You are on page 1of 10

A.

PENDAHULUAN Myasthenia gravis adalah suatu kelainan autoimmune yang kronik , yang menyebabkan kelemahan dan kelelahan otot rangka ( voluntary) yang parah. Penyakit ini jarang yang berakibat fatal, tetapi apabila telah melibatkan otot-otot pernafasan dapat juga mengancam jiwa manusia. Penyakit ini mempunyai gejala yaitu otot yang cepat lelah dan kehilangan tenaga saat melakukan setelah beristirahat. Pada tahap awal myasthenia gravis biasanya menyerang otot yang mengontrol pergerakan bola mata , dan otot otot yang mengontrol ekspresi muka, mengunyah, dan menelan . Jika tidak diobati , lamakelamaan kelainan ini dapat menyerang otot- otot pernafasan , yang berakibat kegagalan pernafasan. B. KLASIFIKASI . Myasthenia gravis dapat digolongkan berdasarkan otot rangka mana yang terkena . Dalam jangka waktu 1 tahun dari onset, sekurangnya 85-90 % pasien myasthenia gravis akan mengalami myasthenia gravis generalisata , yaitu keadaan yang ditandai dengan kelemahan dari otot-otot badan , tangan , dan kaki. Sekitar 10-15 % akan mengalami ocular myasthenia gravis , yaitu kelemahan otot yang hanya menyerang otot pergerakan mata. Tipe yang lain ialah myasthenia gravis congenital , hal ini terjadi pada ibu penderita myasthenia gravis yang menurunkan kelainan genetic kepada bayinya , keadaan ini dapat terjadi beberapa saat setelah kelahiran dan menimbulkan gejala seperti pada myasthenia gravis generalisata . Selain itu ada pula tipe transient neonatal myasthenia gravis , dimana Antibodi dari ibu penderita Myasthenia gravis yang masuk ke dalam neonatus melalui sirkulasi plasenta dan tinggal beberapa saat sana, keadaan ini hanya sementara biasanya hanya beberapa minggu setelah kelahiran. aktivitas dan dapat baik kembali

C. INSIDEN DAN PREVALENSI Di Amerika serikat insiden myasthenia gravis kira kira 2 dalam 100.000 orang. Kelainan ini dapat ditemukan pada semua umur, terutama yang tersering adalah wanita yang berumur 18-25 tahun , dan pada pria biasanya menyerang pada umur 60-80 tahun. D. ETIOLOGI Myasthenia gravis disebabkan oleh kelainan dari imun system. Faktor utama penyebabnya tidak diketahui . Kelainan ini juga mempunyai factor genetik, hal ini bisa dilihat dari adanya tipe congenital myasthenia gravis dan tipe transient myasthenia gravis. Pada beberapa penelitian Myasthenia gravis dapat dikaitkan dengan kelainan autoimun lainnya, Pasien dengan keluarga yang menderita rheumatoid arthritis , scleroderma, dan lupus dapat meningkatkan angka kejadian penyakit tersebut. Pada penderita penyakit ini didapatkan pula sekitar 15 % mengalami thymoma ( tumor pada thymus ) dan sekitar 60-80 % mengalami hiperplasia ( pembesaran abnormal ) thymus. Thymus merupakan organ tubuh yang memproduksi sel yang terlibat dalam proses imunitas. E. PATOGENESIS Asetilkolin ( Ach ) adalah suatu neurotransmitter yang terlibat dalam proses transfer informasi kepada otot. Pada Myasthenia gravis , terdapat antibody yang menghancurkan acetylcholin receptor site ( AchR ) pada daerah otot yang dapat menerima impuls saraf atau neuromuscular junction , sehingga menghalangi impuls saraf untuk mencapai otot. Hal ini menyebabkan kelemahan dan kelelahan ( fatigue )dari otot tersebut.

F. GEJALA KLINIK Kurang lebih 90 % gejala awal dari myasthenia gravis dapat berupa kesukaran berbicara ( dysarthria ) , sulit menelan ( dysphagia ), kelopak mata jatuh ( ptosis ), penglihatan ganda ( diplopia ) . Pasien juga sering mempunyai suara sengau, dan kelemahan otot leher yang dapat menyebabkan kepala jatuh kedepan atau kebelakang. Gejala ini hilang timbul, dan dapat menghilang selama beberapa minggu yang kemudian muncul kembali. Otot otot yang mendapatkan persarafan terutama nucleus bulbaris lebih mudah diserang. Ptosis kelopak mata lebih jelas terlihat pada malam hari. Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot levator palpebra . bila penyakit ini hanya terbatas pada kelopak mata saja , maka prognosisnya menjadi lebih baik. Komplikasi yang dapat terjadi pada myasthenia gravis ialah crisis myasthenic dimana otot pengatur pernafasan terkena , sehingga dapat menjadi kelemahan otot yang dapat berakibat kegagalan pernafasan . Keadaan ini mengakibatkan pasien membutuhkan pernafasan bantuan yang secepatnya. Selain itu dapat juga terjadi komplikasi yang lain seperti : tersedak makanan, aspirasi makanan/ minuman, dan pneumonia. Keadaan ini dapat terjadi karena otot pernafasan yang terserang menjadi lemah sehingga refleks batuk menjadi lemag dan pasien menjadi susah untuk membersihkan lendir di trakeanya. Faktor-faktor yang memicu komplikasi ialah infeksi, operasi, kortikosteroid yang diturunkan dosisnya terlalu cepat, overekskresi ( terutama daerah yang panas ) ,kehamilan dan stress.

G. DIAGNOSIS Diagnosis myasthenia gravis ditegakan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik. . Dari anamnesa didapatkan pasien mengalami kelemahan otot saat melakukan aktivitas yang akan memebaik setelah beristirahat, kelopak mata yang jatuh dll. Pemeriksaan neurologik : Memeriksa otot dan refleks. Myasthenia gravis menyebabkan pergerakan bola mata yang abnormal, ketidakmampuan untuk menggerakan mata secara baik, dan ptosis. Untuk mengetes otot lengan dan paha, pasien disuruh untuk mempertahankan suatu posisi yang diberi beban dalam periode tertentu. Jika kelahan otot timbul selama tes itu disebut fatigability. Elektromiografi ( EMG ) . alat ini menggunakan elektroda yang menstimulasi otot dan mengevaluasi fungsi otot. Kontraksi otot yang makin melemah menunjukan adanya myasthenia gravis. Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan darah : untuk melihat beberapa serum level antibody , seperti : AChR- binding antibodies, AchR modulating antibodies, Antistriationla antibodies. Rontgen dada dan CT-scan leher untuk mendeteksi thymoma. Diagnosa myasthenia gravis dapat dipastikan dengan tes : 1. TES TENSILON Dasar dari tes ini adalah dimana acetylcholinesterase menghancurkan acetylcholine ( Ach ) setelah otot distimulasi , untuk mencegah otot terstimulasi lebih lama . Edrophonium chloride ( Tensilon) adalah obat yang bekerja memblok aksi dari acetylcholinesterase untuk beberapa saat . Pada penderita ini, injeksi 10 mg Tensilon secara intravenous akan meredakan kelemahan dalam waktu 20-30 detik. Tes ini paling efektif, saat terjadi kelemahan otot yang dapat diobservasi . Efek

samping dari tes ini adalah ritme jantung abnormal selama beberapa saat seperti atrial fibrilasi dan bradikardi. 2. TES NEOSTIGMIN ( PROSTIGMIN ) Meningkatnya kekuatan otot rangka yg lemah setelah disuntik 1.5 mg prostigmin SK ( timbul dalam waktu 10-15 min dan berlangsung sampai 4 jam ). Atropin sulfat 0.6 mg diberikan secara simultan untuk mengatasi efek samping. Injeksi intravena 2-3 mg digunakan sebagai suatu dosis tes untuk membedakan krisis myasthenik ( yang akan membaik ) dengan intoksikasi akibat pengobatan berlebihan ( tanpa perubahan ) pada penderita myasthenik yang dalam pengobatan. H. DIFERENTIAL DIAGNOSA Keracuanan toxin Clostridium botulinum

I. PENATALAKSANAAN. A. MEDIKAMENTOSA. Anticholinesterase : o neostigmin ( prostigmin ) . Obat ini mencegah penghancuran Ach dan meningkatkan akumulasi Ach pada neuromuscular junction Dosis : 15 mg peroral 4 kali sehari ( dapat dinaikan sampai 180 mg perhari sampai terjadi perbaikan ). Untuk keadaan darurat penderita harus selalu membawa 2 ampul @ 0.5 mg neostigmin methylsulfat untuk segera diberikan secara IM/ SK. Dan harus segera berada dibawah pengawasan medis. Efek samping : hipersalivasi , fasikulasi , nyeri perut, mual, diare. o Pyridostigmin bromida ( Mestinon ) Analog neostigmin, kadang kadang lebih efektif pada pengobatan otot bulbar. Dosis 0.6-1.5 g sehari dengan interval. Tablet long acting ( Mestinon Timespan ) masing masing 180 mg, terutama berguna saat tidur.

Kortiosteroid : prednisone Menekan antibody yg memblok AchR pada neuromuscular junction , dan dapat digunakan bersama antikolinesterase Dosis : 100 mg setiap 2 hari Efek samping : katark, hipertensi ,tukak lambung, osteoporosis , hiperglikemia.

B. TERAPI LAIN . Plasmapheresis . Pertukaran plasma digunakan untuk memodifikasi kelainan fungsi dari system imun. Hal ini dilakukan untuk mengobati gejala yang bertambah berat atau persiapan untuk thymectomy . Prosedur dari plasmapheresi ialah darah diambil dari tubuh, kemudian sel darah di pisahkan dari plasma. Kemudian antibody AchR dipisahkan, lalu sel darah dilarutkan dengan plasma buatan ( biasanya larutan garam fisiologis dan protein albumin manusia yang steril ) , lalu dimasukan kembali ke dalam tubuh. Biasanya sekitar 2-3 liter plasma dikeluarkan dan diganti selama satu kali pengobatan . pengobatan ini biasanya memperbaiki gejala dalam satu hari dan bertahan selama 6-8 minggu. Resiko yang dapat timbul : penurunan tekanan darah, pusing, penglihatan kabur, trombosis. C. OPERASI Thymectomy Pengangkatan kelenjar timus , biasanya dilakukan pada pasien thymoma , dan pasien dengan usia kurang dari 55 th dengan myasthenia gravis generalisata. Hasil yang baik dilaporkan setelah kurang lebih 1 tahun setelah operasi

D. PENGELOLAAN PADA NEONATUS DARI IBU MYASTHENIK. Segera setelah kelahiran, anak myasthenik akan menunjukan gejala yang parah. Pemberian neostigmin akan menjamin kehidupannya. J. PROGNOSIS Gejala myasthenia gravis biasanya bertambah parah dalam 3 tahun , setelah 3 tahun biasanya pasien sudah nertambah stabil atau membaik. Pemberian terapi yang adekuat dan dini telah mengurangi angka kematian pasien menjadi 3 % akibat kegagalan otot pernafasan. Pasien yang berumur > 40 th, dan pasien dengan perjalanan penyakit yang memburuk dalam waktu singkat, dan yang mempunyai Thymoma mempunyai prognosis yang lebih buruk. K. PENCEGAHAN Penyakit ini tidak dapt dicegah, tetapi dengan menghindari pemicunya maka pasien myasthenia gravis dapat mencegah kekambuhan , dengan cara menghindari : stress terpapar dengan suhu yang panas demam obat-obatan , seperti pelumpuh otot, antikonvulsan, antibiotik ( ciprofloxaxin, erythromycin, ampicillin dll).

DAFTAR PUSTAKA 1. Buku ajar Farmakologi dan Terapi . Edisi 4. Penerbit

Bagian farmakologi fakultas kedokteran universitas Indonesia , 1995; hal 40-49. 2. Chusid, JG . Kelainan Neuromuskular Dalam Nueroanatomi korelatif dan Neurologi fungsional , Bagian kedua, Yogyakarta 1993 ; hal 759-763. 3. 4. http // www. Neurologychannel.com / myasthenia gravis Lindsay, K.W, and Bone, I ( 1997 ) Neurology and

Neurosurgery illustrated , 3rd edition, Churchill Livingstone, Edinburgh; page 463-468.

REFARAT

DISUSUN OLEH : NAMA NIM : Muhammad Yoserizal : 98-147

PEMBIMBING : Dr. Cynthia Sahetapy, SpS

KEPANITERAAN NEUROLOGI PERIODE 7 JULI 9 AGUSTUS 2003 FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA 2003

10

You might also like