stabil f. Pelajaran harus bisa ditransfer ke pekerjaan. Sedangkan Mondy, Noe and Premeaux (1999:254) menyatakan bahwa pengembangan sumber daya manusia meliputi pelatihan (training), pengembangan (development), pengembangan karir (career development) dan penilaian kinerja (performance appraisal). Pelatihan dan

pengembangan merupakan upaya manajemen yang terencana dan berkesinambungan untuk memperbaiki tingkat kompetensi pegawai dan kinerja organisasi. Pelatihan (training) dirancang memberikan kesempatan merupakan kegiatan yang belajar untuk meningkatkan

pengetahuan dan keahlian yang diperlukan pada pekerjaan yang sedang

14

dijalani atau yang terkait dengan pekerjaannya. Sedangkan pengembangan (development) meliputi kesempatan belajat yang bertujuan untuk lebih meningkatkan pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill) yang diperlukan dalam pekerjaan yang sedang dijalani. Pengembangan lebih difokuskan untuk jangka panjang. Selanjutnya digunakan untuk

mempersiapkan karyawan sesuai dengan pertumbuhan dan perubahan organisasi. Pengembangan karir (career development) merupakan

pendekatan formal yang digunakan organisasi untuk menjamin bahwa orang dengan kualifikasi tepat dan berpengalaman tersedia pada saat dibutuhkan. Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah sistem formal dari review periodik dan evaluasi kinerja individu atau tim. Secara khusus, Schuler & Youngblood (1986) mengungkapkan bahwa pengembangan sumber daya manusia pada suatu organisasi akan melibatkan berbagai faktor, seperti : pendidikan dan pelatihan;

perencanaan dan manajemen karir; peningkatan kualitas dan produktivitas kerja; serta peningkatan kesehatan dan keamanan kerja. Sementara itu, Klingner & Nalbandian (1985) memasukkan pula faktor motivasi kerja, dan penilaian prestasi kerja sebagai aspek yang tercakup dalam pengembangan sumber daya manusia. Berdasarkan pendapat beberapa pakar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi pengembangan merupakan suatu upaya manajemen untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan dan kemampuan

15

karyawan melalui pelatihan dan pengembangan, serta pengembangan karir sehingga dapat memberikan kontribusi yang optimal bagi bagi perusahaan. 2. Tujuan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Terjadi perubahan karena adanya dinamika dalam kehidupan berorganisasi dan untuk mengatasi perubahan-perubahan tersebut secara efektif maka program pengembangan sumber daya aparatur sangatlah penting. Ruky (2003:228) menyatakan bahwa pengembangan sumber daya manusia bertujuan agar organisasi tersebut mampu merealisasikan visi mereka dan mencapai tujuan-tujuan jangka menengah dan jangka pendek. Sedangkan bagi karyawan, program pengembangan sumber daya manusia bertujuan dapat berarti suatu proses belajar dan berlatih secara sistematis untuk meningkatkan kompetensi dan prestasi kerja mereka dalam pekerjaannya sekarang dan menyiapkan diri untuk peran dan tanggung jawab yang akan datang. Mondy, Noe and Premeaux (1999:259) mengemukakan bahwa tujuan pelatihan dan pengembangan adalah untuk meningkatkan produktivitas pada seluruh tingkatan organisasi, mencegah keusangan dan mempersiapkan untuk pekerjaan pada tingkat yang lebih tinggi. Menurut Carrel (1995:40) menyatakan bahwa tujuan dari pelatihan antara lain adalah : a. Meningkatkan kualitas kinerja, b. Memperbaharui keterampilan karyawan,

16

c. Menghindari penerapan manajerial yang telah usang, d. Memecahkan masalah organisasi, e. Mempersiapkan karyawan yang akan dipromosikan dan

pengelolaan suksesi kepemimpinan, f. Memberikan bekal pelatihan kepada karyawan baru untuk orientasi, g. Memenuhi kebutuhan karyawan. Siagian (1997:183) mengemukakan bahwa, ada tujuh manfaat dari adanya pengembangan sumber daya manusia, yaitu: a. b. Peningkatan produktifitas kerja, Terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan

bawahan, c. tepat, d. Meningkatnya semangat kerja seluruh anggota dalam Tersedianya proses pengambilan keputusan yang cepat dan

organisasi, e. f. g. Mendorong sikap keterbukaan manajemen, Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif, Penyelesaian konflik secara fungsional. Pengembangan sumber daya manusia ditujukan untuk mewujudkan manusia pembangunan yang berbudi luhur, tangguh cerdas, terampil, mandiri, dan memiliki rasakesetiakawanan, bekerja keras, produktif, kreatif dan inovatif, berdisiplin serta berorientasi ke masa depan untuk

17

menciptakan kehidupan yang lebih baik. Peningkatan kualitas sumber daya manusia diselaraskan dengan persyaratan keterampilan, keahlian, dan profesi yang dibutuhkan dalam semua sektor pembangunan (Kartasasmita 1995). Tujuan pengembangan sumber daya manusia menurut Martoyo (1992) adalah dapat ditingkatkannya kemampuan, keterampilan dan sikap karyawan/anggota organisasi sehingga lebih efektif dan efisien dalam mencapai sasaran-sasaran program ataupun tujuan organisasi. Menurut Manullang (1980), tujuan pengembangan pegawai sebenarnya sama dengan tujuan latihan pegawai. Sesungguhnya tujuan latihan atau tujuan pengembangan pegawai yang efektif, adalah untuk memperoleh tiga hal yaitu : (1) menambah pengetahuan; (2) menambah ketrampilan; (3) merubah sikap. Sedangkan manfaat dan tujuan dari kegiatan pengembangan sumber daya manusia menurut Schuler (1992), yaitu : a. Mengurangi dan menghilangkan kinerja yang buruk Dalam hal ini kegiatan pengembangan akan meningkatkan kinerja pegawai saat ini, yang dirasakan kurang dapat bekerja secara efektif dan ditujukan untuk dapat mencapai efektivitas kerja sebagaimana yang diharapkan oleh organisasi. b. Meningkatkan produktivitas Dengan mengikuti kegiatan pengembangan berarti pegawai juga memperoleh tambahan ketrampilan dan pengetahuan baru yang

18

bermanfaat bagi pelaksanaan pekerjaan mereka. Dengan semikian diharapkan juga secara tidak langsung akan meningkatkan

produktivitas kerjanya. c. Meningkatkan fleksibilitas dari angkatan kerja Dengan semakin banyaknya ketrampilan yang dimiliki pegawai, maka akan lebih fleksibel dan mudah untuk menyesuaikan diri dengan kemungkinan adanya perubahan yang terjadi dilingkungan organisasi. Misalnya bila organisasi memerlukan pegawai dengan kualifikasi tertentu, maka organisasi tidak perlu lagi menambah pegawai yang baru, oleh Karena pegawai yang dimiliki sudah cukup memenuhi syarat untuk pekerjaan tersebut. d. Meningkatkan komitmen karyawan Dengan melalui kegiatan pengembangan, pegawai diharapkan akan memiliki persepsi yang baik tentang organisasi yang secara tidak langsung akan meningkatkan komitmen kerja pegawai serta dapat memotivasi mereka untuk menampilkan kinerja yang baik. e. Mengurangi turn over dan absensi Bahwa dengan semakin besarnya komitmen pegawai terhadap organisasi akan memberikan dampak terhadap adanya pengurangan tingkat turn over absensi. Dengan demikian juga berarti meningkatkan produktivitas organisasi.

19

Jika disimak dari pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pengembangan pegawai, pada umumnya adalah sebagai berikut : a. Agar pegawai dapat melakukan pekerjaan lebih efisien. b. Agar pengawasan lebih sedikit terhadap pegawai. c. Agar pegawai lebih cepat berkembang. d. Menstabilisasi pegawai. 3. Strategi Pengembangan Sumber Daya Aparatur Bicara strategi tidak beda dengan bicara cara atau metoda yang perlu digunakan dalam mengembangkan sumber daya aparatur.

Menyangkut strategi dan sistem pengembangan sumber daya aparatur, maka ada 3 aspek yang perlu diperhatikan oleh setiap pimpinan satuan kerja ataupun unit eselon secara berjenjang, yaitu : pendayaguanan aparatur/pegawai, pengembangan kualitas dan perhatian terhadap

lingkungan kerja pegawai. Ketiga aspek ini dilakukan secara secara baik dan kontinue agar PNS tetap kompoten dan termotivasi bekerja dalam organisasi. a. Proses pendayagunaan aparatur/pegawai Di sini dipikirkan bagaimana caranya mendayagunakan seluruh pegawai/aparatur yang ada untuk bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Titik beratnya pada sisi administratif dalam manajemen PNS mencakup proses perencanaan sampai dengan pemutusan hubungan

20

kerja. Dalam proses ini dipastikan bahwa : 1). PNS yang diperlukan sesuai kebutuhan; 2). ditempatkan pada posisi atau pekerjaan yang tepat; 3). dihargai sesuai kontribusi agar tetap bekerja; 4). dibina kariernya; 5). dilakukan pemutusan hubungan kerja ( wafat, pensiun, tdk disiplin ) pada saat tertentu. b. Peningkatan dan Pengembangan Kemampuan/Kualitas adalah upaya memfasilitasi pengalaman belajar yang terorganisasi, dilaksanakan dalam waktu tertentu, untuk ini meningkatkan dilakukan

kinerja. Peningkatan

kualitas/kompetensi

melalui : 1). Pelatihan melalui tugas rutin yang dikerjakan di kantor; 2). Pendidikan dan Pelatihan (Diklat); 3). Penataran dan pembinaan mental; 4). Pengembangan diri melalui pendidikan formal; 5). Peningkatan Kapasitas diri sebagai aparatur yang siap pakai. Manusia (Men) yang potensial diprioritaskan dalam pengembangan kariernya melalui jabatan dan pendidikan. Proses pendayagunaan aparatur serta peningkatan dan pengembangan kompetensinya

dilakukan secara kontinue dan berkesinambungan. Karena hal perlu kita harus camkan baik adalah bahwa baik-buruknya pemerintahan, maju-tidaknya masyarakat turut ditentukan atau ada juga di tangan aparat pemerintah yakni pegawai negeri sipil. Citra birokrasi pemerintah ada di tangan pegawainya. c. Pembinaan Lingkungan Kerja PNS

21

Adalah upaya-upaya yg dilakukan untuk menciptakan Lingkungan Kerja (fisik & non fisik ) yang kondusif bagi PNS untuk bekerja produktif. Dalam kondisi Lingkungan Kerja yang kondusif akan menjadi kesempatan bagi PNS untuk mendayagunakan dan

mengembangkan potensinya secara optimal. Faktor Kepemimpinan dalam Lingkungan Kerja merupakan sesuatu yang sangat menentukan kinerja pegawai. Selain itu pengelolaan sumber daya manajemen lainnya perlu juga menjadi perhatian dalam pengeloaannya, seperti uang dan peralatan (money and matherail) digunakan dengan jujur dan

dipertanggungjawabkan tanpa rekayasa, bila tidak organisasi tidak akan sehat dan berkembang dalam kinerjanya.

2.3. Kompetensi Pegawai 1. Pengertian Kompetensi Kompetensi merupakan factor kunci penentu bagi seseorang dalam menghasilkan kinerja yang sangat baik. Dalam situasi kolektif, kompetensi merupakan factor kunci penentu keberhasilan organisasi. Kompetensi mencakup berbagai faktor teknis dan non teknis, kepribadian dan tingkah laku. Kemudian banyak dipergunakan sebagai aspek yang dinilai banyak perusahaan untuk merekrut karyawan dalam organisasi. Pada umumnya kompetensi diartikan sebagai kecakapan, keterampian dan kemampuan. Kata dasarnya kompeten, berarti cakap,

22

mampu atau terampi. Dalam konteks manajemen sumber daya manusia, istilah kompetensi mengacu kepada atribut/karakteristik seseorang yang membuatnya berhasil dalam pekerjaan. Dalam kamus Inggris Indonesia Echols dan kawan (1992) mengartikan kompetensi (competency) sebagai kemampuan atau

kecakapan. Konsep kompetensi bukanlah merupakan sesuatu yang baru. Menurut Mitrani (1992) gerakan mengenai kompetensi telah dimulai pada akhir 1960-an atau awal 1970-an oleh Organisasi Psikologi Industri Amerika. Organisasi tersebut mengidentifikasikan banyaknya hasil studi tentang sikap, pengetahuan, prestasi belajar di sekolah tidak dapat menentukan kinerja atau keberhasilan seseorang dalam kehidupannya. Temuan tersebut mendorong dilakukannya penelitian untuk mengetahui variabel kompetensi apa yang diperkirakan berpengaruh terhadap kinerja seseorang terlepas dari faktor ras, gender dan sosial ekonomi. Banyak pihak menggunakan istilah kompetensi sebagai

kemampuan seseorang untuk berkinerja (the ability to perform). Hal ini dikarenakan efektif tidaknya suatu hasil pekerjaan sangat dipengaruhi oeh keterampilan, pengetahuan, perilaku (sikap) dan kemampuan yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Pernyataan ini senada dengan apa yang telah dikemukakan oleh Berge (2002) yang menyatakan bahwa kesuksesan suatu organisasi saat ini dan mendatang tergantung pada kombinasi kompetensi kepemimpinan yang efektif dan kompetensi tenaga kerjanya.

23

Beberapa pakar memberikan pengertian kompetensi sebagai berikut : Boyatzis (1982:20) menyatakan bahwa kompetensi pegawai dalam bidang pekerjaan tertentu didasari oleh cirri dari pegawai tersebut (seperti motif, sifat/watak, keterampilan, serta aspek-aspek yang berkaitan dengan peran social atau ilmu pengetahuannya) yang menghasilkan kinerja yang efektif atau superior dalam bekerja. Hal senada Zemke (1982:30) menyatakan bahwa kompetensi merupakan kemamuan individu yang berhubungan dengan kinerja superior dalam peran dan pekerjaan. Kompetensi meliputi pengetahuan,

keterampilan, intelektual, strategi atau kombinasi dari ketiganya yang mungkin diaplikasikan pada seseorang atau mungkin pada unit kerja. Lebih jauh Guion (1991:335) mengemukakan bahwa kompetensi menjadi cirri dasar orang-orang dan menunjukan cara bagaimana orangorang tersebut berperilaku atau berfikir, menyimpulkan berbagai situasi dan bertahan untuk beberapa periode waktu. Spencer and spencer (1993:9) menambahkan bahwa kompetensi seseorang menjadi cirri dasar individu dikaitkan dengan standar criteria kinerja yang efektif dan atau superior. Dari penjelasan di atas Spencer berpendapat bahwa kompetensi disamping menentukan perilaku dan kinerja seseorang juga menentukan apakah seseorang melakukan pekerjaannya dengan baik berdasarkan standar criteria yang telah ditentukan.

24

Bia dilihat secara individu Dubois (1993:9) mengemukakan bahwa kompeten dalam suatu pekerjaan merupakan kemampuan pegawai dalam mencapai (atau melebihi) tuntutan standar tingkat kualitas hasil kerja yang diharapkan dalam berbagai situasi baik di dalam mauun di luar organisasi. Marshall (1996) mendefinisikan bahwa kompetensi adalah ciri dasar seseorang yang memungkinkan mereka menghasilkan kinerja superior dalam pekerjaan, peran atau situasi. Lebih rinci Antonacopoulou E and FitzGerald L (1996) menyatakan bahwa kompetensi terdiri dari sifat-sifat unik setiap individu yang diekespresikan dalam proses interaksi dengan pihak lain dalam konteks sosial, jadi tidak hanya terbatas pada pengetahuan dan skill yang spesifik atau standar performansi yang diharapkan dan perilaku yang diperlihatkan. Jadi kompetensi meliputi sikap, persepsi dan emosi serta menekankan pada factor interaksi personal dan social. Bila dilihat dari pegawai secara kelompok, Ulrich (197:68) berpendapat bahwa kompetensi menunjukkan pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang berada diantara berbagai pegawai atau kelompok pegawai. Dikaitkan dengan managerial performance menurut Schroeder yang dikutip oleh Stuart R and Lindsay P (1997) menyatakan bahwa kompetensi adalah sifat, pengetahuan, keterampilan dan motivasi pokok seseorang pemegang jabatan yang telah dikaitkan secara kausalitas dengan managerial performance yang unggul.

25

Apabila dilihat berdasarkan karir pegawai, The National Park Service dalam buku Looking to the future : Human Resources Competencies (1999:7) menyatakan bahwa kompetensi merupakan kombinasi pengetahuan, keahlian dan kemampuan dlam bidang karir tertentu yang dimiliki sehingga memungkinkan seseorang melaksanakan tugas dan fungsinya pada tingkat keahlian tertentu yang secara spesifik telah ditentukan. Hitt (1999) mengemukakan bahwa kompetensi dalam manajemen sumber daya manusia memainkan peran kritikal dan esensial karena di satu sisi merupakan human capital dan active agent bagi pengembangan suatu organisasi dan di sisi lain merupakan factor determinan kapabilitas yang merupakan sekumpuan keahlian dan keterampilan dalam

mengkoordinasikan dan mengintegrasikan serangkaian sumber daya yang ada dalam suatu system organisasi sehingga menghasilkan serangkaian kompetensi yang akan membentuk kompetensi inti (core-competency). Becker, Huselid and Ulrich (2001:256) menyatakan bahwa kompetensi merupakan pengetahuan, kemampuan dan keahilan

(keterampilan) atau cirri kepribadian yang dimiliki seseorang yang secara langsung mempengaruhi kinerjanya. Harris (2001:158) menyatakan bahwa kompetensi merupakan pengetahuan dasar yang pokok, kemampuan, pengalaman dan persyaratan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan dengan sukses. 2. Standar Kompetisi

26

Penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan agar dapat mengetahui tingkat kinerja yang diharapkan untuk kategori baik atau rata-rata (BKN, 2003:10). Penentuan ambang kompetensi yang dibutuhkan tentunya dapat dijadikan dasar bagi proses seleksi, suksesi perencanaan, evaluasi kinerja dan pengembangan sumber daya manusia. Adapun yang dimaksud dengan standar kompetensi adalah spesifikasi atau sesuatu yang dibakukan, memuat persyaratan minimal yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan melakukan pekerjaan tertentu agar yang bersangkutan mempunyai kemampuan melaksanakan pekerjaan dengan hasil baik (Suprapto,2002:7). Pendapat lain dikemukakan oleh Muins (2000:40) bahwa Standar kompetensi merupakan ukuran untuk memahami dan berkomunikasi dengan berbagai kultur dan erat kaitannya profesionalisme. Menurut Maarif (2003:16), penetapan standar kompetensi dapat diprioritaskan pada pengetahuan, keterampilan dan sikap, baik yang bersifat hard competencies maupun soft competencies. Soft/generic competencies menurut Spencer (1993) meliputi enam kelompok kompetensi, yaitu: a. Kemampuan merencanakan dan mengimplementasikan (motivasi untuk berprestasi, perhatian terhadap kejelasan tugas, ketelitian dan kualitas kerja, proaktif dan kemampuan mencari dan menggunakan informasi). b. Kemampuan melayani (empati, berorientasi pada pelanggan). dengan

27

c. Kemampuan memimpin (kemampuan mengembangkan orang lain, kemampuan mengarahkan kerjasama kelompok, kemampuan memimpin kelompok). d. Kemampuan berpikir (berpikir analisis, berpikir konseptual, keahlian teknis/profesional/manajerial). e. Kemampuan bersikap dewasa (kemampuan mengendalikan diri, flesibilitas, komitmen terhadap organisasi). Suprapto (2002:3) berpendapat bahwa standar kompetensi minimal mengandung empat komponen kelompok pokok, yaitu: (1). Knowledge; (2). Skills; (3). Attitude; dan (4). Kemampuan untuk mengembangkan Knowledge, skills pada orang lain. Secara spesifik Suprapto (2002:3) menjelaskan bahwa kualifikasi PNS dapat ditinjau dari tiga unsur utama, yaitu: keahlian, kemampuan teknis dan sifat-sifat personil yang baik. Untuk keahlian PNS antara lain : a. Memiliki pengalaman yang sesuai dengan tugas dan fungsinya; b. Memiliki pengetahuan yang mendalam dibidangnya; c. Memiliki wawasan yang luas; d. Beretika. Untuk kemampuan teknis, PNS antara lain harus memahami tugastugas dibidangnya. Sedangkan untuk sifst-sifat pegawai yang baik antara lain harus memiliki disiplin yang tinggi, jujur, sabar, manaruh minat, terbuka, objektif, pandai berkomunikasi, selalu siap dan terlatih.

28

Dari pendapat-pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa kegiatan standarisasi pada dasarnya merupakan kegiatan dinamis, yaitu mengikuti kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi dan selalu dapat mengimbangi dan mengikuti perkembangan dinamika kegiatan masyarakat di tingkat nasional maupun internasional. Cakupan standar kompetensi PNS pada prinsipnya dapat didasarkan kepada jabatan struktural dan fungsional. Jabatan-jabatan tersebut berdasarkan pada sifat pekerjaannya, sehingga dapat disusun standar kompetensi PNS yang spesifik. 3. Karakteristik Kompetensi Spencer and Spencer (1993:9-11) menyatakan bahwa ada lima karakteristik kompetensi, yaitu sebagai berikut : a. Motiv (motive), apa yang secara konsisten dipikirkan atau keinginan-keinginan yang menyebabkan melakukan tindakan. Apa yang mendorong, perilaku yang mengarah dan dipilih terhadap kegiatan atau tujuan tertentu. Contoh motif berprestasi akan memotivasi orang-orang secara terus menerus untuk merancang tujuan yang cukup menantang serta mengambil tanggung jawab atas pekerjannya dan menggunakan umpan baik untuk menjadi lebih baik. b. Sifat/ciri bawaan (trait), cirri fisik dan reaksi-reaksi yang bersifat konsisten terhadap situasi atau informasi. Contoh : reaksi waktu, luas pandangan yang baik merupakan kompetensi bagi seorang pilot. c. Konsep diri (self concept), sikap, nilai atau self image dari orangorang. Contoh : percaya diri (self confidence), keyakinan bahwa ia

29

akan efektif dalam berbagai situasi, merupakan bagian dari konsep dirinya. d. Pengetahuan (knowledge), yaitu suatu informasi yang dimiliki seseorang khususnya pada bidang spesifik. Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks. Biasanya tes pengetahuan mengukur kemampuan untuk memilih jawaban yang paling benar, tetapi tidak bisa melihat apakah seseorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan ayng dimilikinya itu. e. Keterampilan (skill), kemampuan untuk mampu melaksanakan tugas-tugas fisik dan mental tertentu. Contohnya seorang dokter gigi memiliki keterampilan menambal dan mencabut gigi tanpa merusak syaraf. Atau seorang programmer computer memiiki kemampuan mengorganisasikan 50.000 kode dalam logika yang sekuensial. Selanjutnya Mathis dan Jackson (2001) mendefenisikan bahwa kompetensi adalah karakteristik dasar yang dapat dihubungkan dengan peningkatan kinerja individu atau tim.pengelompokan kompetensi terdiri dari pengetahuan (knowledge), keterampian (skill) dan kemampuan (abilities). Menurut Muins (2000:40), ada tiga jenis kompetensi, yaitu: Kompetensi profesi, kompetensi individu dan kompetensi sosial. Kompetensi profesi merupakan kemampuan untuk menguasai

keterampilan/keahlian pada bidang tertentu, sehingga tenaga kerja maupun bekerja dengan tepat, cepat teratur dan bertanggung jawab. Kompetensi

30

individu, merupakan kemampuan yang diarahkan pada keunggulan tenaga kerja, baik penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) maupun daya saing kemampuannya. Kompetensi sosial merupakan kemampuan yang diarahkan pada kemampuan tenaga kerja dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, sehingga mampu mengaktualisasikan dirinya di lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerjanya.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskreptif dengan pendekatan kualitatif, dimana rumusan masalah yang telah ditentukan akan dijawab berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan baik dari data primer maupun dari data sekunder mengenai pengembangan sumber daya aparatur dalam upaya meningkatkan kompetensi pegawai pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kalimantan Timur. Menurut Poerwandari (1998) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti

31

transkripsi wawancara , catatan lapangan, gambar, foto rekaman video dan lain-lain. Dalam penelitian kualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan dengan orang-orang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata. (Patton dalam Poerwandari, 1998).

3.2. Fokus Penelitian Fokus penelitian sangat penting dalam suatu penelitian dengan pendekatan kualitatif. Hal ini sesuai dengan sifatnya yang lentur dan mengikuti pola pemikiran yang bersifat induktif empiris, dimana segala sesuatu dalam penelitian ini ditentukan dari hasil akhir pengumpulan data yang mencerminkan arahan yang senyatanya (Moleong, 2005). Tanpa adanya focus penelitian, peneliti akan terjebak oleh banyaknya data yang dapat diperoleh ketika turun ke lapangan, oleh karena itu focus penelitian akan menjadi sangat penting peranannya dalam memandang dan mengarahkan jalannya penelitian (Eisenhart, 1989). Selanjutnya focus penelitian akan memberikan arahan agar peneliti terhindar dari pengumpulan data yang tidak perlu dan dijadikan sarana untuk memandu jalannya penelitian. Dengan memperhatiakan penjelasan di atas, maka yang menjadi focus dalam penelitian ini adalah :

32

1. Pengembangan sumber daya aparatur yang dilakukan oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kalimantan Timur sebagai upaya meningkatkan kompetensi pegawainya melalui : a. Pendidikan formal b. Pendidikan dan pelatihan c. Mutasi/promosi 2. Kompetensi pegawai pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kaimantan Timur, meliputi : a. Pengetahuan (knowledge) b. Keterampilan (skill) c. Kemampuan (abilities) d. Sikap (attitude) 3. Faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat upaya

pengembangan sumber daya aparatur dalam upaya meningkatkan kompetensi pegawai pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kalimantan Timur, meliputi : a. Faktor internal. b. Faktor eksternal.

3.3. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kalimantan Timur. Pemilihan lokasi ini sengaja dilakukan mengingat beberapa pertimbangan, antara lain :

33

1. Badan Kesatuan Bangsa dan Poilitik Masyarakat Provinsi Kalimantan Timur merupakan lembaga teknis daerah yang memegang peranan penting dalam bidang kesatuan bangsa dan politik perlu mengembangan kompetensi sumber daya aparatur dalam rangka mewujudkan visi dan misinya. 2. Untuk memudahkan memperoleh berbagai data yang diperlukan karena peneliti juga bekerja pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kalimantan Timur.

3.4. Sumber Data Sesuai dengan permasalahan dan focus penelitian sumber data dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Informan Informasi awal dipilih secara purposif (purposif sampling). Adapun cirinya dari mana atau mulai dari siapa informasi mulai diambil tidaklah menjadi soal, tetapi proses tersebut akan mulai berjalan dan terus berlanjut sesuai dengan kebutuhan. Ketika dalam proses tersebut terjadi

pengulangan informasi serta pertimbangan telah cukupnya informasi yang dibutuhkan dalam penelitian maka kegiatan ini dapat dihentikan. Peristiwa ini sering disebut data jenuh. Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan teknik snow ball sampling sesuai dengan kebutuhan dan kematangan peneliti dalam pengumpulan data. Setelah dalam proses pengumpulan data tidak lagi

34

ditemukan informan (mencapai titik jenuh), maka peneliti tidak mencari informan baru dan proses pengumpulan informasi dianggap selesai. Dalam hal ini jumlah informan bisa sedikit, tetapi juga bisa banyak tergantung dari : 1) tepat tidaknya pemilihan informan, 2) kompleksitas dan keragaman fenomenasional yang diteliti. 2. Tempat dan Peristiwa (situs) Tempat dan peristiwa yang dimaksud dalam hal ini meliputi lokasi penelitian, fasilitas yang tersedia, keadaan alam, keadaan sosial budaya, maupun perilaku dan peristiwa-peristiwa yang relevan dengan

permasalahan yang diteiti. 3. Dokumen-dokumen yang berkenaan dengan fokus penelitian diperoleh dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kalimantan Timur yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

3.5. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 3 teknik pengumpulan data, yaitu : 1. Wawancara Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka. Pada penelitian ini wawancara akan dilakukan dengan

menggunakan pedoman wawancara. Menurut Patton (dalam Poerwandari

35

1998) dalam proses wawancara dengan menggunakan pedoman umum wawancara ini, interview dilengkapi pedoman wawancara yang sangat umum, serta mencantumkan isu-isu yang harus diliput tampa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tidak terbentuk pertanyaan yang eksplisit. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian interviwer harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara kongkrit dalam kalimat Tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks actual saat wawancara berlangsung (Patton dalam Poerwandari, 1998) Kerlinger (dalam Hasan 2000) menyebutkan 3 hal yang menjadi kekuatan metode wawancara : a. Mampu mendeteksi kadar pengertian subjek terhadap pertanyaan yang diajukan. Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh interviewer dengan memberikan penjelasan. b. Fleksibel, pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan masing-masing individu. c. Menjadi satu-satunya hal yang dapat dilakukan di saat tehnik lain sudah tidak dapat dilakukan. Menurut Yin (2003) disamping kekuatan, metode wawancara juga memiliki kelemahan, yaitu :

36

a. Retan terhadap bias yang ditimbulkan oleh kontruksi pertanyaan yang penyusunanya kurang baik. b. Retan terhadap terhadap bias yang ditimbulkan oleh respon yang kurang sesuai. c. Probling yang kurang baik menyebabkan hasil penelitian menjadi kurang akurat. Ada kemungkinan subjek hanya memberikan jawaban yang ingin didengar oleh interviwer. 2. Observasi Disamping wawancara, penelitian ini juga melakukan metode observasi. Menurut Nawawi & Martini (1991) observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian. Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memahami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara. Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) tujuan observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang

berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna

37

kejadian di lihat dari perpektif mereka yang terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut. Menurut Patton (dalam Poerwandari 1998) salah satu hal yang penting, namun sering dilupakan dalam observasi adalah mengamati hal yang tidak terjadi. Dengan demikian Patton menyatakan bahwa hasil observasi menjadi data penting karena : a. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks dalam hal yang diteliti akan atau terjadi. b. Observasi memungkinkan berorientasi pada penemuan peneliti untuk bersikap terbuka, dari pada pembuktiaan dan

mempertahankan pilihan untuk mendekati masalah secara induktif. c. Observasi memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang oleh subjek penelitian sendiri kurang disadari. d. Observasi memungkinkan peneliti memperoleh data tentang halhal yang karena berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara. e. Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap introspektif terhadap penelitian yang dilakukan. Impresi dan perasan pengamatan akan menjadi bagian dari data yang pada giliranya dapat dimanfaatkan untuk memahami fenomena yang diteliti. 3. Dokumentasi Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan data sekunder berupa surat-surat, keputusan-keputusan, arsip-arsip dan dokumen-dokumen dari

38

Badan Kesatuan Bangsa dan Poitik Provinsi Kalimantan Timur yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian.

3.6. Analisa Data Analisis Data Kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. (Bogdan & Biklen, 1982). Analissis Data Kualitatif adalah suatu proses yang meliputi: a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri, b. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar dan membuat indeksnya, c. Berpikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola, hubungan-hubungan dan temuan-temuan umum. (Seiddel, 1998) Analisis Data Kualitatif adalah proses kegiatan yang meliputi Mencatat, mengorganisasikan, mengelompokkan dan mensintesiskan data selanjutnya memaknai setiap kategori data, mencari dan menemukan pola, hubungan-hubungan dan memaparkan temuan-temuan dalam bentuk deskripsi naratif, bagan, flow chart, matriks maupun gambar-gambar yang bisa dimengerti dan pahami oleh orang lain (Kelompok penyaji).

39

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan mulai sejak awal sampai sepanjang proses penelitian berlangsung. Dalam penelitian ini digunakan analisis data yang telah dikembangkan oleh Miles dan Hubernman (1992:15-20), menggunakan analisis model interaktif dengan tiga prosedur, yaitu : reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan/verifikasi. 1. Reduksi Data Reduksi Data dimaksudkan sebagai proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yangmuncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Data yang diperoleh di lapangan kemudian direduksi oleh peneliti dengan cara : pengkodean, klasifikasi data, menelusuri tema-tema, membuat gugus, membuat partisi, menulis memo dan selanjutnya dilakukan pilihan terhadap daya yang diperoleh di lapangan, kemudian dari data itu mana yang relevan dan mana yang tidak relevan dengan permasalahan dan focus penelitian. Reduksi data ini terus beranjut sesudah penelitian di lapangan sampai laporan akhir secara lengkap tersusun. 2. Penyajian Data Penyajian data atau display data dimaksudkan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkian adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan meilihat penyajianpenyajian, kita dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan. Hal ini untuk memudahkan bagi peneliti melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data

40

penelitian sehingga dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan. Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan berbagai jenis matrik, grafik, jaringan (network) dan bagan (chart) atau bentuk teks noratif atau kumpulan kalimat. Semuanya dirancang guna

menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah diraih, dengan demikian peneliti dapat melihat apa yang sedang terjadi dan menarik kesimpulan dengan tepat. 3. Menarik Kesimpulan/Verifikasi Penarikan kesimpulan merupakan satu kegiatan dan konfigurasi yang utuh selama kegiatan penelitian berlangsung. Sedang verifikasi merupakan kegiatan pemikiran kembali yang melintas dalam pemikiran penganalisis selama peneliti mencatat atau suatu tinjauan ulang paa catatan-catatan lapangan atau peninjauan kembali serta tukar pikiran di antara teman sejawat untuk mengembangkan kesempatan intersubyektif, dengan kata lain makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya (validitasnya). Verifikasi dalam penelitian dilakukan secara kontinyu sepanjang penelitian. Verifikasi dimaksudkan untuk menganalisis dan mencari makna dari informasi yang telah dikumpulkan dengan mencari tema, pola hubungan, permasalahan yang muncul, hipotesa dan disimpulkan secara tentative, sehingga terbentuk proposisi tertentu yang bisa mendukung teori maupun penyempurnaan teori.

41

3.7. Keabsahan Data Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena beberapa hal, yaitu subjektivitas peneliti merupakan hal yang dominan dalam penelitian kualitatif, alat penelitian yang diandalkan adalah wawancara dan observasi mengandung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan apalagi tanpa kontrol, dan sumber data kualitatif yang kurang credible akan mempengaruhi hasil akurasi penelitian. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa cara menentukan keabsahan data, yaitu: 1. Kredibilitas

Apakah proses dan hasil penelitian dapat diterima atau dipercaya. Beberapa kriteria dalam menilai adalah lama penelitian, observasi yang detail, triangulasi, per debriefing, analisis kasus negatif, membandingkan dengan hasil penelitian lain, dan member check. Cara memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian, yaitu: a. Memperpanjang masa pengamatan memungkinkan

peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan, bisa mempelajari kebudayaan dan dapat menguji informasi dari responden, dan untuk membangun kepercayaan para responden terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti sendiri. b. Pengamatan yang terus menerus, untuk menemukan ciri-

ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang diteliti, serta memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

42

c.

Triangulasi,

pemeriksaan

keabsahan

data

yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. d. Peer debriefing (membicarakannya dengan orang lain)

yaitu mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat. e. Mengadakan member check yaitu dengan menguji

kemungkinan dugaan-dugaan yang berbeda dan mengembangkan pengujian-pengujian untuk mengecek analisis, dengan

mengaplikasikannya pada data, serta denganmengajukan pertanyaanpertanyaan tentang data 2. Transferabilitas yaitu apakah hasil penelitian ini dapat diterapkan

pada situasi yang lain 3. Dependability yaitu apakah hasil penelitian mengacu pada

kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan data, membentuk, dan menggunakan konsep-konsep ketika membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan. 4. Konfirmabilitas yaitu apakah hasil penelitian dapat dibuktikan

kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini dilakukan dengan membicarakan hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif.

43

44

You might also like