You are on page 1of 11

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Latar Belakang Menurut WHO, kor-pulmonal adalah keadaan patologis dengan ditemukannya hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktur paru. Akan tetapi, kelainan karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan penyakit jantung kongenital tidak termasuk sebagai definisi kor-pulmonal. Kor-pulmonal secara umum terjadi pada penderita penyakit paru obstruktif kronik. Lebih dari 50 % penderita penyakit paru obstruktif kronik mengalami juga kelainan kor-pulmonal.1,2 Kurang lebih sebanyak 6-7 % penduduk dunia menderita penyakit kor-pulmonal. Di Amerika Serikat sebanyak 25.000 orang meninggal tiap tahun akibat penyakit korpulmonal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RS Persahabatan Jakarta, penyakit kor-pulmonal menempati urutan keempat (6,7%) penyebab kematian akibat gangguan pada organ paru, setelah tuberkulosis paru, pneumonia dan tumor paru.2 Terjadinya penyakit ini diawali dengan kelainan struktural di paru, yakni kelainan di parenkim paru yang bersifat menahun kemudian berlanjut pada kelainan jantung. Perjalanan dari kelainan fungsi paru menuju kelainan fungsi jantung, secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut : hipoventilasi alveoli, menyempitnya area aliran darah dalam paru, terjadinya shunt dalam paru, peningkatan tekanan arteri pulmonal, kelainan jantung kanan karena hipoksemia relatif pada miokard.1,2,3,4,5,6 Pada pemeriksaan EKG terdapat hipertrofi ventrikel kanan dan abnormalitas atrium kanan. Sering pula didapatkan aritmia ventrikuler dan atau supra ventrikuler. Progresivitas gelombang R yang buruk pada sandapan prekordial merupakan tanda yang sering disalahartikan sebagai infark miokard lama.2,3,4,5,6 Pada pemeriksaan foto toraks didapatkan kelainan pada parenkim paru, pleura maupun dinding thoraks tergantung penyakit dasarnya. Pelebaran trunkus pulmonalis pada daerah hilus disertai penurunan gambaran vaskuler paru yang drastis di daerah perifer, sehingga 1

menimbulkan gambaran pohon gundul (pruned tree). Pembesaran ventrikel kanan. Pelebaran Vena Cava Superior. Jika ada emphysema maka diafragma agak rendah, konus pulmonalis melebar.2,3,4,5,6 Pada pemeriksaan dengan echokardiografi didapatkan adanya hipertropi otot jantung ventrikel kanan serta dilatasi ventrikel kanan jantung. Selain itu, dari pemeriksaan dengan echokardiografi didapatkan regurgitasi katup trikuspid. 2,3,4,5,6 I. 2. Tujuan Referat ini ditujukan untuk menambah bahan bacaan dan telaah mengenai pemeriksaan foto toraks, pemeriksaan echokardiografi dan pemeriksaan elektrokardiografi penyakit kor-pulmonal. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi salah satu bata yang turut menyusun bangunan ilmu pengetahuan kedokteran.

BAB II PEMBAHASAN

II. 1. Patofisiologi Kor-pulmonal Akut2,3,4,5,6.8.10 Pada emboli paru yang pasif terjadi obstruksi akut yang luas pada pembuluh darah paru. Hal ini mengakibatkan peningkatan tahanan Vaskuler paru serta hipoksia akibat pertukaran gas di tengah kapiler alveolar yang terganggu. Hipoksia akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteri paru. Tahanan vaskuler paru yang meningkat dan vasokontriksi menyebabkan tekanan pembukuh darah arteri paru meningkat (hipertensi pulmonal). Hipertensi pulmonal yang terjadi secara akut tidak memberikan waktu yang cukup bagi ventrikel kanan untuk berkompensasi, sehingga terjadilah kegagalan jantung kanan akut. Gagal jantung kanan mulai terjadi jika tekanan arteri pulmonalis meningkat tiba-tiba melebihi 40-45 mmHg. Gagal jantung kanan akut ditandai dengan sesak napas yang terjadi secara tiba-tiba, curah jantung menurun (low output state) sampai syok, JVP meningkat, liver yang membengkak dan nyeri, serta bising insufisiensi trikuspidalis. Kor-pulmonal Kronis1,2,3,4,5,6,8,10,11 Seperti yang telah disebutkan, PPOK adalah penyebab tersering korpulmonal kronis (lebih dari 50% kasus). Pada penyakit paru kronis maka akan terjadi penurunan vaskuler bed paru, hipoksia, dan hiperkapnia/asidosis respiratorik. Hipoksia dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah arteri paru. Di samping itu hipoksia akan menimbulkan polisitemia sehingga viskositas darah akan meningkat. Peningkatan viskositas darah akan meningkatkan tekanan pembuluh darah arteri paru. Penurunan vaskuler bed, hipoksia, dan hiperkapnia akan meningkatkan tekanan darah (arteri pulmonal), hal ini disebut hipertensi 3

pulmonal. Hipertensi pulmonal menyebabkan beban tekanan pada ventrikel kanan, sehingga ventrikel kanan melakukan mekanisme kompensasi berupa hipertrofi dan dilatasi. Jika mekanisme kompensasi ini gagal maka terjadilah gagal jantung kanan.

II. 2. Pemeriksaan Elektrokardiografi Pada pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan hipertrofi ventrikel kanan dan abnormalitas atrium kanan. Sering didapatkan aritmia ventrikuler dan atau supra ventrikuler. Progresivitas gelombang R yang buruk pada sandapan prekordial merupakan tanda yang sering disalahartikan sebagai infark miokard lama.2,3,4,5,6,8,9,11 EKG menunjukkan deviasi aksis ke kanan (RAD) dan gelombang P lancip (gelombang P pulmonal). Gelombang P pulmonal merupakan gelombang P yang memiliki tinggi lebih dari 2,5 mm (2,5 kotak kecil). Gelombang P lancip atau gelombang P pulmonal ini dapat ditemukan pada lead II, III, aVF, V1, V2 dan V3. Gelombang P ini menggambarkan abnormalitas dari atrium kanan. Hipertrofi ventrikel kanan ditunjukkan dengan rasio gelombang R terhadap gelombang S di V1 lebih dari satu (R/S di V1 > 1) serta adanya gelombang S persisten pada lead V6.

Deviasi aksis kekanan dan voltase rendah dapat tampak pada pasien dengan emfisema paru. Hipertrofi ventrikel kanan jarang kecuali pada hipertensi pulmonal primer. EKG sering menunjukkan infark miokard. Infark miokard ini terutama terjadi pada miokard dari ventrikel kanan akibat dari peningkatan volume di ventrikel kanan. Peningkatan volume di ventrikel kanan ini menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen dari miokard ventrikel kanan sehingga terjadi iskemia yang dapat berujung pada terjadinya infark miokard ventrikel kanan. Gelombang Q dapat muncul pada lead II, III, dan aVF sesuai dengan posisi ventrikel kanan jantung tetapi gelombang Q ini jarang dalam atau dangkal, seperti pada infark miokard. Aritmia supraventrikuler sering muncul tetapi non spesifik. Sensitivitas dari pemeriksaan elektrokardiografi untuk menegakkan diagnosis penyakit kor-pulmonal ialah 88% dengan spesifisitas sebesar 91%. Pemeriksaan dengan elektrokardiografi cukup sensitif dan spesifik untuk menegakkan diagnosis penyakit korpulmonal.4,6,7,9,10,11

II. 3. Pemeriksaan Foto Toraks Tanda yang sering didapatkan adalah :2,3,4,5,6,8,9,10,11 1. Kelainan pada parenkim paru, pleura maupun dinding toraks tergantung penyakit dasarnya. 2. Pelebaran trunkus pulmonalis pada daerah hilus disertai penurunan gambaran vaskuler paru yang drastis di daerah perifer, sehingga menimbulkan gambaran pohon gundul (pruned tree). 3. Pembesaran ventrikel kanan. 4. Pelebaran Vena Cava Superior. 5. Jika ada emphysema maka diafragma agak rendah, konus pulmonalis melebar Sensitivitas dari pemeriksaan foto toraks untuk menegakkan diagnosis penyakit kor-pulmonal ialah 83% dengan spesifisitas sebesar 86%. Pemeriksaan dengan foto toraks cukup sensitif dan spesifik untuk menegakkan diagnosis penyakit korpulmonal.4,6,7,9,10,11

II. 4. Pemeriksaan Echokardiografi

Pemeriksaan

penunjang

dengan

echokardiografi

sangat

penting

dalam

penegakkan diagnosis penyakit kor-pulmonal. Echokardiografi dapat memberikan informasi yang penting tentang struktur dan fungsi jantung. Echokardiografi dapat digunakan untuk membantu menentukan etiologi dari penyebab terjadinya hipertensi pulmonal. Hipertropi dan penurunan fungsi dari ventrikel kanan merupakan pertanda hipertensi pulmonal sehingga dari echokardiografi akan didapatkan hipertropi dari ventrikel kanan. Selain itu, terdapat pula dilatasi ventrikel kanan akibat kelebihan beban volume dari ventrikel kanan. Hipertropi dan dilatasi dari ventrikel kanan jantung akan menyebabkan gangguan juga pada katup trikuspid. Gambaran echokardiografi pada pasien kor-pulmonal akan didapatkan gambaran katup trikuspid yang mengalami regurgitasi. Sensitivitas dari pemeriksaan echokardiografi untuk menegakkan diagnosis penyakit kor-pulmonal ialah 96% dengan spesifisitas sebesar 95%. Pemeriksaan dengan echokardiografi sangat sensitif dan spesifik untuk menegakkan diagnosis penyakit korpulmonal.4,6,7,9,10,11

BAB III PENUTUP III. 1. Kesimpulan Pada penyakit kor- pulmonal akan didapatkan : Gambaran EKG menunjukkan deviasi aksis ke kanan dan gelombang P lancip. Gelombang S dalam tampak pada lead V6. Deviasi aksis kekanan dan voltase rendah dapat tampak pada pasien dengan emfisema paru. Hipertrofi ventrikel kanan jarang kecuali pada hipertensi pulmonal primer. EKG sering menunjukkan infark miokard. Gelombang Q dapat muncul pada lead II, III, dan aVF karena posisi ventrikel jantung tetapi gelombang Q ini jarang dalam atau dangkal, seperti pada infark miokard. Aritmia supraventrikuler sering muncul tetapi non spesifik.2,3,4,5,6 Gambaran foto toraks didapatkan kelainan pada parenkim paru, pleura maupun dinding thoraks tergantung penyakit dasarnya. Pelebaran trunkus pulmonalis pada daerah hilus disertai penurunan gambaran vaskuler paru yang drastis di daerah perifer sehingga menimbulkan gambaran pohon gundul (pruned tree). Pembesaran ventrikel kanan. Pelebaran Vena Cava Superior. Jika ada emphysema maka diafragma agak rendah, konus pulmonalis melebar.2,3,4,5,6 Echokardiografi akan memberikan gambaran hipertropi dan dilatasi dari ventrikel kanan serta terdapat trikuspid regurgitasi. Selain itu, echokardiografi dapat juga digunakan untuk mencari etiologi dari gangguan pada ventrikel kanan.4,6,9,10,11 Echocardiografi memiliki sensitivitas tertinggi yakni 96 % serta spesifisitas tertinggi pula sebesar 95% dalam menunjang penegakkan diagnosis penyakit kor-pulmonal. Sedangkan, elektrokardiografi memiliki sensitivitas sebesar 88% dan spesifisitas sebesar 91%, disusul oleh foto toraks dengan sensitivitas sebesar 83% dan spesifisitas 86%.

10

DAFTAR PUSTAKA 1. Fishman, Alfred P. The Pulmonary Circulation in Fishmans Pulmonary Disease and Disorder. Ed 4th. Mac Graw Hill. 2. Braunwald, Eugene. Cor Pulmonale in Harissons Principles of Internal Medicine. Ed 16th . Mac Graw Hill. 3. G Antunes. BTS Guidline : Cor pulmonale. 2003. BMJ Publishing Group Ltd & British Thoracic Society. 4. Corwin EJ. Sistem Pernapasan. Buku Saku Patofisiologi.Ed 3. Jakarta. EGC. 5. Halim Hadi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Cor pulmonale. Jilid II. Ed 4. Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 6. Uyainah A. Cor Pulmonale. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 7. Price, Wilson. Patofisiologi Penyakit Kor-pulmonal. Jilid II. Ed 6. Jakarta. EGC. 8. Rubin LJ. Primary pulmonary hypertension. N Engl J Med 1997;336:111-17. 9. Willerson J, Cohn J. Pulmonary hypertension. In: Cardiovascular Medicine, 2nd ed. Philadelphia, Churchill-Livingstone, 2000:1857-84. 10. Budev MM, Arroliga AC, Jennings CA, et al. Diagnosis and evaluation of pulmonary hypertension. Clev Clin J Med 2003;70:S9-S17. 11. Fedullo PF, Auger WR, Kerr KM, et al. Chronic thromboembolic pulmonary hypertension. N Engl J Med 2001;345:1465-72.

11

You might also like