You are on page 1of 24

LAPORAN HASIL TUTORIAL MODUL 1 BANYAK KENCING SKENARIO A

KELOMPOK 2A:

SURAHMAYANTI TAHIR RESKI PURWASARI IRMAYANTI MUKHTAR A. ARWINI PUJI NOVITA NUR AISYAH HARDI ASHARI M.H. DEWI LASIMPARA MOHAMMAD JUMATMAN DZUL IKRAM SIGIT DWI PRAMONO NUR ASIA ABDIANTO ILMAN

1102060031 1102070127 1102090012 1102090074 1102090027 1102090051 1102090061 1102090105 1102090108 1102090133 1102090141 1102090041

TUTOR: dr. Syamrina Karim, M.Kes.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2011

SKENARIO Seorang pria umur 55 tahun, datang ke dokter dengan keluhan sering kencing yang dialami sejak 3 bulan terakhir. Penderita sering terbangun 4-5 kali semalam untuk buang air kecil. Penderita juga mengeluh selalu haus dan tenggorakan terasa kering. Sekitar 3 bulan yang lalu penderita mengalami kecelakaan lalu lintas dan sempat tidak sadar selama 5 hari. KATA KUNCI

Pria, umur 55 tahun Sering kencing/poliuria 2 bulan terakhir Nokturia Selalu haus/polydipsi Tenggorokan kering Kecelakaan lalu lintas Tidak sadarkan diri selama 5 hari.

PERTANYAAN
Bagaimana etiologi dari poliuri? Bagaimana mekanisme poliuri dan mekanisme haus pada skenario? Bagaimana hubungan riwayat trauma dengan penyakit sekarang? Bagaimana pemeriksaan penunjang pada skenario?

Bagaimana penatalaksanaan pada skenario? Bagaimana prognosis dan komplikasinya? PEMBAHASAN Poliuria Poliuria adalah keadaan di mana volume air kemih dalam 24 jam meningkat melebihi batas normal disebabkan gangguan fungsi ginjal dalam mengkonsentrasi air kemih. Definisi lain adalah volume air kemih lebih dari 3 liter/hari, biasanya menunjukkan gejala klinik bila jumlah air kemih antara 4-6 liter/hari. Poliuria biasanya disertai dengan gejala lain

akibat kegagalan ginjal dalam memekatkan air kemih antara lain rasa haus, dehidrasi, dll. Menurut Brenner poliuria dibagi 2 macam : 1. Poliuria non fisiologis : pada orang dewasa dengan konsumsi diet Eropa, poliuria didapatkan bila air kemih lebih dari 3 liter/hari. 2. Poliuria berbasis fisiologi : volume air kemih dibandingkan dengan volume air kemih yang diharapkan karena rangsangan yang sama, dikatakan poliuri bila volume air kemih lebih besar dari volume yang diharapkan. Patofisiologi Poliuria merupakan hasil dari satu dari empat mekanisme ini : (a) peningkatan cairan yang masuk, (b) peningkatan GFR (glomerular filtration rate), (c) peningkatan bahan seperti sodium chlorida dan glukosa yang keluar, dan (d) ketidakmampuan ginjal untuk mereabsorpsi air di tubulus distal. Etiologi 1. cuaca dingin 2. intake cairan berlebih 3. gangguan sekresai ADH oleh berbagai sebab (trauma kepala, tumor hipofisis) 4. psikogenik 5. gangguan sistem urinarius Penyebab poliuria yang sering adalah diabetes mellitus, diabetes insipidus sentral (diabetes insipidus neurogenik, diabetes insipidus kranial atau hipotalamik), diabetes insipidus nefrogenik (diabetes insipidus renal, diabetes insipidus resisten ADH), polidipsi primer atau diabetes insipidus dipsogenik. Diantara berabagai penyebab di atas yang, penyebab yang paling utama adalah diabetes mellitus dan diabetes insipidus. Selain itu dalam beberapa keadaan fisiologik dapat meningkatkan pengeluaran urin misalnya : stress, latihan, dan cuaca panas dengan minum yang berlebihan. Polydipsi

Etiologi umum: kekurangan cairan tubuh secara bermakna Patomekanisme : Terjadinya polidipsi berhubungan erat dengan adanya poliuri yang ditemukan pada kasus. Poliuri (pengeluaran cairan tubuh secara berlebih) mengakibatkan terjadinya perangsangan pusat haus di hipotalamus yang kemudian menuntun kita mengkonsumsi air sebanyak-banyaknya untuk menghindari deplesi air yang berlebih dan membahayakan hidup seseorang. Pembahasan ini lebih lanjut akan dibahas selanjutnya. Haus dan mekanismenya Jika terjadi peningkatan osmolalitas plasma terjadi perangsangan pusat haus. Karena ambang rangsang haus lebih tinggi dari ambang rangsang AVP, kondisi ini disebut mekanisme perlindungan dari deplesi yang berlebihan. Haus sebagai reaksi fisiologis SISTEM UMPAN BALIK OSMORESEPTOR-ADH Bila osmolaritas (konsentari natrium plasma) meningkat diatas normal akibat kekurangan air , maka sistem umpan balik ini akan bekerja sebagai berikut : peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (yang secara praktis berarti peningkatan konsentrasi natrium plasma) menyebabkan sel saraf khusus yang disebut sel osmoreseptor, yang terletak di hipotalamus anterior dekat nukleus supraoptik, mengkerut. 2. pengerutan sel osmoreseptor menyebabkan sel tersebut terangsang, yang akan mengirimkan sinyal saraf ke sel saraf tambahan di nukleus supraoptik, yang kemudian meneruskan sinyal ini menelusuri infundibulum hipofisis ke hipofisis posterior. 3. potensial aksi yang disalurkan ke hipofisis posterior akan merangsang pelepasan ADH, yang disimpan dalam granula sekretorik (atau vesikel) di ujung saraf. 4. ADH memasuki aliran darah dan ditranspor ke ginjal, tempat ADH meningkatkan permeabilitas air di bagian akhir tubulus distal dan tubulus koligentes.
1.

Kekurangan air Penurunan H2O yang dieksresi Peningkatan Osmolaritas ekstrasel Peningkatan Reabsorbsi H2O Peningkatan Sekresi ADH Peningkatan Permeabilitas tubulus distal, duktus koligentes terhadap air

Peningkatan ADH plasma

5. peningkatan permeabilitas air di segmen nefron distal menyebabkan peningkatan reabsorsi air dan ekskresi sejumlah urin yang pekat. PERANAN RASA HAUS DALAM MENGATUR OSMOLARITAS CAIRAN EKSTRASEL DAN KONSENTRASI NATRIUM Ginjal meminimalkan kehilangan cairan selama terjadi kekurangan air, melalui sistem umpan balik osmoreseptor ADH. Akan tetapi, asupan cairan yang adekuat diperlukan untuk mengimbangi kehilangan cairan yang terjadi melalui keringat dan nafas serta melalui pencernaan. Asupan cairan diatur oleh mekanisme rasa haus, yang bersama dengan mekanisme osmoreseptor ADH, mempertahankan kontrol osmolaritas cairan ekstrasel dan konsentrasi natrium secara tepat. Banyak faktor yang sama yang merangsang sekresi ADH juga akan meningkatkan rasa haus, yang akan didefinisikan sebagai keinginan sadar terhadap air. Pusat rasa haus di sistem saraf pusat Terdapat suatu daerah kecil yang terletak anterolateral dari nucleus peroptik, yang bila distimulasi secara listrik, menyebabkan kegiatan minum dengan segera dan berlanjut selama rangsangan berlangsung. Semua daerah ini bersama-sama disebut pusat rasa haus. Neuron-neuron dipusat rasa haus memberi respons terhadap penyuntikan larutan garam

hipertonik dengan cara merangsang perilaku minum. Sel-sel ini hampir berfungsi sebagai osmoreseptor untuk mengaktivasi mekanisme rasa haus, dengan cara yang sama saat osmoreseptor merangsang pelepasan ADH. Peningkatan osmolaritas cairan serebrospinal di ventrikel ketiga memberi pengaruh yang pada dasarnya sama, yaitu menimbulkan keinginan untuk minum. Organum vasculosum lamina terminalis yang terletak tepat dibawah permukaan ventrikel pada ujung inferior daerah AV3V, agaknya ikut diperantarai respons tersebut. Stimulus terhadap rasa haus Salah satu yang terpenting adalah peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel, yang menyebabkan dehidrasi intrasel di pusat rasa haus, yang akan merangsang sensasi rasa haus. Kegunaan respons ini sangat jelas; membantu mengencerkan cairan ekstrasel dan mengembalikan osmolaritas ke dalam normal. Penurunan volume cairan ekstrasel dari tekanan arteri juga merangsang rasa haus melalui suatu jalur yang tidak bergantung pada jalur yang distimulasi oleh peningkatan osmolaritas plasma. Jadi, kehilangan volume darah melalui pendarahan akan merangsang rasa haus walaupun mungkin tidak terjadi perubahan osmolaritas plasma. Hal ini mungkin terjadi akibat input netral dari baroreseptor kardiopulmonal dan baroreseptor . Stimulus rasa haus yang ketiga yang penting adalah angiotensin II. Penelitian terhadap binatang telah menunjukkan bahwa angiotensin II bekerja pada organ subfornikal dan pada organus vaskulosum lamina terminalis. Karena angiotensin II juga distimulasi oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan hipovolemia dan tekanan darah rendah, pengaruhnya pada rasa haus membantu memulihkan volume darah dan tekanan darah kembali normal, bersama dengan kerja lain dari angiotensin II pada ginjal untuk menurunkan eksresi cairan. Kekeringan pada mulut dan membran mukosa esofagus dapat mendatangkan sensasi rasa haus. Akibatnya seseorang yang kehausan dapat segera melepaskan rasa hausnya setelah ia minum air walaupun air tersebut belum diabsorbsi dari saluran pencernaan dan belum memberi efek terhadap osmolaritas cairan ekstrasel. Stimulus gastrointerstinal dan faring mempengaruhi timbulnya rasa haus. Contohnya pada binatang yang memiliki pintu oesophagus ke arah eksterior, sehingga air tidak pernah diabsrobsi ke dalam darah, kelegaan

yang terjadi setelah minum hanya bersifat sebagian, walaupun kelegaan itu bersifat sementara. Akan tetapi penurunan sensasi haus melalui mekanisme gastrointestinal atau faringeal hanya bertahan singkat, keinginan untuk minum hanya dapat dipuaskan sepenuhnya bila osmolaritas plasma dan/atau volume darah kembali normal. Hubungan kecelakaan dengan kondisi pasien sekarang Adanya riwayat kecelakaan serta tidak sadarnya pasien selama 5 hari yang ditampilkan dalam kasus menjelaskan pada kita bahwa saat kecelakaan pasien mengalami trauma pada kepala dan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran karena terganggunya pusat kesadaran di hipotalamus. Kondisi ini kemudian berdampak pada perjalanan penyakit pasien selanjutnya yang kemungkinan berkaitan dengan diagnosis yang akan ditegakkan.

Differential diagnosis DIABETES INSIPIDUS Etiologi SENTRAL : disebabkan oleh kegagalan pelepasan hormone antidiuretik ADH yang merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensintesis ADH. + + + + DM TYPE 1 Kerusakan sel beta pankreas atau penyakitpenyakit yang mengganggu produksi insulin . DM TYPE 2 Sekresi insulin yang normal atau bahkan meningkat, tetapi terjadi penurunan kepekaan sel sasaran terhadap insulin.

Poliuri Polidipsi Nokturia Riwayat Trauma

+ + + -

+ + + -

Dari hasil di atas kami menyimpulkan bahwa diagnosis sementara pada skenario, pasien kemungkinan menderita Diabetes Insipidus Sentral. Namun, kami juga akan membahas tentang Diabetes Mellitus. PENJELASAN PENYAKIT DIABETES INSIPIDUS Diabetes insipidus adalah pengeluaran cairan dari tubuh dalam jumlah yang banyak yang disebabkan oleh dua hal:
1.

Gagalnya pengeluaran vasopressin/ADH Gagalnya ginjal terhadap rangsangan AVP

2.

Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat menganggu mekanisme neurohypophyseal renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkoversi air. GEJALA KLINIS Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak, dapat mencapai 510 liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara 10011005 atau 50200 mOsmol/kg berat badan. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya tidak terdapat gejalagejala lain kecuali jika ada penyakit lain yang menyebabkan timbulnya gangguan pada mekanisme neurohypophyseal-renal reflex. PATOGENESIS Secara patogenesis diabetes insipidus di bagi atas dua, yaitu diabetes insipidus sentralis dan diabetes insipidus nefrogenik. Diabetes Insipidus Sentralis (DIS) DIS disebabkan oleh berapa hal diantaranya adalah: 1. pengangkutan ADH/AVP yang tidak bekerja dengan baik akibat rusaknya akson pada traktus supraoptikohipofisealis 2. 3. sintesis ADH terganggu kerusakan pada nucleus supraoptik paraventricular

4.

Gagalnya pengeluaran Vasopresin

PATOFISIOLOGI Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron tempat pembuatannya, melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotic. Suatu peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan volume intravaskuler akan merangsang sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik. Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan dengan batas yang sempit antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O. Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada duktus pengumpul ginjal karena berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau banyak kencing. Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma kan merangsang pusat haus, dan sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat haus lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga apabila osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut minum banyak (polidipsia). Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi 2 yaitu diabetes insipidus sentral, dimana gangguannya pada vasopresin itu sendiri dan diabetes insipidus nefrogenik, dimana gangguannya adalah karena tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin. Diabetes insipidus sentral dapat disebabkan oleh kegagalan pelepasan hormone antidiuretik ADH yang merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik,

paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, DIS juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisealis dan aksin hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan. DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi normal. Terakhir, ditemukan bahwa DIS dapat juga terjadi karena terbentuknya antibodi terhadap ADH. Etiologi

Ada beberapa keadaan yang mengakibatkan diabetes insipidus sentral, termasuk di dalamnya adalah tumor-tumor pada hipotalamus, tumor-tumor besar hipofisis dan menghancurkan nucleus-nukleus hipotalamik, trauma kepala, cedera operasi pada hipotalamus, oklusi pembuluh darah pada intraserebral, dan penyakit-penyakit granuomatosa. Gejala klinik

Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah produksi urin maupun cairan yang diminum per 24 jam sangat banyak. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya tidak terdapat gejala-gejala lain, kecuali bahaya baru yang timbul akibat dehidrasi yang dan peningkatan konsentrasi zat-zat terlarut yang timbul akibat gangguan rangsang haus.

Diabetes Nefrogenik (DIN) DIN adalah diabetes insipidus yang tidak responsive terhadap ADH eksogen Etiologi Diabetes Insipidus Nefrogenik dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu 1. Penyakit ginjal kronik Penyakit ginjal polikistik Medullary cystic disease

2.

Pielonefretis Obstruksi ureteral Gagal ginjal lanjut Gangguan elektrolit Hipokalemia Hiperkalsemia

DIAGNOSIS Ada sebuah cara untuk mendiagnosa penyebab suatu poliuria adalah akibat Diabetes Insipidus, bukan karena penyakit lain. Caranya adalah dengan menjawab tiga pertanyaan yang dapat kita ketahui dengan anamnesa dan pemeriksaan. Pertama, apakah yang menyebabkan poliuria tersebut adalah pemasukan bahan tersebut (dalam hal ini air) yang berlebihan ke ginjal atau pengeluaran yang berlebihan. Bila pada anamnesa ditemukan bahwa pasien memang minum banyak, maka wajar apabila poliuria itu terjadi. Kedua, apakah penyebab poliuria ini adalah factor renal atau bukan. Poliuria bisa terjadi pada penyakit gagal ginjal akut pada periode diuresis ketika penyembuhan. Namun, apabila poliuria ini terjadi karena penyakit gagal ginjal akut, maka akan ada riwayat oligouria (sedikit kencing). Ketiga, Apakah bahan utama yang membentuk urin pada poliuria tersebut adalah air tanpa atau dengan zat-zat yang terlarut. Pada umumnya, poliuria akibat Diabetes Insipidus mengeluarkan air murni, namun tidak menutup kemungkinan ditemukan adanya zat-zat terlarut. Apabila ditemukan zat-zat terlarut berupa kadar glukosa yang tinggi (abnormal) maka dapat dicurigai bahwa poliuria tersebut akibat DM yang merupakan salah satu Differential Diagnosis dari Diabetes Insipidus. Anamnesis Menanyakan keseringan dan banyaknya kencing pasien perhari? Apakah disertai rasa haus serta bagaimana timbulnya? Apakah pasien sering bangun dan tidurnya terganggu karena buang air kecil? Apakah ada riwayat keluarga DM?

Bagaimana dengan riwayat trauma kepala 3 bulan yang lalu? Apa penyebab ketidaksadarannya selama 5 hari? Sebelum mengalami kecelakaan, apakah memang sudah mengalami rabun pada mata? PEMERIKSAAN PENUNJANG Jika kita mencurigai penyebab poliuria ini adalah Diabetes Insipidua, maka harus melakukan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dan untuk membedakan apakah jenis Diabetes Insipidus yang dialami, karena penatalaksanaan dari dua jenis diabetes insipidus ini berbeda. Ada beberapa pemeriksaan pada Diabetes Insipidus, antara lain: 1. Hickey Hare atau Carter-Robbins

Cairan NaCl hipertonis diberikan intravena dan akan menunjukkan bagaimana respon osmoreseptor dan daya pembuatan ADH. Caranya (Williams) a. Infuse dengan dextrose dan air sampai terjadi dieresis 5 ml/menit (biasanya 8-10 ml/menit). b. Infuse diganti dengan NaCl 2,5 % dengan jumlah 0,25 ml/menit/kgbb. Dipertahankan selama 45 menit. c. Urin ditampung selama 15 menit. Penilaian : kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok. Perhatian : pemeriksaan ini cukup berbahaya.

2.

Fluid deprivation

Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan kandung kencingnya kemudian ditimbang berat badannya, diperiksa volum dan jenis atau osmolalitas urin oertama. Pada saat ini pasien diambil sampel plasma untuk diukur osmolallitasnya. Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap jam. Pasien ditimbang setiap jam bila dieresis lebih dari 300ml/jam atau setiap 3 ja bila dieresis kurang dari 300ml/jam. Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam keadaan segar atau kalau hal ini tidak mungkin dilakukan semua sampel harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disipan dalam lemari es. Pengujian dihentikan setelah

16 jam atau berat badan menurun 3-4% tergantung mana yang terjadi lebih dahulu. Apapun pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume, berat jenis, atau konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat dengan memberikan vasopresin sintetis, pada Diabetes Insipidus Sentral akan terjadi penurunan jumlah urin, dan pada Diabetes Insipidus Nefrogenik tidak terjadi apa-apa. PENATALAKSANAAN Pengobatan pada Diabetes Insipidus harus sesuai dengan gejala yang ditimbulkannya. Pada pasien DIS parsial mekanisme haus yang tanpa gejala nokturia dan poliuria yang mengganggu tidur dan aktivitas seharihari tidak diperlukan terapi khusus. Pada DIS yang komplit, biasanya diperlukan terapi hormone pengganti (hormonal replacement) DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin) yang merupakan pilihan utama. Selain itu, bisa juga digunakan terapi adjuvant yang mengatur keseimbangan air, seperti: Klorpropamid Meningkatkan efek ADH yangmasih ada terhadap tubulus ginjal dan mungkin pula dapat meningkatkan penglepasan ADH dari hipofisis. Dengan demikian obat ini tidak dapat dipakai pada diabetes inipidus sentral komplit atau diabetes insipidus nefrogenik. Efek samping yang harus dipehatikan adalah timbulnya hipoglikemia. Dapat dikombinasi dengan tiazid untuk mencapai efek ,aksimal. Tidak ada sulfonylurea yang lebih efektif dan kurang toksik dibandingkan dengan klorpropamid pengobatan diabetes insipidus. Komplikasi Konsumsi cairan yang tidak memadai dapat menyebabkan komplikasi berikut : a. Dehidrasi Mulut kering Kulit kering Membran mukosa kering Tampilan cekung mata


b.

Cekung fontanalles (soft spot) pada bayi Demam Denyut jantung cepat Berat badan Kelemaha otot Tekanan darah rendah (hipotensi) hipernatremia Ketidakseimbangan elektrolit Kelelahan Kelesuan Sakit kepala Sifat lekas marah Nyeri otot

Prognosis Diabetes insipidus nefrogenik primer merupakan penyakit seumur hidup dengan prognosis baik jika dehidrasi hipernatremik dapat dihindari. Konseling genetic harus diberikan pada keluarganya. Prognosis bentuk penyakit sekunder tergantung pada sifat gangguan primer. Sindrom ini dapat sembuh sesudah koreksi lesi obstruktif.

DIABETES MELLITUS Diabetes melitus merupakan suatu sindrome dengan terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensivitas jaringan terhadap insulin. Terdapat 2 tipe diabetes mellitus : Diabetes tipe I, yang juga disebut diabetes melitus tergantunginsulin (IDDM), disebabkan kurangnya sekresi insulin. 2. Diabetes tipe II, yang juga disebut diabetes melitus tidak tergantung insulin (NIDDM), disebabkan oleh penurunan sensivitas jaringan target terhadap efek metabolik insulin. Penurunan sensitivitas terhadap insulin ini seringkali disebut sebagai resistensi insulin. Pada kedua jenis diabetes melius, metabolisme semua bahan makanan utama terganggu. Pengaruh mendasar resistensi atas tidak adanya insulin terhadap metabolisme glukosa adalah mencegah efisienasi penggunaan dan pengambilan glukosa oleh sebagian besar sel-sel tubuh, kecuali oleh otak. Hasilnya, konsentrasi glukosa darah
1.

meningkat, penggunaan glukosa oleh sel menjadi sangat berkurang dan penggunaan lemak dan protein meningkat. Sebelum lebih jauh mengulas tentang kelainan sekresi insulin dan penyakitnya, berikut uraian ringkas fisiologi insulin normal : Gen insulin diekspresikan pada sel beta islet pankreas, tempat insulin disintesis dan disimpan dalam granula sebelum dikeluarkan. Pengeluaran dari sel beta berlangsung dalam suatu proses bifasik yang melibatkan dua simpanan insulin. Peningkatan kadar glukosa darah mendorong pelepasan segera insulin, yang diperkirakan berasal dari simpanan pada granula sel beta. Jika rangsangan sekretorik tersebut berlanjut, timbul respon tipe lambat dan berkepanjangan yang melibatkan sintesis aktif insulin. Rangsangan terpenting yang memicu pengeluaran glukosa adalah insulin, yang juga memacu sintesis insulin. Perubahan dalam metabolisme intrasel yang dipicu oleh glukosa ini, disertai input kolinergik normal dari sistem saraf otonom, meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta. Zat lain, termasuk hormon usus dan asam amino tertentu (leusin dan arginin), serta sulfonilurea merangsang pengeluaran insulin, tetapi tidak sintesisnya. Insulin adalah hormon anabolik utama. Insulin diperlukan untuk (1) pengangkutan glukosa dan asam amino melewati membran, (2) pembentukan glikogen dalam hati dan otot rangka, (3) perubahan glukosa menjadi trigliserida, (4) sintesis asam nukleat, dan (5) sintesis protein. Fungsi metabolik utamanya adalah mneingkatkan laju pemasukan glukosa kedalam sel tertentu di tubuh. Sel tersebut adalah sel otot serat lintang, termasuk sel miokardium; fibroblast; dan sel lemak, yang secara kolektif mewakili sekitar dua pertiga dari seluruh berat tubuh. Insulin berinteraksi dengan sel-sel sasarannya mula-mula dengan berikatan dengan reseptor insulin; jumlah dan fungsi reseptor ini penting untuk mengendalikan kerja insulin. Reseptor insulin adalah suatu tirosin kinase yang memicu sejumlah response intrasel yang mempengaruhi jalur metabolisme. Salah satu respon dini yang penting terhadap insulin adalah translokasi glucose transport unit (GLUTs, yang memiliki banyak tipe spesifik jaringan) dari aparatus golgi ke membran plasma, yang mempermudah penyerapan glukosa oleh sel. Oleh karena itu, hasil akhir utama kerja insulin adalah dibersihkannya glukosa dari sirkulasi.

Patomekanisme dan komplikasi yang bisa terjadi pada pasien DM

Konsikuensi-konsikuensi akut diabetes mellitus dapat dikelompokkan berdasarkan efek kekurangan insuin pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Karena aktivitas insulin yang rendah memicu pola metabolik pasca-absorpsi, perubahan yang terjadi pada diabetes mellitus adalah penguatan darikeadaan tersebut, kecuali hiperglikemia. Pada keadaan puasa biasa, kadar glukosa darah sedikit di bawah normal. Hiperglikemia, tanda utama diabetes mellitus, terjadi akibat penurunan penyerapan glukosa oleh sel-sel, disertai oleh peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati (1). Pengeluaran glukosa oleh hati meningkat karena proses-proses yang menghasilkan glukosa, yaitu glikogenolisis dan glukoneogenesis, berlangsung tanpa hambatan karena insulin tidak ada. karena sebagian besar sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin, timbul keadaan ironis, yakni terjadi kelebihan glukosa ekstrasel sementara terjadi defisiensi glukosa intraselkelaparan di lumbung padi. Walaupun otak yang tidak bergantung pada insulin mendapat nutrisi yang adekuat pada diabetes mellitus, akibat-akibat lebih lanjut dari penyakit ini akhirnya akn menyebabkan disfungsi otak. Kadar glukosa darah meninggi ke tingkat pada saat jumlah glukosa yang difiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus melakukan reabsorpsi, glukosa akan timbul di urin (glukosuria) (2). Glukosa di urin menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O bersamanya, menimbulkan diuresis osmotic yang ditandai oleh poliuria (sering berkemih) (3). Cairan yang berlebihan keluar dari tubuh menyebabkan dehidrasi (4), yang pada gilirannya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena volume darah turun meencolok (5). Kegagalan sirkulasi, apabila tidak diperbaiki, dapat menyebabkan kematian karena aliran darah ke otak turun (6) atau menimbulkan gagal ginjal sekunder akibat tekanan filtrasi yang tidak adekuat (7). Selain itu, sel-sel kehilangan air karena tubuh mengalami dehidrasi akibat perpindahan osmotik air dari dalam sel ke cairan ekstrasel yang hipertonik (8). Sel-sel otak sangat peka terhadap penciutan, sehingga timbul gangguan fungsi system saraf (9). Gejala khas lain pada diabetes mellitus adalah polidipsia (rasa haus berlebihan), yang sebenarnya merupakan mekanisme kompensasi untuk mengatasi dehidrasi. Karena terjadi defisiensi glukosa intrasel, nafsu makan (appetite) meningkat, sehingga timbul polifagia (pemasukan makanan berlebihan) (11). Akan tetapi, walaupun terjadi peningkatan pemasukan makanan, berat tubuh menurun secara progresif akibat efek defisiensi insulin pada metabolism lemak dan protein. Sintesis trigliserida menurun saat lipolisis meningkat, sehingga terjadi mobilisasi besar-besaran asama lemak dari

simpanan trigliserida (12). Peningkatan asam lemak dalam darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber energi alternative. Peningkatan penggunaan lemak oleh hati menyebabkan pengeluaran berlebihan badan keton ke dalam darah dan menimbulkan ketosis (13). Karena badan-badan keton mencakup beberapa asam seperti asam aetoasetat yang berasala dari penguraian tidak sempurna lemak oleh hati, ketosis ini menyebabkan asidosis metabolic progresif (14). Asidosis menekan fungsi otak dan, apabila cukup parah, dapat menimbulkan koma diabetes dan kematian (15). Tindakan kompensasi untuk asidosis metabolik adalah peningkatan ventilasi untuk meningkatkan pengeluaran CO2 pembentuk asam (16). Ekshalasi salah satu badan katen, yaitu aseton, yang menyebabkan napas berbau buah. Orang dengan diabetes Tipe I jauh lebih rentan mengalami ketosis dariapda pengidap diabetes Tipe II. Efek tidak adanya insulin pada metabolism protein menyebabkan pergeseran netto kea rah katabolisme protein. Penguraian protein-protein otot menyebabkan otot rangaka lisut dan melemah (17) dan, pada diabetes anak, penurunan pertumbuhan keseluruhan. Penurunan asupan asam amino disertai peningkatan penguraian protein menyebabkan peningkatan asama amino dalam darah (18). Peningkatan kadar asam amino dalam sirkulasi darah dapat digunakan untuk glukoneogenesis, yang semakin memperparah hiperglikemia (19). DIAGNOSIS Anamnesis Tambahan:/ Apakah ada riwayat keluarga? Apakah ada riwayat DM sebelum trauma? Jika ada, apakah pasien merasa matanya mulai rabun saat mengendarai motor? Apakah poliuri dialami sebelum atau sesudah pasien mengalami trauma kepala? Bagaimana penanganan pasien setelah mengalami kecelakaan terutama saat pasien mengalami ketidaksadaran selam 5 hari? Apa sebabnya? Apakah pernah mengkonsumsi obat sebelumnya? Daerah yang mengalami trauma?

Kriteria diagnosis diabetes melitus dan gangguan toleransi Glukosa pada penderita diabetes melitus adalah: Diagnosis diabetes melitus apabila: Terdapat gejala khas diabetes mellitus ditambah Salah satu dari : GDP > 126 mg/dl, GD2PP > 200 mg/dl atau glukosa darah random > 200 mg/dl.
1. 2.

Diagnosis Diabetes melitus apabila : 1. Tidak terdapat gejala diabetes melitus 2. Terdapat dua hasil : GDP > 126 mg/dl, 2 jam PP > 200 mg/dl atau glukosa darah random 200 mg/dl. 3. Gangguan toleransi glukosa (GTG) apabila: GDP < 126 mg/dl dan 2 jam PP antara 140 200 mg/dl Untuk kasus meragukan dengan hasil GDP < 126 mg/dl dan 2 jam PP > 126 mg/dl maka diulangi pemeriksaan laboratorium sekali lagi dengan persiapan minimal 3 hari dengan diet karbohidrat lebih dari 150 gr per hari dengan kegiatan fisik seperti biasa kemungkinan hasil adalah : Diabetes militus, apabila hasilnya sama atau tetap, yaitu GDP < 126 mg/dl dan 2 jam PP > 200 mg/dl atau apabila hasilnya memenuhi kriteria A atau B 2. TTGO, apabila hasilnya cocok dengan kriteria C.
1.

KOMPLIKASI A. Komplikasi Akut 1. 2. Koma hipoglikemia Ketoasodosis Diabetika (KAD) 3. Hiperosmolar nonketotik (HONK) B. Komplikasi Kronik 1. Makroangiopati

Makroangipati disebut juga dengan arterioselerosis diabetik yaitu penebalan dan hilangnya elastisitas dinding arteri yang melibatkan pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, serta pembuluh darah otak. Pasien diabetes melitus dengan kelainan makrovaskuler dapat memberikan gambaran kelainan pada tungkai bawah, baik berupa ulkus maupun gangren diabetik. Pasien dengan gangguan serebrovaskuler dapat memberikan gambaran sisa berupa kelumpuhan. Infark jantung juga dapat terjadi akibat kelainan makrovaskuler. Berbeda dengan biasanya, pasien pada diabetes melitus rasa nyeri dada sering tidak dijumpai (silent infarction) akibat adanya neuropati. 2. Mikroangiopati Makroangiopati terjadi pada kapiler dan arteriol biasanya mengenai pembuluh darah kecil. Proses adhesi dan egregasi trombosit yang kemudian terbentuk mikrotrombus merupakan basis biokimiawi utama. Disfungsi endotel dan trombosis merupakan biang keladinya. a. Ratinopati diabetik Pasien dengan retinopati diabetik akan dapat mengalami gejala penglihatan kabur sampai kebutaan. Keluhan penglihatan kabur tidak selalu disebabkan oleh retinopati. Katarak pada pasien Diabetes Melitus terjadinya lebih dini dibanding pada populasinormal. b. Nefropati diabetika Pasien dengan nefropati diabetik dapat menunjukan gambaran gagal ginjal menahan seperti lemas, mual, pucat sampai keluhan sesak nafas akibat penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal dibuktikan dengan kenaikan kadar kreatinin/ureum serum. Adanya proteinuria pada persistensi tanpa adanya kelainan ginjal yang lain merupakan salah satu tanda awal nefropati diabetik. 3. Neuropati diabetika Keluhan yang tersering adalah berupa kesemutan dan rasa lemah. Pada pasien dengan neuropati autonom diabetika mungkin dapat dijumpai gejala berupa mual, gembung, muntah dan diare terutama pada malam hari. Manifestasi neuropati otonom diabetik lain adalah adanya hipotesis

orthostatik serta adanya keluhan gangguan pengeluaran keringat. Terkadang pula dapat terjadi inkontinensia fatal maupun urin. Rentan infeksi, seperti tuberkolosis paru, gingivitis, dan infeksi saluran kemih. PENATALAKSANAAN Berdasarkan hasil survei : National Healt Interview Survey th 1997 1999 bahwasanya di Amerika 17 % penderita Diabetes Melitus hanya perlu menjaga makan dan minum, 49 % penderita diabetes melitus memakan obat hipoglikemi oral, 22 % penderita diabetes melitus memakai insulin saja dan 11 % penderita diabetes melitus memakai insulin dan obat hipoglikemi oral. Untuk lebih lanjutnya kita akan membahas satu persatu penatalaksanaan penyakit diabetes melitus ini : 1. Berolah raga dan menjaga makanan dan minuman. Untuk penderita diabetes melitus dianjurkan untuk berolah raga secara teratur, 3 4 kali seminggu selama lebih kurang setengah jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rismical, Interval, Progesive, dan Endurance Training). Olah raga dilakukan terus-menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur selang-seling antar gerak cepet dan gerak lambat, berangsur-angsur dari sedikit menjadi olah raga yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu tertentu. Olah raga yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, renang, bersepeda dan melayang. Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona olah raga yaitu 75 85 % denyut nadi maksimal. Hal yang perlu dilakukan dalam olah raga adalah jangan memulai olah raga sebelum makan, memakai sepatu pas, harus didampingi orang yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia, harus selalu membawa permen, membawa tanda pengenal sebagai pasien diabetes melitus dalam pengobatan dan pemeriksaan kaki secara cermat setelah berolah raga. Pada konsensus Perkumpulan Endokrinilogi Indonesia (PERKENI) telah ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan karbohidrat (60 70 %) Protein (10 15 %) dan lemak (20 25 %). Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, dan umur, stress akut dan kegiatan olah raga untuk mencapai berat badan ideal.

Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari. Jumlah kandungan serat lebih kurang dari 25 gr/hari, diutamakan jenis serat larut. Komposisi garam dibatasi apabila terdapat hipertensi. Pemanis dapat digunakan secukupnya. 2. Obat Hipoglikemi Oral (OHO) 1. Golongan Sensitizing Biguanid

Saat ini golingan biguanid yang banyak di pakai adalah metformin. Metformin terdapat dalam konsentrasi yang tinggi di dalam usus dan hati, tidak di metabolisme tetapi secara cepat di keluarkan melalui ginjal. Karena cepatnya proses tersebut maka metformin biasanya di berikan 2-3 kali sehari kecuali dalam bentuk extende release. Mekanisme kerja. Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga di duga menghambat absorbsi glukosa di usus sesudah asupan makanan. Setelah di berikan secara oral, metformin akan mencapai kadar tertinggi dalam darah setelah 2 jam dan di ekskresi lewat urin dalam keadaan utuh dengan waktu paruh 2-5 jam. Metformin dapat menurunkan glukosa darah tapi tidak akan menyebabkan hipoglikemia sehingga tidak dianggap sebagai obat hipoglikemik, tetapi obat anti hiperglikemik. Pada pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea, hipoglikemia dapat terjadi akibat pengaruh sulfonilureanya. Pada pemakaian tunggal metformin dapat menurunkan glukosa darah sampai 20% dan konsentrasi insulin plasma pada keadaan basal juga turun. Metformin tidak menyebabkan kenaikan berat badan seperti pada pemakaian sulfonilurea. Efek samping gastrointestinal tidak jarang didapatkan pada pemakaian awal metformin dan ini dapat dikurangi dengan memberikan obat dimulai dengan dosis rendah dan diberikan bersamaan dengan makanan.

2.

Glitazone

Golongan Fhiazolidinediones atau glitazone adalah obat yang juga mempunyai efek farmakologis untuk untuk meningkatkan sensitivitas insulin. Obat ini dapat diberikan secara oral dan secara kimiawi maupun fungsional tidak berhubungan dengan obat oral lainnya. Glitazone (Tiazolindion) merupakan agonist peroxisome proliferatoractivated receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di jaringan target kerja insulin seperti jaringan adiposa, otot skelet dan hati, sedang reseptor pada organ tersebut merupakan regulator homeostasis lipid, deferensiasi adiposit, dan kerja insulin. Glitazone dapat merangsang ekspresi beberapa proteinyang dapat memperbaiki sensitivitas insulin dan memperbaiki glikemia, seperi GLUT-1, GLUT-4, p85alphaPI-3K dan uncoupling protein-2 (UCP). Selaindari pada itu juga dapat mempengaruhi ekspresi dan pelepasan mediator resisten insulin, seperti TNF alfa, leptin,dll. Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi terjadi setelah 1-2 jam dan makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik obat ini. Waktu paruh berkisar antara 3-4 jam bagi rosiglitazone dan 3-7 jam bagi pioglitazone. Penggunaan dalam klinik. Rosiglitazone dan pioglitazone saat ini dapat digunakan sebagai kombinasi dengan metformin dan sekretagok insulin. Secara klinik rosiglitazone dengan dosis 4 dan 8 mg/hari (dosis tunggal atau dosis terbagi 2 kali sehari) memperbaiki konsentrasi glukosa puasa sampai 55mg/dL dan AIC sampai 1,5% dibandingkan dengan plasebo. Sedang pioglitazon juga mempunyai kemampuan menurunkan glukosa darah bila digunakan sebagai monoterapi atau sebagai terapi kombinasi dengan dosis sampai 45mg/dL dosis tunggal. Golongan Sekretagok Insulin

Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi sekresi insulin oleh sel beta pankreas.

Sulfonilurea Obat ini telah digunakan untuk pengobatan Dmtipe 2 sejak tahun 1950an. Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal

pengobatan diabetes dimulai, terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin. Sulfonilurea sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya untuk meningkatkan atau mempertahankan sekresi insulin. Mekanisme kerja. Efek hipoglikemia sulfonil urea adalah dengan merangsang channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pancreas. Bila sulfoniurea terikat pada reseptor (SUR) channel tersebut maka akan terjadi penutupan. Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya penurunan permeabilitas K pada membrane sel beta, terjadi depolarisasi membrane dan membuka channel Ca tergantung voltase, dan menyebabkan meningkatan Ca intrasel. Ion Ca akan terikat pada Calmodulin, dan menyebabkan eksositosis granul yang mengandung insulin. Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pancreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Karena itu tentu saja hanya dapat bermanfaat pada pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk sekresi insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada diabetes mellitus tipe 1. Kombinasi sulfonilurea dengan insulin. Pemakaian kombinasi kedua obat ini didasarkan bahwa meratanya kadar glikosa darah sepanjang hari terutama ditentukan olah kadar kadar glukosa darah puasanya. Imumnya kenaikan kadar gukosa darah sesudah makan kurang lebih sama, tidak tergantung dari kadar glukosa darah pada keadaan puasa. Dengan memberikan dosis insulin kerja sedang atau insulin glargin pada malam hari, produksi glukos hati malam hati dapat dikurangi sehingga kadar glukosa darah puasa dapat turun. Selanjutnya kadar glukosa darah siang hari dapat diatur dengan pemberian sulfonylurea seperti biasanya. Kombinasi sulfonylurea dan insulin ini ternyata lebih baik dari pada insulin sendiri dan dosis insulin ynang diperlukan pun ternyata lebih rendah. Dan cara kombinasi ini lebih dapat diterima pasien dari pada penggunaan insulin multiple. 3. Suntikan insulin Ada beberapa indikasi untul pemberian preparat insulin pada penderita diabetes melitus.

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Diabetes Melitus tipe I Ketoasidosis diabetik/koma hiperosmolar non ketotil Diabetes dengan berat badan berkurang Diabetes yang mengalami stress (infeksi, operasi, dll) Diabetes Melitus dengan kehamilan Kegagalan pemakaian obat hipoglikemik oral

4. Pembedahan Pembedahan pada penderita Diabetes Melitus sampai sekarang ini masih dalam penelitian para ahli. Tetapi pada binatang percobaan yaitu pencangkokan sel kelenjar pada binatang percobaan telah berhasil dilakukan dan hal ini akan memungkinkan untuk dilakukan pada manusia agar tubuhnya kembali menghasilkan insulin secukupnya atau sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh kita. PROGNOSIS Sekitar 60 % pasien diabetes melitus tipe I yang mendapatkan insulin dapat bertahan hidup seperti orang nermal. Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik dan kemungkinan meninggal lebih cepat. Sedangkan untuk pasien DM tipe II, jika pasien cepat didiagnosa dan diobati maka akan memperlambat terjadinya komplikasi pada pasien sehingga morbiditas dan mortalitasnya menurun. Namun, jika telat didiagnosa dan diobati, maka tingkat mortalitas dan morbiditasnya akan meningkat karena komplikasi mudah terjadi. DAFTAR PUSTAKA Guyton and Hall, 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedoktean Edisi 11 Revisi, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Price, A.Sylvia dan Lorraine M. Wilson, 2006, Patofisiologi Edisi 6 volume 2, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Seluruh Indonesia, 2006, Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 4, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sherwood, Lauralee, 2001, Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem Edisi 2, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

You might also like