You are on page 1of 307

Hilmy Bakar

RenaisanS
IndonesiA
Menggagas Gerakan Kebangkitan
Pasca Reformasi Di Indonesia

Sebuah Refleksi Spiritual Aktivis Muslim


Pasca Bencana Tsunami Di Aceh

1
PENGANTAR PENULIS
Alhamdulillahi Rabb al-Alamin, segala puja puji hanyalah milik Allah, Rabb
yang Menguasai seluruh alam raya. Shalawat dan salam kehadirat Rasulullah
Muhammad SAW, Nabi besar terakhir yang telah memimpin perjuangan agung
pembebasan umat manusia, memimpin dan mengarahkannya menuju tatanan yang
penuh dengan keadilan, kemakmuran dan kedamaian. Demikian pula semoga
keselamatan dan kesejahteraan senantiasa terlimpahkan kepada keluarga dan para
shahabat serta pengikutnya hingga hari akhir kelak, amin...
Setelah lebih 60 tahun kemerdekaannya, kini bangsa Indonesia benar-benar
berada di persimpangan jalan yang sangat kritis, bahkan kalau tidak berlebihan dapat
dikatakan sedang melaju kencang menuju jurang kehancuran. Bagaimana tidak,
peristiwa-peristiwa yang terjadi belakangan ini telah menimbulkan kecemasan dan
ketakutan, baik di kalangan para pemimpin, ulama, ustadz, cendikiawan, politisi,
pengusaha, mahasiswa dan lainnya. Bangsa besar yang dibangun dengan tetesan darah
dan pengorbanan tiada taranya oleh para pahlawan agung sejak berabad silam sedang
digrogoti dan dicabik-cabik oleh anak bangsa sendiri dengan berbagai penyakit sosial
yang amat kronis, terutama korupsi yang sudah merajalela ke semua tingkatan. Bangsa
yang terkenal keramah tamahannya sejak dahulu kala kini telah berubah bagai
bangsa bar-bar yang saling membunuh sesamanya akibat perkara sepele. Pembunuhan
demi pembunuhan dan pembantaian terjadi bukan hanya disebabkan oleh masalah
SARA (suku, agama dan ras) saja, namun kini sesama satu agama dan satu sukupun
saling membunuh akibat kefanatikan kepada pemimpin dan golongan politiknya.
Beberapa provinsi dan daerah menginginkan kemerdekaan dan lepas dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia akibat keserakahan para opurtunis dan hipokrit yang
mementingkan diri dan golongannya. Egoisme para elit politik telah menambah
runyamnya permasalahan bangsa ini yang pada ujungnya telah menimbulkan
konflik horizontal di tengah-tengah masyarakat. Hadirnya provokator dari kaum
tersingkir dan terpinggirkan, terutama golongan anarkhis yang menghalalkan
segala cara telah mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Demikian
pula kehadiran agen-agen kekuatan asing yang mencampuri urusan dalam negeri serta
tekanan-tekanan negara maju, baik dalam bidang ekonomi, politik, keamanan dan
budaya menambah permasalahan bangsa yang kian hari kian ringkih dan terpuruk. Kini
bangsa Indonesia benar-benar berada di persimpangan jalan yang dapat
menghilangkan eksistensinya dari muka bumi.
Gerakan reformasi yang dimotori para mahasiswa dengan tujuan mulia serta
telah berhasil menumbangkan rezim korup Soeharto, kini telah menimbulkan dilema
baru bagi bangsa Indonesia. Gerakan yang bercita-cita mewujudkan sebuah tatanan
Indonesia baru yang lebih adil dan makmur serta demokratis, pada akhirnya
menimbulkan keadaan sebaliknya dengan berkembangnya sebuah tatanan
masyarakat yang kelewat bebas, tidak mengindahkan hukum, bahkan lebih jauh telah

2
mengakibatkan munculnya gerakan-gerakan sparatis yang ingin memisahkan diri
dari negara Indonesia dengan alasan kebebasan dan demokrasi. Demikian pula
gerakan reformasi telah melakhirkan pemerintahan yang dianggap sah atas nama
rakyat, namun penuh dengan kotraversi, kekaburan, kegamangan, rivalitas serta
diwarnai konflik demi konflik antar elit penguasa yang menambah keruh keadaan
bangsa ini. Keadaan ini telah menimbulkan kekecewaan para penggerak reformasi,
terutama para mahasiswa yang kembali turun ke jalan untuk meluruskan keadaan dan
kembali memperjuangkan tuntutan reformasi. Mereka menganggap gerakan reformasi
telah menyimpang dari jalurnya dan perlu diluruskan kembali. Gerakan reformasi
kembali menggulung rezim kontraversial Abdurrahman Wahid yang telah terkena
sindrome diktator.
Gerakan reformasi sekali lagi mengantarkan Megawati, salah seorang yang
dikatakan menjadi penggerak reformasi, menjadi Presiden RI menggantikan Gus Dur
yang dianggap tidak mampu menjalankan amanah reformasi. Megawati menjadi
tumpuan dan harapan rakyat, termasuk yang menolaknya terdahulu seperti Amien Rais
dan kelompok Islam. Pemerintahannya diharapkan dapat mengantarkan Indonesia
baru yang adil, makmur, aman damai serta sejahtera sebagaimana diamantkan dalam
UUD 45 dan GBHN. Namun pada kenyataannya, setelah menjadi Presiden, Megawati
yang pendiam dan tertutup tidak dapat berbuat banyak untuk merubah keadaan bangsa
dan negara yang semakin kusut dan semrawut ini, bahkan para pengkritiknya, seperti
dari kalangan INDEMO yang dimotori Hariman Siregar dan Adnan Buyung
menganggapnya tidak memiliki hati nurani dan kepekaan terhadap penderitaan rakyat.
Lebih jauh model kepemimpinannya yang gamang dan berfihak kepada konglomerat
hitam telah menimbulkan permasalah-permasalahan baru yang semakin kompleks dan
rumit. Bersamaan dengan itu, pemerintah disibukkan dengan bencana alam yang
memecah konsentarsi dan fokusnya, seperti banjir di Jakarta dan beberapa daerah
lainnya yang menimbulkan penderitaan baru dan kekecewaan. Semua ini seakan
menegaskan timbulnya malapetaka demi malapetaka bagi bangsa Indonesia yang
selama ini memang penuh dengan malapetaka.
Bangsa Indonesia menaruh harapan besar kepada Megawati agar dapat
memimpin bangsa besar ini menuju Indonesia baru yang dicita-citakan. Megawati
memang telah menyelesaikan beberapa agenda bangsa, tapi terlalu banyak
permasalahan bangsa yang tidak tertangani bahkan terkesan gamang. Sehingga Amien
Rais, yang mendukung pengangkatannya sebagai Presiden, mulai mengkritiknya,
bahkan menyatakan telah terjadi pembusukan terstruktur dalam kabinet Megawati.
Akhirnya Megawatipun mengalami nasib seperti para pendahulunya yang dihujat dan
disalahkan. Mahasiswa dan beberapa komponen bergerak meluruskan kembali arah
reformasi karena Mega dianggap tidak becus dan tidak serius mengemban amanah
reformasi. Apalagi sikap suaminya, Taufik Kiemas, yang terkesan dominan dan ikut
mengintervensi tugas-tugas Presiden menambah kompleknya permasalahan. Tidak
diragukan bahwa gaya kepemimpinan Megawati yang tertutup dan tidak
memperhatikan kehendak kaum reformis telah menjatuhkan citranya dan dapat

3
dikalahkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam Pemilihan Umum Presiden
secara langsung yang pertama kali diterapkan di Indonesia.
Walaupun pada awalnya mendapat penolakan yang kuat dari kelompok
nasionalis reformis, Islam moderat dan fundamentalis, serta beberapa Ulama dan
Habaib, tapi akhirnya SBY memenangkan pemilihan umum karena tidak ada pilihan
lain, karena sistem demokrasi yang diterapkan mengharuskan adanya pemenang.
Untuk sementara bangsa Indonesia boleh bersuka ria, karena telah berhasil
melaksanakan pesta demokrasi secara aman dan sukses menempatkan Presiden baru
yang dipilih langsung oleh rakyat, bukan oleh wakil-wakil mereka di MPR sebagaimana
sistem terdahulu. Namun kenyataannya, setelah 100 hari, pemerintahan SBY tidak
mampu memberikan sebuah kebijakan dasar yang strategis kepada bangsa Indonesia
untuk keluar dari krisis multi dimensi yang sedang melandanya. Bahkan kebijakan SBY
untuk menaikkan harga BBM telah menjatuhkan citranya, dianggap telah menghianati
janji-janjinya ketika berkampanye dahulu. Kenaikan Jusuf Kalla sebagai Ketua Umum
Golkar, partai pemenang pemilu jelas menambah sulitnya kedudukan SBY, karena di
DPR dia hanya didukung oleh kelompok minoritas. Akhirnya bencana demi bencana
yang tengah menimpa Indonesia, dari Nabire Papua, Alor NTT dan terakhir bencana
dahsyat tsunami Aceh telah mempertanyakan kredibilitas kepemimpinan SBY yang
ternyata tidak dapat memberikan perubahan mendasar kepada bangsa Idonesia,
sekaligus mengantarkannya menuju sebuah bangsa maju, berharkat dan berdaulat
sebagaimana dicita-citakan. Akankah SBY dapat bertahan? Waktulah yang menjawab.
Jika gerakan reformasi yang diharapkan dapat mengubah keadaan bangsa
Indonesia, tapi ternyata tidak mampu lagi menyelamatkan bangsa yang sedang melaju
menuju jurang kehancuran bahkan kini gerakan reformasi telah dianggap mati muda
(prematur), sebagaimana dikemukakan berbagai kalangan, maka akankah bangsa ini
dibiarkan terombang-ambing menuju jurang kehancuran? Kemudian akankah bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang adil dan makmur jika SBY turun dan digantikan
misalnya dengan Amien Rais, Hidayat Nurwahid atau selainnya ? Akankah penderitaan
dan kepedihan bangsa ini akan berakhir jika hanya berganti pimpinan, siapapun
orangnya? Akankah bangsa ini kembali memperoleh keagungan dan kejayaannya
hanya dengan mengganti presiden X dengan presiden Y saja?
Tentu permasalahannya tidak semudah itu. Karena krisis multi dimensi
yang dialami bangsa ini bukan hanya akibat kegagalan dan kelemahan presiden atau
pemimpinnya semata. Karena hakikatnya permasalahan fundamental bangsa ini atau
lebih jauh krisis multi dimensi yang diderita bangsa Indonesia pada saat ini adalah
akumulasi dari krisis demi krisis dan kegagalan demi kegagalan masa lalu, baik masa
orde lama, orde baru maupun orde sesudahnya. Itulah sebabnya tidak mengherankan
jika Megawati dahulu menganggap pemerintahan yang dipimpinnya sebagai
pemerintahan keranjang sampah, tempat bermuaranya segala bentuk kelemahan,
kejahatan, penyimpangan dan kesalahan masa lalu.
Siapapun yang memimpin bangsa ini, baik negarawan, hartawan,
cendikiawan atau agamawan sekalipun, pasti akan mengalami kegagalan demi

4
kegagalan sebagaimana yang telah disaksikan bangsa Indonesia. Sejarah perjalanan
bangsa ini yang dipimpin Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati ataupun
SBY telah membuktikannya. Dan tidak diragukan lagi setelah 60 tahun bangsa ini
tegak, cita-cita Indonesia yang adil makmur belum pernah terjadi, bahkan dari waktu ke
waktu kezaliman dan kesengsaraan semakin merajalela, rakyat miskin bertambah
banyak, pengangguran semakin tinggi, jurang kemakmuran semakin melebar,
persatuan dan kesatuan bangsa makin terancam, bahkan di era reformasi dan
keterbukaan ini keadaannya semakin menjadi-jadi. KKN yang ditentang dan diberantas
gerakan reformasi, semakin tumbuh subur, terutama di BUMN sebagai lahan basah
koruptor untuk mencari dana politik. Bahkan tindakan pejabat pada era reformasi jauh
lebih kejam dari pejabat korup terdahulu di jaman Soeharto. Jika dahulu pejabat
menjadikan BUMN sebagai sapi perahan, dimana sapinya dipelihara agar tetap sehat
dan dapat diperah, namun tindakan pejabat sekarang lebih gila, mereka menjul sapi
perahannya, sehingga tidak ada lagi tersisa untuk kepentingan umum. Para pejabat
pemerintah, baik di pusat ataupun daerah berlomba-lomba melakukan tindakan
terkutuk korupsi, seperti yang menimpa sebagian besar anggota DPRD ataupun pejabat
Gubernur dan Bupati, bahkan kini korupsi mereka lakukan secara berkelompok seperti
yang terjadi pada anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menghebohkan
masyarakat. Para elit negara benar-benar sudah kehilangan hati nurani terhadap
penderitaan rakyatnya, mereka asyik menikmati berbagai fasilitas mewah negara di
tengah kesengsaraan dan kemiskinan.
Jika dalam waktu dekat ini tidak ada perubahan fundamental yang merespon
permasalahan bangsa Indonesia, maka sudah dapat dipastikan bahwa bangsa ini akan
meluncur pasti menuju jurang kehancurannya. Pertanyaan utama yang segera dijawab,
kenapa semua ini bisa terjadi? Apa inti permasalahan yang dihadapi bangsa ini
sehingga mengantarkannya seperti keadaan sekarang ini ? Lingkaran setan persoalan
bangsa ini harus diurai satu persatu.

Memahami Inti Permasalahan , Mencari Jalan Keluar


Setelah berakhirnya era Habibie, tepatnya sejak awal tahun 2000an penulis
menjauhkan diri (uzlah) dari segala hiruk pikuknya dunia politik, setelah terakhir
menjadi Bendahara Umum Partai Daulat Rakyat (PDR) dan ikut dicalonkan sebagai
anggota DPR/MPR mewakili NTB. Dengan kemampuan dan pengetahuan yang ada,
disertai dengan upaya penjernihan hati, perasaan dan fikiran, penulis berupaya melihat
dan mengganalisis apa sebenarnya yang terjadi pada bangsa tercinta ini. Mencoba
memahami keadaan dan realitas bangsa yang sedang gonjang ganjing tidak menentu,
terutama di zaman pemerintahan Gus Dur yang penuh dengan kontraversi dengan
kebijakan-kebijakannya yang menambah permasalahan bangsa di tengah-tengah
keterpurukannya. Penulis benar-benar mengambil posisi di luar arena permainan dan
sebagai penonton aktif, sekaligus memikirkan dan merenungkan dalam-dalam nasib
bangsa ini. Pasti ada yang salah pada bangsa ini sehingga tertimpa musibah demi
musibah tanpa akhir. Seorang ustadz senior penulis yang kharismatis menganggap

5
kenaikan Gus Dur dan Megawati menjadi Presiden adalah puncak musibah dari segala
musibah pada bangsa ini. Kejadian demi kejadian yang menimpa wakil-wakil rakyat
terhormat di DPR/MPR benar-benar menjadi tontonan menarik sebuah episode drama
politik yang sangat tragis pada bangsa besar ini. Demikian pula kenaikan Megawati
menggantikan Gus Dur, menambah kecemasan penulis terhadap keadaan dan masa
depan bangsa ini. Kenaikan Megawati yang ditolak keras oleh kalangan Ulama dan
Cendekiawan Islam akhirnya benar-benar meyakinkan penulis bahwa bangsa ini sedang
menghadapi masalah serius, benar-benar ada yang salah, jika tidak diluruskan
secepatnya, maka pasti bangsa ini akan meluncur menuju jurang kehancuran dan
perpecahan, dan tidak mustahil eksistensi Indonesia hanya tinggal dalam kenangan
masa lalu. Dan permasalahan utama yang dihadapi bangsa Indonesia tentunya bukan
sekedar permasalahan ekonomi, politik, kepemimpinan, manajemen dan sejenisnya, tapi
pasti masalah yang sangat fundamental bagi bangsa Indonesia.
Keadaan ini menambah kepedihan dan kegelisahan batin penulis, yang menurut
para psikolog sedang mengalami krisis separoh baya menjelang usia 40 tahun.
Bagaimana tidak, keadaan yang gonjang ganjing ini pasti berakibat buruk pada rakyat
jelata yang sudah penuh dengan beban penderitaan. Mereka berharap para pemimpin
yang didukunngnya mati-matian dapat menyelesaikan permasalahan mereka sekaligus
mengeluarkan mereka dari kemiskinan, keterbelakangan dan ketertindasan yang telah
mereka alami dari masa ke masa. Namun kenyataannya, para pemimpin dengan
segelintir pengikutnya yang fanatik justru mengobarkan kebencian dan menyulut
peperangan di antara mereka, yang sama-sama satu agama, sama-sama berjuang
mengatasnamakan agama, sebagaimana yang dilakukan pengikut fanatik Gus Dur di
Jawa Timur yang menyerang sarana sosial dan pendidikan yang di kelola warga
Muhammadiyah disebabkan karena Amien Rais dianggap sebagai dalang pelengseran
Gus Dur. Pada saat yang sama pembantaian demi pembantaian terhadap kaum
muslimin terjadi di Ambon dan Maluku yang digerakkan oleh kelompok separatis RMS
yang berlinduk dibalik fanatisme agama tertentu. Pembunuhan terencana dan
terstruktur ini rupanya sudah dipersiapkan lama dengan pengorganisasian matang
serta memanfaatkan kondisi politik yang sedang gonjang ganjing. Itulah sebabnya tidak
mengherankan pemuda Muslim gagah berani seperti Jaafar Thalib dan lainnya tampil
kehadapan membela saudaranya yang dibantai, sementara pemerintah hanya sibuk
dengan permasalahan intrik politik yang mereka hadapi. Pada saat yang sama ada
sekelompok orang yang ingin membawa perang di Maluku menjadi perang agama yang
sudah pasti akan mengobarkan perang saudara di Indonesia.
Kegelisahan dan kepedihan batin ini telah mendorong penulis untuk
menyendiri, menyibukkan diri dengan kebiasan lama yang hampir 5 tahun terakhir
terbengkalai, membaca dan menulis. Pada saat-saat kegelisahan ini, penulis berhasil
merampungkan beberapa buah buku, lebih kurang 12 buku yang membahas berbagai
permasalahan, terutama dalam bidang pemikiran dan gerakan Islam. Diantaranya
adalah buku yang cukup laris dan kontraversial Panduan Jihad Untuk Aktivis Gerakan
Islam, diterbitkan oleh Gema Insani Pres (2001) dan Membangun Kembali Sistem

6
Pendidikan Kaum Muslimin oleh Azzahra Univ. Pres (2002). Namun kegelisahan
penulis terus berlanjut di tengah-tengah drama tragis yang dibintangi kaum opurtunis
yang mempertaruhkan masa depan bangsa Indonesia, bangsa muslim terbesar di dunia.
Bisa saja penulis lari dari kenyataan ini, hidup menyendiri, tidak perduli dengan nasib
bangsa Indonesia, ataupun pergi mernatau kembali ke luar negeri sebagaimana yang
dilakukan sebagian teman-teman yang idialis. Namun hati kecil penulis tidak dapat
menerima 'pelarian tanggung jawab ini", jangan sampai penulis seperti Nabi Ayub yang
mesti ditelan ikan paus untuk kembali kepada kaumnya. Toh pelarian tidak akan
membebaskan penulis dari tanggungjawab kepada umat, dan apa jawaban penulis jika
kelak Allah SWT mempertanyakan tanggungjawab sosial penulis terhadap masa depan
bangsa Indonesia? Sementara Rasulullah telah memperingatkan dengan keras,
"barangsiapa yang tidak memperhatikan kepentingan kaum muslimin, maka dia
bukanlah tergolong dari umat Muhammad saw". Penulis tidak mungkin lari dari
tanggungjawab ini, masalah bangsa Indonesia adalah masalah kaum Muslimin, karena
mereka mayoritas.
Kegelisahan dan rasa tanggung jawab menjadi dorongan utama penulis untuk
mencari jawaban pasti terhadap permasalahan utama yang dihadapi bangsa Indonesia.
Hampir semua waktu, tenaga dan kemampuan penulis curahkan untuk mendapatkan
jawaban masalah ini, sampai banyak masalah pribadi dan keluarga yang terbengkalai.
Penulis berharap dengan pencarian ini adalah sekaligus menjadi semacam sarana
pencerahan spiritual yang seharusnya dilakukan oleh mereka yang akan menginjak usia
40 tahun, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Ibrahim as, Yusuf as, Musa as sampai
kepada Muhammad saw yang menjadi model dalam menggerakkan perubahan sosial
dalam membangun masyarakatnya sebagaimana dicontohkan al-Qur'an.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis telah mengaduk-aduk perpustakaan
pribadi, mencari referensi serta membaca literatur-literatur klasik dan modern, baik
tentang Islam, filsafat, pemikiran kontemporer politik, ekonomi, gerakan sosial sampai
manajemen dan psikologi. Penulis sibuk mengunjungi toko buku ternama sampai pasar
loak buku dibilangan Pasar Senen, untuk mendapatkan buku-buku yang dapat
dijadikan referensi, dan di pojokan TIM penulis mendapatkan buku-buku lama
karangan Soekarno dan beberapa buku-buku referensi wajib kaum sosialis. Di samping
itu penulis bersama beberapa rekan yang sepandangan berkelana dari satu ulama ke
ulama lain, habib satu ke habib lain, cendekiawan satu ke yang lain, sampai menemui
para pejuang, aktivis dan mujahid yang tidak terhitung banyaknya dari Aceh, Medan,
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB sampai Malaysia, Thailand,
Singapura, Sulu, Moro dan sekitarnya. Bersamaan itu, penulis juga aktiv berdialog
dengan beberapa ulama-ulama Timur Tengah dan cendekiawan non muslim dari
Australia, Canada, Amerika dan negara-negara Eropa.
Yang paling menggembirakan dan mengobati hati, penulis dapat kembali
bersama-sama dengan ustadz yang telah membimbing penulis sejak usia belasan tahun
lalu dan sedang menghadapi cobaan, ustadz Abu Bakar Ba'asyir yang penulis kenal
sejak tahun 80an. Sejak penangkapan beliau akhir 2002 di Solo dengan tuduhan

7
mendalangi bom Bali, yang kemudian ditempatkan di Rumah Sakit Polisi Kramat Jati,
dipindahkan ke Rumah Tahanan Salemba dan terakhir di Cipinang, penulis selalu
berkunjung dan mendiskusikan beberapa permasalahan kepada beliau. Di tengah-
tengah masa luang, kami selalu mendikusikan permasalahan bangsa dan perjuangan
Islam. Fikiran-fikiran jernih beliau, keistiqomahan serta keberanian menentang
kezaliman, telah memberikan inspirasi kepada penulis. Bahkan kami memiliki
pandangan yang sama terhadap permasalahan utama yang dihadapi bangsa Indonesia.
Pada awal 2003an, bersama dengan beberapa aktivis Islam, penulis mencoba
untuk mempertemukan berbagai aliran pemikiran para ulama, habaib dan aktivis
gerakan Islam dalam sebuah forum yang dinamakan Mudzakarah Ulama dan Habaib
Nasional yang berlangsung sebulan sekali yang diselenggarakan di Jakarta, Medan,
Solo, Yogya, Bandung, Kebumen, Surabaya, Bogor dan lainnya. Musyawarah rutin yang
sudah berjalan lebih 20 kali ini telah banyak memberikan inspirasi kepada penulis,
terutama dalam memahami permasalahan yang dihadapi umat Islam dari sudut
pandang para aktivis Islam sendiri. Tema-tema yang didiskusikanpun banyak yang
menyoroti permasalahan kontemporer bangsa Indonesia dan merekomendasikan
beberapa solusi kepada pemerintah.
Di tengah kesibukan itu, penulis menjadi konsultan pengembangan pendidikan
di LP3I Group yang dikelola pemuda-pemuda Islam yang visioner. Untuk tetap
menjaga interaksi sosial, penulis juga aktiv pada beberapa kegiatan, seperti menjadi
tenaga Litbang Universitas Azzahra, Wakil Ketua Pimpinan Pusat Al-Irsyad dan Ketua
DPP. Front Pembela Islam (FPI). Untuk lebih berkonsentrasi dan fokus pada kegiatan
yang dilakukan, sejak awal 2004 penulis memilih tinggal jauh dari keramaian di sebuah
vila di pinggiran Bogor, memboyong semua buku dan literatur yang diperlukan sambil
mulai menulis hasil pengamatan dan perenungan selama ini dan diniatkan sebagai
hadiah kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 60 tahun (1945-2005).
Puncak pencarian mulai penulis dapatkan ketika memimpin lebih dari 1000
relawan kemanusian pasca bencana tsunami di Banda Aceh dan sekitarnya dibawah
bendera FPI dan Hilal Merah (Red Crescent). Sebagaimana terbelalaknya dunia pada
bencana dahsyat yang melanda Aceh dan sekitarnya pada 26 Desember 2004 lalu,
penulispun merasakan hal yang sama, bahkan mungkin lebih dari yang dirasakan orang
lain, karena penulis melihatnya lebih dalam melalui pendekatan spiritual. Penulis
merasakan penderitaan bangsa Indonesia terakumulasi pada puing-puing kehancuran
kota Banda Aceh, tumpukan ribuan mayat yang tidak di kenal, derita para pengungsi
yang tak tertangguhkan, jerit tangis anak-anak kekurangan makanan dan segala bentuk
nestapa yang belum pernah penulis saksikan sebelumnya. Apalagi penulis memimpin
relawan yang dikenal dengan pasukan "pemburu mayat", yang sehari-harinya
bersinggungan dengan ratusan mayat yang keadaannya tidak sempurna bahkan sudah
membusuk di antara himpitan puing-puing bangunan, tidak terurus semestinya akibat
kurangnya tenaga dan peralatan evakuasi yang tidak memadai. Benar-benar dahsyat,
membangunkan bulu roma, mengguncang jiwa, dan timbul pertanyaan, kenapa

8
bencana ini terjadi ? Kenapa justru di sebuah tempat yang disakralkan bangsa
Indonesia, yang dijuluki sebagai "Serambi Mekah"?
Bencana yang menimpa Aceh mungkin saja bukan anti klimaks dari "peringatan-
peringatan Tuhan" sebelumnya yang selama ini dipandang remeh oleh bangsa
Indonesia, sebagaimana banyak difahami para pemimpin Indonesia. Tapi bisa jadi
bencana Aceh adalah sebuah peringatan keras yang baru dimulai dan akan diikuti oleh
bencana-bencana yang jauh lebih dahsyat lagi. Bencana demi bencana dahsyat akan
datang kembali sebagai peringatan keras kepada bangsa yang tidak mau menggunakan
akal sehat dan hati nuraninya, sebagaimana turunnya kehancuran dan azab yang telah
menimpa bangsa-bangsa sebelumnya seperti kaum Ad dan Tsamud seperti
digambarkan al-Qur'an. Jika Banda Aceh yang terkenal relijius dan dijuluki sebagai
Serambi Makkahpun dapat diluluhlantakkan dalam waktu sekejap mata oleh gelombng
dahsyat tsunami, bagaimana halnya dengan kota metropolitan Jakarta yang penuh
dengan kemaksiatan, kekufuran, kefasikan dan dihuni oleh manusia-manusia bejat dan
korup?
Setelah hampir dua bulan melaksanakan tugas kemanusiaan di Aceh sejak hari
kedua tsunami, penulis menghubungi beberapa teman-teman dekat untuk membentuk
sebuah kelompok diskusi kecil, yang kami sepakati bernama "diskusi reboan", karena
diadakan setiap rabo malam. Diskusi ini diikuti oleh kelompok aktivis, intelektual,
pengusaha dan profesional lintas sektoral berusia rata-rata antara 35 sampai 40an, yang
ingin mencari jawaban terhadap apa yang tengah menimpa bangsa ini. Bertempat di
LP3I Kramat Senen, para peserta yang berjumlah 10 sampai 15 ini bertukar fikiran
sesuai dengan sudut pandang dan pengalaman masing-masing. Dengan dipandu
Syahrial Yusuf, Preskom LP3I, sebagai koordinator, para peserta sangat berminat dan
antusias menilai permasalahan yang tengah dihadapi bangsa Indonesia. Setelah
beberapa kali pertemuan, kami sepakati tema diskusi hanya difokuskan pada masalah-
masalah kontemporer bangsa dan beberapa solusi yang ditawarkan. Forum diskusi
yang sederhana dan cair ini menambah wawasan dan keyakinan penulis terhadap apa
yang tengah dihadapi bangsa Indonsia saat ini. Masukan-masukan dari forum diskusi
menjadi salah satu referensi.
Lima tahun perjalanan pencarian jawaban yang sekaligus merupakan "wisata
spiritual" ini, banyak sekali catatan-catatan yang penulis dapatkan untuk kebaikan
pribadi maupun bangsa di masa depan. Pengetahuan demi pengetahuan, kesadaran
demi kesadaran, pengalaman demi pengalaman, pahit getirnya perasaan, suka dukanya
perjalanan, asam manisnya pujian dan cercaan, dan semuanya yang penulis alami akan
menjadi bahan petimbangan dalam penyusunan buku ini, yang akhirnya mendatangkan
kesimpulan penulis tentang permasalahan utama yang dihadapi bangsa Indonesia saat
ini serta solusi yang coba ditawarkan.
Setelah melaui berbagai bentuk perjalanan dengan liku-likunya, penulis melihat
beberapa persamaan yang dialami bangsa Indonesia dengan yang penulis alami.
Sepertinya masalah demi masalah, keruwetan demi keruwetan, krisis demi krisis yang
dialami bangsa Indonesia tergambar satu demi satu pada diri penulis. Dimulai dari

9
krisis ekonomi, memasuki krisis interpersonal, krisis keyakinan, ketidakjelasan arah dan
tujuan, yang berujung pada lingkaran demi lingkaran setan yang tidak mampu dihurai
dan mengantarkan pada krisis multi dimenasi seperti peribadi yang hidup namun tidak
merasakan kehidupan, hidup yang tidak punya arah dan tujuan sehingga terombang
ambing tidak menentu arah. Semua potensi habis terkuras untuk menyelesaikan
masalah-masalah kecil, sementara masalah-masalah besar dan fundamental tidak
terselesaikan yang justru menimbulkan permasalahan demi permasalahan baru yang
menambah ruwetnya hidup dan kehidupan.
Ketika mengalami titik jenuh yang maksimal, tidak ada tempat kembali, kecuali
kepada Sang Penguasa Tunggal yang senantiasa membuka pintu untuk hamba-hamba
yang tersesat. Ketika bersimpah sujud kepada-Nyalah, baru tersadar, bahwa selama ini
semua krisis berawal dari jauhnya seorang makhluk dari Penciptanya yang sangat
dibutuhkannya. Selama ini kebanyakan manusia mencari tuhan-tuhan yang tidak
mampu memberikan apa-apa kemaslahatan, apalagi kebahagian pada dirinya. Tuhan-
tuhan yang telah diciptakannya sendiri berupa materi-materi yang dibanggakan dan
dipuja-pujanya, baik berupa pangkat, jabatan, gelar akademis, pergaulan elit sampai
harta benda, wanita dan anak-anak. Krisis kepercayaan yang telah mengantarkan
manusia kepada krisis yang menghilangkan makna kehidupannya sebagai makhluk
yang diciptakan Allah untuk menciptakan kebahagian, keamanan ataupun
kemakmuran sejati di muka bumi. Krisis yang dinamakan Danah Zohar dalam bukunya
SQ: Spiritual Intellegence - The Ultimate Intellegence dengan Krisis Spiritual.

Kesimpulan Sementara Permasalahan Bangsa Indonesia


Banyak kalangan yang menganggap permasalahan utama bangsa ini terletak
pada masalah politik dan "kekuasaan", kemudian mereka memberikan solusi
pentingnya sebuah reformasi politik yang menjamin kebebasan politik kepada
masyarakat dengan kelengkapan infrastukturnya, sehingga terciptalah sebuah
masyarakat yang mereka juluki sebagai masyarakat demokratis, yang kekuasaannya
ditentukan oleh rakyat demi kesejahteraan rakyat. Apakah setelah terciptanya sebuah
sistem politik yang demokratis, bangsa ini dapat berubah? Kenyataannya semakin
dilaksanakan program-program yang dinamakan reformasi politik, justru penderitaan
rakyat semakin menjadi-jadi, karena sang penguasa dapat mengambil kebijakan atas
nama rakyat, walaupun merugikan rakyat itu sendiri, sebagaimana yang terjadi dalam
kasus kenaikan BBM baru-baru ini. Reformasi politik telah melakhirkan budaya baru
"premanisme politik" dikalangan para politisi yang memang sudah memiliki tabiat
buruk untuk berlomba-lomba mengejar jabatan demi memuaskan nafsu syahwat
kekuasaannya yang senantiasa membara dan bergejolak. Syahwat yang membawa
kepada persaingan tidak sehat, penuh intrik dan tipu daya , yang akhirnya
menimbulkan perpecahan demi perpecahan, konflik demi konflik bahkan pembunuhan
demi pembunuhan di antara masyarakat akibat fanatisme golongan dan provokasi
pemimpin mereka. Reformasi politik yang kebablasan telah menumbuhsuburkan
budaya "machivelis" yang menghalalkan segala cara untuk mencapai ambisi

10
kekuasaannya, yang telah menyuburkan budaya "money politic", yang tidak lain adalah
budaya bejat korupsi yang telah menimpa semua lini, termasuk para anggota Komisi
Pemilihan Umum (KPU) yang dikatakan sebagai penyelenggara "reformasi politik".
Demikian pula mereka yang beranggapan bahwa masalah utama bangsa ini
adalah masalah ekonomi, yang kemudian memberikan berbagai bentuk solusi reformasi
ekonomi, seperti sistem ekonomi pasar, ekonomi terkendali, ekonomi kerakyatan dan
lain-lainnya, atau seperti yang diajukan tim ekonominya Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Namun kenyataannya, implemetsi di lapangan jauh berbeda, bahkan yang pasti,
penguasa tetap menerapkan ekonomi yang berpihak kepada para pemilik modal. Hal
ini ditandai dengan mudahnya para kapitalis korup mendapatkan sumber dana murah
dari bank pemerintah sehingga terjadi korupsi sebagaimana yang terjadi pada kasus
pemberian kredit bermasalah Bank Mandiri yang merugikan negara dan melibatkan
para petinggi negara yang berlatar belakang pengusaha. Sementara rakyat jelata tetap
terpinggirkan akibat susahnya mendapatkan akses dana murah untuk mengembangkan
usaha. Pengembangan ekonomi mikro pro rakyat yang didengungkan pemerintah
hanya sebatas slogan pelipur lara bagi rakyat miskin yang terpinggirkan. Pada saat yang
sama telah tumbuh kroni-kroni ekonomi baru yang menciptakan kelompok-kelompok
baru konglomerat yang memiliki hubungan dengan penguasa, menggantikan pemain
lama yang memiliki tujuan yang jelas, menguasai akses pendanaan yang seluas-luasnya.
Itulah sebabnya para petinggi negara berlomba-lomba menempatkan orang-orang
kepercayaannya pada posisi-posisi strategis, terutama di Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang selama ini telah menjadi sapi perahan para penguasa. Reformasi ekonomi
akhirnya tidak lain kecuali berarti bergantinya para pemain lama dengan pemain baru
dengan budaya dan kebiasaan yang sama, menjadi mesin uang bagi kepentingan politik
dan kekuasaan para rezim yang mengatasnamakan rakyat untuk kepentingan pribadi
dan kelompoknya.
Terlalu banyak analisis dan kosep penyelesaian yang diajukan terhadap
permasalahan yang dihadapi bangsa ini oleh para pemimpin dan intelektual kita.
Namun sejauh ini mereka tidak berhasil mengurai lingkaran setan yang melilit bangsa
Indonesia, mereka tidak berhasil melihat perasalahan utama dan paling fundamental
dari penyakit bangsa ini sehingga mereka hanya memberikan solusi-solusi yang hanya
menambah kebingungan demi kebingungan di tengah-tengah kebingungan yang sudah
ada. Mereka seperti seorang dokter yang kebingungan melihat penyakit pasiennya yang
sudah sangat kronis, ketika sang pasien mengeluh sakit kepala, sang dokter memberi
obat sakit kepala, ketika badannya nyeri diberikan obat nyeri, ketika pasien batuk hanya
diberikan obat batuk. Padahal sakit kepala, nyeri dan batuk adalah efek samping dari
penyakit utama yang jauh lebih parah, yang mungkin pasien sudah terkena kanker
akut. Sama halnya dengan pemimpin dan intelektual kita yang memberikan 'solusi-
solusi' ringan kepada bangsa Indonesia melalui pendekatan ekonomi, politik, sosial,
pendidikan, moral, pembangunan dan sejenisnya. Padahal bangsa Indonesia
membutuhkan sebuah penyelesaian yang besar, menyeluruh, terbukti keampuhannya
dan yang paling penting dapat mengantarkannya menuju cita-cita agung bangsa

11
Indonesia, sebuah masyarakat adil makmur dibawah keridhoaan dan ampunan Tuhan
Yang Maha Esa dan Maha Besar, karena mayoritas bangsa mengakui dan meyakini
keberadaan Tuhan Sang Pencipta.
Sebelumnya telah banyak para pemimpin dan intelektual, baik dari dalam
ataupun luar negeri, yang menganalisis permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia.
Sejak zaman Soekarno dahulu, telah tampil negarawan-negarawan kritis yang
membicarakan permasalahan bangsa, diantaranya adalah tokoh-tokoh Masyumi seperti
M. Natsir, M. Roem, Kasman Singodimejo, Syarifuddin Harahap, Saefuddin Anshori,
Hamka dan lainnya. Karena kejujuran dan keberanian mengungkapkan kebenaran serta
meluruskan penyimpangan rezim Soekarno yang akan menyelewengkan Pancasila dan
memaksakan faham NASAKOM (Nasionalisme, Agama dan Komonisme) kepada
bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim, mereka ditangkap, disiksa dan dipenjarakan
sementara partainya dibubarkan secara paksa. Di zaman pemerintahan Soeharto,
terutama ketika memaksakan Pancasila sebagai Azas Tunggal, tampillah pemimpin-
pemimpin umat baik dari kalangan senior yang disebut terdahulu ataupun yang lebih
muda seperti Abdullah Sungkar, Sakhirul Alim, Abu Bakar Ba'aayir, Husein Al-Habsyi,
A.Qadir Djaelani, AM. Fatwa, Toni Ardy dan lainnya. Para pemimpin muslim ini
merasa berkewajiban menyelamatkan aqidah umat dari kemusyrikan dan kekafiran jika
Pancasila dijadikan sebagai satu-satunya idiologi, falsafah, way of live dan sumber dari
segala sumber hukum di Indonesia.
Pada era reformasipun telah tampil beberapa pemimpin Islam yang
menyambung perjuangan pendahulunya untuk melihat permasalahan bangsa Indonesia
secara jernih, seperti yang sering disampaikan tokoh-tokoh gerakan Islam yang
mengusung tema penegakan Syari'at Islam seperti dari Hizbut Tahrir, Majelis
Mujahidin, Front Pembela Islam, Ikhwanul Muslimin dan lain-lainnya. Terakhir Majelis
Ulama Indonesia (MUI) yang telah mengelar Kongres Umat Islam Indonesia (KUII)
kedua juga mengambil kesimpulan yang sama tentang pentingnya kembali kepada
ajaran Islam dalam penyelesaian masalah bangsa, terutama penegakan syari'at Islam.
Berbeda dengan organisasi Islam besar seperti Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama
yang menganggap permasalahan bangsa disekitar korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN).
Namun sejauh pengamatan penulis, belum ada diantara mereka yang secara
terbuka dan terus terang serta gamblang yang menyatakan sumber utama permasalahan
bangsa Indonesia sehingga mengantarkannya ke kondisi seperti saat ini. Apakah
strategi perjuangan yang menghendaki agar perkara sensitif ini tidak terangkat
kepermukaan dengan pertimbangan tertentu yang menyangkut masa depan atau
memang mereka tidak memiliki pemahaman seperti itu. Karena selama ini perjuangan
gerakan Islam terfokuskan pada penegakan Syari'at, Khilafah, Amar Ma'ruf Nahi
Mungkar, penolakan terhadap sistem Sekuler dan tema-tema sejenisnya. Belum ada
yang secara spesifik menyinggung peranan idiologi/dasar negara dan hubungannya
kemunduran bangsa Indonesia.

12
Menurut perenungan dan temuan penulis, sebagaimana yang akan diterangkan
dalam buku ini, bahwa krisis multi dimensi yang tengah menerpa bangsa Indonesia saat
ini, bermula dari sebuah krisis spiritual bangsa Indonesia. Krisis spiritual bangsa tidak
lain akibat dari krisis spiritual yang dialami pribadi-pribadi bangsa Indonesia. Ketika
seseorang mengalami krisis spiritual, mereka akan menyimpang dari kebenaran dan
kebaikan yang diajarkan agama ataupun tradisi dan budaya bangsa. Ketika mereka
yang menderita krisis spiritual mendapat amanah sebagai pemimpin mereka berlaku
aniaya terhadap rakyat, menzalimin, menekan, memaksa bahkan bersekongkol dengan
manusia-manusia bejad untuk mengeksploitasi potensi bangsa, sehingga bangsa yang
dipimpinnya menderita lakhir bathin. Ketika memegang jabatan mereka korupsi, ketika
mendapat kesempatan berusaha mereka curang dan menjadi benebar kerusakan. Ketika
ada kesempatan untuk melakukan tindakan kriminal, mereka melakukannya, menjadi
preman, penipu, pemeras, pencuri dan sejenisnya. Masyarakat yang mengalami krisis
spiritual akan menjadikan tindakan-tindakan buruk sebagai tradisinya, berbuat
kemungkaran, maksiat, prostitusi, perjudian dan menyebarkan budaya hedonisme yang
hanya menurutkan syahwat dan hawa nafsu rendahan. Dan tidak diragukan inilah yang
tengah terjadi di tengah-tengah masyarakat kita, masyarakat yang secara spiritual
sedang sakit, sedang mengalami krisis spiritual.
Itulah sebabnya di Indonesia yang mengakui keberadaan Tuhan Yang Maha Esa
ini, masyarakatnya melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang dari ajaran Tuhan,
karena mereka tidak merasakan kehadiran Tuhan dalam kehidupan, yang akan
mengawasi, mencatat dan membalas tindakan mereka, baik di dunia ataupun
kehidupan setelahnya. Masyarakat yang tidak merasakan kehadiran Tuhannya dalam
kehidupan adalah masyarakat yang sakit, sakit secara spiritual. Jika sebagian besar
masyarakat sudah terkena krisis spiritual, maka tidak diragukan lagi, bahwa bangsa itu
secara keseluruhan akan terkena krisis-krisis yang lainnya. Krisis spiritual akan
menimbulkan berbagai krisis baru seperti kangker yang akan menyerang anggota tubuh
lainnya dengan ganas. Sebagai contoh, seorang politisi yang mengalami krisis spiritual
akan melakukan tindakan-tindakan menyimpang, seperti korupsi, menyalahgunakan
jabatan ataupun membuat kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat. Tindakan
politisi ini akan berdampak buruk kepada rakyat, seperti habisnya uang negara,
hilangnya kesempatan pengusaha kecil untuk bersaing dan meningkatnya
pengangguran, yang menimbulkan kriminalitas, semakin banyaknya prostitusi,
kecemburuan sosial, keputusasaan masyarakat dan berbagai bentuk krisis sosial
lainnya. Karena masyarakat sedang mengalami krisis spiritual, maka akan mudah
terprovokasi untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak masuk akal ataupun
perbuatan-perbuatan nekad yang akan merugikan kepentingan bangsa dan negara. Jika
krisis sosial sudah terjadi, maka akan menimbulkan krisis-krisis lainnya, seperti krisis
ekonomi, krisis moral, krisis SDM, krisis kepemimpinan dan berujung pada krisis multi
dimensi sebagaimana yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.
Setelah lebih 60 tahun Indonesia merdeka maka adalah sangat wajar,
sebagaimana seorang dokter yang ingin mengobati pasien, untuk mencari sebab-sebab

13
utama yang telah menjadikan bangsa Indonesia seperti keadaan sekarang yang
mencemaskan semua fihak. Apakah benar masalah terbesar, dari masalah-masalah
besar lainnya, yang tengah menerpa bangsa Indonesia adalah krisis spiritual? Kenapa
bangsa Indonesia mengalami krisis spiritual yang akut saat ini? Apakah yang
menyebabkan bangsa Idonesia mengalami krisis spiritual yang telah melakhirkan krisis-
krisis lainnya? Dan ketika menganalisis sumber dari sumber permasalahan, apakah itu
masalah politik, ekonomi, moral, pendidikan dan lainnya, maka pasti analisis tersebut
akan bermuara pada sumber dari segala sumber pengambilan bangsa yang dikenal
dengan idiologi, falsafah, way of live bangsa dan negara Indonesia, yaitu Pancasila dan
UUD 45. Apakah krisis spiritual ini ada hubungannya dengan pelaksanaan dasar negara
Indonesia yang diterapka selama ini?
Dengan segala kelemahannya, buku yang mungkin tidak dapat dikategorikan
sebagai buku ilmiah ini, atau lebih tepatnya refleksi pemikiran pribadi penulis yang
berdasarkan pengamatan dan perenungan, ingin mengungkapkan secara jernih krisis
multi dimensi yang dihadapi bangsa Indonesia dan sebab musabab serta akibat yang
ditimbulkannya agar menjadi bahan renungan mereka yang mencita-citakan tegaknya
Indonesia Baru yang adil dan makmur. Secara lebih khusus, segala keterbatasannya
buku ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara dasar negara Indonesia
Pancasila dan UUD 45 yang telah diterapkan selama hampir 60 tahun dengan krisis
demi krisis yang dimulai dengan krisis spiritual dan berujung pada krisis multi dimensi
yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Setelah diketahui sumber utama
permasalahan, penulis sebagai aktivis yang mempercayai Islam sebagai obat terbaik
segala penyakit umat manusia, mencoba memberikan sebuah alternatif penyelesaian
krisis multi dimensi melalui pendekatan-pendekatan Islami yang berdasarkan kepada
al-Qur'an, al-Sunnah dan tradisi peradaban kaum muslimin.
Dengan segala kelebihan dan kekurangnnya, buku ini hendaklah dibaca dengan
fikiran yang jernih, jauh dari prasangka dan praduga. Bahkan bila perlu dibaca dengan
pendekatan spiritual yang penuh keikhlasan, ketundukan dan penyerahan diri kepada
Allah. Jika pembaca merasa ragu-ragu dengan kandungan buku ini, atau ada kesulitan
dalam memahaminya, diharapkan pembaca berhenti sejenak, berkonsentrasi dan segera
meminta petunjuk kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa dengan memuji-Nya serta
memberikan sholawat kepada Nabi Muhammad saw, keluarganya dan kepada sekalian
utusan Allah. Karena buku ini memang ditulis dengan pendekatan spiritual, bukan
dengan cara konvensional yang tidak mungkin diceritakan semuanya. Jadi alangkah
baiknya jika buku ini dibaca dengan pendekatan kecerdasan spiritual yang tidak
semata-mata mengedepankan kecerdasan intelektual yang bersandar kepada logika.
Demikian pula buku ini hendaknya dipandang sebagai sebuah sumbangan
pemikiran kepada bangsa Indonesia dan sebagai salah satu gagasan alternatif yang
perlu didiskusikan oleh seluruh komponen bangsa secara adil dan jika memungkinkan
diterapkan sebagai solusi menghadapi krisis multi dimensi dan bukannya dijadikan
sebagai ajaran yang dimusuhi. Karena semua bertujuan untuk kebaikan bangsa dan
negara yang dicintai ini, dan bukan bertujuan untuk memenangkan dan mengutamakan

14
satu kelompok saja. Apalagi sejak kemerdekaan, atau sudah lebih 60 tahun sistem
berbangsa dan bernegara diterapkan, namun belum berhasil mengantarkan bangsa
menuju cita-cita luhurnya kecuali menempatkannya kepada suatu krisis yang kita
saksikan saat ini.
Bagian pertama buku ini mengulas tentang latar belakang permasalahan
yang dihadapi bangsa Indonesia. Bagian kedua menyoroti gerakan reformasi yang
digerakkan mahasiswa yang telah menumbangkan Soeharto, namun di tengah
perjalanan mengalami kemunduran, bahkan ada yang menganggapnya sebagai mati
muda beserta beberapa alternatif yang diajukan oleh anak-anak bangsa setelah
reformasi mengalami kegagalan, seperti revolusi, dekonstruksi atau hanya bertahan
seperti saat ini. Bagian ketiga mencoba untuk melihat secara mendasar dan mendalam
tentang krisis multi dimensi yang dihadapi bangsa, kemudian menganalisis sumber-
sumber permasalahan yang dihadapi dan mencari akar permasalahan yang dihadapi
bangsa Indonesia serta coba mengajukan beberapa alternatif terbaik. Bagian keempat
memaparkan pengalaman pribadi penulis selama menjadi relawan kemanusian di NAD
dan beberapa dampak yang ditimbulkannya. Bagian kelima membahas tentang Islam
sebagai sebuah sistem masa depan yang akan menjadi alternatif sistem dunia di tengah-
tengah kehancuran dan kegagalan sistem-sistem besar dunia. Bagian keenam membahas
tentang kebangkitan generasi baru Islam di Indonesia. Bagian ketujuh membahas
tentang solusi Islami terhadap permasalahan bangsa serta gerakan alternatif yang
dapat menyelamatkan dan menyelesaikan krisis multi dimensi yang dihadapi
bangsa Indonesia melalui gerakan renaisans. Bagian kedelapan membahas tentang
manhaj renaisans Islami. Bagian kesembilan membahas ciri khas generasi yang akan
menggerakkan renaisans. Bagian kesepuluh membahas paradigma renaisan Islam di
Indonesia. Bagian kesebelas membahas tentang membangun Indonesia baru melalui
gerakan renaisans. Bagian keduabelas membahas masalah agenda-agenda renaisans di
Indonesia. Bagian ketigabelas kesimpulan dan penutup.
Mudah-mudahan buku ini dapat memberikan kontribusi bagi bangsa
Indonesia yang mengharapkan tegaknya Indonesia baru yang lebih adil dan makmur
serta menjadi amal sholih penulis di hadapan Allah SWT. Jika perkara yang dibahas
dalam buku ini benar adanya, maka tidak lain datangnya dari Allah Yang Maha Benar
dan jika salah tidak lain akibat kebodohan dan kealpaan penulis semata yang mudah-
mudahan mendapat ampunan dan petunjuk-Nya. amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

1 Muharram 1426 H
Hamba Allah yang lemah
Hilmy Bakar

15
BAB I
PENDAHULUAN
“Setiap generasi mempunyai hak untuk memilih bagi dirinya sendiri
bentuk pemerintahan yang mereka yakini paling mampu
meningkatkan kebahagian mereka…. Setiap generasi memiliki
semua hak dan kekuasaan yang pernah dimiliki oleh
para pendahulunya dan boleh merombak hukum dan
lembaga-lembaga sehingga sesuai bagi diri mereka sendiri”
Thomas Jefferson.
Bangsa Indonesia Dan Keagungan Sejarahnya
Bangsa Indonesia adalah salah satu rumpun bangsa terbesar di antara bangsa-
bangsa besar dunia yang senantiasa menjadi perhatian sejak berabad-abad, baik bagi
para pedagang, pengembang peradaban maupun kaum kolonialis dan imprialis.
Kebesaran bangsa Indonesia terletak pada keadaan alamnya yang sangat subur dan
berada di kawasan tropis yang kaya raya dengan hasil alam, disamping memiliki
kebudayaan dan peradaban maju yang didukung oleh kerajaan-kerajaan besar yang
diakui eksistensinya seperti Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Singosari,
Kerajaan Demak, Kerajaan Mataram dan lainnya. Kerajaan Majapahit, yang dianggap
menjadi cikal bakal bangsa Indonesia memiliki kekuasaan yang sangat luas, terbentang
dari kepulauan Hawai sampai di Afrika selatan, yang menjadikannya sebagai salah satu
Kerajaan terkuat dan terbesar di dunia berkat kegigihan Maha Patih Gadjahmada.
Letaknya yang sangat strategis telah menjadikan Indonesia sebagai jalur lintas budaya
dan peradaban dunia yang peninggalannya masih utuh sampai saat ini, baik lintas
budaya dari Timur Tengah, Cina, India dan Eropa. Bukti-bukti terkini menyatakan
bahwa bangsa Indonesia telah berhubungan dengan bangsa Mesir Kuno sejak lebih 4000
tahun lalu, ini dibuktikan dengan ditemukannya kapur barus dan kayu manis yang
hanya ada di Sumatra, sebagai salah satu bahan pengawet mummi raja-raja Mesir kuno.
Sikap terbuka masyarakat Indonesia telah menjadikannya sebagai masyarakat yang
dapat menerima dengan mudah peradaban-peradaban baru yang akan dijadikan
sebagai dasar dalam membangun tata masyarakat yang maju. Hal ini dibuktikan
dengan mudahnya masyarakat Indonesia menerima peradaban-peradaban besar dunia,
baik yang berasal dari Cina, India, maupun Arab dan sekaligus memeluk agama yang
diajarkan, seperti Hindu, Budha, Tao maupun Islam yang menjadi salah satu komponen
penting tradisi bangsa Indonesia. Masyarakat Indonesia yang memiliki hubungan luas
dengan bangsa-bangsa besar telah menjadikannya sebagai sebuah masyarakat yang
dinamis dan kreatif serta berbudaya tinggi, dibuktikan dengan kemampuannya
membangun peradaban-peradaban besar, salah satunya adalah candi Borobudur yang
merupakan salah satu keajaiban dunia. Dengan semangat ajaran agama-agama besar,
seperti Islam, agama mayoritas yang rasional, universal dan sempurna, menjadikan
bangsa Indonesia sebagai salah satu bagian dari pelopor perkembangan peradaban baru
Islam yang berpusat di Bagdad yang telah merubah corak dan tradisi bangsa Indonesia

16
yang paganis, animis, feodalis, menjadi sebuah bangsa yang rasional, maju dan
mencintai peradaban.
Sebelum penjajah Barat menguasai Indonesia, bangsa Indonesia merupakah salah
satu identitas budaya dan peradaban yang diakui eksistensinya oleh dunia. Peninggalan
sejarah seperti arsitektur kuno, maupun manuskrip yang bernilai tinggi seumpama
Negara Kertagama adalah bukti keunggulam peradaban bangsa Indonesia namun
kehadiran penjajah Barat telah menghancurkan budaya, peradaban dan tradisi yang
telah dibangun, terutama dengan melemahkan dan mengadu domba sentra-sentra
kekuatan Islam di Jawa sehingga mudah dipecah belah dan dikuasai sebagai strategi
licik kaum imprialis. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kaum Imprialis
dengan segala keserakahan, kesombongan dan misi terselubungnyalah yang telah
memporakporandakan peradaban dan tradisi yang telah berurat berakar dengan
tatanan masyarakatnya yang khas, menjadi sebuah masyarakat yang tertindas,
terbelakang serta terkoyak-koyak dalam klas-klas, klas penindas yang diwakili perjajah
dan antek-anteknya dan klas tertindas yang diwakili kaum pribumi dan para
penentangnya. Perjuangan-perjuangan herois putra-putra terbaik bangsa seperti
Pangeran Dipenogoro, Imam Bonjol, Sultan Hassanuddin, Teuku Umar, Pattimura dan
lainnya dalam menentang penjajah telah memberikan kontribusi tersendiri terhadap
jiwa bangsa Indonesia yang anti terhadap segala bentuk penjajahan ataupun penindasan
bagaimanapun bentuk dan namanya.
Kebesaran sejarah dan tradisi bangsa Indonesia yang 90 % beragama Islam selalu
mengundang optimisme para pemimpin dunia Islam yang mencita-citakan kebangkitan
Islam. Diantara mereka adalah Malek ben Nabi, salah seorang pemikir besar Islam dari
Aljazair, setelah mengadakan penelitian dan perjalanan panjang ke berbagai pelosok
dunia Islam menyatakan dengan sadar, “setelah berakhirnya perang dunia kedua, pusat
peradaban dunia Islam akan berpindah dari Mekah, Bagdad ataupun Mesir ke Jakarta”.
Pernyataan Malek ben Nabi ini diperkuat oleh para pemikir Islam kontemporer seperti
Fazlur Rahman dan demikian pula seorang Futuris Barat, Alvin Toffler meramalkan hal
yang sama. Dalam buku Ummah Melayu Kuasa Baru Dunia Abad 21 yang diterbitkan di
Malaysia, penulis menganalisis pendapat ini dan meyimpulkan dengan segala potensi
yang dimiliki, tidak mustahil Muslim Asia Tenggara yang berporos di Indonesia akan
menjadi penggerak kekuatan baru dunia Islam menggantikan peranan dunia Arab.
Pendapat ini mendapat dukungan luas para pemikir Islam di Malaysia seperti Prof.
Mohammad Kamal Hasan, Prof. Wan Moh. Noor Wan Daud, Prof. Siddiq Fadhil, Prof.
Siddik Baba dan lainnya. Potensi-potensi yang dimiliki bangsa Indonesia, yang
merupakan kaum muslimin terbesar di dunia, telah dijadikan sebagai sandaran harapan
dunia Islam yang akan menyongsong kebangitan kembali Islam di masa depan sebagai
kekuatan baru yang akan menegakkan tata dunia yang adil, makmur, aman dan damai
yang mencerminkan doktrin Islam rahmat bagi sekalian alam..
Setiap bangsa di dunia didirikan dengan tujuan-tujuan luhur yang menyertainya,
demikian pula dengan bangsa Indonesia yang didirikan dengan tujuan mengantarkan
komponen masyarakatnya menuju sebuah tata masyarakat yang berketuhanan, menjadi

17
manusia adil dan beradab, bersatu, bermusyarah dan mendapatkan keadilan sosial
sebagaimana yang tercantum dalam mukaddimah Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia. Tujuan luhur ini didasari atas kesadaran para pendiri bangsa akan
dinamika sejarah bangsa Indonesia yang penuh dengan tradisi dan warisan berharga
yang dijadikan sebagai dasar dalam membangun sebuah bangsa Indonesia yang
merdeka, maju, adil makmur serta memiliki kekuatan spiritual yang kukuh. Walaupun
dipenuhi dengan perdebatan-perdebatan dari berbagai komponen anak bangsa,
akhirnya dengan sikap toleransi, Indonesia merdeka tegak atas dasar Pancasila dan
UUD 45. Diharapkan dengan dasar berbangsa dan bernegara yang kompromistis ini,
bangsa Indonesia dapat menjadi sebuah bangsa yang besar, maju dan berperadaban
yang mampu mengangkat harkat dan martabat rakyatnya.
Dalam perjalanannya mencapai cita-cita luhur tersebut, bangsa Indonesia
dihadapkan dengan berbagai tantangan dan rintangan, baik dari dalam maupun luar.
Dari luar bangsa Indonesia menghadapi para agresor Imprialis Barat yang ingin
menjajah kembali bangsa Indonesia yang telah menyatakan kemerdekaannya sehingga
terjadi perang-perang heroik yang akhirnya dapat mempertahankan eksisitensi Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Demikian pula bangsa Indonesia yang terdiri dari
berbagai suku, agama, ras dan adat (SARA) yang berbeda satu dengan lainnya,
seringkali dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan internal yang menjadi
hambatan serius dalam membina persatuan dan kesatuan bangsa. Sepanjang sejarahnya
sejak kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mengalami konflik-konflik yang bernuansa
SARA seperti pertentangan antar suku dan agama, dan sampai sekarang tetap menjadi
pemicu kerusuhan yang serius dan sekaligus dijadikan alasan beberapa provinsi untuk
merdeka dan mendirikan negara sendiri sebagaimana yang terjadi di Jawa Barat, Aceh,
Kepulauan Riau, Makkassar, Ambon dan Papua. Keadaan ini diperburuk oleh sistem
pemerintahan yang menyimpang, baik demokrasi terpimpin Soekarno atau demokrasi-
militer Soeharto, yang telah menghambat bangsa Indonesia menuju cita-citanya
luhurnya membangun masyarakat yang adil makmur dan meninggalkan trauma-
trauma besar seperti kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, pengangguran dan
krisis-krisis lainnya.
Setelah lebih 60 tahun merdeka, setelah mengalami 5 kali pergantian penguasa,
kini bangsa Indonesia dihadapkan kepada permasalahan yang sangat kompleks dan
dramatis. Hampir semua komponen anak bangsa, baik kalangan ulama, intelektual,
profesional, mahasiswa sampai para jendral, kini menyaksikan sendiri keadaan
bangsanya dengan penuh rasa takut, cemas, khawatir bahkan frustasi. Bagaimana tidak,
bangsa besar yang terdiri dari ribuan pulau, ratusan suku dan dengan jumlah penduduk
no 4 terbesar di dunia yang dibangun dengan susuh payah penuh pengorbanan besar
para pahlawan, kini seakan sedang diambang kehancuran dan perpecahan setelah lebih
60 tahun merdeka. Ironisnya, di saat-saat bangsa-bangsa lainnya sedang menikmati
hasil pembangunan dan modernisasi yang dilakukan terdahulu, namun kini bangsa
Indonesia terjabak dalam problem-problem fundamental seperti kemiskinan,
pengangguran, kebodohan, ketidakadilan dan lainnya yang tak kunjung berakhir, yang

18
pada akhirnya menambah penderitaan demi penderitaan rakyat. Para pemimpin
bangsa, ulama, politisi, cendekiawan, ekonom dan para pakar lainnya seperti sudah
tidak mampu dan kehabisan daya dalam menyelesaikan krisis demi krisis yang sedang
di alami bangsanya, sehingga mereka hanya menjadi pengkritik-pengkritik reaksioner
kepada pemerintah berkuasa tanpa memberikan sebuah solusi pemecahan terhadap
permasalahan yang dihadapi. Sepanjang sejarahnya, baru kali inilah bangsa Indonesia
mengalami keadaan yang sedemikian parah dan kompleksnya, yang memerlukan
penanganan serius dari mereka yang ikhlas, bertanggungjawab, memiliki kredibilitas
dan akuntibilitas serta dipercaya rakyat.
Tidak diragukan bahwa krisis multi dimensi bangsa Indonesia yang dialaminya
saat ini tidak lain akibat dari akumulasi krisis demi krisis yang dialaminya sejak zaman
pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru selama lebih 50 tahun terakhir. Kebijakan-
kebijakan pemerintah terdahulu selama 50 tahun yang mengambil bentuk pemerintahan
demokrasi terpimpin model Orde Lama ataupun demokrasi diktator-militer model Orde
Baru telah melakhirkan tata masyarakat bangsa Indonesia yang rapuh dan lemah secara
fundamental, baik kekuatan sosial, budaya, politik maupun ekonominya. Pemerintahan
terdahulu, terutama pemerintahan rezim Soeharto yang menerapkan kebijakan diktator
birokrasi ala feodalisme Jawa kuno telah memporak porandakan tatanan masyarakat
Indonesia menjadi masyarakat yang tunduk menyerah kalah kepada kekuatan struktur
pemerintahan yang sangat dominan yang telah menjadikan mereka tidak lebih sebagai
masyarakat klas budak yang tidak berdaya. Masyarakat yang tunduk patuh kepada
apapun kebijakan yang dikehendaki pemerintah tanpa kritik apalagi perlawanan akibat
dikebirinya lembaga-lembaga masyarakat. Sistem politik direkayasa sedemikian rupa
dengan dibentuknya partai-partai yang pada hakikatnya partai yang mendukung
kebijakan para penguasa, sebagai sistem demokrasi feodalis. Setiap kritik dihadapkan
dengan pembungkaman dan setiap perlawanan dihadapkan dengan laras senjata yang
telah menimbulkan peristiwa berdarah seperti Tanjung Priok maupun Lampung. Dilain
fihak rezim penguasa telah menyuburkan berkembangnya kelompok-kelompok
konglomerat yang berafiliasi dengan orang-orang di lingkaran kekuasaan yang telah
meruntuhkan sistem perekonomian bangsa sekaligus mengantarkan Indonesia menuju
kebangkrutan yang mewariskan hutang luar negeri yang sangat besar jumlahnya
kepada rakyat. Teror, penculikan, penganiayaan, ketidakadilan bahkan pembunuhan
menjadi hal yang lumrah dan cara efektif dalam mempertahankan kekuasaan. Akhirnya
bangsa Indonesia terjebak dalam lingkaran setan dan mengalami krisis demi krisis yang
mengancam eksistensinya.
Keadaan bangsa yang tengah dilanda krisis multi dimensi ini mendapat
perhatian kalangan kampus, baik para dosen maupun mahasiswa, yang berani menjadi
garda terdepan dalam mengkritik kepemimpinan Soeharto yang sudah melampaui
batas. Keberanian mereka yang disimbolkan oleh monuver politik Amien Rais,
digelarnya wacana-wacana intelektual dan gerakan demontrasi mahasiswa yang
meminta Soeharto mundur telah melakhirkan gerakan reformasi yang mendapat
dukungan berbagai komponen bangsa Indonesia yang sudah muak dengan kebijakan-

19
kebijakan sumbang rezim Orde Baru. Gerakan reformasi seperti gumpalan salju yang
semakin hari membesar dan mendapat dukungan masyarakat luas, yang pada akhirnya
menimbulkan kerusuhan, penangkapan, penculikan dan pembunuhan para aktivis.
Gerakan reformasi akhirnya berhasil memaksa presiden Soeharto turun dari tahtanya
setelah lebih 32 tahun berkuasa dengan segala bentuk krisis yang diwariskannya.

Bom Waktu Rezim Orde Baru


Pada hari kamis tanggal 21 Mei 1998 Soeharto menyatakan diri berhenti sebagai
Presiden Republik Indonesia setelah lebih 32 tahun berkuasa dengan segala prestasi
pembangunan maupun kezaliman dan kejahatannya terhadap bangsa Indonesia.
Tumbangnya Soeharto beserta rezim Orde Baru tidak lain berkat kegigihan dan
pengorbanan besar para pejuang reformasi yang terdiri dari berbagai komponen anak
bangsa, baik dari unsur ulama, intelektual, mahasiswa, profesional dan lainnya, yang
memaksa Soeharto mundur dengan berbagai bentuk gerakan dan demo sejak beberapa
tahun lalu. Rezim diktator yang ditopang oleh berbagai unsur kekuatan, baik kekuatan
politik di MPR/DPR, kekuatan militer, kekuatan sosial-ekonomi, kekuatan massa
pendukung dan lainnya, akhirnya tumbang dengan tragis. Para tiran dan diktator akan
jatuh tersungkur jika sudah tiba saatnya, tidak peduli bagaimanapun besarnya kekuatan
dan kekuasaan yang dimilikinya jika kejahatan dan kezaliman yang dilakukannya
terhadap rakyat lemah telah melampau batas. Demikian pula dengan Soeharto yang
telah mencengkram bangsa Indonesia dengan kekuasaan diktator-otoriternya, toh
akhirnya tumbang jua berkat perjuangan para kaum tertindas yang menggerakkan
reformasi menuntut hak-hak mereka sebagai pemilik sah bangsa.
Gerakan reformasi yang telah menumbangkan Soeharto hakikatnya bukan
hanya sebuah gerakan sporadis para mahasiswa dekade 98an saja, namun gerakan
reformasi ini adalah gerakan simultan kelanjutan dari estafet perjuangan yang simultan
putra-putra terbaik bangsa Indonesia sejak Soeharto menjadi Presiden dan melakukan
kezaliman demi kezaliman terhadap rakyat yang memberikannya amanah. Gerakan ini
dimulai dengan gerakan-gerakan politik kaum modernis maupun fundamentalis
Muslim yang disingkirkan Soeharto dalam arena politik praktis yang diikuti dengan
gerakan-gerakan yang sifatnya kultural, sosial maupun gerakan sporadis radikal.
Sepanjang sejarah pemerintahan Soeharto, kelompok-kelompok Muslim radikal tampil
dengan gagah perkasa silih berganti menentang secara terbuka dan konfrontatif segala
bentuk kezaliman dan kekezaman rezim terhadap bangsa Indonesia yang telah
menimbulkan gerakan yang dinamakan pemerintah dengan berbagai merek seperti
Gerakan Komando Jihad, Teror Warman, Kasus Imron, sampai Kasus Tanjung Priok
dan Tragedi Lampung. Demikian pula kelompok modernis Muslim telah berjuang dari
dalam sistem menentang kebijakan anti Islam rezim Soeharto dengan pendekatannya
yang bersifat politis-akomodatif dan kultural yang puncaknya telah melakhirkan ICMI
yang menjadi salah satu kekuatan penentu dalam penumbangan Soeharto. Perjuangan
para reformis yang tampil silih berganti dari berbagai aliran ideologi dengan segala
suka dan dukanya maupun dengan segala bentuk tantangan dan pengorbanan yang

20
diderita akhirnya membuahkan hasil dengan maraknya tuntutan agar Soeharto lengser
dari kursi Presiden sebagaimana yang dikenal dengan refomasi mei yang telah
mengakhiri kekuasaan rezim Orde Baru.
Banyak analisis yang menyatakan sebab-sebab tumbangnya rezim Soeharto, baik
akibat krisis ekonomi sampai krisis sosial-politik ataupun penghianatan orang
kepercayaannya atau ada yang menyatakannya karena terlalu dekat dengan kelompok
Islam (ICMI) dan lainnya. Namun satu hal yang tidak dapat dinafikan bahwa sebab
utama Soeharto tumbang adalah akibat terlalu lamanya berkuasa dan melakukan
kezaliman terhadap bangsa Indonesia yang telah menindas, mengeksploitasi,
menangkap, memenjarakan bahkan membunuh mereka yang menghendaki kebebasan,
keterbukaan dan keadilan. Para diktator sejak dahulu kala, jika sudah melampaui batas
kezalimannya, maka tinggal menunggu waktu kejatuhannya yang pasti akan
menghinadinakannya seperti yang menimpa Soeharto saat ini. Orang yang dahulunya
paling kuat dan paling berkuasa serta disanjung-sanjung setinggi langit dan amat
ditakuti siapapun di republik ini kini menjadi bulan-bulanan rakyatnya sendiri, bahkan
akibat perbuatannya yang terlalu zalim dan biadab kini Soeharto menanggung
penderitaan luar biasa. Dia mendapatkan dirinya sebagai tahanan rakyat yang tidak
dapat bebas bepergian, karena takut akan dicelakai orang yang pernah dizaliminya.
Pengadilan terhadap kejahatan Soeharto beserta kroni-kroninya tetap menjadi tuntutan
para reformis dan harus tetap dijalankan agar tidak terulang lagi kejahatan pemerintah
terhadap rakyat yang dipimpinnya.
Kesalahan Soeharto memang terlalu banyak dan terlalu besar jika dirinci satu
persatu terhadap bangsa Indonesia. Terlepas dari prestasi pembangunan yang
dilakukannya, Soeharto pada hakikatnya bertanggung jawab mengantarkan bangsa
Indonesia kepada lembah kehancuran. Kebijakan-kebijakannya telah menjadikan bangsa
Indonesia yang mayoritas muslim ini mendapat azab dan bencana yang tak kunjung
selesai, bahkan telah mewariskan permasalahan yang sangat kompleks dan mengerikan
yang pada akhirnya akan menghilangkan eksistensi Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Rezim Soeharto telah meninggalkan hutang yang luar biasa besarnya kepada
bangsa Indonesia, sementara hutang tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang-
orang dekatnya. Demikian pula rezim ini telah mewariskan sistem kapitalisme-
kronisme yang telah menghisap sumber daya alam Indonesia secara semena-mena,
memberikan kesempatan dan fasilitas kepada para penghianat bangsa untuk
mengeksplotasinya dan yang pada akhirnya membawa kabur hartanya ke luar negeri.
Menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya idiologi yang menimbulkan berbagai krisis
sosial dan keyakinan. Yang lebih mengerikan rezim Soehato telah membangun sistem
politik yang diktator-militeris yang telah membungkam kebebasan dan keterbukaan
serta menangkap para aktivitis yang memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Dengan
kebijakan-kebijakannya, akhirnya tidak diragukan bahwa rezim Seoharto yang berkuasa
lebih 32 tahun telah mengantarkan bangsa Indonesia menuju jurang perpecahan dan
kehancuran serta kemurkaan Sang Pencipta. Dan kejatuhan Soeharto adalah sebuah
keniscayaan sejarah yang senantiasa akan berulang kepada para tiran.

21
Apakah rakyat Indonesia akan memaafkan dan melupakan kesalahan Soeharto,
setelah apa yang dilakukannya terhadap bangsa Indonesia dan khususnya kaum
Muslimin? Itu adalah hak mereka, jika mereka memberikan maaf kepadanya, bahkan
dia berkali-kali meminta maaf pada bangsa Indonesia agar memahami dan melupakan
kesalahan yang dilakukannya. Sebagai seorang muslim, memang Islam diajarkan untuk
memberi maaf kepada orang yang melakukan kesalahan, selama kesalahan itu bersifat
individual, menyangkut hubungan seorang dengan seorang. Namun bagaimana halnya
dengan kesalahan yang dilakukan Soeharto terhadap bangsa Indonesia yang kolektif,
dan bahkan telah menimbulkan dampak luar biasa terhadap bangsa Indonesia, terutama
hutang-hutang yang dipinjam atas nama negara, namun dikorupsinya dan diberikan
kepada segelintir kroni-kroninya. Demikian pula dengan kebijakannya yang telah
memberikan konsesi sumber daya alam, sumber daya ekonomi kepada para penghianat
bangsa yang telah meminjam dana luar negeri atas nama rakyat, menghimpun dana
masyarakatdan membawanya kabur ke luar negeri. Maka sebagai seorang Pemimpin
dan Penguasa, Soeharto harus mempertanggungjawabkan kebijakannya kepada bangsa
Indonesia, dia harus diadili oleh pengadilan yang independen, jika memang dia terbukti
bersalah harus dihukum.
Namun upaya-upaya yang dilakukan masyarakat untuk membawa kasus
Soeharto ke pengadilan tidak pernah berhasil dari sejak pemerintahan Habibie sampai
saat ini. Sebagai mantan Presiden yang memiliki kekuasaan mutlak, tentu Soeharto
memiliki jaringan kuat yang tidak mudah dikalahkan, apalagi pengadilannya akan
melibatkan orang banyak, sebanyak pejabat-pejabat korup semasa Orde Baru, sepanjang
32 tahun. Pada saat ini, Soeharto boleh saja menghindar dari pengadilan dunia, tapi
ingat, ada pengadilan Yang Maha Adil kelak, yang akan membuka semua kedok dan
tidak mampu diinterfensi oleh kekuatan apapun dan siapapun, yaitu Pengadilan Allah
yang keadilan padanya tidak ada keraguan sedikitpun. Jika memang Soeharto tidak
mau diadili di dunia, membersihkan kesalahannya di dunia, maka berarti dia sudah
siap untuk menghadapi dakwaan di Mahkamah Allah SWT. Karena seorang Muslim
yang tidak mau perkaranya di gelar di dunia, berarti dia akan membawanya kepada
pengadilan akhirat yang azabnya maha dahsyat.
Ada sebagian yang menganggap Soeharto tidak perlu dipermasalahkan lagi
karena dia telah bertobat, dan orang yang bertobat akan diampuni dosa-dosanya oleh
Allah SWT. Namun permasalahannya apakah pertobatan Soeharto pasti diterima Allah?
Itulah pertanyaan yang harus dijawab. Menurut ajaran Islam, pertobatan seseorang
akan dapat diterima Allah SWT, apabila dia telah tobat nasuha, artinya tobat yang betul-
betul menyesali semua dosa yang telah dilakukannya selama ini, kemudian dia
berusahauntuk ishlah, yaitu membangun amal soleh di atas dosa-dosa masa lalunya.
Dan Allah SWT adalah Maha Pengampun dan akan mengampuni semua kesalahan
hamba-hamba-Nya, sebesar apapun kesalahan itu. Namun dosa yang dilakukan
Soeharto bukan hanya dosa kepada Allah saja, namun yang terbesar adalah dosa-
dosanya kepada bangsa Indonesia yang telah mengakibatkan kehancuran bangsa,
kerusakan generasi muda, hilangnya hak-hak rakyat sampai kepada pembunuhan-

22
pembunuhan sadis terhadap ulama dan umat Islam. Apakah semua bangsa Indonesia,
terutama yang telah disakitinya memaafkannya, apakah semua harta benda milik
bangsa yang dikorupsinya telah dikembalikan kepada mereka yang berhak, dan apakah
keluarga orang-orang yang dibunuhnya memaafkannya?
Sebelum semua itu dilakukan, maka mustahil Soeharto akan mendapat
pengampunan Allah SWT, sebelum dosa-dosa yang dilakukannya kepada bangsanya
dimaafkan oleh mereka yang dianiaya. Muhammad Rasulullah saw, manusia teragung
sepanjang zaman, yang paling berkorban, yang tidak pernah menyakiti dan menzalimi
orang, pemimpin dan hakim yang paling adil, yang akhlaqnya tiada bandingnya, dan
segala keutamaan dan keagungan yang tidak dapat diperinci, apakah yang beliau
lakukan ketika menjelang ajalnya? Manusia agung ini, dengan penuh kerendahan
meminta keikhlasan dan kemaafan dari pengikut dan rakyat yang dipimpinnya,
padahal tidak ada satu kesalahanpun yang diperbuatnya, tidak ada satu senpun uang
rakyat yang dimakannya, tidak ada satu rakyatpun yang dizaliminya, tidak ada
seorangpun yang dilukainya. Namun karena sadar akan Mahkamah Allah Yang Maha
Adil, Muhammad saw meminta keridhoaan dan kemaafan di dunia, agar semua
kesalahan selesai di dunia.
Jika Soeharto ingin selamat di akhirat, dia harus mencontohi apa yang dilakukan
manusia agung seperti Rasulullah saw. Soeharto akan bersedia dan rela diadili di dunia,
mengembalikan semua harta rakyat yang didapatnya dan keluarganya secara zalim,
meminta maaf kepada orang atau keluarga orang-orang yang pernah disakitinya, baik
secara langsung atau tidak, meminta maaf secara terbuka kepada bangsa Indonesia dan
generasi mudanya atas kebijakannya yang telah menyengsarakan. Kemudian Soeharto
bertobat dan beramal sholeh sebanyak-banyaknya agar Allah SWT meridhoi dan
mengampuninya, sebagaimana yang dilakukan oleh para shohabat yang bertobat dan
menjadi pejuang utama Islam seperti Khalid bin Walid. Soeharto masih punya kekuatan
dan kesempatan untuk mengantarkan bangsa Indonesia menjadi lebih baik, sebagai
amal sholehnya sebelum menghadap yang Maha Adil sebagai muslim yang khusnul
khotimah.

Dilemma Pemerintahan Transisi Habibie


Bersamaan dengan kejatuhan Soeharto, Habibie sebagai Wakil Presiden
langsung dilantik menjadi Presiden sesuai dengan UUD 45 pasal 8, walaupun penuh
dengan kontraversi. Habibie sendiri adalah seorang demokrat muslim yang mendapat
dukungan luas dari kalangan Islam dan dengan ketulusan serta kecerdasannya
diharapkan mampu mengatasi permasalahan komplek yang dihadapi bangsa Indonesia
pasca pemerintahan Soeharto. Dengan kekuasaan yang diberikan Habibie telah
membentuk “Kabinet Reformasi Pembangunan” yang juga dianggotai oleh beberapa
komponen gerakan reformasi dan para menteri mantan Orde Baru. Habibiepun diberi
tugas sebagai “Pemerintahan Transisi” yang akan mengantarkan kepada pemilu yang
jujur dan adil.

23
Habibie menjalankan tugasnya dengan berbagai bentuk dilema dan hambatan,
diantaranya yang terbesar adalah kesan dirinya sebagai murid kesayangan Soeharto,
yang dapat diartikan bahwa pemerintahan yang dipimpinnya sebagai kelanjutan dari
pemerintahan Orde Baru Soeharto sebagaimana dituduhkan lawan-lawan politiknya.
Walaupun Habibie telah mengangkat beberapa tokoh anti Soeharto seperti Adi Sasono,
yang juga anti konglomerat, menjalankan ekonomi kerakyatan yang berfihak kepada
rakyat, menegakkan sendi-sendi demokratisasi, menyelesaikan beberapa undang-
undang dan peraturan pemerintah,, termasuk menghapuskan azas tunggal Pancasila
serta diberikannya peluang sebebas-bebasnya kepada pers namun pemerintahannya
tetap menimbulkan kecurigaan dan antipati lawan-lawan politiknya.
Pemerintahan Habibie yang berusia kurang 1½ tahun telah mengantarkan dan
memberikan kebebasan kepada bangsa Indonesia untuk menyampaikan aspirasinya
menurut keyakinannya masing-masing. Demoktratisasi, kebebasan dan keterbukaan
yang digerakkan pemerintahan Habibie telah berhasil menumbuhkan dinamika sosial
politik bangsa Indonesia yang beku selama ini dengan munculnya berbagai bentuk
partai politik dengan idiologinya masing-masing sebagai simbol kebebasan dan
demokratisasi. Dan tidak diragukan lagi prestasi terbesar pemerintahan Habibie,
disamping prestasi-prestasi lainnya seperti menstabilkan nilai rupiah, program ekonomi
kerakyatan, kebebasan media, restrukturisasi ABRI dan lainnya, adalah keberhasilannya
mengadakan pemilu yang jujur dan adil yang telah membentuk MPR/DPR legitimet
yang mewakili aspirasi bangsa Indonesia. Demikian pula sikap gentelmen Habibie yang
mengundurkan diri dari pencalonan sebagai Presiden akibat ditolaknya
pertanggungjawabannya dipuji sebagai sikap ksatria seorang demokrat sejati. Namun
kegagalan terbesar Habibie adalah ketidakberaniannya menghukum kejahatan Soeharto
yang menjadi tuntutan reformasi, menghukum para pelanggar HAM, pemberantasan
KKN dan pemulihan ekonomi secara makro dan beberapa kasus yang melibatkan ABRI
maupun konglomerat lainnya.
Walaupun pemerintahan Habibie hanya berusia pendek dengan segala
kekurangannya, namun harus diakui telah memberikan sumbangan terbaik dalam
meletakkan fondasi bagi terbentuknya sebuah negara-bangsa modern yang demokratis.
Karena dukungan infrastruktur aparat birokrasi yang lemah akibat terlalu lamanya
mereka hidup dalam birokrasi Orde Baru yang korup, menjadikan pemerintahan
Habibie gagap dalam melaksanakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa
sebagaimana dicita-citakan gerakan reformasi. Demikian pula, sebagaimana dikatakan
Nurcholis Madjid, kepanikan orang-orang Habibie terhadap kekuatan politik baru
koalisi PDI-P dan PKB mendorong mereka melakukan “politik uang” untuk
mempertahankan kekuasaan yang kemudian menimbulkan kasus Bank Bali yang
kontraversial. Disamping itu kegigihan musuh-musuh politik Habibie yang berhasil
mencitrakannya sebagai murid dan anak rezim Soeharto menjadikan pemerintahannya
terpojok sebagai pemerintahan transisi yang belum mendapat mandat dari reformasi.
Setidaknya, dalam waktu singkat Habibie telah menunjukkan beberapa hal positif yang
patut dicontohi oleh para pemimpin negara sesudahnya, terutama keterbukaannya dan

24
keinginannya menegakkan demokrasi secara konsekwen. Habibie mundur sebagai
seorang ksatria politik yang akan dihormati oleh kawan ataupun lawannya.

Pemerintahan Kontraversial Gus Dur


Ketegangan kubu Habibie dan Megawati dalam memperebutkan kursi Presiden
RI, akhirnya dimenangkan oleh tokoh alternatif Abdurrahman Wahid, tokoh dan
deklarator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dimiliki warga Nahdatul Ulama
(NU). Abdurrahman Wahid yang terpilih sebagai Presiden atas dukungan Poros Tengah
yang digalang Amien Rais diharapkan mampu mengantarkan bangsa Indonesia menuju
tata Indonesia Baru yang dicita-citakan bangsa Indonesia, sebagai sebuah bangsa yang
berharkat, bermartabat, maju dan berperadaban. Namun pada kenyataannya, Gus Dur
adalah sosok kontraversial yang senantiasa menyulut polemik dan pertentangan
dikalangan elit politik dan rakyatnya. Sebagai salah seorang tokoh neo-modernis Islam,
ternyata sosok Gus Dur dianggap terlalu sering menyudutkan umat Islam yang
mayoritas dan memihak kepentingan minoritas sebagaimana yang dilakukannya selama
ini. Kontraversi demi kontraversi yang menimpa pemerintahan Gus Dur, terutama
pemecatan Hamzah Haz (PPP), Yusuf Kalla (GOLKAR) dan Laksamana Sukardi (PDI-
P), kasus Bulog, kasus Brunei, penanganan konflik-konflik SARA, penanganan
pemulihan ekonomi yang tidak jelas, kegemarannya keliling dunia, mengeluarkan
pernyataan-pernyataan kontravesial sampai tuduhan KKN dan penyimpangan moral
dan lainnya telah mengurangkan kredibilitasnya sebagai pemimpin negara yang
dihormati. Demikian pula dimata kelompok Islam non NU, kredibilitas Gus Dur telah
mengundang reaksi keras dengan bermunculannya gerakan-gerakan radikal Islam yang
menentang kekuasaannya.
Walaupun karakter kontraversial Gus Dur telah membuat geram anggota
MPR/DPR, namun pada ST MPR Gus Dur diberi kesempatan untuk membuktikan
keseriusannya memimpin RI. Namun sekali lagi Gus Dur menimbulkan kontraversi
dengan mengangkat beberapa mentri yang bermasalah dan dipertanyakan
kredibilitasnya. Gus Dur tetaplah Gus Dur yang penuh dengan kontraversial. Dan
setelah lebih setahun pemerintahannya, ternyata Indonesia belum bangkit dari krisis
multi dimensi yang menerpanya, bahkan fakta menyatakan konflik demi konflik, baik
dikalangan elit dan awam semakin marak, Indonesia terancam bahaya disintegrasi, para
penjahat ekonomi dan politik tetap bebas gentayangan, bahkan diberikan fasilitas lagi
untuk mengulangi kerakusannya mengeksploitasi sumber daya Indonesia, keadaan
sosial semakin memprihatinkan dengan meningkatnya pengangguran, kasus amoral,
peningkatan kejahatan dan sejenisnya. Kebijakan-kebijakan tidak jelas dan tidak tearah
pemerintahan Gus Dur tidak diragukan akan menambah penderitaan demi penderitaan
yang telah menimpa masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah muslim. Semakin
lama Gus Dur dipertahankan menjadi Presiden, maka akan semakin menambah parah
dan kompleks permasalahan serta krisis multi dimensi yang dihadapi bangsa Indonesia.
Seperti dikatakan Adi Sasono, bahwa Gus Dur bukanlah tipe pemimpin yang tepat
untuk bangsa Indonesia saat ini. Karakter Gus Dus yang plin plan, cuekan serta

25
konsisten dalam ketidakkonsistenan akan mengantarkan bangsa ini menuju krisis multi
dimensi yang lebih besar dan lebih berbahaya lagi.
Gur Dur adalah sosok pemimpin yang terlalu percaya diri, sikap inilah yang
telah mendorongnya mengeluarkan dekrit presiden untuk membubarkan MPR sebagai
lembaga tertinggi negara akibat desakan-desakan yang diterimanya, terutama untuk
mengundurkan diri sebagai Presiden. Dan pada akhirnya kenekadan ini telah
menumbangkan dirinya sendiri. Gus Dur yang diharapkan sebagai pemimpin yang
akan menciptakan Indonesia Baru tumbang dengan tragis, terakhir dia muncul di
pelataran Istana Negara hanya dengan celana pendek, melambai-lambaikan tangan
kepada segelintir pendukung sosialisnya, sementara pengikutnya yang selama ini
berkoar untuk membelanya sampai titik darah penghabisan seperti hilang ditelan bumi.
Dengan semangat yang menggebu dan penuh antusiasme, MPR yang disimbolkan
Amien Rais mengetukkan palu mengangkat Megawati sebagai Presiden baru Republik
Indonesia. Amein yang selama ini getol menolak Mega, kini dengan dalih demi
keselamatan bangsa dan sebagai ijtihad terakhirnya memberanikan diri mendukung
Megawati sebagai Presiden menggantikan Abdurrahman Wahid.

Kegamangan Pemerintahan Megawati


Megawati, anak proklamator dan presiden pertama RI Soekarno adalah tokoh
yang terpilih diatas dukungan kelompok nasionalis, kaum abangan dan kristen yang
bergabung dalam PDI-P, sementara ada penolakan kuat dari kalangan Islam.
Pengangkatan Megawati sebagai Presiden atas dukungan minoritas ini menjadikannya
lemah secara politik apalagi dia tidak memiliki kharisma kepemimpinan sebagaimana
bapaknya, sementara kepribadiannya agak pendiam dan tertutup, PDI-P hanya
menguasai 35 % suara di DPR. Tanpa dukungan dari kalangan Golkar, PPP dan
Reformasi, Megawati akan mengalami kesulitan. Kesulitan ini kelihatan ketika ia
menyusun kabinet gotong royang yang bertele-tele akibat tekanan para pendukungnya
dan besarnya politik kepentingan partai politik pendukungnya. Akhirnya sebagaimana
diperkirakan pemerintahan Megawati terjebak dalam kegamangan demi kegamangan
yang tidak menyelesaikan permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia yang tengah
mengalami krisis multi dimensi. Pemerintahan sepertinya berdiam diri dengan
penderitaan yang dihadapi rakyat, bahkan harga BBM mengalami kenaikan yang diikuti
dengan naiknya harga barang dan kebutuhan pokok lainnya. Pemerintah sudah
dianggap kehilangan “sense of crysis”, bahkan para mentri sibuk mempersiapkan dana
partainya masing-masing dengan menggalang KKN baru. Lebih jauh Amien Rais yang
selama ini bersabar dan menunggu kebijakan Megawati, seperti hilang kesabaran dan
menyatakan telah terjadi pembusukan terstuktur pada pemerintahan Megawati.
Mendapat kritikan demi kritikan, Megawati kemudian menantang para
pengkritiknya agar mengajukan sebuah konsep untuk menyelesaikan krisis multi
dimensi bangsa Indonesia saat ini. Namun sejauh ini, para pengkritiknya, terutama dari
kalangan nasionalis seperti INDEMO misalnya belum memberikan konsep jelas, dan
yakin permasalahan bangsa akan selesai dengan tumbangnya Megawati. Demikian pula

26
dari kalangan Islam sendiri, selain menuntut ditegakkan Syari’at Islam, belum
mengajukan konsep real tentang perbaikan bangsa dan negara. Tuntutan demi tuntutan
serta kritikan yang ditujukan pada pemerintahan Megawati akhirnya menambah
permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia. Namun sejauh ini, Megawati dengan
gaya khasnya tetap diam dan gamang dalam menyelesaikan permasalahan bangsa,
dimana hal ini jelas akan menimbulkan permasalahan baru yang lebih serius
sebagaimana yang kelihatan, seperti naiknya harga BBM dan kebutuhan pokok lainnya.
Bahkan keadaan ini dapat dimanfaatkan oleh kekuatan lama yang ingin berkuasa
kembali terutama dari kalangan militer dengan alasan sipil tidak mampu menyelesaikan
krisis multi dimensi bangsa.
Jika pemerintahan Megawati tidak mengambil langkah-langkah yang strategis
dan fundamental dalam menyelesaikan krisis multi dimensi bangsa Indonesia, maka dia
tidak akan dapat bertahan lama. Apalagi kharismanya mulai dipertanyakan, terutama
ketika negara-negara luar, bahkan negara kecil seperti Singapura, berani menuduh
Indonesia sebagai gudang teroris yang dianggap sebagai pelecehan terhadap kedaulatan
dan martabat bangsa Indonesia. Demikian pula kelemahannya dalam mengadili para
pelaku KKN, pelanggaran HAM dan lainnya telah menimbulkan frustasi para
penggerak reformasi. Hal ini berarti Megawati telah mengecewakan banyak fihak, yang
berarti bertambah banyaknya musuh politik yang harus dihadapi. Apalagi ketika kasus
penangkapan Akbar Tanjung, GOLKAR mulai mengancam pemerintahan Mega yang
mulai lemah dn kehilangan dukungan rakyat.
Di tengah kegamangannya, pemerintahan Megawati telah berhasil membangun
infrastruktur demokrasi yang diharapkan mampu membangun tata indonesia baru yang
di cita-citakan. Pemerintahan Megawati telah menyelesaikan Undang-Undang
Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden yang dipilih rakyat secara langsung serta
berhasil membentuk lembaga yang akan menjadi panitia pemilihan umum, Komisi
Pemilihan Umum (KPU) dari kalangan independen non partisan. Namun demikian,
akibat diberikannya keleluasaan yang besar kepada Kepolisian RI, telah menjadikan
lembaga ini sebagai badan "super body" yang dapat menangkap siapa saja yang
dicurigai, telah menimbulkan kekecewaan kepada umat Islam yang selalu dikambing
hitamkan sebagai teroris. Kelemahan pemerintahan Megawati telah dimanfaatkan oleh
musuh-musuh Islam untuk mendiskreditkan dan menangkap para ulama yang dituduh
sebagai biang teroris, seperti yang menimpa Ustazd Abu Bakar Ba'asyir.
Demikian pula kebijakan ekonomi yang tidak jelas telah dimanfaatkan oleh
agen-agen konglomerat hitam untuk membebaskan mereka dari kewajibannya terhadap
negara, bahkan kebijakan Menteri BUMN, Laksamana Sukardi yang seenaknya
mengobral perusahaan-perusahaan milik negara dengan harga murah kepada pihak
asing, seperti kasus penjualan Indosat kepada Singapura, telah menimbulkan
ketidakpuasaan masyarakat. Karena jelas ada indikasi KKN yang merugikan negara,
sekaligus memberikan kesempatan kepada pihak asing untuk mengontrol aset vital
negara, seperti telekomunikasi. Tindakan suami Megawati, Taufik Kiemas, yang
berlebih-lebihan, baik dalam mengembangkan bisnis keluarganya ataupun

27
intervensinya kepada kebijakan politik negara, telah menambah sederetan kekecewaan
rakyat kepada pemerintahan Megawati, yang selalu menganggap dingin kritikan
kepadanya.
Karena kelemahan dan ketidakmampuan pemerintahannya menyelesaikan
masalah bangsa yang tengah diterpa krisis multi dimensi ini, kemudian Megawati mulai
mencari-cari kambing hitam atas kelemahannya sendiri. Dengan menuding kesalahan
pemerintahan sebelumnya yang telah membuat berbagai kebijakan yang salah,
kemudian dengan lantangnya Megawati mengatakan bahwa pemerintahannya saat ini
seperti keranjang sampah, tempat bermuaranya segala kesalahan masa lalu. Namun jika
Megawati sadar atas masalaha ini, kebijakan apakah yang telah dilakukannya untuk
merubah citra keranjang sampah pemerintahannya. Ternyata Megawatipun melakukan
hal-hal yang sama sebagaimana para pemerintah korup sebelumnya, bagaimana
pemerintahannya menjual aset-aset strategis bangsa dan mengkorupsinya. Tindakannya
menjual ini lebih jahat dari kebijakan Soeharto terdahulu.
Kegagalan demi kegagalan yang dilakukan pemerintahan Megawati telah
membuat frustasi para pendukungnya, termasuk Amien Rais yang mendukungnya.
Dengan lantang Amien menyatakan bahwa telah terjadi pembusukan terstruktur pada
pemerintahan Megawati sehingga melemahkan kinerjanya. Namun orang-orang seperti
Amien tetap bersabar, tidak ingin tergesa-gesa menjatuhkan Megawati di tengah jalan
yang akan membawa preseden buruk kepada sistem pemerintahan bangsa Indonesia.
Para penggerak reformasi dan demokrasi tetap bersabar untuk menggulingkan
Megawati pada pemilihan langsung Presiden yang akan di adakan pada pertengahan
2003. Pemerintahan Megawati bertambah lemah karena para anggota kabinetnya sibuk
mempersiapkan kemenangan partainya masing-masing dalam pemilihan umum yang
akan diselenggarakan. Dan puncak kegagalan Megawati mulai terlihat ketika partai
yang dipimpinnya, PDI-P, tidak lagi menjadi pemenang pemilu, karena suaranya
dibawah Golkar, hal ini menjadi indikasi menurunnya populitas dan dukungan
terhadap Megawati. Wong cilik yang menjadi pendukung setianya kini berpindah
dukungan kepada tokoh baru yang dianggap memiliki citra baru, Susilo Bambang
Yudhoyono dengan Partai Demokratnya yang mendapat suara diluar dugaan. Akhirnya
memang Megawati , walaupun telah mengambil tokoh NU Hasyim Muzadi sebagai
wakilnya, dapat dikalahkan oleh pasangan SBY dan Jusuf Kalla.

Pemerintahan SBY Diantara Bayang Jusuf Kalla dan Bencana Alam


Tampilnya pasangan SBY dan Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden yang
didukung oleh Partai Demokrat dan Partai Bulan Bintang memberikan alternatif pilihan
kepada bangsa Indonesia, terutama bagi kaum abangan dan nasionalis. Karena calon-
calon yang ada dianggap sebagai generasi tua, terutama Wiranto, Hamzah Haz ataupun
Megawati yang tah dianggap gagal. Sementara sosok Amien Rais, sang penggerak
reformasi yang vokal, blak-blakan dan terkadang arogan telah menimbulkan ketakutan
pada masyarakat abangan, tradisisonal ataupun wong cilik. Kehadiran SBY yang
lembut, memikat bahkan hansom, telah memberikan nilai lebih kepada citranya,

28
terutama kepada kaum ibu-ibu muda yang menggambarkannya sebagai presiden yang
macho. Sosok SBY memang menjadi idaman bagi bangsa Indonesia yang sedang
semrawut dan tidak tertata ini. Namun SBY ditolak oleh kalangan Islam modernis
ataupun fundametalis, terutama karena disekelilingnya penuh dengan tokoh-tokoh non
Islam yang tidak jelas warnannya. Itulah sebabnya Mudzakarah Ulama dan Habaib,
menolak SBY dan juga Megawati sebagai Presiden Indonesia.
Tim sukses SBY yang smart, didukung oleh kekuatan finansial Kalla dengan
jaringan bisnisnya, serta bantuan-bantuan khusus yang tidak jelas, telah berhasil
mengantarkan SBY sebagai pemenang dalam Pemilihan Umum Presiden secara
langsung, walaupun banyak yang menyuarakan golput ataupun independen.
Sementara umat Islam dihadapkan pada dua pilihan, apakah Megawati atau SBY, yang
akhirnya banyak memberikan dukungan kepada SBY. Demikian pula kemenangan SBY
didukung oleh banyaknya fihak yang kecewa terhadap kinerja pemerintahan Megawati,
sementara sebagaian besar rakyat, terutama kalangan klas menengah profesional
menghendaki perubahan, yang artinya mau tidak mau mereka akan memberikan
dukungan kepada SBY. Kemenangan SBY disambut baik oleh pendukung fanatknya,
terutama Amerika dan sekutunya yang dari awal memang menghendaki SBY sebagai
Presiden Indonesia, demikian pula pasar memberikan respon yang positif, termasuk
beberapa tokoh politik yang mendukung demokratisasi di Indonesia.
Terpilihnya SBY sebagai Presiden Indonesia atas dukungan langsung rakyat
telah memberikan harapan baru kepada bangsa Indonesia yang hampir putus asa
dengan masalah demi masalah yang menimpanya. Hambatan pertama yang dihadapi
SBY adalah kurangnya dukungan terhadap pemerintahannya di DPR/MPR, karena
Partai Demokrat, partai pendukunya hanya memiiki kursi minoritas. Dan kenyataannya
DPR yang dikuasai partai-partai besar seperti Golkar, PDI-P, PKB, PPP, PAN ataupun
PKS seperti menjadi ganjalan pertama buat SBY dalam menjalankan pemerintahan
selanjutnya. Banyak kebijakannya yang terhambat, bahkan ditentang DPR, seperti
dalam kasus pengangkatan Ryamizard sebagai Panglima TNI yang didukung DPR
ataupun kasus penolakan terhadap kenaikan harga BBM yang diusulkan pemerintah
SBY dan menimbulkan kericuhan di DPR. Demikian pula SBY telah membuat kesalahan
fatal dengan mengangkat beberapa tokoh partai menjadi anggota kabinetnya, yang
justru melemahkan dukungan kepadanya, seperti kasus pemecatan Alwi dan Saifullah
dari kepengurusan PKB, yang akhirnya menambah lemahnya dukungan partai
terhadap pemerintahan SBY. Kelemahan SBY ini terus dimanfaatkan oleh lawan-lawan
politiknya untuk membuat manuver-manuver politik yang tidak mustahil akan
melengserkan SBY sebagai Presiden sebelum habis masa jabatannya.
Kenaikan Jusuf Kalla sebagai ketua umum Partai Golkar, partai terbesar dan
pemenang pemilu, telah menimbulkan masalah tersendiri bagi SBY. Kalla tentu tidak
seperti dahulu yang pencalonannya sebagai Wapres mendampingi SBY tidak direstui
Golkar, tapi kini Kalla adalah orang nomor satu di partai terbesar yang memiliki
infrastruktur kuat di masyarakat serta berpengalaman panjang dalam arena politik
tanah air. Demikian pula Kalla adalah konglomerat yang memiliki jaringan bisnis sangat

29
luas dan berpengaruh. Keadaan Kalla yang dijuluki sebagai "super man" ini telah
membuat risih SBY dalam mengambil kebijakan tanpa melibatkan Kalla. Itulah
sebabnya masyarakat melihat adanya persaingan tersembunyi antara Presiden SBY
dengan Wapres Kalla sebagaimana yang seringkali dilansir media. Keadaan ini sangat
transparan dalam penanganan bencana tsunami yang melibatkan kompetisi orang-
orang SBY dan Kalla.
Program 100 hari pemerintahan SBY yang dicanangkannya ternyata tidak
mampu merumuskan kebijakan dan strategi unggul serta menyeluruh dalam
menyelesaikan permasalahan fundamental bangsa Indonesia. Bahkan dengan beraninya
ia mengambil kebijakan yang kontraversial dan tidak populer, menaikkan BBM tanpa
persetujuan DPR, kebijakan bahaya yang ditunda-tunda pendahulunya. Citra SBY di
mata masyarakat semakin terpuruk, sehingga dengan lantangnya dia mengatakan tidak
perduli dengan citranya dan tetap menaikkan BBM yang semakin menyengsarakan
masyarakat luas, yang diikuti dengan kenaikan harga-harga barang, yang pasti akan
menambah angka kemiskinan. Sumber daya dan kemampuan Pemerintah SBY yang
sudah lemah ini akhirnya bertambah lemah dengan datangnya bencana alam demi
bencana alam yang menimpa tanah air. Bencana alam, atau lebih tepat "peringatan
Tuhan" telah dikirim kepada bangsa Indonesia, berupa bencana gempa yang telah
menimpa Papua, NTT dan terakhir tentu bencana dahsyat gempa dan tsunami di Aceh
dan Sumut yang menimbulkan nestapa mendalam. Belum usai penderitaan di Aceh,
pemerintahan SBY disibukkan lagi dengan terjadinya tanah longsor di Bandung Jawa
Barat, dan terakhir Kepulauan Nias kembali digoncang gempa dahsyat berkekuatan 8,9
pada skala rechter yang telah menewaskan ratusan jiwa dan menimbulkan kerugian
besar.
Sepertinya SBY tidak dibiarkan tenang dalam memimpin bangsa Indonesia
menuju cita-cita mulia sebagai bangsa yang berharkat dan berdaulat. Ada apa
sebenarnya dengan pemerintahan SBY, kenapa di zaman pemerintahannya bangsa
Indonesia tertimpa musibah yang bertubi-tubi, bahkan bencana demi bencana datang
silih berganti. Jika dibandingkan dengen pemerintahan sebelumnya, dari zaman
Soekarno sampai sekarang, maka pada zaman pemerintahan SBY-lah terjadi bencana-
bencana terdahsyat yang membelalakkan, seperti apa yang terjadi di Aceh misalnya.
Bencana gempa dan tsunami yang terjadi di Aceh adalah bercana terdahsyat sejak 200
tahun lalu, dan bencana ini datang ketika SBY menjadi Presiden, apa hubungan antara
bencana dahsyat Aceh dengan SBY.
Bahwa sesungguhnya, apapun bencana yang menimpa manusia, pada
hakikatnya adalah datangnya dari Allah SWT, telah ditentukan oleh-Nya sebagaimana
dinyatakan al-Qur'an : "Tiada suatu bencana yang menimpa di bumi dan tidak pula pada
dirimu melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah" (al-Hadid : 22)
Bencana yang datang kepada manusia merupakan azab dan peringatan yang
diberikan Allah kepada mereka, sebagaimana diterangkan al-Qur'an : "Jikalau sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka

30
berkah dari langit dan dari bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Allah) itu, maka kami
siksa mereka disebabkan perbuatannya. Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman
dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau
apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di
waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? (al-A'raf : 96-98)
Demikian pula al-Qur'an menjelaskan bahwa apabila Allah SWT hendak
mengazab suatu bangsa, maka orang-orang mutrafin dan fasiqin akan diangkat menjadi
penguasa sehingga knkebodohannya dan kejahiliyahannya mereka akan membuat
kerusakan, terutama menolak perintah-perintah Allah, sebagaimana dinyatakan:
"Bilamana Kami hendak membinasakan sebuah negeri, Kami angkat orang-orang yang suka
berbuat kerusakan menjadi pemimpin, lalu mereka berbuat durhaka di dalam negerinya sehingga
negeri tersebut berhak mendapat azab, lalu Kami hancurkan negeri tersebut sehancur-
hancurnya". (al-Isra’ : 16)
Dengan demikian jelaslah, bahwa apa yang sedang terjadi di tanah air tercinta,
terutama datangnya bencana alam dahsyat yang bertubi-tubi adalah merupakan
peringatan keras dari Sang Maha Pencipta, ada sesuatu yang salah dalam bangsa ini
yang perlu disadari dan segera diluruskan. Seakan-akan Allah telah memberi isyarat
kepada bangsa Indonesia, pesan yang mendalam, khususnya dalam peristiwa bencana
yang menimpa Aceh yang di kenal dengan julukan "Serambi Mekah", wahai bangsa
Indonesia yang mayoritas mengaku Islam, sadarlah kalian sebelum datang lagi azab-Ku yang
maha dahsyat, jika Serambi Mekahpun dapat dihancurkan sedemikian rupa, maka apalagi
tempat-tempat lain.
Demikian pula, bencana-bencana dahsyat dan terdahyat yang terjadi silih
berganti seakan-akan memberikan isyarat ketidakridhoan Sang Penguasa alam atas
kepemimpinan SBY walaupun dia dipilih langsung oleh rakyat. Itulah sebabnya ketika
penulis sedang membantu masyarakat Aceh dalam relawan kemanusiaan, banyak
masyarakat Aceh yang berkesimpulan bahwa bangsa ini sedang diazab oleh Allah. Dan
tentunya orang yang paling bertanggung jawab terhadap penyimpangan bangsa ini
adalah Presiden. Dihadapan Allah, pemimpin adalah orang yang pertama sekali akan
diminta pertanggungjawabannya oleh Allah kelak tentang apa-apa yang telah
dilakukannya. Jika peringatan demi peringatan yang telah diberikan Allah dengan jelas
dan terang-terangan ini tidak juga menyadari bangsa Indonesia akan kesalahannya,
maka tidak diragukan Allah akan menghancurkan bangsa Indonesia sehancur-
hancurnya, sampai mereka mau kembali kepada ajaran-Nya.
Permasalahan demi permasalahan, baik dari internal ataupun eksternal
pemerintahannya, yang semakin hari semakin kompleks yang tengah dihadapi
pemerintahan SBY saat ini akan semakin melemahkan pemerintahannya di masa depan.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa anggota kabinetnya yang dianggap tidak profesional
dan sibuk dengan permasalahan yang dihadapinya sehingga tidak dapat berkonsentrasi
menjalankan tugasnya sebagai anggota kabinet membantu Presiden. Jika tidak ada
perubahan fundamental dan menyeluruh dalam pemerintahan SBY, terutama sistem
kontrol, manajemen, pendelegasian kekuasaan, wewenang, pemberantasan korupsi,

31
penegakan supermasi hukum, sampai pada kebijakan mikro dan makro yang pro pada
kepentingan rakyat luas, dan yang paling penting komitmennya melanjutkan agenda-
agenda reformasi, maka tidak diragukan bahwa ke depan pemerintahan SBY akan
bertambah lemah dan masyarakat akan hilang kepercayaan padanya. Akankah SBY
berakhir seperti Gus Dur yang diturunkan di tengah jalan? Waktulah yang
membuktikannya kalak.

Kebangkitan Generasi Baru Islam


Bersamaan dengan terjadinya konflik dan krisis multi dimensi bangsa Indonesia,
kini telah lakhir generasi baru Islam yang melihat permasalahan bangsa bukan hanya
permasalahan ekonomi, politik dan kepemimpinan semata. Tetapi menurut mereka
permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia jauh lebih kompleks, fundamental dan
krusial yang memerlukan sebuah perombakan total dan revolusioner dalam tatanan
berbangsa dan bernegara. Mereka yang pada umumnya terdiri dari kalangan terpelajar,
cendekiawan muda, profesional dan mewakili kalangan klas menengah muslim telah
hadir dengan lantangnya menyerukan perubahan mendasar pada bangsa Indonesia,
terutama dalam perombakan Undang-Undang Dasar 1945. Merekalah kelompok yang
dengan tegas menyerukan diterapkannya kembali Piagam Jakarta pada UUD 45, yang
dilambangkan dalam kekuatan politik di PPP, PBB, PKS serta gerakan-gerakan Islam
seperti FPI, Laskar Jihad, Persaudaraan Pekerja Muslim, Majlis Mujahidin, Hizbut
Tahrir, Ikhwanul Muslimin, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, Gerakan
Pemuda Islam, Hizbullah, Al-Irsyad Al-Islamiyah dan lainnya. Bahkan mereka
sepertinya berani bertentangan arus dengan pendapat Ormas Islam besar seperti
Muhammadiyah dan NU yang tetap ingin mempertahankan dasar negara seperti saat
ini.
Dalam pandangan kalangan Generasi baru Islam ini, kenaikan Gus Dur ataupun
Megawati terdahulu sebagai Presiden Indonesia dianggap sebagai rangkaian azab dan
kemurkaan Allah terhadap bangsa Indonesia yang telah menyingkirkan Islam dengan
semena-mena sejak kemerdekaan, sebagaimana dinyatakan al-Qur’an : Bilamana Kami
hendak membinasakan sebuah negeri, Kami angkat orang-orang yang suka berbuat kerusakan
menjadi pemimpin, lalu mereka berbuat durhaka di dalam negerinya sehingga negeri tersebut
berhak mendapat azab, lalu Kami hancurkan negeri tersebut sehancur-hancurnya. (al-Isra’ : 16)
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda : Bila Allah Azza wa jalla murka kepada
suatu kaum, maka kaum itu akan ditimpa azab. Harga barang-barang menjadi mahal,
kemakmurannya menjadi surut, perdagangannya tidak mendapat untung, hujan sangat jarang
turun, sungai-sungainya tidak mengalir dan penguasanya adalah orang-orang yang rusak
akhlaknya. (HR. Dailami dan Ibn Najjar dari Ali ra)
Apa yang dikemukakan dalam ayat dan hadits di atas telah menjadi kenyataan
pada bangsa Indonesia, dari awal kemerdekaan sampai saat ini. Kehancuran demi
kehancuran akan dialami bangsa Indonesia jika Allah masih tetap mengazabnya. Itulah
sebabnya, untuk menghidari azab demi azab yang akan datang silih berganti,
komponen bangsa Indonesia perlu berfikir kembali, kenapa bangsa kita yang memiliki

32
sejarah panjang dengan segala kegemilangannya menjadi bangsa yang terbelakang terus
menerus, bangsa yang tertindas dari waktu ke waktu dan bangsa yang senantiasa
diekploitasi silih berganti oleh para penjajah dan imprialis. Kenapa bangsa ini dapat
dipimpin oleh manusia-manusia korup yang mementingkan diri dan kelompoknya
serta mengorbankan kepentingan mayoritas rakyat jelata. Kenapa para penghianat,
koruptor dan eksploitator bangsa ini masih bebas bergentayangan menghisap dan
menipu rakyat dengan bertopengkan pembangunan, pertumbuhan dan sejenisnya yang
selalu menyengsarakan rakyat. Kenapa rakyat, pemilik sah republik ini selalu dizalimi,
disingkirkan dengan semena-mena dan ditelantarkan hidupnya serta selalu harus
mengalah mengikuti kemauan penguasa yang disogok para konglomerat penghianat.
Kenapa agama mayoritas bangsa ini, Islam, selalu dituding sebagai biang kerok
kerusuhan, teror, pemberontakan dan sejenisnya tanpa diberi kesempatan membuktikan
keunggulan dan keagungannya dalam membangun masyarakat maju yang adil dan
makmur. Apakah keadaan bangsa ini akan dibiarkan bergerak menuju jurang
kehancuran dan diantara puing-puing kehancuran itu dibangun kembali tata bangsa
yang ideal.
Gerakan generasi baru Islam ini terus membesar dan mulai mendapat sambutan
dari rakyat yang telah melihat kesungguhan dan keikhlasan mereka dalam berjuang
yang hanya mengharapkan keridhoaan Allah semata. Konflik diantara elit politik yang
haus kekuasaan telah menambah suburnya gerakan generasi baru Islam ini yang
memang kehadirannya didambakan rakyat. Ketegasan dan keberanian mereka
menyatakan dan membela kebenaran telah mendatangkan simpati, dan mereka hanya
akan tampil dan hadir ketika rakyat membutuhkan mereka tanpa mengharapkan
imbalan dan balasan sebagaimana kaum politisi yang haus kekuasaan. Di medan
konflik mereka hadir sebagai pendamai, di medan kesengsaraan dan penderitaan
mereka tampil sebagai pembatu dan penyelamat, di medan kemaksiatan mereka tampil
sebagai penegak kebenaran yang gagah berani. Mereka tampil mengalahkan ambisi dan
kerakusan para politis yang senantiasa mengejar kepentingan duniawiyah bersama
embel-embelnya, sementara generasi ini hanya mencari keutamaan dan keridhaan
Tuhan mereka. Pembinaan dan pendidikan yang diterimanya berdasarkan al-Qur’an
dan Sunnah Rasul-Nya serta pelajaran para pejuang Islam terdahulu dan kini dibawah
asuhan para mursyid dan murobbi yang ikhlas telah menjadikan generasi ini sebagai
generasi yang tabah menghadapi tantangan dan rintangan perjuangan. Bahkan sebagian
mereka telah dipenjara dan disingkirkan rezim terdahulu yang menganggapnya musuh
laten. Inilah generasi harapan rakyat dan masa depan Indonesia yang akan
menyelamatkan dan mengantarkan Indonesia menuju Indonesia Baru yang adil dan
makmur. Jika mereka diberi kesempatan memimpin bangsa dan negara, mereka akan
mengelolanya sebagaimana yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, membangun
tatanan yang dipenuhi dengan keadilan, kedamaian dan kemakmuran sebagaimana
yang telah dicontohkan generasi Islam terdahulu.

33
Statemen Permasalahan, Metodelogi Dan Tujuan
Bangsa Indonesia saat ini, dengan warisan-warisan permasalahan panjang yang
dialaminya, baik semasa pemerintahan rezim Orde Lama dan Orde Baru, tidak
diragukan sedang mengalami masa kritis, masa paling kritis dari sejarahnya sejak
kemerdekaan, yang dapat meghilangkan eksisitensinya sebagai Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Indonesia saat ini benar-benar berada dalam persimpangan jalan
yang akan menentukan keadaannya di masa depan. Bangsa Indonesia, dengan
pengalaman-pengalaman yang ada harus mengambil keputusan terhadap masa depan
tanah airnya, apakah sistem dan tatanannya dalam berbangsa dan bernegara seperti
sekarang dapat dipertahankan ataukah akan mengambil sistem dan tatanan lain yang
diharapkan mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia dari
keterpurukannya saat ini.
Apa sebenarnya yang terjadi dibalik semua peristiwa yang menimpa bangsa ini ?
Apakah gerakan reformasi telah merhasil mengantarkan bangsa Indonesia keluar dari
krisis yang dihadapinya ? Ataukah sebaliknya reformasi telah menambah kesengsaraan
dan penderitaan bangsa ini ? Apakah perlu dipikirkan kembali langkah-langkah yang
lebih strategis dalam menyelesaikan permasalahan yang didapi bangsa Indonesia ? Jika
ia, darimanakah mesti dimulai, apakah akan mengikuti pola gerakan tambal sulam yang
selama ini telah menambah penderitaan rakyat atau perlu dipikirkan jalan lain yang
lebih fundamental sesuai permasalahan yang dihadapi ?
Buku ini dengan segala keterbatasannya ingin menganalisa dan sekaligus
mengungkapkan permasalahan utama yang dihadapi bangsa Indonesia serta bagaimana
menanggulanginya dengan menggunakan pendekatan ajaran Islam sebagai agama
mayoritas bangsa Indonesia. Data dan fakta yang ada, diklassifikasikan, kemudian
dianalisa berdasarkan topik-topik permasalahannya serta diberikan solusi menurut
ajaran-ajaran Islam yang beradarkan kepada al-Qur’an dan al-Sunnah serta pendapat
para ulama dan cendekiawan Muslim. Walaupun sudah banyak buku-buku yang
membahas masalah yang akan dikemukakan, namun sejauh ini penulis belum
menemukan sebuah pembahasaan yang memberikan solusi kepada akar permasalahan
yang dihadapi bangsa Indonesia secara fundamental. Karena selama ini kebanyakan
pembahasan diarahkan bukan kepada masalah paling fundamental dari bangsa
Indonesia sebagaimana yang ingin dibahas dalam buku ini. Dengan demikian tidak
diragukan lagi pentingnya pembahasan masalah ini agar menjadi panduan, minimal
referensi bagi mereka yang tulus menghendaki perbaikan dan perubahan fundamental
terhadap bangsa Indonesia. Buku ini bertujuan untuk memberikan konstribusi
pemikiran kepada bangsa Indonesia sebagai sumbangsih anak bangsa yang merasa
bertanggung jawab terhadap eksisitensi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
tengah berada dipersimpangan jalan. Diharapkan dengan hadirnya tulisan ini akan
merangsang para cendekiawan untuk mengungkapkan permasalahan yang
dikemukakan secara terperinci sesuai dengan keperluan bangsa Indonesia.

34
BAB II
REFORMASI PREMATUR
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
Maka apabila kamu telah menyelesaikan urusanmu,
maka kerjakanlah urusan yang lain dengan serius,
Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap
Alam Nasyrah : 5-8

35
Reformasi secara harfiah dapat diartikan sebagai pembaruan, membangun kembali,
menghidupkan kembali dan dalam bahasa Arab biasanya digunakan istilah tajdid.
Reformasi secara konvensional diterapkan pada proses pembaruan, terutama
pembaruan dalam pemikiran untuk menggantikan pemikiran terdahulu yang sudah
ketinggalan zaman. Demikian juga, istilah reformasi dapat digunakan sebagai upaya
menghidupkan kembali ajaran-ajaran mulia yang telah diselewengkan. Reformasi,
secara politis seringkali diartikan sebagai sebuah upaya terorganisir dan konstitusional
untuk menggantikan pemerintah yang berkuasa karena dianggap tidak mampu lagi
mengemban amanat rakyat dalam menjalankan kewajibannya mengantarkan bangsanya
menuju cita-cita yang telah direncanakan. Reformasi sebagai sebuah cara perjuangan
meluruskan ataupun mengganti tatanan pemerintahan, dianggap lebih dinamis
dibandingkan evolusi yang memerlukan waktu dan tahapan panjang namun lebih
lunak jika dibandingkan dengan revolusi yang menghendaki perubahan drastis dan
radikal. Jika revolusi diandaikan dengan meruntuhkan bangunan sampai ke fondasinya
dan diatas reruntuhan tersebut dibangun kembali sebuah bangunan yang dikehendaki,
maka reformasi lebih merupakan sebuah upaya untuk memperbaharui, merenovasi
bangunan agar sesuai dengan tata yang telah ditetapkan dalam master plan.
Gerakan reformasi senantiasa menaruh harapan optimis para pendukungnya dan
terutama rakyat awam dalam memperbaiki bangsa dan negaranya. Itulah sebabnya,
para penggerak reformasi selalu berjuang dengan penuh antusias sementara masyarakat
akan memberikan dukungan, baik secara tersembunyi ataupun terang-terangan, kepada
gerakan reformasi yang mereka harapkan dapat merubah keadaan bangsa dan
negaranya. Gerakan reformasi sangat populer di negara-negara Eropa yang telah
menepkan sistem pemerintahan modern. Di Asia Tenggara, gerakan reformasi dalam
artiannya yang lebih khusus mengambil berbagai bentuk gerakan, seperti gerakan
massa (people power) di Filipina, gerakan mundur dengan hormat seperti yang terjadi
di Singapura, ataupun gerakan reformasi di Malaysia yang tetap mempertahankan cara
pemilu dalam merubah tatanan pemerintahan dan menolak cara-cara radikal seperti
demontrasi maupun pengerahan masa yang akan memakan korban. Itulah sebabnya
gerakan reformasi terasa lambat di Malaysia dibandingkan dengan negara-negara
tetangga lainnya.

36
Demikian pula halnya dengan gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia
mengambil bentuknya sendiri sesuai dengan keadaannya. Untuk mengevaluasi sejauh
mana gerakan reformasi merubah keadaan bangsa Indonesia yang ditimpa krisis
multidimensional, maka perlu diketahui pengertian reformasi yang dikehendaki bangsa
Indonesia, karakteristiknya, tujuannya dan beberapa hal penting yang berhubungan
dengannya. Pertanyaan mendasar yang perlu mendapat jawaban adalah sejauh mana
keberhasilan gerakan reformasi yang dicanangkan beberapa tahun lalu setelah berhasil
menumbangkan rezim Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun. Apalagi kini reformasi
mulai dikritik justru oleh para penggeraknya sendiri seperti yang dicerminkan oleh
kekecewaan para mahasiswa, cendekiawan, aktivis dan para pemimpin politik seperti
Amien Rais, baik di zaman pemerintahan Gus Dur, Megawati maupun SBY saat ini.
Bahkan banyak kalangan menyatakan bahwa kini reformasi telah mati muda, dan
diperlukan upaya-upaya baru yang lebih dinamis, radikal dan terfokus, sebagaimana
dinyatakah Syahrir, Adanan Buyung maupun Hariman dari INDEMO.

Reformasi di Indonesia, Karakteristik dan Tujuannya


Secara khusus reformasi bagi bangsa Indonesia dapat diartikan sebagai sebuah
gerakan yang bertujuan untuk menggantikan sistem pemerintahan rezim Orde Baru
Soeharto yang telah jauh menyimpang dari cita-cita bangsa Indonesia dengan
pemerintahan baru yang mampu mengemban amanah UUD 45. Para penggerak
reformasi menganggap, rezim Soeharto dengan segala dukungan dan kekuatan yang
dimilikinya telah melakhirkan sistem pemerintahan yang bertentangan dengan
Pancasila dan UUD 45 sebagai dasar berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan rezim Soeharto telah mengantarkan
bangsa Indonesia menuju krisis multi dimensi yang telah meningkatkan kemiskinan
dan penderitaan rakyat, bahkan dapat menghilangkan eksisitensi Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Perlawanan demi perlawanan telah dilakukan terhadap rezim
Soeharto sejak dianggap menyimpang dari amanah yang diberikan rakyat, baik melalui
wacana intelektual, demontrasi maupun gerakan radikal, yang telah dilakukan putra-
putra terbaik bangsa Indonesia yang bertanggung jawab terhadap keadaan bangsa dan
negaranya. Penangkapan, teror, penculikan bahkan pembunuhan yang dilakukan rezim
Soeharto terhadap lawan-lawan politiknya, tidak pernah mematahkan semangat para
pejuang menegakkan kebenaran dan keadilan membela rakyatnya, bahkan perjuangan
suci ini telah melakhirkan tunas-tunas baru yang lebih berani, konsekwen dan memiliki
idealisme, terutama di kalangan mahasiswa yang selama ini dikebiri secara sistimatis
oleh rezim Orde Baru. Dengan perjuangan panjangnya yang telah memakan korban
demi korban, akhirnya gerakan reformasi yang digerakkan oleh para ulama,
cendekiawan dan mahasiwa mendapat sambutan luas masyarakat yang sudah muak
dan benci dengan perilaku rezim Orde Baru.
Selanjutnya gerakan reformasi semakin menggema dan mulai memunculkan
tokoh-tokoh sentral, baik dari kalangan ulama, cendekiawan, politisi, tokoh LSM dan
lainnya. Amien Rais yang dikenal sebagai tokoh modernis Islam, Ketua Umum

37
Muhammadiyah dan Ketua Dewan Pakar ICMI dengan lantang menentang beberapa
kebijakan rezim Soeharto sekaligus memintanya untuk memberikan kesempatan kepada
putra terbaik bangsa Indonesia yang lain untuk memimpin bangsa Indonesia. Monuver-
monuver politik Amien telah membangkitkan keberanian para pemimpin bangsa
lainnya untuk meminta Soeharto lengser dari kedudukannya setelah lebih 30 tahun
berkuasa. Gerakan-gerakan reformasi yang semakin intensif, terutama akhir 97-an dan
awal 98-an, terutama di kampus-kampus utama yang digerakkan para mahasiswa, telah
melakhirkan kerusuhan demi kerusahan yang menambah tidak menentunya kondisi
Indonesia, dan puncaknya terjadi peristiwa kerusuhan 13 mei 98 yang ditindaklanjuti
dengan pengepungan Gedung MPR/DPR yang telah memaksa Ketua MPR/DPR
Harmoko merekomendasikan mundurnya Soeharto. Gerakan reformasi mendapatkan
momennya ketika berhasil menumbangkan rezim Orde Baru Soeharto dan menaikkan
pemerintahan Habibie yang dianggap sebagai pemerintahan transisi.
Jika diperhatikan dengan seksama karakteristik gerakan reformasi di Indonesia,
dapat disimpulkan bahwa gerakan ini bukan sebuah gerakan terorganisir (organize
movement) yang didukung oleh seperangkat gerakan dengan struktur dan sistem yang
jelas sebagaimana sebuah oragnisasi karena tidak jelas siapa sebenarnya pemimpin
utama gerakan reformasi, landasan, pola sistem, struktur gerakannyapun tidak jelas.
Gerakan ini adalah sebuah gerakan tak terorganisasi (unorganize movement) yang
digerakkan oleh kesadaran bersama sebagian komponen anak bangsa yang ingin
menciptakan sebuah tata pemerintahan yang tetap berada dilandasannya. Karena
kezaliman rezim sudah sampai pada puncak ektrimnya yang telah menimbulkan
frustasi massa, maka siapapun yang menggerakkan massa menentang rezim akan
mendapat sambutan dan dukungan luas dari masyarakat yang menunggu perubahan.
Itulah sebabnya ketika kalangan kampus melontarkan gagasan gerakan reformasi,
walaupun tanpa sebuah gerakan yang terorganisir, mendapat sambutan dan menjadi
gerakan massa yang mampu memaksa lengsernya presiden Soeharto. Disinilah letak
keunikan gerakan reformasi di Indonesia, walaupun dengan sebuah gerakan yang tidak
terorganisir, namun mampu menumbangkan sebuah rezim yang terorganisir dan
didukung berbagai elemen kekuatan. Sebagaiamana dikatakan sebagian ulama, jika
bukan karena kasih sayang Allah Yang Maha Esa, tidak mungkin sebuah gerakan
seperti gerakan reformasi dapat menumbangkan seorang Seoharto. Namun sekali lagi
bangsa Indonesia yang mayoritas muslim diberikan rahmat agar dapat memperbaiki
kesalahan mereka di masa depan.
Tujuan gerakan reformasi masih terlalu umum, bahkan terkesan tidak memiliki
arah yang jelas kecuali menjatuhkan Soeharto yang dianggap sumber malapetaka
bangsa Indonesia. Namun secara khusus tujuan-tujuan umum gerakan reformasi dapat
diketahui dari slogan-slogan populer yang senantiasa dituntut mahasiswa, sebagaimana
tercermin dalam enam visi reformasi yang dicanangkan para mahasiswa yaitu
amandemen UUD 45, penghapusan dwifungsi ABRI, supremasi hukum, otonomi
daerah, pemberantasan KKN, dan membangun budaya demokrasi yang sehat.
Diharapkan dengan enam visi yang dikemukakan akan terbentuk sebuah pemerintahan

38
yang sehat dan berwibawa serta mampu mengantarkan masyarakat bangsa Indonesia
menuju Indonesia baru yang penuh dengan keadilan, kemakmuran, kedamaian dan
keamanan sebagai tujuan utama umat manusia.
Gerakan reformasi kini telah mengalami pergantian 4 kali penguasa, Habibie,
Gus Dur, Megawati dan SBY, namun sejauh ini belum kelihatan tanda-tanda perbaikan
fundamental pada kehidupan masyarakat bangsa Indonesia, baik dalam bidang
ekonomi, politik, sosial, keamanan dan lainnya. Ada kekhawatiran elit-elit politik
seperti Amien Rais misalnya, di bawah pemerintahan Megawati misalnya, Indonesia
sedang meluncur kembali seperti pada rezim-rezim tiranis dan diktator sebelumnya.
Kekhawatiran ini disebabkan terutama oleh ketertutupan Megawati yang terkesan
lamban menangani permasalahan, tidak mau menerima pendapat orang lain dan
kurang fokus terhadap masalah fundamental bangsa. Sikap seperti ini akan
menimbulkan feodalisme baru yang menghambat proses demoktratisasi yang sedang
berjalan. Demikian pula kebijakan-kebijakan pemerintahan SBY yang kontraversial
seperti akan mengulangi kelakuan sumbang para diktator sebelumnya, seperti
lambatnya penanganan atas pelanggaran HAM yang dilakukan militer, pembelaan yang
berlebihan terhadap konglomerat hitam dan belum tertanganinya gerakan sparatis di
Aceh dan Papua, yang akan membahayakan agenda reformasi. Ketergantungan
pemerintah pada hutang luar negeri semakin menambah krisis ekonomi yang dihadapi.
Akhirnya dapat disimpulkan, siapapun yang berkuasa dengan sistem yang lemah,
rancu dan kabur seperti yang ada saat ini, pasti akan menjadikannya seperti rezim-
rezim terdahulu, sebagaimana kelakuan pemerintah yang mulai meniru kelakuan-
kelakuan sumbang pendahulunya, tidak mau mendengar nasihat elit politik bahkan
MPR/DPR serta memperalat kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya
seperti yang telihat dalam kasus perpanjangan hutang para konglomerat hitam dan
penjualan aset BPPN yang dilakukan pemerintahan Megawati.
Walaupun pemerintahan SBY telah mengangkat Abdurrahman Saleh sebagai
Jaksa Agung yang diharapkan mampu menegakkan supermasi hukum dan dapat
menghukum para pelaku kejahatan, terutama para koruptor tanpa pandang bulu. Tapi
sejauh ini, Jaksa Agung belum dapat memperlihatkan kinerjanya, karena apalah artinya
seorang Abdurrahman Saleh jika tidak didukung oleh aparat yang sevisi dengannya.
Itulah sebabnya tidak mengherankan ketika DPR menyebutnya sebagai "Ustadz di
kampung maling" yang memanaskan suasana politik. Pemerintahan SBY sendiri seperti
menutup mata dengan tuntutan reformasi terdahulu yang meminta agar Soeharto
diadili, seakan-akan kasus ini terlupakan begitu saja, dan bagaimana mungkin dapat
menyeret para pelaku korupsi jika akar masalah dan biangnya tidak diselesaikan.
Demikian pula Pemerintahan SBY dengan lobi-lobi intensifnya dan monuvernya yang
lihai telah berhasil menjinakkan para tokoh gerakan reformasi, baik secara halus
maupun strategis, dengan menjanjikan berbagai iming-iming yang dapat melemahkan
semangat tekan mereka sebagaimana yang telah menimpa tokoh-tokoh muda reformis
yang vokal.

39
Sementara gerakan reformasi yang diharapkan sebagai gerakan penekan
sekaligus pengontrol arah reformasi, ternyata berjalan lambat dan tidak terarah serta
para penggeraknya seperti sudah kehabisan tenaga geraknya akibat permainan panjang
para elit politik yang memperebutkan kekuasaan. Kemunculan pemain-pemain lama
yang mendompleng gerakan reformasi dalam politik dan ekonomi, yang selama ini
dikenal sebagai penjahat dan penghianat menambah keyakinan akan mulai
menyimpangnya gerakan reformasi dari tujuan awalnya yang bercita-cita membangun
tata Indonesia Baru menjadi Indonesia yang mempertahankan status quo. Tokoh-tokoh
sentral reformasi, terutama para mahasiswa, yang berjuang dan berkorban seperti
hilang dari peredaran dan mulai kalah gaungnya dengan gerakan-gerakan tandingan
yang menuntut perubahan politik sesaat atau gerakan-gerakan sporadis yang dibayar
kepentingan politik tertentu. Akhirnya dengan kerancuan dan kemadekan yang
dialaminya, gerakan reformasi yang dilaungkan dengan cita-cita agung dan mulia tidak
ubahnya seperti sebuah gerakan tambal sulam yang berputar-putar dalam lingkaran
setan tanpa mengetahui agenda mana yang harus diprioritaskan. Bahkan kini gerakan
reformasi kadangkala diartikan sebagai gerakan reaksioner yang sudah kehilangan
energi dan daya tekan, sebuah gerakan tidak beraturan yang akan mengkritik dan
menghantam apapun secara membabi buta, tanpa memberikan solusi dari
permasalahan yang dihadapi dan kelemahan kontrol penggeraknya. Yang pada
akhirnya akan menguntungkan para penjahat dan penghianat yang mempertahankan
status quo dengan mengatasnamakan gerakan reformasi.
Jika Republik Indonesia diibaratkan sebagai sebuah rumah tua yang penuh
dengan tambalan, maka gerakan reformasi yang dilakukan selama ini sebatas menambal
sulam kembali rumah tua yang sudah rapuh. Blue print yang dibuat 60 tahun lalu untuk
membangun rumah bangsa Indonesia sudah ketinggalan zaman dan sudah tidak sesuai
dengan tuntutan serta tantangan baru yang dihadapi. Gerakan reformasi yang tidak
begitu jelas agendanya sebagaimana dikemukakan sebagian komponen bangsa
Indonesia pada hakikat sama dengan gerakan tambal sulam yang tidak menyentuh inti
permasalahan yang dihadapi masyarakat bangsa Indonesia. Permasalahan bangsa ini
bukan hanya terletak pada kekurangan pasal-pasal dalam UUD 45, karena dominannya
militer, berleluasanya KKN, pemerintahan yang tidak bersih dan sejenisnya. Apakah
dengan mengadili Soeharto dan para pelanggar HAM lainnya bangsa Indonesia akan
segera keluar dari krisis multi dimensi yang menimpanya ? Apakah dengan
mengamandemen sebagian isi UUD 45 kita akan segera menyelesaikan permasalahan
bangsa ini. Apakah dengan memberikan supremisi hukum manusia buatan kolonial
akan menjadikan bangsa ini semakin beradab ? Tidak mungkin, karena semua itu bukan
permasalahan utama bangsa Indonesia, semua yang dikemukakan dan menjadi
tuntutan reformasi adalah akibat daripada permasalahan utama bangsa ini,
permasalahannya terletak pada kegagalan fundamental sistem bangsa Indonesia yang
telah melakhirkan berbagai akibat yang dirasakan saat ini.
Gerakan reformasi yang dilakukan saat ini, pada hakikatnya gerakan tambal
sulam yang masih diragukan kemampaunnya dalam menyelesaikan persoalan-

40
persoalan utama bangsa Indonesia, tapi gerakan ini hanya akan mengantarkan bangsa
ini menuju terbentuknya sebuah tirani baru yang akan mengulangi kelakuan biadab
para tirani sebelumnya. Selama sistem permainan dalam berbangsa dan bernegara yang
dipergunakan masih dalam bentuknya yang rancu, kabur dan dangkal, maka selama itu
pula kemungkinan munculnya tiran baru yang mempermaiankan penafsirannya demi
kekuasaannya. Pergantian dari penguasa satu kepada penguasa lainnya, baik sejak
Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY atau siapapun setelahnya, tidak
akan merubah keadaan fundamental bangsa Indonesia yang penuh krisis dan dilemma,
karena siapapun penguasa yang memerintah selama sistem permaian dan landasannya
tidak dirombak, maka akan mengulangi kegagalan demi kegagalan penguasa terdahulu
yang tumbuh jadi tirani dan menganiaya rakyatnya sendiri.
Gerakan reformasi yang dilakukan selama ini seperti perbuatan mengobati
penyakit kanker dengan obat sakit kepala. Penyakit kanker tidak mungkin dapat diobati
dengan obat sakit kepala yang merupakan akibat sampingan dari penyakit utama.
Bangsa Indonesia saat ini tengah mengalami sakratul maut akibat penyakit kronis yang
dideritanya bertahun-tahun. Penyakit ini tidak dapat diobati dengan obat-obat
murahan, apalagi hanya dengan menangisinya ataupun berteriak-teriak sekuat tenaga.
Penyembuhan penyakitnya hanya dengan mengobatinya melalui kepakaran para team
dokter teruji yang akan memberikan obat mujarab serta atas kasih sayang Allah semata.
Maka untuk menyelesaikan permasalahan bangsa Indonesia tidak cukup dengan
gerakan reformasi dengan agenda-agendanya yang semakin pudar kekuatannya akibat
kerancuan tujuannya dan kelemahan pelaksananya.
Dengan perkembangan terakhir, tidak diragukan bahwa gerakan reformasi yang
telah menumbangkan rezim Soeharto dan menaikkan rezim-rezim baru, beberapa tahun
lagi akan kehilangan arahnya dan akan ditinggalkan masyarakat yang sudah muak
dengan janji-janji kosong. Apalagi masyarakat telah terlanjur percaya bahwa Gus Dur
ataupun Megawati yang kenaikannya jadi presiden RI karena dicalonkan oleh tokoh
sentral reformasi Amien Rais adalah cerminan dari pemerintahan reformasi yang
senantiasa diteriakkan mahasiswa, namun pada kenyataannya kedua pemerintahan
tersebut dengan tindakan-tindakan kontraversialnya telah mulai mengulangi perilaku
para rezim terdahulu yang penuh KKN dan berpihak pada para konglomerat dengan
mengorbankan kepentingan rakyat. Contoh terdekat adalah pemerintah dengan
semena-mena menaikkan BBM yang menambah kesengsaraan rakyat sementara pada
saat yang sama membebaskan hutang para penjarah dan penghianat ekonomi, bahkan
mereka diberi suntikan dana untuk mengulangi kebiadabannya terhadap bangsa
Indonesia. Dengan konsesi tertentu, sepertinya Gus Dur ataupun Mega membela para
penjarah milik rakyat, seperti yang dilakukannya terhadap Sinivasan, Proyogo dan
Syamsul Nursalim yang akan ditunda penuntutan hukumannya karena dianggap
memberikan kontribusi besar pada negara dan bangsa. Kekalahan Amien Rais dalam
pemilihan umum Presiden secara langsung oleh rakyat, jelas memberikan tanda bahwa
rakyat tidak perduli dan tidak percaya lagi dengan gerakan reformasi.

41
Akhirnya gerakan reformasi yang menjanjikan seribu harapan terperangkap pada
lingkaran setan dan dipermainkan para pelakunya sendiri demi kepentingan politik
sesaat. Reformasi di mata rakyat kecil identik dengan demontrasi hura-hura yang
menambah penderitaan dan kesengsaraan bangsa akibat ketidakberdayaan para
penggeraknya menekan kelakuan sumbang penguasa. Untuk itu, gerakan reformasi
harus diikuti dengan gerakan yang lebih besar dan menyeluruh yang akan merombak
seluruh tatanan masyarakat Indonesia, mencabut seluruh akar permasalahan bangsa,
dan menggantikan sistem usang dengan sistem yang lebih unggul dan sesuai dengan
mayoritas bangsa Indonesia yang muslim.

Reformasi Prematur ?
Beberapa waktu setelah berhasilnya gerakan reformasi melengserkan Soeharto,
salah seorang reformis muda Al Chaidar dalam bukunya Reformasi Prematur, Jawaban
Islam Terhadap Reformasi Total, dengan hujjah-hujjahnya yang menyakinkan menganalisa
gerakan reformasi diawal kejayaannya menumbangkan Soeharto sebagai sebuah
gerakan yang belum memiliki arah yang jelas, sehingga menjuluki gerakan reformasi di
Indonesia sebagai Reformasi prematur. Istilah reformasi prematur yang digunakan Al
Chaidar, terlepas dari pro dan kontra, adalah istilah yang tepat bagi gerakan reformasi
di Indonesia. Karena gerakan reformasi yang dilancarkan tidak menyentuh problem-
problem fundamental yang dialami bangsa Indonesia. Gerakan reformasi hanya
mengagendakan penyelesaian-penyelesaian sesaat yang tidak berkelanjutan dan dapat
mengembalikan tata pemerintahan seperti sebelumnya akibat tidak berubahnya sistem
permaian (role of game) yang dipergunakan bangsa Indonesia. Kelemahan sistem akan
dipergunakan oleh para tiran untuk membangun sebuah pemerintahan absolut yang
otoriter dan diktator, yang terlambang dalam kultus individu ataupun birokrasi
diktator. Itulah sebabnya Al Chaidar menawarkan Islam sebagai idiologi bangsa
Indonesia menggantikan Idiologi Pancasila yang menjadi sumber permasalahan bangsa
Indonesia saat ini. Dengan menjadikan Islam, agama mayoritas bangsa Indonesia,
sebagai dasar berbangsa dan bernegara, Indonesia akan memperoleh rahmat Allah
menjadi negara adil makmur sebagaimana dijanjikan al-Qur’an.
Salah seorang pemimpin aktivis mahasiswa Islam dari KAMMI (Komite Aksi
Mahasiswa Muslim Indonesia) yang menjadi komponen terpenting dalam gerakan
reformasi, Fahri Hamzah dalam tulisannya di Republika, 23 Agustus 2000, yang
berjudul Reformasi Babak Kedua, dengan tegas menyatakan kekecewaannya terhadap
gerakan reformasi yang sudah tidak menentu arahnya. Fahri, salah seorang yang
mewakili aktivis pemimpin mahasiswa yang menjadi komponen terpenting dalam
gerakan reformasi yang telah menumbangkan Soeharto, adalah salah satu komponen
anak bangsa yang memahami benar gerakan reformasi dengan segala tujuannya yang
diperjuangkannya selama ini. Menurutnya gerakan reformasi yang telah mengantarkan
Gus Dur sebagai presiden telah kehilangan arahnya saat ini, dan untuk meluruskan
keadaan dia mengusulkan agar diadakan reformasi babak kedua yang akan
mengembalikan gerakan reformasi pada relnya semula. Kekecewaan mahasiswa kini

42
terulang lagi para pemerintahan Megawati, itulah sebabnya pada tanggal 7 Maret 2002
para Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Indonesia di Unair Surabaya kembali
mendeklarasikan gerakan reformasi, karena saat ini reformasi sudah kehilangan arah
tujuan.
Amien Rais, Ketua MPR yang dinobatkan menjadi tokoh gerakan reformasi yang
terkenal vokal sejak jauh hari sebelum lengsernya Soeharto telah mulai menyatakan
kekecewaan terhadap pemerintah Megawati yang telah menyimpang dari agenda
gerakan reformasi. Bahkan dengan lantangnya mengatakan telah terjadi pembusukan
pada pemerintahan Megawati, terutama bidang ekonomi. Kritik-kritiknya yang semakin
tajam dan mengancam menandakan kekecewaannya yang luar biasa terhadap kinerja
pemerintah yang mulai tidak jelas arahnya dan senantiasa menimbulkan kontraversi
demi kontraversi yang membingungkan. Adalah wajar sikap Amien yang keras dan
tegas terhadap Megawati, karena semua mengetahui bahwa Amien adalah orang yang
peling bertanggung jawab terhadap kenaikannya. Bahkan kini Amien telah mulai
menjalin aliensi dengan Gus Dur yang dijatuhkannya untuk menentang Megawati yang
tidak mampu menyelesaikan masalah. Demikian pula penangkapan Akbar Tanjung,
Ketua DPR yang diisukan atas perintah Megawati, telah menambah barisan yang
menentang kepemimpinan Megawati. Kritik-kritik tajam dari gerakan Islam, seperti
yang dilontarkan Abu Bakar Ba’asyir Amirul Mujahidin, Habib Rizieq Syihab ketua
Front Pembela Islam, Eggi Sudjana ketua Persaudaraan Pekerja Muslim, Jaafar Umar
Thalib, Imam Laskar Jihad dan lainnya yang menganggap pemerintahan Megawati
tidak peduli dengan kepentingan kaum Muslimin merupakan penentangan terhadap
pemerintahannya yang tidak jalan sesuai dengan cita-cita ajaran Islam dan reformasi.
Demikian pula gerakan-gerakan demontrasi yang didukung mahasiswa Forkot, Jarkot
maupun PRD membuktikan kekecewaan mereka terhadap kemandekan gerakan
reformasi, terutama dalam mengadili Soeharto dan para pelanggar HAM lainnya.
Pemerintahan SBY-pun kini sepertinya mengulang kembali kebijakan-kebijakan
yang telah dilakukan pemerintah sebelumnya, yang paling terkini adalah kebijakan
pemerintah untuk menaikkan BBM telah menimbulkan protes terhadap pemerintah.
Pada masa yang sangat sulit ini, kenaikan BBM berarti akan menambah kesengsaraan
masyarakat luas yang pasti akan diikuti dengan naiknya harga barang-barang
kebutuhan pokok. Demikian pula pengangkatan beberapa petinggi militer dalam
kedudukan strategis dianggap sebagai langkah SBY untuk mengakomodasi kepentingan
Orde Baru, sebagaimana dinyatakan Imparsial. Sementara reformasi di kalangan ABRI
sendiri terkesan lambat, karena reformasi bagi ABRI, terutama tuntutan penghapusan
dwi-fungsinya memang telah menghilangkan fasilitas utama mereka dalam kehidupan
sosial-politik ekonomi di Indonesia. Ada kelompok yang tidak menginginkan ABRI
dihilangkan statusnya sebagai pengendali kehidupan sosial-politik dan keamanan
sebagaimana doktrin dwifungsi yang ditentang gerakan reformasi. Demikian pula para
jendral yang terlibat pelanggaran HAM tidak mau memenuhi panggilan Pengadilan Ad-
Hok yang bentuk KOMNAS HAM dan Pemerintah, sementara pemerintah tidak
memberikan keputusan yang tegas dalam masalah ini. Hal ini dapat diartikan bahwa

43
pemerintah tidak mampu memandang berat masalah ini, padahal menjadi tuntutan
utama reformasi.
Gerakan gerakan sparatis yang menuntut kemerdekaan seperti yang terjadi di
Aceh, Kepulauan Riau, Makassar, Maluku dan Papua jelas menandakan kekecewaan
mereka terhadap pemerintah yang tidak memperhatikan tuntutan mereka. Gerakan-
gerakan sparatis yang semakin gencar dan tidak ditangani serius oleh pemerintah dapat
mengantarkan bangsa Indonesia menuju perpecahan. Bahkan pemerintah dianggap
kurang tegas dalam menindak kelompok minoritas sparatis yang menginginkan
kemerdekaan seperti di Maluku yang dimotori RMS misalnya, sementara jika
menyangkut kepentingan kaum muslimin, seperti kasus GAM di Aceh ataupun
pengangkapan mereka yang dituduh sebagai teroris, seperti yang tengah menimpa
ustadz Abu Bakar Baasyir, sepertinya pemerintah terlalu bersemangat untuk
menindaknya, yang pada akhirnya telah menimbulkan pelanggaran HAM.
Setelah kenaikan SBY sebagai Presiden, belum kelihatan tanda-tanda akan
keluarnya bangsa Indonesia dari penderitaan dan kemiskinan, bahkan yang pasti
kelihatan adalah kehidupan masyarakat awam yang sudah mengalami kesusahan
semakin susah dengan naiknya BBM yang pada akhirnya akan menimbulkan krisis-
krisis baru. Pengangguran semakin meningkat, yang membawa meningkatnya kasus
kriminal dan kemaksiatan yang ditandai semakin maraknya prostitusi. Bahkan kasus-
kasus bunuh diri semakin meningkat akibat ketidakmampuan masyarakat bawah
menyelesaikan masalah fundamental yang mereka hadapi. Bencana demi bencana
dahsyat yang datang seakan telah mengabsahkan penolakan terhadap kepemimpinan
SBY yang tidak direstui oleh Pemilik alam ini.
Maka dengan demikian, gerakan reformasi yang diharapkan mampu
memperbaiki nasib bangsa Indonesia ternyata menambah runyamnya permasalahan
yang dihadapi bangsa Indonesia, dengan menaikkan pemerintahan yang tidak mampu
menyelesaikan krisis multi dimensi bangsa Indonesia. Akhirnya tidak diragukan lagi
bahwa gerakan yang telah menelan korban dan pengorbanan ini mengalami
kemandekan demi kemandekan yang akhirnya akan menciptakan pemerintahan
diktator-otoriter seperti rezim-rezim sebelumnya jika segera tidak diantisipasi.
Akhirnya memang dapat disimpulkan, sebagaimana diramalkan Al Chaidar bahwa
reformasi di Indonesia adalah reformasi prematur yang belum siap menghadapi
tantangan-tantangan yang akan dihadapinya sehingga tidak mampu menekan
pemerintah agar kembali pada rel reformasi. Lebih jauh, siapapun yang memimpin
bangsa Indonesia, Indonesia tetap akan menghadapi dilema seperti saat ini selama
sistem yang lemah dan kabur dalam menata bangsa Indonesia masih dipertahankan.

Beberapa Indikasi Prematurnya Reformasi

44
Mungkin masih ada yang meragukan tentang prematurnya reformasi di
Indonesia dengan alasan gerakan reformasi masih terlalu dini untuk dinilai
keberhasilannya. Namun bagaimanapun, sebuah gerakan yang menyangkut
kepentingan bangsa dan negara harus senantiasa dikoreksi dan dievalusi dari masa ke
masa agar tetap konsisten pada tujuannya semula. Apalagi kini gerakan reformasi yang
telah diamanatkan kepada pemerintah melalui anggota MPR/DPR telah mengalami
kritik demi kritik justru dari para pendukungnya sendiri, terutama terhadap Gus Dur
dan Megawati yang sama-sama memperjuangkan reformasi di Indonesia, namun kedua
tokoh tersebut telah mengantarkan reformasi menuju kematian. Ada beberapa indikasi
yang dapat dijadikan barometer terhadap pernyataan prematurnya reformasi di
Indonesia. Diantaranya adalah :

1. Perselisihan & Perpecahan Diantara Penggeraknya


Perselisihan dan perpecahan telah menerpa tokoh-tokoh penggerak reformasi,
sebagaimana yang kita saksikan ketika terjadi perselisihan antara Amien Rais, Gus Dur
dan Megawati yang sama-sama dikatakan sebagai penggerak dan tokoh reformasi.
Perpecahan yang akhirnya menambah serunya perpecahan-perpecahan di kalangan elit
bangsa Indonesia, dimana perpecahan ini telah diikuti oleh perpecahan masyarakat
bawah yang fanatik pada pemimpinnya masing-masing, seperti mengamuknya para
pengikut Megawati di Bali karena kalah dengan Gus Dur, atau mengamuknya pengikut
Gus Dur di Jawa Timur akibat dilengserkannya Gus Dur dari kursi Presiden.
Perpecahan dan perselisihan ini dapat dibaca sebagai ketidaksiapan gerakan reformasi
mengantarkan bangsa Indonesia menuju cita-cita Indonesia baru dan dapat dianggap
sebagai salah satu indikasi prematurnya gerakan ini. Demikian pula terpecahnya tokoh
reformasi menjadi kubu Amien yang menjadi oposisi dan kubu Mega yang mendukung
kebijakan pemerintah, dan diantara mereka ada kelompok yang tidak memihak
keduanya.
Amien Rais adalah salah seorang tokoh sentral reformasi yang berani secara
lantang dan terbuka menyerang kebijakan-kebijakan zalim rezim Soeharto dan menjadi
simbol perlawanan gerakan reformasi di Indonesia bersama dengan para mahasiswa
dan aktivis lainnya. Dengan predikat yang disandangnya, Amien semacam menjadi
simbol gerakan reformasi di Indonesia dan namanya bertambah melambung ketika
dengan tegas menolak duduk dijajaran kabinet Habibie dan membentuk Partai Amanat
Nasional (PAN). Setelah pemilu 99, ternyata partai pimpinan Amien hanya menperoleh
suara yang kecil diantara peserta pemilu yang dimenangi oleh PDI-P. Ditengah-tengah
pertarungan seru kubu Mega dan kubu Habibie yang masing-masing ngotot
memperjuangkan calonnya menjadi presiden, sekali lagi Amien membuat monuver
dengan membentuk poros tengah dan menjagokan Gus Dur sebagai Presiden. Ketika
Habibie mengundurkan diri dalam pencalonan, dengan dukungan yang diperolehnya,
baik dari fraksi Golkar, fraksi PPP dan fraksi Reformasi, terakhir fraksi PKB
memberikan dukungannya, akhirnya Amien benar-benar dapat mengantarkan jagonya,
Gus Dur menjadi Presiden RI keempat. Rakyat awam hanya dapat menyimpulkan

45
Amien Rais adalah tokoh sentral reformasi, maka pemerintahan Gus Dur yang
didukungnya sudah pasti bagian dari gerakan reformasi. Demikian pula ketika Amien
menjatuhkan Gus Dur dan digantikan dengan Megawati atas restu Amien, yang dapat
dibaca orang awam bahwa pemerintahan Megawati adalah kelanjutan dari
pemerintahan kaum reformis.
Dalam perjalanannya setelah Amien mendukung Gus Dur sebagai Presiden,
ternyata Gus Dur adalah Gus Dur yang memiliki karakter tersendiri, yang susah diajak
bermusyawarah sehingga menimbulkan kekecewaan Amien Rais. Amien sendiri merasa
sangat bertanggungjawab terhadap tindakan-tindakan sumbang Gus Dur yang
didukungnya sehingga dia menjadi orang terdepan yang akan mengkritik
penyimpangan Gus Dur. Kritik Amien yang kadangkala terlalu keras, misalnya dengan
mengancam akan diadakan Sidang Istimewa, menimbulkan perlawanan Gus Dur yang
menganggap benar tindakan-tindakannya. Akhirnya perselisihan demi perselisihan
tidak dapat dihindari antara Amien dan Gus Dur yang sama-sama simbol gerakan
reformasi. Dengan kata lainnya, diantara tokoh-tokoh sentral reformasi sendiri belum
terjadi kesepakatan tentang arah tujuan reformasi sehingga mereka berjalan sendiri-
sendiri yang pada akhirnya menimbulkan perpecahan yang pada akhirnya akan
menambah penderitaan rakyat saja. Perselisihan ini akhirnya telah menjatuhkan Gus
Dur dan mengantarkan Mega sebagai Presiden. Namun rupanya Megawatipun tidak
dapat memuaskan keinginan para reformis seperti Amien, sehingga Amien mulai
mengkritik dan meneriaki pemerintahan Mega yang dianggap tidak memiliki kepekaan
terhadap krisis yang sedang menimpa bangsa disamping ketidakjelasannya dalam
menyelesaikan perbaikan ekonomi. Ketegangan antara Amien dan Mega bertambah
ketika Amien mulai menjalin koalisi dengan Gus Dur yang selama ini menjadi seteru
Mega, karena dukungannya atas PKB-Matori. Perselisihan dan perseteruan antara para
penggerak sentral reformasi ini akan terus terjadi, terutama disebabkan oleh ego mereka
yang menganggap diri dan kelompoknyalah yang paling benar, dan merasa dirinyalah
yang mampu menyelesaikan permasalahan bangsa ini. Belum lagi unsur-unsur
kepentingan duniawiyah yang senantiasa menggiurkan, yang telah mendorong
munculnya KKN.
Jika gerakan reformasi bukan gerakan yang prematur akibat pertentangan para
penggeraknya yang memiliki perbedaan latar belakang, visi, misi dan ambisi, tentu
gerakan ini akan menjadi sebuah gerakan dinamis yang dapat mengantarkan bangsa
menuju cita-citanya. Namun karena dari awal gerakan reformasi adalah gerakan yang
prematur akibat menyimpan perbedaan-perbedaan para tokoh sentralnya yang masing-
masing memiliki cita-cita politik sendiri yang menunggu waktu muncul kepermukaan
seperti yang terjadi saat ini antara Gus Dur, Amien, Mega dan yang lainnya.

2. Kerapuhan Mental dan Egoisme Para Tokoh Reformasi

46
Tidak ada satu kelompok bangsapun yang ragu tentang ketokohan Amien Rais, Gus
Dur, Megawati dalam gerakan reformasi yang menggulingkan rezim Soeharto. Mereka
semua dapat dikatakan sebagai tokoh sentral gerakan reformasi yang sepak terjangnya
diketahui umum dalam melaksanakan agenda reformasi. Namun permasalahannya,
ketika mereka telah mendapatkan kekuasaan, mereka lupa dengan amanah para
reformis untuk menegakkan keadilan dan kemakmuran bagi bangsa. Hal ini terjadi
tidak lain akibat kerapuhan mental para pemimpin yang lebih mengutamakan
kepentingan pribadi dan golongannya saja.
Seperti Gus Dur misalnya, tidak ada yang meragukan ketokohannya dalam
masyarakat, karena dia adalah ketua umum Nahdatul Ulama yang beranggotakan lebih
30 juta orang, demikian pula dia adalah tokoh neo-modernis Islam sebagaimana dijuluki
Greg Burton. Sikap kontraversial Gus Dur yang selalu mengambil jalan bersebrangan
dengan tokoh-tokoh Islam, misalnya menolak pendirian ICMI, dan membela
kepentingan minoritas, dianggap sebagai salah satu keistimewaannya yang sedang
membangun sikap demokrasi. Namun ketika Gus Dur menjadi presiden pilihan kaum
reformis yang mencita-citakan terbentuknya tata Indonesia baru, ternyata Gus Dur
mengecewakan banyak orang dengan tindakan-tindakan dan perkataannya yang
kontraversial. Pada awalnya banyak tokoh-tokoh reformasi seperti Nurcholis Madjid
yang meminta kesabaran bangsa Indonesia dan memberikan kesempatan Gus Dur
merubah gaya kepemimpinannya yang dianggap otoriter dan tidak mau mendengarkan
nasehat. Rupanya Gus Dur tetaplah Gus Dur yang tetap merasa yakin dengan
tindakannya yang kontraversial, bahkan sebagian cendekiawan menuduhnya sebagai
“gendheng”. Sikap inilah yang akhirnya menjatuhkan dirinya sendiri secara tragis.
Demikian pula halnya dengan Megawati, ketika telah menjadi presiden dan
memiliki wewenang untuk mengendalikan republik ini menuju kemajuan, apa yang
telah dilakukannya untuk bangsa dan negaranya. Memang diakui tidak mudah menjadi
pemimpin ditengah-tengah badai krisis yang menimpa bangsa, namun setidaknya Mega
melihatkan keprihatinannya terhadap apa yang telah menimpa bangsanya dengan
tindakan-tindakan yang menyejukkan. Tapi malah banyak berdiam dan menutup diri
sehingga terasa jauh dari masyarakat yang sangat membutuhkannya. Bahkan ada yang
menilai Megawati mulai menghambur-hamburkan dana rakyat untuk kepentingan
pribadinya, disamping tumbuh suburnya KKN yang dilakukan oleh orang-orang
disekelilingnya, terutama peranan suaminya Taufik Kiemas yang sangat aktif
mengembangkan jaringan bisnisnya bersama konco-konconya. Apakah kursi presiden
begitu manis dan mempesona sehingga siapapun yang mendudukinya akan menjadi
lupa daratan, tidak perduli apakah mereka seorang cendekiawan, kiayi apalagi seorang
yang memang senang pada kehidupan yang glomour akan terjebak dalam lingkaran
setan yang akan menghambur-hamburkan kekayaan negara milik rakyat.
Kerapuhan mentalitas dan egoisme para pemimpin reformasi ini akan membawa
dampak buruk pada gerakan reformasi di masa depan. Seperti apa yang mulai terlihat
sekarang, para pemimpinnya sibuk untuk menjatuhkan dan menaikkan pemimpin baru,
rakyat tetap pada keadaannya, menderita akibat ketidakpastian politik dan ekonomi.

47
3. Lemahnya Daya Kontrol dan Daya Tekan Terhadap Kebijakan Penguasa
Setelah gerakan reformasi berhasil menumbangkan rezim Soeharto dan
menaikkan rezim Habibie, Gus Dur, dan Mega, reformasi yang digerakkan oleh
mahasiswa seakan tenggelam dan kehilangan suara. Pemerintah sendiri sepertinya tidak
memperhatikan tuntutan-tuntutan mahasiswa yang memiliki gerakan reformasi dengan
tetap melakukan tindakan-tindakan kontraversial yang bertentangan dengan visi
reformasi. Jika MPR/DPR sebagai lembaga tertinggi negara yang menjadi perwakilan
resmi rakyatpun dapat dilecehkan sedemikian rupa oleh Gus Dur ketika berkuasa,
apalagi gerakan mahasiswa. Apalagi kini tidak ada seorangpun dan satu kelompokpun
yang dapat mengklaim dirinya sebagai pemilik sejati gerakan reformasi, karena mereka
semua, termasuk Gus Dur, Megawati dan lainnya merasa memiliki gerakan reformasi.
Keadaan ini menambah ketidakjelasan gerakan reformasi. Sementara mahasiswa tidak
dapat turun demontrasi ke jalan setiap hari yang akan menambah penderitaan rakyat,
tapi pada sisi lain mereka menghadapi dilemma pemerintahan yang menyimpang perlu
diluruskan kembali.
Lemahnya daya tekan dan daya kontrol gerakan reformasi terhadap pemerintah
akan membahayakan kelangsungan reformasi dan agendanya di masa depan. Masalah
yang perlu dipertanyakan kenapa gerakan reformasi mengalami masalah seperti ini dan
tidak menakutkan pemerintah ?, Jawabannya jelas akibat ketidaksiapan gerakan
reformasi dalam membangun gerakan penekan yang tangguh dan diperhitungkan oleh
penguasa. Jika dibentuk sebuah dewan pengawal reformasi yang memiliki kewenangan
jelas seperti kewenangan pengawal revolusi di Iran mungkin gerakan reformasi tetap
akan menjadi gerakan yang diperhitungkan dan ditakuti penguasa.

4. Lemahnya DPR Terhadap Pemerintah


Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merupakan perwakilan resmi rakyat
Indonesia sepertinya tidak memiliki taring di depan pemerintah. Padahal DPR adalah
lembaga tertinggi negara yang dapat menegur bahkan mengusulkan pemecatan
presiden, namun kenyataannya DPR seringkali dilangkahi dan tidak ada tindakan nyata
dari DPR kecuali teguran dan ancaman seperti yang terjadi di zamannya Gus Dur.
Kelemahan DPR terhadap Gus Dur sangat nyata kelihatan ketika dengan enteng Gus
Dur menantangnya untuk menggelar sidang istimewa ataupun melangkahinya dalam
beberapa kasus, seperti kasus KPKPN ataupun penggantian Kaporli dan beberapa kasus
lainnya.
Lemahnya kedudukan DPR terhadap pemerintah mulai dipertanyakan
masyarakat luas yang mulai curiga adanya permainan janji maupun uang dibalik semua
peristiwa yang melemahkan kredebilitas anggota DPR. Atau DPR terlalu banyak agenda
yang harus diselesaikan sehingga banyak perkara yang tidak dapat ditangani dengan
cepat dan tuntas, sementara pemerintah dengan tindakan dan perkataannya yang
kontraversial terus membuat masalah-masalah baru yang membingungkan, atau
bahkan membuat frustasi anggota Dewan. Atau boleh jadi lemahnya DPR disebabkan

48
oleh perpecahan dikalangan mereka sendiri yang membawa aspirasi dan kepentingan
partainya masing-masing. Sementara di DPR tidak ada kekuatan besar tunggal (singgle
majority) yang memiliki kekuatan tunggal yang dapat mengambil kebijakan tanpa
melalui lobbi fraksi lainnya, hal ini mengakibatkan terpecahnya suara menjadi
kekuatan-kekuatan kecil yang menguntungkan kedudukan pemerintah. PDI-P yang
meraih 35 % suarapun gagal mengantarkan kandidatnya menjadi presiden, apalagi
partai-partai kecil lainnya yang memiliki visi dan misi yang berbeda akan sulit untuk
bersatu.
Lemahnya kedudukan DPR di depan pemerintahan seperti yang terjadi pada
masa pemerintahan Gus Dur terdahulu dan dalam pemerintahan Mega, ataupun kini
pada pemerintahan SBY akan membahayakan agenda reformasi yang telah digariskan
visinya. DPR adalah lambang kedaulatan rakyat Indonesia sebagai wakil mereka yang
diharapkan memperjuangkan aspirasi dan tuntutan mereka. Gerakan reformasi yang
diharapkan dapat membentuk DPR yang kuat, akibat belum siapnya rakyat dalam
menentukan wakil-wakil mereka yang dapat memperjuangkan aspirasinya, akhirnya
terpilih wakil-wakil yang masih terikat dengan permaian lama sementara para tokoh-
tokoh muda yang ambisius sangat rentan dengan janji-janji ataupun sogokan. Lemahnya
kedudukan DPR terhadap pemerintah menandakan belum siapnya infrastruktur
gerakan reformasi dalam menata lembaga-lembaga yang akan dijadikan sebagai sarana
dalam membangun tatanan Indonesia baru yang dicita-citakan.
Diantara sebab lemahnya DPR dihadapan pemerintah juga akibat kuatnya
kontrol Partai terhadap para anggotanya di Dewan. Bahkan ada partai yang dengan
terang-terangan membuat pernyataan sikap tertulis agar anggota dewan mengikuti
garis kebijakan partai dan bukan mengikuti hati nuraninya dengan alasan mereka
dipilih karena partai, bukan karena pribadinya. Anggota dewan yang menyimpang dari
kebijakan partai akan mendapat teguran, bahkan ancaman recall dari partainya. Jika
partainya yang menjadi penguasa, maka jelas apapun kebijakan pemerintah akan
mendapat dukungan dari anggota dewan, walaupun hal itu bertentangan dengan
keinginan dan hati nuraninya. Keadaan seperti ini jelas akan menimbulkan kekecewaan
para anggota dewan yang memiliki hati nurani seperti yang dialami Sophan Sofyan
(PDI-I) yang harus melepaskan keanggotaannya akibat hati nuraninya tidak dapat
menerima kenyataan ini. Keadaan seperti ini jelas akan menjadikan posisi DPR maupun
MPR lemah dihadapan Pemerintah berkuasa, karena dengan mudahnya pemerintah
dapat menekan anggota dewan melalui partainya dengan berbagai ancaman dan
bujukan yang melemahkan mereka.
Demikian pula ketika DPR telah memutuskan pengangkatan Ryamizard sebagai
Panglima TNI atas usulan Presiden Megawati, namun karena adanya penolakan dari
Pemerintah SBY, pengangkatan itu dianggap batal, walaupun undang-undang
membolehkan dan mengesahkannya. Kelemahan DPR dihadapan pemerintah kelihatan
sangat kentara ketika penolakannya terhadap kenaikan BBM dipandang remeh oleh
Pemerintahan SBY yang tetap menaikkan harga BBM, walaupun mendapat
penentangan keras di mayoritas anggota Dewan.

49
5. Tidak Ada Kelompok Oposisi Yang Kuat
Dalam negara demokrasi modern, kelompok oposisi menjadi penting
peranannya karena dapat menjadi kelompok yang mengontrol dan mengimbangi
kebijakan-kebijakan pemerintah. Saat ini, di DPR sendiri tidak ada kalangan yang
mengklaim dirinya sebagai kelompok oposisi terhadap pemerintah, bahkan jika ada
masih sebatas keinginan yang masih malu-malu dan ragu-ragu. Amien Rais dengan
poros tengahnya yang lantang mengkritik pemerintahpun menolak menjadi oposisi,
yang menurutnya dapat menjatuhkan pemerintah. Amien memilih sebagai pengkritik
aktif sementara tetap dalam lingkaran kekuasaan. Sementara kalangan yang mengklaim
diri sebagai kelompok oposisi berada di luar DPR dalam bentuk LSM dengan berbagai
nama. Salah satu ciri keberhasilan gerakan reformasi adalah kemampuannya
menumbuhkan kalangan oposisi yang menjadi kekuatan tandingan pemerintah secara
konstitusional, baik di DPR maupun lembaga-lembaga lain yang memiliki daya tekan
kuat dan diperhitungkan oleh pemerintah sehingga ada kelompok pengontrol yang
aktif.
Peranan kelompok oposisi, terutama dilingkungan lembaga tertinggi negara
seperti DPR sangat diperlukan untuk menumbuhkan dinamika kontrol bagi
pemerintah. Jika DPR hanya menjadi ajang legemitasi pemerintah semata, maka tujuan
reformasi telah gagal karena sistem kembali seperti sebelumnya di zaman rezim
Seoharto yang menjadikan MPR/DPR sebagai lembaga yang akan melegalisasikan
kebijakan pemerintah. Ketidakadaannya kelompok oposisi yang kuat, akan
menguntungkan pemerintah dan dapat mengarahkannya kepada tindakan-tindakan
penyelewengan. Kurang berhasilnya gerakan reformasi menumbuh suburkan sebuah
kelompok oposisi yang kuat dan diperhitungkan serta dapat menekan kebijakan
pemerintah dapat diartikan sebagai kurang berhasilnya gerakan reformasi.

6. Kegagalan Pemerintah “Reformasi” menyelesaikan Masalah Fundamental Bangsa


Diakui atau tidak, pemerintah yang berkuasa saat ini adalah pemerintah yang
kenaikannya akibat dari gerakan reformasi yang telah menumbangkan rezim Soeharto,
yang berhasil mengadakan pemilu jurdil dan memilih wakil rakyat di DPR/MPR dan
memilih Gus Dur dan Mega menjadi presiden yang kemudian membetuk kabinet yang
berkuasa. Demikian pula Gus Dur atau Mega naik atas dukungan para reformis yang
dipimpin Amien Rais, maka tidak salah jika masyarakat awam menganggap
pemerintahan Gus Dur atau Mega adalah identik dengan “pemerintahan reformasi”
yang didambakan gerakan reformasi. Walau bagaimanapun, pemerintahan Gus Dur
dan Mega adalah produk gerakan reformasi, dan akhirnya pemerintah saat ini adalah
identik dengan reformasi walaupun akhir-akhir ini ada upaya untuk menafikan
hubungan antara gerakan reformasi dengan pemerintah akibat penyimpangan-
penyimpangan yang dilakukannya sebagaimana telah disuarakan para mahasiswa yang
mulai turun ke jalan.

50
Setelah lebih setengah tahun Megawati menjadi pemimpin bangsa Indonesia,
banyak fihak menganggap pemerintahannya gagal menyelesaikan permasalahan-
permasalahan fundamental yang dihadapi bangsa Indonesia. Pemerintah seperti
berputar-putar pada lingkaran setan pemsalahan demi permasalahan yang datang silih
berganti yang menimbulkan kejenuhan Megawati sehingga menyatakan
pemerintahannya sebagai keranjang sampah. Bahkan pemerintah yang diharapkan
dapat mengantarkan bangsa Indonesia menuju cita-citanya, pada kenyataannya justru
menimbulkan masalah-masalah baru di atas masalah lama yang semakin rumit dan
membingungkan. Akibat kegagalannya ini banyak kalangan yang menghendaki agar
Mega mundur dari jabatan presiden sebagaimana dikemukakan penggerak INDEMO
dan memberikan kesempatan kepada putra bangsa terbaik yang mampu menyelesaikan
permasalahan bangsa yang semakin rumit.
Kegagalan pemerintahan Gus Dur ataupun Mega yang nota bene adalah
pemerintahan reformasi yang dapat diartikan sebagai kegagalan gerakan reformasi
menempatkan salah seorang tokoh sentralnya sebagai contoh sebuah pemerintahan
terbaik dalam sejarah bangsa Indonesia, sementara tokoh-tokoh lainnya tidak dapat
berbuat banyak kecuali hanya meneriaki dan terus meneriaki kelakuan Gus Dur yang
kontraversial atau Megawati yang memasuki area tindakan yang memalukan dan
mencemaskan. Kekalahan Amien Rais dalam pemilihan presiden lalu menguatkan lagi
bahwa gerakan reformasi tidak mendapat sambutan dari masyarakat, dan para
tokohnya tidak mampu mengantarkan bangsa keluar dari krisis yang dideritanya.
Demikian pula halnya terhadap pemerintahan SBY yang kemenangannya tidak
diragukan akibat proses reformasi sistem pemilihan presiden, yang dapat pula
dikatakan sebagai pemerintah produk reformasi.
Sejak tumbangnya Soeharto, bangsa Indonesia sepertinya tidak pernah lepas dari
permasalahan demi permasalahan yang tidak diketahui bagaimana penyelesaian
terbaiknya. Pemerintah sepertinya sudah kehabisan ide untuk mengatasi permasalahan
yang semakin menumpuk, baik masalah politik, ekonomi, sosial, keamanan dan lainnya.
Ekonomi semakin terpuruk, politik semakin memanas, harga-harga semakin
melambung, bencana alam meningkat, pengangguran dan PHK bertambah banyak.
Gerakan sparatis semakin kuat dan menjamur, walaupun pemerintah Mega telah
mengatasinya dengan berbagai cara seperti pembunuhan para pemimpinnya, seperti
pembunuhan Komandan AGAM Tengku Abdullah Syafei atau Pemimpin Papua Theys
Eluwey. Demikian pula kerusahan di Maluku dan Ambon serta Poso tetap membara
walaupun telah diadakan perjanjian damai sejenisnya. Semua permasalahan yang ada
menimbulkan permasalahan baru yang semakin rumit dan membingungkan, namun
sejauh ini pemerintah belum mampu mengatasinya dan memberikan prioritas.
Sepertinya semua menemui jalan buntu, yang pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa
gerakan reformasi telah memulai kegagalannya.

51
7. Munculnya Penghianat dan Bandit Masa Lalu
Dalam masa pemerintahan SBY saat ini, yang dimulai sejak era Gus Dur dan
Megawati, telah mulai bermunculan para pemain lama yang mendukung rezim lama
baik dalam politik maupun ekonomi yang mendompleng pada gerakan reformasi.
Bahkan sebagian mereka mendapat perlindungan dan fasilitas dari pemerintahan Gus
Dur, seperti kasus Sofyan Wanandi yang pada masa Soeharto dan Habibie termasuk
salah seorang yang dicekal pemerintah, namun pada masa pemerintahan Gus Dur dia
diangkat sebagai ketua Dewan Pengembangan Usaha Nasional yang memiliki status
sebagai penasihat presiden. Demikian pula pemerintah telah memberikan keringanan
kepada para konglomerat hitam yang telah ikut andil dalam membangkrutkan negara
dan terbukti melakukan pelanggaran namun diberikan keistimewaan agar penuntutan
terhadap mereka diundurkan dengan alasan memiliki peran dalam ekspor seperti kasus
Sinivasan, Proyogo dan Nursalim. Proses strukturisasi yang tidak transparan terhadap
perusahaan yang masuk di BPPN telah menimbulkan kecurigaan masyarakat tentang
adanya permainan kotor yang membebankan rakyat.
Kemunculan pemain-pemain lama ini dikhawatiri akan mengembalikan cara-
cara lama yang penuh unsur KKN sebagaimana terlihat tanda-tandanya belakangan ini.
Munculnya kembali pemain-pemain lama dan mulai mendapat kedudukan dan posisi
dalam pemerintahan ataupun dunia bisnis tidak diragukan akan menghambat proses
reformasi yang menghendaki tampilnya pemain-pemain baru yang bersih, memiliki
kredibilitas dan profesional dalam bidangnya masing-masing. Sementara pemerintahan
SBY belum mampu membersihkan para penjahat dan koruptor yang telah
menyengsarakan bangsa. Bahkan kini ada yang kembali dan disambut bagai pahlawan
penyelamat ekonomi bangsa. Tindakan yang kurang tegas dari pemerintah telah
menjadikan mereka berani kembali bermain dan akan mengulangi cara-cara lama yang
akan menyengsarakan bangsa sebagaimana yang telah mereka perbuat dahulu.

8. Reformasi Memunculkan Pemerintahan Feodalis


Karakter Gus Dur yang mau menang sendiri dan tidak memperhatikan nasihat
orang lain telah menjurus kepada sistem pemerintahan yang diktator-otoriter dan
feodalis. Karakter Gus Dur, sebagaimana yang dikemukakan Nurcholis Madjid, jika
tidak dikoreksi dan dibiarkan dapat menjadi sistem sebagaimana yang telah dilakukan
rezim Soeharto. Demikian pula latar belakang Gus Dur dari lingkungan pesantren yang
kiyai centris dapat menumbuhkan feodalisme yang mengkultuskan individu dan
menganggap benar segala tindakannya. Sementara gerakan reformasi sejauh ini belum
berhasil merubah karakter Gus Dur yang memang demikian adanya. Seorang pemimpin
bangsa, apalagi mewakili kelompok reformis sudah sepatutnya menjunjung tinggi nilai-
nilai keterbukaan dan asas musyawarah jika benar-benar ingin menciptakan suasana
demokrasi sebagaimana cita-cita gerakan reformasi. Anggapan sebagian orang,
terutama para pendukung Gus Dur, yang menyatakannya sebagai wali, murod,
murabbi, guru, manusia suci dan sejenisnya, yang pada intinya adalah kultus individu
dapat mendorongnya untuk menciptakan pemerintahan yang diktator-otoriter. Karena

52
dengan gelaran-gelaran yang diberikan pengikutnya Gus Dur dapat bertindak semena-
mena tanpa ada yang berani menegurnya, dan senantiasa menganggap dirinya benar,
yang merupakan ciri khas pemimpin dikatotor-otoriter. Latar belakang Gus Dur yang
memang demikian adanya dapat menumbuhkan pemerintahan yang tidak sehat dan
menyimpang dari rel reformasi yang pada akhirnya membunuh gerakan reformasi itu
sendiri.
Demikian pula halnya dengan pemerintahan Megawati yang terkesan elit dan
feodal, yang jauh dari masyarakatnya karena ketertutupannya, kurang berkomunikasi
dengan masyarakat yang tengah mengalami penderitaan. Sifat diamnya Mega
seringkali salah ditafsirkan, memang adakalanya diam adalah emas, namun sebagai
seorang pemimpin bangsa, Megawati tidak boleh berdiam diri dan jauh dari rakyatnya.
Jika diam dan tertutup disebabkan oleh raga ego, maka hal inilah yang akan
menimbulkan feodalisme sebagaimana yang dipraktekkan para raja dan diktator.
Demikian pula birokrasi yang ada disekeliling Mega telah menjadikannya sebagai
kelompok elit baru yang dapat mengarah pada feodalisme, seperti beberapa langkah
suaminya, Taufik Kiemas yang diartikan sebagai keinginannya menguasai lahan bisnis.
Sementara pemerintahan SBY belum mampu menunjukkan citra
pemerintahannya sebagai pemerintahan yang pro kepada kepentingan rakyat,
pemeritah yang berfihak kepada rakyat banyak dalam kebijakannya. Bahkan praktek-
praktek KKN yang melibatkan segelintir elit tetap tumbuh berkembang, sehingga
pembangunan hanya dapat dinikmati oleh mereka-mereka yang dekat dengan
penguasa, sementara rakyat hanya menerima akibat buruk kebijakan pemerintah seperti
kenaikan BBM dan pertumbuhan ekonomi yang rendah. Persaingan kurang sehat
diantara para elit pemerintah, terutama dalam penempatan orang-orang dekat mereka
telah menambah kebobrokan pemerintah yang dianggap sudah tidak profesional,
bahkan terkesan pemerintahan hanya milik segelintir elit yang berkuasa.

9. Masyarakat Yang Semakin Kecewa dan Menderita


Reformasi terjadi karena masyarakat telah kecewa dengan segala kelakuan
sumbang penguasa Orde Baru yang menimbulkan penderitaan, kezaliman dan
kesengsaraan. Dengan menaruh harapan besar pada gerakan reformasi, masyarakat
dengan segala dayanya mendukung agar keadaan berubah dan kehidupan berjalan
normal sesuai dengan cita-cita Indonesia merdeka yang berdaulat dan bermartabat.
Itulah sebabnya gerakan reformasi bercita-cita merubah keadaan yang penuh dengan
penderitaan menjadi keadaan yang adil dan makmur sebagai cita-cita utama bangsa
Indonesia. Para penggerak reformasi, termasuk Gus Dur, Megawati dan Amien Rais
dalam menggerakkan reformasi terdahulu selalu melaungkan slogan perubahan demi
kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Maka indikasi keberhasilan reformasi dapat
diukur sejauh mana keberhasilannya dalam merubah keadaan masyarakat yang
mengalami penderitaan selama ini. Kenaikan Gus Dur sebagai presiden mendapat
sambutan hangat masyarakat luas yang memahami latar belakang Gus Dur yang selalu
membela kepentingan rakyat, namun setelah menjadi presiden rupanya Gus Dur

53
berubah dan malah membela kepentingan para konglomerat dan membiarkan
rakyatnya melarat. Demikian pula halnya dengan Megawati yang mulai menimbulkan
kekecewaan demi kekecewaan masyarakat akibat ketidaktanggapannya dalam
menyelesaikan masalah bangsa.
Tindakan-tindakan kontraversial Gus Dur yang berakhir dengan kejatuhannya,
ataupun kebijakan pemerintahan Megawati yang mendapat perlawanan dari kubu
reformis pimpinan Amien Rais menambah bingung masyarakat yang sudah penuh
dengan penderitaan dan kekecewaan. Gerakan reformasi yang diharapkannya mampu
memperbaiki keadaan mereka yang menderita, justru menimbukan kekecewaan demi
kekecewaan hari demi hari dengan semakin susahnya kehidupan, naiknya harga barang
dan meningkatnya kriminalitas. Rakyat hanya memperhatikan dengan aneh
pertengkaran para elit politik di tengah nestapa rakyatnya. Pemerintah yang naik atas
dukungan rakyat ternyata sama kelakuannya dengan pemerintah terdahulu yang
membela kepentingan para konglomerat dan orang-orang dekatnya. Program
pemberdayaan rakyat hanya sebatas slogan-slogan kosong yang menjadi retorika politik
yang menipu rakyat. Akhirnya rakyat hanya menunggu perubahan yang belum pasti
arahnya, bahkan semakin menambah kebingungan dan penderitaan mereka. Keadaan
seperti ini telah menimbulkan keputusasaan masyarakat yang sangat membahayakan
gerakan reformasi di masa depan. Jika rakyat sendiri sudah mulai menentang reformasi
yang dianggapnya semakin menyusahkan, maka jelas akan pendek mereka akan
berkata siapapun yang memerintah yang penting senang, dan keadaan ini akan
membangkitkan kekuatan-kekuatan lama yang sedang menunggu momen untuk
bangkit kembali. Kekecewaan rakyat atas gerakan reformasi mungkin dapat diwakilkan
dengan sedikitnya dukungan kepada Amien Rais dan kekalahan Megawati pada
pemilihan umum yang dilaksanakan secara langsung oleh rakyat. Rakyat sendiri
akhirnya yang menolak tokoh-tokoh reformasi.

10. Semakin Meluasnya Krisis Multi Dimensi


Krisis demi krisis yang menerpa bangsa Indonesia kini telah menjadi krisis multi
dimensi yang mengerikan. Akumulasi krisis demi krisis yang diwariskan para rezim
terdahulu menumpuk dan menimbulkan lingkaran setan yang tidak mudah
diselesaikan. Kelemahan pemerintah menangani krisis yang timbul akhirnya
melakhirkan krisis-krisis baru yang semakin kompleks. Krisis moneter telah
menimbulkan krisis akhlak dengan menjamurkan tempat-tempat maksiat yang merusak
kepribadian bangsa. Kegagalan pemerintah mengatasi pengangguran telah menambah
frustasi masyarakat yang ditandai dengan merebaknya keganasan-keganasan sosial
seperti main hakim sendiri terhadap pelaku kejahatan. Kelemahan penegakan hukum
telah menimbulkan pelanggaran-pelanggaran baru dan menjamurnya kriminalitas yang
menghantui masyarakat. Lemahnya kontrol pemerintah dan ketidaktertiban admistrasi
digunakan para koruptor untuk mencuri harta negara. Akhirnya krisis yang ada telah
beranak pinak melakhirkan krisis-krisis baru yang sangat mengerikan dan mengancam
keberadaan negara kesatuan RI.

54
Mungkin ada yang berpendapat bahwa semua yang dikemukakan diatas bukan
merupakan indikasi dari prematurnya gerakan reformasi, namun akibat dari sistem
pemerintahan yang menyimpang. Pendapat ini mungkin benar adanya, namun pada
hakikatnya kegagalan dan penyimpangan pemerintah adalah akibat dari kelemahan
gerakan reformasi menciptakan infrastruktur gerakan yang akan menopang
keberhasilan perjuangannya, baik infrastruktur dalam pemerintahan maupun lembaga-
lembaga non pemerintah yang aktif dan memiliki kekuatan terhadap kebijakan-
kebijakan pemerintah yang dianggap menyimpang. Untuk menelaah lebih jauh
beberapa kelemahan gerakan reformasi, dibawah ini akan dikemukakan beberapa faktor
utama yang telah menjadikan gerakan reformasi sebagai gerakan yang prematur.

Kenapa Reformasi Prematur


Memang sangat disayangkan, sebuah gerakan yang menjadi tumpuan harapan
bangsa Indonesia merubah kehidupannya dan telah mengorbankan putra-putra bangsa
Indonesia akhirnya gagal di tengah jalan. Bahkan pengamat ekonomi kondang Syahrir
dengan tegas menyatakan bahwa reformasi mati muda dibawah pemerintahan Gus Dur.
Demikian pula mahasiswa telah menganggap reformasi gagal dalam pemerintahan
Megawati, sebagaimana yang dikemukakan tokoh-tokoh INDEMO. Sementara dalam
pemerintahan SBY gerakan reformasi semakin memudar, tidak jelas lagi arahnya, para
penggeraknya seperti kehabisan tenaga, apalagi tokoh sentralnya seperti Amien
terkalahkan oleh salah seorang yang menjadi pendukung Orde Baru.
Adalah sangat disesalkan, sebuah gerakan yang memberikan pengharapan
kepada bangsa Indonesia harus mati justru ditengah-tengah tokoh yang membidani
kelakhiran dan memperjuangkannya. Kenapa reformasi yang telah berhasil
melengserkan presiden Soeharto yang terkenal kuat dan didukung segala fasilitas,
namun gagal ditengah jalan ? Ada beberapa perkara yang menjadikan reformasi di
Indonesia sebagai gerakan yang prematur, diantaranya adalah ;

1. Ketidaksiapan Para Penggeraknya


Gerakan reformasi di Indonesia yang berhasil melengserkan Soeharto jika boleh
dikatakan adalah sebuah gerakan setengah hati ataupun setengah matang, dan jika
diibaratkan kelakhiran, maka kelakhirannya adalah prematur. Karena gerakan ini lakhir
dari kegagalan-kegagalan gerakan serupa sebelumnya yang selalu dimenangkan oleh
Soeharto, baik dalam peristiwa Malari ataupun yang lainnya. Para penggerak reformasi
harus berfikir seribu kali menentang kekuatan Soeharto yang terkenal sadisnya dalam
membungkam musuh-musuh politiknya. Jika ada kekuatan yang menentangnya,
Soeharto akan menanggapinya dengan penangkapan-penangkapan sampai kepada
pembunuhan-pembunuhan sadis seperti yang terjadi di Tanjung Priok, Lampung dan
lainnya. Sementara tokoh-tokoh vokal akan dimasukkan kepenjara seperti kasus Dr. Sri
Bintang Pamungkas yang mendirikan Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI).
Tekanan-tekanan dahsyat Soeharto yang didukung mutlak oleh ABRI dan kekuatan
politik seperti Golkar membuat orang ciut sebelum bergerak menentangnya dan

55
menjadikan para penentangnya tidak dapat menyusun kekuatan besar yang berbentuk
sebuah pergerakan yang terorganisir rapi dengan program, sistem dan strukturnya.
Gerakan reformasi pada awalnya hanya mengambil bentuknya sebagai gerakan-
gerakan individual seperti gerakan moral yang dilakukan Amien Rais yang lantang
menyuarakan perlunya suksesi kepemimpinan nasional. Muhammadiyah sendiri
menolak pembahasan tentang suksesi kepemimpinan nasional pada muktamarnya yang
diajukan Amien, sementara Amien atas perintah Soeharto dinonaktifkan sebagai Ketua
Dewan Pakar ICMI. Gerakan individual ini akhirnya mendapat simpati dan dukungan
kampus sebagai lembaga independen yang memiliki kewajiban utama memperbaiki
penyelewengan pemimpinnya.
Setelah pemilu 1997 dan dimenangkan kembali secara mutlak oleh Golkar, para
penentang rezim Soeharto mencari alternatif lain yang lebih lunak dengan mendekati
Habibie agar siap diangkat menjadi wakil presiden. Walaupun mendapat tekanan-
tekanan masyarakat, sidang umum MPR tetap memilih Soeharto sebagai presiden dan
Habibie sebagai wakilnya. Kabinet yang dibentuk Soeharto tidak mampu membendung
kekecewaan para penggerak reformasi yang semakin aktif dan mendapat dukungan
luas masyarakat. Pada saat bersamaan terjadi krisis moneter yang menjatuhkan nilai
rupiah dan melambungkan harga-harga barang yang menimbulkan berbagai krisis
sosial-politik yang akhirnya menimbulkan ketegangan-ketegangan, baik dikalangan elit
politik maupun masyarakat. Sementara mahasiswa, walaupun dengan tekanan dari
aparat keamanan tetap menggelar aksi-aksi demo yang menuntut Soeharto turun. Pada
masa ini gerakan reformasi terfokus kepada satu isu utama, bagaimana menurunkan
Soehato yang dianggap sebagai musuh bersama para penggerak reformasi yang
didukung berbagai kalangan. Dari hari ke hari gerakan reformasi menggelinding
bagaikan bola salju yang mendapat dukungan dari berbagai kalangan masyarakat yang
pada akhirnya menimbulkan kerusuhan-kerusuhan anarkhis. Pengepungan gedung
MPR/DPR oleh mahasiswa telah memaksa MPR/DPR memberikan rekomendasi agar
Soeharto mundur dari jabatannya sebagai presiden. Akhirnya pada tanggal 21 mei 1998
Soeharto menyatakan berhenti sebagai presiden yang dianggap sebagai keberhasilan
besar gerakan reformasi.
Kejatuhan Soeharto bukan akhir dari gerakan reformasi, tapi awal dari sebuah
gerakan panjang yang memerlukan keseriusan dan keteguhan. Setelah menumbangkan
Soeharto, mahasiswa merasa puas dan kembali ke aktivitasnya semula sebagai pencari
ilmu dan memberikan kesempatan kepada Habibie dengan “Kabinet Reformasi
Pembangunan”nya melaksanakan tuntutan reformasi. Namun lambat laun, gerakan
reformasi sepertinya meredup, terutama akibat mulai terpecahnya para pendukungnya
menjadi beberapa friksi politik yang telah melakhirkan partai politik. Amien Rais
membentuk Partai Amanat Nasional (PAN), Gus Dur membentuk Partai Kebangkitan
Bangsa (PKB), Megawati membesarkan PDI-P, Yusril membentuk Partai Bulan Bintang
(PBB), para aktivis mahasiswa Islam membentuk Partai Keadilan (PK), Adi Sasono
mendukung berdirinya Partai Daulat Rakyat (PDR), Deliar Nor membentuk Partai Umat
Islam (PUI) dan lainnya. Dengan terbentuknya partai politik ini, tokoh-tokoh gerakan

56
reformasi telah terpecah menjadi berbagai aliran pemikiran dan idiologi, yang dapat
diartikan sebagai mulai mengkristalnya tokoh-tokoh gerakan reformasi yang dari awal
memang belum jelas dalam mengagendakan gerakan dan sistemnya.
Dari kenyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa gerakan reformasi berhasil
menumbangkan Soeharto akibat masyarakat dan para pemimpinnya menganggap
Soeharto sebagai musuh bersama reformasi yang harus diturunkan akibat kezalimannya
terhadap bangsa Indonesia. Populernya kata-kata reformasi sendiri akibat dijadikan
sebagai lambang dalam menumbangkan Soeharto, tapi bukan karena kehebatan yang
terkandung dalam reformasi itu sendiri. Andaikan kata jihad digunakan dalam
menumbangkan Soeharto, maka kata jihad akan sangat populer sebagaimana
populernya reformasi saat ini. Kata-kata reformasi sendiri sebenarnya populer
dikalangan Muhammadiyah yang dikategorikan sebagai gerakan kaum reformis Islam
yang membedakannya dengan kaum tradisionalis dan konservatif. Akibat bentuk
gerakannya yang tidak terorganisir dengan rapi, para penggerak reformasi sendiri
terpecah menjadi beberapa kubu setelah Soeharto tumbang akibat kelemahan para
penggagasnya dalam membentuk sebuah organisasi gerakan serta belum menyiapkan
program-program terpadu yang akan menjadi program utama reformasi selain
menjatuhkan Soeharto. Ketidaksiapan ini dapat dibaca dari banyaknya tokoh yang
mengklaim dirinya sebagai tokoh reformasi dan menganggap reformasi adalah jasa
perjuangannya, yang pada akhirnya akan melemahkan gerakan reformasi sendiri.
Amien Rais yang dikatakan sebagai tokoh sentral reformasi pernah mencoba
mengumpulkan para tokoh reformis dan membentuk Majelis Amanah Rakyat, yang
merupakan koalisi para tokoh dari berbagai aliran dan organisasi, namun akhirnya
tetap mengalami perpecahan karena masing-masing tokoh memiliki kepentingan dan
ambisi masing-masing setelah Soeharto mundur. Sampai saat ini, tidak ada seorang
tokohpun yang berani mengklaim dirinya sebagai pemimpin reformasi Indonesia dan
terang-terangan mengklaim gerakan reformasi sebagai miliknya. Ini terjadi karena
reformasi adalah akumulasi dari gerakan-gerakan yang tidak dapat diklaim oleh
seorang tokoh dan satu kelompok manapun. Hal ini dapat diartikan sebagai reformasi
adalah gerakan bersama atau memang gerakan yang tidak bertuan, dalam artian tidak
memiliki dan dimiliki siapapun, seperti Amien Rais misalnya yang dapat mengklaim
Muhammadiyah sebagai miliknya karena Amien adalah Ketuanya, ataupun Gus Dur
yang dapat menglaim NU sebagai miliknya. Namun reformasi milik siapa ? Dari sini
dapat kita katakan bahwa reformasi sebagai sebuah gerakan terjadi secara alami dan
berjalan sesuai tuntutan bersama bangsa Indonesia. Itulah sebabnya tidak ada
pemimpin reformasi ataupun kader reformasi sebagaimana kader-kader ormas ataupun
orpol yang memiliki identitas tersendiri.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa kegagalan atau kematian gerakan reformasi
disebabkan ketidaksiapan para penggeraknya dalam mengantisipasi kemungkinan-
kemungkinan yang timbul seperti yang terjadi saat ini. Hal ini terjadi karena reformasi
sendiri lakhir secara spontanitas dari kesadaran dan tuntutan masyarakat luas yang
menghendaki perubahan dan bukan sebuah rekayasa yang dipersiapkan kehadirannya

57
sebagaimana sebuah ormas ataupun orpol. Ketidaksiapan para penggerak reformasi
telah menguntungkan kelompok-kelompok status quo yang ingin berkuasa kembali dan
mendompleng gerakan reformasi dan juga menguntungkan rezim pemerintah yang
mengatasnamakan reformasi namun bertindak untuk kelompoknya sendiri.

2. Kelemahan Konsep Gerakannya


Sayyidina Ali ra telah berkata : Kebenaran yang tidak memiliki sistem rapi akan
dikalahkan kebathilan yang memiliki sistem yang rapi. Pernyataan ini mengisyaratkan
pentingnya sebuah sistem dalam pergerakan, apapun bentuknya. Jika pergerakan
disiapkan sistemnya sebaik mungkin maka akan dapat mengalahkan gerakan lawannya
yang tidak memiliki sistem, walaupun yang diperjuangkannya adalah hal yang salah.
Itulah sebabnya gerakan yang akan mencapai kesuksesan adalah gerakan yang
mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan sistem gerakannya, baik
menyangkut organisasi, struktur, perencenaan, kontrol, program dan lainnya. Jika
sebuah gerakan mengabaikan sistemnya, maka gerakan itu akan mengalami kekalahan
demi kekalahan.
Hal inilah yang terjadi pada gerakan reformasi di Indonesia. Walaupun pada
awalnya gerakan ini telah menumbangkan Soeharto, namun penumbangan Soeharto
bukan tujuan utama reformasi bangsa Indonesia. Tujuan utama perjuangan reformasi
adalah menciptakan masyarakat yang adil makmur penuh persaudaraan dan persatuan,
namun sebelum sampai pada tujuannya, gerakan reformasi telah mengalami kegagalan
sebagaimana diindikasikan oleh beberap pakar. Dan kegagalan ini tidak lain akibat
kelemahan konsep gerakan reformasi itu sendiri yang tidak mempu mempersiapkan
sistem dalam pergerakannya. Gerakan reformasi selama ini seperti sebuah gerakan
spontanitas, yang jika tujuan sudah tercapai bubar dan pulang ke asal dan kandangnya
masing-masing. Bagaimana mungkin gerakan besar yang memiliki cita-cita agung ini
dapat berhasil mencapai tujuannya jika hanya dilakukan secara spontanitas dan tidak
terstruktur dalam sebuah sistem organisasi. Pesta perkawinan yang sederhana saja
memerlukan panitia atau sistem dalam pelaksanaannya agar dapat tercapai tujuan
diselenggarakannya.
Akibat lemahnya konsep gerakan reformasi ini telah menguntungkan pemerintah
berkuasa dan juga para pembela status quo serta bandit dan penghianat yang
seharusnya tetap dikontrol oleh gerakan reformasi. Tapi karena gerakan reformasi
sendiri sudah tidak ada bentuknya, sehingga mereka berleluasa melakukan perbuatan-
perbuatan sumbang yang merugikan rakyat sebagaimana mereka lakukan sebelum
reformasi. Demikian pula penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan Gus Dur
setelah menjadi presiden tidak terlepas dari lemahnya gerakan reformasi yang tidak
mampu menekan atau memaksanya agar tunduk patuh kepada amanah reformasi.
Sementara MPR/DPR tidak dapat diharapkan terlalu jauh akibat berbagai kepentingan
diantara anggotanya yang menambah lemahnya kedudukannya dihadapan pemerintah.
Seharusnya ketika gerakan reformasi mulai dikobarkan para tokohnya berkumpul
dan menyepakati terbentuknya sebuah dewan reformasi seperti dewan revolusi Iran,

58
yang terdiri dari wakil-wakil komponen reformis. Dewan ini memiliki kewenangan dan
kekuasaan menjaga agenda-agenda reformasi. Jika terjadi penyimpangan, baik oleh
MPR/DPR ataupun pemerintah dan lembaga tinggi negara lainnya, dewan reformasi
dapat menekannya dan melursukannya. Namun karena dewan reformasi atau lembaga
sejenisnya tidak ada, akhirnya setelah Soeharto tumbang dan dibentuknya berbagai
parpol, gerakan reformasi tidak memiliki kekuatan lagi dan tidak dapat diklaim oleh
pihak manapun.

3. Kelemahan Agenda Serta Kontrolnya


Karena gerakan reformasi adalah gerakan yang spontanitas dan tidak berbentuk
organisasi yang rapi, akhirnya dalam perjalanannya tidak memiliki agenda-agenda yang
jelas dan menyentuh permasalahan fundamental yang akan merubah rakyat secara
fundamental. Enam visi reformasi yang dituntut para mahasiswa masih terlalu umum
dan belum dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia yang
semakin mengkhawatirkan keadaannya. Demikian pula kontrol terhadap pelaksanaan
agenda reformasi sangat lemah, bahkan siapa yang bertanggungjawab terhadapnyapun
belum jelas. Sementara mereka yang menjadi tokoh reformasi mulai menghianati cita-
cita agungnya akibat bujuk rayuan kenikmatan duniawi yang disodorkan para
penyogok, penjahat, bandit dan koruptor yang senantiasa mengelilingi pemerintah.
Agenda-agenda yang dituntut para mahasiswa ternyata hanyut tenggelam ditengah
hiruk pikuknya “para reformis” dalam membagi harta rampasan ataupun jabatan
empuk peninggalan rezim terdahulu.
Kelemahan ini tidak lain akibat ketidaksiapan gerakan reformasi dalam membangun
sebuah konsep penyelesaian yang totalitas diantara tekanan-tekanan brutal rezim Orde
Baru, sehingga agenda utama dan terutama gerakan reformasi terfokus pada
melengserkan Soeharto dari kekuasaannya, dan belum mempersiapkan agenda-agenda
yang lebih fundamental. Konsep negara federal yang dikemukakan Amien Rais justru
menjadi bumerang buat PAN yang memperoleh suara kecil dalam pemilu lalu.
Demikian pula keadaan rakyat yang masih feodal hanya memilih partai berdasarkan
kultus individu yang membawa kemenangan PDI-P dan PKB dan bukannya program-
program yang ditawarkannya. Keadaan ini menambah ketidakjelasan nasib agenda
reformasi yang dituntut mahasiswa yang mengklaim sebagai pemilik sah gerakan
reformasi.
Idealnya gerakan reformasi sudah memiliki agenda-agenda strategis, selain
daripada melengserkan Soeharto. Namun akibat ketiadaan sistem dan struktur dalam
gerakannya menjadikan reformasi sebagai sebuah gerakan tanpa agenda yang jelas
setelah menumbangkan Soeharto. Padahal permasalahan yang dihadapi masyarakat
bukan hanya masalah Soeharto, tapi ada yang lebih fundamental dari itu yang akan
menciptakan Soeharto-Soeharto baru seperti yang sudah ditunjukkan Gus Dur ataupun
Megawati. Sebuah gerakan harus mampu menyelesaikan permasalahan utama bangsa
Indonesia dan menjadikannya sebagai agenda utama.

59
4. Keputusasaan Elit Politik, Cendekiawan dan Aktivis
Melihat keadaan yang semakin tidak menentu arahnya dan susah diperbaiki,
baik dalam bidang politik, sosial dan ekonomi, terutama setelah Gus Dur mengambil
alih kepemimpinan bangsa dan digantikan Megawati, telah menimbulkan kekecewaan
dan rasa frustasi dikalangan elit politik, cendekiawan, profesional dan para aktivis
lainnya. Kekecewaan ini dapat dilihat dari seringnya mereka melontarkan kritikan
terhadap kinerja pemerintah yang telah menyimpang dari reformasi dengan agenda-
agendanya. Keputusasaan ini dipicu terutama oleh tindakan-tindakan kontraversial Gus
Dur ataupun para pembatu Megawati yang disinyalir melakukan prosos pembusukan
sebagaimana dikatakan Amien Rais, yang semaunya tanpa mengikutkan para pakar dan
mau mendengar nasihat dan pendapat orang lain, termasuk orang-orang yang telah
berjasa besar dalam mengantarkannya sebagai presiden RI. Sebagaimana dikatakan
Salahudin Wahid, karena terlalu lama didewakan di NU telah menjadikan Gus Dur
sebagai orang yang tidak bisa mendengarkan pendapat orang lain dan senantiasa
merasa benar dengan pendapat dan tindakannya sendiri. Sementara Megawati karena
hidup sebagai anak seorang Presiden kharismatik dan ancaman musuhnya,
menjadikannya tertutup dan feodal, penuh dengan protokoler sehingga tidak diketahui
dengan jelas apa maunya.
Kekecewaan mereka telah diapresiasikan dalam berbagai bentuk, dari kritik-
kritik positif seperti yang dilontarkan Nurcholis Madjid sampai kepada usaha-usaha
serius menurunkan presiden yang sudah tidak bisa diperbaiki seperti yang dilakukan
Adnan Buyung Cs dengan INDEMO, dan kritik tajam Amien Rais yang merasa paling
bertanggung jawab terhadap naiknya Mega. Pakar-pakar ekonomi seperti Syahrir telah
sepakat menyatakan reformasi mati di bawah pemerintahan Gus Dur dan belum
bangkit lagi pada pemerintahan Mega karena tindakan-tindakannya yang mulai
mengikuti langkah-langkah KKN rezim terdahulu secara terang-terangan. Demikian
pula para aktivis reformasi dari kalangan pemuda dan mahasiswa kini bangkit kembali
mempertanyakan komitmen Megawati terhadap agenda reformasi dengan menggelar
diskusi, dialog, seminar dan sejenisnya sampai kepada demo-demo. Kalangan
fundamentalis Islampun yang selama ini menjadi penonton aktif, kini telah bangkit
mempersiapkan agenda jangka panjang dengan mengadakan serangkaian konsolidasi
dan penyegaran kembali langkah-langkah perjuangan melalui konfrensi dan tabligh
akbar.
Diantara mereka, saking kecewa dan frustasinya tidak mampu berbuat apa-apa
kecuali hanya menyaksikan bangsa dan negaranya dengan penuh kecemasan, karena
mereka sudah hilang kepercayaan sama sekali pada tokoh-tokoh reformasi dan para elit
politik yang dianggapnya memiliki agenda masing-masing yang ujungnya adalah
perebutan kekuasaan yang mengatasnamakan perjuangan membela rakyat. Walaupun
ada sebagaian yang menyatakan mereka adalah orang-orang yang kalah mental dalam
memperjuangkan aspirasinya, namun boleh jadi mereka adalah kelompok yang sangat
berhati-hati, kelompok yang tidak mau menambah runyamnya permasalahan yang
dihadapi bangsa dan negaranya. Sikap berdiam diri adalah sikap terbaik yang mereka

60
dapat lakukan ketimbang melontarkan pernyataan-pernyataan yang akan menambah
penderitaan rakyat yang mengharapkan segera terselesaikannya masalah yang
dihadapi. Bagaimanapun sikap berdiam diri terhadap penghianatan reformasi akan
menguntungkan musuh-musuh reformasi yang sudah bangkit kembali dan sekaligus
merugikan gerakan reformasi yang kehilangan pendukung setianya. Tapi tidak
diragukan, jika keadaan benar-benar telah menghendakinya, mereka pasti akan bangkit
menyelamatkan bangsanya, selama mereka masih memiliki kewarasan dan rasa
tanggung jawab terhadap bangsa dan negaranya. Semoga sikap ini adalah upaya keluar
dari lingkaran konflik untuk menyusun barisan alternatif terbaik.
Keputusasaan ini boleh juga bersumber dari kebingungan dan ketidakmampuan
mereka dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi bangsanya akibat keterbatasan
wewenang dan pengetahuannya. Permasalah bangsa Indonesia yang sedemikian
kompleknya ini telah membingungkan para elit dalam menangani penyelesaian-
penyelesaian masalah yang dihadapi. Prioritas utama manakah yang harus didahului
dari segala prioritas, sementara semua permasalahan memiliki hubung kait satu dengan
lainnya. Memperbaiki kinerja perekonomian terkait dengan kinerja pemerintahan yang
berhubungan langsung dengan keadaan keamanan dan juga perilaku pemerintah.
Apakah perbaikan ekonomi harus diselesaikan dengan mengganti para team ekuin, atau
harus mengganti presiden yang dituduh sebagai biang permasalahan. Apakah dengan
digantikannya Mega dengan presiden lain akan memperbaiki kinerja pemerintah atau
sebaliknya akan menimbulkan kerusuhan akibat mengamuknya pembela dan pengikut
Mega sebagaimana yang terjadi di Bali.
Sementara para pakar berbeda pendapat dalam menentukan skala prioritas yang
dijalankan, sementara Megawati dan pembantunya terus menciptakan kontraversi-
kontraversi baru yang mengguncang stabilitas politik dan ekonomi negara seperti kasus
perseteruan antara Ketua Papenas Kwik dengan Ketua BPPN Ary Suta. Demikian pula
halnya yang terjadi dalam pemerintahan SBY, skala prioritas belum terfokus sehingga
arah pmerintahan tidak jelas, sementara terjadinya friksi-friksi di kalangan elit-elit
dengan kepentingannya sendiri-sendiri. Kenaikan Jusuf Kalla sebagai Ketua Umum
Partai Golkar tentu akan merubah arah kebijakan pemerintah sesuai dengan karakter
Golkar sebagai pewaris status quo. Keadaan ini semakin membuat frustasi mereka yang
bersungguh-sungguh ingin melakukan perbaikan terhadap bangsanya, namun tidak
tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Semakin banyak kalangan elit yang apatis dan
frustasi akan membahayakan nasib negara dan bangsa Indonesia, karena dapat
dibayangkan, jika para elitpun sudah frustasi, maka apa yang dirasakan rakyat awam
tentu lebih dari sekedar frustasi.
Kekecewaan dan frustasi juga akan menghalangi orang untuk berfikir sehat dan
jernih, namun mendorong perilaku-perilaku emosional dan reasioner berlebihan yang
kadangkala melampaui akal sehat. Keadaan itulah yang menimpa sebagaian besar para
elit bangsa Indonesia saat ini yang tidak tahan dan tidak sabar dengan kelakuan
sumbang pemerintah yang dianggap telah menghianati agenda reformasi. Jika rasa
kecewa dan frustasi tidak segera diatasi dengan sikap positif yang penuh kebijakan dan

61
kesabaran, akan menumbuhkan perilaku tergesa-gesa yang pasti akan merugikan
bangsa dan negara. Sikap tergesa-gesa menjatuhkan kepemimpinan nasional tanpa
mempersiapkan dengan matang calon penggantinya yang lebih baik dan asal comot,
yang penting Mega mundur dulu, tidak mustahil akan mengantarkan bangsa Indonesia
menuju jurang kehancuran yang lebih parah lagi, misalnya dengan bangkitnya kembali
antek-antek Orde Baru yang anti reformasi di politik praktis.

5. Ketidakpedulian Masyarakat
Masyarakat adalah bagian terpenting dari komponen gerakan reformasi, karena
tanpa dukungan masyarakat, gerakan reformasi tidak mengkin dapat menumbangkan
Soeharto yang memiliki kekuatan. Setelah masyarakat, yang dinyatakan dalam
demontrasi-demontrasi dukungan terhadap tuntutan para penggerak reformasi dan
dengan dukungan para wakil rakyatlah, reformasi mencapai tujuannya merubah
tatanan pemerintah. Setiap gerakan apapun nama dan bentuknya akan mengalami
kegagalan jika masyarakat tidak mendukungnya sebagaimana yang terjadi pada
peristiwa pemberontakan G-30 S. PKI yang ingin menggulingkan pemerintahan yang
sah dengan mengadakan kudeta. Walaupun gerakan ini mendapat dukungan elit politik
dan militer, namun karena masyarakat menolaknya, maka gerakan ini megalami
kegagalan dan masyarakat pula yang mengakhiri pergerakannya dengan pembantaian-
pembantaian para kadernya. Dengan demikian, gerakan akan mendapat tempatnya
apabila masyarakat awam menerimanya, namun jika masyarakat mulai tidak peduli
dengan gerakan yang diserukan, berarti gerakan tersebut tinggal menunggu ajalnya.
Keadaan rakyat yang bertambah menderita akhir-akhir ini menjadikan mereka
kecewa terhadap gerakan reformasi yang disimbolkan oleh kepemimpinan Gus Dur dan
Megawati. Karena menurut mereka yang awam, keadaan justru bertambah susah dan
penuh ketidakpastian serta ketakutan setelah terjadinya reformasi. Perdagangan
menjadi susah, daya beli masyarakat menurun, pendapatan berkurang disisi lain harga-
harga semakin menggila. Mereka seakan tidak perduli siapapun yang menjadi
pemimpin bangsa yang penting mereka dapat hidup, dapat berusaha dan menjalankan
aktivitasnya. Ironisnya sudah ada diantara mereka yang menyalahkan gerakan
reformasi sebagai biang kerok krisis yang menimpa bangsa Indonesia dan beranggapan
hidup dibawah rezim Soeharto lebih aman dan lebih mudah daripada sekarang di
bawah pemerintah reformasi. Kesusahan demi kesusahan yang dialami masyarakat
akan menimbulkan kekecewaan dan keputusasaan mereka, sehingga tidak
memperdulikan apapun yang terjadi, yang penting mereka dapat bertahan hidup.
Keadaan ini akan sangat merugikan gerakan reformasi yang sepatutnya mendapat
dukungan masyarakat luas. Jika ini terjadi maka kekuatan-kekuatan lama akan muncul
kembali sebagai antitesa gerakan reformasi yang dianggap telah gagal. Kemenangan
SBY dalam pemilihan umum lalu telah menguatkan pendapat tersebut.
Karakter masyarakat Indonesia yang mudah memaafkan dan cepat melupakan
kesalahan boleh saja dijadikan kesempatan oleh kekuatan lama untuk bangkit kembali
dengan berbagai bentuk gerakan yang seakan-akan membela nasib dan kepentingan

62
rakyat. Di satu sisi masyarakat sendiri dengan kekecewaan dan penderitaan yang
dialaminya bisa saja dengan mudah menerima ajakan-ajakan asalkan kehidupan mereka
membaik dan keadaan pulih lagi. Jika hal ini terjadi, maka jelas reformasi akan
kehilangan dukungan dari masyarakat dan akan menghilangkan eksistensinya.
Ketidakpedulian masyarakat awam terhadap gerakan reformasi disebabkan pula oleh
kelakuan orang-orang yang mengatasnamakan reformasi namun kelakuannya tidak ada
bedanya dengan rezim terdahulu yang digantikannya. Untuk mengembalikan citra
reformasi yang sudah dirusak oleh para tokohnya yang mementingkan pribadi dan
kelompoknya, diperlukan usaha-usaha serius para tokoh reformis sejati bangkit kembali
menyuarakan perubahan dan perombakan. Dengan demikian diharapkan kepedulian
dan kepercayaan masyarakat terhadap gerakan perubahan akan kembali serta
mendukungnya.

6. Kelemahan Sistem
Keinginan kuat mahasiswa untuk mengamandemen UUD 45 sebagaimana
dikemukakan dalam visi reformasinya mengisyaratkan bahwa sistem dalam berbangsa
dan bernegara di Indonesia mulai dipertanyakan dan dianggap perlu mengalami
penyempurnaan. Selama ini tatanan sistem masyarakat di Indonesia mengalami
kelemahan dan kerancuan sehingga memberikan kewenangan yang sangat besar pada
lembaga eksekutif. Itulah sebabnya pemerintah dapat berkembang menjadi rezim
diktator-otoriter akibat kelemahan sistem. Demikian pula kelemahan ini telah
dimainkan dengan pandai oleh pemerintah sehingga mereka dapat melanggengkan
kekuasaannya sepanjang yang diinginkannya, yang pada akhirnya menimbulkan
penyimpangan-penyimpangan sebagaimana yang telah dialami rezim terdahulu yang
memiliki kekuasaan mutlak tanpa batas, bahkan mampu mendikte lembaga tertinggi
negara seperti MPR/DPR. Dan kelemahan ini pulalah yang mulai dimainkan oleh
pemerintah sehingga mencemaskan tokoh-tokoh reformasi.
Kelemahan sistem tatanan masyarakat bangsa Indonesia tidak lain karena
diciptakan 60 tahun lalu oleh para pendiri bangsa dengan tergesa-gesa dan penuh
kompromi dari berbagai fihak. Ketergesa-gesaan itu akibat dari keinginan bangsa
Indonesia merdeka secepatnya, sebagaimana dinyatakan Soekarno, nanti setelah
merdeka dan setelah diadakannya pemilihan umum barulah dasar berbangsa dan
bernegara akan dibahas kembali sesuai dengan perimbangan suara dalam Konstituante.
Namun dalam konstituante terjadi perdebatan panjang yang harus diakhiri dengan
kompromi-kompromi akibat tidak adanya suara mayoritas yang dapat menentukan
suara dan akhirnya pembahasan mengalami kebuntuan. Kebuntuan ini ditanggapi
pemerintah dengan dikeluarkannya dektrit presiden yang menyatakan kembali kepada
UUD 45, dan sejak saat itu bangsa Indonesia menjadikannya sebagai dasar berbangsa
dan bernegara.
Kelemahan inilah yang hendak diperbaiki oleh gerakan reformasi dengan
agendanya mengamandemen UUD 45. Namun setelah reformasi dan terbentuknya MPR
yang mewakili aspirasi bangsa Indonesia, amandemen UUD 45 mengalami hambatan-

63
hambatan politis seperti yang terjadi pada konstituante terdahulu. Pada sidang tahunan
MPR 2000 yang dijadwalkan membahas amandemen UUD 45 mengalami kebuntuan
yang akhirnya menelantarkan agenda besar ini yang menimbulkan kekecewaan
masyarakat, terutama masyarakat Islam yang menuntut diamandemennya Pasal 29
dengan memasukkan kembali 7 kata yang dicoret : dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluknya.
Selama sistem berbangsa dan bernegara, yang sekarang berbentuk UUD 45 tidak
dirubah sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan bangsa Indonesia, maka
pemerintah yang berkuasa masih memiliki kesempatan untuk mengulangi perilaku-
perilaku rezim sebelumnya yang memiliki kekuasaan besar dan memudahkannya
melakukan penyimpangan-penyimpangan. Gerakan reformasi akan mati dengan
sendirinya apabila amandemen terhadap UUD 45 mengalami hambatan, karena selama
sistem permainan tidak diubah dan disempurnakan, maka pemerintah akan tetap
memiliki kekuasaan besar yang akan mendorongnya berlaku sewenang-wenang.

7. Kelicikan Para Opurtunis


Sepanjang sejarah pergerakan, apapun nama dan bentuknya pasti terdapat sebuah
kelompok yang memiliki kepentingan tersendiri namun mendompleng pada gerakan
yang ada, kelompok ini biasanya dinamakan sebagai kelompok opurtunis. Di zaman
Rasulullah terkenal kelompok opurtunis yang pura-pura masuk Islam dan berjuang
membela kepentingan Islam, namun pada hakikatnya mereka bertujuan
menghancurkannya, merekalah yang dinyatakan sebagi kaum munafikin di bawah
pimpinan Abdullah bin Ubay al-Salul. Biasanya kaum opurtunis memiliki ciri khas,
tidak memiliki idealisme, komitmen dan mencari keselamatan dan kemenangan pribadi
semata tanpa mempertimbangkan kepentingan kelompoknya yang banyak. Kelompok
inilah yang biasanya akan merusak gerakan-gerakan suci dengan kepura-puraannya.
Dalam gerakan reformasi dapat dilihat dengan jelas kelompok ini, yang ketika
Soeharto berkuasa mereka mendukungnya, mengambil fasilitas dan menjarah harta
rakyat dengan semena-mena. Namun ketika gerakan reformasi sudah hampir mencapai
kemenangan, mereka berlomba-lomba menyatakan dukungan terhadap reformasi dan
menghianati orang yang telah memberikan jasa dan membesarkannya. Bahkan diantara
mereka ada yang menjadi tokoh-tokoh reformasi untuk menyelamatkan diri dari
tuntutan atas kejahatannya. Dan kelompok opurtunis selalu akan mendukung penguasa
siapapun orangnya, asalkan tidak mengganggu kepentingannya, lebih jauh mereka
selalu berusaha menyogok para penguasa dan lingkaran terdekatnya agar mendapatkan
fasilitas pemerintah yang dikehendakinya.
Kehadiran kaum opurtunis ini telah membahayakan program gerakan reformasi,
bahkan mereka dengan sekuat tenaga berusaha mengacaukan agenda reformasi dengan
berbagai taktik dan strategi. Karena bagi mereka reformasi adalah hukuman atau
hilangnya fasilitas utama yang telah dinikmati selama ini. Mereka beramai-ramai
mendatangi penguasa baru meminta berbagai bentuk keringanan, dan penangguhan
terhadap hukuman dan pembayaran hutangnya. Bahkan diantara mereka ada yang

64
dengan sengaja menghilangkan bukti-bukti kejahatan masa lalu dengan membakar dan
berusaha memusnahkan data-data kejahatan mereka. Kelicikan-kelicikan kaum
opurtunis ini perlu senantiasa diperhatikan, karena sangat membahayakan agenda
reformasi di masa depan.
Kelicikan para opurtunis ini sendiri telah menodai gerakan reformasi, karena
masyarakat akan menilai, bukankah mereka yang mendukung dengan kerasnya rezim
terdahulu, namun kini mereka pula yang mengecamnya, yang dapat menghilankan
kepercayaan masyarakat terhadap gerakan suci reformasi. Dengan kekuatan dana dan
jaringan yang dimilikinya, kelompok ini mampu bangkit dan mulai menguasai pos-pos
strategis, baik dalam politik maupun ekonomi. Dengan uang hasil kejahatannya di masa
lalu, mereka dapat membeli siapa saja yang diinginkannya dan sekaligus merubah citra
buruknya menjadi pahlawan melalui media masa yang dikuasainya. Ketika para
penggerak reformasi kehabisan tenaga menyuarakan tuntutannya, maka tampillah
kelompok ini dengan dananya dan menjadi pahlawan reformasi yang menggantikan
peranan para pejuang reformasi sejati yang sudah tersingkirkan akibat kelemahan dan
kekuarangan mereka. Akhirnya masyarakat menilai ternyata reformasi adalah sama
artinya dengan gerakan mengganti rezim lama yang korup dengan rezim baru yang
juga korup dengan dukungan orang-orang opurtunis yang sama. Jelas hal ini akan
merugikan citara reformasi dan mengurangkan dukungan masyarakat.

8. Bangkitnya Kekuatan Lama


Gerakan reformasi yang menuntut dihukumnya pelaku kejahatan dan pelanggaran
pada pemerintah terdahulu telah menimbulkan rasa takut para pendukung rezim
terdahulu, terutama kalangan militer yang menjadi tonggak utama pemerintahan rezim
Soeharto dan pada masa reformasi paling banyak dihujat dan disalahkan. Ketakutan ini
telah mendorong mereka mencari upaya-upaya penyelamatan terhadap hukuman yang
akan ditimpakan kepada mereka, salah satunya dengan menggalang kembali kekuatan
baru atau mendapatkan dukungan dari penguasa yang dapat mereka kendalikan.
Dengan fasilitas yang mereka miliki dan dengan dukungan dana besar, apalagi jika
kekuatan ini melibatkan mantan presiden Soeharto, akan menjadi kekuatan baru yang
menakutkan siapa saja. Karena mereka memiliki pasukan besar, menguasai persenjataan
dan memiliki dana berlimpah, namun mereka belum tampil saat ini akibat kecurigaan
masyrakat terhadap mereka masih besar. Namun ketika mereka telah berhasil
meyakinkan masyarakat di tengah-tengah kegagalan reformasi, maka mereka akan
kembali lagi mengambil kekuasaan dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat.
Penolakan terhadap reformasi militer oleh sipil ataupun kalangan militer sendiri
seperti Agus Wirahadi Kusumah dan Saurip Kadi yang menginginkan reformasi besar-
besaran di jajaran TNI justru ditanggapi negatif oleh para koleganya yang tetap
konservatif. Hal ini dapat pula diartikan sebagai keinginan para jendral untuk
mempertahankan sistem lama yang telah memberikan banyak fasilitas dan keutamaan
kepada mereka. Jika memang hal ini terjadi, maka tidak diragukan bahwa kekuatan
lama yang didukung oleh kekuatan militer dan pelaku bisnis KKN akan bangkit

65
kembali dengan bentuknya yang lain, namun memiliki kesamaan tujuan dengan rezim
sebelumnya. Dan jika kekuatan lama muncul kembali, hal ini berarti berakhirnya
gerakan reformasi di Indonesia.
Kekuatiran munculnya kekuatan lama ini sangat beralasan jika diperhatikan
keadaan politik yang terus berubah, terutama ketika Wakil Presiden Jusuf Kalla berhasil
mengambil alih kepemimpinan Golkar. Boleh jadi kekuatan lama akan mengambil
kesempatan dengan memancing di air keruh untuk naik kembali memegang kendali
kekuasaan. Simpati masyarakat akan terus menurun akibat ketegangan antara Amien-
Gus Dur-Akbar dengan Mega yang menjadi simbol reformasi, yang menimbulkan
gejolak demi gejolak yang semakin meresahkan masyarakat. Gejolak akan menimbulkan
ketegangan demi ketegangan yang akhirnya akan membawa dampak kepada stabilitas
ekonomi dengan naiknya barang-barang, sementara pemerintah tidak
memperhatikannya dan sibuk dengan pertentangan politik dan perebutan kekuasaan.
Dalam keadaan seperti ini, siapapun yang memberikan jalan keluar terbaik akan
mendapat dukungan masyarakat daripada hidup diantara konflik yang tidak ada
kepastian berakhirnya lebih baik hidup dibawah rezim diktator yang menjanjikan
keadilan dan kemakmuran. Masalah inilah yang difahami oleh SBY, sehingga dia
berhasil menang sebagai kelompok alternatif.
Kekhawatiran ini juga beralasan jika dilihat beberapa kasus terakhir yang ingin
mengadu domba komponen bangsa Indonesia dengan perbedaan yang bernuansa
SARA, seperti yang terjadi di Maluku dan Ambon misalnya. Kerusuhan dan
peperangan yang terjadi tidak terlepas dari para provokator yang ingin menimbulkan
ketegangan dan kekerasan di tengah-tengah masyarakat. Tindakan-tindakan biadab ini
dengan jelas menyatakan ketidaksukaannya terhadap pemerintah yang berkuasa yang
dipilih secara demokratis oleh rakyat. Demikian pula tindakan ini jelas bertujuan untuk
menghambat proses penegakan hukum terhadap para pelanggar yang menyangkut
kesatuan dan kelompok yang besar dan masih memiliki kekuatan dan dana.
Pengangkatan beberapa tokoh militer juga dibaca sebagai mulai bangkitnya kekuatan
lama yang selama ini dianggap mendukung kebijakan rezim sebelumnya. Walaupun
pengangkatan ini mendapat kritikan dari para pakar dan mahasiswa, terutama karena
keterlibatan mereka dalam kasus pelanggaran yang belum dituntaskan Komnas-HAM.

9. Tantangan Dari Gerakan Kotra Reformasi


Gerakan reformasi, disamping memiliki para pejuang dan pembela sejati, pasti
memiliki lawan-lawan yang anti dengan agendanya. Lawan ini boleh jadi dari kalangan
yang dirugikan oleh agenda reformasi atau boleh juga berupa gerakan yang tidak setuju
dengan cara reformasi yang dianggapnya tidak menyelesaikan masalah. Gerakan ini
dapat diistilahkan dengan gerakan kontra reformasi, yaitu gerakan yang menolak
reformasi dengan berbagai alasan dan sebab-sebab tertentu. Tantangan demi tantangan
yang dihadapkan kepada gerakan reformasi dengan agenda-agendanya yang terus
menerus boleh jadi akan menguatkannya atau sebaliknya justru akan menghilangkan

66
eksistensinya. Tidak selamanya gerakan kontra reformasi bersifat negatip, namun boleh
menjadi positip apabila dijadikan sebagai wahana untuk mengaca diri sejauh mana
keberhasilan gerakannya selama ini.
Munculnya gerakan-gerakan kontra reformasi yang mulai marak belakangan ini,
disamping akibat ketakutan musuh-musuhnya yang terancam, boleh jadi timbul akibat
kekecewaan terhadap gerakan reformasi itu sendiri yang dianggap telah gagal dalam
menjalankan misi dan visinya. Ataupun boleh jadi karena alasan-alasan idiologis yang
lebih fundamental, seperti yang ditunjukkan oleh kalangan fundamentalis Islam yang
menganggap gerakan reformasi tidak menyentuh masalah fundamental yang dihadapi
bangsa Indonesia, yaitu kegagalan idiologi Pancasila dan UUD 45 sebagai dasar negara
Indonesia selama 60 tahun dan mengantarkan bangsa Indonesia seperti saat ini.
Kritik-kritik yang dilontarkan kepada gerakan reformasi dapat melemahkan gerakan
itu sendiri, apalagi gerakan ini tidak memiliki landasan filosofis yang kukuh serta
didukung oleh tokoh-tokoh yang mumpuni. Perpecahan diantara tokoh-tokoh
sentralnya pasca gerakan reformasi menambah keyakinan akan lemahnya gerakan
reformasi itu sendiri. Dengan keadaannya yang lemah, baik karena kelemahan konsep
dan sistemnya ataupun akibat perbuatan para pendukungnya, menjadikan gerakan
reformasi sangat rentan dan mudah dimatikan sebagaimana telah disinyalir banyak
fihak. Apalagi jika dihadapkan dengan gerakan-gerakan alternatif yang mulai marak
dan mendapat dukungan masyarakat saat ini, baik yang berbasiskan idiologi Islam
maupun idiologi-idiologi lainnya. Semakin gencar tantangan terhadap reformasi yang
sudah lemah, semakin meyakinkan orang akan berakhirnya gerakan ini.

10. Tuhan Belum Mengizinkan Kemenangan Reformasi


Sebagai bangsa Indonesia yang meyakini keberadaan Tuhan Yang Maha Esa, maka
bangsa Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari kehendak-Nya. Karena Dia adalah
Maha Kuasa untuk berbuat sesuatu sesuai dengan keinginan-Nya. Tiada seorangpun
yang dapat mencegah Perbuatan-Nya jika Dia ingin melakukan sesuatu, karena seluruh
kekuasaan berada pada-Nya. Dialah Maha Penguasa dari seluruh penguasa-penguasa
di muka bumi, yang akan memberikan kekuasaan dan kemenangan kepada yang
dikehendaki-Nya dan sekaligus mencabut kekuasaan dan kemenangan dari siapapun
yang dikehendaki-Nya.
Sebagai seorang beriman, reformasi adalah bagian dari taqdir dan kehendak Allah
yang berjalan sesuai dengan ikhtiar yang dilakukan manusia. Tanpa kekuasaan dan
keperkasaan Allah, Tuhan Yang Maha Esa, maka Soeharto tidak akan tumbang, namun
karena Allah menghendaki ketumbangannya, maka tumbanglah dia, adapun sarana
penumbangannya adalah gerakan reformasi yang digerakkan bangsa Indonesia.
Selanjutnya jika gerakan reformasi belum mencapai tujuannya, jelas juga karena belum
diizinkan oleh Allah Yang Maha Mengetahui segala urusan. Demikian pula kenapa
Allah memberikan kekuasaan kepada hambanya Abdurrahman Wahid yang dianggap
nyeleneh ataupun Megawati yang ditentang kelompok Islam karena wanita, hanya

67
Dialah yang mengetahui segala hikmah yang tersembunyi, sekali lagi manusia hanya
bisa berikhtiar dan berjuang sesuai dengan petunjuknya.
Hal ini bukan berarti kita hanya berdiam diri menunggu segala keputusan Allah,
namun manusia wajib berikhtiar semaksimal kemampuannya, karena Allah tidak akan
merubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu sendiri merubah nasibnya. Dengan kata
lainnya kemenangan dan pertolongan akan datang apabila perjuangan telah dikobarkan
dan bukan dalam kerangka teori saja. Perjuangan inilah yang akan dinilai Allah dan
bukan berhasil dan tidaknya perjuangan tersebut. Jasa para pahlawan yang gugur
dalam gerakan reformasi senantiasa akan dibalas Allah sesuai dengan kadar
keikhlasannya, sementara jika perjuangan reformasi belum mendapatkan kemenangan
bukan berarti pahala pejuangnya tertahan. Maka jika Allah belum memberikan
kemenangan kepada gerakan reformasi, maka perlu dikaji lagi, apakah sebabnya
sehingga Allah belum memberikannya, apakah diperlukan pejuang yang ikhlas ataupun
langkah baru dalam pelaksanaannya ?

Merubah Arah Reformasi


Jika gerakan reformasi yang diharapkan dan didukung seluruh komponen
bangsa tidak mampu lagi menyelesaikan krisis multi dimensi bangsa Indonesia, apakah
bangsa ini akan dibiarkan terkatung-katung dalam ketidakpastian tanpa tindakan-
tindakan strategis yang akan menyelamatkannya. Apakah gerakan reformasi yang
mulai diragukan keampuhannya akan dibiarkan bergerak tidak menentu sehingga
bangsa ini menemui kehancurannya. Bahkan jika para pakar, politisi, cendekiawan dan
masyarakat luas sudah menganggap reformasi mati muda, apakah bangsa Indonesia
akan membiarkan rezim penguasa berbuat semaunya tanpa tindakan dan gerakan
alternatif yang merubah keadaan. Membiarkan rakyat menderita, membiarkan para
penjahat dan koruptor berleluasa, membiarkan kehancuran bangsa dan jenis-jenis
keacuhan lainnya adalah tindakan penghianatan terhadap para pahlawan yang telah
mengorbankan nyawa mereka untuk tegaknya sebuah tatanan masyarakat bangsa
Indonesia. Bahkan lebih jauh adalah tindakan yang telah melanggar amanah Sang
Pencipta yang menghendaki tegaknya keadilan, kemakmuran dan keamanan di muka
bumi. Kehancuran bangsa ini tidak boleh dibiarkan karena menyelamatkannya adalah
tuntutan kemanusian sekaligus perintah Allah Yang Maha Esa.
Menyikapi masalah ini, banyak konsep yang diajukan oleh putra-putra terbaik
bangsa, baik yang mengambil sikap radikal, kompromis ataupun evolusioner. Mereka
yang mengambil pendekatan kekirian berkeinginan menerapkan konsep-konsep kiri
yang telah dirumuskan para pemimpinnya seperti Marx, Lenin, Guevara dan lainnya
yang ingin menggerakkan revolusi sosial menciptakan masyarakat sosialis sama rata
sama rasa, seperti yang senantiasa diperjuangkan PRD dan aliansinya ataupun
kelompok lainnya. Mereka yang dari kanan, khususnya dari kalangan fundamentalis
Islam senantiasa menyerukan gerakan jihad menegakkan hukum-hukum Allah di
semua lini kehidupan masyarakat. Diantara mereka ada dari kalangan nasionalis dan
moderat Islam yang ingin tetap mempertahankan keadaan seperti saat ini, dan mereka

68
hanya ingin memperbaharui komitmen bersama yang telah disepakati. Mereka yang di
DPR diwakili oleh fraksi yang mewakili PAN, PKS telah berhasil membuat kesepakatan
terdahulu dalam amandemen UUD 45 dengan kelompok nasionalis seperti fraksi Golkar
dan fraksi Kebangkitan Bangsa. Kelompok ini mendapat dukungan luas terutama dari
kalangan ormas Islam terbesar.
Apapun bentuk dan nama konsep yang diajukan, permasalahannya, bangsa
Indonesia tidak ingin kembali terjebak dalam krisis-krisis baru yang lebih kronis akibat
bereksperimen menerapkan sistem yang belum tentu membawa kebaikan bagi bangsa
dan negara. Disamping itu penyelesaian apapun yang dikemukakan, tetap dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dan bukannya negara yang terpecah
belah dan lemah. Karena seluruh komponen bangsa menghendaki sebuah bangsa yang
kuat, bermartabat dan maju. Dengan terpecah belahnya bangsa menjadi negara-negara
kecil pasti akan mengakibatkan lemahnya bangsa Indonesia yang telah memiliki
berbagai sumber daya alam dan manusia. Kuatnya Cina, Jepang ataupun Amerika saat
ini karena mereka memiliki jumlah penduduk yang besar dan wilayah yang luas serta
didukung oleh kemajuan teknologi yang mendatangkan devisa. Itulah sebabnya
Malaysia yang berpenduduk 20 juta ingin menambah penduduknya menjadi 70 juta
agar menjadi sebuah negara indusrtri yang maju.
Untuk mengatasi krisis multi dimensi bangsa yang menimbulkan berbagai
kekecewaan dan kebingungan serta keputusasaan masyarakat ini, memang tidak dapat
diselesaikan hanya sekedar dengan wacana dan teori, apalagi hanya dengan
mengadakan demo-demo, seminar, konfrensi dan sejenisnya. Jika diandaikan keadaan
bangsa Indonesia saat ini, adalah ibarat seorang yang menderita penyakit parah akibat
kecelakaan berat, dalam keadaan koma sementara ditubuhnya terdapat berbagai bentuk
penyakit dengan berbagai komplikasinya. Untuk menyembuhkan si penderita, tidak
cukup hanya dengan berteriak-teriak mendiskusikan segala bentuk kemungkinan teori
penyembuhan yang berlarut-larut, atau hanya dengan menangisinya, kemudian berdoa
pasrah tanpa usaha maksimal, yang tentu tidak akan dapat menyembuhkan penyakit si
penderita. Namun si penderita membutuhkan tim dokter spesialis berpengalaman yang
akan memberikan obat terbaik dengan sistematikanya. Demikian pula halnya dengan
bangsa Indonesia saat ini, dibutuhkan sekelompok putra terbaik yang tulus ikhlas
berbuat untuk kebaikan semata tanpa mengharap balasan duniawi serta
berpengalaman dan berpengatahuan dalam menyembuhkan penyakit masyarakat.
Mereka berhimpun dalam sebuah tim ahli yang mengorbankan kepentingan pribadi
dan kelompoknya, kemudian mereka mencari alternatif terbaik, memberikan obat
mujarab yang tepat, terpercaya dan terbukti keampuhannya kepada bangsa ini dengan
sistematikanya, fase demi fase yang memerlukan waktu sampai bangsa sembuh dari
krisis demi krisis yang dialaminya perlahan-lahan namun pasti. Jadi bangsa Indonesia
saat ini membutuhkan tim tenaga ahli yang berpengalaman dan memiliki seperangkat
sistem yang telah teruji keunggulannya dalam membangun masyarakat utama, bukan
hanya para kritikus ataupun analis yang hanya pandai mengeluarkan berbagai bentuk
teori yang belum teruji keunggulannya.

69
Mungkin ada yang berpendapat, sebagaimana yang dinyatakan para pendukung
reformasi, bahwa gerakan reformasi masih bisa diselamatkan dan diluruskan kembali.
Pernyataan ini mungkin benar adanya, apalagi kenyataannya memang masih ada
komponen yang ingin tetap menggerakkan reformasi dan mereka beranggapan gerakan
ini belum menemui kegagalan total. Permasalahannya, kini kalimat reformasi sendiri
sudah mengalami pembusukan dan penyimpangan yang dilakukan oleh para bandit
dan penjahat masa lalu yang tampil sebagai tokoh reformasi, mengalahkan para
reformis sendiri. Sementara kalimat reformasi bagi masyarakat awam tidak lebih
daripada sekedar gerakan yang menyusahkan hidup mereka, karena sebelum reformasi
mereka mengganggap kehidupannya berjalan lancar dan relatif lebih mudah
dibandingkan dengan sekarang. Dan pada realitasnya memang setelah reformasi
berhasil, ternyata kehidupan seperti bertambah kacau balau, pertentangan elit politik
semakin tajam, kelompok dan golongan saling menghujat dan memerangi, harga
semakin melambung, ekonomi semakin terpuruk, pengangguran meningkat drastis,
masyarakat miskin bertambah banyak, bencara alam semakin kerap terjadi, para teroris
dan penjahat bergentayangan. Alhasil kehidupan bertambah tidak menentu yang
menimbulkan kecemasan dan ketakutan.
Maka tidak diragukan lagi, jika gerakan reformasi yang dimotori para
mahasiswa, cendekiawan dan aktivis yang berhasil menumbangkan rezim Soeharto,
mulai terhuyung-huyung tak menentu dan kehabisan tenaga, lambat tak terarah,
menemui kebuntuan demi kebuntuan dan menuju kegagalan bahkan dianggap telah
mati muda sebagaimana diterangkan terdahulu, maka bangsa Indonesia harus bangkit
kembali mempersiapkan sebuah gerakan yang lebih dinamis, radikal dan konstan.
Mereka harus merancang sebuah gerakan yang akan memberikan jawaban tuntas
terhadap permasalahan krisis multi dimensi yang dihadapi bangsanya. Sebuah gerakan
yang mampu mencabut seluruh akar permasalahan dan sekaligus memberikan solusi
terbaik. Maka tidak diragukan lagi bahwa bangsa Indonesia saat ini memerlukan sebuah
gerakan, yang senantiasa menjadi hantu mengerikan para tiran, gerakan revolusioner,
gerakan perombakan radikal dan terarah. Sebuah gerakan pasti yang dapat mencabut
permasalahan bangsa sampai ke akar-akarnya, seperti seorang dokter yang mengoperasi
bagian-bagian tubuh yang penuh dengan kanker, membersihkan akar-akarnya sehingga
tidak ada satu bagiannyapun yang tertinggal. Hanya dengan gerakan seperti inilah
bangsa Indonesia akan keluar dari segala penyakit kronis yang menimpanya. Karena
bagaimanapun bangsa ini tidak boleh bubar dan terpecah belah, namun harus tegak
berdiri menjadi sebuah bangsa yang berdaulat, bermartabat, berperadaban dan memiliki
sistem terunggul sebagai bangsa percontohan di masa depan.

Solusinya Revolusi ?
Diantara kelompok yang menyakini telah gagalnya reformasi, menganggap
hanya satu jalan menuju perbaikan, dan hanya satu-satunya, yaitu revolusi !!! Itulah
sebabnya para mahasiswa, terutama yang dianggap berfaham kiri, senantiasa
melaungkan kalimat ini dengan penuh antusias dan keyakinan. Mereka beranggapan

70
hanya dengan revolusilah bangsa Indonesia dapat keluar dari krisis yang
berkepanjangan ini. Namun permasalahannya, mampukah revolusi menyelesaikan
krisis multi dimensi bangsa Indonesia saat ini, dan model revolusi yang manakah yang
dikehendaki dan sesuai dengan watak, sejarah, dinamika dan kepercayaan mayoritas
bangsa Indonesia. Itulah sebabnya makna revolusi perlu difahami bersama akar filsafat
yang menyertainya.
Jika terdengar kata revolusi maka yang terbayang adalah sekumpulan gerakan
massa yang beringas, melakukan tindakan-tindakan anarkhis, pembantaian dan
pembunuhan serta menghancurkan infrastruktur negara. Itulah sebabnya ketika
Habibie baru pulang dan bergabung dengan rezim Orde Baru, Soeharto menasihatinya :
Kamu boleh buat apa saja, asal jangan revolusi. Memang gerakan revolusi selalu
menakutkan para tiran yang ingin melanggengkan kekuasaannya dan para antek-
anteknya yang menikmati fasilitas negara. Namun revolusi selalu mendapat tempat dan
sambutan hangat masyarakat luas yang tertindas dan diabaikan para penguasa. Ketika
pemimpin bangsa Indonesia seperti Soekarno menyerukan revolusi menentang
penjajah, maka masyarakat yang tertindas bangkit memberi dukungan kepadanya
untuk mengadakan perlawanan dan berjuang dengan gagah perkasa mengusir para
penindas dan perampok yang telah menguras alam Indonesia. Gerakan revolusi fisik
telah mengantarkan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan dan mempertahankannya
dari agresi imprialis. Tanpa gerakan revolusi yang herois yang dipimpin para
revolusioner bangsa, maka Indonesia tetap akan terjajah dan menjadi bangsa
terbelakang. Revolusi telah merubah Indonesia.
Para pendukung gerakan revolusi beranggapan bahwa revolusi adalah gerakan
suci para manusia agung sepanjang sejarah peradaban manusia yang berjuang tak kenal
lelah merubah tatanan masyarakatnya secara radikal dan mendapat tantangan demi
tantangan dalam mencapai tujuannya. Di dalam sejarah, telah tampil manusia-manusia
revolusioner yang tampil untuk merevolusi tatanan masyarakatnya yang korup,
diskriminatif, paganis, eksploitatif dan tiranis. Di dalam sejarah peradaban Barat telah
tercatat manusia-manusia agung yang memperjuangkan perombakan total masyarakat
mereka. Sejarah telah mencatat revolusi Prancis (1789) yang telah merombak tatanan
masyarakat feodal menjadi masyarakat demokratis modern yang bersemboyankan
“kebebasan, persamaan dan persaudaraan” yang telah melakhirkan ideologi-ideologi
modern yang mendaulatkan rakyat sebagai penguasa dan pemiliki pemerintahan.
Revolusi Prancis yang digerakkan oleh para revolusioner telah menggerakkan dan
memberikan inspirasi lakhirnya revolusi-revolusi besar dunia di Eropa yang telah
merubah wajah dan peradaban Barat yang dikenal dengan revolusi 1848 dan merembet
sampai ke benua Amerika yang juga menyerukan revolusi Amerika yang menuntut
kemerdekaannya dari cengkraman Kerajaan Inggris Raya. Demikian pula revolusi Rusia
(1917) yang telah melakhirkan masyarakat sosialis-marxis di atas keruntuhan tatanan
masyarakat feodal. Revolusi sosial-politik Barat telah melakhirkan apa yang dikenal
dengan “revolusi industri” yang telah mendorong Barat menjadi imprialis yang
menjajah bangsa-bangsa lain. Demikian pula revolusi telah melakhirkan tokoh-tokoh

71
legendaris yang berjuang atas nama kebebasan, persamaan dan persaudaraan, diantara
mereka yang terkenal adalah Che Guevara, seorang Argentina yang berjuang dan
berkorban di luar tanah airnya demi kebebasan Kuba bersama Fidel Castro dan
revolusioner-revolusioner agung lainnya yang senantiasa menjadi inspirasi para
penegak keadilan dan persaudaraan.
Revolusi adalah bagian dari peradaban manusia yang mau tidak mau harus
diterima sebagai bagian dari kehidupan manusia, sebagaimana penerimaan manusia
terhadap hakikat kehidupannya. Revolusi adalah cara sekaligus seni dalam
menegakkan keadilan, kebebasan, persaudaraan, keamanan dan kemakmuran,
sebagaimana cara-cara lainnya yang telah dipilih manusia sesuai dengan kemampuan
dan kepercayaannya. Cara membuat sesuatu sangat menentukan hasil yang akan
diperoleh, sebuah tatanan yang dibangun dengan cara serius tentu berbeda dengan
tatanan masyarakat yang dibangun dengan cara sambil lalu. Cara revolusi dipilih
setelah cara-cara selainnya mengalami kebuntuan, kebekuan dan tidak mendatangkan
hasil maksimal. Revolusi berbeda dengan cara-cara akomodatif dan kompromis lainnya,
dan inilah yang menjadikan cara revolusi berbeda dengan lainnya, bahwa revolusi
adalah gerakan konfrontatif non kompromistis terhadap tatanan masyarakat korup.

Menurut mereka yang beraliran kiri radikal, revolusi adalah jawaban terhadap
kebuntuan dan kemandekan perubahan fundamental yang telah gagal digerakkan oleh
para reformis. Gerakan reformasi telah menemui tugas akhirnya dengan
menumbangkan rezim Soeharto dan mengantarkan rezim baru atas nama reformasi.
Dan kini tugas kaum revolusioner mengambil alih peranan dan meneruskan tugasnya
dengan gerakan-gerakan yang lebih menyentuh ke akar permasalahan, mencabut
sumber utama permasalahan bangsa, mengobati penyakit-penyakit kronis bangsa
dengan operasi-operasi besar membuang elemen-elemen penyakit sampai ke akar-
akarnya dan menyusun kembali menjadi sebuah tatanan yang ideal. Tugas besar dan
berat ini hanya dapat dilakukan dengan sebuah gerakan revolusi yang digerakkan oleh
kaum tercerahkan, mereka yang bertanggungjawab terhadap kelanjutan bangsa dan
memiliki kemampuan menyusun kembali tatanan sesuai dengan tugas dan peranannya
masing-masing.
Dikalangan para fundamentalis Islam, ada juga kelompok yang mendukung
gerakan revolusi ini. Gerakan revolusi mereka samakan seperti tampilnya nabi-
revolusioner Ibrahim as yang menentang penguasa paganis Namrud, Musa as yang
menetang tirani Fir’aun dan antek-anteknya, Isa as yang menentang imprialis Romawi
dan Muhammad saw yang menentang dominasi berjouis-kapitalis Musyrikin Makkah.
Kesemua mereka, para nabi agung ini adalah para revolusioner yang berjuang untuk
merombak tatanan masyarakatnya yang menyimpang dari kehendak Sang Pencipta
yang menghendaki terbentuknya masyarakat ideal yang berjalan sesuai dengan
kehendak-Nya, sebuah masyarakat Tauhid, masyarakat yang menjadikan Allah Sang
Pencipta sebagai sumber segala kehidupan, menyemai persamaan dan persaudaraan
dan menegakkan keadilan, kedamaian serta kemakmuran. Penentangan dan perjuangan

72
mereka telah menyulut pertentangan dan bahkan peperangan demi peperangan yang
menjadi konsekwensi logis sebuah gerakan revolusioner dan sekaligus menjadi jalan
tegaknya kebenaran dan keadilan sebagai tujuan akhir perjuangan para nabi
revolusioner. Perjuangan dan pengorbanan agung mereka selalu menjadi inspirasi bagi
para pengikutnya dalam menegakkan kebenaran dan keadilan.
Demikian pula dalam sejarah pergerakan kaum muslimin telah tampil para
revolusioner yang menentang tiran penguasa yang korup. Terutama diantara mereka
adalah Husein bin Ali ra, cucu kesayangan Rasulullah, yang tampil menentang
kezaliman dan kebiadaban rezim Yazid bin Muawiyah yang telah mengantarkannya
sebagai syuhada di Karbala. Gerakan revolusi Imam Husein inilah yang kemudian
menjadi inspirasi gerakan revolusi Islam di Iran (1979) pimpinan Imam Khomaeny yang
telah menumbangkan rezim diktator feodal Syah Pahlevi yang didukung kekuatan
ekonomi dan militer serta negara-negara adi daya. Demikian pula telah tampil
pemimpin-pemimpin Islam revolusioner yang telah menentang imprialis Barat yang
menjajah dunia Islam seperti Sayyid an-Nursi, Omar Mokhtar di Timur Tengah dan di
Indonesia tercatat nama Pangeran Diponegora dan Imam Bonjol. Kebangkitan Islam
telah melakhirkan para revolusioner seperti Jamaluddin al-Afghany, HOS
Cokroaminoto dan yang lebih yunior seperti Imam Hasan al-Banna dan Sayyid Qutb di
Mesir ataupun SM. Katosoewirjo yang rela mengorbankan dirinya sebagai syahid dalam
memperjuangkan gerakannya menegakkan tatanan masyarakat yang berdasarkan
kebenaran dan keadilan.
Namun permasalahannya, apakah revolusi sesuai dengan jiwa, dinamika,
budaya, tradisi dan kepercayaan bangsa Indonesia ? Sebagaimana diketahui bahwa
revolusi sebagai sebuah metode membangun tatanan masyarakat lakhir dari sebuah
peradaban Barat sekuler dengan segala implikasinya, terutama faham Komonisme-
Sosialisme yang bercita-cita membangun masyarakat sama rasa sama rata. Pada
kenyataannya metode revolusi telah menghalalkan segala cara dalam mencapai
tujuannya, apalagi faham ini sendiri lakhir dari sebuah filsafat yang mengeyampingkan
ajaran moral dan agama. Beberapa kali revolusi di coba kepada bangsa Indonesia,
terutama digerakkan oleh kader-kader komonis, namun mengalami kegagalan demi
kegagalan akibat bertentangan dengan tradisi dan kepercayaan bangsa Indonesia.
Apalagi bangsa Indonesia adalah mayoritas Muslim, sementara Islam sendiri memiliki
cara tersendiri dalam membangun tatanan masyarakat yang mengutamakan aspek
agama, moral, kejujuran, keadilan dan kebenaran. Menyamakan gerakan revolusi
dengan gerakan perubahan yang dilakukan Muhammad Rasulullah dan para
shahabatnya adalah sebuah kesalahan besar. Tidak mungkin gerakan manusia agung
seperti Rasulullah disamakan dengan gerakan manusia-manusia rendah seperti kaum
Marxis dan Sosialis yang atheis tak bermoral. Mungkin ada beberapa persamaan dalam
model gerakannnya yang herois, pantang menyerah, berdedikasi, radikal dan lainnya,
namun tetap saja kedua gerakan ini berbeda secara substansial, karena gerakan Islam
mendapat bimbingan dari wahyu Allah Sang Pencipta, sementara gerakan revolusi
adalah produk pemikiran manusia-manusia sekuler yang anti Tuhan dan moral.

73
Walaupun ada pihak yang mendukung gerakan revolusi sebagai ganti gerakan
reformasi yang gagal di tengah jalan, namun gerakan ini tidak sesuai dengan jati diri
bangsa Indonesia. Bahkan jika gerakan revolusi dilaksanakan kepada bangsa Indonesia
seperti konsep dasarnya, maka jelas akan menimbulkan berbagai bentuk krisis baru
yang menambah parahnya bangsa Indonesia. Akan terjadi perpecahan bangsa, bahkan
pertumpahan darah besar-besaran sebagaimana kasus pembantaian PKI, karena
gerakan ini pasti akan mendapat perlawanan dari kelompok mayoritas muslim yang
tetap setia kepada agamanya. Dan dalam sejarahnya, kelompok muslim selalu
memenangkan pertarungannya baik dalam mengusir penjajah ataupun membantai
kaum revolusioner PKI. Seorang dokter tidak sama dengan seorang tukang jagal,
walaupun mereka sama-sama memotong dan mengiris daging. Dokter memotong
dengan penuh perhitungan untuk diperbaiki kembali, namun tukang jagal memotong
hanya untuk membunuh. Membiarkan gerakan revolusi hidup dan digerakkan oleh
manusia-manusia atheis tak bermoral dan beragama di tengah-tengah bangsa Indonesia
sama artinya dengan membiarkan tukang jagal yang akan membunuh dan mengakhiri
riwayat bangsa Indonesia.
Dengan demikian, maka jelaslah bahwa gerakan revolusi yang dilaung-laungkan
oleh para pendukungnya saat ini tidak sesuai dengan keadaan dan keperluan bangsa
Indonesia. Bangsa Indonesia saat ini membutuhkan sebuah metode yang terunggul dan
terbukti telah mampu melakhirkan masyarakat unggul yang penuh dengan kedamaian,
kesejahteraan, keadilan, kemajuan dan kemakmuran. Maka untuk itu perlu dicari
sebuah alternatif lain yang lebih sesuai dengan tradisi dan kepercayaan bangsa
Indonesia, bukannya revolusi yang diserukan manusia-manusia tidak bermoral dan
beragama.

Atau Dekonstruksi ?
Dikalangan aktivis, khususnya generasi muda yang progresif namun menolak
teori revolusi, kini mengajukan salah satu metode yang mereka anggap dapat
menyelesaikan permasalahan bangsa, yaitu dekonstruksi. Kata dekonstruksi memang
sangat populer dikalangan para cendekiawan, terutama yang bersentuhan dengan Post-
Modernisme (posmo). Dekonstruksi biasanya diartikan sebagai usaha untuk
menghancurleburkan tatanan yang sudah ada, bagian demi bagiannya, kemudian di
atas kehancuran itu dibangun kembali tatanan baru. Seperti sebuah rumah yang sudah
tua dan compang-camping, jika tidak dapat direhabilitasi, maka cara yang paling baik
tentu dengan merobohkan rumah lama dan membangun rumah baru di atas tanahnya.
Memang selama ini teori dekonstruksi dianggap ampuh untuk menyelesaikan
permasalahan yang tidak ada jalan keluarnya dan tidak berujung pangkal. Beberapa
perusahaan multinasional seperti General Motor (GM) di Amerika sukses memperbaiki
kinerja perusahaannya dengan mengadakan dekonstruksi manajemen, menghancurkan
tatanan manajemen lama sampai ke tingkat lini yang paling bawah, kemudian disusun
kembali manajemen baru yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan tantangan ke

74
depan. Langkah ini diambil akibat tidak mampunya manajemen lama meningkatkan
kinerja perusahaan yang sudah di ambang kebangkrutan.
Menurut pada pendukung gerakan ini, dekonstruksi bagi Indonesia, berarti
menghancurkan semua tatanan berbangsa dan bernegara yang sudah mapan saat ini,
baik sistem, sub-sistem, undang-undang, hukum, struktur pemerintahan dan lainnya
karena sudah dianggap tidak mampu mengantarkan bangsa menggapai tujuannya.
Republik Indonesia sudah seperti rumah tua yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan masyarakatnya, sementara tidak mungkin lagi direnovasi. Gerakan-
gerakan rehabilitasi dan renovasi seperti gerakan reformasi yang dijalankan selama ini
ternyata menambah kusutnya permasalahan yang sudah ada, sementara jalan keluar
tidak ada. Dengan demikian RI harus dianggap sudah bangkrut seperti sebuah
perusahaan yang tidak dapat lagi memenuhi kewajibannya kepada para pemegang
sahamnya. Republik Indonsia dengan seperangkat sistem dan strukturnya harus
dibubarkan dan lenyap dari persada ini, kemudian diatasnya dibangun kembali sebuah
bangsa baru dengan sistem dan tatanan baru, entah namanya Indonesia Baru atau apa.
Dari segi teori, sepintas kelihatannya dekonstruksi mungkin dapat
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi bangsa ini, terutama mereka yang optimis.
Bahkan mereka beranggapan dekontruksi adalah jalan yang terbaik bagi bangsa saat ini
yang sedang mengalami berbagai permasalahan yang kusut dan dalam lingkaran setan
ini. Dengan menghilangkan eksistensi Indonesia, berarti hilanglah semua permasalahan
yang menyertainya, ibarat orang mati, maka hilanglah semua penyakit yang
dideritanya. Dengan tidak adanya lagi Indonesia mereka beranggapan hilangkah
bangsa yang penuh konflik ini, hilanglah hutang luar negeri yang mencekik, hilanglah
berbagai bentuk problematika bangsa yang tidak tahu ujung pangkalnya, hilanglah
semua tatanan yang menimbulkan konflik selama ini, hilanglah sistem yang
menimbulkan kerancuan dan kesesatan, hilanglah struktur penguasa yang menzalimi
dan menindas masyarakat, hilanglah partai-partai yang menjadi tirani kelompok elit,
hilanglah manusia-manusia jahat, koruptor, bajingan tengik dan lainnya. Semua hilang
lenyap dengan lenyapnya Indonesia, seperti lenyapnya seketika berbagai penyakit
kronis dari orang mati.
Namun permasalahannya, jika Republik Indonesia sudah dibubarkan, sudah
dihancurkan, mampukah bangsa ini membangun kembali bangsa baru yang benar-
benar sesuai dengan kehendak mereka. Karena untuk membangun sebuah bangsa baru
dengan sistem, tatanan, struktur dan manusia baru bukanlah perkara mudah, semudah
membangun rumah baru diatas reruntuhan rumah lama, atau membangun struktur
manajemen baru di atas domisionernya manajemen lama. Karena membangun bangsa
baru di atas bangsa lama yang penuh dengan problematika adalah sebuah resiko yang
maha besar, tingkat kesulitan yang dahsyat, apalagi kenyataannya saat ini bangsa
Indonesia sedang dilanda sakit parah dengan berbagai penyakit kronis yang
menyertainya seperti perpecahan, kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan,
ketertindasan dan sejenisnya yang akan menjadi penghalang besar dalam proses
dekontruksi yang diinginkan. Jika sebagian ingin meruntuhkan dan kelompok lainnya

75
ingin mempertahankan atau memisahkan diri sama sekali, maka yang akan terjadi
adalah pertumpahan darah, perang saudara yang akan menghancurkan seluruh
infrastruktur masyarakat seperti yang terjadi di bekas negara Yugoslavia, dimana
tetangga akrab dapat menjadi musuh yang menakutkan. Belum lagi masalah ini akan
berhadapan dengan kekuatan-kekuatan solid seperti ABRI-POLRI yang hidup matinya
untuk mempertahankan eksistensi RI.
Realitasnya di muka bumi ini belum ada sebuah bangsa modernpun yang
berhasil membangun bangsanya kembali dengan teori dekonstruksi yang dikenalkan
penganut Post-Modernisme ini. Sementara teori inipun masih diperdebatkan
keabsahannya, karena lakhir dari kebingungan, anti kemapanan dan pemberontakan
kaum posmo yang hanya ingin meluluh lanttakkan bagian demi bagian tatanan mapan
sebagai anti tesa Modernisme yang membelenggu dan menyesatkan, sementara belum
memiliki konsep jelas tentang penataan sesudahnya. Mendekonstruksi sebuah bangsa
tidaklah semudah mendekonstruksi bangunan yang tidak menyangkut keinginan
banyak manusia, banyak pendapat, banyak kehendak, banyak nafsu, banyak ide dan
lainnya.
Bagi orang yang pesimis, proses dekonstruksi Indonesia sama artinya dengan
keputusan sumbang seorang dokter yang sudah putus asa dengan penyakit yang
diderita pasiennya. Saking bingung dan putus asanya, dia beranggapan hanya dengan
menyuntik mati pasien inilah jalan terbaik untuk mengakhiri penderitaannya. Memang
benar semua penyakit hilang, bersamaan dengan kematiannya. Namun untuk
menghidupkan sesuatu yang sudah mati tentu lebih susah daripada menyembuhkan
penyakit orang yang masih hidup. Dengan demikian, gerakan yang akan
mendekonstruksi Indonesia sangat berbahaya bagi bangsa Indonesia, dan jauh lebih
berbahaya dari gerakan PKI yang telah menghancurkan Indonesia. Karena tidak ada
jaminan setelah bubarnya Indonesia sebagai negara dan bangsa yang telah menyatukan
suku-suku dan agama, menyatukan begitu banyak kepentingan, akan dapat dibangun
kembali sebuah bangsa baru. Kenyataannya, bubarnya sebuah negara-bangsa akan
melakhirkan negara suku-negara suku yang kecil dan lemah seperti yang telah
menimpa Yugoslavia ataupun Uni Soviet. Bahkan lebih jauh strategi pendekonstruksian
bangsa ini dapat dicurigai sebagai salah satu upaya kekuatan asing untuk
menghancurkan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang besar dan
memiliki 220 juta penduduk, negara no 4 terbesar di dunia, dan negara Muslim terbesar
di dunia.
Jadi dengan demikian jelaslah bahwa teori dekonstruksi bangsa yang diajukan
para pendukungnya untuk membangun kembali bangsa Indonesia yang kuat, berdaulat
dan bermartabat, adalah sangat lemah, khayal dan tidak sesuai dengan realitas bangsa
Indonesia sebenarnya. Bahkan dengan cara seperti ini Indonesia akan terkubur
selamanya dan akan terpecah belah menjadi negara-negara suku kecil yang tidak
berdaya. Cara seperti tidak akan pernah mengantarkan bangsa kepada perbaikan, tetapi
akan lebih cepat mengantarkannya menuju kehancuran total, sebagai mana suntikan
mati sang dokter yang sudah kehabisan akal untuk menyembuhkan pasiennya !!!.

76
Mempertahankan Cara Penyelesaian Saat Ini?
Jadi jika cara-cara progresif dan dinamis, baik reformasi, revolusi ataupun
dekonstruksi tidak akan dapat menyelesaikan permasalahan bangsa ini, lalu cara
apakah yang akan dipilih. Apakah bangsa ini harus tetap mempertahankan cara-cara
penyelesaian konservatif yang dijalankan para pemimpinnya saat ini, sebagaimana yang
diajukan dan dijalankan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono? Sementara kita
menyaksikan dengan penuh ketakutan dan kecemasan, apa yang dilaksanakan
pemerintah saat ini belum kelihatan tanda-tanda perbaikannya, bahkan tidak jelas
platformnya. Yang pasti kelihatan adalah keadaan politik yang semakin memanas
akibat adanya persaingan pengaruh SBY dengan Wapres Jusuf Kalla sebagaimana
disinyalir banyak pihak. Bahkan tokoh-tokoh politik dengan lantang menyatakan SBY
adalah Susilo Bawahan Yusuf akibat kuatnya pengaruh Jusuf Kalla terhadap SBY.
Sementara pemberantasan KKN, penegakan hukum dan HAM yang tidak menentu,
masyarakat yang semakin susah dengan kenaikan BBM, investor yang tidak kunjung
datang, keamanan yang belum pulih benar, yang akhirnya menyulitkan pemerintah
untuk mengatasi krisis moneter yang berlarut-larut. Pada saat yang sama dunia telah
menobatkan bangsa ini sebagai negara paling terkorup di Asia !!!. Akhirnya semua ini
akan mempertegas bahwa bahwa pada saat ini bangsa Indonesia benar-benar berada di
ujung jurang kehancuran dan kebangkrutan sebagaimana disinyalir banyak pemimpin
dan intelektual kita seperti Hariman Siregar, Adnan Buyung sampai Syafie Maarif dan
lainnya.
Dengan bertambah suram dan tidak menentunya keadaan bangsa saat ini, maka
hal ini menjadi bukti nyata bahwa pemerintahan SBY-JK belum berhasil menemukan
formula tepat untuk mengatasi krisis multi dimensi yang diderita bangsa. Konsep
penyelesaian yang diajukan dan dijalankan selama ini, yang semuanya masih dalam
koridor tekanan dan kebijakan IMF, adalah konsep penyelesaian yang rancu, tidak
mengena dan yang terpenting sangat asing bagi bangsa Indonesia. Sementara dunia
sangat faham bahwa IMF, World Bank dan institusi sejenisnya adalah Imprialis dan
Kolonialis baru yang hanya hanya menjajah, memeras dan menghisap bangsa yang
bekerjasama dengannya, itulah sebabnya Malaysia menendang IMF dan konco-
konconya yang hanya semakin menyusahkan. Maka jika kebijakan-kebijakan seperti ini,
kebijakan-kebijakan yang gamang, tidak jelas dan menyesatkan serta jauh dari tradisi
bangsa terus dijalankan, maka tidak diragukan Indonesia akan menuju kebangkrutan
total.
Dengan keadaannya seperti ini, pemerintah sudah saatnya mencari penyelesaian
yang realistis sesuai dengan kebutuhan dan tradisi bangsanya yang kaya dengan
berbagai bentuk peradaban dan budaya. Dan sudah waktunya lepas dari pemikiran-
pemikiran sekuler budaya Barat yang dibawa oleh Imprialis dan Kolonialis baru seperti
IMF, World Bank dan para konsultan asing yang senantiasa menambah runyamnya
permasalahan yang dihadapi bangsa. Semua konsep mereka yang berakar pada tradisi
sekuler masyarakat Barat tidak akan pernah mendatangkan manfaat kepada bangsa

77
Indonesia yang memiliki tradisi dan kebudayaan sendiri. Maka konsep penyelesaian
yang diajukan pemerintah saat ini yang masih mengacu pada konsep penyelesaian
sekuler Barat, harus di buang jauh-jauh apapun nama dan bentuknya.

Mencari Metode Alternatif


Namun demikian bagaimanapun keadaannya bangsa ini harus diselamatkan
dari kehancurannya, permasalahannya harus diselesaikan, penyakitnya perlu diobati
dengan cara-cara yang sesuai dengan realitas dan tradisi bangsa Indonesia. Untuk
menyelamatkan bangsa dan negara diperlukan sebuah gerakan dinamis, terarah dan
konstan, namun bukan gerakan revolusi yang diserukan manusia tak beragama dan
bermoral rendah, ataupun gerakan dekonstruksi yang dilakukan manusia-manusia
bingung dan panik, ataupun gerakan reformasi yang tunduk kepada kekuatan asing,
tapi gerakan ini adalah gerakan perubahan dan perombakan mendasar dan radikal pada
elemen-elemen paling fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Gerakan perubahan dan perombakan mendasar pada masalah-masalah utama yang
telah menjadikan bangsa dan negara terpuruk ke dalam lembah keterbelakangan.
Maka sebelum mencari bentuk dan model gerakan, perlu diketahui terlebih
dahulu permasalah utama yang dihadapi bangsa Indonesia. Apakah permasalahan
fundamental bangsa ini terletak pada para pemimpinnya, sehingga pemimpinnya perlu
ditumbangkan. Ataukah permasalahan bangsa ini terletak pada manusia-manusia
bangsa Indonesia, sehingga perlu diganti dengan manusia-manusia lainnya. Ataukah
permasalahan utamanya terletak pada sistemnya sehingga sistemnya perlu diganti.
Sama halnya, dengan seorang dokter, sebelum mengambil langkah pengobatan, tentu
perlu diketahui terlebih dahulu sumber utama penyakit si penderita dengan berbagai
tes di laboratorium. Setelah diketahui dengan pasti penyakitnya, baru dicari cara terbaik
pengobatannya, apakah hanya dengan di suntik saja atau memerlukan operasi. Setelah
itu perlu dirawat sehingga sehat dan dapat hidup normal seperti sediakala. Demikian
pula halnya dengan bangsa Indonesia, setelah diketahui dengan pasti sumber utama
segala permasalahannya, dicari penyelesaiannya, merawatnya tahap demi tahap sampai
bangsa bangkit normal dan membangun sebagai bangsa yang berdaulat, bermartabat
dan maju yang akan menciptakan keadilan, keamanan dan kemakmuran kepada semua
penduduknya tanpa pandang bulu.

78
BAB III
MEMAHAMI AKAR KRISIS INDONESIA
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apapun, niscaya akan mendapat balasannya,
Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apapun, niscaya akan mendapat balasannya.
Al-Zalzalah : 7-8

Sejak memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1945, bangsa Indonesia


belum pernah menjadi sebuah bangsa besar yang maju, berdaulat, bermartabat dan
dapat menciptakan keadilan dan kemakmuran kepada seluruh komponen
masyarakatnya dalam arti sebenarnya sebagaimana di cita-citakannya. Silih bergantinya
rezim penguasa dengan berbagai bentuk kebijakannya tidak pernah mendorong ataupun
mendekatkan bangsa Indonesia kepada cita-cita luhurnya. Bahkan para penguasa yang
diberikan amanah rakyat untuk memimpin mereka selama ini telah memberikan
kontribusi besar dalam menimbulkan krisis demi krisis yang berkepanjangan, baik secara
langsung maupun tidak dengan kebijakan yang dijalankannya. Padahal Indonesia adalah
bangsa yang besar, memiliki kekayaan alam yang luar biasa banyaknya, memiliki lautan
terbentang luas, alam yang subur, bahkan telah berhasil melakhirkan para konglomerat
dunia. Namun ironisnya, semua itu tidak dapat mendorong bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang besar dan maju.
Sehubungan dengan keadaan bangsa Indonesia, Prof. Gunawan menulis : Sejak
jatuhnya Soeharto pada 1998, perekonomian Indonesia semakin hancur. Pada APBN 2001
terlihat bahwa defisit anggaran sebesar Rp.53 triliun dan hutang jatuh tempo sebesar 200
milyar USD (2.000 triliun rupiah). Hal ini baru dapat lunas dalam tempo 125 tahun (2
generasi) (2.000 triliun/16 triliun pertahun). Daya saing Indonesia terletak pada urutan
ke 103, 1 score di atas Vietnam (104)...... Demikian pula terjadi pada perusahaan-
perusahaan nasional yang menyebabkan pengangguran mencapai lebih dari 30 juta
orang. Impor beras sebesar 2 juta ton/tahun (no.1 di dunia), 1 juta ton kedelai, 1 juta ton
jagung dan 4,5 juta ton gandum. Sampai hari ini rata-rata income per-capita penduduk
Indonesia sebesar U$ 2 perhari atau +U$ 600 per tahun, jadi termasuk salah satu negara
termiskin di dunia (masih jauh dibandingkan standar PBB untuk negara miskin yaitu <
U$ 760 per tahun). Sementara HRD juga sangat terpuruk dimana HDI hanya pada urutan
109, satu skor di atas Vietnam 110, sedangkan Jepang no. 4, Singapura no.22, Brunei 25,
Malaysia 56, Thailand 67 dan Filipina 77. ...... Tiga tahun kedepan anggaran keuangan
masih defisit dan masih memerlukan pinzaman rata-rata U$ 3,4 milyar per tahunnya.
Untuk tahun 2004, defisit APBN mencapai Rp. 31,82 triliun ditambah dana rekonstruksi
Aceh lebih dari Rp. 10 triliun akibat tsunami. Data menunjukkan utang luar negeri
Indonesia belum banyak mengalami perubahan, yaitu tahun 1998 sebesar U$ 140 milyar,
tahun 2000 sebesar U$ 144 milyar, tahun 2001 sebesar U$ 125 milyar, tahun 2002 sebesar
U$ 131 dan tahun 2003 sebesar U$ 132,9 miliar. (Perubahan Menuju Indonesia Baru,
Syahrial Yusuf dkk)

79
Pemerintahan yang dipimpin SBY-JK, yang pemilihannya dilakukan secara
langsung oleh rakyatpun belum mampu mengubah keadaan yang sudah demikian
parahnya ini. Walaupun SBY-JK telah mencanangkan program 100 hari
pemerintahannya, namun sejauh ini tetap tidak dapat memberikan solusi jenius dan
strategis kepada bangsa Indonesia agar dapat keluar dari krisis multi dimensi. Bahkan
pemerintahan SBY-JK mendapat pekerjaan tambahan yang maha berat dengan terjadinya
bencana-bencana dahsyat seperti tsunami dan gempa di Aceh dan Sumut yang memecah
konsentrasi dan sumber daya pemerintahannya. Kelemahan dan ketidaksiapan SBY-JK
beserta jajarannya dalam menangani bencana, terutama tsunami di Aceh, telah
meyakinkan masyarakat akan ketidakmampuan pemerintahannya yang belum solid,
terutama pergesekan antara pendukung SBY dengan pendukung JK yang dilapangan
kelihatan sekali berkompetisi menguasai jabatan-jabatan strategis, terutama setelah JK
berhasil menjadi Ketua Umum Partai Golkar. Keadaan ini menambah lemahnya birokrasi
pemerintah, yang pasti akan menimbulkan dampak buruk pada manajemen
pemerintahan. Puncak kelemahan pemerintahan SBY-JK benar-benar terlihat ketika
dengan semena-mena menaikkan harga BBM tanpa persetujuan DPR, yang akibatnya
rakyat bertambah menderita dengan melambungnya harga-harga, terutama harga
kebutuhan pokok masyarakat. Kenaikan BBM pasti akan menambah jumlah rakyat
miskin, yang artinya cita-cita pemerintahan SBY-JK untuk mensejahterakan rakyatnya,
sebagaimana menjadi janjinya ketika berkampanye dahulu, telah mengalami kegagalan.
Maka tidak diragukan, kondisi Indonesia para era pemerintahan SBY-JK saat ini
sama saja dengan pemerintahan para pendahulunya, bangsa yang memiliki tingkat
kemiskinan besar, pengangguran tinggi, pelayanan kesehatan terendah, tingkat kematian
yang tinggi, keterbelakangan pendidikan, hutang luar negeri yang besar, sementara
pendapatan dalam negeri yang rendah. Jika dibandingkan dengan negara-negara
tetangga, tingkat perekonomian Indonesia, yang dilihat dari pendapatan kotor perkapita
adalah yang terendah di antara negara-negara Asean. Jika dibandingkan dengan negara-
negara tetangga, dengan Malaysia misalnya, Indonesia masih jauh terbelakang dalam
semua hal, padahal sebelumnya Malaysia banyak meminta bantuan Indonesia dalam
pengembangan SDM-nya terdahulu. Sementara dalam bidang SDM, Indonesia
ketinggalan satu generasi dengan Malaysia yang telah menempatkan bangsanya sebagai
salah satu negara industri baru. Krisis moneter yang menimpa Indonesia di era Soeharto
telah membawa dampak luar biasa terhadap kehidupan masyarakat, namun ironisnya
tidak mampu diselesaikan oleh pemerintahan sesudahnya, sementara keadaan ini
diperkeruh dengan suasana politik yang senantiasa bergejolak dan panas serta kondisi
keamanan yang belum stabil, dimana semua ini menjadi alasan utama untuk
hengkangnya para investor asing yang menambah suramnya perekonomian Indonesia.
Apakah penyebab keterbelakangan ini karena pemimpin-pemimpin bangsa
Indonesia yang dihormati dunia seperti Soekarno, Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati
ataupun SBY tidak memiliki kemampuan untuk mengantarkan bangsa Indonesia menuju
cita-citanya. Padahal mereka dianggap putra-putra terbaik yang dipilih sah MPR
ataupun langsung oleh rakyat untuk menjadi pengemudi bangsa menuju tujuannya dan

80
mereka didukung oleh pembantu-pembantu terbaik dari kalangan bangsa. Apakah
karena bangsa Indonesia kekurangan dana untuk membangun teknologi dan peradaban,
namun kenyataannya Indonesia adalah negara besar yang kaya raya dengan sumber
daya alam, bahkan telah mengantarkan beberapa konglomerat menjadi orang terkaya di
dunia. Jika permasalahannya terletak pada SDM bangsa Indonesia, kenapa SDM kita
terbelakang, padahal bangsa ini memiliki lembaga pendidikan dan perguruan tinggi
yang banyak dan modern disamping itu bangsa Indonesia memiliki putra-putra terbaik
yang memiliki kemampuan memimpin bangsa dengan berbagai spesialisasi
pengetahuannya. Jika permasalahannya pada karakter masyarakat, bukankah
sebelumnya bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa besar yang memiliki peradaban
dan kebudayaan yang mengagumkan dunia, terkenal sebagai pedagang-pedagang ulung
yang telah membangun kerajaan-kerajaan besar yang disegani sebelum kemerdekaan.
Dari segi kemampuan, bangsa Indonesia tidak kalah dengan bangsa-bangsa lainnya, hal
ini dibuktikan dengan kemampuan mereka menjadi mahasiswa terbaik di pusat-pusat
pendidikan dunia, baik di Eropa, Amerika, Jepang ataupun Timur Tengah. Dari segi
potensi, bangsa Indonesia memiliki semua prasyarat dan potensi yang dimiliki bangsa-
bangsa lain untuk menggapai masyarakat maju.
Tapi kenapa bangsa Indonesia menjadi seperti saat ini, bangsa yang tidak
memiliki kemampuan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
Kecerdasan para pemimpin dan cendekiawan terbaik bangsa seakan tumpul tidak
mampu memberikan solusi terhadap krisis yang dihadapi, bahkan solusi yang
dikemukakan diantaranya justru menambah permasalahan-permasalahan baru yang
semakin kompleks. Reformasi bidang politik terdahulu misalnya yang memberi
kebebasan untuk mendirikan partai politik telah menimbulkan permasalahan baru pada
bangsa Indonesia dengan terpecah belahnya masyarakat menjadi berbagai golongan
yang fanatik dengan partainya masing-masing. Bahkan persaingan politik di tingkat elit
telah memunculkan konflik horizontal di kalangan masyarakat bawah, seperti kasus
perkelahian antara pengikut PPP dengan PKB yang notabene adalah Muslim dan sama-
sama NU, ataupun pengrusakan fasilitas sosial dan pendidikan milik Muhammadiyah di
Jawa Timur oleh pengikut fanatik Gus Dur karena Amien Rais dianggap bertanggung
jawab melengserkan Gus Dur. Reformasi sistem pemerintahan dengan diterapkannya
otonomi daerah telah melakhirkan gerakan-gerakan sparatis yang ingin memisahkan diri
dari NKRI, atau munculnya raja-raja kecil yang sok berkuasa atas nama putra daerah dan
berhak melakukan kejahatan korupsi sebagaimana yang terjadi pada beberapa Bupati
ataupun anggota DPRD yang akhirnya menjadi terdakwa. Reformasi sistem pendidikan
nasional yang menerapkan sistem de-sentralisasi, otonomi dan berbasis kompetensi telah
melambungkan biaya pendidikan, sehingga hanya yang mampu membayar biaya
pendidikan saja yang akan memperoleh pendidikan, sementara negara-negara maju dan
berkembang lainnya memberikan pendidikan gratis kepada masyarakatnya.
Sementara gerakan reformasi yang telah melengserkan Soeharto dan diharapkan
mampu merubah keadaan serta dapat mengantarkan bangsa menuju Indonesia Baru
yang adil makmur, semakin redup gaungnya, bahkan kandas di tengah jalan dengan

81
berbagai permasalahan yang dihadapinya sebagaimana dikemukakan terdahulu.
Pemerintahan SBY-JK yang dipilih secara langsung oleh rakyatpun belum mampu
memberikan solusi strategis bagaimana menyelesaikan permasalahan yang dihadapi
bangsa, bahkan pemerintah saat ini seakan-akan sedang berjalan pasti menuju seperti
model pemerintahan para pendahulunya yang oleh Amien Rais terdahulu disebut
sebagai bergundalisme , sistem pemerintahan yang didukung oleh kroni-kroni di kalangan
mereka. Para politisi sepertinya sudah kehilangan akal sehat dan hati nurani sehingga
yang menjadi tujuan utama mereka adalah semata-mata mengejar kekuasaan, meraih
kedudukan dengan cara apapun, bahkan dengan melanggar moral dan etika sekalipun.
Korupsi sudah menjalar ke mana-mana, termasuk lembaga terhormat Komisi Pemilihan
Umum (KPU) yang seharusnya memberikan contoh dalam proses demokratisasi di
Indonesia. Bagaimana mungkin rakyat akan percaya dengan kredibilitas pemerintah jika
para penyelenggaranya terlibat perbuatan biadab yang merugikan bangsa dan negara,
sementara mereka adalah orang-orang cerdik pandai bangsa ini yang sebagiannya adalah
para pendidik yang bergelar Profesor ataupun Doktor.
Terhadap tuntutan penegakan hukum yang diperjuangkan gerakan reformasi,
kelihatannya pemerintahan SBY-JK belum terlalu serius untuk menanganinya, terutama
terhadap pengadilan mantan presiden RI Soeharto. Bahkan pemerintah telah
menawarkan pengampunan terhadap Soeharto sebelum pengadilan memutuskan
apakah dia bersalah ataupun tidak. Masyarakat akan melihat pemerintah tidak serius
dalam menangani masalah ini, bahkan terkesan takut kepada Soeharto yang memang
masih memiliki kekuatan. Demikian pula terhadap beberapa pelanggaran HAM, baik
kasus Tanjung Priok, Semanggi sampai penindakan terhadap konglomerat hitam dan
lainnya belum dapat ditangani dengan serius, sehingga mengecewakan para penggerak
reformasi, terutama mahasiswa, yang ditandai dengan kembali turunnya mereka
berdemonstrasi dalam memperingati tujuh tahun lengsernya Soeharto pada 21 Mei 2005
lalu. Sementara terhadap ustadz Abu Bakar Ba'asyir sepertinya pemerintah kelewat tegas
dan mencari-cari alasan untuk tetap menahannya tanpa alasan yang kuat, kecuali atas
tekanan pemerintah AS sebagaimana dinyatakan banyak fihak. Ketidaktegasan
pemerintahan SBY-JK dalam menegakkan supremasi hukum dan pilih kasihnya dalam
mengadili seseorang akan memperburuk citranya dihadapan rakyat, dan tentu hal ini
akan menjadikan alasan bagi Allah SWT untuk menurunkan azab yang lebih dahsyat
dari tsunami yang menghancurkan Aceh.
Di kalangan kaum muslimin sendiri, yang menjadi mayoritas dan pilar bangsa
Indonesia, terjadi berbagai bentuk krisis dan penyakit yang menambah lemahnya bangsa
Indonesia, terutama perpecahan dan ketidakkompakan mereka dalam memandang
permasalahan bangsa. Pertikaian yang tak kunjung akhir antara Gus Dur dengan Para
Kiyai sepuh NU, baik dalam masalah Organisasi NU ataupun PKB telah memberikan
citra kurang baik kepada tokoh-tokoh gerakan alim ulama tersebut, terutama
pernyataan-pernyataan Gus Dur atau para pengikutnya yang dianggap kurang pantas
(tidak akhlaqul karimah). Demikian pula kasus-kasus terorisme yang didakwakan
kepada beberapa tokoh Islam telah memberikan citra buruk kepada kaum muslimin,

82
padahal yang didakwakan tidak mengerti pasti tuduhan kepadanya, kecuali sebuah
rekayasa dan skandal negara-negara Barat yang bermaksud memperburuk citra Islam.
Akibat isu terorisme yang berlebihan, para investor enggan datang dan ironisnya
masyarakat mulai antipati pada pesantren yang merupakan pendidikan alternatif. Apa
sebenarnya yang terjadi dengan bangsa ini, sehingga penyakit yang dideritanya
sedemikian parah, permasalahan yang menerpanya sangat kompleks seperti tidak
berujung pangkal. Ke arah manapun pandangan ditujukan, maka di sana akan
ditemukan ketidakberesan, penyakit-penyakit membahayakan yang akan mengakhiri
riwayat bangsa Indonesia.
Dimana sebenarnya letak permasalahan utama dan fundamental bangsa
Indonesia sehingga mengalami nasib tragis seperti dalam lingkaran setan yang tak
berujung pangkal dan menimbulkan keputusasaan, kekecewaan, kemarahan dan
keteracuhan. Kenapa bangsa Indonesia tidak bisa menyelesaikan permasalahannya
dengan cepat dan bererak maju seperti bangsa Malaysia atau Singapura misalnya, atau
seperti bangsa Korea, Jepang dan lainnya. Jika alasannya jumlah penduduk terlalu besar,
kenapa kita tidak bisa seperti Cina yang dapat maju dengan jumlah penduduk lebih satu
milyar. Dari masa ke masa bangsa Indonesia sepertinya tetap berkutat dengan
permasalahan fundamental seperti kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan,
ketidakadilan, dan sejenisnya yang tak kunjung teratasi dari satu rezim ke rezim
selanjutnya, yang pada akhirnya bangsa ini seperti diam di tempat sebagai bangsa
berkembang, atau bahkan terbelakang yang di masa depan akan tergilas arus globalisasi
yang tak terbendungkan.

Permasalahan Fundamental Bangsa Indonesia : Sebuah Analisis Islami


Untuk mengetahui dan memahami problematika yang dihadapi bangsa
Indonesia, telah banyak dikemukakan berbagai bentuk analisis, teori dan
penyelesaiannya, baik oleh para cendekiawan, politisi, ekonom, ulama sampai kepada
konsultan asing yang dibayar mahal. Pasca gerakan reformasi, pemerintahan Habibie
dengan kebijakannya tumbang, digantikan dengan pemerintahan Gus Dur dengan
strategi yang dijalankannya sampai dijatuhkan gerakan reformasi yang mengangkatnya,
kemudian digantikan Megawati dengan konsep yang diajukannya, dan akhirnya SBY-JK
terpilih secara langsung oleh rakyat yang mengajukan konsep penyelesaian, namun
sejauh ini belum ada kelihatan tanda-tanda perbaikan terhadap bangsa ini. Terapi-terapi
yang diberikan selama ini, baik dari putra bangsa ataupun konsultan luar, baik dari IMF,
World Bank dan lainnya belum menampakkan hasil yang maksimal dalam mengatasi
problematika yang dihadapi bangsa. Melihat ketidakpastian ini, maka konsep dan
metode apakah yang paling tepat dan terpercaya yang dapat digunakan untuk
menganalisis permasalahan bangsa ini, dan sekaligus dapat memberikan jalan keluar
terbaik.
Berbagai bentuk analisis dan metode telah diajukan oleh para putra terbaik
bangsa, baik yang mengambil pendekatan nasionalis, kekirian, sekuler, gabungan dan
lainnya. Ada yang menganalisis dari sudut pandang ekonomi, sosial, politik, pendidikan

83
sampai kepada pertahanan dan keamanan. Yang pasti bahwa krisis yang menerpa
bangsa Indonesia saat ini telah menjadi krisis multi dimensi sebagaimana telah menjadi
kesepakatan semua fihak, yang memerlukan penanganan secara menyeluruh dan
terpadu. Sebagai salah satu alternatif, maka sesuatu yang wajar jika problematika yang
dihadapi bangsa Indonesia dianalisis dari sudut pandang Islam, karena 90 % penduduk
Indonesia menganut agama ini disamping Islam adalah ajaran keselamatan yang
diturunkan untuk seluruh umat manusia sebagai rahmat dan kasih saying Allah Sang
Pencipta. Diharapkan dengan pendekatan yang Islami akan diketahui masalah
fundamental bangsa ini yang sebenarnya dan bagaimana jalan keluarnya.
Mengambil filsafat Qur’ani, masyarakat dan tatanannya diumpamakan seperti
sebuah pohon (QS 48:29). Pohon yang baik adalah pohon yang terhunjam akarnya ke
tanah, memiliki batang yang kuat dengan ranting-rantingnya yang banyak, memiliki
daun lebat dan menghasilkan buah yang manis dan senantiasa menyenangkan para
penanamnya (QS 14:24-25). Sebaliknya pohon yang buruk adalah pohon yang tidak
berakar, batangnya lemah, tidak berbuah dan menyusahkan penanamnya (QS 14: 26).
Setiap pohon, yang baik maupun yang buruk memiliki jenis spesies dengan rumpunnya
masing-masing. Pohon yang baik seperti pohon mangga, durian, kedondong, rambutan
dan sejenisnya yang menjadi kesukaan para petani untuk menanamnya karena berbuah
setiap tahunnya, adapun pohon yang buruk seperti pohon beringin yang lebat, seram,
akarnya di atas batang, memiliki buah yang busuk dan menyeramkan yang melihatnya.
Pohon yang baik akan menghasilkan buah yang baik, manis dan enak rasanya,
demikian pula masyarakat yang baik akan menghasilkan pribadi-pribadi unggul yang
membangun peradaban dan menjadi mercusuar umat manusia dengan segala keutamaan
yang mereka miliki. Di dalam al-Qur’an dan sejarah kemanusian telah mencatat
kehadiran sekumpulan masyarakat utama dan unggul yang dipimpin Nabi Muhammad
saw dengan segala keutamannya. Mereka adalah generasi terbaik umat manusia yang
kehidupannya penuh dengan keagungan, cita-citanya hanya menegakkan kebenaran,
keadilan dan kedamaian, sehingga pantas mereka dijuluki sebagai masyarakat terunggul
(khairo ummah) oleh Sang Pencipta. Masyarakat unggul ini tidak hadir dengan
sendirinya, namun melalui sebuah proses pendidikan dan pembinaan terus menerus
oleh seorang Guru Agung, Muhammad Rasulullah saw, menggunakan sebuah sistem
tertinggi dan terunggul yang sempurna yaitu sistem ISLAM. Dengan demikian tidak
diragukan bahwa masyarakat unggul dan utama hanya dapat lakhir dari sebuah sistem
yang unggul dan utama pula. Namun sebaliknya masyarakat yang rusak akan
menghasilkan pribadi-pribadi yang rusak dan jahat, yang akan saling memerangi dan
menghancurkan sesamanya. Dan pasti kerusakan dan kejahatan masyarakat bersumber
dari kerusakan sistem yang diterapkan, karena sistem inilah yang akan menjadikan
pribadi dan masyarakat menjadi baik atau buruk. Itulah sebabnya Allah, Sang Pencipta
Yang Maha Agung lagi Maha Besar, setelah menciptakan manusia, tidak dibiarkannya
manusia hidup tanpa aturan, sistem atau petunjuk, namun Dia Yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang senantiasa menurunkan petunjuk-Nya, sistem-Nya, aturan-Nya
kepada semua umat manusia melalui perantaraan para Nabi dan Rasul-Nya. Sejak

84
zaman Nabi Adam as sampai Ibrahim as, Musa as, Isa as dan Nabi dan Rasul terakhir,
Muhammad saw.
Jadi jelaslah bahwa masyarakat utama dan unggul hanya dapat lakhir dari sebuah
sistem yang unggul dan utama pula, sebagaimana proses kelakhiran masyarakat utama
yang dipimpin Muhammad saw di Madinah. Sebelumnya mereka adalah masyarakat
jahiliyah, yaitu masyarakat yang terbelakang, tertinggal, terpecah belah, menyembah
tuhan-tuhan palsu dan takluk kepada kekuatan besar Romawi. Mereka mempunyai para
pepimpin dan cendekiawan dengan pemikiran dan teorinya, namun kenyataannya
mereka tidak dapat berbuat apa-apa untuk memajukan masyarakatnya, sampailah Allah
Yang Maha Besar menurunkan Nabi dan Rasul-Nya, Muhammad saw yang membawa
ajaran Islam dari Sang Pencipta dengan seperangkat sistemnya, baik dalam keyakinan,
moral, peribadatan, hubungan sosial, hukum, ekonomi dan tatanan masyarakat, serta
seperangkat sistem lainnya. Dengan sistem Islam inilah kemudian masyarakat jahiliyah
Arab bangkit dengan tahapan-tahapannya yang unik menjadi masyarakat baru yang
berpegang teguh kepada sistem Islam yang akhirnya sejarah mencatat mereka sebagai
masyarakat utama yang menjadi mercusuar peradaban manusia. Jadi masyarakat utama
ini terbentuk bukan oleh sebuah sistem yang diciptakan sendiri untuk masyarakat
mereka, namun sistem itu sudah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka berupa
wahyu Allah dalam al-Qur’an dan sabda Nabi Muhammad dalam al-Sunnah, dan
mereka tinggal melaksanakannya. Dan masyarakat utama ini melaksanakan sistem Allah
dan Rasul-Nya sebagaimana seorang prajurit setia yang melaksanakan perintah dari
jendral tertinggi mereka dengan penuh kepatuhan, ketundukan dan ketaatan. Sikap
inilah yang mengantarkan mereka sebagai masyarakat utama yang dikagumi dunia, dan
berbeda dengan masyarakat yang menyatakan dirinya Muslim saat ini, namun dalam
kehidupan meninggalkan sistem dari Allah dan Rasul-Nya dan menerapkan sistem
hidup yang bertentangan dengan sistem Islam yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya,
yang pada akhirnya mengantarkan mereka kepada keterbelakanagan dan ketertinggalan
seperti saat ini.
Demikian pula halnya dengan masyarakat yang tumbuh dalam dunia modern
saat ini, dimana sistem hidupnya direkayasa oleh para pemikir dan cendekiawan
mereka, dengan segala keterbatasan pengetahuannya sebagai manusia, kemudian
mereka menamakan sistem mereka dengan berbagai nama, seperti Sosialisme,
Komonisme, Marxisme, Kapitalisme, Liberalisme, Nasionalisme, Nazisme, dan lainnya.
Dimana semua sistem ini lakhir dari akar yang sama, yaitu sekulerisme, faham yang
menolak keberadaan dan peranan Tuhan dalam kehidupan manusia akibat kelakuan
sumbang para pemuka Kristen di Barat. Dengan sistem inilah kemudian masyarakat
Barat bangkit sehingga jadi masyarakat modern yang mengagumkan, terutama
pengetahuan dan teknologinya seperti yang kita saksikan saat ini. Akibat kemajuan
tersebut ataupun penjajahan dan imprialisme, kemudian sistem hidup ini di ekspor ke
dunia terbelakang. Kemudian para pemimpin dan cendekiawan mereka, meniru
kelakuan manusia Barat dengan menciptakan sistem-sistem yang beraneka ragam bentuk
dan namanya. Sistem ini telah melakhirkan masyarakat yang penuh dengan konflik dan

85
dilemma sebagaimana yang kita saksikan pada masyarakat Barat saat ini. Masyarakat
manusia, namun perilaku mereka tidak ubahnya seperti binatang yang mengagungkan
rasio, memperturutkan hawa nafsu dan mengeksploitasi kehendak rendah manusia
sesat. Manusia yang berlomba-lomba menciptakan pengetahuan dan teknologi untuk
menurutkan kehendak jahat nafsunya, akhirnya teknologi yang diciptakan menjadi alat
penghancur kehidupan manusia dan lingkungannya. Dengan alasan kemanusian,
demokratisasi dan sejenisnya mereka dapat membunuh dan memerangi sebuah
masyarakat dan dengan ringannya memusnahkan peradaban manusia sebagaimana
yang dilakukan Amerika dan sekutu-sekutunya di Afghanistan maupun Iraq. Sistem
yang diciptakan para pemimpin dan cendekiawan Barat kemudian diterapkan dan ditiru
dunia, dan kini telah melakhirkan sekumpulan manusia yang justru membahayakan
kehidupan mereka dan lingkungannya. Sistem yang buruk pasti akan melakhirkan
masyarakat yang buruk pula. Sistem yang rancu akan melakhirkan masyarakat rancu
yang tidak memiliki arah dan tujuan hidup kecuali untuk menurutkan hawa nafsu yang
rendah dan hina seperti binatang.
Mungkin ada yang menolak anggapan bahwa rusaknya masyarakat akibat dari
kegagalan dan kerancuan sistem sebagimana dikemukakan di atas, dan mereka
beranggapan bahwa semua kerusakan masyarakat bersumber dari manusia itu sendiri.
Memang pendapat ini benar adanya, bahwa sumber kerusakan di muka bumi ini
sebenarnya manusia, sebagaimana al-Qur’anpun telah menyatakannya : Telah nyata
kerusakan di daratan dan di lautan akibat perbuatan manusia. Memang benar, manusialah
yang menjadi biang kerok kerusakan di seluruh sektor kehidupan saat ini, karena tidak
mungkin binatang, alam, pohon, hutan, laut dan lainnya menjadi sumber kerusakan jika
tidak didahului oleh perbuatan manusia. Manusia yang menebang hutan semena-mena,
kemudian timbul banjir dan tanah longsor yang menimbulkan kerusakan. Nah kini
permasalahannya, kenapa manusia menjadi sumber kerusakan di muka bumi ?
Bukankah manusia lakhir tidak mengetahui apa-apa, baik dan buruk, benar salah
diketahuinya dari lingkungan sekitarnya, dari pendidikan yang diterimanya, dari
pengetahuan yang dipelajarinya, dari keadaan masyarakat yang mengelilinginya,
dengan kata lainnya dari sistem yang mengatur kehidupannya. Jika manusia lakhir,
tumbuh dan besar dalam sebuah lingkungan sistem yang benar maka tentu dia akan
menjadi manusia yang benar, dan sebaliknya jika dalam lingkungan sistem yang buruk
dan rancu pasti dia akan menjadi manusia rancu dan jahat. Kemudian manusia-manusia
ini bersatu membentuk masyarakat sesuai dengan sistem yang dianutnya yang akan
menentukan baik dan buruknya mereka kemudian.
Masyarakat Muslim yang terbiasa dengan sistem hidup Islami di negaranya pasti
akan mempengaruhi kelakuannya, demikian pula masyarakat Barat sekuler akan
dipengaruhi oleh sistem yang dianutnya. Masyarakat Muslim akan menganggap hina
orang yang berciuman dan berbuat mesum dan kelakuan sejenisnya di tengah
keramaian, namun hal itu biasa di Barat. Walaupun sama-sama manusia dan masyarakat,
tentu berbeda antara masyarakat Muslim dan Barat akibat perbedaan sistem yang
mereka terapkan dalam menata kehidupan mereka. Orang Barat yang hidup dalam

86
sistem Islami akan berkelakuan seperti Muslim dan bukannya berkelakuan ala Barat,
walaupun mereka orang Barat, karena sistem mengharuskannya demikian. Demikian
pula manusia jahat yang hidup dalam sebuah sistem yang baik, akan menjadi manusia
baik akibat batasan, tekanan, ancaman ataupun hukuman dari sistem tersebut yang akan
memaksanya menjadi baik. Dengan demikian sistem hiduplah yang berpengaruh besar
pada proses baik dan buruknya manusia dan masyarakat. Jika sebuah sistem baik, maka
pasti akan melakhirkan masyarakat baik.
Maka jika mengambil perumpamaan filsafat Qur’ani di atas yang
mengumpamakan sebuah masyarakat dengan sebuah pohon, maka pohon jenis apakah
bangsa Indonesia saat ini ? Dari spesies dan rumpun manakah tatanan masyarakatnya ?
Apakah jenis tatanan masyarakat sosialis, masyarakat kapitalis, masyarakat Islam atau
apa ? Karena hal ini sangat penting untuk mengetahui inti permasalahan yang dihadapi
bangsa Indonesia, terutama untuk mengetahui kerancuan-kerancuan yang mungkin ada,
yang akan menimbulkan kesesatan dan kebingungan para penganutnya. Dengan
diketahuinya jenis tatanan masyarakat Indonesia, maka akan mudah pula diketahui obat
mujarab yang dibutuhkan masyarakatnya. Adalah penting mengetahui tatanan
masyarakat Indonesia karena sejak beberapa abad lalu telah berkembang berbagai
bentuk sistem dan ideologi yang membangun tatanan nilai dan masyarakat sebagaimana
dinyatakan terdahulu. Maka ada istilah masyarakat dengan negara Sosialisme-
Komonisme di Uni Soviet, masyarakat dan negara Kapitalisme di Amerika, masyarakat
dan negara Islam di Pakistan, Iran dan lainnya dengan sistemnya masing-masing.
Apakah masyarakat Indonesia memiliki hubungan dengan tatanan-tatanan tersebut.
Jika diteliti lebih jauh bentuk sistem yang diterapkan bangsa Indonesia sejak
kemerdekaannya, sistemnya adalah sebuah sistem masyarakat yang dicangkokkan dari
berbagai bentuk sistem nilai, sebagian sosialisme, kapitalisme, Islam, Kristen, Hindu dan
lainnya dicampur adukkan menjadi sistem majemuk yang dengannya dibangun sebuah
idiologi bersama (collective ideology) sebagai landasan dasar bangsa Indonesia bernama
Pancasila dan UUD 45. Dengan dasar idiologi inilah kemudian dikembangkan sebuah
sistem dengan sub-sistemnya masing-masing dalam kehidupan masyarakat. Maka
lakhirlah istilah seperti masyarakat Pancasila, ekonomi Pancasila, politik Pancasila, moral
Pancasila, hukum Pancasila dan seterusnya. Sebagaimana dikatakan Soekarno, M.
Yamin dan para penggali Pancasila bahwa Pancasila adalah sebuah idiologi kolektif hasil
kompromi dari berbagai aliran idiologi, agama dan kepercayaan yang diciptakan bagi
bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai aliran agama dan kepercayaan.
Jika diumpamakan sebuah pohon sebagaimana diisyaratkan al-Qur’an, maka
jelaslah bahwa tatanan masyarakat bangsa Indonesia adalah seperti pohon cangkokan
dari berbagai jenis pohon, sehingga tidak jelas jenis dan namanya. Dikatakan pohon
mangga, bukan, karena batangnnya pohon belimbing, dikatakan belimbing bukan karena
daunnya jambu, dikatakan pohon jambu bukan, karena buahnya kedondong dan
seterusnya. Karena kekacauan dalam proses pencangkokan inilah akhirnya pohon yang
diharapkan tumbuh subur dan menghasilkan buah yang manis, menjadi pohon aneh
yang tidak jelas bentuk spesiesnya dan tidak pernah mendatangkan manfaat kepada

87
penanamnya. Inilah yang terjadi pada bangsa Indonesia, akibat kegagalan para pendiri
bangsa dalam merumuskan sistem terunggul yang akan diterapkan pada tatanan
masyarakat dan bangsa Indonesia yang dikehendaki bersama menjadikan mereka
mengambil kompromi-kompromi dari berbagai bentuk sistem yang ada pada bangsa
Indonesia. Mencangkok sistem sosialisme, nasionalisme, marhaenisme, Islam, Kristen
dan lainnya kemudian dicampur aduk menjadi sebuah sistem bersama bernama
Pancasila. Pancasila dikatakan Sosialisme bukan, karena mengandung ajararan
Kapitalisme, dikatakan Sekulerisme juga bukan karena mengakui keberadaan agama-
agama, dikatakan agama juga bukan karena diciptakan manusia, dikatakan feodalisme
bukan karena mengandung konsep demokrasi. Setiap aliran pemikiran dapat dengan
sesukanya menafsirkan Pancasila sesuai keinginannya dan alirannya, sebagaimana
Soekarno dan Soeharto yang menafsirkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45 sesuai
dengan keinginannya untuk melanggengkan kekuasaannya.
Jika dilihat sejarah perumusannya, Pancasila dan UUD 45 sendiri diciptakan
dengan tergesa-gesa akibat keadaan darurat yang mengharuskan adanya dasar negara
bagi Indonesia yang akan memproklamasikan kemerdekaannya. Sebagaimana disepakati
para pendiri bangsa bahwa Pancasila adalah dasar negara sementara Indonesia merdeka
dan nanti jika sudah merdeka akan dibahas lagi dengan lebih terinci dalam badan
konstituante yang terbentuk dari hasil pemilihan umum, sebagaimana yang dikatakan
Soekarno. Namun sehari setelah kemerdekaan, Pancasila dalam rumusan 22 juni 1945
yang dikenal dengan Piagam Jakarta, diganti dengan semena-mena tanpa melibatkan
orang-orang yang berkepentingan, dan ironisnya justru yang dihapuskan adalah bagian
terpenting bagi bangsa Indonesia yang mayoritas muslim, dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluknya. Dari pandangan ajaran Islam, penghapusan 7 kata inilah
yang menjadi sumber bencana bagi bangsa Indonesia selanjutnya, yaitu akibat telah
menghianati Allah dan juga kaum muslimin sebagai kelompok mayoritas. Di dalam al-
Qur’an, orang yang menghianati perjanjian yang telah dibuatnya dengan Allah dan
kaum muslimin akan dibalas dengan kehinaan di dunia dan di akhirat (3:112). Maka
tidak mengherankan apabila bangsa Indonesia, terutama pasca reformasi, mendapat azab
silih berganti dan terakhir dengan datangnya bencana tsunami di Aceh yang sepatutnya
menjadi penyadar akan kesalahan dan kealpaan bangsa Indonesia yang telah
menghianati Allah SWT.
Kegagalan para pendiri bangsa dalam merumuskan sistem terbaik bagi negara
Indonesia merdeka yang berpenduduk mayoritas muslim inilah yang telah menjadi
sumber segala malapetaka yang telah menimpa bangsa Indonesia dari masa ke masa.
Mereka lebih condong mengambil jalan nekad bereksperimen dengan mengembangkan
sebuah sistem bersama bernama Pancasila daripada mengadopsi sebuah sistem mapan
yang terbukti dalam sejarah peradaban dunia, baik berbentuk sosialisme-komonisme,
kapitalisme ataupun Islam. Dan sejarah membuktikan bahwa dasar negara yang mereka
kembangkan dengan berbagai modifikasi, setelah 60 tahun dianut bangsa Indonesia
akhirnya menimbulkan berbagai bentuk krisis, bahkan telah menuju kepada krisis multi
dimensi yang mengerikan. Maka tidak diragukan bahwa apa yang terjadi pada bangsa

88
Indonesia saat ini, menjadi bangsa yang statis, tertindas, terbelakang, penuh dilemma,
konflik dan lainnya akibat kesalahan mereka dalam menerapkan sistem sebagai dasar
berbangsa dan bernegara. Karena mencangkokkan berbagai bentuk sistem dan ideologi
sebagai dasar dalam membangun bangsa inilah yang telah menjadikan bangsa Indonesia
tidak jelas bentuknya sebagaimana kaburnya Pancasila. Kekaburan sistem Pancasila
inilah yang dimanfaatkan para rezim untuk melanggengkan kekuasaannya dan
menghancurkan lawan-lawan politiknya sebagaimana dilakukan Soekarno dan Soeharto.
Di zaman Soekarno Pancasila ditafsirkan dengan berbagai penafsiran semaunya, dari
demokrasi terpimpin sampai Nasakom, dan siapapun yang menentangnya berarti
menentang Pancasila dan anti revolusi sebagaimana yang telah dilakukannya terhadap
tokoh-tokoh Islam dari Masyumi. Di zaman Soeharto Pancasila ditafsirkan dengan
berbagai bentuk pula, dan puncaknya penerapan asas tunggal Pancasila yang telah
mengkebiri umat Islam yang mayoritas.
Dan akhirnya tidak diragukan bahwa sistem Pancasila telah melakhirkan
masyarakat Pancasila Indonesia yang penuh tregedi, majemuk, bersuku-suku berbangsa-
bangsa, namun penuh dengan konflik, ketegangan, permusuhan bahkan peperangan
sebagaimana yang terjadi di Maluku, Ambon, Sambas, Kupang dan Mataram.
Masyarakat yang dengan mudahnya saling memerangi, bahkan seagama karena
berlainan suku. Demikian pula telah tumbuh dari masyarakat ini sekumpulan generasi,
para pemuda dan pelajar yang suka tawuran, remaja yang mengumbar hawa nafsu
dengan kehidupan bebasnya, memamerkan aurat, mengeksploitasi syahwat yang
menjadi biang kerok kerusakan dan kebobrokan moral, yang menjadi lahan subur
tumbuhnya para pemakai narkoba dan miras. Kehamilan pranikah bertambah banyak,
kasus aborsi, prostitusi dan penjualan manusia meningkat drastis mengikuti peningkatan
kasus-kasus kriminal yang sadis. Para konglomerat jahat tidak sungkan berkoalisi
dengan para pejabat korup untuk menjarah harta negara akibat lemahnya sistem
pemerintahan, dan para politisi, cendikiawan bahkan ustadz dan ulama dibeli oleh
makelar kekuasaan untuk berbohong atas nama rakyat dan agama. Keadaan ini telah
menambah kemurkaan Tuhan atas perilaku masyarakat yang semakin jauh dari jalan
kebenaran sehingga bencana alam datang mengejutkan dan mencengangkan. Akhirnya
negara bertambah semrawut, marat marit dengan masyarakat yang tidak menentu,
ekonomi yang lesu, hutang yang menumpuk-numpuk, para politisi yang bermusuhan
dan saling menghujat serta menjatuhkan, pemimpin yang kebingungan. Ketika semua
terkuak kepermukaan, barulah para pemimpin tersentak, mencari sebab musabab yang
mereka tidak ketahui ujung pangkalnya, yang hanya bisa menyalahkan satu dan lainnya,
yang menganggap semua ini akibat limbah dari sampah permasalahan para
pendahulunya, dan pemerintahannya saat ini adalah seperti keranjang sampah
sebagaimana dikemukakan Megawati.
Mungkin ada yang berpendapat bahwa krisis multi dimensi yang diderita bangsa
saat ini bukan karena kegagalan sistem Pancasila sebagaimana diyakini para pembelanya
dari kalangan nasionalis dan sebagian kaum Muslimin, tapi hal ini terjadi akibat
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para penganutnya, terutama para

89
pemimpinnya. Kemudian mereka berhujah dengan mengambil contoh seperti keadaaan
kaum Muslimin yang terbelakang saat ini bukan disebabkan oleh ajaran Islam yang
agung, tetapi oleh penyimpangan para pengikutnya dari ajaran Islam. Karena menurut
mereka, sebagaimana Islam, sistem Pancasila mengandung ajaran yang baik dan dapat
dijadikan sebagai panduan dalam membangun masyarakat majemuk Indonesia asal
dijalankan dengan konsekwen.
Memang diakui bahwa Pancasila memiliki ajaran yang baik dan dapat diajdikan
panduan dalam membangun masyarakat Indonesia. Namun permasalahannya jika
hanya menggunakan Pancasila saja dalam membangun bangsa, jelas tidak akan mungkin
dapat mengantarkan bangsa Indonesia menuju cita-cita luhurnya. Hal ini disebabkan
terutama oleh kedangkalan dan kekurangan ajaran Pancasila itu sendiri yang tidak
memiliki perangkat ajaran yang utuh dan sempurna dalam membangun sebuah tatanan
mansyarakat ideal. Pancasila hanya terdiri dari lima ajaran yang sangat umum, tidak
memiliki perangkat sosial, moral, hukum, ekonomi dan sub-sistem lainnya. Itulah
sebabnya sistem Pancasila telah mengadopsi hukum kolonial belanda, ekonomi kapitalis,
pendidikan sekuler dan lainnya yang telah membentuk masyarakat yang penuh dengan
kerancuan dan ketimpangan. Bagi umat Islam sendiri, Pancasila tanpa Syari'at Islam
seperti yang dipraktekkan sejak 18 agustus 1945 sampai saat ini, tidak akan memiliki arti
apapun jika dibandingkan dengan keluasan dan kesempurnaan ajaran Islam. Maka
jelaslah bahwa kerancuan dan kesesatan yang terjadi selama ini karena bangsa Indonesia
telah melaksanakan dan mengamalkan Pancasila yang sangat dangkal ajarannya, karena
ketidaklengkapan ajaran-ajarannya. Apalagi Pancasila hanyalah produk pemikiran
manusia yang terbatas dan menjadi semacam kumpulan sistem duniawi yang belum
terbukti keunggulannya. Hal ini jelas berbeda dengan Islam yang telah memiliki
kelengkapan dan kesempurnaan ajaran karena diturunkan Allah Yang Maha
Mengetahui, dan Islam telah membuktikan telah mampu melakhirkan masyarakat utama
di Madinah di bawah pimpinan Muhammad Rasulullah. Keterbelakangan umat Islam
saat ini jelas karena mereka tidak mengamalkan Islam secara konsekwen sebagaimana
dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Bukankah Pancasila telah diterapkan dan dipaksakan
kepada bangsa Indonesia, terutama di zaman pemerintahan Soeharto selama 32 tahun
dengan berbagai cara dan penerapan, namun hasilnya seperti yang kita saksikan saat ini
adalah tumbuh dan berkembangnya sebuah masyarakat yang penuh dengan krisis multi
dimensi.

Inilah Permasalahan Fundamental Bangsa Indonesia


Jadi yang dianggap permasalahan utama dan besar bangsa Indonesia saat ini
seperti KKN, pelanggaran HAM, diktatorisme-militerisme, keterpurukan ekonomi, krisis
sosial dan sejenisnya pada hakikatnya adalah produk dari kerancuan dan kegagalan
sistem hidup yang diterapkan bangsa Indonesia. Karena sistem bagi sebuah bangsa
adalah jalan dan tujuan yang harus ditempuh dalam mencapai cita-cita, bagaimana
mungkin sebuah bangsa yang memiliki kekaburan jalan dan tujuan akan mencapai cita-
citanya, karena bangsa yang tidak memiliki jalan dan tujuan tidak akan pernah sampai

90
kemanapun, karena hanya akan berkutat pada masalah-masalah yang tidak dapat
difahami landasan dasarnya sebagaimana yang dialami bangsa Indonesia. Disaat
menghadapi bencana mereka meminta pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa, namun
dalam menjalankan aktivitas kehidupannya mereka berpaling dari ajaran-ajaran
Tuhannya dengan menerapkan sistem ekonomi kapitalis-sekuler, hukum kafir warisan
penjajah dan lainnya. Bangsa Indonesia seperti banci menyatakan identitas dasar negara
mereka, walaupun mereka menyatakan sebagai negara yang beragama, namun
menerima kapitalisme setengah-setengah dan menerapkan sosialisme setengah-setengah,
sehingga menimbulkan kerancuan demi kerancuan dalam sistem pembangunannya.
Kerancuan inilah yang telah menimbulkan berbagai bentuk ekperimen demi eksperimen
yang menambah keterbelakangan masyarakat Indonesia yang sudah mengalami dilema.
Jika sebuah bangsa memiliki sistem yang unggul, maka mereka akan dapat
membangun bangsanya menjadi bangsa yang kuat dan maju. Kemajuan Amerika dan
negara-negara Eropa karena mereka secara jelas dan konsekwen menyatakan diri sebagai
negara Kapitalis dan sekuler dan dengan landasan sistem inilah mereka membangun
peradaban dan kemajuan material lainnya. Dengan landasan dasar negara yang jelas
serta dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya inilah, bangsa-bangsa besar maju
sesuai dengan cita-cita yang dicanangkannya. Permasalahannya kenapa bangsa
Indonesia yang mencangkok bagian-bagian tertentu berbagai bentuk sistem besar dunia
dan dinamakan dengan Pancasila mengalami keterbelakangan demi keterbelakangan,
bukankah para penggalinya yang terdiri dari wakil-wakil Islam, sosialis, kapitalis,
marxis, nasionalis dan lainnya mengharapkan idiologi ini menjadi sumber kemajuan
bangsa Indonesia. Namun realitasnya setelah 60 tahun sistem Pancasila menjadi dasar
negara dan idiologi bangsa Indonesia, Pancasila tidak mampu mengantarkan bangsa ini
menuju kejayaan sebagaimana dicita-citakan para pendirinya, bahkan Pancasila telah
melakhirkan para tiran diktator seperti Soekarno dan Soeharto dan kini muncul tiran
baru ala Habibie yang serba salah, Gus Dur yang penuh kontraversi, Megawati yang
senantiasa gamang dalam keputusannya ataupun SBY yang penuh kebimbangan dan
keraguan. Para tiran ini dapat bertindak sesuai dengan keinginannya menafsirkan
kekaburan sistem Pancasila. Penafsiran inilah yang dijadikan sebagai dasar untuk
melanggengkan kekuasaannya, mengekploitasi sumber daya alam semaunya,
berkomplot dengan para berjouis kapitalis dan para konglomerat jahat dan menzalimi
para penegak keadilan. Andaikan bangsa Indonesia memiliki sebuah sistem yang jelas
dan mapan seperti bangsa-bangsa maju lainnya, maka tidak ada jalan bagi para tiran
berbuat semaunya, karena kita telah memiliki aturan permainan yang jelas.
Di sisi lain bangsa Indonesia adalah mayoritas muslim berjumlah lebih 90 %, yang
berarti memeluk agama Islam. Permasalahannya Pancasila sejak menjadi dasar negara
RI, terutama setelah dihapuskannya 7 kata dalam Piagam Jakarta, telah menimbulkan
berbagai konflik dan dilemma keyakinan kepada mereka yang konsisten memeluk
agama Islam. Kenapa hal ini dapat terjadi? Karena Islam adalah agama yang totalitas dan
menuntut pemeluknya menjalankan ajaran agamanya secara total, bukan setengah-
setengah (Islam Kaffah). Jika mereka menjalankan agamanya setengah-setengah atau

91
mencampur adukkannya dengan idiologi manusiawi, maka jelas mereka akan dicap
sebagai murtad dan akan mengalami kehinaan dan keterbelakangan sebagaimana
dinyatakan al-Qur’an :
Sesungguhnya orang-orang yang kafir pada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan hendak
membedakan antara Allah dan Rasul dengan mengatakan: kami beriman sebagian dan kami tidak
beriman pada sebagian yang lain, serta mereka hendak mengambil jalan tengah antara iman dan
kafir itu, mereka itulah orang yang kafir sebenar-benarnya. (al-Nisa : 150-151)
Apakah kamu beriman kepada sebagian isi al-Kitab dan ingkar terhadap sebagiannya yang
lain ? Tiadalah balasan bagi orang-orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan
kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang
sangat berat. (al-Baqarah : 85)
Dijadikannya Pancasila yang merupakan kumpulan berbagai jenis idiologi
menjadi dasar berbangsa dan bernegara bagi kaum muslimin Indonesia telah
menimbulkan dilemma pada mereka dan sekaligus kemurkaan Allah. Hal inilah yang
telah mendorong para ulama dan pemimpin Islam seperti M. Natsir, Buya Hamka
sampai generasi sesudahnya seperti Ustadz Abdullah Sungkar, Abdul Qadir Djaelani
dan lainnya menentang Pancasila sebagai dasar berbangsa dan bernegara karena dari sisi
aqidah dapat menjadikan seorang muslim sebagai murtad dan musyrik sebagaimana
dinyatakan ayat di atas. Sebagaimana dikatakan oleh M. Natsir :
“Pancasila sebagai filsafat negara itu bagi kami adalah kabur dan tak bisa berkata apa-apa kepada
jiwa Umat Islam yang sudah mempunyai dan sudah memiliki satu idiologi yang tegas, terang,
dan lengkap, dan hidup dalam kalbu rakyat Indonesia sebagai tuntutan hidup dan sumber
kekuatan lakhir dan bathin, yakni Islam. Dari idiologi Islam ke Pancasila bagi Umat Islam adalah
ibarat melompat dari bumi tempat berpijak ke ruang hampa, Vacuum, tak berhawa”.1
Sementara Islam sendiri memiliki sistem hidup yang sempurna dan terbukti telah
mengantarkan bangsa Arab yang jahil dan terbelakang menjadi masyarakat madani,
generasi mercusuar peradaban dunia. Kenapa mesti menjadikan Pancasila yang belum
terbukti keunggulannya dan meninggalkan Islam yang diakui seluruh dunia.
Penerimaan sebagaian mereka selama ini terhadap Pancasila lebih merupakan sebuah
toleransi yang dipaksakan oleh para penguasa yang mengancam mereka dengan
berbagai bentuk kekezaman, baik di zaman Soekarno maupun Soeharto. Namun dengan
kegagalan Pancasila mengantarkan bangsa Indonesia saat ini, kaum Muslimin akan
berfikir kembali untuk memberikan kesempatan lagi sebagaimana yang dilakukan para
pendahulu mereka sejak 60 tahun dahulu. Kegagalan cukup sekali dan hanya menimpa
satu generasi saja dan jangan sampai diulang-ulangi, karena seorang muslim dilarang
terperosok dua kali pada lubang yang sama. Pancasila telah mendatangkan penderitaan
kepada bangsa Indonesia dan menjadikan sebab kaum muslimin mendapat kemurkaan
Allah yang telah menjadikan mereka terhina dan tertindas di dunia dan akan mendapat
azab di akhirat kelak.
Maka tidak dapat diragukan lagi bahwa kerusakan bangsa dan negara tidak lain
bersumber dari kerusakan sistem yang diterapkan. Demikian pula halnya dengan
1
Tentang Dasar Negara Republik Indonesia Dalam Konstituante, Jilid I, Bandung: Tanpa Nama Penerbit, 1958, h. 129

92
kerusakan masyarakat Indonesia yang mayoritas mengaku muslim tapi menentang
ajaran Tuhan, berpecah belah, saling memerangi, membunuh, melakukan maksiat,
kriminal, KKN, dan lainnya tidak lain bersumber dari sistem yang diterapkan
kepadanya sejak kemerdekaan, yaitu sistem Pancasila. Anak-anak yang dididik dengan
moral Pancasila telah tumbuh berkembang sebagai manusia yang tidak mementingkan
agama atau tidak beragama sama sekali, karena menganggap semua agama baik dan
benar, mereka dengan mudahnya melakukan pelanggaran–pelanggaran akhlak,
perkelahian sesamanya dan melakukan kejahatan dan kebejatan moral lainnya dan
mereka akhirnya tumbuh menjadi generasi yang mementingkan kehidupan sesaat dan
hedonistik, masyarakat yang mengumbar kejahatan hawa nafsu seperti yang kita
saksikan dengan nyata di tengah masyarakat Indonesia saat ini. Jika hukum Tuhan yang
tegas diterapkan, seperti Syariat Islam misalnya, maka tidak akan terjadi seperti itu,
karena orang akan berfikir seribu kali untuk melakukan kemaksiatan dan kejahatan
akibat ketegasan hukum Tuhan yang senantiasa mengutamakan pencegahan dari pada
pengobatan penyakit masyarakat. Demikian pula Syariat Islam telah terbukti mampu
melakhirkan manusia-manusia unggul yang membangun peradaban baru dunia dalam
tempo waktu hanya 23 tahun, sementara Pancasila dengan perangkat sistemnya selama
60 tahun lebih tidak mampu membangun bangsa Indonesia sebagai bangsa yang kuat
dan maju, tapi sebaliknya, setelah diterapkan, justru sistem ini telah melakhirkan
masyarakat yang penuh dengan tragedi, konflik dan dilema sebagaimana kita saksikan
saat ini.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan utama dan
fundamental yang dihadapi bangsa Indonesia yang mayoritas muslim adalah kekaburan
dasar berbangsa dan bernegara mereka selama ini. Sistem Pancasila yang telah disepakati
sebagai dasar berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia setelah 60 tahun diterapkan
ternyata tidak mampu menyelesaikan berbagai bentuk tantangan dan tuntutan
masyarakat. Ketidakmampuan Pancasila ini bersumber dari kekaburan, kerancuan,
kebingungan, kemandekan dan kedangkalan doktrin-doktrin yang terkandung di dalam
ajarannya. Karena dikembangkan dari toleransi yang dipaksakan, akhirnya Pancasila
menjadi dasar berbangsa dan bernegara yang semu, sebatas simbol dan slogan-slogan
kosong belaka yang dijadikan alat penguasa untuk menekan lawan-lawan politiknya.
Adapun KKN, pelanggaran HAM, kediktatoran penguasa, krisis ekonomi, krisis politik,
krisis sdm, krisis pendidikan, krisis multi dimensi dan sejenisnya yang tengah menimpa
bangsa Indonesia saat ini tidak lain merupakan akibat sampingan dari kegagalan sistem
berbangsa dan bernegara Pancasila dalam menjalankan misinya membimbing dan
memimpin bangsa menuju cita-cita agung dan luhurnya. Demikian pula amandemen
UUD 45 yang dilakukan MPR terdahulu sama sekali tidak merubah substansi dari sistem
berbangsa dan bernegara, karena Pancasila dan UUD 45 tetap seperti pohon cangkokan
yang tidak jelas jenis spisiesnya. Bangsa Indonesia ibarat sebuah pohon cangkokan yang
berbatang aneh, penuh penyakit, tidak berbuah dan mengganggu tanaman lainnya,
akibat kesalahan dalam sistem pencangkokannya terdahulu. Untuk menyelamatkan
maka tidak ada cara yang paling tepat kecuali dengan mencabut pohon itu sampai ke

93
akar-akarnya dan digantikan dengan pohon yang jelas jenis spesiesnya. Pohon yang
sudah rusak dari akar sampai daunnya tidak mungkin dapat dipertahankan, demikian
pula dengan sistem cangkokan Pancasila tidak dapat dipertahankan dan harus diganti
dengan sistem yang lebih mapan dan sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia.

Meluruskan Kembali Pancasiladan UUD 45


Seorang negarawan besar Muslim Indonesia, pemimpin Majelis Syura Muslimin
Indonesia (MASYUMI), mantan Perdana Menteri pertama RI, yang dikatakan oleh
Endang Saifudin Anshari sebagai tokoh Nasionalis Islami, Bapak Muhammad Natsir,
yang hidup dan kehidupannya dihabiskan untuk pengabdian kepada Islam, umatnya
dan bangsa Indonesia, yang pemikirannya menjadi mercusuar generasi sesudahnya,
dalam sebuah persidangan Konstituante, dengan lantang dan tegasnya berkata:
“Pancasila sebagai filsafat negara itu bagi kami adalah kabur dan tak bisa berkata
apa-apa kepada jiwa Umat Islam yang sudah mempunyai dan sudah memiliki
satu idiologi yang tegas, terang, dan lengkap, dan hidup dalam kalbu rakyat
Indonesia sebagai tuntutan hidup dan sumber kekuatan lakhir dan bathin, yakni
Islam. Dari idiologi Islam ke Pancasila bagi Umat Islam adalah ibarat melompat
dari bumi tempat berpijak ke ruang hampa, Vacuum, tak berhawa”.2
Berbeda halnya dengan tokoh-tokoh Islam atau politisi muslim di era reformasi,
seperti Amien Rais, Nurcholis Madjid, Syafi'e Ma'arif, Hasyim Muzadi ataupun
Abdurrahman Wahid yang tabu membahas kembali dasar negara Pancasila dan UUD 45
dan membandingkannya dengan ketinggian ajaran Islam. Bahkan mereka menjadi garda
yang menolak dimasukkannya kembali konsep Piagam Jakarta yang mengandung
pelaksanaan syari'at Islam bagi pemeluknya sebagaimana diputuskan para pendiri
bangsa terdahulu. Di antara mereka ada yang melontarkan kata-kata yang tidak pernah
difikirkan generasi sebelumnya, "jika syari'at dilaksanakan, maka bukannya persatuan
Indonesia yang akan terjadi, tetapi persatean (kata-kata sangat biadab untuk
perpecahan). Menurut mereka setelah diamandemen pada tahun 2000 lalu melalui
sidang MPR, rumusan terakhir inilah yang dianggap terbaik bagi bangsa dan negara
Indonesia saat ini, sesuai dengan perkembangan dan dinamika masyarakatnya.
Setelah 5 tahun UUD 45 diamandemen, apakah rumusan terbaru ini sudah
memberi dampak perubahan bangsa Indonesia, ataukah dapat mengantarkannya
menuju cita-cita agung Indonesia baru yang adil dan makmur? Kenyataannya,
amandemen UUD 45 setengah hati ini telah menimbulkan masalah-masalah baru yang
menambah rumitnya permasalahan bangsa Indonesia. Setelah diamandemenpun, UUD
45 secara konstan telah memperburuk keadaan bangsa, menjadikannya sebagai bangsa
yang jauh mundur kebelakang dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, tingkat
pengangguran yang tinggi, tingkat SDM terendah, daya beli masyarakat yang sangat
rendah, pertumbuhan ekonomi yang rendah, ironisnya tetap menyandang sebagai
negara terkorup di dunia. Saking sudah merajalelanya korupsi, para cendik pandai yang

2
Tentang Dasar Negara Republik Indonesia Dalam Konstituante, Jilid I, Bandung: Tanpa Nama Penerbit, 1958, h. 129

94
berprofesi sebagai pendidikpun telah terlibat korupsi sebagaimana yang terjadi di
Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sebelumnya di zaman pemerintahan Soeharto, Pancasila sebagai dasar negara
sangat disakralkan, bahkan hampir-hampir dijadikan sebagai agama bangsa Indonesia
yang tidak dapat diganggu gugat. Puncaknya setelah Pancasila dijadikan sebagai azas
tunggal, sebagai satu-satunya dasar hidup berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di
Indonesia. Dijadikannya Pancasila sebagai azas tunggal dengan tujuan agar terciptanya
stabilitas keamanan, terutama dalam bidang politik, sehingga tidak ada lagi komponen
bangsa Indonesia yang menganut dan memperjuangkan idiologi selain dari Pancasila.
Apakah setelah Pancasila dijadikan sebagai satu-satunya azas berbangsa dan bernegara
di Indonesia, kemudian bangsa Indonesia bangkit menjadi bangsa yang maju, minimal
seperti negara jiran Malaysia misalnya? Ternyata fakta menyatakan berbeda. Setelah
diterapkannya azas tunggal Pancasila, keadaan bangsa Indonesia tidak menentu arah.
Dengan semena-mena kemudian Soeharto menafsirkan Pancasila menurut kemauannya,
mengarahkannya menuju faham kejawen yang diyakininya, membangun demokrasi
sesuai dengan keinginannya untuk tetap mempertahankan kekuasaannya. Sementara
ABRI yang seharusnya menjadi pengayom rakyat telah dijadikan sebagai alat untuk
menindas dan mengintimidasi. Kekuatan-kekuatan politik, termasuk partai politik
dikebiri sehingga kehilangan identitas, yang pada akhirnya menjadikan DPR/MPR
hanya sebuah lembaga yang akan melegalkan apapun keinginan pemerintah. Ternyata
pemerintahan Soeharto telah meninggalkan masalah besar kepada bangsa Indonesia,
baik hutang luar negeri yang hampir mencapai Rp. 2.000 trilyun, sistem pemerintahan
yang penuh KKN, sistem perekonomian yang sangat rapuh dan berbagai bentuk
permasalahan yang telah membawa bangsa Indonesia pada krisis multi dimensi.
Pada akhirnya orang akan bertanya, dimana letak keunggulan dan kesaktian
Pancasila yang selalu diagung-agungkan oleh para pembelanya. Bahkan untuk
mengenang keagungan Pancasila, bangsa Indonesia memperingati hari kelakhiran dan
kesaktian Pancasila untuk mengenang keteguhan Pancasila dalam menghadapi
benturan-benturan dengan idiologi selainnya. Kemanakah keagungan dan kesaktian
Pancasila ketika bangsa Indonesia dililit krisis multi dimensi seperti saat ini? Apakah
konsep-konsep yang telah dirumuskan dalam Pancasila mampu menyelesaikan krisis
multi dimensi bangsa Indonesia ? Apa konsep Pancasila tentang pengentasan kemiskinan
dan pengangguran ? Apa konsep Pancasila tentang keadilan dan kemakmuran ? Apa
konsep Pancasila tentang pembangunan SDM dan pengembangan Masyarakat utama?
Apa konsep Pancasila tentang persatuan dan kesatuan bangsa, tentang toleransi, tentang
masyarakat majemuk dan seterusnya ? Apakah Pancasila mampu mengobati penyakit
bangsa yang semakin kronis ini ? Tentang korupsi misalnya, apa konsep penyelesaian
Pancasila jika ia dikatakan sebagai falsafah, idiologi dan way of life bangsa Indonesia?
Sejak dirumuskan oleh para pendiri bangsa (founding father) yang mewakili
semua elemen bangsa Indonesia dalam BPUPKI, dasar negara Pancasila sudah
menimbulkan permasalahan bagi bangsa Indonesia, karena tidak didukung secara penuh
oleh komponen bangsa Indonesia, terutama kelompok mayoritas umat Islam yang

95
memperjuangkan Islam sebagai dasar negara dan berbangsa. Namun karena mengalami
kebuntuan demi kebuntuan yang memanaskan suasana persidangan waktu itu, akhirnya
diputuskan untuk membentuk sebuah panitia perumus dasar negara yang
beranggotakan sembilan orang yang dipimpin Soekarno. Panitia sembilan dianggap
dapat mewakili aspirasi bangsa Indonesia, karena terdiri dari kelompok Islam, kelompok
nasionalis, kelompok sosialis dan kelompok Kristen. Setelah terjadi perdebatan panjang,
maka panitia berhasil merumuskan dasar negara Indonesia merdeka pada tanggal 22
Juni 1945 yang dikenal dengan Piagam Jakarta. Bagi perwakilan umat Islam, Piagam
Jakarta dianggap sebagai kompromi yang paling mungkin dicapai pada saat-saat
darurat, karena bangsa Indonesia akan segera memproklamasikan bangsa Indonesia
yang merdeka. Bagi umat Islam bangsa Indonesia, Pancasila yang dirumuskan panitia
sembilan adalah jalan tengah yang dapat diambil sesuai dengan kaidah-kaidah ajaran
Islam karena dalam sila pertama berbunyi: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluknya. Dicantumkannya penerapan syari'at Islam dalam Pancasila, artinya
umat Islam dapat menjadikan Islam sebabagai asas dalam berbangsa dan bernegara
sebagaimana yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.
Dengan dasar negara yang berlandaskan syari'at Islam inilah kemudian bangsa
Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Bahkan dengan tegas di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan
bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia adalah atas rahmat Allah SWT. Tidak diragukan
bahwa bangsa Indonesia yang terjajah selama lebih 350 tahun mendapatkan
kemerdekaannya karena rahmat dan bantuan Allah SWT semata, dan bantuan Allah
SWT datang kepada bangsa Indonesia pada saat itu tidak lain karena keridhoan-Nya
kepada bangsa Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan dari para penjajah yang
telah mengeksploitasinya. Dan keridhoaan Allah kepada bangsa Indonesia datang karena
mereka telah sepakat untuk menjadikan syari'at-Nya sebagai dasar berbangsa dan
bernegara. Dengan kata lainnya, bahwa syari'at Islamlah yang telah mengantarkan
kemerdekaan bangsa Indonesia, karena tanpa syari'at Islam tidak mungkin bangsa
Indonesia akan mendapat rahmat Allah, dan tanpa rahmat-Nya, tidak mungkin bangsa
Indonesia akan memperoleh kemerdekaannya.
Kemerdekaan yang penuh berkah dan rahmat telah diperoleh bangsa Indonesia,
setelah berabad-abad menjadi bangsa budak dan bangsa terjajah. Kemerdekaan yang
dilandasi oleh sebuah dasar negara yang dirahmati dan diridhoi Allah SWT dan
mendapat dukungan mayoritas bangsa Indonesia yang muslim. Dasar negara Pancasila
yang perumusannya melibatkan cerdik pandai bangsa, kelapangan hati pemimpin-
pemimpin bangsa, toleransi tinggi kelompok mayoritas dan yang terpenting telah
memberikan jalan kepada tegaknya ajaran Allah Sang Pencipta melalui sistem nilai Islam
yang berlandaskan syari'at kepada bangsa Indonesia yang mayoritas. Dengan demikian,
Pancasila atau Piagam Jakarta yang telah mengantarkan kemerdekaan bangsa Indonesia
adalah sebuah agriment, sebuah perjanjian antara bangsa Indonesia dengan kelompok
mayoritas muslim sekaligus dengan Allah SWT Sang Maha Pencipta. Maka setiap
perjanjian harus ditepati dan siapapun yang menyalahi perjanjian dengan sengaja,

96
ataupun merubahnya secara sepihak, maka mereka adalah penghianat, dalam hal
Pancasila, maka mereka telah menghianati bangsa Indonesia, kelompok mayoritas
muslim dan sekaligus menghianati Allah dan Rasul-Nya.
Ironisnya pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah bangsa Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya, dasar negara Pancasila rumusan panitia sembilan,
yang dikenal dengan Piagam Jakarta dirubah secara substansi dan sepihak tanpa
melibatkan para perumusnya, BPUPKI ataupun pemimpin-pemimpin Islam. Kalimat
sakral dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluknya dihapuskan dan diganti
dengan Yang Maha Esa. Penghapusan ini akibat adanya desakan dari perwakilan rakyat
Kristen Indonesia Timur yang tidak mau bergabung dengan Indonesia apabila dasar
negara dicantumkan syari'at Islam. Padahal salah satu anggota Panitia Sembilan, A.
Maramis, adalah mewakili kelompok Kristen. Beberapa perwakilan Kristen yang
dipimpin Wakil Presiden M. Hatta menghadap Presiden Soekarno, meminta agar
merestui penghapusan tersebut, dan tanpa melibatkan tokoh-tokoh Islam, terutama tim
perumus, penerapan syari'at Islam yang selama ini diperjuangkan tokoh-tokoh Islam
menjadi tidak memiliki landasan hukum. Kemudian rumusan Pancasila tanpa syari'at
Islam inilah yang diterapkan pemerintah Soekarno, Soeharto dan pemerintah sampai saat
ini.

Implikasi Penghapusan 7 Kata Dalam Pancasila : Sebuah Analisis Islami


Setelah penghapusan 7 kata dalam Piagam Jakarta pada tanggal 18 Agustus 1945,
umat Islam bangsa Indonesia sangat perlu memahami dan mengetahui apakah Pancasila
dengan segala rumusan dan ajaran-ajarannya masih seperti yang dimaksudkan oleh para
pendiri bangsa Indonesia atau tidak. Terutama apakah ajaran dasar negara Pancasila,
terutama sesudah diamandemen pada tahun 2000 lalu oleh MPR sudah sesuai dengan
aspirasi dan kehendak pelaksanaan syari'at Islam yang tercantum dalam Piagam Jakarta
yang telah menjadi kesepakatan bersama para pendiri bangsa Indonesia yang telah
berjuang mati-matian merumuskan dasar negara, terutama para wakil umat Islam
bangsa Indonesia. Penerimaan rumusan Piagam Jakarta oleh para pemimpin Islam di
BPUPKI dan umat Islam bangsa Indonesia pada saat itu tentunya tidak dapat dilepaskan
dari tercantumnya 7 kata tersebut sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Karena dari
sudut pandangan ajaran Islam, dengan dicantumkannya pelaksanaan syari'at Islam
dalam dasar negara Indonesia, maka umat Islam bangsa Indonesia telah memiliki
landasan hukum yang kuat untuk menjalankan ajaran-ajaran agamanya secara totalitas
dan menyeluruh sebagaimana diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Penerapan syari'at
Islam sendiri dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara adalah intipati
ajaran kemasyarakan Islam, sekaligus sebagai sarana dalam mencapai tujuan-tujuan
Islam dalam membangun sebuah masyarakat yang adil dan makmur, dibawah rahmat
dan keridhoaan Allah SWT sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 45.
Bagi umat Islam penghapusan 7 kata itu maknanya tidak lain daripada
penghapusan kandungan syari'at Islam dari Pancasila, yang penghapusan itu telah
menjadikan Pancasila sebagai sebuah idiologi yang netral, tidak berfihak kepada syari'at,

97
tidak pula sekuler. Namun demikian, masih banyak dikalangan umat Islam yang
menganggap penghapusan 7 kata tersebut sebagai hal yang wajar dan pantas, bahkan
tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Itulah sebabnya diperlukan sebuah analisis
tentang implikasi penghapusan syari'at terhadap Pancasila berdasarkan ajaran Islam,
terutama al-Qur'an dan Sunnah, termasuk setelah diamandemen tahun 2000 lalu. Hal ini
penting artinya, terutama bagi umat Islam bangsa Indonesia, agar mereka jangan
terperosok melanggar ajaran agamanya akibat ketidaktahuannya.
Dalam pandangan Islam, untuk menyatakan suatu perkara apakah halal atau
haram, haq atau batil, benar ataupun salah harus dianalisis berdasarkan sumber-sumber
utama ajaran Islam yang telah disepakati, terutama al-Qur'an dan al-Sunnah, karena
inilah dasar obyektif bagi mereka yang telah mengikuti Islam untuk menyatakan
kesalahan dan kebenaran suatu konsepsi. Al-Qur’an diturunkan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad saw adalah untuk membedakan antara yang haq (benar) dan yang bathil
(salah). Sebagaimana disebutkan Allah dalam firman-Nya :
Bulan ramadhan, bulan yang dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan Furqon (pembeda antara yang haq
dan yang bathil). (Al Baqarah : 185)
Seorang yang telah menyatakan dirinya sebagai seorang Muslim, wajib tunduk
dan patuh kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak diizinkan sama sekali untuk mencampur
adukan antara yang haq dengan yang bathil. Allah berfirman :
Janganlah kamu campur adukan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu
sembunyikan yang haq itu sedang kamu mengetahui. (Al-Baqarah : 42)
Seorang Muslim harus mengakui secara mutlaq, bahwa kebenaran itu datangnya
hanya dari sisi Allah Yang Maha Perkasa saja dan tidak ragu-ragu dalam hal ini. Allah
berfirman :
Kebenaran itu adalah dari Robbmu sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang
yang ragu. (Al-Baqarah : 147)

Untuk memberi penghormatan kepada kemerdekaan ciptaan dan sekaligus


menguji keyakinan hamba-Nya, Allah SWT telah memberikan kebebasan untuk memilih
jalan yang dikehendaki manusia, apakah ia memilih golongan iman atau golongan kafir.
Kedua golongan ini tidak pernah bertemu selamanya, karena berbeda awal dan
tujuannya, Allah berfirman :
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) dien (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar dari jalan yang salah. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thoghut, dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya ia berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan
putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Allah pelindung orang-orang
beriman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-
orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah syaiton, yang mengeluarkan mereka dari
cahaya kepada kegelapan. Mereka itulah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal didalamnya. (Al
Baqarah : 256-257)

98
Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah, mereka
itulah golongan syaiton. Ketahuilah bahwa golongan syaiton itulah golongan yang merugi. (Al
Mujadilah : 19)
Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat,
saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun
orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara ataupun keluarga mereka………..
Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa golongan Allah itulah golongan yang
beruntung. (Al Mujadilah :22)
Setelah memperhatikan ketiga ayat diatas, dapatlah kita simpulkan bahwa di
dunia ini ada dua golongan yang tidak pernah bersatu selamanya, yaitu golongan Allah
dan golongan Syaiton. Di dalam kitabnya yang mashur, salah seorang ulama terkemuka
Ibn Thaimiyah membagi umat manusia menjadi Auliya’ Allah dan Auliya’ Syaithan (Al-
Farq Baina Auliya Allah wa Auliya al-Syaithon).
Golongan Allah yang disebut sebagai orang-orang beriman, berwali hanya
kepada Allah semata, menyerahkan semua hidup dan matinya untuk Dia, mentaati
semua perintah-Nya dengan tulus dan ikhlas. Bentuk sistemnya adalah tunggal, yaitu
Islam dengan segala aspeknya yang telah sempurna, bersumber pada wahyu Illahi yaitu
Al-Qur’an dan sunah Rasulullah. Sistem yang dianut kelompok iman ini bersifat
universal dan mutlak kebenarannya, sesuai dengan segala perkembangan zaman dan
waktu, tidak pernah menjadi perubahan-perubahan mendasar dalam ajarannya, karena
ajaran Islam ini sesuai dengan fitrah dan kebutuhan manusia dulu dan sekarang, ini akan
melakhirkan suatu keseimbangan, kebaikan didunia ini. Tujuan akhir dari golongan ini
adalah ridho Allah dengan mendapatkan Jannah (surga) dengan segala macam
kenikmatannya, itulah janji Allah kepada hamba-Nya yang taat dan patuh kepada-Nya.
Sedangkan golongan Syaiton atau yang disebut sebagai kafir adalah sebaliknya,
ia berwali kepada Thoghut (syaiton) yang terdiri dari jin dan manusia, ia taat dan patuh
kepada semua yang diperintahkannya, tidak terkecuali perintah itu salah atau benar, ia
mengharapkan sesuatu darinya, padahal thoghut ini tidak mempunyai kekuatan
sedikitpun untuk berbuat mudharat dan manfaat kepada manusia, tanpa seizin Allah
Yang Maha Perkasa. Bentuk sistemnya beraneka ragam, terutama yang telah
memisahkan peranan Tuhan dalam kehidupan dunia dengan nama bermacam-macam
isme-isme. Dasar sistem-sistem ini adalah ro’yu/filsafat-filsafat hasil berfikir orang-
orang yang ingkar kepada Allah yang berasal dari Barat maupun dari Timur, semua
fikiran yang dihasilkannya adalah jahiliyah, karena tidak berdasarkan pada wahyu dan
petunjuk Illahi, diotak atik oleh akal yang sangat terbatas kemampuannya, sistem ini
tidak konstan, selalu berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan zaman (relatif). Teori yang
didukung hari ini mungkin besok akan dijungkir balikkan oleh pendukungnya sendiri,
kebenarannya masih diragukan dikalangan penganut-penganutnya. Karena berdasarkan
persangkaan semata, sistem ini mengakibatkan kerusakan dimuka bumi ini, satu sistem
dengan sistem yang lainnya saling serang menyerang dengan ganasnya. Tujuan akhir
dari golongan ini adalah An-nar (neraka), inilah ancaman Allah kepada golongan yang
ingkar kepada perintah-perintah-Nya, dan selalu mengikuti hawa nafsunya yang rendah.

99
Berdasarkan beberapa ayat di atas, maka dapat dibuat sebuah bagan/sket yang
akan menjelaskan kedudukan sebuah idiologi berdasarkan al-Qur'an beserta garis yang
membedakannya (garis al-furqon) :
Al-Qur’an al-Karim
Golongan Beriman Golongan kafir.

Walinya hanya Allah SWT Walinya Thoghut/Syaiton


terdiri dari jin dan manusia.

Sistemnya tunggal : Islam Sistemnya banyak : Kapitalisme,


Komunisme,Marxisme,
Liberalisme
Nasionalisme, dsb.

Bersumber pada Wahyu Bersumber pada Ro’yu, filsafat-


Al-Quran dan Al-Sunnah filsafat jahiliyah Barat & Timur.

Bersifat Universal dan Mutlaq Bersifat lokal dan relatif.

Melakhirkan masyarakat Islam, Melakhirkan masyarakat


yang membagun alam jahiliyah merusak &berbuat keji
(Masyarakat Ma’ruf) (Masyarakat Mungkar)

Tujuan akhirnya Jannah (surga) Tujuan akhirnya Annar (neraka)

GARIS AL-FURQON (PEMBEDA ANTARA HAQ DGN BATHIL)

Setelah melihat bagan di atas, sesuai dengan pandangan ayat-ayat al-Qur'an yang
telah memberikan batas pembeda antara yang haq dengan yang bathil, antara yang benar

100
dengan yang salah, antara Islam dan kafir. Maka sebagai penganut Islam, umat Islam
bangsa Indonesia diperintahkan untuk menjadikan ajaran Islam sebagai barometer
mereka dalam menilai segala sesuatu, termasuk Pancasila yang menjadi dasar negara
Indonesia.
Sehubungan dengan kedudukan Pancasila dalam Islam, banyak terjadi perbedaan
pendapat dikalangan kaum Muslimin. Ketika rumusan Piagam Jakarta telah disepakati,
para pemimpin umat Islam bangsa Indonesia dapat menyetujui hampir secara aklamasi
rumusan yang mengandung pelaksanaan syri'at Islam. Namun ketika pelaksanaan
syari'at Islam dihapuskan dari Pancasila, maka terjadi perbedan yang tajam, bahkan
tokoh-tokoh Masyumi tegas-tegas menolak Pancasila yang tidak mengandung
pelaksanaan syari'at Islam sehingga mereka gencar memperjuangkan masuknya kembali
pelaksanaan syari'at Islam secara konstitusional di parlemen sampai akhirnya Soekarno
mengeluarkan dekrit yang menggunakan Pancasila tanpa syari'at Islam dan
menimbulkan ketidakpuasan dan perlawanan tokoh-tokoh Masyumi sampai mereka rela
di penjara sekalipun dan membubarkan partainya. Demikian pula ketidakpuasan timbul
dari tokoh-tokoh Islam yang telah mendorong mereka untuk memproklamasikan Negara
Islam Indonesia (NII) pada tanggal 7 Agustus 1949 yang memperjuangkan berdirinya
Negara Islam yang dipimpin SM. Kartosoewirjo yang diikuti oleh TGK. Daud Beureuh
dari Aceh dan Kahar Mudzakkar dari Sulawesi. Sementara Soeharto tetap
memberlakukan dasar negara yang telah didekritkan Soekarno, bahkan dia lebih berani
dengan gagasannya menjadikan Pancasila sebagai azas tunggal di Indonesia, yang pada
pmerintahan Habibie dihapuskan. Sementara MPR di era reformasi telah berhasil
mengamandemen UUD 45, dan umat Islam tidak berhasil mengembalikan pelaksanaan
syari'at Islam sebagaimana Piagam Jakarta.
Tidak berhasilnya syari'at Islam masuk dalam Pancasila dan UUD 45 tidak lain
disebabkan masih adanya perbedaan persepsi di kalangan umat Islam sendiri. Di antara
mereka ada yang berpendapat bahwa Pancasila adalah bagian yang tidak terpisahkan
dari Islam karena ajaran-ajarannya mencerminkan ajaran Islam. Pendapat ini utamanya
dianut oleh kalangan neo-modernis Islam seperti Nurcholish Madjid, Abdurrahman
Wahid, Amien Rais dan lainnya yang menyamakan Pancasila dengan Piagam Madinah.
Namun disatu fihak ada yang menyatakan bahwa Pancasila tanpa kandungan syari'at
Islam yang dijadikan sebagai dasar berbangsa dan bernegara di Indonesia bertentangan
dengan ajaran Islam sehingga tidak dapat diterima kaum Muslimin. Bahkan Pancasila
telah menimbulkan krisis keyakinan dan dapat menghantarkan kepada perbuatan syirik
dan murtad sebagaimana dikemukakan kalangan penegak syari'at Islam yang dijuluki
fundamentalis Islam. Maka bertolak dari kontraversi di atas, diperlukan sebuah analisis
yang jujur dan adil tentang Pancasila menurut ajaran Islam, baik landasan filsafatnya
maupun materi-materi yang terkandung serta pelaksanaanya di Indonesia merdeka.

Hakikat Pancasila Tanpa Syari'at Islam

101
Dasar negara Pancasila yang dirumuskan oleh panitia sembilan yang dikenal
dengan Piagam Jakarta yang sila pertamanya menyatakan Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syari'at Islam bagi pemeluknya tentu sangat berbeda dengan rumusan
Pancasila seperti sekarang tidak mencantumkan syari'at Islam. Bahkan perbedaan ini
sangat substansial dan fundamental bagi Islam. Rumusan Piagam Jakarta telah
memberikan peluang seluas-luasnya kepada umat Islam bangsa Indonesia untuk
menjalankan syari'atnya dalam seluruh lapangan kehidupan, baik hukum, ekonomi,
politik, budaya, pendidikan, moral dan lainnya. Dengan kata lainnya, umat Islam
dijamin secara undang-undang untuk menerapkan syari'at Islam atau seluruh ajaran
Islam dalam aspek berbangsa dan bernegara. Sementara penghapusan tujuh kata itu
berarti dihapuskannya kesempatan umat Islam untuk menjalankan ajaran agamanya
secara utuh, sebagaimana yang terjadi saat ini. Umat Islam tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Islam, tapi harus mengikuti hukum positip KUHP peninggalan penjajah
Belanda, tidak dapat menerapkan sistem pendidikan Islam secara total, karena negara
menganut sistem pendidikan sekuler, pendidikan agama hanya diberikan ala kadarnya
saja. Sistem ekonomi negara menggunakan sistem perekonomian kapitalis yang
bertentangan dengan Islam dan telah melakhirkan jurang kemiskinan kepada bangsa
Indonesia.
Lebih jauh penghapusan tujuh kata dalam Pancasila pada hakikatnya telah
merubah status Pancasila yang berdasarkan syari'at menjadi Pancasila yang tidak
berdasarkan syari'at, seperti binatang yang disembelih dengan nama Allah dan binatang
yang tidak disembelih dengan nama Allah. Jika Piagam Jakarta mengandung nilai-nilai
keislaman yang totalitas, maka Pancasila tanpa syari'at sama seperti menanggalkan nilai-
nilai keislaman yang menjadi ruhnya. Maka tidak mengherankan seorang negarawan
muslim yang sangat moderat seperti M.Natsir menyatakan bahwa Pancasila tanpa Islam
adalah tidak ada apa-apanya sama sekali jika dibandingkan dengan ajaran Islam. Dan
akhirnya tidak diragukan penghapusan 7 kata dalam Pancasila sama artinya dengan
seorang yang menghapuskan kolom agama Islam pada kartu tanda penduduknya, yang
artinya dia rela menanggalkan Islam dari identitas dirinya, yang dalam Islam dikenal
dengan murtad. Dengan penghapusan 7 kata, berarti Pancasila telah kehilangan makna
Islam, telah kehilangan semangat Islam, telah kehilangan identitas keislamannya yang
selama ini menjadi ruhnya, dan penghapusan 7 kata tersebut sama maknanya dengan
menjadikan Pancasila sebagai murtad, kembali menjadi sebuah dasar negara yang tidak
berlandaskan ajaran Islam.
Demikian pula penghapusan 7 kata dalam Piagam Jakarta membawa beberapa
dampak kepada bangsa Indonesia, diantaranya : Pertama, bahwa siapapun yang terlibat
dalam penghapusan 7 kata tersebut, tidak diragukan telah menghianati kesepakatan/
agriment bangsa Indonesia yang telah dipercayakan wakil-wakil bangsa kepada ke
sembilan anggota perumus yang telah melakhirkan Piagam Jakarta. Mereka tidak
menghormati jerih payah para wakil bangsa Indonesia dari seluruh komponen bangsa
yang menghabiskan daya upaya mati-matian untuk merumuskan sebuah dasar negara
terbaik bagi bangsa Indonesia sesuai dengan semangat kebangsaan, persatuan dan

102
toleransi. Apalagi diketahui kemudian, sebagaimana dinyatakan Faisal Baasyir dalam
otobiagrafinya, bahwa penghapusan 7 kata dilakukan dengan tipu muslihat yang sangat
licik. Konon pemuda-pemuda Kristen berpakaian ala Laksamana Jepang dan menemui
Wakil Presiden Hatta untuk menyampaikan keberatan terhadap 7 kata dan mengancam
akan memisahkan diri dari Indonesia. Ternyata dikemudian hari, pemuda-pemuda inilah
yang menjadi biang pemberontak-sparatis RMS, walaupun 7 kata telah dihapuskan dari
Pancasila.
Kedua, penghapusan 7 kata dalam Piagam Jakarta telah menghianati dan
merugikan umat Islam bangsa Indonesia yang mayoritas. Karena dengan penghapusan
ketujuh kata tersebut, umat Islam bangsa Indonesia tidak dapat menjalankan ajaran-
ajaran agamanya secara total sebagaimana yang diperintahkan syari'at yang diturunkan
Allah dan Rasul-Nya. Akibatnya umat Islam bangsa Indonesia mendapat kerugian dunia
dan akhirat, di dunia kehidupannya terhina dan terbelakang karena tidak menjalankan
perintah agamanya yang sempurna dan unggul, sementara di akhirat kelak akan di azab
Allah karena meninggalkan perintahnya.
Ketiga, penghapusan 7 kata tersebut sama artinya dengan menghianati dan
mempermain-mainkan Allah SWT yang telah menurunkan syari'atnya kepada kaum
muslimin. Seakan-akan bangsa Indonesia mencantumkan penerapan syari'at Allah agar
Allah SWT ridho dan menurunkan rahmat-Nya, sehingga Allah membantunya untuk
lepas dari penjajahan. Namun sehari setelah mendapat kemerdekaannya, bangsa
Indonesia bersepakat untuk mencampakkan syari'at Allah yang telah mengantarkannya
menuju gerbang kemerdekaan, sehari setelah mereka merdeka. Hal ini sama dengan
seorang pemuda yang melamar anak gadis muslim, diapun rela masuk Islam untuk
mendapatkan gadis kesayangannya, namun setelah aqad nikah selesai dan pemuda
tersebut telah mendapatkan gadis idamannya, diapun mencampakkan Islam dari
identitasnya. Maka tentu seluruh keluarga dan masyarakat akan melaknat tindakan
biadab pemuda jahannam yang mempermainkan syari'at Allah ini. Maka demikian pula
halnya dengan bangsa Indonesia yang telah mencampakkan syari'at Allah sehari setelah
mendapat kemerdekaannya, seluruh pengikut, hamba dan tentara Allah di alam raya ini
akan melaknat bangsa Indonesia yang telah mempermain-mainkan syari'at Allah yang
sempurna.
Sebuah bangsa yang telah menghianati perjanjiannya, baik perjanjian yang dibuat
sesama manusia ataupun perjanjian yang mereka buat dengan Allah SWT, maka tidak
ada balasan kepada mereka, kecuali seperti balasan yang ditimpakan kepada Bani Israil,
yaitu senantiasa mendapatkan kemurkaan dari Allah SWT sebagaimana digambarkan
dengan terang dan jelas dalam al-Qur'an surat Ali Imron : ayat 81-87;
Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, "Manakala Aku
memberikan kitab dan hikmah kepadamu lalu datang kepada kamu seorang rasul yang
membenarkan apa yang ada pada kamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman
kepadanya dan menolongnya. Allah berfirman, "Apakah kamu setuju dan menerima perjanjian
dengan-Ku atas yang demikian itu?". Mereka menjawab, "Kami setuju." Allah berfirman, "Kalau
begitu bersaksilah kamu (para nabi) dan Aku menjadi saksi bersama kamu".

103
Maka barangsiapa berpaling setelah itu, maka mereka itulah orang yang fasik.
Maka mengapa mereka mencari agama (dien) yang lain selain (dien) Allah, padahal apa
yang di langit dan di bumi berserah diri kepada-Nya, (baik) dengan suka maupun terpaksa, dan
hanya kepada-Nya mereka dikembalikan.
Katakanlah (Muhammad), "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan
kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan
apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-
bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya kami berserah diri (Muslimin)."
Dan barangsiapa mencari agama (dien) selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di
akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.
Bagaimana Allah akan memberi petunjuk kepada suatu kaum yang kafir setelah mereka
beriman, serta mengakui bahwa Rasul (Muhammad) itu benar-benar (Rasul), dan bukti-bukti
yang jelas telah sampai kepada mereka? Allah tidak memberi petunjuk kepada orang zalim.
Mereka itu, balasannya ialah ditimpa laknat Allah, para malaikat dan manusia
seluruhnya,
Mereka kekal di dalamnya, tidak akan diringankan azabnya, dan mereka tidak
diberi penangguhan, (Ali Imron : 81-87)
Itulah sebabnya bangsa ini, sejak merdeka sampai saat ini selalu mendapat
kemurkaan dari Allah, karena tetap mempertahankan dasar negara yang telah
menghianati Allah dan Rasul-Nya. Selama bangsa Indonesia tidak mau meluruskan
penghianatannya kepada Allah dan rasul-Nya serta kepada mayoritas umat Islam
bangsa Indonesia, maka selama itu pula kemurkaan dan laknat Allah akan menyertainya.
Dan apabila Allah telah murka kepada sebuah bangsa, maka bangsa itu tidak akan
pernah mencapai kejayaan dan kemajuan, persis seperti yang dialami bangsa Indonesia.
Seokarno jatuh terhina, demikian pula Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati dan
seterusnya. Siapapun yang memimpin Indonesia, baik dia seorang negarawan ataupun
agamawan pasti akan mendapat kesusahan dalam pekerjaannya. Karena bangsa yang
telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya senantiasa akan mendapat malapetaka,
sebagaiama yang telah ditimpakan kepada bangsa-bangsa terdahulu yang telah
berkhianat. Selama perkara ini tidak diluruskan kembali, maka bangsa Indonesia tidak
akan pernah mencapai cita-cita agungnya, walaupun memiliki sumber daya alam yang
melimpah, walaupun memiliki cerdik pandai yang bertaburan, walaupun memiliki
banyak ulama dan pemimpin. Karena bangsa yang tidak mendapat keridhoan Allah,
tidak akan pernah menggapai kesuksesan sebagaimana yang telah menimpa Bani Isroil
di zaman Nabi Musa akibat penghianatannya kepada Allah dan Nabinya.
Mungkin ada yang menolak anggapan bahwa keterbelakangan, keterpurukan
serta kemunduran bangsa Indonesia tidak ada hubungannya dengan penegakan syari'at
Islam. Sebagai contoh misalnya, bangsa Amerika ataupun Jepang, China, Korea dapat
maju tanpa syari'at Islam. Demikian pula dengan negara jiran Malaysia, dapat maju
hanya dengan menerapkan Rukun Negara dan menjadikan Islam sebagai agama resmi
saja tanpa menerapkan syari'at Islam.

104
Memang benar, kemajuan bangsa Amerika, China, Jepang, Korea ataupun
lainnya tidak ada hubungannya dengan penerapan syari'at, karena para pendiri bangsa
mereka tidak pernah memperdulikan dan tidak mengenal syari'at Islam, sehingga sejak
dari awal mereka telah merumuskan dasar negara yang sekuler, yang tidak ada
hubungannya dengan agama. Mereka merumuskan dasar negara sekuler, dengan dasar
negara inilah mereka merdeka, dengan dasar sekulerismelah merekamembangun
bangsanya menjadi maju sebagaimana yang kita saksikan. Demikian pula dengan
Malaysia, para pendiri bangsanya telah sepakat untuk menetapkan Rukun Negara
sebagai dasar negaranya, dengan dasar negara itulah mereka merdeka, dengan dasar
negara itulah mereka membangun negaranya sehingga mendapatkan kemajuan seperti
saat ini. Mereka tidak pernah bermain-main dengan syari'at Allah, mereka tidak pernah
membahasnya sebagai dasar negaranya.
Lain halnya dengan bangsa Indonesia. Para pendiri bangsa kita, baik Soekarno
sendiri telah berani bermain-main dengan syari'at yang penegakannya diperintahkan
Allah. Buktinya panitia sembilan telah mengakomodasi penerapan syari'at Allah pada
dasar negara Indonesia, para pemimpin bangsa di BPUPKI ataupun PPKI tidak
mempersoalkan rumusan Piagam Jakarta yang mencantumkan penegakan syari'at Islam
di Indonesia. Kemudian dengan dasar negara yang menjamin penerapan syari'at inilah
bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, bahkan mencantumkan dalam
pembukaannya yang menyatakan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia adalah rahmat
dari Allah SWT semata, bukan karena jasa orang perorang. Namun sehari setelah
kemerdekaan, dasar negara yang telah disepakati para pemimpin bangsa, dirumuskan
para pakar serta mengantarkan Indonesia menuju kemerdekaan, diganti secara zalim,
tidak melibatkan perumusnya, bahkan pergantian itu hanya ulah segelintir anak-anak
Kristen ingusan yang menjual nama Indonesia Timur, yang pada belakang hari menjadi
penghianat bangsa juga. Maka apakah balasan yang lebih layak bagi sebuah bangsa yang
telah menghianati Allah dan rasul-Nya serta menghianati perjanjian bangsanya sendiri,
kecuali kehinaan mereka dan para pengikutnya sampai mereka kembali kepada
perjanjian awalnya. Syari'at Allah tidak dapat dijadikan senda gurauan dan main-
mainan, diterima seluruhnya ataupun ditolak seluruhnya.
Akan lain halnya jika para pendiri bangsa dahulu misalnya sepakat untuk
mencampakkan syari'at Islam dari awal, tidak diusulkan sebagai landasan Indonesia
merdeka, tidak memasukkannya sebagai dasar negara, tidak diputuskan dalam
perdebatan panjang Panitia Sembilan. Demikian pula ketika memproklamasikan
kemerdekaan tidak menggunakan dasar negara yang berdasarkan kepada syari'at,
sebagaimana bangsa Malaysia, Amerika, Jepang ataupun Korea. Maka mungkin akan
lain nasib bangsa Indonesia, karena sejak awal tidak menghubungkan dasar negaranya
dengan syari'at Allah. Tapi kenyataannya berbeda, para pendiri bangsa sudah sepakat
untuk meletakkan syari'at Islam sebagai dasar negara, termasuk Soekarno sendiri, tapi
setelah memperoleh kemerdekaan, dengan semena-mena dan licik penuh tipu daya,
syari'at Allah yang agung dan sempurna ini dicampakkan begitu saja di tengah jalan,
seperti kata pepatah habis manis sepah dibuang. Setelah syari'at Islam mengantarkan

105
kemerdekaan bangsa Indonesia, maka syari'atnya dibuang, dicampakkan karena tidak
diperlukan lagi. Maka tidak mengherankan jika sang pemilik syari'at murka pada
kelakuan bangsa Indonesia yang mempermain-mainkan-Nya dan syari'at-Nya. Itulah
sebabnya sejak saat itu bangsa Indonesia tidak pernah lepas dari bencana demi bencana,
azab demi azab yang telah menjadikannya sebagai bangsa terbelakang dan termiskin,
sementara alamnya kaya raya. Bagai kata pepatah, ayam mati di lumbung padi. Di
zaman Soekarno bangsa Indonesia dihadapkan dengan berbagai masalah internal yang
menguras sumber dayanya, sehingga menjadi bangsa miskin. Demikian pula di zaman
Soeharto, bahkan sampai saat ini, bangsa Indonesia tetap menjadi bangsa terbelakang
dan termiskin.
Jika bangsa Indonesia dan para pemimpinnya terlalu susah mengingat peristiwa
masa lalu yang tenggat waktunya sudah 60 tahun, maka mungkin peristiwa yang
terjadi baru-baru ini akan dapat memahamkan dan menyadarkan kekhilafan mereka.
Sebagaimana diketahui umum bahwa pada tanggal 26 Desember 2004, Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) telah dilanda gempa terbesar, terakhir dicatat berkekuatan 9,3 pada
skala rechter dan menimbulkan gelombang tsunami yang telah menewaskan hampir 200
ribu jiwa, pengungsi lebih 1 juta jiwa, kerugian material dianggarkan lebih dari Rp. 50
trilyun dan bencana ini meluluhlantakkan kota yang dijuluki sebagai "Serambi Makkah".
Penderitaan masyarakat Aceh bertambah berat, diatas segala penderitaan yang mereka
alami. Kemudian semua bertanya, kenapa bencana dahsyat ini menimpa Aceh yang
tekenal tentang keislaman masyarakatnya ?
Bagi mereka yang melihat segala sesuatu berdasarkan syari'at, pasti akan
mendapat jawaban pasti. Bahwa gempa dan gelombang tsunami yang terjadi di NAD
adalah atas kehendak Allah SWT, sebagaimana diuraikan panjang lebar oleh Dr.
Abdurrahman al-Baghdadi dalam bukunya Tsunami Tanda Kekuasaan Allah.
Selamatnya beberapa masjid dan anak-anak, wanita dan orang cacatdari amukan
tsunami menjadi bukti nyata dan tanda bahwa Allah SWT menunjukkan kekuasaan-Nya
dan berhak memilih mana-mana tempat maupun orang yang diselamatkan-Nya. Karena
kalau sekedar mengikuti akal dan ilmu pengetahuan manusia, tidak mungkin masjid-
masjid yang berada di ujung pantai selamat, sementara bangunan-bangunan beton yang
lebih kuat hancur tersapu tsunami. Sebagai orang yang beriman, kita yakin bahwa semua
yang terjadi di alama raya atas kehendak Allah semata, kemudian kenapa Allah SWT
menurunkan bencana di masyarakat Aceh yang taat, di kota Serambi Makkah bukannya
di masyarakat metropolis Jakarta yang bergelimang dengan kemaksiatan misalnya?
Ada beberapa analisis dan jawaban atas pertanyaan tersebut. Ada yang
mengkaitkannya dengan kejadian alam yang tidak dapat dihindarkan, sehingga
menimpa siapa saja, karena mereka beranggapan tidak ada hubungan antara bencana
tsunami di Aceh dengan azab Allah SWT. Namun demikian, sebagai manusia yang
percaya adanya Tuhan, bangsa Indonesia harus melihat semua kejadian menurut
pandangan agama sebagaimana dijelaskan terdahulu. Karena semua kejadian yang
menimpa umat manusia di muka bumi ini tidak dapat dilepaskan dari hukum sebab
akibat, jika manusia berbuat kebaikan pasti akan dibalas dengan kebaikan pula,

106
demikian pula halnya apabila manusia berbuat kejahatan dan melanggar ajaran-ajaran
Tuhannya, maka sudah sepatutnya mereka mendapat bencana sebagai azab atau
peringatan bagi mereka agar kembali sadar.
"Tiada suatu bencana yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu melainkan
telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah" (al-Hadid : 22)
"Bilamana Kami hendak membinasakan sebuah negeri, Kami angkat orang-orang yang
suka berbuat kerusakan menjadi pemimpin, lalu mereka berbuat durhaka di dalam negerinya
sehingga negeri tersebut berhak mendapat azab, lalu Kami hancurkan negeri tersebut sehancur-
hancurnya". (al-Isra’ : 16)
Masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) telah mendapat karunia besar
Allah SWT jika dibandingkan dengan saudara-saudara mereka bangsa Indonesia yang
lain, karena berkat rahmat dan bantuan-Nyalah mereka diberikan kebebasan oleh negara
untuk menjalankan syari'at Islam sesuai dengan tuntutan tokoh-tokoh Aceh. Jika
dibelahan bumi Indonesia yang lainnya, umat Islam harus berjuang mati-matian, bahkan
ada yang terbunuh dan terpenjara untuk mendapatkan pengakuan negara dalam
menjalankan syari'at Islam. Namun ketika DPR telah mengesahkan Undang-Undang
yang membebaskan masyarakat Aceh untuk menerapkan syari'at Islam di NAD
sebagaimana yang mereka dituntut, apa yang terjadi? Bagi mereka yang pernah
mengunjungi Aceh sampai ke pelosok-pelosok pasti akan mendapat jawaban. Penulis
sendiri memang tidak asing dengan Aceh dan masyarakatnya, terutama setelah
diberlakukannya UU NAD. Ternyata keadaannya sangat berbeda, keinginan
menegakkan syari'at hanya keinginan beberapa gelintir tokoh masyarakatnya, untuk
sekedar menjaga dan membedakan tradisi masa lalu Aceh, sementara masyarakat bawah
tidak memahami apa yang dikehendaki pemimpinnya. Bahkan ada yang menganggap
penerapan syari'at hanya sebatas slogan dan bergaining politik atau sejenisnya.
Kenyataannya infrastruktur masyarakat dan pemerintah tidak siap dengan penerapan
syari'at Islam secara kaffah, pada saat yang sama terjadi perpecahan di kalangan elit
Aceh sendiri dalam membangun masyarakat, terutama dalam menghadapi GAM. Watak
masyarakat Aceh masa kini sangat jauh berbeda dengan watak nenek moyang mereka
terdahulu yang terkenal keagungannya, keberaniannya, kekonsistenannya,
keistiqomahannya, pengorbanannya sehingga bangsa Indonesia layak menjulukinya
sebagai Serambi Makkah ataupun daerah modal republik. Akibat derasnya de-Acehisasi,
de-Islamisasi ataupun tindakan-tindakan represif aparat keamanan yang berlebihan
dengan alasan pembangunan dan program nasionalisasi, generasi muda Aceh menjadi
masyarakat yang kehilangan jati diri, hipokrit, tidak konsisten dan meninggalkan tradisi
nenek moyang mereka, mengikuti tradisi baru yang bertentangan dengan tradisinya
sendiri.
Setelah melalui masa-masa sulit yang panjang, terutama setelah diterapkannya
Daerah Operasi Militer (DOM), syari'at Allah bagi masyarakat Aceh, khususnya generasi
muda mereka tidak lebih bagai simbol identitas keacehan saja. Seperti jilbab yang dipakai
wanita hanya untuk mencegah aparat Dinas Syari'at menangkap mereka, bukan karena

107
perintah Allah. Keadaan umum masyarakat tidak jauh beda dengan masyarakat umum
di daerah-daerah Indonesia lainnya. Sementara para pemimpin dan cerdik pandainya
banyak yang meninggalkan Aceh untuk menghindari tekanan-tekanan politik maupun
ekonomi, sementara yang tetap bertahan, sepertinya ketakutan menyampaikan
kebenaran syari'at karena takut dituduh sebagai pendukung sparatis. Sementara
kelompok yang mengaku sebagai pejuang kebenaran dan kebebasan tidak ubahnya
seperti gerombolon kriminal dan penjahat yang memeras rakyatnya sendiri. Bagaimana
mungkin masyarakatnya dikatakan konsisten menegakkan syari'at, namun pemimpin-
pemimpinnya banyak yang korup, seperti Gubernurnya yang menjadi terpidana akibat
korupsi?
Syari'at Allah tidak dapat dijadikan mainan politik atau sekedar untuk menjadi
semacam alat penekan dan sejenisnya, karena syari'at adalah sesuatu yang mulia dan
agung. Maka tidak mengherankan jika Sang Pemilik syari'at murka dan pasukannyapun
menyapu bersih NAD agar menjadi peringatan kepada bangsa Indonesia. Sebagaimana
dinyatakan di dalam al-Qur'an :
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan dari bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-
ayat Allah) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Maka apakah penduduk
negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di
waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari
kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika
mereka sedang bermain? (al-A'raf : 96-98)
Apakah bencana gempa dan tsunami yang telah menimpa negeri syari'at Islam
Nanggoe Aceh Darussalam belum cukup menjadi peringatan keras kepada bangsa
Indonesia ? Apakah mesti Allah Yang Maha Perkasa, pemilik syari'at ini harus
menurunkan lagi bencana yang lebih dahsyat dari bencana yang terjadi di Aceh pada
tanggal 26 Desember 2004 lalu, baru bangsa Indonesia mau sadar akan kesalahan dan
kelalaiannya selama ini? Apakah setelah mengalami penderitaan, azab, siksaan dan
kehancuran bertubi-tubi baru bangsa ini mau kembali kepada Tuhannya? Jika demikian
keadaannya, maka segala urusan di alam ini hanyalah milik Allah Yang Maha Kuasa lagi
Maha Perkasa.

Pancasila Tanpa Syari'at : Sebuah Analisis Islami


Bagi umat Islam bangsa Indonesia tidak ada perbedaan pendapat bahwa rumusan
Pancasila yang mencantumkan pelaksanaan syari'at Islam bagi pemeluknya adalah
sesuai dengan tuntutan ajaran Islam. Namun perbedaan terjadi ketika pelaksanaan
syari'at Islam dihapuskan. Maka berangkat dari paradigma terdahulu, terutama uraian
dan sket yang telah dijelaskan, dimanakah kedudukan Pancasila, apakah dikelompok
iman ataukah dikelompok kafir ? Dan untuk menyatakan benar dan salahnya Pancasila,
diperlukan sebuah analisis mendalam tidak cukup hanya dari satu segi saja, melainkan
harus dari beberapa segi, diantaranya adalah :
1. Segi Historis (Kronologis)

108
2. Segi Yuridis
3. Segi Materil
4. Segi Fungsional.

1. Segi Historis (Kronologis)


Sejarah, salah satu bukti autentik yang tidak bisa dikelabui oleh siapapun, karena
ia merupakan peristiwa yang telah tejadi pada masa lalu yang dicatat oleh para ahli.
Sementara waktu sejarah boleh ditutup-tutupi, namun suatu saat pasti akan terlihat
mana yang benar dan mana yang salah.
Pada permulaan pembentukan Pancasila tersebutlah BPUPKI (Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang bertugas untuk mengkoordinir
kemerdekaan Indonesia yang dibuat oleh pemerintah Jepang dengan ketuanya DR.
Radjiman. Disana dibahas dasar negara Indonesia merdeka, apakah negara berdasarkan
Islam, Komunisme, nasionalisme, atau lainnya untuk tidak menyulitkan dibentuklah tim
yang disebut panitia sembilan bertugas untuk merumuskan dasar negara. Saat itu
terkenallah Abi Kusno Cokrosuyoso cs dari kelompok Islam dan Soekarno cs dari
kelompok Nasionalis serta A.Maramis dari kelompok kristen. Terjadilah adu
argumentasi yang cukup tegang, terutama dari pihak Islam dengan pihak Nasionalis
yang hendak menjadikan Idiologinya masing-masing sebagai dasar negara.3
Setelah bersidang beberapa lama, panitia sembilan telah berhasil merumuskan
dasar negara sementara Indonesia dan pada tanggal 22 juni 1945 BPUPKI
mengesahkannya dengan nama Piagam Jakarta yang mencantumkan kewajiban bagi
umat Islam untuk menjalankan syariatnya. Berkat kepandaian Soekarno berargumentasi,
pihak Islam menerima rumusan Piagam Jakarta yang dikatakan sebagai dasar negara
sementara, sambil memberikan catatan : Nanti setelah merdeka akan dibahas lagi dalam
Konstituante. Pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan, dengan alasan
tekanan dari kelompok Kristen di Indonesia Timur, Piagam Jakarta diganti dengan
dihapuskannya 7 kata yang mewajiban menjalankan syariat Islam. Dengan kesabaran
sekali lagi, kaum muslimin memberikan toleransi demi keutuhan dan kemerdekaan
bangsa Indonesia yang baru berumur sehari. Setelah merdeka dan diadakan pemilihan
umum yang bebas pada tahun 1955, dan terbentuknya konstituante yang membahas
kembali dasar negara, namun secara sepihak kelompok Nasionalis yang diwakili
Soekarno membubarkan Konstituante ketika dasar negara yang sesuai dengan Islam
hampir disepakati dan diganti dengan Pancasila dan UUD 45. 4
Setelah melihatnya jalan terbentuknya Pancasila, dapat kita ambil suatu
kesimpulan, bahwa diterimanya Pancasila sebagai dasar negara oleh wakil-wakil Islam
karena keterpaksaan (daruri), hanya untuk sementara waktu saja, yang penting
Indonesia merdeka dari cengkraman penjajah kafir berkat kelihaian kelompok Nasionalis

3
Lihat Moh. Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945, jilid I.
4
Lihat lebih mendetil : Endang Syaifuddin Anshary, Piagam Jakarta, Bandung, Pustaka Salman

109
dengan semua janji-janji muluknya. Mereka (wakil-wakil Islam) lebih kecewa lagi setelah
tujuh kata dalam Pancasila yang berbunyi : “dengan kewajiban menjalankan Syariat
Islam bagi pemeluknya”dihapuskan, maka sesuai pasal yang berbau Islampun
dihapuskan, seperti Presiden beragama Islam dan lain sebagainya, dengan demikian
hilanglah warna Islam dalam Pancasila dan berbeda dengan Piagam Jakarta yang telah
disepakati kelompok Islam dalam BPUPKI.
Karena pelaksanaan syari'at yang terkandung dalam Piagam Jakarta sudah
dibatalkan secara sepihak oleh kalangan nasionalis, maka secara otomatis semua
perjanjian yang terkandung batal demi hukum. Penghianatan dari kelompok Nasionalis
sekuler belum berakhir sampai disana, dengan angkuh dan sombongnya Soekarno
mencela dan mencaci dasar Islam, yang katanya kolot, tidak sesuai dengan negara
modern, hal ini disampaikannya ketika mengadakan kunjungan ke daerah, sehingga saat
itu Soekarno mendapat kritikan dari para Ulama.5
Seorang muslim diperbolehkan mengadakan suatu konsensus dengan kaum non
muslim apabila perjanjian itu tidak bertentangan dengan firman Allah dan ajaran Rasul-
Nya, dan tidak menimbulkan kemudhorotan bagi masyarakat Islam, jika sebaliknya
maka diperintahkan untuk memutuskan perjanjian itu bahkan diperintahkan untuk
memerangi mereka beserta pemimpin-pemimpinnya, sebagaimana Allah berfirman :
Jika mereka merusak janjinya setelah mereka berjanji dan mereka mencerca dienmu, maka
perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu. (at Taubah :12)
Dalam pembentukan Pancasila, disana terdapat wakil-wakil dari Islam yang
membawakan missi Islam dan wakil-wakil Nasionalis yang membawakan missinya juga.
Mereka bersama-sama berkumpul untuk meciptakan suatu COLLECTIVE IDIOLOGI
(Idiologi bersama) bagi bangsa Indonesia.
Apakah diizinkan dalam Islam, seorang Islam dan non Islam membuat suatu
Idiologi bersama dengan meninggalkan konsepsi yang telah ditetapkan Islam,
meninggalkan hukum Islam, ekonomi Islam dan pendidikan Islam. Meninggalkan sistem
Islam Kaffah, menggantikannya dengan sistem non Islam, seperti hukum warisan
Belanda, ekonomi ala Kapitalis, pendidikan sekuler memisahkan dinul Islam dengan
negara dan lain sebagainya. Bagaimana menurut Islam, dapatkah dibenarkan cara-cara
seperti ini (mengadakan kompromi dengan meninggalkan konsep Islam yang ada).
Allah berfirman :
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bermaksud
memperbedakan antara Allah dan Rasul-rasul-Nya dengan mengatakan : “Kami beriman kepada
yang sebagian dan kafir kepada yang sebagian, serta bermaksud mengambil jalan (lain) diantara
yang demikian (iman dan kafir), merekalah orang-orang kafir sebenar-benarnya. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang kafir itu siksaan yang menghinakan (An Nisa : 150-151).

Apakah kamu beriman kepada sebagian isi al-Kitab dan ingkar terhadap sebagiannya yang lain ?
Tiadalah balasan bagi orang-orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan

5
ibid

110
dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat
berat. (al-Baqarah : 85)
Dalam konsepsi Islam tidak ada istilah yang membolehkan seorang kafir (ingkar)
kepada yang sebagaian dan iman (percaya) pada sebagian, kalau sudah berikrar sebagai
muslim, maka konsukuensinya harus menjalankan semua perintah yang telah
diperintahkan Allah dengan tanpa reserve, ikrar kepada yang sebagian berarti ikrar yang
secara keseluruhan, Islam adalah suatu sistem kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu
dengan yang lainnya. Maka cara-cara yang ditempuh oleh wakil-wakil Islam dalam
pembentukan Pancasila tidak diperkenankan sama sekali oleh Islam, hal ini karena
menerima kompromi dan meninggalkan konsep-konsep Islam yang ada. Akibat
kompromi inilah kemudian orang-orang yang anti Islam membuat tipu muslihat dan
makar terhadap umat Islam sejak awal kemerdekaan sampai saat ini hingga umat Islam
menjadi kelompok yang terpinggirkan.
Jelaslah sudah, dari segi historis (kronologis) ini Pancasila tidak dapat diterima
sama sekali oleh kaum Muslimin di Indonesia, karena sepanjang sejarahnya, sejak
pertama kali dibentuk sudah ada niat jahat terhadap umat Islam. Kejahatan pertama
adalah penghapusan tujuh kata yang mengandung intipati kehidupan Islami, kejahatan
kedua ketika Soekarno secara sepihak mengembalikan Pancasila dan UUD 45 sebagai
dasar negara dengan dektritnya yang akhirnya menjadikan Soekarno sebagai tiran.
Kejahatan selanjutnya di zaman pemerintahan Soeharto dilarang membicarakan dasar
negara, Pancasila disakralkan dan siapapun yang mengutakatiknya akan dicap sebagai
subversi. Puncaknya Pancasila dijadikan sebagai Asas Tunggal yang mengatur seluruh
sistem hidup bernegara dan berbangsa yang telah menimbulkan krisis serius dikalangan
generasi muda Islam yang telah menyeret mereka meniru kehidupan hedonis sekuler.
Sampai kapankah umat Islam yang memiliki keagungan dan kebesaran serta
kesempurnaan agama dapat ditipu dan dikhianati terus menerus. Sudah berabad-abad,
sejak sebelum kemerdekaan umat Islam mengalami penderitaan dan kesengsaraan serta
kehinaan di Indonesia akibat sistem hidup sekuler yang selalu ditotelirnya.

2. Segi Yuridis
Pancasila adalah salah satu konsensus bersama antara umat Islam dengan
lainnya di Indonesia, satu sama lainnya harus konsukuen, menepatinya dan tidak boleh
dilanggar. Pada zaman Rasulullah hal ini ada contohnya, seperti Piagam Madinah
(Deklarasi Madinah) ataupun Perjanjian Hudaibiyah (perjanjian Rasulullah dengan kaum
kafir di Makkah). Inilah yang dijadikan argumen oleh umat Islam yang mendukung
Pancasila tanpa penerapan syari'at Islam di Indonesia.
Apakah dapat disamakan Pancasila dengan Piagam Madinah? Marilah kita
analisis menurut ajaran Islam.
Al-Qur’an al-Karim telah memberikan statement pada ummat Islam tentang
syarat-syarat perjanjian dalam Islam harus memenuhi kriteria dibawah ini : (surat At
Taubah ayat 1-15).
1. Perjanjian tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan sunah Rasulullah.

111
2. Perjanjian punya jangka waktu, kapan berlaku dan berakhir.
3. Kedua belah pihak yang berjanji harus menepati semua isi perjanjian dengan
konsukuen.
4. Tidak menimbulkan kemudhorotan bagi keduanya.
5. Perjanjian batal jika salah satu yang berjanji menyeleweng (tidak menepati
janjinya).
6. Yang mengadakan perjanjian dengan umat Islam tidak boleh memihak pada
musuh Islam lainnya.
7. Jika salah satu menyalahi perjanjian, harus diperangi.

Marilah kita analisis poin-poin diatas dengan Pancasila yang dikatakan sebagai
perjanjian.
1. Materi-materi dalam Pancasila banyak sekali bertentangan dengan prinsip-
prinsip Islam. Terutama setelah pelaksanaan syari'at Islam dihapuskan.
(Pembahasan akan lebih sempurna pada analisis dari segi materil).
2. Perjanjian Pancasila tidak mempunyai jangka waktu berakhirnya, bahkan
dipertahankan sedemikian rupa oleh para pengawal setia Pancasila, yang
mau mengganti Pancasila dicap subversi diancam hukum mati.6
3. Penyelewengan-penyelewengan sangat banyak dilakukan oleh pihak
nasionalis, dari penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang baru
disepakati, disusupi Idiologi komunis pada zaman Soekarno (Nasakom),
dibubarkannya konstituante ketika Masyumi memegang kendali politik dan
akan membahas dasar Islam yang hampir tercipta dibantu oleh Militer, 7
merubah sistem demokrasi Pancasila menjadi demokrasi terpimpin dibawah
kekuasaan Diktator Soekarno,8 akan membubarkan partai Islam yang ada,9
menjadikan ABRI sebagai tulang punggung pembela Pancasila dengan Sapta
Marganya,10 dalam pemerintahan orde baru, fungsi Pancasila jauh telah
menyimpang dari relnya semula dengan adanya Pancasila sebagai Azas
Tunggal,11 dan masih banyak lagi penyelewengan yang dilakukan pihak
Nasionalis/penguasa terhadap ummat Islam.12
4. Pancasila menimbulkan banyak mudhorat bagi umat Islam, karena tidak
dapat menjalankan Islam secara total (Islam Kaffah) (Al Baqarah : 208), Islam
Kaffah adalah penerapan sistem Islam disegala bidang, Ipoleksosbudhankam
yang berlandaskan pada Islam. Dengan tidak menggunakan sistem Islam ini,

6
Lihat UU Anti Subversi no 11/PNPS/1963
7
Lihat, AH. Nasution, Kepemimpinan di Negara-negara berkembang, halaman 171
8
SU. Bayasut, Alam Fikiran dan Jejak Langkah Prawoto Mangunsasmito, Surabaya, Dokumenta, hal.221
9
Yusuf Abdullah Puar, M.Natsir 70 Tahun, Pustaka Antara, halaman 95-97. Lihat juga : Moh. Hatta, Demokrasi Kita,
Pustaka Antara, halaman 17
10
TB. Simatupang, Menelaah Kembali Peranan TNI, Prisma 11 halaman 20
11
M. Natsir, Indonesia di Persimpangan Jalan, Terbitan sendiri
12
Lihat : AM. Fatwa, Nasib Umat Islam dan Rakyat Indonesia di Bawah Orde Baru dan Pos-pos Soeharto.

112
ummat Islam menderita kerugian besar, sebab semua amalannya adalah sia-
sia dihadapan Allah.
5. Karena pihak Nasionalis menyeleweng, maka ummat Islam harus
memutuskan perjanjian itu, tidak terikat lagi dengannya, umat Islam harus
menggantikannya (Pancasila) dengan sistem Islam yang mengantarkan
rahmat bagi alam.
6. Ternyata pihak-pihak Nasionalis (penguasa orde baru) dengan hebatnya
membantu musuh-musuh Islam, terutama kelompok militan kristen yang
sejak awal kemerdekaan telah bercita-cita memisahkan diri dari NKRI seperti
kelompok sparatis RMS ataupun kelompok kristen yang telah mendukung
lepasnya Timor Timur yang kini menjadi negara merdeka Serambi Roma.
Dengan jabatannya, para pejabat negara membantu misionaris untuk
mengkristenkan umat Islam yang masih awam dipelosok-pelosok desa,
dengan memberikan bantuan ekonomi lalu mengajak masuk keagama
kristen. Hal ini tidak pernah digubris oleh penguasa karena ada hubungan
dengan negeri-negeri kristen di Barat. Di era Soeharto telah diangkat mentri-
mentri dan pejabat ditempat-tempat yang strategis untuk memojokan Islam,
jumlah mentri tidak sesuai dengan penduduk kristen yang minoritas dinegeri
ini. Dengan wewenangnya, pejabat-pejabat kristen selalu memojokan umat
Islam dengan alasan sebagai fundamentalis dan radikal yang akan
mendirikan negara Islam seperti Panglima ABRI Beni Murdani misalnya.
7. Pengikut-pengikut dan pendukung harus diperangi oleh umat Islam, Allah
sangat menghina orang-orang yang tak mau memerangi orang yang
memutuskan perjanjian, (At Taubah : 13).

Pancasila dan Piagam Madinah


Setelah Rasulullah Saw tiba di Madinah ketika berhijrah dari Makkah, pertama
kali yang dilakukannya setelah mengkoordinir kekuatan Islam di Madinah adalah
mengadakan perjanjian dengan suku-suku Yahudi maupun Nashrani yang tinggal di
Madinah, hal inilah yang dipakai argumentasi oleh kelompok pendukung Pancasila dari
kalangan umat Islam di Indonesia.
Kalau kita tela’ah lebih jauh isi perjanjian itu, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan antara lain :
1. Umat Islam dan lainnya berjanji untuk hidup rukun dan damai (koeksistensi)
2. Jika terjadi perselisihan diantara kedua golongan yang berjanji, maka yang
akan mrnjadi hakim adalah Rasulullah.
3. Pemegang pimpinan tertinggi berada pada ummat Islam dibawah pimpinan
Rasulullah.
4. Saling tolong menolong jika ada yang menyerbu Madinah.
5. Jika ada yang berkhianat, maka harus diusir dan diperangi.
6. Pihak yang berjanji tidak boleh membantu musuh golongan lain.
7. Dan seterusnya.

113
Perjanjian Madinah adalah salah satu perjanjian gemilang yang berakhir dengan
kemenangan mutlaq berada pada pihak Islam, terbukti dengan pengusiran suku-suku
Yahudi dari Madinah akibat penghianatan mereka kepada kaum Muslimin.13
Bagaimana dengan Pancasila, samakah dengan Piagam Madinah?
Piagam Madinah adalah perjanjian umat Islam dengan kaum kafir, dimana yang
memegang kekuasaan tertinggi berada pada umat Islam, dalam artian umat Islam bebas
menjalankan semua ajaran agamanya, baik dalam bidang hukum, undang-undang,
ekonomi, pendidikan, politik, militer, budaya dan lainnya. Namun bagaimana dengan
Pancasila, sangat bertentangan, karena ummat Islam bukan pengendali (pengontrol), tapi
yang dikendalikan oleh pihak Nasionalis penguasa, sehingga umat Islam tidak bebas
menjalankan semua ajarannya, lebih menyedihkan lagi melihat situasi pada masa ORBA
dibawah pimpinan Soeharto dimana fungsi Islam tidak lebih hanya sebagai stempel
untuk mengelabui umat Islam dan masih dipertahankan oleh rezim-rezim sesudahnya.
Dalam Piagam Madinah tercantum pasal yang berisi pemegang perjanjian tidak
boleh membantu musuh masing-masing, tapi bagaimana dengan pengikut Pancasila?,
dizaman Orla mereka membantu Komunis yang hendak menghancurkan Islam dengan
menangkap tokoh-tokoh Masyumi, sedangkan di zaman Orba mereka membantu Kristen
dan kelompok-kelompok anti Islam, bahkan Pemerintahan Orba sendiri adalah
pemerintah yang anti Islam dan membela musuh-musuh Islam. Bahkan mereka yang
akan menegakkan syari’at Islam yang telah diputuskan dalam BPUPKI dalam Piagam
Jakarta yang menjiwai Pancasila di cap sebagai penghianat dan pemberontak.
Menurut Piagam Madinah, kalau musuh Islam telah membantu golongan lain
yang juga musuh Islam, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, sudah
sewajarnyalah mereka diperangi dan diusir dari bumi Indonesia, sebagaimana
pengusiran terhadap suku-suku Yahudi di Madinah ketika melanggar Piagam Madinah
untuk membantu musuh Islam.

Perjanjian Hudaibiyah dan Pancasila


Perjanjian Hudaibiyah adalah perjanjian antara Rasulullah Saw dengan kafir
Quraisy. Perjanjian ini adalah perjanjian antara dua negara yang sama-sama berdaulat,
Madinah dibawah pimpinan Muhammad Rasulullah dan Makkah dibawah pimpinan
Abu Sofyan cs. Kaum Muslimin dinegara Madinah bebas menjalankan segala ajaran
Islam dengan tidak ada gangguan sedikitpun dari pihak musuh, memiliki tentara yang
siap membela dan mempertahankan negara Madinah dari serangan musuh dibawah
Panglima gagah perkasa Muhammad Rasulullah.14
Adanya perjanjian ini disebabkan karena kafir Quraisy tidak sanggup lagi
menahan serangan tentara Islam yang gagah perkasa lagi berani untuk menyatakan

13
H.Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Tinta Mas, halaman 221-225
14
Lihat : A. Hasjmy, Nabi Muhammad Sebagai Panglima Perang, Jakarta, Mutiara.

114
kekalahan mereka, kafir Quraisy dengan utusannya Suhail bin Amr mengadakan
perjanjian dengan Rasulullah yang isinya antara lain :
1. Tidak mengangkat senjata selama 10 tahun.
2. Saling membela kepentingan bersama.
3. Orang Madinah yang ke Makkah tidak boleh kembali lagi ke Madinah,
sedangkan orang Makkah yang ke Madinah boleh kembali ke Mekkah lagi.
4. Orang-orang Arab lainnya bebas bersekutu dengan Rasulullah.
5. Dan seterusnya.
Sepintas kelihatannya memang merugikan Islam, ternyata dengan adanya
perjanjian ini, ummat Islam Madinah dapat melaksanakan da’wah Islammiyah dengan
bebas dan leluasa di Makkah dan negeri-negeri sekitarnya, inilah kemenangan besar bagi
ummat Islam saat itu, Allah mengabadikannya dalam surat Al Fath.15
Bagaimana dengan Pancasila?
Pancasila bukan perjanjian antara dua negara, tapi masyarakat dalam satu negara.
Penandatanganan Pancasila bukan pemimpin yang diakui oleh ummat Islam,
sebagaimana kedudukan Rasulullah saat perjanjian Hudaibiyah. Setelah adanya
perjanjian Pancasila, umat Islam Indonesia tidak bebas menjalankan da’wah Islamiyah,
penangkapan-penangkapan dari dulu hingga sekarang masih dijalankan oleh pihak
Nasionalis yang berkuasa terhadap ulama-ulama Islam yang konsukuen terhadap Al-
Qur’an dan sunnah, seperti M. Natsir, Kasman, M. Roem, KH Isa Anshori, M. Natsir,
HAMKA dan lainnya pada masa orde lama (Soekarno), pada masa orde baru sekarang
ini penangkapan lebih hebat, Mubaliq-mubaliq yang berani memberi peringatan kepada
pemerintah akan ditangkap, diteror bahkan tidak diizinkan mengadakan ceramah lagi,
seperti A Qadir Djailani, Toni Ardhi, Abdullah Sungkar, AM Fatwa, Syarifuddin
Parawiranegara dan lainnya. Sedangkan pada waktu itu terjadinya perjanjian
Hudaibiyah, umat Islam di Madinah lancar mengadakan aktifitas da’wah Islamiyah,
tanpa ada yang berani menghalanginya.
Umat Islam di Indonesia, tidak memiliki tentara dan panglima yang siap
membela eksistensi Islam, sebagaimana ummat Islam di Madinah. Pancasila adalah
perjanjian ummat Islam dengan lainnya dalam hal dasar (Idiologi) negara Indonesia
merdeka, sedangkan Hudaibiyah adalah perjanjian keamanan bersama.
Setelah kita menganalisis perbandingan antara perjanjian Hudaibiyah dengan
Pancasila terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok, maka Pancasila tidak
dapat disamakan sama sekali dengan perjanjian Hudaibiyah yang telah dilakukan
Rasulullah, seandainya ada yang mengatakan sama, jelas ia bohong belaka.
Secara Yuridis, Pancasila tidak dapat diterima sama sekali oleh pihak Islam,
karena jelas sangat bertentangan dengan konsepsi-konsepsi dalam Al-Qur’an maupun
dalam sunnah Rasulullah. Umat Islam yang konsekwen pada Al-Qur’an dan Sunnah,
tidak sepatutnya mencari alasan yang bertentangan untuk mempertahankan Pancasila
yang telah melecehkan syari'at Islam, apalagi hal ini menyangkut Sunnah Rasulullah

15
H. Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Tintamas, halaman 441-444

115
Saw, barang siapa berdusta, mencari-cari alasan, atas nama Rasulullah, maka bersiaplah
menghadapi keganasan neraka kelak. Rasulullah Saw bersabda : Barang siapa yang
berdusta atas namaku (sunnahku) maka bersiap-siaplah untuk mendapatkan tempat duduk
dineraka'.

3. Segi Materil
Pancasila yang dikatakan sebagai Idiologi bangsa Indonesia adalah bersumber
pada filsafat-filsafat barat maupun filsafat-filsafat timur. M. Yamin berkata tentang ini :
“Pancasila sebagai hasil penggalian Bung Karno ini sesuai pula dengan pandangan
tinjauan hidup Neo Hegalian”.16
Serta perhatikan pidato Bung Karno dihadapan BPUPKI, antara lain mengatakan,
inspirasi-inspirasi tentang Pancasila ia peroleh dari pemikir-pemikir Sosialis Cina.17
Jadi kandungan Pancasila adalah sebagian besar diambil dari filsafat-filsafat Barat
maupun filsafat-filsafat timur (sosialis komunis) serta dimasukkan beberapa ajaran Islam,
kemudian jadilah ia sebagai COLLECTIVE IDIOLOGI (Idiologi bersama) bagi bangsa
Indonesia.18
Itulah sebabnya, seorang muslim perlu menganalisis secara mendalam
kandungan Pancasila, apakah bertentangan atau tidak dengan Islam, agar aqidah umat
Islam tidak tercampur baur yang mengakibatkannya musyrik kepada Allah SWT.
Sebagaimana kita ketahui Pancasila terdiri dari lima sila yaitu :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusian yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sila 1 : Ketuhanan Yang Maha Esa.


Konsep ketuhanan dalam Pancasila tidak jelas maknanya, karena ditafsirkan
menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu bangsa Indonesia yang terdiri
dari berbagai macam ragam agama dan kepercayaannya itu. Penafsiran Ketuhanan Yang
Maha Esa menurut Islam sangat berbeda dengan penafsiran menurut Kristen ataupun
lainnya. Dalam Pancasila terdapat banyak Tuhan, yaitu Tuhannya orang-orang Islam,
Tuhannya orang Kristen, Tuhannya orang Hindu, Tuhannya orang Budha dan lainnya,
jadi Tuhan-Tuhan manusia Indonesia berkumpul dalam Pancasila sebagai wadah
tunggal, sebagai Collective Idiologi (aqidah bersama).
Bagaimana konsep Ketuhanan dalam Islam, samakah dengan Pancasila?
16
M. Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945, jilid I
17
Soekarno, 7 Bahan Pokok Indoktrinisasi, DPA RI (Orla).
18
Roeslan Abdul Ghani, Resapkan dan Amalkan Pancasila.

116
Sehubungan dengan konsep Ketuhanan dalam Islam, beberapa ayat di bawah ini
menegaskan dengan terang benderang makna dari Keesaan Tuhan dalam Islam.
Allah, tidak ada Illah (Tuhan) melainkan hanya Dia. (Al Baqarah : 255)
Katakanlah : Dialah Allah, Yang Maha Esa (Tunggal). (Al Ikhlas : 1)
Sebagaimana tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 255, missi Islam adalah untuk
menegakkan kalimah LA ILAHA ILLA ALLAH, tidak ada Illah (Tuhan) kecuali hanya
Allah saja. Jadi konsepsi dalam Islam hanya ada satu Illah (Tuhan) saja, yaitu Allah,
selainnya hanya non sent. Tidak ada Tuhan Yesus, tidak ada Sang Yhang Whidi, tidak
ada Tao, tidak ada tuhan-tuhan lainnya, yang ada hanya Allah SWT.
Bagaimana konsep Pancasila dengan Islam tentang Tuhan ini, sama atau tidak?.
Pancasila mengakui adanya Tuhan-tuhan selain Allah, hal ini terbukti dengan
dibiarkannya berkembang pesat ajaran-ajaran yang telah memusyrikkan Allah, bahkan
dilindungi dan diberi tempat dengan alasan toleransi beragama. Apakah dengan alasan
toleransi beragama, umat Islam dapat menerima sebuah konsep yang tidak jelas
maknanya seperti yang terkandung dalam Pancasila pertama, yang menafsirkan
Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai ajaran yang memperkenankan adanya kemusyrikan,
penyekutuan Allah sedangkan Islam melarangnya (Musyrik/Kafir). Allah berfirman :
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan : Bahwasanya Allah salah satu dari yang
tiga, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (Illah) selain dari Tuhan (Allah) Yang Esa (Tunggal).
(Al Maidah : 73)
Ketuhanan Yang Maha Esa dalam konsep Pancasila tidak jelas maknanya, karena
dapat ditafsirkan sesuai dengan keinginan semua orang. Orang Islam akan
menafsirkannya dengan Tauhid, sementara orang Kristen akan menafsirkannya dengan
Trinitas, orang Hindu akan menafsirkannya dengan Dewa Syang Yang Widhi, orang
Kejawen akan menafsirkannya dengan kepercayaan nenek moyang mereka dan setiap
orang berhak untuk menafsirkan ajaran ketuhanan dalam Pancasila. Penafsiran yang
kabur dan tidak jelas ini tentu tidak dapat diterima oleh kepercayaan Islam yang telah
memiliki konsep tentang Ketuhanan yang sudah baku dan final, dimana konsep
Ketuhanan ini berbeda dengan yang diyakini orang Kristen, Hindu dan lainnya.
Memaksakan konsep Ketuhanan Pancasila yang kabur dan tidak jelas kepada konsep
Ketuhanan Islam yang terang benderang, sama halnya dengan perbuatan menutup
matahari dengan telapak tangan, sebuah penipuan dan amalan yang sangat dimurkai
Allah SWT.
Jika konsep ketuhanan Pancasila sama dengan konsep Ketuhanan dalam Islam,
tentulah agama Kristen yang menyatakan adanya Tuhan-Tuhan selain Allah tidak akan
mendapat tempat di Indonesia, karena menurut Islam ajaran ini jelas-jelas
memusyrikkan (menyekutukan) Allah dengan sesuatu selainnya. Islam sama sekali tidak
mentolerir adanya tuhan-tuhan, apapun bentuknya yang disandingkan dengan Allah
SWT Yang Maha Tunggal, inilah intipati dari ajaran Islam yang dikenal dengan Tauhid.
Jadi disini jelaslah bertentangan konsep Islam dengan Pancasila. Akibat adanya kesatuan
Tuhan dalam Pancasila dianggapnya semua agama adalah baik dan benar, inilah
kemusyrikan yang nyata, jelas-jelas melanggar konsep Allah dan Rasul-Nya. Allah

117
berfirman : Sesungguhnya Dien yang paling diridhoi disisi Allah hanyalah Islam. (Ali Imran :
19). Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya Islam adalah tinggi, tiada yang lebih tinggi lagi
dari padanya. (Al Hadist)
Jadi jelaslah sila pertama dari Pancasila ini sangat bertentangan dengan Islam,
karena dapat membuat seorang muslim menjadi musyrik kepada Allah. Itulah sebabnya
para pemimpin umat Islam terdahulu menerima konsep "Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syari'at Islam bagi pemeluknya". Ketuhanan yang berlandaskan syari'at
Islam adalah jelas dan terang benderang maknanya, yaitu sebuah konsep Ketuhanan
yang Tunggal sebagaimana dikehendaki syari'at Islam, Ketuhanan yang jelas tidak akan
menerima konsep ketuhanan selainnya yang akan mengantarkan kepada kemusyrikan.

Sila ke 2 : Kemanusian yang adil dan beradab.


Dalam kontek Pancasila, sesuatu perbuatan dianggap adil dan beradab apabila
sesuai dengan sifat manusiawi (kemanusian).
“Jadi kemanusian yang adil dan beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan
manusia yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan
norma-norma dan kebudayaan umumnya baik terhadap diri pribadi, sesama manusia
maupun terhadap alam dan hewan”.19
Jelaslah menurut Pancasila, segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kodrat
manusiawi berdasarkan nafsu dan ro'yu tidak dapat diterima dan dibenarkan sama
sekali, padahal manusia yang tidak dilandasi dengan keimanan yang kuat maka
cenderung mengikuti hawa nafsu dan pemikiran yang sesat, Rasulullah saw
menegaskan, tidak beriman seseorang sebelum hawa nafsunya mengikuti apa yang
dibawa Rasulullah.
Dalam Pancasila banyak hal-hal yang mengikuti hawa nafsu manusia bukan yang
diturunkan Allah, misalnya :
- Hukum potong tangan bagi pencuri dan rajam bagi penzina adalah tidak manusiawi,
jadi hal ini tidak dapat diterima oleh Pancasila, sedangkan hal ini adalah wahyu
Allah yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim, jika ia tidak melaksanakannya
maka ia telah KAFIR (Al Maidah 44).
Dalam kontek Pancasila penzina adalah orang yang mempunyai suami dan istri lalu
melakukan hubungan dengan orang lain, dikatakan berzina apabila mendapat
tuntutan dari salah satunya, sedangkan muda mudi yang berhubungan tidak
dianggap berzina, asalkan suka sama suka, tidak dihukum sama sekali. Sedangkan
menurut Islam mereka adalah penzina semua yang harus dihukum. Bertolak
belakang betul konsep adil dan beradab menurut Islam dan Pancasila.
- Presiden sebagai kepala negara dan pemegang kekuasaan tertinggi negara dapat
membebaskan seseorang dari tuntutan hukuman (hak Grasi, Rehabilitasi dsbnya), ini
adalah adil menurut harkat kemanusiaan, sedangkan menurut Islam siapapun tidak

19
IKIP, Pengertian Pancasila atas Dasar UUD 1945 dan Ketetapan-Ketetapan MPR, Laboratorium Pancasila IKIP Malang

118
berhak membebaskan seseorang dari hukuman yang telah ditentukan, walau Nabi
sekalipun, sebab ini adalah hak tunggal yang hanya dimiliki oleh Allah saja.
- Ekonomi Pancasila ala Kapitalis, hak perorangan, yang kaya makin kaya, yang
miskin makin miskin, tanpa mempunyai kewajiban sedikitpun untuk mengeluarkan
hartanya, yang dalam Islam dikenal dengan Zakat, inikah kemanusian yang adil?
Karena tidak dilandasi oleh syari'at Islam, maa jelas sila kedua ini sangat
bertentangan dengan konsep Islam, karena sifat manusia tidaklah terlepas dengan nafsu
yang selalu condong kearah maksiat, itulah sebabnya Islam tidak mengizinkan seseorang
untuk mengikuti harkat kemanusiaan yang berdasarkan pada hawa nafsu belaka,
seorang manusia harus tunduk dibawah kehenda wahyu yang diturunkan Allah. Allah
berfirman :
Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya
agar Rasul menghukum diantara mereka ialah ucapan : “Kami mendengar dan kami patuh”.
Mereka itulah orang-orang yang beruntung. (An Nuur : 51)
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mu’min dan tidak pula bagi perempuan yang mu’min,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain
tentang urusan mereka. Dan barang siapa menduharkai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah
ia telah sesat, sesat yang nyata. (Al Ahzab : 36)

Sila ke 3 : Persatuan Indonesia.


Pancasila menyebutkan, seorang warga negara Indonesia harus bersatu padu
dalam segala hal, mengutamakan kepentingan negara dan bangsa dari pada kepentingan
pribadi ataupun golongan (termasuk kepentingan agama sekalipun).
Bolehkah umat Islam bersatu padu dengan orang-orang kafir dalam segala hal?
Allah berfirman :
Muhammad itu utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-
orang kafir dan lemah lembut sesama Muslim. (Al Fath :29)
Hai orang-orang yang beriman,janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu
wali (mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran diatas keimanan. (At Taubah : 23)
Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-
orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara ataupun keluarga mereka. (Al Mujadilah :
22)
Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan munafik itu dan bersikap keraslah
terhadap mereka. (At Taubah : 73)

Jihad, Mazhab Hanafi mengartikannya :


Lughoh : Menggunakan sesuatu secara maksimal baik berupa perkataan maupun
perbuatan.

119
Syareah : Membunuh orang-orang kafir, memancung kepala mereka, mengambil harta
mereka dan meruntuhkan rumah-rumah berhala (ibadah) mereka guna menegakkan
Islam.20
Lihat al-Qur’an: Al Maidah : 54, An Nisa : 144, Ali Imran : 28, Al Maidah : 51 dan 57.
Dengan tegas dan jelas Allah SWT melarang kaum muslimin untuk bersatu
dengan orang-orang kafir, apabila dalam menjalankan ibadah kepada Allah, Islam tidak
mengenal toleransi beragama (beribadah bersama-sama), umat Islam hanya
diperintahkan bersatu, hanya berdasarkan taqwa kepada Allah, yaitu dengan sesama
muslim bukan sama orang kafir yang membenci Islam.
Pancasila dapat menimbulkan sifat Nasionalisme, dan demikianlah tujuan
Pancasila.
“Dengan Persatuan Indonesia harus pula dikembangkan semangat cinta tanah air
dan bangsa (Nasionalisme) serta semangat pengabdian dan pengorbanan kepada tanah
air dan bangsa (Patriotisme), yang hakekatnya bersumber pada kesadaran senasib dan
seperjuangan dalam menghadapi tantangan hidup”.21
Dengan tegas dan jelas dikatakan Pancasila bertujuan untuk menciptakan sikap
Nasionalisme ini dapat menimbulkan kebanggaan raas, merasa lebih tinggi dan baik dari
bangsa lain, serta memandang rendah mereka, Islam memandang mulia dan tidaknya
seseorang bukan tergantung dari raas, melainkan taqwanya kepada Allah semata.
Islam diturunkan untuk menghapuskan Nasionalisme dan mempersatukan
ummat manusia seluruh dunia dibawah naungan Al-Qur’an dan Sunnah. Allah
berfirman : Dan tidaklah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat
bagi seluruh alam. (Al Anbiya : 107)
Ingatlah ketika Robbmu berfirman kepada Malaikat : Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
khalifah dimuka bumi. (Al Baqarah : 30)
Khalifah adalah sistem pemerintahan dalam Islam, manusia sebagai wakil Allah
untuk menjalankan semua yang diturunkan-Nya, semua peraturan-peraturan dan
perundang-undangan tidak boleh keluar/menyimpang dari wahyu Allah, daerah
kekuasaannya meliputi seluruh Alam ini.22
Sayyid Quthub mengatakan: Masyarakat Islam ialah suatu masyarakat yang
Universal, yakni tidak Rasial, tidak nasional dan tidak pula terbatas didalam lingkungan
batas-batas geografis. Dia terbuka untuk seluruh anak manusia tanpa memandang jenis,
warna kulit atau bahasa, bahkan juga tidak memandang agama dan keyakinan atau
Aqidah.23
Menyerukan sikap Nasionalime adalah hal yang dilarang dalam Islam,
Rasulullah bersabda: Bukan tergolong ummatku yang menyerukan Ashobiyyah, bukan

20
Hasan Al-Banna, Risalah Jihad, Kuala Lumpur, IIFSO, halaman 29
21
IKIP, Pengertian Pancasila…. Lihat juga Darji Darmodiharjo, Pancasila Suatu Orientasi Singkat.
22
Abul A’la Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Mizan, halaman 64-67
23
Sayyid Qutb, Masyarakat Islam, Ma’arif, halaman 72

120
tergolong ummatku yang berperang atas dasar Ashobiyyah, bukan tergolong ummatku yang mati
atas dasar ashobiyyah. (HR Abu Dawud)24
Selanjutnya Sayyid Quthub berkata : Sebagai tindak lanjut dari penghapusan
dinding-dinding raas, bahasa dan warna kulit, maka Islam meniadakan pula batas
geografi antara berbagai bangsa, yang menciptakan perasaan Nasional sempit dan yang
menjadi sumber bagi persaingan sengit antara nation-nation yang berbeda –beda.
Persaingan inilah yang melakhirkan sistem penjajahan yang intipatinya ialah eksploitasi
bangsa atas bangsa, jenis atas jenis dan tanah air atas tanah air.
Persatuan Indonesia ini juga akan melakhirkn sikap patriotisme, mengabdi dan
rela mengorbankan diri demi untuk kepentingan negara dan bangsa. Inilah perbuatan
musrik yang dianjurkan Pancasila. Seorang Muslim diperintahkan beribadah (mengabdi)
dan berkorban semata-mata karena Allah saja. Allah berfirman : Katakanlah :
“Sesungguhnya Shalatku, Ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Roob Semesta
Alam, dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku”. (Al An’am : 162-163)
Sa’id Hawa mengatakan, salah satu yang mengakibatkan batalnya syahadat
adalah terlalu cinta pada tanah air, berjuang karenanya semata.25
Persatuan yang tidak dilandaskan pada syari'at Islam, apapun nama dan
bentuknya pasti akan menimbulkan kesengsaraan, khususnya bagi umat Islam yang
telah memiliki konsep persatuan (ukhuwwah Islamiyyah) yang melampaui batas
keturunan, darah dan suku serta bangsa. Persatuan yang dianjurkan Pancasila adalah
persatuan yang semu, persatuan yang tidak jelas ikatannya, persatuan yang mudah
diputuskan oleh kepentingan-kepentingan duniawi, seperti yang dilakukan kelompok
sparatis yang ingin keluar dari NKRI karena merasa minoritas. Persatuan semu ini telah
beberapa kali menghianati umat Islam yang mayoritas atas nama persatuan umat Islam
ditanggalkan kewajibannya untuk menegakkan syari'at Allah yang telah diwajibkan
kepada mereka. Atas nama persatuan generasi muda Islam dirusak aqidah dan
keyakinannya, yang menyatakan semua agama adalah baik dan benar, sehingga mereka
bebas untuk menganut agama apapun dan dapat menikah dengan oarang yang
beragama apapun. Atas nama persatuan inilah ajaran-ajaran Islam yang terang
benderang dalam semua lapisan kehidupan dicampakkan, diganti dengan ajaran-ajaran
sekuler, ajaran-ajaran kafir dalam hukum, ekonomi, pendidikan, sosial dan lainnya.
Maka persatuan apakah namanya, jika hanya untuk menggiring umat Islam menuju
kesesatan, menuju kemurkaan Allah, menuju neraka jahannam.
Jadi tidak diragukan bahwa konsep persatuan, yang lebih mengutamakan
kesatuan dan persatuan daripada syari'at dan ajaran Allah, adalah ajaran yang telah
mengantarkan umat Islam menuju kerugian di dunia dan di akhirat akan mendapat
siksaan akibat mereka telah mengutamakan ajaran-ajaran yang bertentangan dengan
Islam. Umat Islam diperbolehkan membangun persatuan selama tidak bertentangan

24
Ashobiyah artinya terlalu fanatik golongan, suku dan kebangsaan (nasionalisme) atau chauvinisme.
25
Said Hawwa, Jundullah, Bab Noda hitam yang membatalkan syahadat, diterjemah Majalah al-Muslimun Bangil

121
dengan syari'at Islam, terutama yang mengatur urusan dunia mereka dan bukannya
urusan agama yang sudah diatur dengan jelas.

Sila ke 4 : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/ perwakilan.
Pancasila menyebutkan, seluruh rakyat Indonesia harus tunduk dan patuh
kepada semua peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh dewan perwakilan yang
berdasarkan pada ratio sehat. Jadi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan berarti, bahwa rakyat dalam menjalankan
kekuasaannya memakai sistem perwakilan sedang putusan-putusan harus berdasarkan
kepentingan rakyat, yang diambil melalui musyawarah yang dipimpin oleh ratio yang
sehat serta dijalankan dengan penuh rasa tanggung jawab.26
Dalam sistem Pancasila, pemegang kekuasaan tertinggi adalah rakyat yang
diatur/diwakilkan melalui perwakilan (MPR/DPR). Hal ini sangat bertentangan dengan
sistem dalam Islam, ketaatan harus hanya kepada Allah semata dan wajib mengikuti
undang-undang-Nya serta haram meninggalkan peraturan ini dan mengikuti undang-
undang buatan manusia-manusia lainnya. Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman,
taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu. (An Nisa : 59)
Sesungguhnya wali (pemimpin) kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat seraya mereka tunduk (kepada Allah). (Al
Maidah : 55)
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Robbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-
pemimpin selain-Nya. (Al A’raf : 3)
Kemudian kami jadikan kamu berada diatas syariat (peraturan) dari urusan dien itu, maka
ikutilah syari'at itu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui. (Al Jasiah : 18 )
Pemimpin tertinggi umat Islam adalah Allah, Rasul-Nya kemudian orang-orang
yang beriman yang tunduk dan patuh kepada wahyu yang diturunkan Allah, bukan
orang yang mengikuti ratio sehat (filsafat) yang tak terlepas dengan kemauan nafsu.
Seorang Muslim harus tunduk dan patuh hanya kepada perintah Allah dan Rasul-Nya,
diperkenankan taat kepada manusia asalkan ia beriman dan tidak mengajak kepada
maksiat terhadap Allah. Rasulullah bersabda : Tidak ada taat pada mahluk yang mengajak
maksiat pada Allah (Al Hadist).
Konsep demokrasi dalam Pancasila bersumber dari kebiasaan nenek moyang
bangsa Indonesia, yang animisme, Hindu maupun Budha. “Demokrasi Pancasila
demokrasi yang telah dipraktekkan oleh bangsa Indonesia sejak dahulu kala (oleh nenek
moyang) dan masih dijumpai sampai sekarang.27

26
IKIP, Pengertian Pancasila..

27
Prof. Dr. Hazairin, Demokrasi Pancasila, Jakarta, Prapanca

122
Demokrasi Pancasila berdasarkan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat yang
dilaksanakan sepenuhnya oleh dewan perwakilan. Sistem demokrasi Pancasila ini
terlihat dalam MPR maupun DPR yang terdiri dari beberapa golongan agama dan
kepercayaan, ada wakil Islam, Kristen, Hindu, Budha, Komunis, Kejawen dan lain
sebagainya, menjadi satu dalam MPR/DPR yang membuat peraturan-peraturan maupun
hukum. Sedangkan Islam menghendaki Syuro (Ali Imran : 159) yang terdiri hanya dari
wakil Islam, Islam yang taat saja, bukan dari berbagai golongan.
Dan Ali telah berkata : Aku telah bertanya kepada Rasulullah : sekiranya terjadi
sesuatu sepeninggalmu yang tidak kami dapati hukumnya dalam Al-Qur’an atau tidak
kami dengar sesuatu darimu mengenainya, apakah kira-kira yang kalian lakukan?
Rasulullah berkata : Kumpulkanlah para ahli ibadat yang bijaksana diantara umatku dan
musyawaratkanlah urusanmu itu diantara kamu, dan janganlah membuat keputusan
dengan satu pendapat saja.28
Demikianlah sistem demokrasi dalam Islam, semua keputusan yang diambil
tidak boleh sama sekali bertentangan dengan Al-Qur’an maupun Sunnah.
Demokrasi Pancasila, MPR/DPR, banyak menelurkan keputusan-keputusan yang
bertentangan dengan Islam, seperti UU tentang perkawinan di zaman Soeharto ataupun
penolakan terhadap masuknya kembali syari'at Islam amamdemen UUD 45 dalam
sidang MPR era reformasi dan lainnya. Seorang muslim tidak diizinkan sama sekali
menjadi anggota parlemen yang selalu memojokan Islam. Allah berfirman : Dan
sesungguhnya Allah telah menurunkan kepada kamu didalam Al-Qur’an bahwa apabila kamu
mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan, maka janganlah kamu duduk beserta
mereka sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain, karena sesungguhnya (kalau kamu
berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan
mengumpulkan semua orang-orang Munafik dan orang-orang kafir dalam Neraka. (An Nisa :
140)
Demikianlah ketentuan Islam, ini adalah salah satu sistem politik dalam Islam,
politik non cooperatif. Apalagi kalau kita melihat MPR/DPR sekarang di Indonesia ini
khususnya zaman Orde Baru, wakil-wakil Islam hanya mencari kursi saja, tidak
membawakan aspirasi politik umat Islam sama sekali, padahal ketika berkampaye selalu
menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an, namun setelah menarik simpati ummat Islam, dan
dipilih, mereka lupa sama sekali dengan ayat Allah yang dibacakannya. MPR/DPR
sekarang tidak lebih sebagai parlemen / Majelis untuk memojokan umat Islam, kaki
tangan penguasa. Demikian pula halnya dalam era reformasi saat ini, setelah wakil-wakil
Islam duduk di MPR, apakah mereka memperjuangkan kembali tegaknya syari'at Islam ?
Bahkan banyak dikalangan umat Islam yang tidak yakin dengan keberhasilan
perjuangan lewat parlemen yang penuh dengan intrik dan tipu daya, karena kebenaran
dan kesucian hanya dapat ditegakkan dengan cara-cara yang benar dan suci pula.
Jadi jelaslah sudah, konsep Demokrasi/Musyawarah menurut Pancasila dan
Islam adalah bertentangan secara filosofis maupun prakteknya. Sistem syuro Islam

28
Abul A’la Maududi, Khilafah dan Kerajaan, halaman 100

123
bersumber pada wahyu Allah Yang Maha sempurna, sedangkan demokrasi Pancasila
bersumber dari filsafat, hasil pemikiran otak manusia yang lemah, apalagi digali dari
sumber-sumber kafir Barat, Prancis dan Jerman ditambah lagi dengan sumber-sumber
Indonesia kuno yang animisme.

Sila ke 5 : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Sila kelima dari Pancasila ini pada hakekatnya adalah manifestasi daripada rasa
Nasionalisme, yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam. (lihat pembahasan sila ke III).
Karena tidak berlandaskan kepada syari'at Islam, maka konsep keadilan sosial yang
dimaksudkan disini lebih kepada pemikiran-pemikiran sosialis yang ingin menciptakan
masyarakat adil makmur sama rata sama rasa sebagaimana diidamkan Soekarno yang
meniru konsep sosialisme masyarakat Cina sebagaimana diterangkan terdahulu.
Konsep keadilan sosial dalam Islam sangat berbeda dengan konsep dalam
Pancasila. Konsep keadilan sosial dalam Islam sepenuhnya bersumber dari rasa Taqwa
kepada Allah semata, semua bentuk keadilan sosial tidak boleh menyimpang dari
konsep Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, tujuan keadilan dalam Islam untuk
menciptakan kebahagian bagi seluruh ummat manusia didunia ini, tidak terbatas pada
teritorial suatu daerah ataupun bangsa saja.
Sedangkan konsep keadilan sosial dalam Pancasila bersumber dari sifat-sifat
manusiawi, segala sesuatu dipandang baik dan buruk diukur dengan karsa dan rasa
manusia, bukan pada wahyu yang diturunkan Allah. Seperti perzinaan (pelacuran) hal
ini diizinkan oleh manusia Pancasila (terbukti dengan dilokallisasikannya komplek-
komplek WTS oleh Pemerintah, bahkan dijadikan sebagai sumber devisa), demi untuk
tersalurnya kebutuhan nafsu manusia, hal ini dipandang sebagai kebutuhan pokok
manusia. Sedangkan hukum potong tangan bagi pencuri, rajam bagi penzina, poligami
dan lainnya ditinggalkan dengan naluri kemanusiaan (biadab).
Keadilan sosial dalam Pancasila terbatas untuk rakyat yang berdomisili di
Indonesia, diprioritaskan terutama untuk bangsa Indonesia, walaupun orang itu kafir.
Sedangkan Islam selalu memberikan perioritas pertama pada pemeluknya walau
dimanapun tempatnya, Islam tidak terbatas pada teritorial. Jelaslah pertentangan sila
kelima ini dengan Islam, perbedaannya dari tujuan maupun awalnya, Islam
menghendaki terciptanya keadilan sosial bagi seluruh dunia, sedangkan Pancasila
terbatas pada wilayah Indonesia.
Setelah kita menganalisis isi (kandungan) Pancasila secara menyeluruh,
kesimpulan terakhir yang kita peroleh adalah: Semua kandungan Pancasila adalah
bertentangan dengan Islam. Pertentangan ini tidak lain akibat dicabutnya syari'at Islam
dari Pancasila yang akhirnya menjadikan kandungan Pancasila menjadi ajaran yang
netral, bebas nilai, bebas keyakinan dan bahkan bebas dari agama. Dengan tercabutnya
syari'at dari Pancasila, maka semua kandungan Pancasila dapat ditafsirkan menurut apa
yang dikehendaki semua orang. Orang Islam dapat menafsirkan menurut Islam,
demikian pula orang Kristen, Hindu, sekuler, atheis dan lainnya dapat menafsirkan
menurut pemahamannya masing-masing. Maka jika sebuah tata nilai atau idiologi dapat

124
ditafsirkan menurut kehendak penafsirnya, maka jelas ajarannya sangat kabur dan
samara. Maka tidak mengherankan apabila ada yang menyatakan bahwa kesaktian
Pancasila akibat keaburan ajarannya. Maka jelas Islam tidak dapat menerima sebuah
konsep tata nilai atau idiologi yang kabur, karena Islam sendiri sudah memiliki sistem
yang jelas, sempurna dan terang benderang. Itulah sebabnya membandingkan Islam
dengan Pancasila sama artinya dengan membandingkan Matahari dengan lilin, atau
sebagaimana dinyatakan negarawan Muslim Indonesia terkemuka, M. Natsir :
“Pancasila sebagai filsafat negara itu bagi kami adalah kabur dan tak bisa berkata
apa-apa kepada jiwa Umat Islam yang sudah mempunyai dan sudah memiliki
satu idiologi yang tegas, terang, dan lengkap, dan hidup dalam kalbu rakyat
Indonesia sebagai tuntutan hidup dan sumber kekuatan lakhir dan bathin, yakni
Islam. Dari idiologi Islam ke Pancasila bagi Umat Islam adalah ibarat melompat
dari bumi tempat berpijak ke ruang hampa, Vacuum, tak berhawa”.29
Pancasila tanpa terkandung syari'at Islam adalah sebuah ajaran yang gelap,
vacum dan lebih jauh adalah sistem jahili yang akan mengantarkan umat Islam bangsa
Indonesia menuju kejahiliyaah, menuju kesesatan setelah mereka mendapat petunjuk
Islam. Maka adalah sangat mengherankan jika ada ulama dan cendekiawan muslim,
dengan alasan apapun meninggalkan konsep agama mereka yang terang benderang dan
mengambil konsep yang samar. Dan sejarah telah membuktikan bahwa kesamaran
Pancasila sebagai dasar berbangsa dan bernegara telah mengantarkan Indonesia menuju
kemunduran dan kesesatan yang berujuang pada krisis multi dimensi seperti saat ini.
Karena bangsa Indonesia berjalan dengan tidak memiliki petunjuk yang jelas dan terang
benderang, maka akhirnya mereka tersesat dalam kegelapan yang menyengsarakan
masyarakatnya. Setelah 60 tahun diterapkan sebagai dasar berbangsa dan bernegara di
masyarakat yang mayoritas muslim, Pancasila memang tidak dapat berkata apa-apa
seperti yang diramalkan M. Natsir 45 tahun lalu. Pancasila yang telah mencampakkan
syari'at Islam ternyata tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang menimpa bangsa
Indonesia, bahkan dari waktu ke waktu, akibat ketidak jelasan ajarannya, yang dapat
ditafsirkan menurut kemauan penguasa, Pancasila mengantarkan bangsa Indonesia
menuju jurang krisis multi dimensi.

4. Segi Fungsional
Pada awal terbentuknya Pancasila, disepakati fungsi dari Pancasila adalah
sebagai dasar negara Indonesia merdeka, atau istilah Soekarno WELTANSCHAUUNG.30
Akhir-akhir ini fungsi Pancasila telah jauh menyimpang dari rel semula, apalagi
setelah disusupi oleh kepercayaan-kepercayaan mistik jawa kuno (kejawen). Fungsi
Pancasila pada masa orde lama dengan masa orde baru jauh berbeda, dengan demikian
dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Pancasila dapat diubah-ubah sesuai kemauan
penguasa, hal ini terbukti baik dalam pemerintahan Soekarno maupun Soeharto. Untuk
29
Tentang Dasar Negara Republik Indonesia Dalam Konstituante, Jilid I, Bandung: Tanpa Nama Penerbit, 1958, h. 129
30
Soekarno, Lakhirnya Pancasila, 7 Bahan Pokok Indoktrinisasi, DPA RI.

125
membuktikan penyimpangan-penyimpangan ini, maka kita perlu mengadakan suatu
kajian.
Fungsi Pancasila zaman orde baru an :
1. Sebagai Azas Tunggal dalam bernegara, berbangsa dan bermasyarakat.
2. Sebagai Falsafah, Idiologi dan Pandangan Hidup (Way of Life).
3. Sebagai sumber dari segala sumber hukum.
4. Sebagai ukuran baik dan buruknya perbuatan seseorang (moral/etika).
5. Dan seterusnya.

1. Sebagai Azas Tunggal.


Dijadikannya Pancasila sebagai azas tunggal bagai rakyat Indonesia, berarti semua
langkah dan geraknya harus sesuai dengan Pancasila, baik itu kehidupan berpolitik,
bermasyarakat (pergaulan), berekonomi, berpendidikan dan lainnya, bahkan dalam tata
cara menjalankan ajaran agamanya sedikitpun tidak boleh bertentangan dengan
Pancasila, Pancasila menjadi satu-satunya pengatur. Termasuk yang mengatur mana
ajaran agama yang boleh diterapkan dan tidak boleh dilaksanakan. Menjadikan Pancasila
sebagai azas tunggal, tidak lain bermakna bahwa Pancasila telah menjadi kordinasi bagi
agama-agama yang ada di Indonesia, artinya kedudukan Pancasila lebih tinggi dari
agama-agama, termasuk Islam. Itulah sebabnya semua ormas dan orpol diwajibkan
berazaskan Pancasila agar hanya memperjuangkan Pancasila dan bukan selainnya.
Sementara Islam adalah Dien yang supra lengkap, ia mengatur seluruh aspek
kehidupan manusia, dari tata cara hidup sebagai individu sampai tata cara hidup
bermasyarakat, kalau Pancasila dijadikan Azas Tunggal, lalu Islam sebagai apa? Apakah
hanya sebagai stempel saja, ataukah hanya sebagai teori-teori Idial tanpa adanya suatu
pengamalan? Dengan dijadikannya Pancasila sebagai Azas Tunggal, maka ia telah
menyingkirkan Islam dari Indonesia, menggantikan semua fungsi-fungsinya. Umat Islam
tidak bisa menjalankan hukumnya, ekonominya, pendidikannya, politiknya dan lainnya
yang sesuai dengan Islam, berarti ini adalah suatu kekalahhan total buat ummat Islam
Indonesia, karena selalu mendapatkan julukan fasik, zholim, kafir danlain sebagainya
dari Allah, disebabkan ia tidak menjalankan syareah yang diturunkan Allah, (QS, Al
Maa-Idah : 44, 45, 47), dan seluruh amalannya adalah sia-sia dihadapan Allah.
Dijadikannya Pancasila sebagai Azas Tunggal, hal ini sangat bertentangan dengan
prinsip-prinsip dalam Aqidah Islam, dalam Islam semua aktivitas seorang muslim
adalah semata-mata berdasarkan Allah (keridhoan-Nya, Dia telah mengatur,
memberikan Syari'at, peraturan-peraturan dalam kehidupan ini). Allah berfirman :
Katakanlah : “Sesungguhnya Shalatku, Ibadahku, Hidupku dan Matiku hanyalah untuk Allah
semata, Robb semesta Alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan demikian itulah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah) (Al An’am :
162-163).
Kalau ada orang Muslim, mengerjakan sesuatu bukan karena Allah semata, maka
ia telah syirik, menyekutukan Allah. Karena ketika ia shalat selalu mengucapkan seluruh
aspek kehidupannya hanya untuk Allah, namun dilain waktu, ia berbuat bukan semata-

126
mata karena Allah. Demikian juga halnya, jika seorang Muslim melakukan suatu
pekerjaan semata-mata berdasarkan Pancasila bukan karena Allah, maka ia
dikatagorikan telah Musyrik kepada Allah.
Dijadikannya Pancasila sebagai satu-satunya azas oleh penguasa Orde Baru
sungguh sangat bertentangan dengan maksud diciptakan Pancasila itu sendiri. Soekarno
melarang salah satu kekuatan Orpol ataupun Ormas untuk berazaskan Pancasila, karena
ia mengatakan selanjutnya Pancasila milik kita bersama, PNI yang beraliran Nasionalis /
memperjuangkan tegaknya Pancasila tetap berdasarkan / berazaskan Marhaen bukan
pada Pancasila.31
Jelaslah, dijadikannya Pancasila sebagai satu-satunya azas oleh penguasa Orde
Baru dibawah rezim Soeharto adalah sangat bertentangan, baik dengan Islam sebagai
Dien yang supra lengkap maupun dengan maksud diciptakannya Pancasila. Bahkan
setelah diterapkan, ternyata azas tunggal menjadi alat rezim orde baru untuk menindas
dan menzalimi umat Islam, yang pada akhirnya menimbulkan berbagai bentuk krisis
akibat kemurkaan Allah SWT. Itulah sebabnya, azas tunggal Pancasila dicabut MPR.

2. Sebagai falsafah, Idiologi dan Pandangan Hidup (Way of Live).


Pancasila sebagai Falsafah, Idiologi dan Pandangan Hidup (Way of Live) bangsa
Indonesia, berarti semua langkah dan dasar perbuatan orang-orang Indonesia harus
sesuai dengan Pancasila. Kedudukan Pancasila yang demikian ini dapat menempatkan
dirinya sebagai agama baru dalam masyarakat Indonesia, karena agama sendiri adalah
sesuatu yang mengatur kehidupan manusia, bahkan Pancasila mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi dari semua agama di Indonesia.
Seorang muslim, harus mengakui tanpa adanya keraguan sedikitpun, bahwa
Islam adalah Dien mereka satu-satunya, dan inilah yang paling benar. Allah berfirman :
Sesungguhnya Dien (yang diridhoi) disisi Allah hanyalah Islam (Ali Imran : 19).
Barang siapa mencari Dien selain dari Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (dien itu)
dari padanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi (Ali Imran : 85).
Maka apakah mereka mencari Dien yang lain dari Dien Allah, padahal kepada-Nyalah
menyerahkan diri segala apa yang dilangit dan dibumi, baik secara suka maupun terpaksa dan
hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan (Ali Imran : 83).
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Dien (Allah), tetaplah atas fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah
Dien yang lurus, tetapi manusia kebanyakan tidak tahu (Ar Rum : 30).
Maududi berkata tentang dien ini : Dien dapat diartikan sebagai : hukum, undang-
undang, peraturan, batas-batas ajaran, syareah dan jalan fikiran, Idiologi atau teori dan praktek
yang mengikat hidup manusia (Way of Live).
Selanjutnya ia berkata : Dienullah (Islam) mencakup semua peraturan hidup yang sempurna
dan multi komplek, baik dari aspek I’tikad, Syari'at, Akhlaq, Muamalah maupun aspek kehidupan
lainnya.32
31
Lihat, Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi, Panitia, jilid I.
32
Maududi, Ketuhanan, Ibadah dan Agama, Surabaya, Bina Ilmu, halaman 109-111

127
Jadi Dien (Falsafah, Idiologi danPandangan Hidup) yang benar adalah hanya
Islam, lainnya adalah bathil. Dienul Islam adalah merupakan suatu sistem menyeluruh
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, Dienul Islam adalah Dien
yangdatangnya dari Allah sebagai aturan dalam kehidupan manusia dibumi ini, seorang
yang telah menyatakan dirinya sebagai seorang Muslim sudah seharusnyalah tidak
mencari dien (Falsafah, Idiologi, dan Pandangan Hidup) diluar Islam, karena hanya
Islamlah satu-satunya dien yang dapat menyelamatkan kehidupan ummat manusia
dipermukaan bumi ini. Adapun jika seorang muslim mencari Dien selain dari Islam,
maka ia tidak berhak lagi disebut sebagai Muslim.
Pancasila adalah kecil dan tak ada artinya jika dibandingkan dengan Islam
sebagai Dien, karena Islam telah mengatur segala aspek kehidupan manusia, sedangkan
Pancasila non sent. Cendikiawan terkemuka didunia ini tidak pernah mengatakan
Pancasila adalah Falsafah apalagi Pandangan Hidup (Way of Live), karena ketidak
jelasan ajaran yang dibawakannya, bermakna kosong, mereka hanya mengakui Islam,
Marxisme, Materialisme, Komonisme, Liberalisme beserta aliran-alirannya. Sebagai
Idiologi, Falsafah, maupun Pandangan Hidup.33
Seorang Muslim di Indonesia, sudah seharusnyalah tidak mengakui Pancasila
yang kerdil dan bermakna kosong itu sebagai Falsafah, Idiologi maupun Pandangan
Hidup baginya, tapi harus meyakini,Islamlah satu-satunya yang benar. Islam telah
membuktikan hal ini, hampir 15 abad diturunkan namun ia tetap sesuai dengan zaman
dan tempat maupun didunia ini, tidak pernah mengalami perubahan sejak
diturunkannya hingga kini, tidak seperti lainnya, selalu mengalami perubahan-
perubahan. Itulah ketinggian Islam yang fitri.34

3. Sebagai Sumber dari Segala sumber Hukum.


Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, berarti seluruh
hukum dan perundang-undangan di Indonesia tidak boleh menyimpang dari Pancasila,
semua hukum dan perundang-undangan harus digali bersumber pada Pancasila.
Dengan adanya fungsi Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, ini
berarti seseorang dapat membuat hukum selain dari hukum yang telah ditetapkan oleh
Allah, menurut Islam ini adalah syirik, kerena satu-satunya yang berhak membuat
hukum hanyalah Allah semata. Allah berfirman : Ingatlah, menciptakan dan memerintah
hanyalah hak Allah (Al a’raf : 54). Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah, Dia menerangkan
yang sebsnarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik (Al An’am : 57). Keputusan
(hukum) itu kecuali hanya milik Allah (Yusuf : 40).
Sumber dari segala sumber hukum menurut Islam adalah Allah semata, Dialah
yang berhak menciptakan dan mengambil keputusan tentang sesuatu hukum, selainnya
33
Lihat : Ali Syari’aty, Kritik Islam atas Marxisme, Bandung, Mizan
34
Murtadha Muttahari, Manusia dan Agama, Bandung Mizan

128
tidak berhak sama sekali. Allah memerintahkan kepada mereka yang mengakui dirinya
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya agar memutuskan semua perkara dengan hukum
yang telah diturunkan Allah, jika mereka tidak berhukum dengan yang diturunkan
Allah, maka jelas ia kafir, zholim dan fasik. Allah berfirman :
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah,
dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka (Al Maidah : 49).
Dan segala yang kamu perselisihkan, maka serahkanlah keputusan hukumnya kepada Allah (Asy
Syura : 10).
Barang siapa yang tidak memutuskan (menghukum) menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir, zolim, fasik (Al Maidah : 44, 45, 47).
Segala sumber dari segala sumber hukum dipermukaan bumi ini hanya wahyu
yang diturunkan Allah, inilah konsepsi Islam, seseorang diperbolehkan membuat
hukum, keputusan dan peraturan apabila tidak menyimpang dari hukum yang telah
ditetapkan Allah namun jika berdasarkan pada ratio dan nafsu belaka jelas hal ini tidak
dapat diterima sama sekali oleh Islam.
Menyatakan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah
Musyrik, benar-benar musrik yang nyata, jika seorang Muslim Indonesia mengakuinya,
janganlah sebut dirinya lagi sebagai orang Islam lagi, karena jika ia menyatakannya
dengan penuh kesadaran dan pengetahuan, maka jelas akan mengeluarkannya dari
aqidah Islam.

4. Sebagai Moral / Etika, ukuran baik dan buruknya perbuatan.


Pancasila dipandang sebagai ukuran suatu perbuatan, apakah perbuatan itu baik
atau buruk, dikenal dengan Pendidikan Moral Pancasila (PMP), dalam Islam dikenal
dengan Akhlak. Dalam PMP sudah tersusun mana perbuatan yang baik dan mana
perbuatan yang buruk, seperti mengutamakan kepentingan negara daripada
kepentingan golongan (agama) ini dianggap baik, sedangkan membela kepentingan
agama (jihad), dianggap buruk (ekstrim),dan masih banyak lagi contoh-contoh yang
betolak belakang dengan Islam.
Dengan adanya fungsi Pancasila sebagai pembeda, berarti ia sudah menyabot
tugas Islam pada ummatnya. Ukuran baik dan buruk menurut Pancasila adalah
tergantung dengan (berdasarkan pada) akal manusia (ratio), karena pada hakekatnya
Pancasila adalah merupakan perenungan jiwa yang sangat dalam.35
Sedangkan Islam mengukur sesuatu perbuatan, baik dan buruknya berdasarkan
pada wahyu Allah, Al-Qur’an dan Sunah. Allah berfirman :
Bulan ramadhan, bulan yang dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan furqon (pembeda antara yang haq
dengan yang bathil/baik dan buruk) (Al Baqarah : 185).

35
Soeharto, Pancasila Menurut Presiden Soeharto, Yayasan Proklamasi

129
Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqon (Al- Qur’an) kepada Hambanya, agar dia
menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (Al Furqon : 1).
Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa
(Al Baqarah : 2).
Al- Qur’an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini (al
Jaatsiyah : 20).
Suatu ketika Aisah ra ditanyakan tentang Akhlaq Rasulullah, maka ia mejawab : Akhlaq
Rasulullah adalah Al-Qur’an (Al Hadist).
Al-Qur’an diturunkan sebagai pembeda antara perbuatan yang baik dan
perbuatan yang buruk, dan contoh Akhlaq/Moral yang paling baik adalah pribadi Nabi
Muhammad saw yang didasarkan pada wahyu Allah ini. Allah berfirman : Dan
sesungguhnya Kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti (berakhlaq) yang agung (Al
Qalam : 4).
Sesungguhnya telah ada pada Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, bagi orang-orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah
(Al Ahzab : 21).
Konsep Islam tentang akhlaq ini sepenuhnya bersumber pada Al-Qur’an dan
Sunah, sedangkan moral Pancasila bersumber dari hawa nafsu yang selalu condong
kepada keburukan/maksiat. Allah berfirman :
Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Robbku (Yusuf : 53).
Akhir-akhir ini banyak terjadi kerusakan moral pada bangsa Indonesia akibat
Pendidikan Moral Pancasila yang merusak, Moral Pancasila mengajak manusia
Indonesia menjadi binatang. Pendidikan Moral Pancasila telah merusak dan mengajak
umat Islam Indonesia untuk musyrik kepada Allah, dengan ajaran-ajaran sesatnya,
menyatakan semua agama baik dan benar, beribadah bersama-sama (toleransi beragama)
dan lainnya.
Banyaknya kerusakan moral pada bangsa Indonesia akibat Moral Pancasila yang
hanya menggunakan sangsi hukum (pengadilan) bagi pelanggarnya, sedangkan hukum
yang digunakan dapat diputar balikan, dikasih uang habis perkara (KUHP), di Indonesia
ini seseorang takut melaksanakan perbuatan tercela (jelek) karena terdorong oleh rasa
takut pada hukum dunia saja, sedangkan Islam hukum dunia dan akherat kelak, itulah
perbedaan menyolok pada kedua sistem diatas, Islam dan Pancasila.
Setelah kita menganalisis Pancasila secara panjang lebar dari berbagai aspek dari
segi Historis, Yuridis, Materil dan Fungsinya, menurut pandangan ajaran Islam yang
bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya, maka kesimpulan akhir yang
diperoleh adalah : PANCASILA BERTENTANGAN DENGAN ISLAM, BAIK SECARA
TEORITIS MAUPUN PELAKSNAAN SEPANJANG SEJARAHNYA.
Pertentangan ini terutama disebabkan karena Pancasila telah mencampakkan
syari'at Islam dari kandungannya, demikian pula kandungan dan penafsirannya adalah
kumpulan dari berbagai ajaran, baik dari Islam, agama-agama, filsafat, doktrin, isme-
isme dan sejenisnya yang dijadikan sebagai idiologi kompromistis yang diharamkan

130
Islam. Karena Islam adalah ajaran supra lengkap, yang tidak perlu mendapat tambahan
dari sistem selainnya dalam membangun pengikutnya sebagai masyarakat utama.
Pancasila sendiri diterima wakil-wakil Islam dengan pertimbangan sementara dan sangat
terburu-buru dengan berprasangka baik. Namun dalam perjalanannya setelah beberapa
puluh tahun terbentuknya Pancasila, ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya telah
mengakibatkan kerugian dan penderitaan umat Islam yang menjadi mayoritas bangsa
Indonesia.
Seorang yang mengaku dirinya Islam dan beriman, belum tentu dianggap Islam
maupun beriman seratus persen sebelum menjalankan/mengamalkan ajaran Islam
secara kaffah, secara keseluruhan. Pengikut dan pendukung Pancasila yang telah
menafikan penerapan syari'at Islam dalam ajarannya, apalagi menerimanya sebagai
ideologi, falsafah, way of life, maka ia telah ingkar dengan ajaran Islam. Maka dengan
demikian seorang yang telah bersyahadat, menyatakan dirinya Muslim, di Indonesia ini
tidak sewajarnyalah ia mengikuti dan mendukung sistem Pancasila ini yang jelas
bertentangan dengan Islam dan terbukti telah mengantarkan bangsa menuju krisis multi
dimensi yang menghancurkan sendi sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian, seorang Muslim Indonesia yang memahami dan menyadari
ajaran agamanya wajib mengatakan Pancasila adalah sistem yang harus diganti dengan
sistem Islam, sistem yang jauh lebih baik dan sempurna dari sistem manapun didunia
ini, dari dulu hingga sekarang dan sampai hari qiayamat. Hanya Islamlah yang akan
menghantarkan bangsa Indonesia menuju bangsa yang adil, makmur dan penuh
kedamaian. Dan bagi mereka yang bukan Islam, hanya Islamlah yang dapat menjaga
kehormatan dan keamanan mereka, karena Islam adalah rahmat untuk seluruh alam. Jika
Pancasila belum dapat diganti sepenuhnya dengan sistem Islam, maka umat Islam wajib
memperjuangkan kembalinya pelaksanaan syari'at Islam seperti di Piagam Jakarta.

Mencari Alternatif Terbaik


Dikalangan cendekiawan dan pemimpin bangsa Indonesia saat ini, ada yang
tidak begitu yakin Pancasila dan perangkat sistem yang menyertainya menjadi sumber
dari krisis multidimensional bangsa Indonesia. Bahkan mereka dengan segala daya
upaya ingin mempertahankan Pancasila dengan berbagai alasan, diantaranya adalah
karena sistem ini kesepakatan bersama bangsa Indonesia sehingga tidak dapat dirubah,
bahkan mereka yang berkeinginan merubahnya dapat dituduh sebagai subversi dan
teroris. Mereka yang beranggapan seperti ini sebenarnya lari dari hakikat sejarah
terbentuknya Pancasila itu sendiri. Jika para perumusnyapun terdahulu dapat mengganti
dan merubah Pancasila yang sudah disepakati rumusannya dengan menghapuskan 7
kata dalam Piagam Jakarta, maka tentu generasi sesudahnya dapat pula menggantinya,
karena para pendiri bangsa mengajarkan bahwa penggantian Pancasila bukan hal yang
sakral dan berdosa melakukannya, itulah sebabnya para perumusnya sendiri telah

131
mengganti rumusannya. Yang berdosa besar adalah mengganti hukum-hukum Allah
yang sudah pasti keberadaannya.
Dengan keadaan seperti saat ini, ketika bangsa Indonesia, terutama di zaman
pemerintahan rezim Soeharto, telah menerapkan Pancasila secara konsekwen ternyata
telah mendatangkan bencana besar, maka siapa yang dapat menolak bahwa bencana itu
bersumber dari sistem yang diterapkan. Karena dengan sistem yang tidak jelas, manusia
dapat mempermainkannya dan dijadikan sebagai alat untuk mempertahankan
kekuasaannya. Jika bangsa memiliki seperangkat sistem yang unggul dan sempurna,
maka tidak akan muncul manusia-manusia jahat dan bejat yang telah menghancurkan
bangsa ini dengan perilaku sumbangnya. Karena bangsa ini tidak memiliki sistemlah
kemudian bermunculan manusia-manusia jahat yang menggunakan kelemahan sistem
Pancasila untuk menguras dan menjarah kekayaan negara, menjadi koruptor, penghianat
bangsa dan dictator dengan mengatasnamakan sistem. Itulah sebabnya, jika seluruh
komponen bangsa ingin keluar dari krisis multi dimensi yang dihadapi, mereka harus
berani mengambil tindakan radikal dengan membuang jauh-jauh sistem Pancasila yang
selama ini diterapkan dengan segala perangkatnya yang terbukti telah gagal.
Jadi untuk menyelesaikan problematika bangsa Indonesia yang multi kompleks
ini, tidak ada jalan kecuali dengan mencabut sistem dengan seluruh tatanan
masyarakatnya yang sudah rancu dan busuk akibat kegagalan mendasar pada landasan
berbangsa dan bernegara mereka. Sistem Pancasila yang diterapkan selama ini, yang
penuh kerancuan dan telah menimbulkan krisis multi dimensi kepada bangsa Indonesia
perlu dicabut sampai ke akar-akarnya, membuang semua sub sistem-sub sistemnya dan
diganti dengan sistem yang sesuai dengan keyakinan mayoritas bangsa Indonesia yang
terbukti dalam pentas sejarah telah berhasil membangun masyarakat unggul yang diakui
dunia. Dengan sistem yang terbukti keunggulannya inilah kemudian dibangun generasi
baru yang berpegang teguh kepadanya dalam membangun Indonesia baru yang adil dan
makmur. Dengan demikian, bangsa Indonesia, terutama kelompok mayoritas muslim
perlu mencari sistem pengganti Pancasila yang sesuai dengan ajaran dan keyakinan
mereka. Dalam masalah ini, maka ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan,
diantaranya :
Pertama, bangsa Indonesia membuang sistem Pancasila secara total, karena inilah
yang menjadi biang kerok kerusakan dan digantikan dengan sistem lainnya. Dengan
pengalaman-pengalaman sejarah kemanusiaan selama ini, dikenal beberapa bentuk
sistem sosial, diantaranya Sosialisme-Komonisme yang dianut masyarakat Rusia,
Kapitalisme-Liberalisme yang dianut masyarakat Barat dan sistem Islam yang mulai
dijadikan altenatif di negara-negara berkembang. Yang jelas bangsa Indonesia telah
menolak Sosialisme-Komonisme dengan segala atributnya, karena terbukti telah
melakhirkan manusia-manusia ganas seperti yang dilakukan PKI, dan ternyata sistem ini
telah menghancurkan Rusia. Maka alternatifnya tinggal Kapitalisme atau Islam.
Kapitalisme memang telah mengantarkan masyarakat Barat menjadi bangsa yang maju
pengetahuan, teknologi dan peradabannya, namun pada saat yang sama telah
melakhirkan masyarakat yang penuh dengan krisis akibat faham sekulerisme yang

132
memisahkan peranan agama dalam kehidupan manusia. Tentu bangsa Indonesia tidak
akan mengulangi kegagalan masyarakat Barat dengan menerapkan Kapitalisme. Maka
sebagai bangsa mayoritas Islam, tidak ada pilihan lain kecuali bangsa ini menjadikan
Islam sebagai sistem dalam membangun masyarakatnya, karena hanya Islamlah yang
mampu mengantarkan mereka menuju cita-cita luhur. Apalagi Islam memang
diturunkan sebagai rahmat untuk seluruh umat manusia, tidak memandang ras, suku
dan agama mereka. Dengan Islam mereka akan mendapatkan kebahagian dan
kesejahteraan, karena sejarah telah membuktikannya.
Kedua, jika alternatif pertama belum memungkinkan dilaksanakan dengan
berbagai pertimbangan, maka bangsa Indonesia dapat kembali kepada konsensus awal
pembentukan negara Indonesia, yaitu dengan menerapkan kembali Piagam Jakarta yang
memberikan kebebasan kepada kaum muslimin untuk melaksanakan ajaran agamanya
sesuai dengan Syari'at Islam. Dengan demikian sistem Pancasila tidak akan
menimbulkan kerancuan pada kaum muslimin sebagaimana yang dideritanya selama
ini. Dan penghapusan 7 kata dalam Piagam Jakarta telah menghilangkan ruh Pancasila
sehingga menjadi sistem yang rancu dan kabur selama ini. Dengan dikembalikannya 7
kata tersebut, diharapkan kemurkaan Allah akan hilang dan digantikan dengan rahmat
dan pertolongan.
Ketiga, jika kedua alternatif tersebut dianggap tidak memungkinkan akibat
kebebalan dan kesesatan bangsa Indonesia yang tidak dapat mengambil pelajaran, maka
biarkanlah mereka tetap menggunakan sistem Pancasila sebagai dasar berbangsa dan
bernegara sebagaimana mereka menerapkannya selama ini. Jikalau demikian halnya,
bangsa ini telah membiarkan dirinya masuk ke dalam jurang kehancuran dan
kemusnahan dengan segala krisis yang akan menimpanya. Jika mereka senang dan
bahagia dengan penderitaan dan kesengsaraan yang telah dialaminya selama 60 tahun
dengan kelakuan sumbang para penguasa, maka biarkanlah mereka tetap dalam
kebahagian dan kesenangannya. Biarkanlah mereka hidup dalam kesengsaraan dan
kesesatannya, menghancurkan generasinya, menghancurkan alam yang kaya dan indah
ini. Biarkanlah mereka sampai hidup dalam penderitaan dan kesesatan sebagaimana
yang dialaminya saat ini sampai datang bencana dan azab dari Tuhan yang telah murka
dengan kelakuan mereka yang tidak sadar diri sebagaiamana yang telah dijanjikan di
dalam al-Qur’an : Bilamana Kami hendak menghancur binasakan sebuah negeri, Kami angkat
orang-orang yang berbuat kerusakan menjadi pemimpin, lalu mereka berbuat durhaka di dalam
negerinya sehingga negeri tersebut berhak mendapat azab, lalu Kami hancurkan negeri tersebut
sehancur-hancurnya. (al-Isro’ : 16). Maka biarkanlah Indonesia hancur binasa hanya
menjadi kenangan masa lalu bagi generasi sesudahnya sebagaimana bangsa Ad, Tsamud
dan lainnya yang menjadi dongeng dan legenda.
Kegagalan gerakan reformasi dalam menyelesaikan krisis multi dimensi bangsa
Indonesia saat ini tidak lain karena gerakan reformasi tidak menyentuh permasalahan
yang paling fundamental dari seluruh permasalahan yang ada, yaitu kegagalan dan
kerancuan sistem Pancasila sebagaimana diterangkan terdahulu. Itulah sebabnya
gerakan reformasi akan menjadi gerakan tambal sulam, gerakan retorika diantara jatuh

133
bangunnya para penguasa korup, ibarat mengobati penyakit kanker dengan obat sakit
kepala, mungkin sakitnya akan hilang, tapi hanya untuk sementara, dan akan sakit
kembali sampai penyakit utamanya disembuhkan. Jika gerakan reformasi tidak merubah
arah perjuangannya secara total, maka reformasi akan hanya menjadi lelucon yang
menjadi mainan dan tertawaan para tiran, koruptor, penjahat dan manusia bejad lainnya.
Maka agenda reformasi yang hanya menuntut amandemen UUD 45 perlu diperluas lagi
fokusnya, bukan hanya mengamandemen pasal-pasal yang umum, namun yang
terpenting adalah memberikan kembali ruh kepada UUD yang sudah kehilangan
maknanya selama ini. Jika gerakan reformasi ingin dipertahankan dan mendapat
dukungan kembali, minimal 7 kata dalam Piagam Jakarta harus dikembalikan lagi ke
dalam Pembukaan dan batang tubuh UUD 45. Dengan demikian diharapkan akan
membuka tabir kegelapan yang telah meliputi bangsa.
Untuk itulah diperlukan sebuah gerakan perubahan kembali, tapi bukan seperti
gerakan reformasi terdahulu yang melengserkan Soeharto dan menggantikannya dengan
rezim-rezim baru atas nama reformasi yang hanya menambah kesusahan dan
penderitaan rakyat. Bangsa Indonesia memerlukan sebuah gerakan perubahan yang
lebih substansial dan memiliki daya rubah yang besar dan menyeluruh, sebuah gerakan
yang benar-benar merombak tatanan berbangsa dan bernegara dari akarnya, dari sumber
utama permasalahannya. Di mulai dari gerakan meluruskan penghianatan bangsa
Indonesia terhadap perjanjiannya dengan Allah dan Rasul-Nya, dengan kelompok
mayoritas bangsa Indonesia dan para pendiri Republik Indonesia, yaitu
memperjuangkan amandeman UUD 45 secara substansial, terutama mengembalikan 7
kata yang telah mengantarkan kemerdekaan pada bangsa Indonesia. Dilanjutkan dengan
gerakan-gerakan strategis dan terencana yang akan mengantarkan bangsa Indonesia
keluar dari semua permasalahan yang menjeratnya dan bangkit menjadi sebuah bangsa
yang adil, makmur dan berperadaban serta yang terpenting mendapat keridhoan dan
pertolongan Allah SWT. Gerakan ini adalah kelanjutan dari gerakan reformasi terdahulu,
namun diorganisir secara profesional, melibatkan semua komponen terutama mereka
yang ikhlas untuk kebenaran dan kebaikan, dalam sebuah tim yang solid dengan
program yang terarah dan konstan, memfokuskan programnya pada penyelesaian
masalah bangsa secara fundamental dan idiologis. Bangsa Indonesia memerlukan sebuah
gerakan total, sebagaimana seorang pasien kritis yang memerlukan tim dokter spesialis
yang akan menyembuhkan penyakit utamanya, bukan efek samping dari penyakitnya.
Gerakan apakah yang sesuai dengan bangsa Indonesia yang mayoritsas muslim?

134
BAB IV
PESAN ALLAH DARI SERAMBI MEKAH
Catatan Seorang Relawan Kemanusiaan Dari Serambi Mekah Pasca Tsunami

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan dari bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Allah) itu, maka kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya. Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada
mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari
kedatangan siksaan Kami pada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain?
(al-A'raf : 96-98)

Wanita separuh baya itu sedang berjuang melawan maut, dari raut wajahnya
terpancar keletihan, ketakutan dan kepanikan mendalam. Di sepanjang jalan yang

135
dilaluinya ia berteriak-teriak meminta pertolongan, menyeru penuh harap dengan
suaranya yang sudah parau. Namun yang dimintai pertolongan juga sedang mengalami
keadaan serupa, seluruh kota dilanda kepanikan luar biasa. Dengan sisa-sisa tenaga yang
ada, dia terus berjuang, tidak mengalah, berlari dan berlari sekencang-kencangnya
sambil meneriakkan kebesaran Allah, "Allahu Akbar, Allahu Akbar" serunya. Sementara
langhahnya tersendat-sendat, karena kedua tangannya menenteng anak-anak kecil,
beberapa lagi bergelayutan memegang ujung dasternya. Langkahnya paniknya diikuti
beberapa gadis tanggung yang juga ketakutan, hanya mengikuti langkah wanita di
depannya. Mereka berlari, dan terus berlari menyelamatkan diri dari terjangan
gelombang air hitam pekat yang penuh dengan berbagai material, melaju 200 km/jam
melibas apapun yang didepannya tanpa ampun. Akhirnya rombongan wanita ini
berhasil menyelamatkan diri di depan Raya Masjid Baiturrahman, sementara yang lain,
jumlahnya ratusan ribu lagi meninggal hanyut tergulung dahsyatnya terjangan
gelombang tsunami yang melanda Kota Banda Aceh, Serambi Mekah. Sebuah stasiun TV
nasional menyiarkan rekaman perjuangan hidup wanita dan rombongannya ini
berulang-ulang.
Di tempat lain, di pinggiran pantai Ulee Lhee, kepanikan lebih dahsyat lagi.
Setelah terjadi gempa besar, sekumpulan pemuda, diantaranya bernama Udin yang
penulis temui di Ulee Lhee 4 hari setelah kejadian, berteriak mengigatkan akan adanya
gelombang pasang sambil berlari-lari. Dengan sekuat tenaga ia berlari dan berteriak "ada
gelombang besar air laut" berkali-kali sambil menyuruh orang-orang menyelamatkan
diri. Dari arah laut, terdengar suara menderu-deru bak kapal perang dengan kecepatan
tinggi, datang gelombang raksasa setinggi 20 meteran menerjang apa saja yang ada di
depannya. Melihat keadaan ini, beberapa orang, termasuk Udin berlarian ke arah masjid
Baiturrahim, yang persis berada di bibir pantai Ulee Lhee. Dari lantai dua masjid mereka
menyaksikan dahsyatnya gelombang tsunami yang meluluh lantakkan Banda Aceh.
"Rumah-rumah disapu bersih, seperti dibouldozer, tercabut sampai ke pondasi-
pondasinya" kenangnya. Gelombang dahsyat tsunami telah meratakan bangunan
sepanjang hampir 5 kilometer dari batas pantai, namun Masjid Baiturrahim selamat dari
terjangan gelombang. Dia menyaksikan ribuan manusia terapung-apung dibawa arus,
tak berdaya menahan hantaman gelombang yang bergulung-gulung menyapu. "Ngeri,
pak, ngeri sekali" katanya dengan bibir bergetar.
Amin, bukan nama sebenarnya, nelayan yang selamat di pantai berdekatan
komplek makam Syiah Kuala, menceritakan peristiwa yang di alaminya dengan
meneteskan air mata. "Pagi itu", ungkapnya, "saya sedang beristirahat di rumah, karena
malam sebelumnya melaut". Tiba-tiba terjadi ledakan dahsyat yang diikuti dengan
gempa besar cerita Amin. Dia terbangun, lari ke luar rumah, membawa anak dan
istrinya. "Saya lihat ke pantai, terjadi air pasang beberapa kilo meter, namun tidak lama
setelah itu datang gelombang raksasa setinggi 4 atau 5 kali pohon kelapa. Dengan
menenteng anak dan istinya, Amin berlari sekuat tenaga, namun baru sekitar 100 meter,
gelombang telah menerjangnya. Anak dan istrinya lepas dari genggamannya, dia
berusaha berjuang melawan dahsyatnya gelombang, sampai tidak sadarkan diri. "Ketika

136
bangun, saya sudah berada sekitar 6 kilometer dari rumah saya" katanya sambil
menahan napas, anak dan istrinya tidak ditemukan. "Alhamdulillah saya selamat, tapi
saya sudah tidak punya apa-apa lagi" katanya lirih sambil menunjukkan luka-luka
disekujur tubuhnya.
Lain halnya dengan cerita ayah Amin, yang juga selamat. Dengan muka sedu
sedan, diapun mulai berbicara."Sebenarnya saya terlalu sedih untuk menceritakan
peristiwa ini", katanya di samping makam Syiah Kuala yang saya temui setelah 5 hari
kejadian. "Itu bekas tapak rumah saya, yang ada pohon kelapanya", ia menunjuk
sebidang tanah kosong di pinggir pantai. "Saya takut dibilang provokator kalau saya
ceritakan kejadian ini" katanya. Penulis terus membujuknya agar ia bersedia membagi
pengalamannya agar menjadi pelajaran kita yang hidup. Dengan terbata-bata ia memulai
ceritanya. "Pagi itu, sekitar jam enam pagi saya pergi ke kota untuk menjual ikan, jadi
bapak tidak mengalami peristiwa gelombang tsunami." Dengan mata berbinar-binar,
sambil mengingat-ingat kejadian yang menimpanya. "Malam sebelum kejadian,
bertepatan dengan malam minggu, ada beberapa anggota Brimob yang lagi piket di Pos
Polisi di situ". Sambil penunjuk pondasi sebuah bangunan berdekatan dengan komplek
makam Syah Kuala. "Mereka, anggota BKO Brimob itu, menggelar acara dengan
bernyanyi-nyanyi dan berjoget". Di tengah acara datang penunggu makam yang
memperingatkan mereka jangan berbuat maksiat di dekat komplek makam. "Namun
seperti biasa, mereka mengacuhkan peringatan itu, bahkan mereka mengancam dengan
todongan senjata". Orang tua itupun berlalu, sambil mengatakan "Kalau terjadi apa-apa,
saya tidak bertanggung jawab", dia masuk komplek dan sholat di surau komplek makam
Syiah Kuala. Maka paginyapun terjadi bencana ini. "Pak,....." katanya dengan menahan
kesedihan yang mendalam, sambil meneteskan air mata, ia berujar lirih "Bangsa ini
sedang di azab karena telah berlaku zalim, tapi saya belum faham, kenapa terjadinya di
Aceh". Ketidakfahaman inilah yang menyeliuti masyarakat Aceh.

@@@@@@

Minggu pagi, 26 Desember 2004 masyarakat di sekitar Banda Aceh panik luar
biasa, suasana mencekam, diliputi ketakutan luar biasa. Suara teriakan sahut menyahut,
permintaan tolong sahut bersahutan, anak-anak menangis ketakutan, ibu-ibu sibuk
menyelamatkan anaknya, para bapak sibuk menyelamatkan harta bendanya. Masyarakat
lari berhamburan, berlindung di tempat yang tinggi, memanjat pohon kelapa,
mengambil apa adanya untuk menyelamatkan diri dari bencana dahsyat gelombang
tsunami. Hampir semua saluran tv nasional dan internasional memberitakan bencana
dahsyat ini.
Hari itu, masyarakat di sekitar Banda Aceh sibuk melakukan aktivitas rutin di
hari libur mereka seperti hari-hari minggu sebelumnya. Ada yang sibuk mempersiapkan
perdagangan di pasar, membuka restoran dan warung kopi yang khas, bersenam ria,
menikmati keindahan pantai, ngobrol di pinggir jalan sambil sarapan atau bermalas-
malasan di rumah menikmati hari libur natal dan tahun baru. Hari minggu adalah hari

137
libur di Aceh, walaupun provinsi ini telah menyatakan pemberlakuan syari'at Islam,
namun tetap mengikuti hari-hari libur nasional, tidak seperti negara-negara Islam yang
menetapkan hari jum'at sebagai hari libur.
Beberapa tahun terakhir ini, kegiatan masyarakat Aceh, khususnya di kota-kota
besar seperti Banda Aceh berjalan seperti biasa. "Walaupun diberlakukan keadaan
Darurat Militer atau Sipil di sini, namun keadaan tetap seperti ini" kata Hasri, teman
yang mengantarkan saya mengelilingi Banda Aceh dan sekitanya di awal tahun 91an.
Pertengahan 94an saya berkunjung kemabali dengan Adi Sasono bersama rekannya
Alatas yang sempat mengelilingi Aceh sampai batas ujung barat Indonesia, di Sabang,
pulau Weh. Terakhir awal 2003 saya datang dengan membawa misi Hilal Merah ke Aceh,
keadaan tetap berjalan seperti dahulu. Berbagai kesibukan masyarakat Aceh yang khas
tidak berubah sejak beberapa tahun terakhir, walaupun macam-macam status yang
diberikan Jakarta kepada Aceh, ya masyarakat Aceh tetap saja menikmati kehidupannya
seperti sedia kala.
Namun berbeda halnya, hari minggu 26 Desember 2004. Ketika jarum jam
menunjukkan angka pukul 08.20an, tiba-tiba terjadi gempa berkekuatan di atas 9 pada
skala rechter yang membuat kepanikan luar biasa, masyarakat yang tadinya asik dengan
aktivitasnya, tiba-tiba panik berhamburan, berteriak histeris dan berusaha
menyelamatkan diri dari dahsyatnya goncangan gempa bumi yang mengayun-ayun kota
ke kiri kanan, atas bawah, sampai-sampai tidak ada yang sanggup berdiri akibat
besarnya goncangan,
Gempa besar yang terjadi telah memaksa orang-orang berhamburan lari ke luar
rumah, berkerumun di pinggir jalan, di halaman dan tempat lapang agar tidak tertimpa
bangunan yang roboh. Gempa besar telah meruntuhkan bangunan-bangunan bertingkat,
masjid, rumah-rumah, toko dan meretakkan sebagiannya. Masyarakat Banda Aceh dan
sekitarnya panik luar biasa, bertanya-tanya, apakah yang terjadi? Bahkan sebagian dari
mereka berseru "kiamat telah tiba", "kiamat", "kiamat" sebagaimana yang digambarkan
dalam al-Qur'an yang menjadi bacaan wajib masyarakat Aceh dari buaian ibunda sampai
ke liang lahat.
Setelah goncangan dahsyat gempa berhenti, di tengah-tengah kepanikan
masyarakat yang belum sadar diri, orang-orang di pinggir laut melihat air surut sejauh
beberapa kilometer. Namun dengan tiba-tiba, berselang 10-15 menit, air laut yang surut,
kembali pasang dengan gelombang setinggi 18-24 meter, dengan kekuatan lebih 200
km/jam menyapu bersih apapun yang didepannya. Masyarakat yang lagi panik di
rumah dan dipinggir jalan tersapu gelombang tsunami yang dinyatakan sebagai
gelombang tsunami terdahsyat sejak 200 tahun lalu.
Untuk provinsi Nanggroe Aceh Darussalam saja tercatat korban meninggal lebih
dari 160 ribu jiwa, dinyatakan hilang lebih dari 120 ribu jiwa, yang menjadi pengungsi
lebih dari 500 ribu jiwa dan kerugian material diperkirakan lebih dari 5 milyard USD.
Kota Banda Aceh yang indah permai dengan segala peninggalan sejarahnya luluh lantak
tersapu gelombang tsunami sepanjang 5 kilometer dari laut, menyisakan puing-puing
reruntuhan yang mengerikan. Karena dahsyatnya bencana ini, dunia menyatakannya

138
sebagai bencana kemanusiaan terbesar yang penangangannya melibatkan dunia
internasional yang dikordinasikan dengan lembaga-lembaga Persatuan Bangsa-Bangsa.
Banyak orang bertanya, khususnya masyarakat Aceh yang selamat dari bencana,
kenapa Allah Yang Maha Perkasa memberi ujian maha dahsyat kepada oran Aceh yang
terkenal tradisi keislamannya sejak zaman dahulu? Bahkan Aceh di kenal sebagai
"Serambi Mekah" yang menandakan kealiman dan keteguhan masyarakatnya pada
ajaran Islam. Mereka seakan terheran-heran dan tidak dapat mempercayai kenyataan
yang telah terjadi. Bukankah di dalam keyakinan masyarakat Aceh yang Islami, hanya
orang-orang durhaka saja yang akan mendapat azab maha dahsyat ini. Nah,
permasalahannya, apakah memang sudah sepantasnyalah masyarakat Aceh mendapat
azab ini karena kedurhakaan mereka yang melampaui batas, melampaui kelakuan
saudara-saudara mereka di Jakarta misalnya, masyarakat yang penuh dengan
kemaksiatan, hedonis, bahkan diliputi dengan kefasikan dan kekufuran yang amat pekat.
"Tidak ada yang menyangka akan terjadi bencana dahsyat ini, pak" kata seorang
relawan asal Aceh bernama Ramli berulang-ulang dengan logat Acehnya yang kental,
terkadang diikuti dengan tetesan air matanya. "Menurut bapak, ada apa ini ?" tanyanya
terus menerus dengan muka yang sedu sedan seakan coba memahami hakikat kejadian
yang baru dialami masyarakatnya. Kegundahan Ramli mewakili kegundahan hati
masyarakat seluruh dunia, terutama bangsa Indonesia yang berbondong-bondong
membantu saudaranya.

@@@@@@@@

Saya pertama kali datang ke Aceh pada tahun 1991 bersama beberapa aktivis
Islam dari Malaysia untuk mengadakan survey dan pemetaan dakwah serta meneliti
perbandingan kebangkitan Islam antara Aceh dengan kota-kota besar Kedah malaysia
dan Fatani, selatan Thailand. Pada saat itu Aceh dalam keadaan Daerah Operasi Militer
(DOM). Pada saat itu saya melihat masyarakat umumnya hidup dalam keadaan susah,
tertekan dan penuh kecurigaan kepada orang luar. Rezim Soeharto menerapkan politik
yang sangat menekan masyarakat, sehingga timbul ketidakpuasan yang meluas yang
berujung dengan lakhirnya beberapa kelompok sparatis yang ingin memerdekakan diri
dari NKRI. Pemberontakan ini lebih karena kezaliman pemerintah pusat kepada Aceh
yang selama perjuangan kemerdekaan dikenal sebagai daerah modal bagi perjuangan
kemerdekaan. Apalagi secara historis, masyarakat Aceh adalah masyarakat yang
menjunjung tinggi agama dan harga diri, pantang menyerah melawan kebathilan
sehingga pemerintah kolonial tidak berhasil menjajah Aceh, kecuali hanya beberapa
tahun saja akibat perlawanan yang gagah perkasa.
Pemberontakan dan perlawanan masyarakat Aceh, baik secara terang-terangan
maupun tersembunyi, merupakan respon mereka terhadap penindasan dan
ketidakadilan kebijakan pemerintah pusat kepada Aceh yang telah dipaksakan
penerapannya yang berlindung dibalik slogan pembangunan dan modernisasi. Padahal
apa yang terjadi adalah sebuah proses terstuktur yang akan mencabut akar tradisi

139
masyarakat Aceh, menggantikan tradisi Aceh yang Islami dengan tradisi sekuler yang
asing bagi masyarakat Aceh. Jadi tidak diragukan pergolakan-pergolakan yang terjadi
selama ini karena Aceh akan dipisahkan dari akar tradisinya dan akan dipaksa
mengikuti tradisi lain.
Masuknya aparat keamanan selama diberlakukannya DOM dan tibanya
pendatang dari daerah lain telah mempengaruhi perubahan sosial di Aceh. Bahkan
sebagian dari kebiasaan-kebiasaan luar dipaksakan kepada masyarakat Aceh. Sebagai
contoh misalnya, di sebuah pantai dekat Ulee Lhee orang-orang tua melarang anak-anak
muda berkhalwat atau berpesta pora sampai maghrib atau malam. Namun masuknya
aparat keamanan yang memaksakan kemauannya dengan todongan senjata telah
merubah tradisi mulia tersebut. Dengan berbagai bentuk pemaksaan aparat keamanan
telah berperan besar dalam merubah kebiasaan masyarakat Aceh, terutama generasi
muda yang digiring untuk mengikuti tradisi yang asing. Masyarakat Aceh yang agamis,
mulai terkikis dari akar tradisisnya. Mereka mulai mengikuti cara-cara hidup yang
bertentangan dengan tradisi dan leluhur masyarakat Aceh yang dinamis.
Semakin lama, semakin jauh masyarakat Aceh dari akar tradisinya. Kedatangan
aparat keamanan dalam jumlah yang besar untuk menjalankan operasi pemberantasan
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tentu membawa dampak yang besar bagi masyarakat,
terutama generasi mudanya. Apalagi adanya kebiasaan buruk aparat yang sok jagoan
dan sok kuasa yang menekan dan mendiskreditkan masyarakat, terutama generasi muda
yang menjadikan masyarakat Aceh menjadi masyarakat yang minder, tertekan, bahkan
ketakutan, terutama kepada aparat yang ditugaskan negara untuk menjaga mereka.
Tekanan-tekanan yang diberikan aparat dilain pihak telah menumbuhkan semangat
kebencian dan perlawanan, yang akhirnya kelompok ini bergabung dengan GAM.
Ketakutan masyarakat bertambah meluas, ketika aparat selalu mengaitkan seseorang
yang tidak disenanginya sebagai anggota GAM. Keadaan ini benar-benar telah
menjadikan masyarakat Aceh dalam keadaan tertekan, social stess.
Tentang situasi Aceh digambarkan dengan tepat oleh intelektual muda Aceh,
Apridar dalam bukunya Tsunami Aceh, Azab atau Bencana. Dia menulis :
Aceh adalah Serambi Mekah yang semenjak berlakunya DOM (Daerah Operasi
Militer) 1989-1998 berubah menjadi Serambi Maksiat. Banyak pihak sudah khawatir
dengan maraknya maksiat di Aceh ini. Peringatan yang lebih dini sudah ditunjukkan
oleh Teungku Bantaqiah nun jauh di Aceh Barat dan Aceh Selatan sana. Ia, dengan
Gerakan Jubah Putihnya pada tahun 1986, telah mengingatkan para pejabat dan aparat di
Aceh untuk berhenti berbuat maksiat di Serambi Mekah. Namun, peringatan ulama
ahlus-Stughur ini dijawab dengan penghadangan bergaya militeristik. Ia malah dianggap
sebagai "krikil dalam sepatu NKRI" yang mengganggu stabilitas dan kedamaian. Sejarah
gerakan anti maksiat di Aceh kemudian berhenti sejenak. Beberapa tahun kemudian,
turunlah mahasiswa yang terusik nuraninya ke jalan-jalan di Banda Aceh.
Mahasiswapun menggelar demo di Kampus Darussalam, Banda Aceh, dengan poster-
poster yang tajam, keras dan kasar atas maksiat yang melaju dengan pongahnya di
sepanjang pesisir pantai Aceh. Maksiat yang tadinya sudah diberi ruang gerak yang

140
leluasa di hotel-hotel mewah Aceh, kini malah menggurita ke berbagai wilayah,
khususnya sepanjang pantai. Para Mahasiswa menantang berdialog dengan Komandan
Korem 012 Teuku Umar, Kolonel CZI Syarifuddin Tippe. Tantangan yang sama juga
menyerang Sekda Aceh Besar Drs. H. Baswedan Yunus. Namun semua aparat dan
pejabat terdiam seakan ada setan besar yang tak mampu dihadapi. ( hal : xi)

@@@@@@

Minggu sore, 26 Desember 2004, ketika mengendarai mobil sendirian dari


Tanjung Priok ke arah Bogor, seorang teman mengirim sms ke saya. Isinya "Aceh dilanda
gempa berkekuatan besar yang diikuti gelombang tsunami, apa artinya ini ustadz?. Saya
tidak tau apa yang terjadi sebenarnya karena pada hari ada pekerjaan serius di lapangan
yang harus ditangani dengan seluruh kemampuan. Pertanyaan itupun saya teruskan ke
beberapa orang, termasuk ustadz Abu Bakar Ba'asyir yang ditahan di penjara Cipinang.
Dengan segera beliau menjawab, "tanda-tanda akhir zaman, perbanyaklah mengingat
Allah dan kuatkan beribadah kepadaNya". Jawaban ustadz Ba'asyirpun saya teruskan ke
teman tadi. Sampai saat itu saya belum sadar, apa yang tengah terjadi di Banda Aceh.
Sesampai di vila peristirahatan saya di pinggiran Bogor, setelah istirahat sejenak,
saya buka saluran favorit saya, Metro TV dan langsung terperanjat menyaksikan apa
yang terjadi di Banda Aceh. Beberapa saat kemudian saya menghubungi Habib Rizieq,
Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) dan sekjennya Farid Poniman. Apa yang mesti
dilakukan untuk membantu masyarakat Aceh. Saya meyakinkan mereka agar FPI
mengambil peran besar dalam bencana di Aceh sebagai salah satu program
pembentukan citra yang telah dicanangkan dalam musyawarah nasional pertama
Desember tahun lalu. Sebagai Ketua Eksternal FPI dan sekaligus Direktur lembaga
kemanusiaan Hilal Merah, saya terus memantau keadaan dan menghubungi beberapa
teman-teman gerakan Islam lainnya. Diputuskan untuk membuka posko nasional FPI di
Medan agar mudah berkordinasi dengan Banda Aceh dan saya ditugaskan memimpin
disana, tapi penerbangan menuju Medan dan Banda Aceh sudah penuh semua.
Setelah hilir mudik mencari angkutan, selasa pagi, 28 Desember, seorang rekan
relawan menawarkan penerbangan ke Medan. Tanpa fikir dua kali saya terima. Jam 11
siang saya sudah di Bandara Halim yang hiruk pikuk dengan pemberangkatan relawan
ke Aceh dari berbagai organisasi sosial kemasyarakatan. Di Halim saya bertemu dengan
Menpora, Adyaksa Dault dan berbincang tentang persiapan keberangkatan relawan ke
Aceh. Setelah di landa kepanikan dan ketidak pastian, akhirnya saya dapat pesawat yang
dicarter Kementerian BUMN untuk relawan yang akan ke Aceh dan transit di Medan.
Tanpa membawa bekal apa-apa, saya fikir nanti akan dipersiapkan Posko Medan,
akhirnya saya naik pesawat pada jam 20 malam, yang ternyata tidak transit di Medan,
tapi langsung ke Banda Aceh. Segalanya saya serahkan kepada Allah yang akan
menentukan perjalanan ini, dan saya yakin bahwa ini adalah jihad fi sabilillah.
Setelah transit 30 menit di Pakan Baru, pesawat Pelita Air yang kami tumpangi
bersama rombongan relawan Kem.BUMN, terbang kembali langsung menuju bandara

141
Sultan Iskandar Muda Banda Aceh. Saat transit saya sempatkan membeli makanan ala
kadarnya untuk menopang kehidupan di Banda Aceh, karena saya dengar telah terjadi
kekuarangn makanan dan kelaparan yang meluas. Pesawat yang kami tumpangi
mendarat setelah beberapa kali berputar-putar di udara karena penuhnya lalu lintas
penerbangan. Menjelang tengah malam, kami selamat mendarat, dan langsung
menyaksikn kesibukan dan kepanikan yang luar biasa di bandara yang dipenuhi dengan
relawan dan pengungsi yang ingin meninggalkan Banda Aceh. Tengah malam itu juga
saya langsung ke Kota Banda Aceh menumpang pikc up butut relawan dari MER-C.
Sepanjang jalan tercium bau anyir mayat, setelah 40 menit perjalanan dengan mobil yang
penuh barang dan kami sampai di pos MER-C di tengah Kota Banda Aceh.
Setiba di Banda Aceh, kami singgah di pos relawan MER-C. Setelah istirahat
sejenak dan mendapat informasi terkini dari rekan yang sudah tiba duluan, saya dengan
beberapa rekan tim medis memutuskan untuk melihat-lihat keadaan kota Banda Aceh,
terutama menemui pihak-pihak terkait yang dipusatkan di Pendopo Gubernuran. Di
tengah malam yang gelap gulita, di antara reruntuhan bangunan yang sesekali masih di
guncang gempa, dengan bantuan penerangan senter, rombongan kami tersesat jalan,
tidak sampai di pendopo, tapi malah menyebrangi sungai yang penuh dengan mayat
bergelimpangan. Setelah berjalan sekitar 20 menit, kami sampai di RS Kesdam yang
penuh dengan pasien. Di sepanjang koridor, saya saksikan ratusan pasien yang tidak
terawat, penuh dengan luka, sebagiannya teriak-teriak dan beberapa diantaranya sudah
mendekati ajal. Ironisnya, dalam keadaan seperti ini, tidak ada satupun dokter ataupun
perawat yang menangani pasien, kami kebingungan, dan akhirnya rekan-rekan dokter
menjalankan tugas mereka membantu pasien. Malam itulah pertama dalam hidup saya
menyaksikan begitu banyak manusia yang menderita namun tidak tertangani, dan saya
menyaksikan diantara mereka yang wafat.. Innalillahi wa Innailaihirojiun, sesungguhnya
semua datang dari Allah dan akan kembali pulang kepada-Nya pula.
Menjelang subuh, rombongan kami berjalan menuju Pendopo melalui pekatnya
kegelapan malam. Seakan kami tengah berjalan di sebuah kota mati, yang tanpa
penerangan, penuh timbunan kayu dan berbagai material sisa-sisa bencana. Setelah
beberapa menit berjalan, kami melalui masjid raya Baiturrahman, masjid kebanggaanku
selama ini, yang selalu saya singgahi jika ke Banda Aceh. Keadaannya gelap gulita,
dihalamannya penuh dengan sisa-sisa reruntuhan, dan saya dengar mayat-mayat masih
banyak yang tersisa di halamannya. Ketika berada di depan masjid Baiturrahman, terjadi
gempa besar yang menggoncang kami, terdengar suara bangunan-bangunan yang
beradu dan orang-orang yang lari berhamburan ke jalan-jalan, yang menambah suasana
kengerian. Rombongan kami tiba di pendopo Gubernuran NAD menjelang subuh, semua
terlelap tidur, sehingga tidak ada yang menemui kami. Tidak ada orang yang dapat kami
ajak bicara dan menanyakan suasana terakhir.
Setelah istirahat sejenak, kami solat subuh di Pendopo, yang ternyata penuh
dengan pejabat, relawan, wartawan dan pengungsi. Tidak banyak info yang kami
dapatkan, kecuali mengetahui secara garis besar apa yang terjadi. Kami juga ingin
memastikan keadaan, karena beredar isu-isu akan terjadi tsunami susulan yang

142
meresahkan masyarakat. Menjelang terbit matahari rombongan kembali ke posko MER-
C.

@@@@@@@@@@@

Pagi, 29 Desember, setelah mandi ala kadarnya dan sarapan, saya keluar dengan
mengenakan topi dan rompi Front Pembela Islam (FPI) untuk memastikan apa yang
terjadi. Dengan berjalan kaki, tempat pertama yang saya kunjungi adalah masjid raya
Baiturrahman yang berada di pusat kota Banda Aceh. Pagi itu keadaan masih lenggang,
sepi, tidak terlihat keramaian sebagaimana keadaan sebelum-sebelumnya yang penuh
sesak. Biasanya disekeliling masjid penuh dengan warung kopi tempat masyarakat Aceh
memulai kehidupannya, sarapan sambil ngobrol. Di halaman masjid saya menemui
beberapa perwira tentara sedang mengatur pasukannya yang menyingkirkan tumpukan
material dari halaman masjid. Saya langsung menuju masjid dan masuk ke dalam, tanpa
memperhatikan keadaan sekeliling. Begitu sampai di tengah-tengah masjid, baru saya
sadar, saya berada ditengah-tengah sisa-sisa darah dan potongan-potongan kulit mayat
yang mulai membusuk. Masya Allah...., seakan isi perut saya akan keluar, karena tidak
tahan baunya. Dengan penahan napas dan muntah, saya berlari keluar masjid untuk
mencari udara segar. Di tengah kegalauan hati, saya pandang sekeliling, tidak ada kata-
kata yang mampu terucapkan, kecuali hanya menyeru, "Maha Suci dan Maha Besar
Allah dengan segala Kekuasaan-Nya".
Pagi itu di halaman masjid saya bertemu dengan KSAD, Jendral Ryamizard
Ryachudu dan Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid. Saya menghampiri mereka yang
dikelilingi beberapa orang jendral, di antaranya Pangdam Iskandar Muda, Mayjen
Endang Suwarya. Saya informasikan kepada KSAD, Front Pembela Islam akan
mengirimkan ratusan relawan dari seluruh Indonesia dan meminta agar dapat dibantu
memberikan fasilitas. Pak Ryamizard berjanji akan membantu dan menitipkan kepada
Pangdam. Demikian pula kepada Ketua MPR, Pak Hidayat, saya memohon bantuan doa
agar diberi kekuatan dan kemudahan, yang dianggunggukannya sambil memesan agar
saya menjaga kesehatan selama berada di Aceh. Dengan Pak Hidayat, saya kenal lama,
terutama ketika beliau ikut menjadi pembanding ketika peluncuran buku saya "Panduan
Jihad Untuk Aktivis Islam" di Jakarta pada pertengahan 2001.
Setelah berkeliling melihat suasana kota yang porak poranda, saya kembali ke
pos relawan MER-C untuk meminjam telpon. Saya menelpon Habib Rizieq dan Farid
Poniman agar segera dikordinasikan pengiriman relawan dan bantuan kemanusiaan ke
Banda Aceh. Yang paling penting saya pesankan agar segera mengirim relawan yang
dapat membantu evakuasi mayat yang masih berserakan dan tidak terurus dengan
selayaknya sebagaimana diajarkan Islam. Jika mampu para relawan diharapkan dapat
membawa perlengkapan sendiri, terutama makanan agar tidak memberatkan
masyarakat yang sudah tertimpa musibah.
Untuk sementara, saya putuskan membuka posko di Masjid Baturrahman dengan
tenda pleton ABRI yang kami dapatkan dari Pangdam dan Kodim Banda Aceh. Posko

143
yang kami dirikan di depan masjid raya Baiturrahman dijadikan untuk posko bersama
dengan gerakan Islam lainnya, seperti Hizbut Tahrir, PII, GPI dan lainnya. Kami
bersama-sama dengan aktivis gerakan Islam saling bantu membantu untuk melancarkan
tugas-tugas kemanusiaan, sesuai dengan kemampuan yang kami miliki. Disamping itu,
saya mencoba untuk mekrut relawan lokal dari pemuda-pemuda Aceh yang diberi
imbalan ala kadarnya untuk membantu mengerjakan kegiatan kami, terutama untuk
membantu membersihkan masjid, mengevakuasi mayat dan membuka dapur umum.
Namun kebanyakan pemuda-pemuda Aceh dalam keadaan trauma, sehingga mereka
takut mendekati mayat yang sudah mulai membusuk. Alhamdulillah, relawan bantuan
kami datang dari Medan sekitar seratus orang dengan membawa logistik. Pada awalnya
masalah utama yang kami hadapi adalah tidak adanya air bersih di sekitar masjid dan
udara yang sangat pengap yang bisa membahayakan kesehatan relawan. Setelah mencari
tempat yang sesuai, posko relawan FPI dan Hilal Merah saya pindahkan ke Taman
Makam Pahlawan Banda Aceh dengan pertimbangan keamanan dan kesehatan.
Setelah posko Taman Makam Pahlawan berfungsi, banyak masyarakat yang
datang meminta bantuan, terutama untuk mengevakuasi mayat keluarga mereka
disamping untuk membantu pendistribusian makanan bai pengungsi. Sejak saat itu,
posko ini di kenal dengan Posko Pemburu Mayat. Bersamaan dengan itu, para relawan
sudah mulai berdatangan dengan bertahap, yang jumlah seluruhnya lebih dari 1000
orang. Untuk memudahkan pengkordinasian, saya membentuk Badan Logistik yang
bertugas untuk mempersiapkan segala kebutuhan logistik relawan yang dipimpin oleh
Dendam Prama Pandu. Alhamdulillah, relawan yang saya pimpin dapat menjalankan
tugas-tugasnya dengan baik, walaupun penuh dengan suka dan duka yang tidak
mungkin dilupakan. Sejak penemuan jenazah Sayyid Hussaini, Ka Humas Polda NAD
oleh tim relawan kami, masyarakat dan pemerintah mulai memberikan bantuan dan
perhatian kepada relawan kami yang penuh dengan kekurangan. Bantuan dari Menko
Kesra Alwi Shihab dan Pang Ops. Mayjen Bambang Dharmono telah banyak
memberikan kemudahan untuk aktivitas relawan kami.
Semakin banyak relawan kami yang datang secara bergelombang via laut dan
udara, maka semakin banyak pula aktivitas yang dapat dilakukan, disamping
mengevakuasi mayat, relawan kami juga mengadakan pengobatan keliling,
membersihkan masjid, mendistribusikan bantuan ke pengungsi, membuat pompa air dan
lainnya. Pemerintah memberikan bantuan 10 truk dan 1 mobil kijang untuk
memudahkan kegiatan relawan kami.

@@@@@@@@

Ketika memimpin tim relawan untuk mengevakuasi mayat-mayat yang berada


direruntuhan bangunan, saya benar-benar merasakan kekerdilan diri sebagai seorang
manusia dihadapan alam, apalagi dihadapan Yang Maha Penciptanya. Saya, manusia
siapa saja, apakah pejabat, jendral, pengusaha dan lainnya tidak ada artinya, bahkan
tidak punya kekuatan apalagi kekuasaan untuk mencegah terjadinya bencana maha

144
dahsyat ini. Memangnya siapa manusia yang merasa dirinya sombong dan sok jagoan
yang berani menentang dan menantang Sang Maha Kuasa dengan Kemaha Digdayaan-
Nya. "Ya Allah Yang Maha Kuasa, kami memang benar-benar kerdil, kecil, tidak ada
artinya sama sekali dihadapan-Mu Yang Maha Agung. Jika Engkau menghendaki, tiada
siapapun yang dapat mencegah-Nya, Engkau Maha Perkasa lagi Maha Kuat. Ketika
Engkau berikan peringatan kepada hamba-Mu di Serambi Mekah ini, maka tidak ada
seorangpun yang mampu mencegahnya, walaupun dia seorang Presiden sekalipun.
Maha Suci Engkau Ya Allah, Tuhanku dan Tuhannya seru sekalian alam, ampunilah
kami, saudara-saudara kami yang telah Engkau ambil ke sisi-Mu. Ya Allah, hanya inilah
yang mampu ucapkan dihadapan Keagungan-Mu".
Setiap saya kerja di reruntuhan bangunan untuk mencari saudara-saudara saya
yang wafat tertimbun, pasti air mata saya tidak pernah berhenti menenes, terkadang
saya tidak kuasa menahan pilu dan kesedihan yang mendalam melihat keadaan saudara-
saudara saya yang wafat dan tidak terurus. Terkadang saya membayangkan, bagaimana
seandainya kalau saya yang tertimpa musibah ini, saya tidak dikenal lagi oleh keluarga,
tidak tau dimana kuburan saya, tidak ada yang menziarahi, dan bahkan tiada yang
mengurus jenazah saya sebagaimana yang telah diperintahkan ajaran Islam. Ya Allah,
hatiku senantiasa bergetar, takut kepada Allah jika ditimpakan musibah yang tak
tertanggungkan ini. Di saat-saat istirahat mengevakuasi mayat, saya selalu menasihatkan
kepada diri dan rekan-rekan saya agar selalu mengambil pelajaran pada apa yang
mereka lihat. Peringatan yang paling manjur adalah selalu mengingat mati dan
kematian. Mudah-mudahan banyaknya kematian yang kami saksikan akan selalu
menjadi pengingat kepada kami, siapakah kami, kemanakah kami akan pergi, dan yang
paling penting, kami pasti akan mati menyusul saudara-saudara kami, dan kami masih
memiliki kesempatan untuk memilih cara mati yang mulia dan tinggi, syahid di jalan
Allah kelak. Insya Allah.
Kadang kala saya memandang sejauh pandangan mata, menyaksikan sebuah
keadaan mengerikan yang dipenuhi dengan reruntuhan kota Banda Aceh, dan
kadangkala saya tidak percaya bahwa diri saya saat ini tengah berada di reruntuhan
sebuah kota yang masyarakatnya terkenal dengan tradisi keislamannya. Ribuan mayat
yang kami evakuasi dengan berbagai posisi dan keadaan yang belum pernah saya
saksikan seumur hidup. Coba bayangkan, di sungai Pasar Ikan Peunayong, puluhan ribu
mayat terapung-apung, ratusan kilo meter bersama tumpukan sampah. Terkadang kami
menemukan mayat yang keadaan sangat memprihatinkan, namun terkadang kami
menemukan mayat yang masih utuh setelah berminggu-minggu terlantar. Terkadang
kami menemukan mayat yang telanjang bulat, tidak menyisakan selembar benangpun,
kebanyakannya wanita, namun kami juga menemukan mayat yang masih utuh memakai
jibab dan purdahnya, mayatnya utuh. Saya sendiri terlalu susah untuk
membayangkannya, apalagi menceritakannya dengan tepat.
Di tengah-tengah kebingungan saya, terkadang bertanya dalam hati, kenapa
bangunan masjid banyak yang selamat, sementara bangunan beton yang jauh lebih kuat
luluh lantak? Apakah ini sebuah kebetulan sebagaimana teman-teman relawan bule saya

145
berkeyakinan, atau memang ada kekuatan yang menghendaki agar masjid selamat?
Sebagai seorang yang beriman, saya yakin seyakin yakinnya bahwa apapun yang terjadi
di muka bumi ini pasti atas kehendak Allah, termasuk apa yang menimpa Aceh. Bahkan
Allah Yang Maha Kuasa telah mengirimkan pesan lewat masjid-masjid, yang disebut
sebagai rumah Allah, yang telah diselamatkan-Nya sebagai pelajaran untuk orang-orang
yang berakal. Karena seandainya masjid-masjid itu tidak diselamatkan Allah SWT, tentu
ada alasan bagi orang-orang sekuler untuk mengatakan bahwa bencana ini hanyalah
kejadian alam, tidak ada hubungannya dengan Tuhan Pencipta. Namun dengan
selamatnya masjid, seperti masjid Baturrahim di bibir pantai Ulee Lhee, maka tidak ada
yang bisa menafikan akan adanya Kekuasaan Allah yang menyelamatkan rumah-Nya,
sementara bangunan-bangunan kokoh lainnya hancur berantakan.
Terlalu banyak hikmah yang saya dapatkan selama memimpin tim relawan yang
total jumlahnya lebih seribu. Dengan mengucapkan syukur yang tiada terhingga kepada
Allah SWT, ucapan terima kasih kepada rekan-rekan relawan FPI, Hilal Merah,
pemerintah pusat dan daerah, TNI dan masyarakat serta siapapun yang telah membantu
perjuangan kami. Semoga Allah senantiasa membalasnya dengan yang setimpal dan kita
mendapat hikmah yang besar dari kejadian yang telah menimpa saudara-saudara kita di
Aceh. Bahwa bencana yang telah menimpa Aceh dan sekitarnya bukan hanya sebuah
bencana alam biasa, namun bencana dahsyat ini adalah sebuah pesan, sebuah peringatan
dari Sang Penguasa Alam kepada umat manusia, terutama bangsa Indonesia. Jika
Serambi Mekah saja diberikan bencana dahsyat, maka tidak mustahil akan datang lagi
bencana yang lebih dahsyat dan lebih besar jika bangsa ini tidak mau mengambil
pelajaran dan menerima pesan dan peringatan yang disampaikan.

@@@@@@@@@@@@@

Beberapa hari setelah ketibaan saya di Banda Aceh, ketika sedang sibuk
membangun tenda pleton untuk posko kemanusiaan kami di halaman Masjid
Baiturrahman, datang seorang yang belum saya kenal. Dari penampilannya, saya
memastikan dia seorang ulama atau ustadz, karena memakai jubah lengkap dengan
sorbannya serta berjenggot lebat. Setelah memberikan salam, beliau menanyakan kepada
relawan kami, siapa pimpinan rombongan. Salah seorang relawan menunjuk ke arah
saya yang sedang sibuk membenahi kelengkapan logistik para relawan. Ustadz
Habibullah, sebut saja begitu namanya, kemudian menghampiri saya, sambil
mengucapkan salam, kami berpelukan erat, erat sekali seperti teman yang sudah lama
saling kenal. Kami tidak bisa mengucapkan apa-apa, karena sama-sama terharu, dan
saya dapat merasakan kepedihan dan kesedihan ustadz. Saya mempersilahkan beliau
masuk ke tenda kami untuk menghormati dan memenuhi keperluan atau hajatnya.
Beliau menceritakan pengalamannya ketika terjadi bencana panjang lebar,
keadaan masyarakatnya pada saat itu, terutama di sekitar tempat tinggalnya. "Ana
tinggal tidak jauh dari sini" katanya dengan logat Acehnya yang kental. Ketika kejadian,
beliau sedang dalam perjalanan menuju tokonya di belakang komplek masjid

146
Baiturrahman. "Saya dengar tim yang ustadz pimpin akan mengevakuasi mayat"
tanyanya, yang saya jawab dengan anggukan seraya minta pertolongan beliau untuk
dapat membantu, dan beliau menyanggupinya dan juga akan meminta beberapa anggota
jama'ahnya untuk ikut membantu relawan kami.
Sambil menunggu sarapan kami berbincang-bincang tentang masalah kejadian
yang menimpa Aceh. Sejenak beliau berhenti bicara, sambil mengambil napas panjang
dan dalam, dengan mata sinar mata yang menunjukkan kegetiran, beliau berkata dengan
nada rendah memecah keheningan kami. "Menurut ana...." katanya, "memang sudah
sepantasnyalah Allah SWT menurunkan azab ini kepada masyarakat Aceh....". Saya
terkejut bukan kepalang. Kata-kata ustadz yang sudah 25 tahun menjadi da'i dan
muballigh ini benar-benar membelalakkan mata saya, saya tidak pernah menyangka
beliau akan berkata seperti itu. Dengan ragu-ragu saya menanyakan kembali, apakah
benar kata-kata yang baru saya dengar atau memang saya salah dengar atau memang
hanya presepsi saya yang salah. Namun ternyata tidak, dengan penuh keyakinan beliau
mengulang kata-katanya "masyarakat Serambi Mekah ini memang sudah selayaknya
mendapat Tsunami ini ustadz" sambil dengan jelas dan fasihnya beliau membacakan
ayat-ayat al-Qur'an yang dijadikannya sebagai dasar dalam mengambil kesimpulan.
Sayapun tidak dapat berkata apa-apa, sambil merunduk saya mendengar ayat al-Qur'an
yang dibacanya.
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan dari bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-
ayat Allah) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Maka apakah penduduk
negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di
waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari
kedatangan siksaan Kami pada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika
mereka sedang bermain? (al-A'raf : 96-98)
...Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang Rasul. Dan jika Kami
hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada para pemuka di negeri itu
supaya mentaati Allah, tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah
sepantasnyalah berlaku ketentuan Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-
hancurnya. Dan berapa banyak kaum setelah Nuh telah Kami binasakan. Dan cukuplah Tuhanmu
Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya (al-Isro: 15-17)
Maka masing-masing Kami siksa disebabkan oleh dosanya, maka di antara mereka ada
yang Kami timpakan kepadanya hujan batu dan ada di antara mereka yang ditimpa suara keras
yang menggelegar, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara
mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak menzalimi mereka, akan tetapi
merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri. (al-Ankabut : 40)
"Coba ustadz renungkan..." lanjutnya, "kami masyarakat Aceh terkenal dengan
keistiqomahan kami menegakkan ajaran Islam, sampai-sampai bangsa Indonesia
menyebutnya sebagai Serambi Mekah". Katanya sambil memandang tajam ke arah saya.
"Masa masyarakat Serambi Mekah tidak ada bedanya dengan masyarakat serambi
Amerika seperti Jakarta? Bahkan kadang-kadang pemimpin dan ulama kami disini

147
sudah banyak yang menyimpang dan mungkin munafik, mereka hanya berlomba untuk
mencari jabatan dan kepentingan dunia, tidak menjalankan kewajibannya memimpin
dan menasihati, tidak memikirkan rakyatnya yang menderita". Saya hanya
mendengarkan kata-katanya dengan penuh perhatian. "Ustadz bisa lihat kelakuan anak
muda Aceh sekarang, terutama di pinggir pantai sana. Mereka telah melanggar syari'at,
berbuat maksiat, tidak lagi mendengar nasihat orang tua-tua, pergaulan mereka bebas,
jilbab hanya dipakai untuk menghindari razia petugas bukan dari dalam hatinya".
Sambil menikmati sarapan pagi mie instan dan teh panas bersama beberapa relawan,
ustadz menambahkan keherananya, "masa pemimpin Serambi Mekah seperti Gubernur
Puteh terlibat korupsi, ini apa namanya?" dengan suara meninggi. "Nah, kalau
pemimpin-pemimpinnya saja telah melakukan tindakan biadab dan melanggar perintah
Allah, maka pasti Allah akan memberikan azab kepada masyarakat, apalagi masyarakat
tidak mencegah kemungkaran yang dilakukan pemimpinnya, lebih menyedihkan lagi
jika ulama sudah ketakutan menyampaikan kebenaran" lanjutnya dengan menyitir
beberapa hadits dengan fasih.
Pagi itu kami mengakhiri pertemuan dengan kesepakatan untuk membantu
ustadz mengevakuasi mayat beberapa sanak keluarganya yang masih belum terurus di
sekitar toko-toko di samping komplek masjid Baiturrahman, berdekatan dengan pasar
Banda Aceh. Ketika akan berpisah, sambil berpelukan, ustadz berpesan kepada saya,
"tolong sampaikan kepada pemimpin-pemimpin negeri ini, terutama Presiden, agar
mereka dapat mengambil pelajaran dari peristiwa dahsyat ini", sambil membaca ayat al-
Qur'an, beliau berkata "Allah tidak akan menjadikan apapun sia-sia di muka bumi ini,
pasti ada pelajarannya, pasti ada pesan yang tersirat dan tersurat yang harus difahami",
saya hanya mampu menganggukkan kepala.
Ada penyesalan mendalam yang ditunjukkan ustadz yang alim ini, terutama
kepada pemerintah pusat yang dianggapnya lambat dalam menyelesaikan bencana
dahsyat ini. Beliau beranggapan pemerintah belum memiliki sistem terpadu dalam
menyelesaikan bencana yang maha dahsyat ini, mungkin ini dapat difahami karena
memang bangsa Indonesia baru kali ini sejak kemerdekaan mendapat bencana besar
seperti ini. Namun yang paling menyedihkan adalah sikap para pemimpin di Jakarta
yang tidak mau mengambil pelajaran dari peristiwa yang menimpa masyarakat Aceh.
"Apakah azab ini hanya untuk kami masyarakat Aceh saja ?" tanyanya dengan suara
dalam, dan dijawabnya sendiri "tentu tidak, ini adalah azab untuk seluruh bangsa
Indonesia" tegasnya. "Jika kami yang dianggap alim dan istiqomah saja dapat di azab
dengan dahsyat, maka jangan mengira bahwa azab yang lebih dahsyat tidak akan
menimpa kota-kota lain di Indonesia". Ibaratnya seperti jika sang bapak sudah marah
sama anak kesayangannya, maka anak-anak yang lain jangan merasa aman dari
murkanya. "Demikian pula dengan bangsa Indonesia, jika Serambi Mekah saja
dihancurkan, maka tidak mustahil kota-kota yang lebih kotor dan masyarakatnya lebih
rusak akan dihancurkan" tegasnya. Di akhir pembicaraan beliau menyimpulkan agar
bangsa Indonesia dapat mengintrospeksi kesalahannya dan segera bertobat nasuha dan
melakukan amalan sholeh.

148
Sejak pertemuan dengan ustadz yang saya anggap jujur dan ikhlas itu, saya terus
memikirkan apa yang dikatakannya, terutama tentang keniscayaan azab Allah yang
diturunkan kepada masyarakat Serambi Mekah. Kata-katanya selalu terngiang-ngiang,
terutama ayat-ayat yang dibacanya dengan penuh keyakinan. Di tengah-tengah
kehancuran kota Banda Aceh yang tak terbayangkan, terutama ketika mengevakuasi
mayat, saya selalu teringat dengan kata-kata ustadz yang kharismatis itu, kemudian
merenung, apakah memang benar azab yang maha dahsyat ini sepantasnya ditimpakan
kepada Aceh, ataukah memang ini sebuah bencana alam yang tidak pandang bulu, yang
akan menimpa siapa saja di antara umat manusia, tidak pandang agama dan
kepercayaannya. Terkadang masalah ini saya diskusikan dengan beberapa intelektual
muda Aceh ataupun para aktivis Islam dan birokrat, pengusaha ataupun masyarakat
umum. Memang seperti ada sebuah kesepakatan tentang ketidakfahaman mereka,
terutama kenapa Aceh dilanda bencana, tapi mereka memang mengakui bahwa telah
terjadi perubahan fundamental dalam tradisi dan kebiasaan masyarakat Aceh. Generasi
muda sudah meninggalkan tradisi agung nenek moyang mereka, sementara para cerdik
pandai memilih keluar Aceh, dan yang berani melakukan pemberontakan atas nama
penindasan. Namun kami sepakat, ada pesan dan pelajaran yang mesti di ambil dari
bencana kemanusian terdahsyat pada abad ini.
Terlalu banyak hikmah dan pelajaran yang saya dapatkan dari kehancuran kota
Banda Aceh akibat bencana gempa dan tsunami. Hari demi hari, selama 40 hari di Aceh
menjadi relawan kemanusiaan, saya mendapat banyak hal, terutama yang berkaitan
dengan peningkatan spiritual. Saya dapat bergaul dan memahami kerja relawan
kemanusian dari berbagai negara yang membantu saudara-saudara kita dengan
keikhlasan, namun tidak kurang juga ada yang ingin mengambil kesempatan dengan
bencana ini. Itulah sebabnya tidak henti-hentinya kami dari gerakan Islam menyerukan
agar para relawan tetap bekerja dalam koridor kemanusiaan saja dan tidak
mengedepankan misi terselubung yang akan menambah permasalahan yang dihadapi
masyarakat Aceh yang sudah penuh dengan penderitaan. Intinya keikhlasan,
kesungguhan dan keberanian yang ditunjukkan tim relawan kami telah menjadikan
mereka sangat dekat dengan masyarakat Aceh. Sampai saat ini kami tetap membina
hubungan dengan masyarakat Aceh melalui program pembangunan masyarakat
ataupun infrastruktur.

@@@@@@@@@@@@@

Setelah lebih 40 hari di Banda Aceh, saya kembali ke Jakarta. Sejak tiba di Bandara
Soekarno Hatta, saya melihat keadaan yang sangat kontras dengan apa yang saya lihat di
Aceh. Jakarta, kota metropolis tidak pernah berubah dengan kesibukan dan keangkuhan
serta kegemerlapannya. Terus terang, hati saya masih trauma dengan keadaan yang
menimpa saudara-saudara yang ada di Aceh, sehingga terkadang terbawa-bawa dalam
prilaku keseharian. Kesedihan dan kepiluan masih terasa di relung hati ini, sementara
masyarakat ibukota tetap dengan kegiatan yang mereka lakukan. Kepulangan saya ke

149
Jakarta dimaksudkan untuk mencari kemungkinan program bantuan kemanusian untuk
masyarakat Aceh, namun memang tidak mudah meyakinkan manusia-manusia modern
tentang kebaikan dan pertolongan. Bersama-sama dengan beberapa orang teman,
diantaranya Dr. Shechan Shahab, Dr. M. Firdaus, Farid Poniman, Muzakir Rido, Erman
Kardila dan lainnya, kami sepakat untuk membesarkan Hilal Merah yang memang sejak
dari awal dideklarasikan di Medan pada tahun 2003 ditujukan untuk membantu
saudara-saudara di Aceh.
Namun demikian, ada misi utama yang perlu saya sampaikan kepada bangsa
Indonesia, sebagaima yang diharapkan oleh masyarakat Aceh, bahwa musibah yang
mereka alami, bukan saja sekedar peringatan untuk mereka saja, tapi untuk bangsa
Indonesia seluruhnya. Pesan dan pelajaran berharga yang harus disampaikan kepada
bangsa Indonesia yang tengah menghadapi krisis multi dimensi, yang telah
meluluhlantakkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pesan-pesan yang
jelas dan terang benderang dari Sang Pencipta alam yang ditujukan kepada seluruh
komponen bangsa Indonesia. Pesan yang disampaikan dengan harga yang sangat mahal,
namun sayangnya tidak disadari dan tidak difahami oleh para pemimpin bangsa ini
sehingga mereka masih asyik mengejar jabatan dan saling rebutan kedudukan yang
menambah sengsaranya umat ini. Saya ingat janji saya kepada ustadz yang menemui
saya di halaman masjid raya Baiturrahman, saya akan menulis hikmah dan pesan
tsunami kepada bangsa Indonesia, khususnya para pemimpin mereka.
Karena kesibukan-kesibukan yang tidak dapat dihindarkan, maka amanah untuk
menulis pesan Allah SWT dari peristiwa tsunami Aceh tersebut belum sempat saya
penuhi, sehingga selalu mengganggu fikiran. Sampai akhirnya saya menemukan dua
buah buku yang memang sesuai dengan keinginan masyarakat Aceh. Satu ditulis oleh
ulama aktivis yang saya kenal keistiqomahannya, Dr. Abdurrahman Al-Baghdady
berjudul Tsunami Tanda Kekuasaan Allah dan satu lagi ditulis oleh putra Aceh Apridar
berjudul Tsunami Aceh, Azab atau Bencana?. Alhamdulillah, saya menjadi lega, ternyata
kedua penulis telah menjelaskan dengan sangat bagus tentang bencana tsunami yang
dikaitkan dengan peringatan Allah SWT. Kedua penulis berkeyakinan bahwa bencana
tsunami yang terjadi di Aceh adalah semata-mata atas kehendak Allah Yang Maha
Pengatur, bukan sekedar kejadian alam biasa sebagaimana difahami orang sekuler.
Demikian pula mereka dapat meyakinkan dengan dalil-dalil yang pasti bahwa tsunami
merupakan peringatan dari Allah yang mesti diperhatikan. Namun sayang untuk yag
kedua ini, tidak mendapat tanggapan yang sepatutnya dari bangsa Indonesia, khususnya
para pemimpin mereka.
Menurut Dr. Abdurrahman Al-Baghdady, bencana gempa dan tsunami yang
melanda Aceh dapat dilihat dari dua sudut. Dari sudut pandangan orang-orang beriman,
maka bencana itu merupakan ujian atas keimanan, sementara bagi orang-orang yang
kafir, jelas merupakan azab atas kedurhakaan mereka. Sehubungan dengan itu, beliau
menulis:
Salah besar jika ada orang yang berpendapat bahwa korban gempa dan tsunami
yang baru saja terjadi adalah menimpa mereka orang-orang yang berdosa yang layak

150
untuk dibinasakan. Ini adalah satu kesimpulan serampangan. Dan kesimpulan dengan
serampangan adalah satu kebodohan.
Setiap orang mati sesuai dengan niat dan amalannya masing-masing yang hal ini
disebutkan sebagaimana dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dalam kitab
Syu'abul Imaan dari Aisyah ra, "Bahwasanya Allah jika menurunkan murka-Nya kepada
kaum yang mengingkari-Nya, maka Dia mematikan terlebih dahulu orang-orang yang
sholih dari mereka. Mereka lalu dibinasakan sebab sudah matinya orang-orang shalih
tersebut, kemudian mereka dibangkitkan kembali sesuai dengan niat dan perbuatan
mereka."
Dan inilah yang menimpa penduduk pesisir Asia Tenggara, yang mana ini adalah
ujian karena sebagian mereka adalah orang-orang mukminin. Allah berfirman :
Dan sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengansedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan: "Innaa lillahi wa inna ilahi raaji'un". Mereka itulah yang mendapatkan
keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk." (al-Baqarah : 155-157).
Gempa merupakan siksaan bagi mereka yang berdosa sebagaimana dalam firman
Allah:
Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang
berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras. (Huud : 102)
Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka
sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sehingga datanglah janji Allah.
Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji." (al-Ra'du : 31)
Gempa ini juga mengingatkan orang-orang yang tidak memperdulikan keadaan
(kebaikan/keburukan) masyarakat sekitarnya, tidak peduli dengan dakwah islamiyah,
karena mengira kebaikan dirinya dapat dijadikan alasan dihadapan Allah untuk
mengajak baik kepada orang lain, dan mereka mengira bahwa kebaikannya itu dapat
menyelamatkannya dari siksa dunia dan akhirat. Gempa tersebut mengingatkan manusia
akan firman Allah :
Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zhalim, sedang
penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan. (Huud : 117).
Gempa ini menunjukkan kepada mereka bahwa kerusakan yang mereka
sebabkan dapat menenggelamkan perahu masyrkat, mengancam keamanan mereka,
padahal jika siksa diturunkan, maka yang akan menerimanya adalah mereka semuanya
bersama-sama dan tidak ada yang diperkecualikan. Allah berfirman :
Dan peliharalah dirimu daripada siksa yang tidak khusus menimpa orang-orang yang
zhalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya". (al-Anfaal :
25). ( demikianlah komentar Dr. al-Baghdady, hal : 193-199)
Pendapat ini diperkuat dan dipertegas oleh Apridar putra Aceh yang mengetahui
keadaan masyarakatnya karena hidup dalam lingkungannya sebagai aktivis. Dia menulis
:

151
Dalam kamus Islam, setiap kaum tidak mungkin akan menerima "hukuman
Tuhan" apabila sebagian atau keseluruhan kaum tersebut tidak "melampaui batas".
Tetapi, apabila sebagian atau keseluruhan kaum tersebut bersikap melampaui batas,
eksesnya yang niscaya adalah sebuah "hukuman Tuhan" yang bisa berbentuk bermacam-
macam, gempa bumi, gelombang tsunami, gunung meletus, banjir, tanah longsor, meteor
jatuh, kekeringan, kelangkaan pangan, dan lain sebagainya. Kasus gempa dan tsunami
Aceh, dalam persfektif ini, juga menyiratkan bukti-bukti tersebut. Yayasan Daulat
Remaja NAD, dalam laporannya mensinyalir bahwa menjamurnya pekerja seks
komersial (PSK) di NAD merupakan benang merah dengan merajalelanya korupsi dalam
pemerintahan daerah NAD. Yayasan tersebut menyebut banyak pejabat daerah NAD
menjadi pelanggan para PSK yang tersebar di berbagai wilayah berjulukan Serambi
Mekah tersebut, padahal di NAD sudah berlaku syariat Islam. Hal inilah yang
mengakibatkan semakin merajalelanya kemaksiatan di bumi rencong itu. Laporan
Serambi Indonesia yang menyebutkan Kuala Simpang telah menjadi lahan subur
kemaksiatan juga menguatkan bahwa Aceh pra-tsunami telah kotor dengan berbagai
penyimpangan yang sebelumnya tidak pernah ada. ( hal 150).
Kedua penulis yang berbeda latar belakang dan tempat tinggal ini memandang
bahwa peristiwa bencana yang telah menimpa Aceh dan sekitarnya, yang telah
menimbulkan korban besar dan kerugian tak terkira ini mengandung banyak pelajaran
khususnya kepada bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia yang tengah dilanda krisis multi
dimensi saat ini diharapkan mempu mengambil pelajaran dari semua peristiwa yang
menimpanya, baik peristiwa-peristiwa sebelumnya yang telah mengantarkan bangsa dan
negara seperti keadaannya saat ini, ataupun peristiwa bencana gempa dan tsunami yang
terjadi di Aceh dan sekitarnya. Sebagaimana kebanyakan masyarakat lainnya, ternyata
kedua penulis ini juga merasa kecewa dengan tindakan pemerintah yang dianggap tidak
sistematik dan lambat dalam mengambil langkah-langkah strategis penyelesaian
bencana. Bahkan tidak ada pernyataan resmi dari pemerintah yang menyatakan
perlunya bangsa Indonesia mengintrospeksi keadaan mereka kenapa sampai ditimpa
ujian dan bencana yang bertubi-tubi, yang terus sambung menyambung tiada kunjung
berakhir, sepertinya mereka sama sekali tidak menangkap pesan-pesan dari peristiwa ini.

@@@@@@@@@@@@

Setelah kembali ke Jakarta, saya mengajak beberapa orang teman dekat,


khususnya dari kalangan cendekiawan dan profesional muda untuk mendiskusikan
beberapa permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia. Kelompok diskusi ini kami
namakan dengan kelompok "diskusi reboan", yang diadakan setiap hari rabu habis
maghrib dan dilaksanakan dua kali seminggu bertempat di LP3I Kramat. Diskusi yang
dipandu Syahrial Yusuf, pemilik LP3I Group, biasanya dihadiri oleh beberapa teman-
teman aktivis mahasiswa, mantan aktivis HMI seperti Muzakir Rido (mantan Sekjen
HMI), cendekiawan muda Dr. M. Firdaus (lulusan Universiti Malaya), Farid Poniman
(trainer KUBIK), Heri Rahmadi (bos Bambu Dua Group) dan beberapa teman-teman

152
lainnya. Setelah beberapa kali berdiskusi, yang lebih merupakan sebuah curhat kalangan
cendekia dan profesional muda, kami menyimpulkan ada sesuatu yang salah dan tidak
benar pada bangsa ini, sehingga ditimpa krisis demi krisis yang telah menimbulkan
krisis multi dimensi. Dan ternyata bukan hanya krisis multi dimensi saja yang menimpa
bangsa ini, tapi bencana demi bencana yang dahsyat datang silih berganti, dari gempa di
Nabire, Alor sampai tsunami di Banda Aceh dan terakhir gempa di Kepulauan Nias.
Dengan segala keterbatasan yang kami miliki, sebagai kelompok menengah bangsa
Indonesia merasa bertanggung jawab untuk memberikan sesuatu kepada bangsa dan
tanah air. Kami membagi tugas masing-masing, dan biasanya saya diserahkan untuk
menganalisis permasalahan bangsa dari sudut pandang Islam, bidang yang sangat saya
minati.
Dorongan teman-teman dan juga beberapa peristiwa yang saya alami di Banda
Aceh terdahulu telah menimbulkan sesuatu yang agak aneh pada diri saya. Tiba-tiba
saya merasa asing dengan diri sendiri, tujuan hidup, jalan yang harus ditempuh, sampai
masalah-masalah krisis hubungan dengan keluarga. Apakah kesedihan yang mendalam
terhadap apa yang tengah ditimpa bangsa Indonesia, menjadikan saya seperti saat ini,
menjadi manusia yang asing dengan kehidupannya sendiri. Terkadang saya tidak tahu
mesti berbuat apa, kecuali hanya membaca buku, berjalan-jalan keliling Jakarta, Bogor,
Depok dan sekitarnya atau berkumpul dengan teman-teman lama membicarakan masa
lalu sambil merencanakan sesuatu yang baru. Tapi semua itu membuat saya semakin
gelisah dan resah, yang menambah buruknya hubungan saya dengan orang-orang
terdekat saya, baik di organisasi maupun pribadi. Dan saya merasa ada krisis yang
tengah menimpa diri saya setelah pulang dari Aceh, apa yang Danah Zohar, dalam buku
SQ : Spiritual Intelligence - The Ultimate Intelligence, menamakannya dengan krisis
spiritual, krisis manusia yang kehilangan makna dalam hidupnya.
Biasanya dalam menghadapi masa-masa sulit, saya akan kembali kepada
kebiasaan lama yang sudah saya praktekkan sejak berumur belasan tahun dulu, ketika
menjadi aktivis di Yogja, menjalani sebuah pendekatan spiritual yang biasa dikenal
dengan pembersihan jiwa atau orang biasanya menyebut dengan nyufi. Tradisi ini adalah
kebiasaan yang dilakukan oleh para Nabi dan para pengikutnya, termasuk yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad saw dan para shohabatnya, yang dalam bahasa
tasaufnya dikenal dengan tahannus atau uzlah. Pada tradisi klasik, uzlah biasanya
dilakukan dengan meninggalkan semua kehidupan dunia dan mengasingkan diri dari
masyarakat, namun pemikir Islam kontemporer dari Mesir, Sayyid Qutb, memberikan
sebuah model baru dalam beruzlah, yaitu uzlah su'uriyyah, artinya uzlah yang tidak
meninggalkan kegiatan dan interaksi dengan masyarakat namun tetap melakoni uzlah
melalui uzlah pemikiran. Dan uzlah ala Qutb inilah yang saya lakoni, dengan mengambil
tempat yang berdekatan dengan Masjid dan Islamic Centre milik Habib Abdurrahman
Al-Habsyi yang dikenal dengan Habib Kwitang. Saya bisa berkonsentrasi beribadah di
masjid dan berdekatan dengan kantor saya di komplek Senen Jakarta Pusat.
Dalam proses uzlah ini, banyak hal yang saya dapatkan, terutama untuk
pencerahan diri dan sekaligus pensucian jiwa serta penjernihan fikiran. Saya mencoba

153
masuk ke dalam diri, memahami hakikat, jati diri, potensi, pengalaman hidup,
keinginan, cita-cita, realitas kehidupan masa kini dan yang berkaitan dengan hubungan
sesama manusia. Uzlah ini juga diperkuat dengan ibadah-ibadah sunnah serta
memahami bacaan-bacaan dari beberapa kitab klasik karangan Ibn Thaimiyah, Ibn
Qoyyim, Al-Ghazali, Ibn Qudamah, Ibn Atha'illah, Abdul Qadir Jaelani, al-Qurthubi
sampai karangan Said Hawa, Yusuf Qordhowi, Mohammad Al-Ghazali, A'id al-Qorni,
Danah Zohar, Daniel Golemen, Ary Ginanjar dan lainnya. Disamping untuk diri sendiri,
saya juga merenungkan apa yang tengah dihadapi bangsa Indonesia. Banyak kejadian
spiritual yang mungkin tidak dapat diceritakan, namun intinya saya dapat memahami
sekelumit dari makna hidup dan kehidupan yang mesti dilalui oleh manusia, baik
sebagai dalam urusan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Saya berencana,
semoga Allah SWT memperkenankannya, untuk menulis pengalaman-pengalaman
spiritual yang saya alami sejak beberapa tahun lalu agar dapat bermanfaat untuk agama,
bangsa dan negara, insya Allah.
Khusus untuk bangsa Indonesia yang akan memperingati kemerdekaannya yang
ke 60 pada 17 Agustus 2005, saya merasa berkewajiban untuk memberikan sumbangsih
sebagai anak bangsa dengan membuat sebuah tulisan dan menyampaikan pesan yang
telah diamanahkan beberapa orang teman, terutama masyarakat Aceh dan beberapa
ulama dan ustadz yang saya jumpai di Banda Aceh ketika menjadi relawan
kemanusiaan.
Setelah mengakhiri masa uzlah fase pertama selama 40 hari, saya mulai mendapat
gambaran dan keyakinan tentang apa yang dihadapi bangsa Indonesia. Bahwa krisis
multi dimensi ataupun bencana-bencana dahsyat yang menimpanya, bukanlah sebuah
kebetulan, tapi sebuah keniscayaan yang mesti diterima bangsa Indonesia akibat
perbuatan mereka, baik secara bersama-sama, sekelompok orang, kalangan elit atau
pemimpinnya yang tidak dicegah oleh sekelompok orang lainnya. Bahwa bangsa
Indonesia ditimpa musibah, baik berupa krisis multi dimensi yang tidak bisa
diselesaikan oleh para cerdik pandai dan pemerintah, perilaku korup sebagian pejabat,
kerusakan moral generasi muda sampai pada bencana demi bencana dahsyat yang
datang silih berganti, tidak lain karena bangsa ini secara fundamental telah mendapat
laknat dari Allah, malaikat, manusia dan seluruh alam raya.
Dalilnya adalah ayat-ayat dibawah ini (surat Ali Imron : 81-91), yang ketika saya
baca dan renungkan, seperti baru saja saya fahami maknanya, dan saya kutipkan dari
terjemahan al-Qur'an oleh Departemen Agama RI.
Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, "Manakala Aku
memberikan kitab dan hikmah kepadamu lalu datang kepada kamu seorang rasul yang
membenarkan apa yang ada pada kamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman
kepadanya dan menolongnya. Allah berfirman, "Apakah kamu setuju dan menerima perjanjian
dengan-Ku atas yang demikian itu?". Mereka menjawab, "Kami setuju." Allah berfirman, "Kalau
begitu bersaksilah kamu (para nabi) dan Aku menjadi saksi bersama kamu".
Maka barangsiapa berpaling setelah itu, maka mereka itulah orang yang fasik.

154
Maka mengapa mereka mencari agama (dien) yang lain selain (dien) Allah, padahal apa
yang di langit dan di bumi berserah diri kepada-Nya, (baik) dengan suka maupun terpaksa, dan
hanya kepada-Nya mereka dikembalikan.
Katakanlah (Muhammad), "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan
kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan
apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-
bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya kami berserah diri (Muslimin)."
Dan barangsiapa mencari agama (dien) selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di
akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.
Bagaimana Allah akan memberi petunjuk kepada suatu kaum yang kafir setelah mereka
beriman, serta mengakui bahwa Rasul (Muhammad) itu benar-benar (Rasul), dan bukti-bukti
yang jelas telah sampai kepada mereka? Allah tidak memberi petunjuk kepada orang zalim.
Mereka itu, balasannya ialah ditimpa laknat Allah, para malaikat dan manusia
seluruhnya,
Mereka kekal di dalamnya, tidak akan diringankan azabnya, dan mereka tidak diberi
penangguhan,
Kecuali orang-orang yang bertobat setelah itu, dan melakukan perbaikan, maka sungguh
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Sungguh, orang-orang yang kafir setelah beriman, kemudian bertambah kekafirannya,
tidak akan diterima tobatnya dan mereka itulah orang-orang yang sesat.
Sungguh, orang-orang yang kafir dan mati dalam kekafiran, tidak akan diterima
(tebusannya) dari seseorang di antara mereka sekalipun (berupa) emas sepenuh bumi, sekiranya
dia hendak menebus diri dengannya. Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang pedih
dan tidak memperoleh penolong.

Apakah ayat-ayat al-Qur'an, firman Allah SWT Yang Maha Mutlak Kebenarannya
ini masih perlu ditafsirkan lagi, atau memang sudah jelas dan terang maknanya? Saya
sendiri perlu merenungi dan membacanya berulang-ulang secara teliti dan mendalam,
serta berusaha mencari pemahaman dari beberapa ahli tafsir Islam, baik yang klasik dan
modern. Dan saya berkesimpulan inilah pesan Allah yang terang benderang kepada
bangsa Indonesia saat ini dan sekaligus diberikan jalan keluar dari krisis multi dimensi
yang menerpanya saat ini.
Ayat ke 81 membicarakan tentang perjanjian antara Allah Sang Pencipta dengan
manusia, para utusannya yaitu para Nabi dan Rasul, bahwa semua mereka harus
bersungguh-sungguh beriman kepada apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad dan
menolongnya dalam menegakkan ajarannya. (lihat catatan kaki oleh Departemen
Agama). Perjanjian para nabi ini mengikat juga terhadap para pengikutnya dan umat-
umatnya.
Pada ayat 82, dijelaskan, siapapun mereka, apakah itu para nabi, umatnya,
pejabat, ulama, pengusaha, negarawan, pengusaha dan lain-lainnya yang berpaling atau
mengingkari janji yang telah mereka sepakati, maka mereka adalah orang yang fasik,
orang yang telah berkhianat kepada Allah SWT.

155
Dari kedua ayat ini jelaslah, bahwa sebuah bangsa yang telah mengadakan
perjanjian, apalagi perjanjian itu menyangkut masalah agama, masalah risalah Allah
yang diturunkan kepada nabi Muhammad, mereka wajib menepati perjanjian dan tidak
boleh berkhianat. Demikianlah pula bangsa Indonesia, pada tanggal 22 Juni 1945 telah
mengadakan perjanjian dengan Allah dan kaum muslimin, bahwa mereka akan
menjadikan Islam sebagai dasar berbangsa dan bernegara di Indonesia yang mayoritas
muslim, dengan menjadikan syari'at Islam sebagai dasar negara, sebagamana tercantum
dalam sila pertama Pancasila : Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi
pemeluknya. Dengan dasar negara inilah bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaannya
pada tanggal 17 Agustus 1945. Tapi ironisnya pada besok harinya, tanggal 18, setelah
memperoleh kemerdekaan, bangsa Indonesia telah berkhianat kepada Allah dengan
mencampakkan syari'atnya. Maka berdasarkan ayat ke 82, jelaslah bahwa bangsa
Indonesia telah berkhianat kepada Allah dan termasuk bangsa yang fasik. (Lihat bab
sebelumnya : Meluruskan Pancasila)
Pada ayat yang ke 83, Allah bertanya kepada manusia, kepada bangsa Indonesia,
mengapa mencari dien selain dari dien Allah. Tentang pengertian dien lihat sebelumnya
oleh Abul A'la Maudidi yang mengartikannya sebagai falsafah, way of live, idiologi dan
sejenisnya. Seakan-akan Allah berkata kepada bangsa Indonesia yang mayoritas muslim:
"Mengapa kamu mencari idiologi, falsafah, way of live, hukum, dllnya selain dari yang
diturunkan Allah kepadamu? Apakah yang Allah berikan kepadamu tidak cukup?
Padahal seluruh alam ini tunduk sepenuhnya pada aturan-aturan yang Allah turunkan
kepadanya, baik secara terpaksa maupun sukarela. Tapi wahai bangsa Indonesia, setelah
kamu diberi kebebasan apakah yang kamu terapkan dalam kehidupanmu, dien dari
Allah atau dien dari selain-Nya?
Ayat ke 84 menegaskan bahwa Nabi Muhammad adalah manusia yang peling
beriman kepada Allah dan ajaran yang dibawa oleh para nabi dan rasul-Nya, sebuah
dien yang sejak awal dinamakan dengan al-Islam, yang dianut oleh mereka yang telah
berserah diri (muslimin) dari generasi pertama Adam as dahulu sampai kepada Ibrahim
as dan seterusnya sampai al-Islam yang terlengkap dan sempurna yang diturunkan
Allah kepada Muhammad saw. Apakah bangsa Indonesia yang mayoritas mengaku
muslim, masih ragu dengan hakikat kesempurnaan ajaran Islam sehingga mereka mau
mencari ajaran selainnya?
Dijawab pada ayat 85, wahai bangsa Indonesia yang mayoritas muslim, siapa saja
diantara kamu yang mencari dan menerapkan ajaran selain dari Islam, maka tidak akan
diterima, karena sesungguhnya ajaran yang diridhoi dan diterima di sisi-Nya hanyalah
Islam, dan barangsiapa yang memilih selain Islam mereka akan mendapat kerugian
dunia akhirat. Lihatlah bangsa-bangsa yang tidak menjadikan Islam sebagai ajarannya,
mereka ditimpa kerugian dan di akhirat mereka akan disiksa.
Sebagaimana yang telah terjadi pada bangsa Indonesia yang mayoritas muslim
saat ini, mereka mengaku beragama Islam, mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-
Nya, namun anehnya mereka tidak menjadikan ajaran dan syari'at Islam sebagai dasar
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejak kemerdekaan 60 tahun lalu, bangsa

156
Indonesia yang telah mencampakkan syari'at Islam dari dasar negaranya tidak pernah
mendapat keberuntungan, selalu mendapat kerugian, menjadi bangsa terbelakang,
bangsa termiskin, padahal sumber daya alam mereka melimpah ruah. Kerugian terbesar
kepada bangsa adalah hadirnya pemimpin dan elit yang tidak bermoral yang
mengeksploitasi dan mengkorupsi milik negara dan rakyat untuk kepentingan pribadi
dan golongannya. Demikianlah akhirnya bangsa Indonesia menjadi bangsa terbelakang
yang membuat malu siapapun yang mengaku sebagai bangsa Indonesia. Dan puncaknya
adalah krisis multi dimensi yang diikuti dengan bencana-bencana yang menambah
kerugian dan kesengsaraan bangsa Indonesia, ini baru di dunia, bagaimana halnya
dengan di akhirat nanti?
Kemudian setelah ditimpa krisis multi dimensi dan bencana dahsyat, rame-rame
bangsa Indonesia, terutama para ulama dan pemimpinnya meminta petunjuk kepada
Allah agar diselamatkan dan dikeluarkan dari segala bencana yang tak tertanggungkan
ini. Kita saksikan dari Presiden, politisi, ulama dan lainnya mengadakan berbagai acara
di masjid-masjid agar mendapat petunjuk Allah. Tapi apakah mereka mendapatkannya?
Ternyata tidak, kenapa?
Karena Allah tidak akan pernah memberi petunjuk kepada bangsa yang kafir
setelah mereka beriman sebagaimana dinyatakan ayat 86. Allah tidak akan menolong
bangsa yang telah bersepakat untuk menjadikan syari'atnya sebagai dasar negara, tapi
setelah mendapat kemerdekaan mereka mencampakkan syari'at-Nya dan menggunakan
sistem-sistem kafir sekuler dalam mengatur masyarakat. Sementara pada saat yang sama
mereka tetap mengatakan sebagai muslim, meyakini nabi Muhammad sebagai rasul
dengan memperingati hari maulidnya di istana negara, namun mereka mengingkari apa-
apa yang dibawa oleh nabi Muhammad saw berupa syari'at Islam yang terang
benderang dan lebih condong kepada sistem sekuler dan sistem yang tidak jelas dan
mengikuti hawa nafsu. Merekalah orang-orang yang zalim, dan Allah tidak akan pernah
memberi petunjuk kepada orang yang zalim.
Bangsa yang telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya, yang mengutamakan
kekafiran dari keimanan, yang telah mencampakkan syari'at Islam, yang zalim, maka
mereka itu tidak lain balasannya adalah ditimpa laknat Allah, para malaikat dan seluruh
manusia. Ketika laknat telah diputuskan, maka bangsa tersebut akan mendapat azab
yang bertubi-tubi, mereka kekal dalam azabnya selamanya, dan mereka tidak akan
pernah diberi penangguhan, baik di dunia maupun akhirat sebagaimana disebutkan ayat
87 dan 88. Maka itulah sebabanya, tidak mengherankan apabila bangsa Indonesia sejak
mendapatkan kemerdekaannya 60 tahun lalu senantiasa ditimpa azab demi azab yang
tak tertangguhkan. Azab terbesar adalah diberikan pemimpin-pemimpin yang telah
menghancurkan bangsanya sendiri seperti Soekarno dan Soeharto yang pada akhirnya
mengantarkan bangsa Indonesia menuju lembah krisis multi dimensi yang tidak
berkesudahan. Demikian pula, ketika bangsa Indonesia tengah mencari solusi untuk
mengatasi penderitaan mereka yang tak tertangguhkan, datanglah bencana demi
bencana yang menambah hancurnya masyarakat, dan kekafiran sistem berbangsa dan
bernegara telah melakhirkan koruptor-koruptor bejat yang memakan uang negara yang

157
menambah penderitaan dan keterbelakangan masyarakat. Semua azab ini tidak akan
pernah berakhir, dan pasti tidak akan pernah berakhir, karena bangsa ini telah mendapat
laknat dari Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya akibat mereka kufur setelah
beriman, akibat mereka mencampakkan sistem Islam dan syari'at-Nya setelah mereka
menyepakatinya dan mengantarkan Indonesia menuju kemerdekaan.
Penderitaan dan kesengsaraan bangsa Indonesia masih dapat di akhiri dengan
syarat yang telah ditentukan oleh Sang Pemberi laknat, yaitu mereka harus bertobat dan
melakukan perbaikan sebagaimana dinyatakan ayat 89. Dalam hal ini, bangsa Indonesia
harus bertobat seluruhnya. Makna tobat sebagaimana diterangkan para ulama adalah
kembali ke pangkal jalan, kembali kepada keimanan setelah bergelut dengan kekafiran.
Maka tobat bangsa Indonesia maknanya adalah kembali kepada perjanjian awal
sebagaimana yang telah mereka putuskan sebelum mendapat kemerdekaannya, yaitu
dengan menerapkan kembali syari'at Allah yang telah mereka campakkan dan gantikan
dengan sistem kafir. Bangsa Indonesia harus mengembalikan syari'at Islam sebagai dasar
berbangsa dan bernegara sebagaimana yang termaktub dalam sila pertama rumusan
Piagam Jakarta. Dengan syari'at Islam yang agung dan sempurna inilah kemudian
bangsa Indonesia yang mayoritas muslim mengadakan perbaikan dan membangun
peradaban baru yang akan mengantarkannya sebagai bangsa maju, sebagaimana Islam
telah mengantarkan bangsa Arab yang terbelakang dahulu menjadi bangsa yang besar,
bahkan menjadi penyambung peradaban klasik dengan modern. (Lihat bab selanjutnya
tentang Islam).
Namun setelah diberi peringatan, bangsa Indonesia tetap mau mempertahankan
kekafiran dasar negaranya setelah mereka menerapkan syari'at-Nya, bahkan peringatan-
peringatan yang telah diberikan kepadanya menambah kekafirannya dengan berbagai
bentuk alasan yang dicari-cari, maka mereka tidak akan pernah diterima tobatnya lagi
sebagaimana dimaksudkan ayat ke 90. Mereka itulah orang-orang yang sesat dalam
kesesatannya, mereka akan tetap dilaknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya,
dan dengan demikian mereka akan terus menerus mendapatkan azab yang semakin hari
akan semakin dahsyat sebagai balasan atas kekufuran mereka. Bagi Allah Yang Maha
Perkasa adalah sangat mudah untuk menimpakan azab kepada manusia-manusia yang
ingkar kepada ajarannya. Jika Dia telah mengazab suatu bangsa, maka tidak ada satu
kekuatanpun yang akan dapat mencegah dan menolongnya. Mereka akan terus menerus
di azab sampai di hari kemudian kelak dan tidak ada seorangpun yang dapat menebus
azabnya, walaupun mereka memiliki kekayaan berlimpah ataupun kekuatan besar
sebagaimana disebutkan ayat ke 91.
Maka setelah pesan yang terang benderang ini, apakah bangsa Indonesia mau
sadar dan bertobat kembali kepada Allah atau mereka akan tetap mempertahankan
kekufurannya? Kekufuran bangsa Indonesia terhadap ajaran-ajaran Allah, tidak akan
mengurangi sedikitpun Kekuasaan dan Kebesaran Allah atas alam raya ini. Bangsa
Indonesia hanya diminta sadar dan memahami pesan-pesan yang diturunkan-Nya
melalui ayat-ayat-Nya di dalam al-Qur'an, ataupun pesan-pesan tersirat yang dikirimkan
melalui segala bentuk bencana yang ditimpakan kepada mereka. Apakah pesan Allah

158
SWT melalui bencana tsunami di Aceh yang dinyatakan sebagai bencana kemanusian
terbesar dan terdahsyat abad ini tidak menggerakkan bangsa Indonesia untuk berfikir
tentang hidup dan kehidupannya. Apakah bencana tsunami di Aceh yang pesannya
amat jelas dan terang benderang belum mampu membuka cakrawala berfikir bangsa
Indonesia, sehingga diperlukan lagi berbagai bentuk bencana yang lebih dahsyat lagi
yang menghancurkan ibukota Jakarta atau menenggelamkan pulau Jawa misalnya?
Apakah semua yang terjadi pada bangsa Indonesia sejak 60 tahun lalu belum
cukup sebagai peringatan atas kelalaian mereka yang jauh dari ajaran Allah? Kekufuran
mereka yang telah mencampakkan syari'at Allah dengan berbagai alasan? Kalau
demikian adanya, maka janganlah heran jika bangsa indonesia tetap ditimpa segala
bentuk musibah dan azab, karena memang mereka tetap berada dalam laknat Allah
akibat penghianatan mereka kepada ajaran-ajaran-Nya, dan mereka tidak mau bertobat,
kembali kepada jalan yang diperintahkan-Nya. Mereka tidak mau memahami pesan-
pesan yang dikirimkan Allah melalui alam ini. Maka tidak mengherankan jika orang-
orang seperti ustadz Habibullah yang menyatakan "sudah sepantasnyalah bangsa ini
mendapat azab-Nya".

BAB : V
ISLAM : SISTEM MASA DEPAN
Islam adalah sistem menyeluruh yang mencakup seluruh segi kehidupan.
Maka ia negara dan tanah air, pemerintah dan umat, moral dan kekuatan,
kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu pengetahuan dan hukum,
materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah,
pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah akidah yang murni
dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih.
Hasan Al-Banna (Pendiri Ikhwanul Muslimin)

Kenapa Islam Dimusuhi


Pada masa ini tidak ada satupun agama di dunia yang diserang
sedemikian hebatnya dengan berbagai cara, secara halus maupun kasar, baik

159
secara sembunyi maupun terang-terangan kecuali Islam. Agama ini telah
dimusuhi oleh orang-orang yang mengaku berperadaban ataupun tidak, baik
orang Barat maupun orang Timur, baik Komunis, Sosialis maupun Kapitalis,
apalagi yang Zionis. Bahkan tidak kurang orang yang mengaku dirinya
Muslimpun menyerang Islam secara terbuka dan merendah-rendahkan
ajarannya dengan berbagai dalih pembaruan agama. Koran dan majalah serta
buku-buku yang ilmiah ataupun populer telah menyerang Islam dengan
terbuka, mencitrakannya sebagai sumber ajaran teroris, radikal, ekstrim,
fundamentalis, ortodoks dan berbagai istilah buruk lainnya. Islam
diidentikannya dengan agama kaum primitif dan bar-bar padang pasir yang
ketinggalan zaman. Dan tidak kurang pula tampil orang-orang seperti Salman
Rushdi yang merendahkan Islam dengan cara yang tidak rasional dan tidak
ilmiah.36 Dan kini para intelektual Barat secara terbuka telah menyatakan
Islam adalah ancaman terbesar bagi peradaban Barat, seperti yang
dikemukakan Huntington,37 Marvin Centron dan Thomas O’Toole.38 Golongan
ini seakan-akan menghendaki agar seluruh dunia mengikuti pikirannya untuk
membenci dan memusuhi Islam dengan segala propaganda yang dilakukannya
secara sistematis.
Permasalahannya, kenapa mereka sangat membenci dan memusuhi
Islam dan sangat menghendaki lenyapnya agama ini dari muka bumi. Apakah
karena agama ini mengajarkan kekacauan yang mengancam keamanan dan
kedamaian dunia sebagaimana yang mereka tuduh? Apakah karena agama ini
telah melakhirkan manusia-manusia teroris yang merusak dan mengacau
dunia? Apakah karena agama ini menolak segala bentuk kemajuan dunia hari
ini, ataukah ada sebab-sebab lainnya sehingga agama ini harus dimusuhi dan
dihilangkan dari dunia ini.

Ada beberapa sebab utama, kenapa Islam dimusuhi, diantaranya :

- Keadaan Umat yang tidak mencerminkan ajaran Islam


Ada sebagian orang yang membenci dan memusuhi Islam disebabkan
karena keadaan Umat masa ini yang dilanda segala bentuk krisis dan tragedi,
kemiskinan, kebodohan, perpecahan dan lainnya akibat penyimpangan mereka
dari Islam. Mereka kemudian beranggapan segala bentuk krisis dan tragedi itu
disebabkan oleh ajaran Islam. Sebagaimana mereka menilai segala bentuk
kerusakan masyarakat, di Barat misalnya, adalah karena pegangan hidup
mereka, bukan disebabkan oleh faktor manusianya.
Masyarakat Barat misalnya, mereka membenci dan memusuhi Islam karena
mereka melihat keadaan Umat Islam yang menurut pandangan mereka sebagai

36
Salman Rushdi, The Satanic Verses. (London Penguin Books, 1986)
37
Samual P. Huntington, The Clash of Civilizations and The Remaking of World Order, (New York, Simon &
Schuster, 1996)
38
Marvin Centron & Thomas O’Toole, Ecounters with The Future : a Forecast of Life into The 21.st Century. New
York, 1991.

160
masyarakat yang eksklusif, jumud, reaksioner, fundamentalis, ekstrim, radikal
dan sejenisnya. Disamping itu pemberitaan-pemberitaan mengenai Umat Islam
adalah disekitar kuburukan dan kekezamannya yang sengaja diangkat agen-
agen berita yang disponsori Zionis. Opini ini diperkuat lagi dengan kejadian-
kejadian terorisme terhadap masyarakat Barat yang celakanya kebanyakan
dilakukan oleh kaum Muslimin militan dari Timur Tengah. Katakanlah
beberapa kejadian pembajakan pesawat, pengeboman, penculikan,
perampokan dan lainnya yang dilakukan gerakan radikal yang
mengatasnamakan Islam. Peperangan-peperangan diantara sesama kaum
Muslimin yang tak kunjung berakhir menambah kecurigaan terhadap Islam
yang dituduh sebagai ajaran penganjur kekerasan dan kebencian. Demikian
pula perbuatan-perbuatan sumbang yang dilakukan oleh bangsawan-
bangsawan Arab menambah buruknya citra Islam. Akhirnya masyarakat
Baratpun beranggapan semua itu adalah disebabkan oleh ajaran Islam, tanpa
melihat lebih jauh, bahwa yang melakukan penyimpangan itu adalah sebagian
kecil dari Umat Islam. Kemudian opini dari masyarakat Barat ini disebar
luaskan kepada masyarat dunia melalui media massa seperti koran, majalah,
televisi, buku-buku ilmiah dan lainnya.
Disamping itu para cendikiawan Barat mengadakan penyelidikan ilmiah
yang didasarkan atas opini mereka terhadap Islam yang buruk. Akhirnya
merekapun dengan beraninya membuat tesis, bahwa Islam adalah sumber
segala tragedi dan krisis Umat Islam, terutama disebabkan oleh perbedaan dan
pertentangan mazhab yang senantiasa menimbulkan perdebatan dan
perpecahan bahkan peperangan, seperti yang terjadi di Timur Tengah ataupun
anak benua India misalnya. Secara jujur perlu diakui bahwa keadaan Umat
Islam diseluruh dunia masa ini adalah keadaan umat yang terburuk jika
dibandingkan dengan ummat lainnya sebagaimana yang selalu dikemukakan
para cendikiawan Muslim sendiri.39 Namun sebagaimana dinyatakan mereka
bahwa segala bentuk krisis dan tragedi yang menimpa ummat dewasa ini
bukan disebabkan oleh ajaran Islam, tapi semata-mata disebabkan oleh
penganutnya yang tidak mengamalkan ajaran Islam ataupun telah
menyelewengkannya. Maka dengan demikian kebencian dan permusuhan
orang pada Islam disebabkan kelakuan penganutnya adalah tidak mendasar
sama sekali. Seharusnya orang-orang yang menyimpang itulah yang dibenci
dan musuhi, bukannya ajaran Islam yang suci dan agung.

- Salah faham terhadap ajaran Islam


Masih banyak orang yang salah dalam memahami ajaran Islam yang
asli, ini disebabkan karena mereka tidak memahami ajaran Islam dari sumber
aslinya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Tetapi mereka memahaminya
39
Masalah ini banyak mendapat sorotan para intelektual Islam, lihat misalnya : Prof. Ismail Faruqi dalam
Islamization of Knowledge, Dr. Yusuf al-Qardhawi dalam Aina al-Khalal, Prof. Muhammad Qutb dalam Jahiliya al-Qorn al-
Isyrien, Prof. Said Hawwa dalam Durus fi al-Amal al-Islami. Prof. Fazlur Rahman dalam Islam and Modernity, Prof. Sayyid
Hossein Nashr dalam Islam and The Plight of Modern Man, Ziauddin Sardar dalam The Future of Muslim Civilization, dan
lain-lainnya.

161
melalui hasil pengkajian para orientalis Barat ataupun cendikiawan Islam yang
tidak memahami Islam dengan sebenarnya.40 Memang perlu diakui banyak
para orientalis yang jujur dengan metode ilmiah obyektif yang mereka terapkan
dalam penelitiannya terhadap Islam, namun tidak kurang pula diantara
mereka yang bermaksud jahat untuk mengelirukan dan menyelewengkan
makna ajaran Islam. Kelompok terakhir ini dengan terang-terangan bertujuan
untuk menghancurkan Islam, membuat keragu-raguan terhadap ajaran Islam
dengan memakai penyelidikan ilmiah sebagai topengnya. Terutama yang selalu
menjadi sasaran mereka adalah sumber kedua ajaran Islam, Sunnah Nabi saw
yang dikatakannya sebagai buatan Ulama Islam terkemudian, sebagaimana
yang dikemukakan orientalis Barat seperti Ignuz Golziher, Durkheim, dan
lainnya. Orang-orang seperti merekalah yang menjadi rujukan utama peneliti-
peneliti Islam, termasuk para cendikiawan Muslim sendiri. Dari murid-murid
merekalah lakhirnya penentang-penentang Islam yang mengingkari ajaran
Islam, seperti golongan ingkarrussunnah misalnya. Kebencian Barat terhadap
Islam juga tidak dapat dipisahkan dari sejarah masa lalu, yaitu peperangan
panjang antara kaum Muslimin dan Barat Kristen pada abad pertengahan lalu
yang dikenal sebagai Perang Salib. Cendikiawan Barat yang fanatik senantiasa
akan mengobarkan luka lama ini, terutama dengan menjelek-jelekkan Islam
sebagai agama penindas. Kebencian mereka pada Islam inilah yang mendasari
penyelidikan mereka terhadap ajaran Islam dan akhirnya merekapun
memberikan tesis salah dengan menganggap Islam sebagai agama peperangan dan
penindasan. Agama yang senantiasa menimbulkan kekacauan dan teror sebagaimana
kejadian-kejadian yang menimpa Barat.
Kesalah fahaman terhadap ajaran Islam ini juga dapat timbul akibat kelemahan
cendikiawan Islam sendiri yang salah memahami ajaran Islam sebagaimana
dikehendaki Allah dan Rasul-Nya sehingga dapat menimbulkan kesalah fahaman.
Diantaranya disebabkan sikap inferior (rendah diri) terhadap sistem hidup ataupun
idiologi-idiologi dunia, kemudian membuat persamaan antara Islam dengan sistem dan
idiologi tersebut. Lakhirlah istilah “Sosialisme Islam”, “Liberalisme Islam”,
“Kapitalisme Islam”, “Demokrasi Islam”, “Humanisme Islam” dan istilah-istilah yang
sama sekali asing bagi ajaran Islam. Maka orangpun memahami bahwa Islam adalah
identik dengan sistem dan idiologi ciptaan manusia itu. Disamping itu ada pula
cendikiawan Islam yang belum memiliki kelayakan untuk menerangkan ajaran Islam
disebabkan pengetahuannya yang dangkal, namun karena mereka tokoh masyarakat
atau pemimpin politik yang disegani, merekapun mengeluarkan pandangan-pandangan
yang dikatakan dari ajaran Islam, namun jauh daripada ajaran Islam disebabkan
kejahilannya terhadap Islam. Kemudian pemahamannya yang keliru ini menjadi
pegangan yang senantiasa akan mengelirukan banyak orang. Dan sebagiannya akan
menimbulkan kebencian masyarakat dunia disebabkan ajarannya yang ekstrim dan
radikal, tidak mengenal toleransi terhadap manusia lainnya. Umumnya ini terjadi

40
Muhammad Qutb, al-Subhat haula al-Islam, Beirut : Dar Fiqr, 1972

162
kepada cendikiawan Islam yang sudah mengalami kekalahan dalam berinteraksi
dengan masyarakat jahiliyah disekelilingnya, kemudian mengambil jalan konfrontasi
ekstrim dengan masyarakatnya sebagai alternatif. Demikian pula ada sebagian
cendikiawan Islam yang terburu-buru menjawab tuduhan-tuduhan mengenai ajaran
Islam, karena terburu-buru inilah kemudian ia tergelincir menuju penyimpangan dan
penyelewengan. Misalnya ada sebagian cendikiawan Muslim yang terpengaruh pikiran
Barat yang menyatakan Islam mengajarkan persamaan status antara laki-laki dan
perempuan, sebagaimana masyarakat Barat. Maka tampilah intelektual Muslim yang
terburu-buru ini menjawab dengan suara yang lantang, bahwa Islam mengajarkan
drajat wanita adalah dibawah laki-laki, kemudian dia mengutip ayat-ayat Al-Qur’an
serta memberikan gambaran tentang masyarakat Islam dengan kehidupan wanitanya
yang terbelakang dan tidak berpendidikan. Sebagaimana difahami kebanyakan Ulama
ortodoks yang konservatif dan anti kemajuan. Dengan jawabannya yang emosional dan
terburu-buru itu, seakan-akan Islam mengajarkan wanita adalah dibawah drajat laki-
laki, tidak diberi pendidikan, terkurung, dijadikan sebagai pemuas nafsu dengan
poligami dan seterusnya. Padahal Islam tidak mengajarkan sebagaimana yang
difahaminya itu ataupun yang dikemukakan cendikiawan Islam yang bingung ini,
karena Islam telah menempatkan kaum wanitanya pada tempatnya tersendiri yang
akan mengangkat kehormatan mereka. Dan masih banyak lagi contoh kesalah fahaman
yang menjadikan orang anti pada Islam.
Kesalahan dalam memahami hakikat ajaran Islam ini, seharusnya tidak menjadi
penyebab Islam dibenci dan dimusuhi. Orang-orang yang salah faham ini sepatutnya
menyadari akan kesahannya dan mau mengadakan penyelidikan yang lebih ilmiah dan
jujur, memahami dari sumbernya yang asli dan dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya. Maka kehadiran orang-orang yang ikhlas dan jujur dalam mengkaji
Islam sangatlah diperlukan untuk meluruskan kesalah fahaman ini.

- Pengingkaran terhadap ajaran Islam


Adapula orang yang membenci dan memusuhi Islam karena
keingkarannya terhadap ajaran-ajaran Islam. Mereka menolak semua ajaran
Islam dan memusuhinya. Orang-orang seperti ini memang sudah disebutkan
Al-Qur’an :
“Sesungguhnya orang-orang yang ingkar itu sama sahaja atas mereka,
engkau beri peringatan ataupun tidak engkau beri peringatan, mereka
tidak akan percaya. Allah telah menutup hati-hati mereka dan
pendengaran mereka dan atas pengelihatan mereka dengan tutupan. Dan
bagi mereka adalah azab yang besar” (Al-Baqarah : 7-8).
“Dan orang-orang Yahudi dan Nashoro’ tidak akan suka kepadamu
sehingga engkau mengikuti ajaran mereka” (Al-Baqarah : 120).
Orang-orang seperti ini memang sudah ada penyakit dalam hati mereka,
walau apapun usaha yang dilakukan untuk meyakinkan mereka, mereka tetap

163
akan membenci dan memusuhi Islam. Bahkan mereka akan berusaha untuk
melenyapkan Islam dari muka bumi dengan segala taktik dan strategi.

- Propaganda musuh-musuh Islam


Ada pula orang yang membenci dan memusuhi Islam akibat dari
propaganda musuh-musuh Islam yang telah berusaha dengan segala cara
untuk menjelek-jelekkan imeg Islam. Kononnya Islam digambarkan sebagai
agama teroris, radikal, fundamentalis, ortodoks, dan sejenisnya. Karena
gencarnya propaganda jahat ini, maka banyak orang yang terpengaruh untuk
membenci dan memusuhi Islam tanpa penyelidikan. Hal ini biasanya menimpa
masyarakat awam dan orang-orang yang terlalu cepat mengambil kesimpulan.
Realitas ini banyak terjadi khususnya didunia Barat, akibat dari
penggambaran salah yang dilakukan para intelektual yang memusuhi Islam.
Tambah pula Barat telah memiliki sejarah hitam dengan Islam ketika
terjadinya peperangan beberapa abad silam yang telah berjaya mengislamkan
sebagian Eropa.

- Kecemburuan terhadap Islam dan Umat


Musuh-musuh Islam memahami benar potensi yang dimiliki Islam dan
ummatnya, baik berupa kekayaan alam, keluasan wilayah ataupun sumber
manusia yang besar. Demikian pula Islam adalah panduan hidup terbaik yang
telah terbukti keunggulannya. Kesemua ini mendatangkan kecemburuan pada
musuh-musuh Islam, sehingga mereka membuat segala bentuk tipu daya
untuk melenyapkan Islam dari muka bumi, agar mereka dan ajaran mereka
tidak tersaingi oleh kehebatan Islam dan Ummatnya.
Meluruskan Kesalahfahaman Terhadap Islam
- Tentang Kegagalan Islam
Benarkah Islam telah gagal sebagai sistem kehidupan karena tidak
berhasil mengantarkan penganutnya masa ini menjadi masyarakat ideal?
Dimanakah letak kegagalan Islam, apakah karena kelemahan sistemnya atau
karena kegagalan orang-orang Islam menerapkan ajaran agamanya sehingga
mengalami krisis dan tragedi seperti yang digambarkan terdahulu. Persoalan
ini dapat diandaikan dengan sebuah mobil dan orang yang mengendarainya.
Kegagalan sebuah perjalanan ditentukan oleh dua sebab, sebab pertama
adalah karena kelemahan mobil dan sebab yang kedua adalah akibat sopirnya.
Jika mobil itu tidak dapat mengantarkan penumpangnya ketujuannya, maka
perlu diselidiki, kegagalan itu akibat mobil atau sopir yang mengendarainya.
Walaupun mobil itu Mercedes Benz yang sudah diakui keunggulannya
misalnya, namun jika sopirnya tidak berpengalaman ataupun lalai dalam
mengendarai sehingga terjadi kecelakaan, apakah mobilnya yang salah atau
sopirnya? Maka jawabannya jelas karena kesalahan sopirnya.
Demikian pula halnya dengan Islam, jika Islam hari ini tidak berhasil
menghantarkan pengikutnya menuju cita-citanya, maka yang salah Islam atau
pengikutnya? Maka perlu diadakan penyelidikan, kegagalan kaum Muslimin

164
menjadi Ummat terbaik saat ini akibat kegagalan Islam atau akibat kegagalan
kaum Muslimin sendiri. Krisis dan tragedi dahsyat yang telah menimpa kaum
Muslimin masa ini, sebagaimana dikemukakan Syaikh Ameer Syakib Arselan,41
bukan karena kelemahan sistem Islam, tetapi hal ini disebabkan karena kaum
Muslimin telah meninggalkan ajaran Islam dan menggantikannya dengan
sistem-sistem manusiawi dari Barat maupun Timur. Walaupun mereka tetap
menyatakan dirinya sebagai Muslim, namun tingkah laku mereka jauh
menyimpang dari ajaran agama Islam. Jadi timbulnya krisis berkepanjangan
pada kaum Muslimin masa kini bukan disebabkan oleh kelemahan sistem
Islam, namun jelas disebabkan oleh kaum Muslimin sendiri yang telah
menyeleweng dari ajaran agama Islam.42 Kaum Muslimin ditimpa kemerosotan,
kebodohan, keterbelakangan, kemiskinan, kehinaan, dan seribu satu tragedi
lainnya jelas karena mereka telah meninggalkan ajaran Islam sebagaimana
yang telah dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Mereka hanya menyatakan
dirinya sebagai Islam, namun perbuatannya bertentangan dengan ajaran
Islam. Atau mereka hanya menerapkan Islam yang sesuai dengan kepentingan
hawa nafsu rendah mereka dan menolak sebagian yang lain, tidak
menerapkannya secara total dalam kehidupan mereka. Bahkan ada diantara
mereka yang dengan terang-terangan melanggar ketentuan Allah dan Rasul-
Nya secara terbuka.
Realitas ini tampak sangat jelas pada bangsa-bangsa yang menyatakan
dirinya Muslim namun jauh dari Islam. Baik kehidupan sosial, masyarakat
maupun pemerintahannya. Dalam hal ini dapat diambil contoh seperti negara-
negara Arab misalnya.43
Sudah menjadi rahasia umum bagaimana keadaan moral bangsa-
bangsa Arab, terutama mereka yang terkena “bom minyak”. Mereka menjadi
bangsa yang berfoya-foya penuh dengan maksiat dan skandal. Amir-amir,
Bangsawan, dan orang kaya mereka adalah langganan tetap pusat-pusat
maksiat dunia. Mereka menghambur-hamburkan uang dengan penuh
keborosan, karena sistem pemerintahan ala Raja Diktator memungkinkan
mereka berbuat demikian, seakan-akan seluruh harta kekayaan bumi Allah
diArab adalah milik mereka dan kaum kerabatnya. Demikian pula dengan
generasi mudanya sudah hanyut jauh bersama arus Sekulerisasi dan
Westernisasi yang bertopengkan Modernisasi. Bangsa ini digiring secara
sistematis untuk menjauhi dan memusuhi Islam oleh kuasa-kuasa besar dunia

41
Syekh Ameer Syakieb Arselan, Limadza Taakhkhor al-Muslimun wa limadza Taqaddam ghairuhum ?, Beirut :
Mansyurat al-Maktabah, 1950)
42
Lihat misalnya : Dr. Yusuf al-Qardhawy, Aina al-Khalal,. Qatar, 1987. Prof. Muhammad Qutb, al-Jahiliyya al-
Qorn al-Isyrien, dan juga Hal Nahnu Muslimun ?. Prof. Ismail R. Faruqi, Islamization of Knewledge, op.cit. hlm. 5. Prof. Said
Hawwa, Durus fi al-Amal al-Islamy. Op.cit.
43
Lihat misalnya : Ali E Hilali Dessouki (ed). Islamic Resurgence in The Arab World, New York : Yale Univ. Press,
1988. James Piscatori (ed). Islamic Fundamentalism and The Gulf Crisis. Chicago : The American Academy of Art and
Science, 1991). Luqman Harun, Potret Dunia Islam, Jakarta : Pustaka Panjimas, 1985. Richard F. Nyrop (ed). Saudy Arabia :
a Country Study, NY: Foregn Area Studies : The American Univ, 1985. Sandra Mackey, Saudis, inside Desert Kingdom, New
York : Penguin, 1990.

165
kaki tangan Zionis atau Salibiah Internasional. Ulama dan intelektual blilyan
mereka terpaksa lari akibat kekezaman dan kediktatoran pemerintahan
Sekuler yang berlindung diketiak Barat. Mereka benar-benar telah melanggar
ajaran-ajaran Islam, baik dalam sistem sosial, politik ataupun hukum. Namun
anehnya mereka tetap bersikeras menyatakan dirinya sebagai Muslim, bahkan
mengklaim diri sebagai Muslim taat yang patut dicontoh. Maka dalam hal ini
perlu dipisahkan antara ajaran Islam yang asli dengan penyelewengan-
penyelewengan yang dilakukan orang Islam. Ajaran Islam tidak dapat dinilai
dari pengalaman orang Islam yang menyeleweng, sebagaimana dinilainya
idiologi-idiologi lain dari pengalaman penganutnya.
Islam adalah ajaran sempurna yang diturunkan Allah SWT kepada
manusia melalui nabi Muhammad Saw. Ia adalah sistem yang mengatur
seluruh aspek kehidupan ummat manusia, dari masalah-masalah individu
sehingga masalah masyarakat dan negara. Islam adalah way of live yang
tertinggi dan tersempurna, ajaran yang akan menghantarkan penganutnya
menuju kemenangan sejati didunia dan diakhirat kelak.44
Maka dengan demikian, kegagalan kaum Muslimin masa kini bukan
disebabkan oleh kelemahan sistem Islam, namun disebabkan karena kaum
Muslimin telah meninggalkan ajaran Islam.

- Tentang Pengertian al-Dien al-Islam


Banyak kalangan yang keliru memahami konsep al-Dien al-Islam, baik
mereka itu Muslim ataupun non Muslim. Kesalahan dalam memahami konsep
ini akan berakibat fatal, terutama dalam proses penerapan Islam sebagai
sistem kehidupan. Diantara mereka ada yang beranggapan Islam adalah
sebatas agama yang mengajarkan peribadatan ritual belaka sebagaimana
kebanyakan agama-agama dunia masa kini. Menurut mereka, untuk menjadi
seorang Muslim yang soleh, cukup hanya dengan menjalankan peribadatan
ritual seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan ditambah dengan amalan etika
yang baik. Dengan pemahaman seperti ini, kemudian mereka mengambil
sistem hidup selain Islam untuk mengatur kehidupan dunianya, baik dari
Barat atapun Timur. Maka munculah orang yang menyatakan dirinya Muslim,
namun dalam berekonomi menggunakan sistem kapitalisme, dalam politik
memperjuangkan Demokrasi-Liberal, berhukum kepala hukum kolonial Barat,
menjadikan sistem sosialnya ala Barat Sekuler dan seterusnya. Realitas ini
tampak hampir pada seluruh bagian Dunia Islam, tidak terkecuali Saudi
Arabia yang mengklaim berundang-undangkan Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Kesalahan fahaman kaum Muslimin dalam memahami makna Al-Dien
Al-Islam akan menghantarkan mereka pada keterbelakangan dalam semua
44
Untuk masalah ini lihat misalnya : Prof. Said Hawwa, al-Islam, Beirut : Dar al-Fiqr, 1979. Dr. Yusuf al-Qardhawy, al-Hall
al-Islam, Qatar : Jami’ah al-Islamiyah Qatar, 1986. Hamudah Abdalaty, Islam in Focus, Kuwait : IIFSO, 1978. Abu Urwah,
Sistem-sistem Islam, KL: Pustaka Salam, 1989.

166
aspek kehidupan duniawi, sebagaimana yang terjadi pada masa ini. Tidakada
satu bangsa Muslimpun yang berani tampil dengan identitas Islam dan
keagungan ajarannya, bahkan mereka merasa rendah diri jika mengatakan
dirinya Muslim. Karena memang tidak ada satupun keagungan Dunia Islam
yang dapat dibanggakan kepada dunia modern. Dalam hal sains-tehnologi,
kaum Muslimin masih menjadi budak konsumsi para kapitalis Barat yang
menjual segala bentuk kemajuannya dengan harga tinggi disertai persyaratan
yang tidak adil, seperti menghubungkannya dengan HAM ataupun menerapkan
Demokrasi-Liberal ala Barat. Dan akhirnya kaum Muslimin tetap bergelimang
dalam keterbelakangannya dalam semua aspek kehidupan. Kesalah fahaman
ini bahkan berdampak lebih jauh, ada sebagian kaum Muslimin yang
menentang keras segala bentuk kemajuan sains-tehnologi yang diidentikannya
dengan Baratisasi ataupun sekulerisasi. Mereka masih menolak mengajarkan
ilmu pengetahuan modern seperti matematika, fisika, kimia, biologi dan
sejenisnya kepada kader-kader Islam dengan alasan ilmu tersebut adalah ilmu
duniawi yang tidak wajib dituntut dan tidak akan menghantarkan kebahagian
akhirat. Itulah sebabnya generasi Islam terpecah menjadi aliran agama yang
diwakili oleh lulusan sistem pendidikan tradisional Islam seperti pondok
pesantren dan aliran umum lulusan dari lembaga pendidikan yang dikelola
pemerintah. Akhirnya muncullah cendikiawan Islam tradisional yang
memahami Islam sebatas peribadatan keakhirat dan cendikiawan Islam yang
menguasai ilmu-ilmu umum. Dan ironisnya kadangkala terjadi pergesekan
pemikiran diantara kedua aliran ini, yang justru menambah lemahnya kaum
Muslimin. Kesalah fahaman jalannya. Akibat yang paling kentara dengan
pemahaman salah ini adalah kaum dalam memahami konsep Al-Dien Al-Islam
ini telah membawa dampak sangat negatif bagi perkembangan dan kemajuan
kaum Muslimin. Karena dengan pemahaman yang salah ini, kaum Muslimin
telah memisahkan Islam dari kehidupan dunia nyata, sedangkan Islam adalah
agama yang diturunkan untuk mengatur kehidupan manusia didunia ini dan
menjanjikan kebahagian akhirat bagi mereka yang mengikuti Muslimin telah
menyerahkan kehidupan politik ataupun ekonominya kepada orang lain,
karena mereka beranggapan masalah ini adalah urusan dunia yang tidak
berkaitan dengan Islam. Dan tidak diragukan lagi, bahwa kemunduran dan
keterbelakangan kaum Muslimin masa ini akibat dari kesalahan mereka
memahami konsep Al-Dien Al-Islam sebagaimana yang dikehendaki Allah dan
Rasul-Nya.
Seorang pemikir ulung Islam dari Pakistan, Abu al-Ala al-Maududy,45
membahas pengertian Al-Dien secara terperinci. Menurut Maududy, Al-Dien
(menggunakan al) ditujukan hanya untuk penggunaan Islam, sementara tanpa
al- digunakan untuk selain Islam, sebagaimana yang disebutkan Al-Qur’an :
“Sesungguhnya Al-Dien yang diridhoi disisi Allah hanyalah Islam”
(Ali Imran:19)
45
Abu A’la al-Maududy, al-Mustalahat al-Arba’at fi al-Qur’an : al-Ilah, al-Robb, al-Ibadat, al-Dien. Kaherat : 1975. Khususnya
bagian keempat.

167
“Dan barang siapa yang mengambil selain Islam sebagai Dien-nya, maka
ia tidak akan diterima,dan diakhirat mereka termasuk orang-orang yang
rugi” (Ali Imran:83).
Selanjutnya, Maududy menjelaskan, pengertian Dien adalah seluruh
sistem yang mengatur kehidupan manusia, baik sistem politik, ekonomi, etika,
peribadatan, sosial, budaya, hukum, perundang-undangan, filsafat, idiologi,
way of live dan lain-lainnya. Dalam konsep Islam ada dua Dien, Al-Dien Al-
Islam dan Dien Al-Ghoir Al-Islam (Dien selain Islam) sebagaimana yang
dimaksudkan ayat diatas.
Dengan demikian, Al-Dien Al-Islam adalah seluruh sistem kehidupan
yang diajarkan Islam yang terdiri dari sistem Aqidah (keyakinan), sistem
Ibadah (ritual), sistem Akhlaq (etika) dan sistem Muamalat (kemasyarakatan).
Sistem Aqidah adalah sistem yang mengatur segala bentuk yang menyangkut
kepercayaan kepada Allah dan perkara-perkara tang menyertainya. Sistem
Ibadah adalah sistem yang mengatur segala bentuk ritus penyembahan dan
pengabdian manusia kepada Allah dan tata caranya, seperti sholat, puasa,
zakat, haji dan lain-lainnya. Sistem Akhlaq adalah sistem yang mengatur etika
perhubungan manusia, baik kepada Allah ataupun sesama mahluknya.
Sedangkan sistem Muamalat adalah segala bentuk sistem yang mengatur
hubungan kehidupan manusia dimuka bumi, seperti sistem hukum,
perundang-undangan, sosial, ekonomi, politik, budaya, pertahanan dan
lainnya.46
Prof Said Hawa47 menggambarkan Al-Dien Al-Islam seumpama rumah.
Rumah terdiri dari pondasi, bangunan dan atap. Pondasi Islam (arkan al-Islam)
adalah rukun Iman yang enam dan rukun Islam yang lima, sedangkan
bangunan Islam (bina al-Islam) adalah sistem kemasyarakatan, seperti sistem
politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, sains tehnologi dan lainnya
sedangkan atap (muayyadat al-Islam) adalah amar ma’ruf nahi mungkar dan
jihad fi sabilillah. Sebuah rumah dikatakan sempurna apabila memiliki tiga
bagian tersebut, pondasi, bangunan dan atap, jika kurang salah satunya maka
ia tidak dapat disebut rumah. Demikian pula halnya, dikatakan al-Dien al-
Islam apabila seluruh konsep yang terkandung dalam ajaran Islam menjadi
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, pemisahan antara Ketunggalan
dan Kekuasaan Allah dalam sistem kemasyarakatan, baik ekonomi maupun
politik, sama halnya dengan pemisahan pondasi rumah dengan bangunannya.
Anak kecilpun akan mentertawakan jika pondasi disebut rumah, sama halnya
jika hanya menjalankan rukun Iman dan rukun Islam saja, kemudian
mengklaim sebagai telah melaksanakan ajaran al-Dien al-Islam.
Dalam bidang ekonomi misalnya, sistem ekonomi Islam tidak bediri
sendiri sebagai sistem yang terpisah dengan keseluruhan sistem Islam,
sebagaimana sistem ekonomi Sekuler yang terpisah dari agama dan etika.
46
Untuk masalah ini lihat misalnya : Prof. Said Hawwa, al-Islam, op.cit. Dr. Yusuf al-Qardhawy, al-Hall al-Islam, op.cit.
Fazlur Rahman, Islam, Lahore : 1973. Hamudah Abdalaty, Islam in Focus. Op.cit. Abu Urwah, Sistem-sistem Islam, op.cit.
47
Prof. Said Hawwa, al-Islam, op.cit. khususnya muqaddimah.

168
Dalam konsep ekonomi Kapitalisme, modal adalah milik para pemodal
sedangkan menurut Marxisme modal adalah milik bersama masyarakat.
Sedangkan menurut ekonomi Islam, modal pada hakikatnya adalah milik Allah
Sang Pemilik Alam Raya yang diamanahkn kepada sipemodal dan akan
digunakan untuk kemakmuran masyarakatnya. Pemodal dalam menjalankan
aktivitas ekonominya tidak terlepas dari kehendak pemilik (aspek Aqidah),
melakukan aktivitas yang halal (aspek Ibadah), tidak boleh berlaku curang,
merugikan orang lain dan etika jelek lainnya (aspek Akhlaq), dan diwajibkan
mengeluarkan sebagian dari keuntungannya untuk orang-orang yang
memerlukannya (aspek Muamalat) akhirnya kelak ia akan diminta pertanggung
jawabannya diakhitat, jika ia menjalankan amanah mendapat balasan
kebaikan dan jika berkhianat akan mendapat siksaan. Jadi konsep ekonomi
Islam tidak terbatas hanya mengatur mekanisme pasar dalam rangka
mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan aspek
Ketuhanan dan etika sebagaimana sistem ekonomi Kapitalisme, namun sistem
ekonomi Islam langsung berkaitan dengan kebahagian seseorang dalam hidup
sesudah mati yang berkaitan dengan Aqidah.48
Demikian pula dalam sistem politik, jika menurut teori politik
Demokrasi-Liberal, kekuasaan ditangan rakyat. Jika rakyat menghendaki
putih, maka putihlah sebuah negara, dan jika mereka menghendaki hitam,
maka jadilah hitam. Demikian pula dalam sistem ini yang menentukan adalah
suara mayoritas, jika suara mayoritas menghendaki seseorang menjadi
pimpinan, maka jadilah ia pimpinan, walaupun ia tidak memiliki kelayakan
sebagai seorang pemimpin, sebagaimana yang terjadi pada Ronald Regent sang
bintang film koboi yang menjadi President Amerika Serikat ataupun Yukio
Aoshima, badut lawak gaek yang menjadi gubernur Tokyo. Namun dalam
kontek politik Islam, kekuasaan tirtinggi adalah ditangan Allah sebagai
penguasa alam, manusia adalah wakil (Kholifah) yang akan melaksanakan
segala ketentuan dan peraturan yang ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Hitam dan putihnya sesuatu ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya, baik
menyangkut undang-undang, hukum dan kriteria pemilihan pemimpin, yang
dalam Islam dikenal dengan istilah syuro. Para anggota Majelis syuro adalah
wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat sebagai wakilnya dalam mengukur
masalah yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat. Para anggota syuro
tidak dapat memutuskan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Allah
dan Rasul-Nya. Dengan demikian anggota syuro adalah pemegang amanah
rakyat sekaligus pemegang amanah Allah dan Rasul-Nya. Kemenangan bukan
ditentukan oleh suara mayoritas, tetapi oleh kebenaran ajaran agama Islam,
walaupun seluruh rakyat menghendaki sesuatu undang-undang, namun jika
undang-undang itu bertentangan dengan ajaran agama Allah dan Rasul-Nya,
maka secara otomatis batallah undang-undang tersebut. Disinilah perbedaan

48
Untuk masalah ini lihat misalnya : Afzalur Rahman, Economic Doctrines of Islam, London, LMS Publ. 1990.

169
menyolok antara konsep demokrasi Barat dengan sistem Islam yang
menghendaki integrasi diantara ajarannya.49
Dengan demikian jelaslah bahwa konsep al-Dien al-Islam adalah satu
kesatuan sistem kehidupan yang menyeluruh dan tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lainnya. Sistem sosialnya adalah berkaitan erat dengan sistem
Ketuhanan dan Peribadatan, demikian pula halnya dengan sistem politik,
ekonomi, pendidikan, dan lainnya. Satu ajaran dengan ajarannya saling
berkaitan, seumpama tubuh. Dipisahkan satu bagian akan menimbulkan
ketimpangan pada sistemnya, sebagaimana dipisahkannya salah satu anggota
tubuh. Tangan misalnya, jika dipisahkan dari tubuh, maka jelas tidak akan
berfungsi sama sekali, sama halnya jika diterapkannya sistem ekonomi Islam
saja, tanpa menerapkan keseluruhannya sistem Islam akan menimbulkan
kepincangan, karena ekonomi Islam, ataupun sistem kemasyarakatan Islam
akan berjalan baik apabila diterapkan pada masyarakat yang telah menganut
ajaran Islam secara menyeluruh, terutama sistem Aqidahnya. Kegagalan kaum
Muslimin masa ini karena mereka terburu-buru ingin menerapkan sistem
kemasyarakatan Islam, seperti sistem politik ataupun sistem ekonomi,
sementara sistem Aqidah dan Ibadah belum tertanam dengan baiknya.
Perbuatan seperti ini samalah seperti orang yang membangun rumah,
sementara tidak membuat pondasi. Rumah tanpa pondasi pasti akan hancur
dalam waktu singkat, seperti cepatnya hancur sistem masyarakat yang tidak
berlandaskan Aqidah dan Ibadah.
Islam adalah ajaran yang lengkap dan sempurna, sehingga tidak
memerlukan tambahan-tambahan dari sistem lainnya. Penambahan sistem
Islam dengan sistem lainnya, bukan akan menambah kesempurnaan Islam,
tapi justru akan menghilangkan semangat Ketuhanan yang terkandung dalam
ajaran Islam. Jika Islam dicampur dengan sistem ekonomi ala Kapitalisme
atau Sosilisme sebagaimana yang dilakukan sebagian besar kaum Muslimin
masa ini, maka jelas akan menghasilkan masyarakat terbelakang sebagaimana
kaum Muslimin masa ini. Ajaran Islam yang dilandaskan Ketunggalan Allah
tidak mungkin dicampur dengan ajaran yang menolak keberadaan Tuhan.
Itulah sebabnya dengan tegas Islam memberlakukan doktrin : Terima Islam
seluruhnya, atau tolak seluruhnya. Tentu dengan memperhatikan tahapan
demi tahapan yang diperlukan dalam penerapan Islam.
Mungkin ada yang mempertanyakan, jika al-Dien al-Islam dikatakan
sebagai ajaran sempurna, kenapa tidak dibahas dalam ajarannya segala
sesuatu persoalan kehidupan secara mendetil. Ini dibuktikan al-Qur’an
ataupun Al-Sunnah, sumber utama ajaran Islam hanya mengandung beberapa
sisi kehidupan manusia secara global ? Disinilah letak keunikan sistem Islam
yang diturunkan Yang Maha Mengetahui. Islam sebagai sistem yang
diturunkan untuk seluruh ummat manusia, sejak diturunkannya hingga akhir
zaman, tidak membicarakan persoalan kehidupan manusia secara mendetil,
karena jika itu dilakukan berarti diperlukan beribu-ribu kitab ajaran yang
49
Untuk masalah ini lihat misalnya : Abul A’la al-Maududi, al-Khilafat wa al-Mulk, Kuwait : Dar Qalam, 1978

170
akan membingungkan manusia. Namun Allah Yang Maha Mengetahui
menurunkan sebuah Kitab yang mengandung ajaran sempurna.
Kesempurnaan disini bukan berarti didalamnya terdapat undang-undang jalan
raya, macam-macam jenis transaksi ekonomi ataupun tentang sains tehnologi.
Namun al-Qur’an yang dijabarkan dalam Al-Sunnah memberikan petunjuk
secara garis besar tentang segala sesuatu kehidupan manusia, baik dalam
bidang sosial, ekonomi, politik, pendidikan, budaya, sains tehnologi dan
lainnya yang bersifat universal dan dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya. Karena didalam al-Qur’an dan al-Sunnah terdapat panduan-
panduan umum yang berlaku sepanjang zaman. Disinilah secara garis besar
dan membiarkannya manusia menjabarkannya menurut tingkat pengetahuan
dan peradabannya, kebebasan berfikir dan mengembangkan inilah yang
menjadi sumber keabadian Islam. Sehingga sistem Islam mampu mengikuti
arus kemajuan peradaban manusia sampai kapanpun.
Dan yang terpenting difahami dalam metodelogi sistem Islam adalah
sistem yang pada hakikatnya akan mencetak manusia-manusia utama (khair
al-Ummah) dalam membangun kehidupan. Disinilah letak keunggulan Islam.
Sistem Islam dengan tahapan demi tahapan ajarannya bermaksud
melakhirkan manusia unggul, dan dari manusia-manusia unggul inilah akan
lakhir peradaban agung, sebagaimana telah lakhir diawal kebangkitan dan
zaman kegemilangan Islam terdahulu. Dari sistem Islam yang sempurna inilah
telah lakhir manusia-manusia agung yang menjadi pemuka peradaban dunia
sampai sekarang.
Jadi dengan demikian jelaslah bahwa al-Dien al-Islam adalah ajaran
sempurna yang mengatur kehidupan manusia dan tidak dapat dipisah-
pisahkan satu bagian ajarannya dengan bagian yang lain. Pemisahan bagian
dengan bagiannya yang lain akan menghilangkan keutamaan dan
kesempurnaan sistemnya. Demikian pula sistem Islam tidak memerlukan
tambahan-tambahan dalam sistemnya, terutama dari sistem-sistem hidup
yang berakar pada filsafat Sekulerisme ataupun Materialisme. Sistem Islam
adalah sistem yang mandiri dalam kesempurnaannya.

- Tentang Kaum Muslimin


Orang-orang non Muslim, khususnya di Barat yang masih memelihara
dendam Perang Salib, beranggapan dan memberi gambaran yang sangat keliru
tentang sosok kaum Muslimin. Mereka menggambarkan kaum Muslimin
adalah sosok manusia biadab yang menolak segala bentuk kemajuan dunia
dengan sikapnya yang sangat fundamentalis mempertahankan pendapatnya,
sehingga siapapun yang tidak sefaham dengannya akan dianggap musuh dan
akan membantainya tanpa toleransi. Bahkan sosok kaum Muslimin dimata
mereka adalah identik dengan kaum teroris, kaum radikal-ekstrimis yang
menghancurkan segala bentuk kemajuan dunia disamping bangsa yang gemar
menyulut peperangan, bahkan sesama mereka. Dan celakanya opini ini
dikuatkan oleh realitas kaum Muslimin, khususnya yang berada di Timur

171
Tengah yang selalu menjadi dalang terorisme dan peperangan. Namun
permasalahannya, apakah seluruh kaum Muslimin di dunia ini berprilaku
seperti para teroris itu, sehingga seluruh kaum Muslimin diidentikan dengan
teroris. Padahal realitanya, yang berprilaku teroris adalah sebagian kecil dari
kaum Muslimin yang diam-diam menyimpan keagungan peradaban. Jika
kelompok kecil ini dijadikan dasar untuk mengklaim kaum Muslimin, maka
dapat pula dikatakan bahwa semua masyarakat Barat yang mengaku
berperadaban adalah teroris, rasialis, korup, penderita AIDS dan sejenisnya,
karena memang ada bagian kecil dari masyarakat Barat yang demikian
keadaanya. Tentu klaim semacam ini sangat tidak adil bagi masyarakat Barat
seluruhnya, sebagaimana tidak adilnya tuduhan kepada kaum Muslimin.
Jika diperhatikan secara teliti keadaan kaum Muslimin di Dunia ini,
maka jelas akan tergambar realitas sebenarnya keadaan kaum Muslimin. Coba
kita perhatikan nasib kaum Muslimin dinegara-negara minoritas Muslim, pada
umumnya mereka dinafikan hak-haknya secara politik, bahkan dipinggirkan
dan dibantai. Bagaimana nasib kaum Muslimin di India yang dibantai kaum
militan Hindu, bagaimana nasib kaum Muslimin Moro di Filifina selatan yang
diperangi dan dibantai, bagaimana nasib kaum Muslimin di Bosnia, ataupun
nasib kaum Muslimin pada masyarakat yang menganggap dirinya beradab
seperti Eropa atau Amerika. Namun hal ini sangat kontradiktif jika
dibandingkan dengan keadaan non Muslim dinegara-negara mayoritas Muslim.
Dalam hal ini Indonesia adalah contoh nyata. Walaupun orang Kristen yang
hanya berjumlah kurang dari 7 % tapi menduduki jabatan mentri-mentri kunci
yang mengatur negara. Namun mayoritas kaum Muslimin di Indonesia
menerima keadaan itu dengan lapang dada, yang mana hal ini tidak akan
pernah terjadi dinegara minoritas Muslim manapun didunia ini. Pernahkah
misalnya di Inggris ataupun Amerika terjadi mentri keuangan atau
pertahanannya dari orang Islam? Jawabannya selama berdirinya negara-
negara yang mengaku bapak demokrasi ini, belum pernah satupun mentrinya
dari kalangan minoritas Muslim, namun hal ini terjadi dinegara mayoritas
Muslim Indonesia, mentri keuangan dan pertahanan/panglima militer adalah
dari kaum minoritas Kristen. Di Malaysia, non-Muslim dapat menduduki
jabatan mentri, padahal Malaysia adalah negara yang menjadikan Islam
sebagai agama resmi.
Kaum Muslimin yang dianggap tidak beradab ini justru telah
melakhirkan tokoh-tokoh dunia yang dikagumi, terutama dalam bidang sains
dan tehnologi. Sebagai contoh mantan Presiden RI ke 3, Prof. Dr. Ing. B.J.
Habibie misalnya. Habibie adalah seorang Muslimin yang taat, bahkan
memimpin organisasi para Intelektual Muslim se-Indonesia (ICMI) dan
mengetuai Forum Dunia Islam untuk Pembangunan Sains Teknologi dan
Sumber Daya Manusia (IFTIHAR). Namun reputasinya didunia Internasional
tidak ada satupun orang dapat menapikannya. Pada tahun 1994 Habibie
mendapat penghargaan tertinggi Persatuan Bangsa-Bangsa untuk
pengembangan ilmu kedirgantaraan yang selama ini belum pernah diterima

172
oleh perorangan sejak berdirinya PBB. Habibie pula yang dikatakan sebagai
penyebab kejatuhan industri pesawat FOKKER milik Belanda, akibat kemajuan
Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang dipimpinnya. Habibie sebagai
seorang Muslim yang taat mampu menjadi penggerak dan simbol kemajuan
bangsa Indonesia yang multi ras dan agama. Demikian pula masih banyak
putra-putra terbaik Islam yang memberikan sumbangan pada kemajuan dunia,
diantaranya penyandang NOBEL untuk fisika, Abdus Salam dari Pakistan
ataupun Dr. Abdurrahman Hilmy dari Mesir dan masih banyak lagi. Mentri
keuangan yang dijuluki bekas PM Inggris Margareth Teacher sebagai mentri
keungan terbaik abad ini, Anwar Ibrahim dari Malaysia, seorang pemimpin
Islam yang brilyan dan sangat toleran pada penganut agama lainnya. Bahkan
Anwar dijuluki sebagai tokoh pencerahan Asia (Asia Renaissance) yang
senantiasa melakukan dialog antar peradaban dan sangat terbuka dengan
kemajuan, sehingga menjadi cermin Muslim Kosmopolit. Presiden PBB, Razali
Ismail, adalah seorang Muslim yang tetap menjaga tradisi keislamannya.
Demikian pula, masyarakat Islam, khususnya dikawasan Asia Tenggara
adalah masyarakat yang amat ramah dan toleran, penuh persahabatan dengan
bangsa-bangsa lain. Bukannya seperti para teroris yang digambarkan. Itulah
sebabnya kawasan ini menjadi pusat wisata masyarakat Barat yang
merindukan kedamaian. Memang diakui, ada sebagian dunia Islam terjadi
peperangan dan teror. Namun jika diteliti dengan seksama, siapakah penyulut
dari aksi peperangan dan teror itu. Di Palestina misalnya, para pendatang
Yahudi merampas tanah kaum Muslimin dengan alasan, Palestina adalah
tanah yang dijanjikan Tuhan kepada mereka. Aksi perampasan ini berlanjut
menggunakan senjata bahkan mendapat bantuan Bapak Demokrasi dan Hak
Asasi Amerika. Secara jujur, apakah tindakan yang dapat kita lakukan
andaikan rumah yang kita huni turun menurun dirampas orang dengan alasan
janji Tuhan. Siapapun didunia ini mewakili akal waras akan melawan mati-
matian mempertahankan haknya. Jika si kuat malah membantu perampas,
maka tidak ada cara lain kecuali melemahkan kekuatan si kuat, agar hak
menjadi miliknya. Rasional inilah yang ditempuh kaum Muslimin Palestina,
baik di Palestina sendiri ataupun diluar, demi mempertahankan diri dari
perampok yang dibela Amerika. Maka tidak mengherankan jika mereka
menggalang aksi terorisme untuk menarik perhatian dunia yang sudah
dikuasai oleh agen-agen Yahudi Internasional. Kaum Muslimin di Palestina
seakan-akan dipaksa untuk berperang dan melakukan aksi teror demi
mempertahankan tanah airnya yang dirampas. Demikian pula halnya yang
terjadi pada kaum Muslimin di Afghanistan, Kashmir, Bosnia, Chechnya, Moro,
Arakan dan lainnya. Mereka dipaksa oleh keadaan yang diciptakan oleh
mereka yang mengatakan dirinya sebagai masyarakat beradab dan demokratis,
namun senantiasa bersikap tidak adil terhadap kaum Muslimin.
Jadi adalah tidak adil sama sekali, jika kaum Muslimin yang terkenal
toleran, ramah, penuh persahabatan, memiliki putra-putra terbaik yang
menyumbang pada kemajuan dunia dianggap sebagai kaum yang tidak

173
berperadaban, radikal, teroris, dan sejenisnya. Memang diakui kaum Muslimin
masih jauh tertinggal jika dibandingkan kaum lainnya, namun mereka kini
telah mempersiapkan diri untuk bangkit membangun dunia kembali,
sebagaimana bangkitnya generasi mereka terdahulu membangun dunia dan
memberikan sumbangan yang tak ternilai pada peradaban ummat manusia.

Islam : Sistem Masa Depan


Sejarah telah membuktikan, Islam dengan ajarannya yang sempurna
telah berhasil membangun sebuah masyarakat dengan peradabannya yang
menjulang tinggi pada masa lalu. Islam telah menjadikan bangsa Arab yang
terbelakang, terpecah belah dan tertindas menjadi bangsa besar, sebagai super
power yang telah menumbangkan dua super power masa itu, Romawi dan
Parsi. Islam telah merubah manusia-mnusia jahiliyah penyembah berhala
menjadi manusia-manusia yang bertauhid dan berperadaban, menjadi
pemimpin-pemimpin besar dunia yang dikagumi hingga hari ini. Islam telah
berhasil melakhirkan generasi terpilih sepanjang sejarah kemanusian.
Generasi-generasi yang menegakan keadilan dan kedamaian sejati serta
mengahancurkan segala bentuk kezaliman. Generasi yang telah memberikan
rahmat bagi seluruh alam, sebagaimana yang telah ditugaskan Allah SWT
kepada mereka sebagai Kholifah (wakil)-Nya yang telah memenej alam sesuai
dengan kehendak-Nya.50
Jika dahulu Islam dapat melakhirkan generasi-generasi agung yang
berperadaban serta menguasai dan memenej dunia dengan penuh
kegemilangan, maka tidak mustahil Islam sekali lagi akan melakhirkan
generasi agung berperadaban pada abad ini yang akan menjadi pemimpin
dunia. Karena sumber rujukan dan pengambilan yang telah melakhirkan
generasi terdahulu, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, tetap tersimpan hingga
kini. Sumber utama inilah yang akan mencetak generasi baru pemimpin
dunia.51
Apalagi secara konsepsional sistem Islam adalah sistem terunggul
daripada seluruh sistem dunia masa kini. Sistem lebih unggul daripada
Sekulerisme, lebih unggul daripada Kapitalisme-Liberalisme, lebih unggul
daripada Sosialisme-Komonisme, lebih unggul daripada Nazisme-Fascisme,
lebih unggul daripada Humanisme, lebih unggul daripada Nasionalisme lebih
unggul daripada semua cabang pemikiran Modernisme ataupun Post-
Modernisme, Islam lebih unggul daripada seluruh sistem danagama-agama
dunia.52

50

Lihat misalnya : Thabary, Tarikh Umam wa al-Mulk, Beirut : Dar Fiqr, 1979. Abul Hasan an-Nadwy, Madza Khasira al-Alam
bi inhithoth al-Muslimun ?. op.cit. Abul A’la al-Maududi, al-Khilafah wa al-Mulk, op.cit. Khalid Muhammad Khalid, Rijal
Haula al-Rasul, Beirut : Dar Fiqr, 1975. Muhammad al-Ghazaly, Fiqh al-Sirah, Beirut : Dar Fiqr, 1978. Yusuf al-
Khandahlawy, Hayat al-Shahabah, Lucnow : Dar Ulum, 1980. Syed Ameer Ali, The Spirit of Islam, London : Chiristopher,
1955. R.A. Nicholson, Literary History of the Arab. Chambridge : Cambridge Univ. Press,1930.
51
Lebih detil lihat : Hilmy Bakar Almascaty, Generasi Penyelamat Ummah, Kuala Lumpur : Berita Publ., 1995.

174
Dalam dunia modern ini, konsep-konsep Islam tetap relevan dan akan
menjadi jalan keluar dari segala bentuk krisis dan problema yang dihadapi
dunia. Islam sekali lagi akan membuktikan keunggulan konsepnya dari
seluruh sistem hidup diabad modern ini. Konsepsi Islam tidak akan pernah
lapuk dimakan waktu, karena ia diturunkan untuk seluruh ummat manusia
hingga akhir zaman.53

Keunggulan Ajaran Islam


Ada beberapa keunggulan dan kelebihan Islam sebagai sistem hidup jika
dibandingkan dengan sistem-sistem dunia lainnya, sehingga Islam paling layak
menjadi satu-satunya sistem alternatif dunia dimasa depan. Diantara
keunggulan itu adalah :

- Islam adalah sistem universal


Islam adalah sistem hidup yang universal, yaitu sistem hidup yang bersifat
global dan mendunia. Ia diturunkan untuk seluruh ummat manusia hingga
akihir zaman. Sebagaimana ditegaskan Al-Qur’an :
“Dan tidaklah Kami utus kamu kecuali untuk seluruh ummat manusia”.
“Dan tidaklah Kami utus kamu kecuali sebagai rahmat untuk seluruh alam”.
(Al-Anbiya : 107)

Itulah sebabnya Islam akan senantiasa mampu mengikuti arus perkembangan


zaman dari waktu ke waktu, tidak seperti sistem hidup lainnya yang lapuk
dimakan zaman karena tidak bersifat universal. Ini terbukti walaupun sudah
15 abad diajarkan, namun sistem Islam masih tetap relevan dengan dunia
modern, bahkan ia dapat mengatasi semua sistem hidup yang diciptakan
sesudahnya.

- Islam adalah sistem yang fitri

52
Untuk masalah ini secara mendetil lihat misalnya : Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism, Kuala
Lumpur : ABIM, 1974. Abul A’la al-Maududi, Capitalism, Socialism and Islam. Kuwait : Islamic Books Publ., 1987. M.
Mirza Hussain, Islam and Socialism, a Critical Analisis of Capitalism, Fascism and Nazims as Contrasted with the Qur’an
Conception of a New World Order, Lahore : SM, 1974. Maxime Radinson, Islam and Capitalism, Paris : Penguin Books, 1980.
Ali Shari’ati, Marxism and Other Western Fallacies, Trans by R. Campbell. Berkeley : Mizan Press, 1980. Mustafa
Mahmoud, Marxism and Islam, trans. By MM. Enany, Kaherah : Cairo Univ. 1990. Khalifa Abdul Hakim, Islam and
Communism. Lahore : Siddiq Printer, 1976. David Westerwind, From Socialism to Islam, Uppsala : The Scandinavia Inst. Of
African Studies, 1982. HOS Cokroaminoto, Islam and Socialism, Kuala Lumpur : Iqrak, 1988. Asghar Ali Engineer, Islam
and Liberation Theology. New Delhi : Sterling Publ, 1990. Ahmad Abdul Ghaffar Affar, Humanisme in Islam. Trans. By
Albin Michel, Indiana : The American Trust Publ,. 1979. Maryam Jameelah, Islam and Modernism. Lahore : Muhd Yusuf
Khan, 4th. Edt. 1977. Dr. Ali Muhd. Nagvi, Islam wa al-Qaumiyah, Tehran : 1404. Muhammad Asad, Islam at the Cross Road,
Spain : Dar al-Andalaus : 14th. Edt. 1404 H. Akbar S. Ahmad, Postmodernism and Islam, London : Routledge, 1992.
53
Lihat misalnya : Syed Abdul Wahab Bukhory, Islam and Modern Challenges. Madras : Dar al-Tasneef, 1966. GW.
Choudury, Islam and the Contemporary World, London : Indus Thames Publ, 1990. Ahmad al-Shahi dan Denis Mac Eoin,
Islam in Modern World, New York : St. Martin’s Press, 1983. John J. Donohue, and John L. esposito (ed), Islam in
Transition, Muslim Perspective, New York : Oxford Univ. Press, 1982. Ilse Lilhtenstadter, Islam and Modern Age, An
Analysis and Appraisal, New York: Bookman Associates. 2nd. Edt. 1960.

175
Islam adalah sistem kehidupan yang fitri, yaitu sistem kehidupan yang
sesuai dengan kehendak dan keperluan hati nurani manusia yang
menginginkan terwujutnya keadilan, kebahagiaan dan kedamaian sejati.
Sebagaimana ditegaskan Al-Qur’an :
“Maka hadapkanlah dirimu dengan lurus kepada agama itu, yaitu fitrah
Allah adalah sesuai dengan fitrah manusia, dan janganlah ada penukaran
terhadap ciptaan Allah, ialah agama yang lurus tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui”. (Al-Rum : 30)
Jika diselidiki secara jujur, maka jelaslah ajaran-ajaran Islam sangat
sesuai dengan tuntutan hati nurani manusia, karena ia adalah ajaran yang
senantiasa mengajak menuju kebaikan, keamanan, keadilan dan kebahagian
sejati. Realitas ini tidak dapat dinafikan, kecuali oleh orang-orang ada penyakit
dalam hatinya dan menolak kebenaran.

- Islam adalah sistem totalitas


Islam adalah sistem hidup yang totalitas, yaitu sistem hidup yang
sempurna, mengajarkan segala bentuk sistem kehidupan yang akan
mengantarkan manusia menuju kebahagian dan kesemppurnaan hidup.
Sistem hidup yang memiliki ajaran moral-spiritual, etika, keyakinan,
kerohiman dan sekaligus memiliki ajaran sosial, budaya, politik, ekonomi,
pendidikan, sains tehnologi, filsafat, militer dan lain-lainnya.54

- Islam adalah sistem unity


Islam adalah sistem hidup yang unity, yaitu sistem hidup yang tidak
memisah-misahkan antara satu ajarannya dengan ajaran lainnya. Keseluruhan
ajarannya adalah satu kesatuan, dari awal hinggalah akhirnya. Al-Qur’an
sangat mencela orang-orang yang memisah-misahkan ajarannya :
Dan jangalah kamu menjadi orang-orang yang menyekutukan, yaitu
daripada orang-orang yang memisah-misahkan agama mereka sehingga
jadilah mereka beberapa golongan yang tiap-tiap golongan merasa bangga
dengan pandangan mereka, (Al-Rum : 31-32)
Islam tidak pernah memisahkan antara dunia dengan akhirat, karena kedua-
duanya adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Demikian pula
Islam tidak memisah-misahkan sistem ekonomi, politik, pendidikan, sosial,
sains tehnologi, dan lain-lainnya dengan ajaran moral spiritualnya. Islam
memerintahkan agar penganutnya memasuki Islam secara unity, menerima
keseluruhan ajarannya, sebagaimana yang diterangkan Al-Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara
keseluruhan, dan janganlah mengikuti langkah-langkah Syaitan, karena
sesungguhnya Syaitan adalah musuh kamu yang nyata”. (Al-Baqarah :
208)

- Islam berasal dari Pencipta alam


54
Lihat : Prof. Said Hawwa, al-Islam, op.cit. Dr. Yusuf al-Qardhawi, op.cit.

176
Islam adalah sistem hidup yang diajarkan oleh Pencipta Yang Maha
Mengetahui tentang seluruh alam, Yang Maha Mutlak kebenarannya, yaitu
Allah SWT kepada manusia melalui perantaraan Rasulullah Saw. Sebagaimana
disebutkan Al-Qur’an :
“Dialah (Allah) yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa
petunjuk dan sistem kehidupan al-Haq agar memenangkannya diatas
semua sistem kehidupan lainnya, walaupun tidak disukai orang-orang
musrik”. (Ash-Shoff : 9)
Karena diajarkan oleh Yang Maha Mengetahui, maka Islam akan terhindar dari
segala bentuk kesalahan dan kelemahan. Ia tidak akan menjadi seperti sistem-
sistem dunia lainnya yang mengalami kegagalan akibat diasaskan oleh
manusia yang serba lemah.

- Sumber ajaran Islam jelas


Islam adalah sistem hidup yang memiliki sumber pengambilan yang
dapat dipertanggung jawabkan keaslian dan kesempurnaannya, yaitu Al-
Qur’an dan dijelaskan oleh Sunnah Rasulullah Saw. Al-Qur’an sendiri
menentang, siapakah yang mampu menandinginya walaupun seayat saja :
“Dan jika kamu ragu-ragu terhadap apa yang Kami telah turunkan kepada hamba
Kami (Al-Qur’an), maka cobalah kamu buat satu surat yang serupa dengannya, dan
ajaklah penolong-penolong kamu selain daripada Allah, jika kamu memang orang-orang
yang benar. Dan apabila kamu tidak dapat membuatnya, dan pasti kamu tidak dapat
membuatnya, maka takutlah kamu dengan Neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan
batu, yang disediakan bagi orang-orang yang kafir”.

Keaslian dan kehebatan Al-Qur’an inipun diakui oleh intelektual Barat.


Filosof dan sastrawan besar Jerman, Goethe menulis tentang al-Qur’an :
“Bagaimana juga saya membaca Al-Qur’an itu, pertama ia menggerakkan
saya pada setiap masa, dengan kesegaran dan dengan cepat
menganjurkan pendirian hati serta keheranan, yang akhirnya ia
mendorong saya kepada pengetahuan agama. Al-Qur’an itu mempunyai
susunan kata-kata yang molek dan indah, isi dan tujuannya mengandung
suatu pedoman bahagia. Dia adalah memberi ingatan dan menakutkan
selamanya, dan seterusnya ia adalah kemulian Yang Maha Tinggi.
Demikianlah, Al-Qur’an akan berjalan terus dan bekerja sepanjang masa
dengan pengaruh yang amat kuat serta gagah dan teguh”.55
Maka dengan demikian, jelaslah bahwa al-Qur’an, sumber pengambilan utama
ajaran Islam adalah yang terbaik dan dapat dipertanggung jawabkan
keasliannya. Tidak ada alasan apapun untuk menolaknya, karena ia adalah
wahyu Allah yang suci dan terpelihara dari segala jenis penipuan.56

55

Goethe, Hughe’s Dictionary of Islam, dikutip dari : O. Hashem, Kekaguman Dunia Terhadap Islam. Bandung : Pustaka
Salman, 1985.

177
- Islam memiliki contoh teladan
Islam adalah sistem kehidupan yang memiliki contoh nyata ajarannya,
yaitu masyarakat yang telah dibina oleh Rasulullah diMadinah yang
diwahyukan Allah. Masyarakat yang susunannya sangat indah, dibawah
pimpinan dan bimbingan Muhammad Rasulullah. Setiap aspek kehidupannya
adalah contoh tauladan manusia sepanjang masa. Jika seorang pemimpin
ingin melihat contoh, maka Rasulullah Saw, Abu Bakar ra, Umar ra,Uthman
ra, dan Ali ra adalah contoh terbaik. Jika seorang perniaga dan hartawan ingin
mencari tauladan, maka Abdurahman bin Auf ra adalah figurnya. Demikian
pula jika panglima perang mencari contoh, maka contohnya adalah Khalid bin
Walid ra. Jika wanita menghendaki contoh tauladan maka Aisyah ra, Fatimah
ra, adalah contohnya. Islam telah memiliki contoh masyarakat ideal yang akan
diciptakannya, berbeda dengan sistem dunia lainnya yang tidak memiliki
contoh baik secara pribadi, keluarga dan masyarakat. Islam dengan ajarannya
telah terbukti keunggulannya, sehingga dapat melakhirkan ummat yang
memiliki kekuasaan luas dan menguasai peradaban dunia. Islam telah
menciptakan dunia baru yang berlandaskan pada ajarannya yang sempurna.
Tidak ada satu sistem duniapun yang mampu menyamai keunggulan sistem
Islam, sejarah telah dan akan membuktikannya. Kegagalan sistem Sosialisme-
Komonisme menghantarkan penganut-penganutnya menuju model masyarakat
yang dicita-citakan karena sistem ini belum terbukti lagi keunggulannya
melakhirkan masyarakat ideal, dan tidak pernah terwujud sebelumnya
masyarakat yang dicita-citakannya, hingga tidak ada contoh nyata bagaimana
bentuk masyarakat Sosialisme-Komonisme yang dikehendaki. Demikian pula
dengan sistem hidup lainnya, semua belum terbukti keunggulannya
menciptakan masyarakat ideal yang dapat menegakan keadilan dan kedamaian
sebagaimana masyarakat Islam.

- Islam tidak rasialis


Islam adalah sistem hidup yang tidak membeda-bedakan tingkatan
manusia satu dengan lainnya. Manusia adalah sama, dijadikan dari tanah,
tidak ada yang lebih utama ataupun tinggi drajatnya. Tidak ada kelebihan kulit
putih daripada kulit hitam, tidak ada perbedan kelas, baik kelas buruh
ataupun pemodal, tidak kelas bangsawan yang harus dihormati secara
berlebih-lebihan oleh masyarakat awwam. Keutamaan dan kemulian seseorang
dipandang adalah berdasarkan pada ketaqwaannya kepada Allah semata,
sebagaimana yang disebutkan Al-Qur'an :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari laki-laki
dan perempuan, dan Kami telah jadikan kamu beberapa bangsa dan

56
Lebih terinci lihat misalnya : Dr. Subhi Shaleh, Mabahits fi ‘ulum al-Qur’an, Beirut : Dar Ilm li al-Maliyin, tt. Syaikh
Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi ‘ulum al-Qur’an, Damsyik : Maktabah al-Ghazaly, Thabaah Tsalist, 1981. Dr. M.
Ali al-Hasan, al-Manar fi ‘ulum al-Qur’an, Amman : Matbaah al-Syuruq, 1983. Dr. Shabir Thayyimah, Hazha al-Qur’an,
Bairut : Dar al-Jiil, 1989. Syaikh Muhammad Rasyid Ridho, al-wahy al-Muhammady, Bairut : Dar al-Fiqr, 1968.

178
suku, supaya kamu berkenal-kenalan, sesungguhnya semulia-mulia kamu
disisi Allah ialah yang paling bertaqwa diantara kamu”.
(Al-Hujurat : 13)
Dengan dihilangkannya kasta-kasta manusia ini, Islam bermaksud akan
menghantarkan dunia menuju keadilan dan kedamaian sejati, sehingga tidak
ada satu ras ataupun satu golongan manusia agar dapat mengeksploitasi
manusia lainnya dengan alasan yang satu memiliki drajat yang tinggi daripada
lainnya. Dengan demikian pertentangan kelas yang selama ini menghantui
dunia akan hilang dengan sendirinya, karena Islam menganggap semua
manusia adalah sama drajatnya disisi Tuhannya.

- Islam Tegak Atas Keadilan


Islam adalah sistem hidup yang ditegakkan atas dasar keadilan sesama
manusia, mengutamakan persaudaraan dan kebaikan. Bukannya seperti
sistem dunia lainnya yang menganjurkan pertentangan dan perkelahian yang
didasari pada kebencian. Ataupun tidak sama dengan sistem yang
mengeksploitasi pekerja untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya
sebagaimana diamalkan kaum Kapitalis. Namun Islam adalah sistem yang
senantiasa mengajarkan kebajikan umum, dengan sistem ekonominya yang
khas. Pengikutnya dianjurkan untuk mendapatkan dan memiliki harta
sebanyak kemampuannya, namun dalam hartanya itu terdapat hak Allah dan
hak masyarakat yang harus ditunaikan.57

- Islam mampu menghadapi tantangan zaman


Islam adalah sistem hidup yang akan dapat menyelesaikan segala
bentuk krisis dan tragedi yang diderita dunia masa ini dengan pendekatannya
yang khas. Islam akan menyelesaikan problematika masyarakat modern
dengan menyelesaikannya dari inti permasalahannya yang dihadapi sehingga
tidak akan timbul lagi permasalahan baru diatas permasalahan lama. Islam
mengetahui benar dimanakah sumber segala bentuk permasalahan yang
dihadapi dunia dan menyelesaikannya secara tuntas. Islam akan
menyelesaikan krisis dunia hari ini dengan menyelesaikan manusianya terlebih
dahalu, karena semua krisis pada hakikatnya bersumber dari manusia. Jika
manusia sudah menjadi baik, maka tentu dunia ini akan menjadi baik pula.
Manusia ini terlebih dahulu dididik dan dipimpin Islam dengan pendekatannya
yang unik, sehingga menjadi manusia sempurna, secara jasmani maupun
rohani.58

- Islam tidak memisahkan agama & pengetahuan


57
Lebih detil lihat : Sayyid Qutb, Al-Adalah al-Ijtimaiyyah, Beirut : Dar Fiqr, 1976.
58
Lebih detil lihat ; Prof. Muhammad Qutb, Islam and The Crisis of Modern World, Leicester : The Islamic Foundations, 1979.
Prof. Sayyed Hussaein Nashr, Islam and The Plight of Modern Man. London : Longman, 1975.

179
Islam adalah sistem hidup yang mempertentangkan antara sains-
tehnologi dengan ajarannya. Bahkan Islam mendukung segala bentuk aktivitas
penyelidikan ilmiah dan pengembangan sains-tehnologi untuk memudahkan
manusia dalam menjalankan aktivitasnya sebagai hamba dan wakil Allah
dimuka bumi. Sejarah membuktikan Islam telah melakhirkan para saintis dan
tehnolog Muslim yang menjadi guru bagi pengembangan pengetahuan dan
peradaban Barat dan hasil karya mereka masih menjadi referensi sampai hari
ini.

- Islam adalah ajaran yang dinamis

Islam adalah sistem kehidupan yang dinamis dalam menanggapi segala bentuk
perubahan dan perkembangan dunia, tidak seperti agama-agama lainnya
ditinggalkan pengikutnya karena tidak mampu mengikuti perkembangan
zaman. Kedinamisan Islam ini disebabkan karena ajarannya yang universal
dan datang daripada Allah SWT Yang Maha Mengetahui serta diturunkan
sebagai panduan hidup manusia hingga keakhir zaman. Itulah sebabnya
ajaran Islam senantiasa akan tetap relevan sepanjang zaman, tetap dinamik
mengikuti perkembangan dunia yang semakin canggih dan kompleks ini.

Maka dengan demikian Islam akan menjadi satu-satunya alternatif sistem


dunia masa depan yang akan menyelesaikan segala bentuk krisis dan tragedi
masyarakat modern. Hanya Islamlah yang akan mampu menjawab krisis dan
problem masyarakat modern hari ini dan membimbing mereka menuju
kehidupan masyarakat ideal, yaitu masyarakat yang menjiwai semangat
masyarakat yang pernah dibina Rasulullah 15 abad silam namun mampu
berintegrasi dengan dunia moden dengan segala kecanggihan sains-
tehnologinya.59

Janji-janji Allah dan Rasul-Nya tentang Kemenangan Islam dan Umatnya


Islam adalah ajaran yang diturunkan Sang Pencipta alam untuk menyelamatkan
seluruh umat manusia sebagai pelengkap dan penutup agama langit sebelumnya.
Sebagai agama penyelamat manusia yang terunggul dan tersempurna, Islam mendapat
garansi kemenangan dari Allah yang telah menurunkannya dengan syarat-syarat yang
telah ditetapkan-Nya kepada para pendukung dan pengikut setianya. Allah SWT
telahpun menegaskan didalam Al-Qur’an tentang kemenangan Islam, sebagaimana
difirmankan-Nya :
“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan
ad-Dien al-Haq (ajaran kebenaran) agar memenangkannya diatas segala
dien (ajaran). Walaupun orang-orang yang musrik tidak menyukainya”.
(Al-Shoff : 9)
“Sesungguhnya dien yang diridhoi disisi Allah hanyalah Islam”.

59
Lihat : Prof. Sayyed Hussaein Nashr, Islam and The Plight, op.cit.

180
(Ali Imran : 19)
“Dan barang siapa yang mengambil selain Islam sebagai dien-nya, maka ia
tidak akan diterima, diakhirat mereka termasuk orang-orang yang merugi”.
(Ali Imran : 83)
Sebagaimana dijelaskan terdahulu, Dien bermakna seluruh sistem
kehidupan manusia, dan Islam adalah satu-satunya al-Dien yang akan
mendapat kemenangan, dan sejarah telah membuktikannya. Walaupun Islam
pada awalnya didukung oleh bangsa yang terbelakang dan primitif, namun
berkat ajaranya, Islam telah mengangkat martabat mereka menjadi bangsa
yang maju dan besar sebagai mercusuar peradaban dunia. Dan Islam pasti
akan mendapat kemenangan sebagaimana ummat terdahulu, asalkan mereka
menerapkan kembali dalam kehidupannya metode yang telah mengantarkan
kemenangan dan kejayaan ummat terdahulu.

Demikian pula banyak hadits Rasulullah yang menyatakan Umat Islam akan
kembali gemilang sekali lagi diakhir zaman untuk menguasai kepemimpinan
peradaban dunia, diantaranya :
Bahwasanya Rasulullah Saw telah bersabda :
“Tegaklah pada kamu masa Kenabian sampai beberapa lama yang
dikehendaki Allah, maka terjadilah ia, kemudian diangkat.
Kemudian tegaklah selepas itu pada kamu masa Kholifah atas
manhaj Kenabian, maka terjadilah ia kepadamu beberapa lama
yang dikehendaki Allah, kemudian ia diangkat. Kemudia terjadilah
padamu masa Kerajaan yang menggigit (Mulkan adhudhan), maka
terjadilah ia beberapa masa yang dikehendaki Allah, kemudian
diangkat. Kemudian tegaklah selepas itu Kerajaan rusak (Mulkan
Jabbariyyan) terjadilah ia beberapa lama yang dikehendaki Allah,
kemudian diangkat. Selepas itu tegaklah padamu Kholifah atas
manhaj Kenabian yang mengamalkan Sunnah Rasul dikalangan
manusia. Islam akan tersebar luas dimuka bumi yang diridhoi oleh
penghuni langit dan bumi. Langit tidak akan meninggalkan
setetespun air hujan, kecuali ia mencurahkannya. Dan bumi tidak
akan meninggalkan tanaman dan barokahnya kecuali ia akan
mengeluarkannya”.60

Hadist diatas diperkuat oleh beberapa hadists, diantaranya:

Dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi Saw yang bersabda :


“Jika tidak tinggal dari dunia hanya sehari sahaja niscaya allah memanjangkan hari itu
hingga bangkit padanya seorang lelaki dari keturunanku atau dari kaum keluargaku, yang
60
Hadits ini diriwayatkan dari Abu Ubaidullah al-Jarrah dan diriwayatkan oleh Imam Tabrany. Diriwayatkan pula oleh
Khuzaifah al-Yaman oleh Imam Ahmad (4/273) dalam Musnadnya. Telah berkata al-Hatamy dalam Majmu’ al-Zawaid,
(5/179), diriwayatkan oleh Ahmad dan al-Bazzar, dan Tabrany dalam al-Ausath menyatakan perawinya adalah thiqah.
Dan al-Hafidz al-Iraqi berkata :’ini adalah hadits Shohih’. Sebagaimana dinukil dari Muhammad Nasiruddin al-Bany
dalam Salsilah al-Hadits al-Shahih. (Damsyik : al-Maktab al-Islamy tt, hal. 9.

181
namanya menyerupai namaku dan nama bapaknya menyerupai nama bapakku, ia akan
memenuhi bumi dengan keadilan dan kemakmuran sebagaimana bumi dipenuhi kezaliman dan
kekezaman”.

Dalam riwayat Tirmizi disebutkan :


“Dunia tidak akan berakhir sehingga bangsa Arab dipimpin oleh seorang
laki-laki dari kelurgaku yang namanya menyerupai namaku”.61

Dari Jabir katanya : Rasulullah Saw telah bersabda :


“Akan hadir pada hari akhir Ummatku seorang kholifah yang
membahagiakan harta dan tidak menghitung-hitungnya”.62

Dari Abu Said al-Khudri dari Rasulullah Saw yang bersabda :


“Akan hadir diakhir ummatKu al-Mahdi yang disirami oleh Allah dengan
hujan, bumi mengeluarkan tumbuhan, harta diberikan kepada yang sihat,
binatang ternakan membiak, ummat Islam menjadi agung dan mulia, ia
hidup selama tujuh atau delapan kali haji.63

Menurut keterangan beberapa hadits diatas, dapatlah disimpulkan


bahwa akan lakhir dimasa yang akan datang seorang pemimpin besar Islam
dari keturunan Rasulullah yang bernama Muhammad bin Abdullah bergelar
sebagai Imam al-Mahdi al-Muntazar yang akan menegakkan Islam dan
menjadikannya sebagai satu-satunya jalan keluar bagi problem dan krisis yang
dihadapi masyarakat dunia. Dia akan membawa kegemilangan Islam dan
ummat sekali lagi seperti dizaman Rasulullah dan para sahabat terdahulu.
Dialah Kholifah yang akan menegakkan keadilan dan kemakmuran, yang akan
membagi-bagikan harta tanpa menghitungnya. Seluruh manusia akan merasa
keadilan dan kemakmuran yang dibawanya.
Walaupun ada yang menolak hadits-hadits al-Mahdi ini, seperti Ibn
Khaldun misalnya, namun banyak imam-imam dan ulama-ulama besar yang
membenarkannya, karena hadists-hadists tentang al-Mahdi adalah hadists
mutawattir. Diantara yang mensohehkan dan menghasankan hadists-hadists
al-Mahdi yaitu : al-Imam Abu Dawud, al-Imam Tirmizi, al-Hafidz Abu Ja’far al-
Aqili, al-Imam al-Hasan bin Ali bin Khilaf Abu Muhammad al-Barbahary, al-
Imam Abu al-Hasan Ahmad bin Ja’far al-Munady, al-Imam Ibnu Hibban, al-
Hafidz Abu al-Hasan Muhammad bin al-Husain al-A’bari as-Sajzy, al-Imam Abu
Sulaiman al-Khotoby, al-Imam Baihaqi, al-Qodhi Abu Bakar bin al-Arbi, al-

61
Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no 4282) dalam Sunan bab al-Mahdi, dan al-Tirmidzi berkata : Hadits ini adalah Hasan
Shohih. Dan Ibn Thaymiyah telah menshohihkannya dalam Minhaj al-Sunnah al-Nabawiyyah (4/211) dan dihasankan
isnadnya oleh al-Bany dalam “Takhrij Ahadits al-Miskah”.
62
Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shoheh (no.2913) bab al-Fitan dan Imam Ahmad dalam Musnad (no. 3/37, 318,333).
63
Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (no. 4/577,558). Berkata al-Bany : Sanadnya Soheh dan perawinya tsiqoh”..
Dikutip dari Salsilah al-Hadits al-Shohihah, op.cit hal. 117.

182
Qodhi Iyad, al-Imam as-Suhaily, al-Imam Abu Faraj al-Jauzy, al-Imam Ibnu
Athir, al-Imam Qurthubi, al-Imam Ibn Thaimiyah, al-Imam al-Hafidz adz-
Dzahby, al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah, al-Hafidz Ibn Kathir, al-Hafidz
Ibnu Hajar al-asqolany, al-Hafidz Suyuthy, al-Allamah Ibn Hajar al-Haithami,
al-Allamah al-Barzanji, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab, al-Allamah al-
Qodhi as-Saukani dan lain-lainnya.64
Ulama dari kalangan Wahibi yang terkenal kehati-hatiannya dalam
memelihara ajaran salafpun mengikuti tentang akan hadirnya al-Mahdi,
sebagaimana dinyatakan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baaz, Mufti Saudi Arabia
yang berkata :
“Adapun pengingkaran terhadap al-Mahdi al-Muntazar dengan
segala yang berkaitan dengannya sebagaimana yang difahami
sebagian orang masa ini, maka pengingkaran itu adalah perkataan
yang bathil. Karena sesungguhnya hadists-hadists tentang
keluarnya (al-Mahdi) diakhir zaman, dan ia akan memenuhi bumi
dengan keadilan dan kemakmuran untuk menggantikan kerusakan,
adalah hadists-hadists yang mutawattir dan sangat banyak serta
diakui sebagaimana telah disyahkan oleh kebanyakan Ulama,
diantaranya Abul Hasan al-Aburi as-Sajastani daripada Ulama
kurun keempat, al-Allamah as-safarany, al-Allamah Syaukany dan
lain-lainnya. Dan hal ini seakan-akan telah ijma (sepakat) dari ahli
ilmu…”.65

Maka dengan demikian, jelaslah bahwa Islam telah dijanjikan oleh Allah
dan Rasul-Nya akan mendapat kemenangan dan kejayaan sekali lagi dimasa
depan untuk membuktikan kebenaran ajarannya. Namun kemenangan ini
tidak akan datang dengan sendirinya, karena bertentangan dengan akal sehat
dan semangat agama Islam sendiri. Infrastruktur kemenangan dan kejayaan
ini harus dipersiapkan dengan matang dan sistematis oleh para pemimpin dan
cendikiawan Islam sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para
sahabatnya terdahulu. Generasi Islam pertama telah mempersiapkan segala
sesuatu yang berkaitan dengan kemenangan mereka melalui perjuangan dan
pengorbanan yang luar biasa seriusnya. Karena janji Allah dan Rasul-Nya
adalah janji yang bersyarat, dan kemengan akan diperoleh apabila Ummat
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Pemahaman sebagian umat
yang menunggu al-Mahdi dengan perbuatan statis adalah bertentangan dengan
ajaran Islam yang memerintahkan pengikutnya untuk berjuang dengan
seluruh daya upaya mereka. Kedatangan al-Mahdi sebagai pemimpin Ummat
dimasa depan harus disambut dengan persiapan-persiapan matang, terutama
infrastruktur masyarakat, terutama pemahaman dan pengalaman mereka pada
Islam harus sudah sesuai dengan kehendak ajaran Islam. Maka hal ini adalah
64
Muhammad bin Ahmad bin Ismail, al-Mahdi Haqiqoh la Khurafah, Kaherah : al-Maktabah al-Tarbiyat al-Islamiyah, 1990.
Hal. 59-62.
65
Dikutip dari Jaridah Ukadz, 18 Muharram 1400.

183
tugas para pemimpin dan intelektual Islam untuk mengarahkan dan
membimbing Umat agar sesuai dengan ajaran yang dikehendaki Islam.

Kebangkitan Islam
Demikian pula halnya, di akhir abad 20 ini kaum Muslimin diseluruh
penjuru dunia mulai sadar dan bangun menuju era kebangkitan Islam. Akhir
abad ini adalah abad kebangkitan Islam dan Umatnya diseluruh aspek
kehidupan setelah beberapa abad tertidur pulas dibawah buaian Imprialis
Barat yang meracuni mereka dengan segala sistem hidup yang akhirnya
menghilangkan identitas mereka sebagai Umat terbaik. Kebangkitan kembali
Umat untuk mewarisi kegemilangan peradaban yang telah dibangun generasi
mereka terdahulu yang berlandaskan spirit Islam sehingga mengantarkan
mereka sebagai cendikiawan-cendikiawan ulung dan briliyan. Kebangkitan
kembali untuk menghidupkan sunnah Rasulullah dan pelanjut-pelanjut
setianya yang telah berhasil gilang gemilang memimpin dunia dengan penuh
keadilan dan menyelamatkannya dari kehancuran dan kezaliman penguasa-
penguasa diktator. Kebangkitan kembali untuk mendaulatkan Islam diatas
segala sistem kehidupan manusiawi dan sebagai satu-satunya jalan hidup
yang dapat menyelesaikan krisis masyarakat modern. Kebangkitan kembali
Ummat menjadi Super Power yang akan menggantikan penguasa-penguasa
dunia masa kini yang telah mengalami kegagalan.
Gelombang kebangkitan Islam ini terus maju, tidak ada kekuatanpun
yang dapat menghalanginya. Kaum Muslimin mulai sadar, hanya Islamlah
yangakan dapat membawa mereka menuju kejayaan dunia akhirat. Pemimpin-
pemimpin Islam dari kalangan Ulama dan cendikiawan tampil membina
Ummat dengan penuh gairah melalui gerakan dan visi masing-masing.
Jama’ah, gerakan dan organisasi Islam tumbuh subur walaupun terpaksa
melalui banyak tantangan, rintangan, dan tentangan, terutama kezaliman
rezim-rezimdiktator yang tidak menghendaki Islam. Generasi muda mulai
mendekati Islam, mereka sangat bangga menjadikan Islam sebagai al-Dien al-
hayah (pandangan hidup) mereka. Para cendikiawan Muslim dengan penuh
kesungguhan mengislamisasikan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk
mencapai kegemilangan Islam dibidangnya masing-masing. Demikian pula
para pakar tehnologi Muslim telah menciptakan penemuan-penemuan baru
yang diakui keunggulannya oleh dunia. Al-hasil seluruh Ummat diakhir abad
ini seakan-akan bangkit secara menyeluruh untuk menguasai kepemimpinan
peradaban dunia dalam segala aspek kehidupan.66
Kebangkitan ini lebih semarak lagi apabila pejuang-pejuang Muslim
dengan gerakannya mulai menampakan hasil yang menakjubkan. Dimulai
66
Lihat misalnya : Abdul Hadi Bu Thalib, ISESCO and The Islamic Revival, Rabat : ISESCO, 1985. Yvanne Yazbeek Haddad
and John Esposito, The Contemporary Islamic Revival, New York : Greenwood Press, 1991. John L. Esposito, Voices of
Resurgent Islam, New York : Oxford Univ. Press, 1983. Ali E. Hillali Dessouki (ed). Islamic Resurgence in the Arab World,
New York : Preager, 1982. Dr. Chandra Muzaffar, Islamic Resurgence in Malaysia, Petaling Jaya : Penerbit Pajar Bhakti,
1987. Dr. Amien Rais (ed), Islam in Indonesia, Jakarta : Rajawali, 1986. VS. Naipul, Among The Believers (An Islamic
Journey),. New York : Vintage Books, 1981.

184
dengan keberhasilan Ayatullah Khomaeni di Iran menumbangkan rezim
diktator Syah Reza Pahlevi dengan dukungan kekuatan massa yang dikenal
dengan “revolusi Islam” dan berhasil mendirikan Republik Islam Iran yang
sangat ditakuti Barat. Selanjutnya keberhasilan gerakan-gerakan Islam di
Timur Tengah seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir bangkit kembali membina
masyarakat dan sangat berpengaruh dalam politik, dan di Jordania berhasil
menguasai parlemen. Dr. Hasan Turabi dengan gerakannya berhasil
mengislamisasikan Sudan, yang membuahkan berdirinya Republik Islam
Sudan. Kemenangan spektakuler Front Keselamatan Islam (FIS) di Algeria
walaupun dizalimi mendapat dukungan rakyat. Kaum pembaharu di Saudi
Arabia semakin berpengaruh sesudah perang Teluk dan mengancam sistem
monarchi dinasti Saud. Islamic Trend Movements di Tunisia semakin populer
dan berpengaruh. Albania yang komunis menjadi anggota Organisasi Konfrensi
Islam (OIC). Mujahidin Afghanistan yang lemah persenjataan dan kekuatan
material berhasil menumbangkan Super Power Uni Soviet yang komunis, dan
membawa kebangkrutannya. Bangkitnya republik-republik Islam dibekas Uni
Soviet yang spektakuler. Islam di Eropa dan Amerika mulai berkembang.
Gerakan-gerakan Islam di Nusantara berhasil mewarnai masyarakat dengan
Islam, didirikannya institusi intelektual Muslim seperti ISTAC (International
Institute of Islamic Thought and Civilization), IIU (Intenational Islamic
University), IKIM (Institut Kefahaman Islam Malaisia), ICMI (Ikatan
Cendikiawan Muslim se-Indonesia) dan lain-lainnya agar kaum cendikiawan
Muslim lebih tersistematis dan terkoordinasi dalam mengislamisasikan
masyarakat dan negara.
Kebangkitan kembali Islam adalah Sunnatullah yang mesti berlaku,
kemenangan dan kekalahan senantiasa akan digilirkan antara satu bangsa
dengan bangsa lainnya. Masa kemenangan dan kejayaan bangsa Barat sudah
berakhir dan akan digantikan oleh bangsa Timur Muslim yang mulai
menghayati identitas mereka dengan mengamalkan ajaran Islam dan
membuang segala bentuk faham-faham sekulerlisme dan materialisme dari
Barat. Disaat bangsa Barat mengalami kemerosotan dan kemunduran sosial
ekonomi, bangsa Timur Muslim bangkit dengan dinamisnya. Semua ini adalah
petanda awal dari kemenangan besar Islam yang akan didukung
kebangkitannya oleh bangsa Timur Muslim. Realitas ini ditgaskan lagi dengan
mulai runtuhnya negara-negara adi daya satu persatu. Dimulai dengan
runtuhnya Super Power Uni Soviet, mulai goncangnya Eropa, Amerika, Jepang
dan lain-lainnya. Setelah bangsa-bangsa maju ini mengalami puncak
kemajuan sains tehnologi, ekonomi, dan kemajuan material lainnya, karena
tidak memiliki dasar moral spiritual yang kokoh dalam pembangunan negara
dan bangsa, masyarakatnya mengalami krisis dan dilema yang tidak kunjung
berakhir. Krisis dan dilema yang akan membawa mereka menuju jurang
kehancuran. Semua penemuan material yang menjulang tinggi itu akan
menghancurkan mereka sendiri. Sebagai contoh nyata, walaupun Amerika
telah menemukan teori-teori mengagumkan dalam sains sosial yang senantiasa

185
menjadi rujukan pakar-pakar dunia, termasuk kaum Muslimin, namun
America sendiri tidak mampu menyelesaikan krisis sosial antara kulit putih
dengan kulit hitam yang senantiasa menimbulkan kerusuhan-kerusuhan
dahsyat yang melumpuhkan negara. Penyakit-penyakit sosial menyebar
dengan ganasnya tak terkawal lagi. Akhirnya sistem sosial yang begitu indah
dalam teori yang mereka ciptakan tak pernah wujud di America. Sistem sosial
sudah hancur, institusi keluarga yang merupakan tiang negara sudah punah,
kriminalitas semakin meningkat, penyelewengan-penyelewengan berleluasa,
sains dan tehnologi menjadi alat perusak akibat tidak dikawal kekuatan moral
spiritual yang lurus dan akhirnya Amerikapun menuju jurang kehancuran
mengikuti sahabat karibnya Uni Soviet dengan segala krisis yang dihadapinya.
Demikian pula halnya dengan negara-negara besar lainnya, semua
sedang berlomba mendaki puncak gunung material sementara fondasi spiritual
mereka sangat rapuh, maka ketika berada dipuncaknya mereka akan
terjerumus menuju lembah kebinasaan. Mereka saling berlomba, saling
menipu, saling memeras dan mengancam serta saling memusnahkan satu
dengan lainnya. Negara-negara adi daya yang secara material sangat
mengagumkan itu pada hakikatnya sedang berlomba menggali kuburan
mereka sendiri dengan sains dan tehnologi canggih mereka yang tidak dikawal
dengan kekuatan spiritual. Mereka pasti akan hancur, sebagaimana hancurnya
Uni Soviet dengan sistem Sosialisme-Komunismenya. Kehancuran mereka
disebabkan sisrem kehidupan yang diterapkannya setelah menemui kegagalan
akibat landasan filsafatnya yang sangat rapuh.
Realitas-realitas ini membuktikan Islam akan tampil sekali lagi dengan
keunggulannya untuk menyelesaikan segala problem dan krisis ummat
manusia dengan pendekatan khasnya. Islam akan mengantarkan bangsa yang
menganutnya dengan sempurna menjadi pemimpin baru peradaban dunia
dimasa depan. Bangsa Muslim baru ini akan tampil dengan keunggulan Islam
untuk menyelesaikan segala krisis dan problem masyarakat modern. Islam
sekali lagi akan membuktikan keunggulannya dengan melakhirkan masyarakat
terbaik yang memiliki kekuatan spiritual dan kekuatan material, masyarakat
yang menjiwai semangat para generasi Rasulullah terdahulu namun
menguasai sains-tehnologi modern.

Islam Versus Barat Pasca Peristiwa 11 September 2001


Bersamaan dengan didegungkannya kebangkitan Islam kembali oleh
kaum muslimin di seluruh penjuru dunia, Barat yang diwakili oleh Amerika,
Inggris, Australia dan negara-negara sekutu Barat lainnya telah merancang
sebuah pertempuran terpadu antara Barat dan Islam terutama setelah
berakhirnya perang dingin yang telah mengantarkan tumbangnya Uni Soviet.
Kekalahan pengikut Sosialisme-Komonisme telah memberikan keyakinan
kepada Barat akan keunggulan peradaban mereka sebagaimana digambarkan
Francis Fukuyama dalam bukunya The End of History and The Last Man.
Namun diluar dugaan, setelah tumbangnya Negara Tirai Besi, telah bangkit

186
negara-negara muslim yang berhubungan erat dengan Cina dan mendapat
bantuan pengembangan teknologi persenjataan. Dan Islam adalah kekuatan
yang tidak pernah padam, sehingga tetap menjadi ancaman peradaban-
peradaban paganis ataupun penerusnya seperti peradaban Barat. Itulah
sebabnya akan terjadi benturan (clash) antara Islam dengan Barat baik dalam
militer, politik, ekonomi, pemikiran, pengetahuan sampai peradaban, yang oleh
Huntington disebut sebagai Clash of Civilization atau yang didistilahkan oleh
Prof. Naquib al-Attas dengan Permanent Confrontation (konfrontasi permanen)
dalam bukunya yang terkenal Islam and Secularism.
Sebagai seorang muslim, benturan demi benturan yang telah merambah
ke semua lini kehidupan manusia adalah sebuah keniscayaan yang harus
diterima sebagai kenyataan kehidupan, sebagaimana nyatanya kehidupan itu
sendiri. Karena benturan demi benturan dalam segala bentuk dan dimensinya
antar umat manusia telah menghiasi perjalanan sejarah dunia sejak awal
keberadaannya yang didalam al-Qur'an disebutkan sebagai pertarungan al-Haq
dengan al-Bathil, antara pengikut Allah (Hizbulllah) dengan tentara Thaghut
(pengikut Iblis). Pertarungan yang diwakili oleh para Nabi dan Rasul melawan
para tiran. musyrikin dan paganis, antara Ibrahim dengan Namrud, Musa
dengan Fir'aun, Thalut dengan Jalut, Isa dengan Tiranis Romawi, Muhammad
saw dengan bangsawan Kafir-Musyrik Mekah. Demikian pula benturan demi
benturan telah terjadi antara pengikut Muhammad saw yang menyerukan jalan
lurus para nabi, baik Nuh, Ibrahim, Ishaq, Musa sampai Isa dengan para
pengikut para penyimpang dengan berbagai atribut dan namanya dalam
panggung sejarah, sejak dari era Madinah, Baghdad, Cordova hingga saat ini.
Keadaan ini digambarkan dengan indahnya oleh al-Qur'an :

Manusia itu (dahulunya) satu umat. Lalu Allah mengutus para nabi (untuk)
menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Dan diturunkan-Nya bersama
mereka Kitab yang mengandung kebenaran, untuk memberi keputusan di antara
manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Dan yang berselisih
hanyalah orang-orang yang telah diberi (Kitab), setelah bukti-bukti yang nyata
sampai kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka sendiri. Maka
dengan kehendak-Nya, Allah memberi petunjuk kepada mereka yang beriman
tentang kebenaran yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada
siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus. (al-Baqarah : 213)

Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas
perbedaan antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barangsiapa ingkar
kepada Thaghut, dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang
teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar,
Maha Mengetahui. Allah pelindung orang yang beriman. Dia mengeluarkan
mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir,
pelindung-pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya

187
kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.
(al-Baqarah : 256-257)

Katakanlah (Muhammad), "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang
diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak,
Yakub, dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa, dan para
Nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara
mereka dan hanya kepada-Nya kami berserah diri". (Ali Imron : 84)

Sungguh, Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran, sebagai


pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Dan engkau tidak akan diminta
(pertanggungjawaban) tentang penghuni-penghuni neraka.

Dan orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad)
sebelum engka mengikuti millat (tata cara) mereka. Katakanlah "Sesungguhnya
petunjuk Allah itulah petunjuk yang sebenarnya". Dan jika engkau mengikuti
keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, maka tidak akan
ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah. (al-Baqarah : 119-120).

Memanasnya benturan antara Islam dan Barat saat ini, terutama


setelah berakhirnya perang dingin antara Amerika dengan Uni Soviet, tidak
lain disebabkan oleh perjalanan sejarah masing-masing peradaban dan yang
melatarbelakanginya. Sebagaimana disebutkan Prof. Naquib dalam Islam and
Secularism, bahwa peradaban Barat yang kini mengalami puncaknya di
Amerika adalah peradaban yang telah tumbuh dari peleburan sejarah,
kebudayaan, falsafah, nilai dan aspirasi Yunani dan Romawi kuno yang
dicampur dengan ajaran Yahudi dan Kristen yang kemudian dekembangkan
lebih lanjut oleh rakyat Latin, Jermia, Keltik dan Nordik. Sementara sejarah
telah mencatat kecemburuan-kecemburuan Yahudi terhadap Nabi Muhammad
dan pengikutnya sejak di Mekah maupun Madinah, yang akhirnya mereka
dapat diusir dari semenanjung Arabia akibat penghianatannya. Sejak awal
kebangkitan Islam, Yahudi dan Nashrani telah menaruh kebencian pada Islam.
Kenapa mereka menaruh dendam yang mendalam pada Islam dan
umatnya sehingga sejak awal kebangkitan Islam mereka merusaha untuk
mengakhiri keberadannya?, Bukankah Islam sendiri adalah kelanjutan
daripada agama-agama mereka? Apakah yang mendorong mereka untuk
bersekongkol dari awal untuk meredam kebangkitan Islam bahkan
mengobarkan peperangan demi peperangan sejak zaman Muhammad saw, para
shahabat, Salahuddin al-Ayyubi, Muhammad al-Fatih, zaman kolonialisme dan
imprialisme sampai saat ini? Kenapa pemerintah Amerika Serikat, terutama
dibawah GW. Bush sangat berambisi untuk menyerang dan menguasai dunia
Arab, yang dimulai dari penguasaan Afghanistan, Iraq dan selanjutnya
berencana menyerang Suriah ataupun Iran yang dianggapnya tidak koperatif?
Kenapa pula para cendekiawan Barat tidak jemu-jemunya mengadakan

188
penelitian terhadap Islam dan umatnya, namun kemudian memberikan
penilaian yang merugikan Islam, baik sejak zamannya Ignuz Goldziher, Sounck
Horgeunge sampai Bernard Lewis dan Samuel P. Huntington dan para
orientalis Barat lainnya?.
Jawaban paling tepat atas pertanyaan ini adalah jawaban yang
diberikan seorang cendekiawan terkemuka Islam yang sangat memahami latar
belakang kebudayaan dan peradaban Barat, Prof. Naquib al-Attas. Beliau
menulis:
"Islamlah agama yang mula-mula mendakwahkan peranannya
sebagai agama yang bersifat menyeluruh bagi anutan segenap
masyarakat insani; agama yang merupakan fitrah atau mengandung
bawaan asal sifat insani; yang mula-mula menda'wa bagi membetul
dan melengkapkan agama-agama lampau, khususnya agama
Yahudi dan Kristian; yang mula-mula menggugat dan melabrak
dasar-dasar akidah agama Kristian. Kemudian gugatan serta
labrakan batin terhadap agama Kristian itu disusuli segera dengan
cabaran zakhir yang merupakan perkobaran Islam, dalam masa
sejarah yang sesingkat lebih kurang lima puluh tahun sahaja,
laksana api yang merebak menjalar keluar dari tanah Arab ke Mesir;
ke Afrika Utara; ke Spanyol; ke Iraq; ke Syiria; ke Farsi; ke India dan
China sehingga sampai juga ke Kepulauan Melayu-Indonesia ini!
Dalam masa hampir dua ratus tahun sesudah Hijratu'l-Nabiy saw,
maka jajahan dan kawasan Islam itu luasnya lebih jauh besar dari
jajahan dan kawasan agama dan imperaturia manapun dalam dunia,
dan melingkungi kawasan-kawasan Eropa Barat dan Timur termasuk
negeri Turki. Orang-orang Islamlah yang pertama mena'lukkan orang
Barat; yang pertama memainkan peranan besar dalam menyanjung
tinggi pelita ilmu pengetahuan ke Eropa dan dengan demikian
menerangi suasana gelap gulita yang menyelubingi dunia Barat
dewasa itu; yang pertama melangsungkan pembicaraan akliah
menerusi ilmu kalam dengan para failusuf dan ahli teologi agama
Kristian Barat.
Pukulan zakhir batin yang mahahebat yang telah dikenakan oleh
Islam kepada agama Kristian dan Kebudayaan Barat itu tentulah
terasa oleh hati sanubarinya bagai sebatan cemeti yang terlalu amat
pedih menggeleparkan, hingga lalu memaksa meragut keluar dari
dalam kunhi jiwanya satu laungan mahadahsyat yang ngilunya
masih dirasai olehnya kini!
Shahdan, maka sesungguhnya tiada hairan bagi kita jikalau agama
Kristian Barat dan orang Barat yang menjelmakan Kebudayaan
Barat itu, dalam serangbalasnya terhadap agama dan orang Islam,
akan senantiasa menganggap Islam sebagai bandingnya, sebagai
tandingnya, sebagai taranya dan seterunya yang tunggal dalam
usaha mereka untuk mencapai kedaulatan duniawi. Dan kita pun

189
tahu bahawa tiadalah dapat Islam itu bertolak-ansur dalam
menghadapi serangan Kebudayaan Barat, justru sehingga
Kebudayaan Barat itu tentulah menganggap Islam sebagai seterunya
yang mutlak; dan kesejahteraannya hanya akan dapat terjamin
dengan kemenangannya dalam pertandingan mati-matian dengan
Islam, sebab selagi Islam belum dapat ditewaskan olehnya maka
akan terus ada tanding dan seteru yang tiada akan berganjak
daripada mencabar dan menggugat kedaulatan serta faham dasar-
dasar hidup yang dida'yahkan olehnya itu." (Risalah untuk Kaum
Muslimin,KL:ISTAC, 2001, hal 16)

Tidak diragukan bahwa sejak awal kemunculannya Islam telah menjadi


ajaran Ilahi yang menggugat sendi-sendi kebatilan yang ada pada agama
Yahudi maupun Nashrani, bahkan dengan tegas al-Qur'an menyebutkan
konfrontasi Islam dengan kedua agama yang menyimpang tersebut yang
dibuktikan dengan sejarah peperangan demi peperangan yang berakhir dengan
kekalahan dan ketundukan mereka kepada kaum muslimin. Dendam kesumat
kedua agama langit yang telah dirubah oleh pengikut-pengikutnya ini telah
menjelma pada peradaban Barat, sehingga kaum muslimin selalu mendapat
serangan-serangan hebat dari waktu ke waktu, dari zamannya Usama bin Zaid
ra sampai kepada zamannya Usama bin Laden, dan benturan ataupun
konfontasi ini adalah bersifat kekal abadi, kecuali salah satunya, Islam yang
menyerah kalah kepada Barat, atau sebaliknya, sehingga tercipa tata dunia
baru yang berdasarkan Islam atau sekulerisme. Itulah sebabnya tidak
mengherankan ketika presiden AS, G.W. Bush langsung menyerukan "perang
Salib" untuk memerangi apa yang dia namakan sebagai teroris yang konon
didalangi pemimpin-pemimpin Islam seperti Usama bin Laden pasca
penyerangan WTC pada 11 September 2001.
Jika dahulu mereka memerangi kaum muslimin dengan semboyan
"Gold, Glory and Gospel", maka sekarang mereka menyerang dengan isu
"melawan terorisme" sebagaimana yang digambarkan dalam pidato Bush di
depan Kongres AS pada 20 September 2001: "Setiap bangsa di semua kawasan
kini harus memutuskan: Apakah Anda bersama kami, atau Anda bersama
teroris. Sejak hari ini, bangsa manapun yang masih menampung atau
mendukung terorisme akan diperlakukan oleh Amerika Serikat sebagai rezim
musuh."
Walapun para budak peradaban Barat, baik Yahudi, Nashrani, kaum
sekuler Barat dan para sekutunya telah melancarkan serangan-serangan
mematikan terhadap Islam dan kaum Muslimin dari berbagai lini dan dimensi
kehidupan yang tidak pernah dilakukan terhadap agama dan bangsa lainnya,
namun Islam dan kaum muslimin tetap eksis di muka. Kenapa hal ini dapat
terjadi? Karena Islam adalah agama kemenangan sebagaimana sebutan al-
Qur'an:

190
Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan segala
propaganda mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya
meskipunorang-orang kafir membencinya.
Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan al-dien
yang benar, untuk memenangkannya di atas segala dien-dien selainnya,
meskipun orang-orang musyrik membencinya. (as-Saff : 8-9)
Walaupun Islam dan umatnya diserang sejak dari awal kebangkitannya
di Makah, Madinah, Baghdad, Mesir, Cordova sampai Turki oleh kekuatan-
keuatan paganis yang beraliansi dengan Yahudi, Kristen bersama kaum
sekuler yang mengatasnamakan Kekaisaran Romawi, aliensi Kerajaan-kerajaan
Kristen Eropa, kaum Imprialisme Barat sampai negara super power modern
seperti Amerika dan sekutunya saat ini, namun Islam dan umatnya tetap
eksis, bahkan menjadi musuh yang sangat menakutkan bagi orang Barat dan
peradabannya sebagaimana yang dikatakan Huntington dalam The Clash of
Civilizations yang kontraversial itu. Walaupun negeri-negeri muslim
ditaklukkan oleh Barat, namun kemenangan Islam beralih menuju dataran
spritual yang terus mengalir dari satu generasi ke generasi sesudanya
sebagaimana yang dialami muslim di Bosnia, Albania dan negara-negara bekas
Uni Soviet yang tiba-tiba muncul sebagai negeri Islam.
Dari masa ke masa telah bangkit para pembela Islam yang
mengumandangkan kalimat Allah sejak zaman Muhammad saw, dilanjutkan
oleh para shohabatnya yang menguasai emperium besar Islam, yang
dikembangkan oleh dinasti-dinasti Islam sampai berhasil membangun sebuah
peradaban baru yang telah menjadi jembatan peradaban modern yang
puncaknya pada abad ke 3-7 Hijriah. Telah tampil dipanggung sejarah
pahlawan-pahlawan agung Islam yang membela Islam seperti Muhammad al-
Fatih yang membebaskan Konstantinopel, Shalahuddin al-Ayubi yang
membebaskan Yerusalem sampai Hasan al-Banna, Omar Mokhtar dan lainnya
yang menentang kaum imperialis kafir. Dan di zaman ini telah tampil pemuda-
pemuda yang berani menentang dominasi Amerika dan sekutunya dengan
caranya yang berani dan militan, diantaranya yang terkemuka adalah Molla
Mohammad Omar dari Afghanistan dan Usama bin Laden yang dikatakan
sebagai memiliki jaringan perjuangan internasional al-Qaeda.
Demikian pula telah tampil para cendekiawan muslim silih berganti
yang mempertahankan eksistensi Islam, sejak zaman Imam Malik, Imam
Syafie, zaman al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd, zaman Imam Ghazali sampai Ibn
Thaimiyyah, Ibn Qoyyim dan Ibn Wahab. Di era kolonial telah tampil
Jamaluddin al-Afghani, Abduh sampai Sayyid Quthb, Abul A'la al-Maududi,
Mohammad Iqbal maupun al-Nadwy. Di era modern telah tampil para
cendekiawan yang mampu membongkar keburukan peradaban Barat,
diantaranya seperti Ali Shari'aty, Muhammad Naquib al-Attas, Ismail Faruqi,
Muhammad Quthb, Yusuf al-Qordhawi dan lainnya yang tak terhingga
banyaknya.

191
Apakah setelah para budak peradaban Barat beserta antek-anteknya
melancarkan serangan dan peperangan yang bertubi-tubi terhadap Islam dan
umatnya, kemudian mereka berhasil? Ternyata fakta mengatakan lain.
Sebagaimana yang diungkap dalam data-data dalam bukunya Huntington, The
Clash of Civilizations, bahwa persentase umat Islam bertambah terus
jumlahnya sejak dari awal kebangkitannya, tidak pernah mengalami
penurunan. Jumlah masjid dan lembaga pendidikan Islam, baik di dunia Islam
ataupun negara-negara Barat terus bertambah. Dan fakta yang tidak dapat
dinafikan bahwa jumlah muslim yang menunaikan ibadah haji terus
meningkat drastis yang membuat kewalahan pemerintah Saudi. Dan yang
paling terkini, banyak para klas menengah yang mulai tertarik pada Islam,
sebagaimana menjamurnya program-program pelatihan SDM yang berbasiskan
Islam seperti yang terjadi di Indonesia misalnya.
Fakta yang lebih dramatis, setelah pemerintah Amerika dan sekutunya
melancarkan kebijakan perang terhadap terorisme yang ditujukan kepada
muslimin yang istiqomah pasca 11 September, justru berbondong-bondong
kaum muda, terutama mahasiswa dan cendekiawan muda yang mempelajari
Islam dan menjadikan al-Qur'an, sumber utama ajaran Islam sebagai bahan
bacaan yang terlaris di Amerika. Demikian pula telah tampil para cendekiawan
Barat yang melihat fakta dengan kewarasan akal dan hati nurani mereka yang
membela Islam dan kaum muslimin dan membongkar persekongkolan Yahudi-
Kristen yang menjalankan kebijakan tidak adil terhadap kaum muslimin,
terutama dalam menilai standar ganda kebijakan Amerika. Di antara mereka
yang terkemuka seperti Noam Chomsky, seorang Profesor Linguistik pada MIT
yang menulis buku terkenal "9-11" ataupun John L. Esposito. Pendapat mereka
banyak diiukuti oleh gerakan-gerakan LSM yang umumnya bertentangan
dengan kebijakan globalisasi yang dicanangkan neo-lib.
Peristiwa 11 September yang telah menimbulkan ketakutan pada
masyarakat Barat terhadap apa yang disebut terosris muslim, telah dijadikan
momen oleh gerakan-gerakan konspirasi Yahudi-Krinten (Judeo-Cristian) yang
bersembunyi di balik peradaban Barat, baik kekuatan militer, ekonomi,
diplomasi dan lainnya, untuk menyerang Islam dan kaum muslimin secara
besar-besaran, yang dimulai dengan penaklukan Afghanistan, Iraq dan
selanjutnya Suriah, Iran dan lainnya. Karena memang tujuan utama gerakan
konspirasi ini adalah melanjutkan misi nenek moyang mereka untuk
melenyapkan Islam dan umatnya yang telah dengan telak berhasil menggugat
sendi-sendi kebathilan ajaran mereka. Pertarungan ini adalah pertarungan
untuk mempertahankan eksistensi sebuah benturan yang tidak akan pernah
berakhir, sampai salah satu dari kedua kekuatan, Islam atau Barat
memenangkan pertarungan yang bersifat permanen, menyeluruh dan
mengglobal. Dan Islam yang mampu bertahan selama 15 abad dari segala
bentuk serangan pasti akan tampil sebagai pemenang atas semua pertarungan
dien-dien yang ada, sebagaimana disebutkan Sayyid Quthb dalam bukunya al-

192
Mustaqbal li hadza ad-dien, masa depan untuk agama ini (Islam), menguraikan
al-Qur'an:
Sesungguhnya dien yang diridhoi di sisi Allah hanya Islam. Tidaklah
berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh
ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-
ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (Ali Imron : 19)

BAB VI
KEBANGKITAN GENERASI BARU ISLAM

Dinamika kebangkitan dan pembaruan pemikiran Islam selalu menarik untuk dikaji,
baik oleh kalangan cendekiawan Muslim sendiri maupun para cendekiawan non
Muslim seperti para Orientalis Barat misalnya.67 Bagi kalangan Muslim sendiri,
ketertarikan ini lebih merupakan sebuah tututan agama untuk mengetahui warisan
tradisi generasi terdahulu yang dapat dijadikan tauladan dalam kehidupan modern
ataupun lebih jauh sebagai fundamen dalam membangun peradaban baru dunia yang
berdasarkan nilai-nilai Islam. Sejak bergemanya kebangkitan kembali Islam beberapa
67
Para orientalis Barat sangat aktif mengadakan penelitian terhadap perkembangan Islam dan kaum
Muslimin, baik bertujun ilmiah ataupun memburukkan citranya. Masalah ini lihat misalnya : Edward W. Said,
Orientalism, (London : Routledge and Kegan Paul, 1978). Lihat jug karyanya : Covering Islam, (New York : Pantheon,
1981), Culture and Imperialism (New York : Vintage, 1994)

193
dasawarsa lalu, para cendekiawan muslim sangat antusias untuk mengkaji warisan
teradisi generasi terdahulu, terutama produk-produk pemikiran mereka yang telah
mengalami persentuhan dengan pemikiran luar Islam dan perkembangannya. Mereka
berkeyakinan bahwa untuk bangkit kembali dari keterbelakangan dan kekalahan masa
kini mereka harus memahami warisan peradaban generasi Islam terdahulu yang
merupakan mata rantai peradaban yang akan menyambung kembali peradaban yang
telah lepas dari tangan kaum muslimin. Itulah sebabnya, pengkajian terhadap
pemikiran kaum muslimin, perkembangan dan pembaruannya selalu menjadi perhatian
besar mereka yang menghendaki kebangkitan kembali Islam dari generasi ke generasi.68
Sejak dikumandangkannya gerakan Pan-Islamisme oleh Jamaluddin al-Afghany,
atau lebih awal oleh Muhammad bin Abdul Wahhab atau Ibn Thaimiyyah, para
cendekiawan muslim telah merumuskan berbagai bentuk metodelogi pemikiran, yang
pada intinya bertujuan untuk membangkitkan kembali peranan kaum muslimin sebagai
kaum yang berperadaban dan lebih jauh bercita-cita membangun sebuah peradaban
baru yang merupakan perpaduan antara warisan tradisi Islam dengan peradaban
modern Barat.69 Adalah sangat menarik untuk mengkaji perkembangan pembaruan
pemikiran yang telah dilakukan para cendekiwan muslim, sebagaimana yang telah
dilakukan Fazlur Rahman.70 Terlepas dari kontraversi yang digunakan dalam
mengistilahkan priode-priode pembaruan pemikiran Islam seperti istilah modernisme
ataupun fundamentalisme yang tidak dikenal dalam perbendaharan bahasa masyarakat
muslim, namun Rahman telah memberikan pedoman dasar yang bermanfaat untuk
mengkaji pembaruan pemikiran Islam serta metodeloginya, terutama oleh para generasi
mendatang yang lebih terdidik dan kritis.
Mengkaji pembaruan pemikiran Islam di Indonesia adalah sangat penting.
Disamping jumlah penduduk Muslim di Indonesia adalah yang terbesar diantara dunia
Islam, sejarah pembaruan pemikiran Islam sangat dinamis yang dipelopori oleh para
ulama dan cendekiawan yang mendapat pendidikan Islam tradisional maupun Barat
sekuler.71 Bahkan, menurut Malik ben Nabi, Fazlur Rahman yang diperkuat Alvin
68
Masalah ini lihat misalnya : Dr. Abd. Al-Hamid Abu Sulayman, Azmah al-‘Aql al-Muslim, (Virginia : IIIT,
1991). Lihat juga bukunya Al-Minhajiyah al-Islamiyah wa al-‘Ulumi al-Suluhiyat wa al-Tarbawiyat, (Virginia, IIIT, 1991).
69
Masalah ini lihat misalnya : Dr. Mukhsin Abdul Hamid, Jamal al-Din al-Afghani, al-Musalih al-Muftara
alayh.(Mesir: tt). Ahmad Amin, Zuama al-Ishlah fi al-Asr al-Hadits, (Kaherah : Muassasah al-Khanji : tt). Abbas Mahmud
al-Aqqad, Muhammad Abduh, (Kaherah : Maktabah Misr :tt). Abd. Halim al-Jundi, al-Imam Muhammad Abduh (al-
Kaherah : Dar al-Maarif, tt). Dr. Muhammad al-Bahiy, Al-Fikr al-Islamy al-Hadits wa Silatuhu bi’l Isti’mary al-Gharby,
cet.8. (Kaherah : Maktabah Wahb, 1975). Dr. Syaukat Ali, Master of Muslim Thought. Vol.I. (Lahore : Aziz Publ., 1983).
Mohd. Kamil Hj. Abd. Majid, Tokoh-tokoh Pemikir Islam. Jilid I. (Kuala Lumpur : ABIM, 1993).
70
Fazlur Rahman, Islam and Modernity, An Intellectual Transformation. (Minneapolis : Bibliotheca Islamica, 1979.
71
Diantara kajian-kajian utama tentang pembaharuan pemikiran di Indonesia, misalnya : Harry J. Benda, The Crescent
and the Rising Sun : The Indonesian Islam under the Japanese Occupation 1942-1945. W.van Hoeve Ltd. (The Haque dan
Bandung : 1958). Deliar Noer, The Rise and Development of the Modernist : Muslim Movement in Indonesia : During the
Dutch Colonial Period, 1990-1942. (Kuala Lumpur : Oxford Univ. Press, 1978). James Peacock, Muslim Puritans, Reformist
Psychology in Southeast Asian Islam, (Berkeley : Univ. California Press, 1978). Mitsuo Nakamura, The Crescent Arises Over
the Banyan Tree, (Yogyakarta : UGM Press, 1983). Ken Ward, The Foundation of the Partai Muslimin Indonesia, (Ithaca :
Cornell Modern Ind. Project, 1970). B.J. Boland, The Stuggle of Islam in Modern Indonesia, (The Haque : Martinus Nijhoff,
1971). Taufik Abdullah, School And Politics : The Kaum Muda Movement in West Sumatera 1921-1927. Ph.D. Thesis, Cornell
Univ, 1971. Alfian, Islamic Modernism, In Indonesian Politics : The Muhammadiyah Movements During The Dutch Colonial

194
Toffler, kebangkitan pemikiran Islam boleh jadi akan dimulai dari Indonesia dan
sekitarnya dengan beberapa alasan rasional.72 Selama ini, para cendekiawan muslim di
Indonesia dan generasi mudanya sangat aktif merespon segala perkembangan
pembaruan pemikiran yang menjadikan mereka sebagai pelaku-pelaku utama mata
rantai pembaruan pemikiran dunia Islam. Namun karena lemahnya publikasi, terutama
dalam bahasa Arab dan Inggris, mengakibatkan kurang tersebarnya pemikiran brilyan
mereka ke dunia internasional. Inilah yang menyebabkan tokoh-tokoh besar pembaru
Islam seperti HOS. Cokroaminoto, Ahmad Dahlan, Ahmad Surkaty, A.Hassan, HAKA,
Hasyim Asy’ary, M. Natsir dan lainnya kurang dikenal dunia, seperti terkenalnya
Abduh, Iqbal atau generasi sesudahnya seperti Hasan al-Banna, Sayyid Qutb, Maududi,
Nadwy, Syari’aty dan lainnya. Demikian pula halnya dengan generasi pembaru
sesudahnya kurang mendapat perhatian dunia, kecuali beberapa diantaranya seperti
Nurcholish ataupun Abdurrahman Wahid yang dijuluki sebagai pelopor neo-
Modernisme Islam di Indonesia.
Mengkaji pembaruan pemikiran terkini di Indonesia adalah merupakan tuntutan
yang mesti dilakukan dengan beberapa pertimbangan utama seperti dinyatakan di atas.
Selain berkembang pesatnya aliran pemikiran neo-Modernisme Islam yang telah dikaji
oleh Greg Barton,73 mengikuti periodeisasi Fazlur Rahman, telah berkembang pula
aliran pemikiran terkini sebagai respon terhadap pembaruan-pembaruan pemikiran
terdahulu yang diistilahkannya sebagai neo-Fundamentalisme Islam yang lakhir dari
akar pemikiran fundamentalisme Islam terdahulu.74 Uniknya, neo-Fundamentalisme
Islam berkembang pesat dan mulai tampil secara terbuka setelah tumbangnya Soeharto
dan melakhirkan gerakan reformasi dengan berdirinya ormas ataupun orpol yang
berazaskan Islam yang sebelumnya dikenal berafiliasi dengan gerakan fundamentalis
Islam dari dalam dan luar negeri. Sebagai konsekwensi logis keterbukaan dan
demokratisasi yang digulirkan pemerintahan Habibie, akhirnya gerakan reformasi
sendiri telah memberikan peluang bangkitnya idiologi kiri radikal yang berakar pada
gerakan Marxisme, Sosialisme dan Komonisme ataupun gerakan-gerakan radikal
revolusioner lainnya yang kini mendapat sambutan luas dikalangan generasi muda
yang mayoritasnya muslim. Ini juga menjadi salah satu penyebab tampilnya gerakan
neo-Fundamentalisme Islam yang terkenal radikal dan militan dalam sejarah
gerakannya sebagai kekuatan penyeimbang. Karena sejarah pergerakan kaum kiri,

Period 1912-1942. Ph.D. Thesis Univ. of Wisconsin, 1968. Howard M. Federspiel, The Persatuan Islam : Islamic Reform In
Twentieth Century Indonesia, Ph.D, Thesis, Mc.Gill University, 1966. Mohd. Kamal Hassan, Muslim Intelectual Responses
to “New Order” Modrnisation in Indonesia, (Kuala Lumpur : DBP, 1982). Greg Barton, The Emergence of Neo-Modernism : A
Progressive, Liberal Movement of Islamic Thought in Indonesia. Terj. (Jakarta : Paramadina, 1999). Yusril Ihza Mahendra,
Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam, (Jakarta : Paramadina, 1999). Alwi Shihab, The Muhammadiyah
Movement and Its Contraversy with Cristian Mission in Indonesia. Membendung Arus : Respon Gerakan Muhammadiyah
Terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, (Bandung : Mizan, 1998)
72
Lihat : Hilmy Bakar Almascaty, Ummah Melayu Kuasa Baru Dunia Abad 21, (Kuala Lumpur : Berita
Publishing, 1993)
73
Greg Barton, The Emergence of Neo-Modernism.., op.cit.
74
Fazlur Rahman, “Roots of Islamic Neo-Fundamentalism”, dalam Philip H. Stoddard, et,al.,eds., Change and
the Muslim World, (Syracuse, NY.: Syracuse Univ. Press, 1981).

195
termasuk di Indonesia, disamping anti Tuhan dan anti agama, penuh dengan
kebohongan, kekejian dan pertumpahan darah, yang mengorbankan kaum muslimin.
Maka hanya gerakan sejenis yang mampu membendung gerakannya, gerakan neo-
fundamentalisme Islam.75

Neo-Fundamentalisme Islam Dan Pembaruan Pemikiran di Dunia Islam


Fazlur Rahman76 membagi pembaruan pemikiran di dunia Islam menjadi
beberapa fase, diawali dengan fase revivalisme pramodernis, fase modernisme klasik, fase
noe revivalisme dan neo-Modernisme. Gerakan revivalisme pramodernis berakar pada
seruan pembaruan yang dianjurkan Muhammad bin Abdul Wahhab yang muncul pada
abad 18 dan 19 yang menyerukan agar kembali kepada al-Qur’an dan al-Sunnah.
Gerakan modernisme klasik adalah kelanjutan dari gerakan terdahulu yang lebih
memfokuskan pada pengembangan konsep ijtihad dan keinginan untuk mengadopsi
peradaban Barat. Diantara tokohnya adalah Jamaluddin al-Afghoni dan Muhammad
Abduh. Dan selanjutnya gerakan ini melakhirkan para modernis yang berinterksi
dengan peradaban Barat. Gerakan neo revivalisme yang mengoreksi pemikiran
sebelumnya dengan lebih menekankan pemikirannya pada konsep ketotalan ajaran
Islam sebagai sistem hidup dan berkeinginan keras mengaplikasikan Islam dalam
sistem kenegaraan dan kemasyarakatan. Gerakan ini muncul pada pertengahan abad 20,
diantara tokohnya adalah Iqbal, Maududi, Hasan al-Banna, Sayyid Qutb dan lainnya.
Biasanya kelompok ini dikenal pula dengan istilah fundamentalis Islam.
Gerakan Neo-Modernisme diidentikkan dengan gerakan pembaruan pemikiran
yang dilakukan oleh mereka yang memiliki pemahaman terhadap sumber-sumber
klasik Islam namun mampu berinteraksi dengan kemodernan dan mengembangkan
model pemikiran Islam yang memiliki ciri khasnya. Di Indonesia, menurut Greg Barton
dalam The Emergence of Neo-Modernism : A Progressive, Liberal Movement of Islamic Thought
in Indonesia, telah lakhir kelompok neo-Modernis ini diwakili oleh figur seperti
Nurcholis Madjid, Abdurrahman Wahid, Djohan Effendi dan Ahmad Wahib. Mereka
adalah kelompok tradisionalis yang telah mengalami proses pembaruan pemikiran dan
dapat memanfaatkan perbendaharaan peradaban Barat modern, sementara memiliki
akar tradisi yang kuat, termasuk penguasaannya yang luas terhadap sumber-sumber
peradaban Islam klasik yang tidak dimiliki oleh kaum modernis.77
Sementara Neo-Fundamentalisme Islam yang berkembang di dunia Islam saat
ini menurut Fazlur Rahman dalam Roots of Islamic Neo-Fundamentalism78 lakhir atas

75
Al Chaidar, Reformasi Prematur, Jawaban Islam Terhadap Reformasi Total,(Jakarta : Darul Falah, 1999). Lihat juga
bukunya yang lain, Pemilu 1999, Pertarungan Ideologis Partai-partai Islam Versus Partai-partai Sekuler, (Jakarta : Darul
Falah, 1999)
76
Fazlur Rahman, “Islam : Challenges and Opportunities” dalam Alford T. Welch dan Pierre Cachia (ed).,
Islam : Past Influence and Present Challenge, (Edinburgh : Edinburgh Univ. Press, 1979), halaman 315-330.
77
Greg Barton, The Emergence of Neo-Modernism, op.cit.
78
Fazlur Rahman, “Roots of Islamic Neo-Fundamentalism”. Dalam Philip H. Stoddard. (ed). Change and the
Muslim World, (Syracuse, NY : Syracuse Univ. Press, 1981), halaman 27-28. Lihat juga tulisannya : “Islam : Legacy and
Contemporary Challenge,”. Dalam Cyriac K. Pullapilly, Islam in the Contemporary World. (Indiana : Cross Road Books,

196
respon dari ketidakpuasaan sebagian generasi Islam, khususnya mereka yang telah
mengecap “pendidikan modern” Barat terhadap kegagalan kaum modernis. Menurut
Rahman, kegagalan terbesar kaum modernis adalah ketidakmampuan mereka dalam
mengembangkan metodologi pemikiran untuk merespon perkembangan zaman sesuai
dengan ajaran Islam. Bahkan lebih jauh terkesan sangat longgar dalam melaksanakan
dan menerapkan ajaran Islam dan lebih meniru pemikiran dan gaya hidup Barat yang
sekuleristis dan liberal sehingga terkesan sebagai agen penjajah dalam membaratkan
kaum Muslimin dengan program modernisasi mereka yang dituduh identik dengan
westernisasi. Modernisasi dan program sejenisnya yang dikembangkan telah
melakhirkan kebingungan dan kerancuan pada generasi Islam, yang akhirnya
menimbulkan kegelisan, ketidakpsatian, keputusasaan dan lebih jauh dapat
menghantarkan menuju kefasikan, kemunafikan dan bahkan kekufuran. Akhirnya
segala produk modernisme Islam, baik dalam bidang pemikiran, pendidikan, politik,
ekonomi dan lainnya ternyata tidak mampu, atau lebih tepat telah gagal mengantarkan
kaum Muslimin menuju kebangkitan kembali sebagaimana yang di cita-citakan.79
Sejauh ini, para penggagas Neo-Modernisme Islam sendiri belum mampu
menunjukkan jalan yang terang dalam mengantisipasi perubahan dunia modern yang
semakin menggila, terutama dalam membangun metodelogi pemikiran yang nyata
untuk mengangkat keterbelakangan kaum Muslimin dalam segala bidang. Realitasnya
mereka masih berputar-putar dari teori ke teori dan belum membakukan pemikirannya
sebagai sebuah metodelogi yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya dan
terbukti dapat bermanfaat bagi kebangkitan Islam dan umatnya dengan membangun
masyarakat madani dengan peradabannya yang berdasarkan Islam. Fazlur Rahman 80
sendiri, sebagai penggagas Neo-Modernisme Islam hanya memberikan ciri khas gerakan
ini dan belum sempat menuntaskan dasar-dasar teori pemikiran yang akan
dikembangkannya.81 Apalagi akan menerapkannya sebagai eksperimen dalam sebuah
lembaga pendidikan dan kader cendikiawan sebagaimana yang dilakukan Faruqi82 atau
Naquib al-Attas83 misalnya. Bahkan beliau lebih terkesan sebagai seorang kritikus ulung

1980), halaman 412.


79
Fazlur Rahman, ibid
80
Lihat misalnya karya beliau : Islam and Modernity..dan Major Themes of the Qur’an (Chicago : Bibliotheca
Islamica, 1980).
81
Lihat, Ahmad Syafii Maarif, Membumikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, cet.3. 1995). Halaman 4,44-45-
64.
82
Ismail R. Faruqi adalah cendikiawan muslim yang mempelopori konsep Islamization of Knowledge dan
mendirikan sebuah lembaga pemikiran yang sangat berpengaruh, International Institute of Islamic Thought (IIIT) yang
telah menerbitkan berbagai literatur pengetahuan yang berdasarkan Islam. Diantara karya monumentalnya adalah
Islamization of Knowledge : General Principles and Workplan. yang menjadi acuan dalam mengislamisasikan pengetahuan
non Islami. Pemikirannya diterapkan dalam beberapa universitas Islam, termasuk di dunia Arab, Pakistan dan
Malaysia.
83
Syed Muhammad Naquib al-Attas, adalah penyandang Ghazaly Chair di Malaysia, yang merupakan
cendikiawan muslim terkemuka, memiliki lembaga kajian International Institute of Islamic Thought and Civilization
(ISTAC) yang berpusat di Malaysia yang menjadi laboratorium pengembangan pemikiran Islam dan lembaga
kederisasri cendikiawan muda. Dengan pendekatannya yang konperhensif, SMN telah meletakkan metodologi yang
unik dalam pengembangan pemikiran Islam. Diantara karya monumental beliau adalah :Plolegomena To The

197
yang senantiasa mengkritik metodelogi pemikiran rekan-rekannya, baik Maududi yang
fundamentalis ataupun Faruqi yang mengambil konsep Islamisasi Pengetahuan.
Walaupun kelompok Neo-Modernis mengklaim diri menguasai warisan tradisi Islam
dan pemikiran modern yang akan diintegralkan sehingga mampu melakhirkan produk
pemikiran Islam terkini yang mampu memberikan solusi dan merespon perkembangan
dunia modern, namun tetap masih disangsikan, apakah pemikiran-pemikiran abad
pertengahan yang penuh dengan dinamika pelaku sejarah dan yang terpenting sebagai
produk pemikiran manusia yang terbatas, akan mampu menjadi fondasi pemikiran
masa depan. Dengan kata lainnya, apakah produk pemikiran yang mengawinkan
pemikiran tradisional Islam abad pertengahan dengan pemikiran Barat modern ini akan
mampu melakhirkan bentuk pemikiran yang ideal atau justru akan menambah
kerancuan demi kerancuan generasi Islam yang sudah rancu.84 Belum lagi jika dilihat
pribadi-pribadi yang mengklaim diri sebagai tokoh-tokoh Neo-Modernisme Islam yang
selalu membingungkan dengan pemikiran-pemikiran yang kontraversi ataupun tidak
memiliki konsistensi akibat terlalu kompromis dan terlalu liberalnya mereka dalam
melaksanakan dan memahami Islam. Kontraversi Nurcholish sebagai seorang
cendekiawan85 dan Abdurrrahman Wahid sebagai seorang politisi adalah contoh
terdekat di Indonesia.86
Kerancuan demi kerancuan dan ketidakpastian yang menambah krisis dan
dilemma pada generasi Islam yang hidup dalam dunia yang sekuler, materialis dan
individualistik telah mendorong mereka untuk mencari jalan pintas penyelamatan diri
kepada tradisi spiritualitas Islam yang dicontohkan Nabi dan para Shohabat. Mereka
berkeyakinan hanya dengan kembali mengamalkan dan menerapkan al-Qur’an dan al-
Sunnah serta manhaj Nabawi dalam kehidupan nyata sajalah mereka dapat terlepas dari
krisis dan dilemma yang berkepanjangan ini.87 Realitasnya pengamalan-pengamalan
ajaran pokok Islam yang ketat ditambah dengan amalan-amalan sunnah seperti solat
malam, puasa sunat ataupun tadarrus Qur’an serta zikir telah menghasilkan
pengalaman-pengalaman spitual tersendiri dan sekaligus menjadi kekuatan dalam
menghadapi kehidupan modern yang penuh tantangan.88 Pada akhirnya pengalaman-

Metaphysics of Islam.
84
Tentang keraguan-raguan ini dapat dilihat dari pemikiran beberapa tokoh besar cendikiawan muslim seperti
Iqbal, Sayyid Qutb, Ali Syari’aty dan Mohammad Arkoun yang memperdebatkannya. Lihat :Robert D. Lee, Overcoming
Tradition and Modernity : the Search for Islamic Authenticity, ( NY : Westview Press, 1997). Robert N.Bellah, “Islamic
Tradition and Problem of Modernization”, dalam Robert N. Bellah, Beyond Belief (New York : Harper and Row, 1976).
85
Tentang kontraversi Nurcholish, lihat misalnya, HM. Rasjidi, Koreksi terhadap Drs. Nurcholish Madjid tentang
Sekulerisasi, (Jakarta : Bulan Bintang, 1972).
86
Tentang kontraversi Gus Dur sebagai President RI yang mendapat tanggapan dari DPR/MPR RI dengan
beberapa kebijakannya yang membingungkan, bahkan membahayakan persatuan NKRI.
87
Lihat misalnya : Muhammad Qutb, Jahiliyah al-Qorn al-Ishrien, (Qakhirah : Maktabah Wahbah, 1964). Islam
and The Crisis of Modern World, (Leicester : The Islamic Foundation, 1979). Al-Insan bayna al-Maddiyah wa al-Islam, (Misr :
Isa al-Bab al-Halibi, tt). Sayyid Qutb, Maalim fi al-Thariq,dan Basic Principles of Islamic World View, (Berkeley : IRIS, 1993).
Sayyed Hossein Nashr, Islam and The Plight Modern Man, (London : Longman, 1975). Lihat juga The Encounter of Man
and Nature, The Spiritual Crisis of Modern Man, (London : Longman, 1968)
88
Di dalam al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menerangkan masalah ini, dianataranya ayat yang
menyatakan : Dan orang-orang yang beriman akan tentram hatinya jika mengingat Allah, dan hanya dengan mengingat

198
pengalaman spiritual ini telah menumbuhkan semangat tegar dalam melaksanakan
ajaran agama, namun pada saat yang sama mereka tetap dapat mengadakan interaksi
dengan peradaban modern dan produknya. Bahkan ketegaran dalam melaksanakan
Islam dapat menjadi semacam filter dalam mengambil perbendaharaan dunia modern,
karena al-Qur’an mengajarkan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah akan diberikan
garis pembeda (furqoon) dalam kehidupannya, yang oleh sebagian orang dikenal sebagai
al-firasat al-mukmin (insting Ilahi). Mereka yang memiliki bentuk pemikiran seperti ini,
biasanya secara akademik dijuluki sebagai kelompok fundamentalis Islam89 dan dalam
bentuknya yang lebih mapan dan matang dijuluki sebagai Neo-Fundamentalisme Islam.

Pengertian dan Ciri Khas Neo-Fundamentalisme Islam


Sebagaimana istilah-istilah lainnya, seperti fundamentalisme ataupun
modernisme misalnya, istilah neo-fundamentalisme sendiri tidak dikenal dalam
perbendaharaan bahasa masyarakat Islam. Istilah-istilah seperti ini dimunculkan oleh
kalangan akademisi Barat dalam kontek sejarah keagamaan dalam masyarakat mereka.
Kemudian istilah-istilah ini dipergunakan oleh sarjana-sarjana Orientalis dan pakar ilmu
sosial dan kemanusian Barat untuk membedakan kecendrungan-kecendrungan
pemikiran yang hampir sama dengan apa yang dijumpai dalam agama Kristen di dalam
masyarakat yang memeluk agama lain. Hal serupa mereka terapkan pada kaum
Muslimin, sehingga lakhirlah istilah fundamentalisme Islam, modernisme Islam, Neo-
Modernisme Islam atau Neo-Fundamentalisme Islam.90
Istilah-istilah seperti ini memang sering menimbulkan polemik bahkan
kontraversi yang berkepanjangan di dunia Islam. Dan kadangkala istilah tersebut
acapkali digunakan secara tidak seimbang, jauh dari sikap netral dan penuh dengan
kecurigaan. Biasanya hal ini terjadi pada penggagas ataupun pendukung aliran-aliran
pemikiran ini, dimana mereka dengan penuh kecurigaan ataupun kebencian saling
menvonis dengan perkataan yang diluar batas-batas ukhuwah Islamiyah dan adab
perbedaan pendapat yang diajarkan Islam.91 Sebagai penggerak pembaruan pemikiran
yang mengatasnamakan Islam, tidak sewajarnya mereka saling menuduh dengan
istilah-istilah yang tidak dikenal dalam akhlak Islamiyah dan perilaku agung
Rasulullah. Terkadang mereka lebih mengedepankan paradigma pemikiran Barat yang
netral dan sekuler dalam mengemukakan wacana intelektual dengan saudara
seimannya yang sama-sama menghendaki kebangkitan dan kejayaan Islam, namun
berbeda dalam manhaj. Dengan istilah-istilah kontraversial dan lakhir di luar koridor
Allahlah hati menjadi tentram.
89
Lihat : antara lain, Rifyal Ka’bah, Islam dan Fundamentalisme, (Jakarta : Panji Masyarakat, 1981). Riffat Hasan, “The
Burgeoning of Islamic Fundamentalism” dalam Norman Cohen (ed). The Fundamentalist Phenomenon, (Michigan :
Erdman Publisher, 1990). Yusril Ihza, “Fundamentalisme Sebagai Ekspresi Sikap Keberagamaan”, Makalah diskusi
Yayasan Wakaf Paramadina, Jakarta, Juni 1992. Hrair Dekmejian, Islam in Revolution : Fundamentalism in the
Arab.(Syracus : Syracus Univ. Press, 1985. Jalaluddin Rakhmat, Fundamentalisme Islam : Mitos dan Realitas”, Prisma
Ekstra, Jakarta, Maret 1984, halaman 78-88.
90
Yusril Ihza, Modernisme dan Fundamentalism, op.cit. halaman 5-6.
91
Tentang abad berbeda pendapat dalam Islam lihat, Taha Jabir al-‘Awani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, (Virginia : IIIT,
1987)

199
Islam ini, musuh-musuh Islam telah berhasil memecah belah para cendekiawan muslim
yang tidak lain akan menambah keterbelakangan mereka.
Istilah Neo-Fundamentalisme Islam sendiri yang diberikan kepada kelompok
kaum muslimin yang berpegang teguh kepada tradisi Rasulullah dan Salaf al-Shalih
dengan penafsiran apa adanya ini, mungkin akan menolak istilah yang diberikan
kepada mereka, sebagimana penolakan generasi Islam yang dijuluki fundamentalis
Islam terdahulu. Mereka lebih selamat jika menamakan dirinya sebagai al-salafiyah,
Islam Kaffah, atau Islami saja.92 Namun sebagai istilah “akademik” yang sudah baku
dalam pengkajian pembaharuan pemikiran Islam, penulis, tetap dengan penuh kehati-
hatian, akan menggunakan istilah Neo-Fundamentalisme Islam sebagai sebuah wacana
pembaruan pemikiran yang sulit dicari persamaan istilahnya dalam bahasa Indonesia.
Penggunaan istilah ini bukan dimaksudkan sebagai upaya legalisasi hakikat sebuah
pemikiran yang dilontarkan dari luar Islam, namun untuk lebih mempermudah
pembahasan sesuai dengan jalan pikir para pengkritik aliran pemikiran ini.
Dari beberapa literatur, baik dari kalangan mereka ataupun lainnya, dapat
dikenali beberapa ciri khas dari gerakan Neo-Fundamentalisme Islam ini yang pada
intinya masih mempertahankan pemikiran fundamentalisme Islam terdahulu.93
Diantaranya adalah mereka memiliki keterikatan emosional yang sangat kuat pada
Islam dan sangat menginginkan Islam diperkuat untuk menghadapi Barat. Mereka
menghendaki penerapan Islam Kaffah (totalitas) dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara, yang berarti ditegakkannya syari’at dan hukum Islam dalam sebuah negara
Islam (dar al-Islam) yang berdasarkan pada al-Qur’an dan al-Sunnah yang pada akhirnya
akan membentuk sebuah Khilafah Islamiyah. Dalam praktek keseharian, mereka sangat
ketat dalam menjalankan ajaran Islam, baik yang wajib ataupun sunnah, penekanan
pada pembinaan pribadi dan keluarga Muslim (usroh) yang merupakan inti dari sebuah
jama’ah Islamiyah sebagai wadah perjuangan menegakkan Islam dengan struktur
kepemimpinan (Imamah) sebagaimana yang diajarkan Rasul saw dengan metode yang
dikenal sebagai manhaj Nabawi. Sikap mereka non kompromis dengan kejahiliyahan, baik
dari Barat atau Timur, namun bukan berarti menolak segala bentuk yang berbau Barat
atau kemodernan, karena mereka berkeyakinan bahwa ada produk peradaban modern
yang bermanfaat untuk kemajuan Islam, namun diperlukan metode khusus dalam
92
Dr. Muhammad Imarah, Al-Ushuliyah Baina al-Gharbi wa al-Islam, (Kairo : Dar al-Syuruq, 1998)
93
Lihat misalnya karya-karya agung para penggagasnya, seperti karya Hasan al-Banna, Majmu’ al-Rasail,
Tafsir al-Fatihah, Ushul al-Ishrien, Sayyid Qutb dalam Fi Dzilal al-Qur’an, Maalim fi al-Thariq, al-Islam wa Mushkilat al-
Hadarat, al-Mustaqbal li haza al-Dienm , Muhammad Qutb dalam Jahiliya Qorn al-Ishrien, al-Subhat haula al-Islam, al-
Thaqofah Islamiyah, Manhaj al-Tarbiyah al-Islamiyat, Hal Nahnu Muslimun ?, al-Shahwah Islamiyah, Abul A’la al-Maududi
dalam Khilafat wa al-Mulk,, al-Islam wa al-Jahiliyah, al-Hukumat al-Islamiyah, al-Islam al-yaum, Jihad in Islam, The Islamic
Law and Constitution, Nizam al-Hayat fi al-Islam, Capitalism, Socialism and Islam, Abul Hasan al-Nadwy dalam Mazha
Khasiro al-Alam bi inhithot al-Muslimun, Mustafa Mashur dalam Dakwah Fardhiah, Said Hawwa dalam al-Islam, Allah, al-
Rasul, Jundullah Tsaqofat wa Akhlaq, Asas fi Tafsir, Yusuf Qardhawy dalam al-Hall al-Islam, al-Iman wa al-Hayat, Al-
Khoshooish al-Ammah li al-Islam, Aina al-Khalal, Al-Sahwah Islamiyah Baina al-Juhul wa Tatharruf, Malamih al-Mujtama’ al-
Muslim Alladzi Nashhaduhu, Hady al-Islam Fatawi Muashirah, Maryam Jameelah dalam Islam and Modern Man, Islam in
Theory and Practice, Islam and Modernism, Ayatullah Qomaeny, dan lainya yang tersebar dalam ratusan buah buku
yang kaya dengan dimensi pemikirannya masing-masing. Disamping itu lihat pula karya para peneliti lainnya,
seperti Fazlur Rahman, Roger Geraudy, dan lainnya.

200
penerapannya yang akan dilakukan jika sudah tegak sekumpulan masyarakat yang
terbina atas dasar aqidah Islam, seperti penerapan pengetahuan yang bermanfaat
ataupun teknologi. Dalam perjuangan mereka biasanya sangat revolusioner, radikal dan
militan dalam artian yang positif, karena mencontoh perjuangan Rasulullah yang telah
berjihad menegakkan kekuasaan Islam dengan perjuangan bersenjata sehingga hanya
Islam yang berkuasa dan tidak didekte oleh kekuatan manapun. Dengan sistem
pembinaan (tarbiyah) yang teratur dan tersistematik secara berjama’ah, mereka telah
melakhirkan pribadi-pribadi yang tegar dan pantang menyerah dalam perjuangan,
bahkan mereka sanggup dipenjara ataupun dibunuh dalam mempertahankan prisnsip
perjuangannya. Mereka memiliki karakteristik yang sungguh sangat mengesankan :
heroik, kesungguhan, keikhlasan, kesedian berkorban, dedikasi, dan sifat-sifat lain dari
yang umumnya terdapat pada gerakan militan dan revolusioner dari ideologi manapun
juga.
Jika ditelusuri akar pemikiran Neo-Fundamentalisme ini, tidak lain bersumber
dari pemikiran neo-Revivalisme atau fundamentalisme yang telah dikembangakan oleh
generasi terdahulu seperti Hasan al-Banna, Sayyid Qutb, Abul A’la al-Maududi dan
lainnya.94 Berbeda dengan pendahulunya yang non kompromis serta apatis terhadap
Barat dan segala sesuatu yang berbau Barat, kelompok Neo-Fundamentalis dapat
menerima dengan kritis dan penuh kehati-hatian serta menyaringnya menurut kaedah-
kaedah ajaran Islam. Bila terjadi pertentangan dengan ajaran Islam, mereka akan lebih
mengambil jalan selamat dengan mengutamakan sumber-sumber utama ajaran Islam
berupa al-Qur’an dan al-Sunnah. Demikian pula mereka telah mengembangkan
metodelogi pemikiran yang khas dalam merespon perkembangan dunia modern
dengan segala produknya sebagai pengembangan manhaj nabawi/manhaj Qur’any
yang dikemukakan pendahulunya. Karena sebagiannya lakhir dari sistem pendidikan
modern Barat, mereka memilih wacana intelektual dalam membangun peradaban Islam
namun tetap menerima gerakan-gerakan radikal-revolusioner sebagai sebuah alternatif
perjuangan sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah dan para shohabat dan salaf al-
shalih. Mereka mendirikan partai untuk merespon demokratisasi dan liberalisasi,
namun pada saat yang sama mereka memiliki jama’ah Islamiyah dengan struktur dan
kepemimpinan yang berbeda dengan partai. Dengan kata lainnya Neo-Fundentalisme
Islam lakhir dari kematangan dan kemapanan pemikiran fundamentalisme Islam
terdahulu yang telah mengalami pembaruan demi pembaruan dengan segala dinamika
yang dialaminya.
Salah seorang tokoh Neo-Modernisme Islam Indonesia, Nurcholish Madjid
dalam Cita-cita Politik Islam Era Reformasi menyatakan: “Jelas sekali bahwa “Neo-
fundamentalisme” bukanlah masa depan Islam dimanapun, termasuk di Indonesia.
Disebabkan oleh tendensi mereka untuk memberi penghargaan yang wajar pada
warisan intelektual klasik, kaum “neo-fundamentalis” akan semakin mengalami
pemiskinan intelektual. Alternatif-alternatif mereka sangat terbatas, dan konsep-
94

Fazlur Rahman, “Roots of Islamic Neo-Fundamentalism”, ibid

201
konsep mereka yang secara intelektual miskin itu tak bakal mampu menopang
tuntutan-tuntutan zaman yang semakin meningkat”.95
Tesis yang dikemukakan Nurcholish terlalu terburu-buru akibat sikap
phobianya terhadap beberapa gerakan kelompok fundamentalis Islam terdahulu yang
belum mengalami pematangan konsepsi dan pemikiran, baik di Mesir, Pakistan
ataupun Indonesia. Nurcholish sendiri rancu ketika memberikan difinisi
fundamentalisme Islam dengan Neo-Fundamentalisme Islam yang ingin dikritiknya, apakah
menurutnya fundamentalisme sama artinya dengan Neo-Fundamentalisme ?
Kadangkala ia menuduh kelemahan ataupun penyimpangan Neo-Fundamentalis
dengan dasar argumen kelemahan atau penyimpangan yang dilakukan kelompok
fundamentalis terdahulu. Adalah sama tidak adilnya menimpakan kegagalan kelompok
modernis kepada kelompok Neo-Modernis yang sedang mengembangkan dan ingin
membuktikan keunggulan pemikirannya saat ini.
Memberikan penghargaan yang wajar kepada warisan intelektual klasik
terutama sumber ajaran Islam-al-Qur’an dan al-Sunnah serta perilaku shababat dan
salaf al-shalih tidak akan memiskinkan intelektualitas seseorang sebagaimana
dituduhkannya, tapi sebaliknya, persentuhan dengan nilai-nilai Ilahiyah yang
terkandung dalam al-Qur’an akan menjadikan seseorang sebagai manusia unggul yang
paripurna, baik dalam spiritualitas ataupun intelektualitas. Karena semangat Ilahiyah
al-Qur’an dengan segala kemukjizatannya, yang mengandung perbendaharaan
pengetahuan Ilahiyah akan mendorong dan merangsang para pembaca dan
pengamalnya untuk mencapai titik kesempurnaan, baik dalam spiritualitas dan
intelektualitas. Dengan rangkaian ayat-ayat yang tersusun indah dan dengan gaya
pendekatan yang khas, para pengamal al-Qur’an pasti akan menemukan dirinya dalam
keunggulan. Bila intelektualitas diartikan sebagai penemuan ide-ide baru yang jenius,
cemerlang, segar dan bermanfaat, maka tidak diragukan lagi bahwa di al-Qur’anlah
tempatnya, karena kitab ini diturunkan kepada seluruh manusia untuk menyelesaikan
permasalahan umat manusia sepanjang zaman. Dan tidak diragukan lagi bahwa al-
Qur’an akan membimbing pengikutnya mencapai kekayaan khazanah intelektualitas
yang akan bermanfaat untuk seluruh alam. Namun jika intelektualitas hanya diartikan
sebatas menghafal teks-teks, tori-teori atau produk pemikiran manusiawi lainnya dan
mengadonnya menjadi bentuk pemikiran baru, maka bukan di al-Qur’an tempatnya
apalagi produk pemikiran tersebut membingungkan para pengikutnya.96
Al-Qur’an suci diperuntukkan bagi mereka yang mencari petunjuk kehidupan
dalam menggapai kesempurnaan hidup, baik di dunia dan di akhirat. Sepanjang
pembicaraannya, dengan berbagai bentuk pendekatannya, al-Qur’an bertujuan untuk
membimbing manusia menuju keunggulan dan kesempurnaan, dengan syarat al-Qur’an
dilaksanakan dalam kehidupan nyata, dan bukan hanya menjadi teori-teori beku yang
didiskusikan saja. Dengan kata lainnya, al-Qur’an mempunyai misi untuk mencetak

95
Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam Era Reformasi,(Jakarta : Paramadina, 1999), halaman 37
96
Lebih jauh lihat : Sayyid Qutb, Maalim fi al-Thariq dan Fi al-Tarikh… Fikrah wa Manhaj

202
manusia-manusia unggul seperti Rasulullah dan Para Shahabat yang tidak hanya
mampu menghadapi tantangan zaman tapi mampu memimpin dan mengarahkan
zaman dengan segala perbendaharaan materinya kapan dan dimanapun, karena al-
Qur’an diturunkan untuk manusia sepanjang zaman. Dengan demikian al-Qur’an
dengan segala kemukjizatan Ilahiyah yang terkandung didalamnya senantiasa akan
memperkaya khazanah intelektualitas sekaligus semangat spiritualisme pengikutnya
sehingga mereka menjadi manusia-manusia unggul dalam arti sebenarnya.97
Kesalahan terbesar kaum modernis ataupun Neo-Modernis adalah anggapan
mereka terhadap al-Qur’an yang hanya sebatas sebagai perbendaharaan intelektual
yang dengannya dianalisa segala produk pradaban modern sebagaimana pendekatan
para filosof generasi Islam pertengahan. Dan bukannya sebagai pedoman harian yang
harus diterapkan dalam kehidupan nyata agar dapat membimbing dan memimpin
manusia menuju kesempurnaan sebagaimana yang difahami Rasulullah dan para
Shahabatnya. Jika al-Qur’an hanya sebatas perbendaharaan intelektual saja, kenapa
mesti diturunkan secara berangsur-angsur dan dalam tempo waktu selama 23 tahun ?
Bukankah al-Qur’an dapat saja diturunkan Allah dalam sedetik kemudian
diperintahkan agar cerdik pandai Islam mentelaahnya, mendiskusikannya,
membandingkannya sebagai khazanah intelektual ? Namun hakikatnya, Allah Yang
Maha Mengetahui ternyata menurunkan al-Qur’an bukan hanya sebatas sebagai
perbendaharaan dan khazanah intelektual semata, namun al-Qur’an diturunkan tahap
demi tahap dalam waktu 23 tahun agar tertanam pada generasi Islam, agar mereka
menjadi al-Qur’an hidup yang berjalan. Dan al-Qur’an hidup yang berjalan inilah yang
akan menghadapi tantangan zaman dengan segala perbendaharaan pengetahuan
Ilahiyah didiperolehnya. Dan metode (manhaj) inilah yang telah berhasil mengangkat
kegemilangan kaum Muslimin yang sebelumnya terkenal sebagai kaum yang
terbelakang dan jahili dan sekaligus menghantarkan mereka sebagai pemuka-pemuka
peradaban dunia, yang menghubungkan dan mengembangkan peradaban baru yang
berdasarkan Islam.
Pendekatan intelektulisme an-sich yang dilakukan kaum modernis ataupun neo-
Modernis dalam memahami al-Qur’an, mungkin dapat mengantarkan mereka sebagai
pemikir-pemikir ulung dengan teori-teori brilyannya. Namun sesungguhnya, maksud
utama diturunkannya al-Qur’an adalah agar terbentuknya pribadi dan masyarakat
Islami tempat bersemainya ajaran-ajaran mulia yang dikandung al-Qur’an. Disinilah
letak persimpangan pemahaman kedua aliran ini. Apalah artinya jika seorang
cendekiawan berhasil merumuskan teori-teori brilyan yang mengalahkan kebesaran
teori-teori peradaban modern, namun mereka tidak mampu mengaplikasikan teorinya
kepada masyarakatnya yang sedang terbelakang, terkalahkan dan mengalami krisis dan
dilemma. Al-Qur’an diturunkan Sang Pencipta dengan bahasa dan pendekatannya
yang mudah agar dapat dimenegrti semua orang, dengan pengertian tersebut langsung
diamalkan dan dengan pengamalan setahap demi setahap inilah kemudian terciptanya

97
ibid

203
masyarakat madani tempat bersemainya nilai-nilai al-Qur’an dan sekaligus tempat
tumbuh dan berkembangnya cikal bakal peradaban paripurna yang berdasarkan nilai
Ilahiyah sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah dan para Shahabat yang telah
membangun masyarakat madani. Namun jika kita mengambil jalan selainnya, selain
yang telah diajarkan al-Qur’an dan manhajnya, mungkinkah kita akan sampai kepada
tujuan terbentuknya masyarakat madani yang diridhai Allah atau hanya berputar-putar
dari teori satu ke teori lainnya, dari satu konsep ke konsep lainnya dan ironisnya akan
menambah kebingungan dan kerancuan ummah yang tengah berada dalam
keterbelakangnnya.
Manhaj Qur’ani yang telah ditempuh Rasulullah dan para Shahabat yang
diridhoi dalam membangun peradaban baru dunia telah berhasil menbangun
masyarakat madani dengan produk peradabannya yang menjadi mata rantai peradaban
dunia. Manhaj Qur’ani memulai pembangunan peradaban masyarakatnya dari dataran
keyakinan (aqidah) dan bukannya dari dataran intelektual. Ketika Rasulullah menyeru
mereka kepada masyarakat madani, Rasulullah membersihkan jiwa mereka,
mengajarkan mereka wahyu berupa al-Qur’an dan al-Sunnah dan tidak mengajarkan
kepada mereka segala bentuk filsafat ataupun pemikiran lainnya. Bahkan pada tahap-
tahap awal, Rasulullah telah melarang Umar membaca Taurat dengan ucapan, Wahai
Umar, sekiranya Musa masih hidup dia pasti akan mengikutiku” (HR. Abu Ya’la). Dengan
tujuan agar masyarakat ini benar-benar memiliki fondasi yang kukuh yang berdasarkan
wahyu Ilahi semata, sebelum menerima perbendaharaan dunia lainnya. Apakah manhaj
selainnya akan mampu mengembalikan
Jika Neo-Fundamentalisme Islam dikatakan sebagai kelompok yang lakhir dari
akar pemikiran fundamentalisme Islam terdahulu, maka kini telah lakhir pemikir-
pemikir Neo-Fundamentalisme yang kecendikiawanannya diakui dunia, seperti Yusuf
al-Qordhowy misalnya. Qordhawy adalah seorang cendikiawan Muslim yang tidak
diragukan lagi integritas keilmuannya, terutama ilmu keislamannya, baik bidang tafsir,
fiqh dan filsafat. Beliau lakhir dan berkembang dari akar pemikiran gerakan Ikhwan al-
Muslimun yang didirikan Hasan al-Banna. Namun dengan landasan pemikirannya
yang “fundamentalis”, Qordhowy mampu menterjemahkan dan mengaktualisasikan
ajaran-ajaran Islam dari sumber utamanya al-Qur’an dan al-Sunnah. Bahkan dengan
tegas Qardhowi menyatakan kebingungannya menyelesaikan permasalahan pemikiran
ketika dikembalikan kepada tradisi intelektual Islam klasik abad pertengahan
sebagaimana yang ditempuh Neo-Modernis, pemikiran yang penuh dengan pendapat
temporer, dan Qordhowy hanya menemukan jawaban pasti dan terang ketika kembali
kepada sumber aslinya, yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah. Hal ini bukan berarti Qardhowy
tidak menerima warisan intelektual tradisional, bahkan kenyataannya Qordhawy sangat
memahami warisan tradisi ini dan menjadikannya sebagai referensi, namun beliau
hanya menemukan jawaban pasti dalam menjawab tantangan zaman ketika langsung
berhadapan dengan sumber asal. Dengan keluasan pengetahuannya, Qardhowy telah
membahas permasalahan masyarakat Islam kontemporer, dari masalah fiqh, aqidah,
tasawuf, gerakan, ekonomi, politik, pendidikan, menejemen, peradaban hingga masalah

204
pemikiran Barat dan problema kontemporer masyarakat Islam yang dinilainya
berdasarkan Islam yang menjadi perhatian para cendikiawan internasional.
Persentuhan dan keterlibatan hidup sehari-hari Qordhowy dengan dunia
modern tidak menghilangkan semangatnya sebagai seorang “fundamentalis” sejati yang
merujuk segala permasalahan dengan dasar al-Qur’an dan al-Sunnah. Bahkan lebih jauh
dengan menjadikan Wahyu Allah sebagai referensi dan sumber pengambilan utama,
Qordhawy mendapat jawaban pasti tentang hakikat kehidupan manusia dan segala
permasalahannya, termasuk perkembangan pemikirannya. Demikian pula Qardhawy
dengan terbuka berani mengkoreksi sekaligus memberikan solusi pada perjalanan
gerakan Islam sebelumnya, yang dikenal sebagai fundamentalis Islam. Hakikatnya, para
cendikiawan yang besar dan berkembang dalam arus pemikiran fundamentalisme
seperti Qardhawy dan lainnya sebenarnya telah meletakkan dasar-dasar metodelogi
pemikiran bagi terbentuknya sebuah gerakan pemikiran yang baru, yang jika dapat,
sebagaimana diistilahkan Fazlur Rahman sebagai “Neo-Fundamentalisme Islam”.
Karya-karya brilyan Qordhowy menjadi rujukan utama generasi Islam yang
mendambakan solusi pemikiran, bahkan di Indonesia pemikiran Qordhowy lebih
dikenal luas, khususnya dikalangan mahasiswa dibandingkan pemikiran Fazlur
Rahman sebagai bapak Neo-Modernis Islam. Pemikiran-pemikiran brilyan Qordhawy
memang kurang tersebar, khususnya di arena pemikiran dunia Barat karena ditulis
dalam bahasa Arab dan mungkin ada tendensi lain untuk mencegah berkembangnya
faham ini di dunia Barat yang terkenal anti Fundamentalisme Islam yang selalu
diidentikkannya dengan segerombolan manusia tetoris, radikal dan haus darah.
Di Asia Tenggara sendiri secara tidak langsung kehadiran neo-fundamentalisme
Islam sudah mulai kelihatan sejak beberapa dekade lalu. Di Malaysia misalnya, akar
gerakan ini umumnya dari mantan pengurus Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM)
yang menginspirasikan bentuk perjuangannya pada Ikhwan al-Muslimun, bahkan
beberapa rujukannya adalah buku-buku karangan pemimpin Ikhwan. Dalam beberapa
bentuk latihan dan pembinaannya, ABIM mengadopsi langsung sistem yang diterapkan
Ikhwan dengan beberapa modifikasi sesuai dengan keadaan Malaysia, dan menerapkan
istilah Ikhwan seperti istilah zikir al-Ma’tsurat, usroh, amal jam’i, bai’ah, imamah, dar
al-Islam, khilafat dan lainnya. Secara tidak langsung ABIM sebagai organisasi kader
telah memicu lakhirnya kelompok fundamentalisme Islam di Malaysia, diantaranya
seperti Ustaz Fadhel Noor, mantan Presiden Partai Islam SeMalaysia (PAS), partai
fundamentalis yang bertujuan mendirikan negara Islam adalah mantan Wakil Presiden
ABIM. Demikian pula Ustaz Ash’aari Muhammad, Amir Jama’ah Dar al-Arqam mantan
pengurus ABIM.98
Bahkan salah seorang mantan tokoh sentral ABIM yang kharismatik, Anwar
Ibrahim, dari beberapa pemikirannya dapat digolongkan sebagai kelompok

98

Lihat, Zaenah Anwar, Islamic Revivalism in Malaysia,(Petaling Jaya : Pelanduk, 1987). Siddiq Fadhil, Koleksi Ucapan
Dasar Muktamar Sanawi ABIM, (Kuala Lumpur : Dewan Pustaka Islam, 1982).

205
fundamentalis Islam.99 Bahkan dia sendiri tidak pernah menolak dirinya sebagai seorang
yang condong kepada pemikiran fundamentalis Islam. Namun difinisi fundamentalisme
menurut Anwar adalah keteguhan seseorang berpegang pada akar tradisinya, bagi
seorang Muslim adalah kepada Islam, dan Islam tidak dapat dikorbankan demi
kepentingan duniawiyah. Dari latar belakangnya pembinaannya dalam dunia
fundamentalisme Islam, adalah sangat sukar melepaskan fundamentalisme Islam dalam
diri Anwar. Bahkan sebelum aktif dalam UMNO, Anwar adalah pendukung setia,
walaupun bukan sebagai anggota dan pengurus, perjuangan Partai Islam Malaysia
(PAS) yang mencita-citakan tegaknya negara Islam di Malaysia. Apakah idiologi
fundamentalisme Islam dalam diri Anwar yang sudah berurat berakar dapat pupus
dengan mudah setelah tertanam sekian lama. Bahkan bukti menyatakan lain, walaupun
Anwar sudah menjadi salah seorang pemimpin UMNO, partai Melayu nasionalis, dia
tetap mengadakan hubungan dan membangun pergerakan dengan rekan-rekan
seperjuangannya di ABIM dulu ataupun dengan tokoh-tokoh pemikir Islam seperti
Yusuf al-Qardhowy dan lainnya. Demikian pula secara pemikiran ataupun pengamalan,
keterikatan Anwar secara emosional sangat kuat pada Islam, walaupun dibahasakannya
dengan istilah baru, demikian pula istri dan anak-anak perempuan Anwar
menggunakan jilbab, sikap anti KKN dan keberaniannya menyatakan kebenaran walau
apapun resikonya serta kualitas pribadinya sebagai seorang politis yang bersih,
kehidupan keluarganya yang bersahaja, yang ini semua merupakan ciri khas
fundamentalisme Islam yang tertanam dalam dirinya sejak lama. Namun dengan
kematangannya dalam mengembangkan pemikirannya, mungkinkan Anwar sedang
menjadi seorang Neo-Fundamentalis Islam dalam bentuknya sendiri ? Dalam bukunya
The Asian Renaissance100 Anwar menawarkan bentuk dialog peradaban yang akan
membuka wawasan masing-masing bangsa. Disamping mengembangkan wacana-
wacana peradaban baru berdasarkan Islam, Anwar bersama rekan-rekannya telah
mendirikan sebuah Universitas Islam yang menjadi sebuah laboratorium dalam
pengembangan pemikiran Islam di masa depan. Dan nilai-nilai Islam yang
dikembangkan Anwar dalam penegakan pemerintahan yang bersih, sebagai manifestasi
ajaran Islam telah menghantarkannya ke penjara.
Demikian pula halnya, apa yang dikemukakan Nurcholish bertolak belakang
dengan realita yang terjadi di dunia Islam. Dalam dunia politik misalnya, Yusril Ihza
Mahendra dalam Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam menyimpulkan
desertasinya: “Dalam beberapa dekade terakhir, posisi politik partai Islam modernis dan
fundamentalis telah banyak mengalami perubahan. Sebagian partai Islam modernis-
seperti Masyumi di Indonesia, Liga Muslim di Pakistan dan Partai Istiqlal di Aljazair-
mulai tersingkir dari panggung kekuasaan. Masyumi bahkan telah dibubarkan pada
tahun 1960. Sementara partai Islam fundamentalis (yang sebagian dinyatakan neo-
fundementalis oleh Fazlur Rahman)- dan juga kelompok-kelompok bukan partai-
99
Lihat karya beliau : Islam- Penyelesaian Kepada Masalah Masyarakat Majemuk,(Kuala Lumpur : ABIM, tt.). dan
Menangani Perubahan, (Kuala Lumpur : Berita Publ, 1990).
100
Anwar Ibrahim, The Asia Renaissance, (Singapore : Time Books Publ, 1997)

206
tampak mulai menguat dan bahkan tampil memegang kekuasaan. Gejala ini tampak di
Aljazair, Iran, Afghanistan, Pakistan di bawah Jendral Zia ul-Haque, dan dalam ruang
lingkup yang lebih kecil adalah kasus berkuasanya Partai Islam PAS di Negeri Kelantan,
Malaysia.”101
Perkembangan terakhir di Malaysia yang merupakan ladang persemaian
pemikiran Islam yang progresif di Asia Tenggara, pada pemilu 1999 Partai Islam PAS
yang terkenal sangat fundamentalis dengan cita-cita menegakkkan negara Islam dan
melaksanakan hudud (hukum Islam) memenangkan pemilu secara telak di Kelantan
dan Trengganu, dan berhasil menaikkan jumlah kursinya lebih 100 % di Parlemen
pusat. Dari segi persentase, 70 % orang Melayu memilih PAS dan aliansinya dan hanya
30 % memilih UMNO yang merupakan partai kaum Modernis Malaysia. 102 Rakyat
Malaysia, terutama kaum terdidiknya telah muak dengan janji-janji palsu para penyeru
“penerapan nilai-nilai Islam” yang realitasnya sangat diktator, tidak bermoral dan
berani menentang hukum Allah dengan alasan duniawiyah. Berbeda dengan kaum
fundamentalis yang senantiasa menunjukkan citra Islami dalam perbuatan dan tingkah
laku, konsisten dengan ucapan dan perbuatannya, memiliki akhlaq yang mulia sehingga
menjadi daya tarik sendiri bagi masyarakat Islam.103
Demikian pula halnya di dunia Islam lainnya. Karena kemuakan masyarakat
Islam dengan kepalsuan dan janji-janji kosong kaum utopis yang menjanjikan
modernisasi, yang berkolaborasi dengan kapitalis internasional mengeksploitasi Islam
demi kepentingan duniawiyah, disamping kebobrokan mental dan kemaksiatan yang
dilakukannya, menjadikan masyarakat simpati dengan perjuangan dan jalan berfikir
neo-fundamentalis Islam yang lebih menjanjikan. Ketertarikan kepada kelompok ini
karena telah berhasil membuktikan diri, mereka dapat menjadi rahmat bagi seluruh
alam. Kenapa misalnya masyarakat Cina non Muslim di Malaysia mendukung
perjuangan Partai Islam Malaysia yang memperjuangkan tegaknya negara Islam ? Tidak
lain karena mereka dapat membuktikan bahwa Islam adalah rahmat bagi semua orang,
dan dapat memberikan keadilan kepada masyarakat non muslim dengan tidak
mengorbankan kepentingan agama.104 Tidak seperti kelompok nasionalis Melayu
UMNO yang sangat rasialis dan tidak adil terhadap penganut agama lain.105 Sikap-sikap
dan akhlaq Islami yang merupakan nilai-nilai universal, seperti jujur, amanah,
setiakawan, konsisten, toleran, bertanggungjawab, sederhana, dedikasi tinggi, dan
perilaku mulia semacamnya akan menjadi daya tarik kelompok neo-Fundamentalis
Islam di masa depan, disamping tentunya kekayaan spiritual dan intelektual mereka
yang Islamis.106

101
Yusril Ihza, Modernisme dan Fundamentalisme.., op.cit. halaman 314
102
Kamarudin Jaffar, Pilihanraya 1999 dan Masa Depan Politik Malaysia,(Kuala Lumpur : IKDAS, 2000)
103
ibid, halaman 50-62
104
Kamarudin Jaffar, Memperingati Yusuf Rawa, (Kuala Lumpur : IKDAS, 2000)
105
Lihat : SH. Alatas, Reformasi Anwar, Konspirasi Mahathir, (Kuala Lumpur : Pustaka, 1999)
106
Tentang akhlaq ini lihat : Dr. Said Hawa, Jundullah, Tsaqafah wa Akhlaq, (Beirut : Dar Fiqr, 1974)

207
Neo-Fundamentalisme Islam di Indonesia
Para peneliti, baik dari kalangan muslim dan lainnya belum banyak yang tertarik
untuk mengkaji dan mengidentifikasi gerakan pemikiran Neo-Fundamentalisme Islam
di Indonesia. Ini dibuktikan dengan kurangnya literatur atau sumber-sumber informasi
lainnya yang membahas masalah ini.107 Hal ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya yang utama adalah sulitnya mengidentifikasi siapa sebenarnya tokoh-tokoh
Neo-Fundamentalis yang tampil dengan gagasan cemerlangnya, dalam gerakannya
selama ini mereka lebih mengambil bentuk sebagai sebuah gerakan bawah tanah akibat
tekanan dahsyat dari regime orde lama ataupun orde baru yang anti dengan
fundamentalisme Islam. Lain halnya dengan gerakan Neo-Modernis yang tampil secara
terbuka dan dapat bekerjasama dengan pemerintah, sehingga mudah untuk
mengidentifikasi tokoh-tokoh maupun pembaharuan pemikiran yang dilakukannya di
Indonesia Namun demikian, cara mudah dan aman yang dapat ditempuh untuk
mengenal gerakan ini, baik tokoh dan pembaharuan pemikiran yang dikembangkannya
di Indonesia, dapat dilakukan misalnya dengan menelusuri gerakan para pendahulu
mereka, fundemantalis Islam yang banyak diteliti, baik yang berakar pada gerakan
fundamentalisme Islam dari luar Indonesia seperti Ikhwan al-Muslimun Mesir, Jema’at
Islamy Pakistan, Hizb al-Tahrir, Salafi dan lainnya ataupun yang berakar dari Indonesia
sendiri seperti Darul Islam yang telah memproklamirkan Negara Islam Indonesia pada
7 Agustus 1949 di Jawa Barat. Dengan data-data inilah, akan diidentifikasi siapa Neo-
Fundamentalis Islam di Indonesia.
Gerakan fundamentalisme Islam atau apa yang diistilahkan Fazlur Rahman
dengan neo-Revivalisme di Indonesia adalah respon terhadap gerakan-gerakan
pemikiran sebelumnya yang telah disemai oleh gerakan kaum muda yang baru pulang
dari Timur Tengah. Tokoh-tokoh kaum muda yang lebih dikenal sebagai pembaharu
Islam diantaranya seperti HOS. Cokroaminoto yang telah mendirikan Syarikat Islam (SI)
yang menjadi organisasi kader bagi kaum modernis Islam selanjutnya,108 Ahmad Dahlan
yang mendirikan Muhammadiyah sebagai lembaga modernis Islam yang bergerak
dalam pendidikan dan sosial dan lain-lainnya.109 Namun dalam perjalanannya,

107
Dari hasil penelitian sementara yang dilakukan, para peneliti belum memfokuskan penelitiannya pada
gerakan neo-Fundamentalis Islam karena kesulitan mencari data-data yang diperlukan dan sulitnya
mengidentifikasikan gerakan sejenis. Penelitian selama ini banyak dilakukan terhadap gerakan-gerakan fundamentalis
Islam, seperti Darul Islam (DI/NII) baik di Jabar, Aceh, Sulawesi dan lainnya termasuk gerakan-gerakan
fundamentalis Islam di zaman Orde Baru.
108
Tentang perjuangan HOS. Cokroaminoto dan pemikirannya, lihat misalnya : Amelz, HOS. Cokroaminoto :
Hidup dan Perjuangannya. (Jakrta : Bulan Bintang, 1952). MM. Amin, Saham HOS. Cokroaminoto dalam Kebangunan Islam
dan Nasionalisme di Indonesia. (Yogyakarta : Nur Cahaya, 1980). AT. Jaylani, The Syarikat Islam Movement : Its
Contribution to Indonesian Nationalism, MA. Thesis, IIS, Montreal : Mc.Gill University, 1959. Deliar Noer, The Modernist
Muslim Movement in Indonesia : 1900-1942, (Singapore : Oxford Univ. Press, 1973)
109
Mengenai perjuangan KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah, lihat : Alfian, Muhammadiyah : The Political
Behaviour of a Muslim Modernist Organization Under the Dutch Colonialism, (Yogyakarta : Gajah Mada Press, 1969).
Solichin Salam, Muhammadiyah dan Kebangunan Islam di Indonesia, (Jakarta : NV. Mega, 1965). Mitsuo Nakamura, The
Cresent Arises over the Banyan Tree : A Study of the Muhammadiyah Movement in a Central Javanese Town, (Ithaca YN :
Cornell Univ. Press, 1976). Mustafa Kamal Pasha, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam (Yogyakarta : Penerbit
Persatuan, 1975). Yusuf Abdullah Puar, Perjuangan dan Pengabdian Muhammadiyah, (Jakarta : Pustaka Antara, 1989).

208
sebagaimana dikatakan Rahman, bahwa kaum modernis Islam, termasuk di Indonesia,
telah gagal meletakkan dasar-dasar metodelogi pemikiran disamping terlalu
kompromisnya mereka dengan Barat, baik dalam artian politik maupun pemikiran.
Sehingga mereka kadangkala dituduh sebagai agen-agen kolonialis yang ingin
membaratkan kaum muslimin, sebagaimana tuduhan kaum tradisionalis terhadap
mereka. Kegagalan modernis Islam ini, terutama menjelang kemerdekaan Indonesia
telah mendorong tampilnya tokoh-tokoh Islam yang secara politik menghendaki
berdirinya Negara Islam di Indonesia dan tidak ada kompromi dalam penegakkannya
dan bersebrangan dengan kelompok modernis yang merestui berdirinya negara
Pancasila Indonesia.110 Diantara tokoh fundamentalis Islam terkemuka masa ini adalah
SM. Kartosoewirjo.111
Mungkin ada yang menolak SM. Katosoewirjo sebagai tokoh fundamentalis
Islam terkemuka di Indonesia. Namun Yusril Ihza dalam desertasinya Modernisme dan
Fundamentalisme dalam Politik Islam dengan jelas menyatakan: “Sesuai dengan
pandangan dasar modernismenya, Masyumi menegaskan bahwa cita-cita itu
(melaksanakan Islam dalam urusan kenegaraan) akan dicapai melalui cara-cara yang
“sah dan demokratis”, serta “mengikuti hukum yang berlaku di dalam negara Republik
Indonesia”. Tetapi sikap moderat dan demokratis ini ditentang oleh kelompok yang
lebih cendrung ke arah fundamentalisme di dalam partai, seperti ditunjukkan oleh
Kartosuwirjo. Tokoh yang di zaman revolusi itu juga menjadi salah seorang anggota
Pimpinan Partai Masyumi, dengan alasan-alasannya sendiri memilih keluar
meninggalkan Masyumi untuk membangun gerakannya sendiri, yaitu “Darul Islam”.
Kartosoewirjo kemudian memproklamasikan “Negara Islam Indonesia” di Jawa Barat.112
Membandingkan para penggagas fundamentalisme Islam terkemuka adalah
sesuatu yang sangat menarik, karena dari beberapa sisi mereka memiliki kesamaan.
Misalnya Hasan al-Banna pendiri Ikhwan al-Muslimun di Mesir,113 Abul A’la al-

HAMKA, KH.A. Dahlan, (Jakarta : Sinar Pujangga, 1952). Yusron Asrofie, KH. Ahmad Dahlan, Pemikiran dan
Kepemimpinannya, (Yogyakarta : Yogyakarta Offset, 1983).
110
Masalah ini lihat misalnya : Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, (Jakarta : Gema Insani
Press, 1997). Yusril Ihza, Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam, (Jakarta : Paramadina,1999). Robert Van
Niel, The Emergence of the Modern Indonesia Elite, (The Haque : WV. Hoeve, 1960)
111
Tentang sejarah hidup dan perjuangan SM.Kartosuwirjo, lihat misalnya : Holk H. Dengel, Darul Islam dan
Kartosuwirjo, (terj). (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996). B.J. Boland, The Strunggle of Islam in Modern Indonesia, (The
Haque : Martinus Nijhoff, 1971). C. Van Dijk, Darul Islam : Sebuah Pemberontakan (terj), (Jakarta : Pustaka Grafiti Utama,
1989, halaman 11-31. Hiroko Harikoshi, “The Darul Islam Movement in West Java (1948-1962) : An Experience in
Historical Process”, dalam Indonesia, vol 20, halaman 62-64.. Pinardi, Sekarmadji Marijan Kartosoewirjo (Jakarta :
Aryaguna, 1964). CAO. Nieuwenhuije, Aspect of Islam in Post Colonial Indonesia, (The Haque & Bandung : W.Van Hoeve,
1958). Amak Sjarifudin, Kisah Kartosuwirjo dan Menjerahnya (Surabaya : Grip, 1965). Al Chaidar, Pengantar Pemikiran
Politik Proklamator Negara Islam Indonesia SM. Kartosoewirjo.( Jakarta : Darul Falah, cet.2, Safar 1420 H).
112
Yusril Ihza, Modernisme dan Fundamentalisme, halaman 84-85
113
Tentang riwayat Hasan al-Banna lihat misalnya : Al-Syaikh al-Ghazaly, (dalam M.Syalabi),Hasan al-Banna,
Imam wa Qaid, (Kaherah : Dar al-Nasyr, tt). Dr. Rif’at al-Said, Hasan al-Banna Muassis Harakat al-Ikhwan al-
Muslimun,(Beirut : Dar al-Tali’ah, 1986). Jabir Rizq, Al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna, (al-Manshurat : Dar al-Wafa,
1987). Dr. Shuakat Ali, Master of Muslim Thought, vol. II.(Lahore : Islamic Publ, 1983), halaman 514-638). Anwar Jundi,
Hasan al-Banna, al-Roiyat al-Imam wa al-Mujaddid al-Syahid, (Beirut : Dar Qalam, 1978). MN. Shaikh, Memoirs of Hasan al-
Banna Shaheed,(Karachi : Int’ Islamic Publ, 1981). Richard P. Mitchel, The Society of The Muslim Brother (London : Oxford

209
Maududi pendiri Jame’at Islami di Pakistan114 dan SM. Katosoewirjo pendiri Darul Islam
di Indonesia. Mereka bertiga memiliki ciri khas yang hampir sama. Mereka sama-sama
dilakhirkan di awal abad keduapuluh, sejak muda sebagai aktivis Islam yang
revolusioner, hidup ditengah-tengah derasnya arus sekulerisasi dan Baratisasi Imprialis
kafir serta pergumulan sengit antara kelompok modernis, baik sebagai nasionalis Islami
atau sekuler, Kartosoewirjo dan Maududi berprofesi sama sebagai wartawan dan
penulis, al-Banna dan Kartosoewirjo sama-sama syahid mempertahankan
perjuangannya di hadapan penguasa nasionalis kafir. Mereka membangun jama’ah
Islamiyah yang non kompromistis dengan kolonialis Barat dan agen-agennya,
perjuangannya mendapat dukungan luas para ulama dan cendekiawan muslim, mereka
sama-sama menulis konsep tentang hijrah dan jihad fi sabilillah dengan dasar
pendekatan dan tujuan yang sama. Diantara mereka, Kartosoewiryolah yang
memproklamirkan Negara Islam yang dicita-citakannya dan turun langsung berjihad
menggunakan senjata melawan Tentara Republik. Namun pemikiran-pemikiran
Kartosoewirjo kurang dikenal dunia Islam sebagaimana al-Banna dan al-Maududi,
disamping akibat perjuangan bersenjata yang menguras daya dari hutan ke hutan,
kurangnya penerus perjuangannya yang mumpuni dalam mengaktualisasikan
pemikirannya. Disamping perlakuan kejam pemerintah terhadap perjuangan Darul
Islam, baik di masa Orla dan Orba.115
Selain SM. Kartosoewirjo, ada beberapa tokoh sentral Darul Islam yang
mempengaruhi perjalanan sejarah gerakan ini, yang terutama seperti Tengku
Muhammad Daud Beureuh, ulama besar kharismatis dari Aceh,116 Abdul Kahhar
Muzakkar, tentara pejuang dari Sulawesi,117 Ibnu Hajar dari Kalimantan, disamping
beberapa tokoh ulama dari Jawa Barat.118 Pada umumnya ulama-ulama Tradisionalis
Jawa Barat menerima dengan terbuka ide-ide Kartosoewirjo dengan konsep hijrah dan
pendirian Negara Islam Indonesia, walaupun dia sendiri adalah keturunan Jawa. Ini
tidak lepas dari pengalaman politik Karosoewirjo sebagai salah seorang wakil ketua
pengurus pusat Partai Syarikat Islam Indonesia yang sangat berpengaruh sebelum
kemerdekaan. Disamping pengaruh bapak mertunya, seorang ulama Tradisionalis yang
terkenal di Malangbong, Jabar.

Univ. Press, 1959). Umar Tilmisany, al-Mulham al-Mauhub : Hasan al-Banna (Syabra : Dar al-Nashr, tt).
114
Lihat misalnya : Prof. Masud ul Hasan, Sayyid Abul A’la Maududy and His Thought, vol. I & II, (Lahore :
Islamic publ, 1984). Abdurrahman Abd, Maulana Maududi Face to Death Sentence. (Lahore : Islamic Publ., 1969). Miasbah
ul Islam Faruki, Introducing Maududi, (Lahore : n.p.,1966). Maryam Jameelah, Who Is Mawdoodi ? The Great Mujaddid of
Modern Age, (Lahore : Islamic Publication, 1972). A.K. Brohi, “Maulana Maududi : The Man, The Scholar, The
Reformer”, dalam Kurshid Ahmad dan Zaffar Ishaq Anshary (eds), Islamic Perpective. (Leicester : The Islamic
Foundation, 1979) halaman 289-312.
115
Tentang perlakuan pengikut Kartosuwirjo lihat : Al Chaidar, Pengantar pemikiran Politik…, op.cit. khususnya
Bab X.
116
Lihat misalnya : Moh. Nur El-Ibrahimy, Teungku Muhammad Daud Beureueh : Peranannya dalam Pergolakan di
Aceh, (Jakarta : Gunung Agung, 1982). Dada Meuraxa, Peristiwa Berdarah di Atjeh, (Medan : Pustaka Sedar, 1956).
117
Lihat : Andaya Leonard, Arung Palakka and Kahar Muzakkar : A Study of the Hero Figure in Bugis-Makassar
Society, B.S. Harvey, Tradition, Islam and Rebellion : South Sulawesi 1905-1965.
118
Lihat : Al Chaidar, op.cit. khususnya babVII.

210
Perjuangan Kartosoewirjo dengan Darul Islam mendapat sambutan luas
masyarakat, baik di Jawa maupun luar Jawa tidak lain disebabkan oleh kerinduan
masyarakat Indonesia akan berdirinya sebuah negara adil makmur yang berdasarkan
ajaran Islam sebagaimana diperjuangkankan HOS. Cokroaminoto terdahulu. Demikian
pula kondisi Republik Indonesia yang baru diproklamirkan mendapat serangan-
serangan dari Belanda dan sekutunya yang ingin menjajah kembali Indonesia.
Serangan-serangan ini nyaris menghilangkan eksistensi RI dengan perjanjian-perjanjian
sepihak yang dipaksakan Belanda. Kondisi ini telah dijadikan momentum Kartosoewirjo
untuk memproklamirkan Negara Islam Indonesia yang telah diyakini dan
diperjuangkannya sejak muda.119
Sebagaimana difahami kaum fundamentalis Islam lainnya, perjuangan
bersenjata Kartosoewirjo bersama para pengikutnya dalam menegakkan dan
mempertahankan eksistensi Negara Islam Indonesia merupakan manifestasi jihad fi
sabilillah seorang muslim dalam menegakkan kedaulatan dan kekuasaan Allah di atas
bumi. Itulah sebabnya perjuangan heroik para pejuang fi sabilillah NII/TII dapat
bertahan lama meskipun tanpa bantuan dan dukungan diplomatik dari negara-negara
luar. Semangat yang didasarkan atas keyakinan akan balasan syurga bagi mereka yang
syahid mempertahankan Islam ini senantiasa menjadi penyulut perjuangan para
pengikut dan penerus perjuangan Kartosoewirjo yang tampil silih berganti, baik di
zaman Soekarno, Soeharto dan sekarang.
Menurut sebagian cendikiawan Islam, khususnya dari kalangan fundamentalis,
seperti Maududi120 dan Sayyid Qutb,121 berpendapat bahwa perjungan menegakkan
kekuasaan Allah dalam bentuk berdirinya sebuah negara Islam atau pemerintahan
Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Sunnah adalah bentuk perjuangan tertinggi
dalam Islam. Karena perjuangan Rasulullah saw dengan segala suka dukanya, baik
perjuangan dengan dakwah, harta sampai bersenjata, dianggap telah sempurna ketika
telah tegakkan pemerintahan Islam di Madinah dengan segala perangkatnya. Dengan
kata lainnya bahwa perjuangan panjang Rasulullah telah sempurna dengan berhasilnya
beliau menegakkan Negara Madinah, ini membawa pengertian bahwa menegakkan
negara ataupun pemerintahan Islam yang mendaulatkan kekuasaan Allah adalah
setinggi-tinggi jihad di jalan Allah. Penegakkan kekuasaan Allah inilah intipati dan
tujuan akhir jihad sebenarnya.122
Tekanan-tekanan dahsyat dan diluar batas kemanusiaan regime Orla maupun
orba terhadap perjuangan penerus SM. Kartosoewirjo telah menjadikan Darul Islam
sebagai gerakan bawah tanah yang sangat tertutup. Setiap gerakan untuk menegakkan
negara Islam selalu dihubungkan dengan Darul Islam, baik yang direkayasa oleh

119
Lihat : Karl D. Jackson, Kewibawaan Tradisional, Islam dari Pemberontakan : Kasus Darul Islam Jawa Barat,
(Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 1989).
120
Lihat karya beliau, Khilafat wa al-Mulk, Islamic Law and Constitution, Jihad in Islam.
121
Lihat karya beliau, Maalim fi al-Thariq, Social Justice in Islam, Hadza al-Dien, Islam and Universal Peace.
122
Pengertian jihad, lihat : Syaikh Dzafir al-Qashimy, Al-Jihad wa al-Huquq al-Dauliyah al-Ammah fi al-Islam,
(Beirut : Dar Ilm, 1986)

211
pemerintah nasionalis ataupun gerakan mujahidin lainnya, yang akhirnya menjadikan
perkembangan gerakan Darul Islam menjadi semakin terjepit. Namun dengan
bergabungnya beberapa tokoh Islam, baik dari kalangan ulama, muballigh,
cendikiawan, mahasiswa dan lainnya disekitar tahun tujuh puluhan dan delapan
puluhan telah menjadikan Darul Islam sebagai salah satu alternatif jama’ah Islam.
Tekanan-tekanan pemerintah Soeharto, terutama ketika Pangab dipegang LB. Moerdani
yang mengambil kebijakan keras terhadap Islam, gerakan Darul Islam justru medapat
momennya. Gerakannya semakin meluas bahkan telah menjalin hubungan kerjasama
dengan gerakan-gerakan Islam di luar negeri, baik di Mesir, Saudi Arabia, Pakistan,
Afghanistan, Malaysia maupun di Eropa dan Amerika.123
Persentuhan tokoh-tokoh muda Darul Islam124 dengan pemikiran gerakan Islam
fundamentalis internasional telah mematangkan ide-ide yang selama ini dikembangkan
generasi terdahulu. Demikian pula telah terjadi reorientasi pemikiran dalam pergerakan
Darul Islam, yang menjadikannya sebagai salah satu aliansi para pejuang yang bercita-
cita menegakkan khilafah Islamiyah di dunia. Dan dapat dipastikan dari cikal bakal
gerakan Darul Islam ini muncul generasi muda, dengan kadar pemahaman keislaman
yang lebih luas, persentuhannya dengan dunia modern, disamping pendidikannya yang
tinggi, yang menjadi pelopor kebangkitan, sebagaimana paradigma Fazlur Rahman,
Neo-Fundamentalisme Islam di Indonesia. Mereka tampil dengan gerakan
pemikirannya yang khas, berakar pada tradisi fundamentalisme, memiliki keterikatan
emosional yang sangat kuat pada Islam, memahami sejarah pembaruan pemikiran Islam
dan metodologinya namun mampu merespon tuntutan zaman dengan intelektualitas
yang dimilikinya. Mereka lakhir dari semangat perjuangan Darul Islam dan secara
bersamaan mereka mendapat pendidikan umum Barat ataupun tradisional, bahkan
diantaranya adalah para otodidak-otodidak jenius yang menolak pendidikan resmi,
namun mereka hadir dan tampil di tengah-tengah hingar bingarnya gerakan reformasi
dengan berbagai bentuk dan nama. Namun mereka dapat dikenal dari tujuannya yang
hendak menegakkan kekuasaan dan syari’at Allah di bumi Indonesia secara konsekwen
sebagaimana diproklamirkan pada Konggres Mujahidin I di Yogyakarta pada 5-7
Agustus 2000 yang telah melakhirkan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang
dipimpin oleh Ustadz Abu Bakar Ba'asyir dengan julukan Amirul Mujahidin.
Disamping berakar dari gerakan Darul Islam, Neo-Fundamentalis Islam di
Indonesia lakhir dari kaderisasi beberapa gerakan Islam dalam negeri lainnya seperti
Jama’ah Muslimin (Hizbullah) yang didirikan Wali al-Fattah125, Islam Jama’ah dan
beberapa kelompok lainnya. Sedangkan yang berakar pada gerakan Islam luar negeri,
umumnya memiliki keterkaitan dengan beberapa gerakan Islam seperti Ikhwan al-

123
Al Chaidar, op.cit.khususnya bab X
124
Walaupun terpecah berjadi beberapa paksi gerakan, namun tokoh-tokoh muda Darul Islam yang
mengenyam pendidikan tinggi, secara formal dan informal di luar negeri, baik di Timur Tengah, Barat ataupun
Pakistan dan Malaysia menjadikan mereka dekat secara pemikiran, terutama ide-ide tentang pengembangan
pemikiran para pendahulu mereka.
125
Wali al-Fattah, Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah, Bogor : Al-Amanah, Cet.2, 1995.

212
Muslimun, Hizbut Tahrir, Salafi, Jama’ah Tabligh, Gerakan Mujahidin Internasional, al-
Arqam, dan lainnya. Gerakan ini pada umumnya mulai menampakkan aktivitasnya di
antara akhir tahun 70an dan awal 80an. Umumnya pelopor gerakan ini adalah mantan
para mahasiwa yang sekolah ke luar negeri, baik di Timur Tengah ataupun Barat dan
berinteraksi dengan gerakan Islam dan pemikirannya yang kemudian kembali ke
Indonesia dan mengembangkan pemikirannya. Gerakan mereka umumnya diawali
dengan penyebaran pemikiran melalui buku-buku, majalah, brosur dan lainnya,
kemudian diikuti dengan pengkajian intensif keislaman dengan berbagai nama seperti
Latihan Mujahid Dakwah (LMD), Pengkajian Risalah Tauhid (PRT), Pengkajian Nilai
Dasar Islam (PNDI) dan lainnya dan diteruskan dengan pengajian rutin berupa usroh
dan halaqah. Pada akhirnya gerakan ini membangun jaringan dengan struktur
kepemimpinannya yang khas, dan sangat populer di kalangan universitas, terutama
universitas umum, seperti di ITB, IPB, UI, UGM dan lainnya. Dari pengajian-pengajian
ini kemudian berkembang Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang menjadi jaringan
aktivis mahasiswa Islam non organisasi. Dari gerakan inilah kemudian lakhir beberapa
gerakan mahasiswa Islam, yang menonjol seperti KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa
Muslim Indonesia) yang menjadi tulang punggung reformasi dikalangan mahasiswa.
Kader-kader organisasi Islam seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
terutama HMI-MPO, Pelajar Islam Indonesia (PII), Gerakan Pemuda Islam (GPI), Dewan
Dakwah Islamiyah (DDII), hatta Muhammadiyah, Persatuan Islam (PERSIS) dan Al-
Irsyad yang modernis sekalipun telah menjadi tempat tumbuhnya aliran pemikiran ini.
Para anggota ormas Islam yang terlibat dengan pemikiran ini biasanya adalah mereka
yang berinteraksi secara konsisten dengan pemikiran-pemikiran fundamentalis Islam,
baik melalui buku, literatur ataupun interaksi langsung dengan para tokoh gerakannya
yang umumnya memiliki kharisma dan daya tarik tersendiri, terutama kezuhudannya
dalam memandang dunia dan keberaniannya menyampaikan kebenaran Islam tanpa
kompromi. Sejauh ini diantara beberapa ormas Islam, Pelajar Islam Indonesia, yang
sempat bergerak secara illegal karena menolak asas tunggal Pancasila secara terbuka,
adalah tempat persemaian yang subur aliran pemikiran ini karena sistem kaderisasinya
yang radikal dan non-komprimistis terhadap rezim Orba dan mampu melakhirkan
kader-kadernya yang militan dan fundamentalis.
Disamping para aktivis gerakan dan organisasi Islam yang menjadi pelopor
gerakan neo-fundamentalisme Islam di Indonesia, terdapat pula di antara mereka
pribadi-pribadi seperti tokoh-tokoh Alim Ulama, cendekiawan Muslim, Ustadz, Da’i
maupun kalangan profesional dan artis. Umumnya mereka bergerak secara individual
dengan mengembangkan wacana-wacana pemikiran sesuai dengan bidang dan
spesialisasi masing-masing, baik di bidang ekonomi, pendidikan, hukum, politik,
budaya dan lainnya. Ciri khas mereka sama dengan para penganut neo-
fundamentalisme Islam lainnya dan sangat kuat terikat dengan tradisi maupun simbol-
simbol keislaman. Bahkan dikalangan mereka ada mantan artis yang glomour, dan
menjadi sangat fundamentalis dalam berpakaian, bergaya maupun bertingkah laku.
Diantara mereka yang dapat dikategorikan antara lain seperti Prof. Deliar Noor

213
(cendekiawan), Dr. Imaduddin Abdul Rachim (cendekiawan), Abdul Qadir Djaelani
(da’i), Sakhirul Alim (cendekiawan), Mawardi Noor (ulama), AM. Fatwa (aktivis), Habib
Husein Al-Habsyi (da’i), Toto Tasmara (profesional), Gito Rolies (artis), beberapa
pemimpin majlis taklim dan pesantren.
Gerakan reformasi yang menumbangkan Soeharto telah mengantarkan Habibie,
seorang demokrat Muslim, tampil memimpin Indonesia. Kebijakan demokratisasi dan
leberalisasi yang dicanangkan pemerintahan Habibie telah memberikan kekebasan
tumbuh dan berkembangnya berbagai bentuk gerakan idiologi, baik yang kiri ataupun
kanan sebagai konsekwensi logis sebuah kebebasan dan keterbukaan. Kesempatan ini
tidak disia-siakan oleh para fundamentalis Islam yang selama ini mengambil sikap
oposisi terhadap pemerintah untuk membangun gerakan Islam, baik yang berbentuk
organisasi masa, partai sampai gerakan Islam radikal. Namun sejauh ini, terutama
partai-partai Islam walaupun mereka secara terbuka telah menggunakan azas Islam,
namun belum menyatakan tujuannya untuk menegakkan kakuasaan dan hukum Allah
dalam bentuk pemerintahan Islam ataupun negara Islam, sebagaimana ciri khas
kelompok Islam fundamentalis.126
Pasca reformasi, dengan beberapa uji coba, gerakan Neo-Fundamentalis Islam
sudah mulai mewarnai peta pemikiran dan gerakan di Indonesia. Demikian pula
dengan tampilnya Abdurrahman Wahid sebagai Presiden yang notabene mewakili
gerakan Neo-Modernis Islam, yang dinilai sering menimbulkan kontraversi bahkan
dianggap merugikan kepentingan Islam, sebagai kelompok penekan maka gerakan Neo-
Fundamentalis Islam mulai menampilkan diri, baik melaui wacana intelektual ataupun
gerakan masa sampai gerakan jihad. Lebih jauh mereka telah mulai memainkan peranan
sebagai sentral pergerakan di Indonesia yang mulai diperhitungkan peranan dan
keberadaannya. Diantara bentuk gerakannya yang menonjol adalah aksi-aksi demo
yang menuntut amar makruf nahi mungkar ataupun diberlakukannya syariat Islam oleh
berbagai organisasi seperti Persaudaraan Pekerja Muslim (PPMI) pimpinan Eggi
Sudjana, Front Pembela Islam (FPI) pimpinan Habib Rizieq Syihab, Laskar Jihad
pimpinan Ja’far Umar Thalib, Front Hizbullah, Majelis Mujahidin (MMI), Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI), Forum Bersama Umat Islam dan lainnya. Kekecewaan masyarakat
Islam pada pemerintah Gus Dur ataupun Megawati dan beberapa lembaga tertinggi
negara seperti MPR/DPR akan mempersubur dan memperbanyak pengikut gerakan
ini.127
Demikian pula keberanian wakil-wakil PPP dan PBB yang mengusulkan
diamandemennya pasal 29 UUD 45 dengan mengembalikan perkataan: dengan kewajiban
menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, merupakan indikasi nyata keberadaan
Neo-Fundamentalis Islam dalam MPR/DPR. Dimana hal ini tidak pernah terjadi sejak
Soekarno mendekritkan Pancasila menjadi dasar negara pada tahun 1957 sampai tahun
2000, karena dianggap masalah yang sangat tabu, bahkan di zaman Orde Baru

126
Lihat : Al Chaidar, Reformasi Prematur Jawaban Islam terhadap Reformasi Total, (Jakarta : Darul Falah, 1999)
127
Lihat : Sebuah Ancaman Dari “Kanan Jalan”, Tabloid Adil, No.51 Tahun ke 68. 21 Sep. 2000

214
digolongkan sebagai tindakan subversi. Walaupun mendapat tentangan dari tokoh-
tokoh Neo-Modernis seperni Nurcholish Madjid, Syafi’e Maarif dkk maupun kalangan
kalangan tradisionalis NU yang telah mengganggap final masalah ini, tidak
mengendurkan semangat mereka dalam memperjuangkan diberlakukannya syari’at
Islam di Indonesia. Penegakan syariat Islam mendapat dukungan partai dakwah kaum
muda muslim Partai Keadilan (PK), walaupun secara diplomatis mereka mengajukan
"Piagam Madinah".
Bersamaan dengan bangkitnya gerakan Neo-Fundamentalisme Islam, kini
ideologi negara Pancasila yang selama ini dianggap keramat, diagungkan dan tidak
boleh dipersoalkan, mulai dipertanyakan kembali keabsahan dan kebenaran teori yang
terkandung di dalam ajarannya. Bahkan kalangan fundamentalis Islam yang selama ini
menentang dengan konsisten dasar negara Pancasila yang sekuler dan kabur sejak
zaman sebelum kemerdekaan, kini secara terbuka menganggap Pancasila sebagai
sumber dari krisis multidimensional yang telah melanda bangsa Indonesia saat ini.
Karena kekaburan maknanya yang dapat ditafsirkan bermacam-macam, Pancasila
mengantarkan generasi kepada kebingungan dan kesesatan yang akhirnya melakhirkan
generasi-generasi yang dangkal pemahaman dan pengamalan agamanya, generasi
hedonis dan materialis yang hanya mengejar kesenangan duniawiyah belaka.
Pendidikan moral Pancasila yang dipaksakan pengajarannya ternyata telah melakhirkan
generasi rusak moralnya, yang akhirnya menjadi pelopor KKN dan segala bentuk
kemaksiatan. Sistem pembangunan dan pelesi ekonomi Pancasila telah mengantarkan
bangsa Indonesia menjadi bangsa pengutang terbesar dan sumber daya alamnya
digadaikan kepada asing. Persatuan yang diserukan Pancasila ternyata tidak mampu
menyatukan bangsa Indonesia dengan semboyan “bhinneka tunggal ika”, namun justru
melakhirkan perpecahan, bahkan peperangan demi peperangan. Ideologi Pancasila
yang dianut bangsa Indonesia telah mengantarkan bangsa ini menuju jurang
kehancurannya, walaupun sudah 60 tahun diterapkan sebagai sistem berbangsa dan
bernegara. Maka tidak mengherankan jika kaum muslimin yang sadar dan mayoritas
menghendaki agar Islam dengan syariatnya yang universal dan sempurna dijadikan
sebagai dasar negara di Indonesia sebagaimana yang dituntut generasi muda Islam.

Masa Depan Neo-Fundamentalisme Islam Di Indonesia


Kebangkitan Neo-Fundamentalisme Islam di Indonesia merupakan salah satu
phenomena kebangkitan Islam di dunia. Bersamaan dengan gagalnya teori modernisasi
Islam yang diserukan para penganjurnya yang melakhirkan kegersangan pemikiran,
atau lebih jauh kedangkalan keyakinan dan dilemma kejiwaan serta krsis identitas telah
mendorong generasi Islam terpelajar mencari pemahaman alternatif dalam
mengapresiasikan keislaman mereka. Keberhasilan revolusi Islam Iran yang telah
menumbangkan rezim sekuler Pahlevi telah membangkitkan semangat generasi
terdidik Islam untuk memahami ajaran-ajaran fundamental Islam, yang ternyata
doktrin-doktrin ajaran Islam yang dianut salaf al-soleh generasi shahabat mampu
diketengahkan sebagai alternatif dalam dunia modern. Dan yang terpenting ajaran

215
Islam yang diterapkan secara ketat telah melakhirkan kekuatan rohani yang dapat
dijadikan sebagai benteng dalam menghadapi arus penyesatan Barat dengan berbagai
seruan sekulerisme, hedonisme dan liberalisme kehidupan. Kegagalan masyarakat Barat
dalam menciptakan masyarakat utama yang idam-idamkannya, akibat kesesatan sistem
hidupnya, telah mendorong generasi Islam yang berinteraksi dengannya untuk mencari
sesuatu yang dapat menyelamatkan keyakinan dan tradisi mereka. Kemuakan generasi
Islam terhadap kepalsuan mereka yang menyerukan persamaan, kebebasan dan
kedamaian telah mengantarkan mereka menuju pemahaman Islam yang lebih
fundamental. Akibat kezaliman demi kezaliman masyarakat Barat yang arogan, telah
melakhirkan simpati masyarakat luas pada pergerakan orang-orang ikhlas dan soleh
yang menyerukan penerapan ajaran Islam dalam kehidupan. Itulah sebabnya terjadi
revolusi Islam di Iran, kemenangan Partai Ikhwan di Mesir dan Yordania, kemenangan
Front Keselamatan Islam di Algeria, kemenangan Partai Refah atau Keadilan Nasional
di Turki, kemenangan Partai Islam Malaysia di Kelantan dan Trengganu.
Kegagalan kaum modernis ataupun neo-modernis Islam di Indonesia dalam
menciptakan masyarakat utama, masyarakat yang adil, makmur, aman, dan lebih jauh
memberikan pembelaan sewajarnya terhadap kelompok mayoritas Islam akan
melakhirkan kekecewaan demi kekecewaan para generasi muda Islam. Kekecewaan ini
akan menumbuhkan semangat solidaritas dikalangan mereka dan menggerakkan
upaya-upaya nyata dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi bangsanya.
Kekecewaan masal inilah yang menjadi pendorong utama yang akan melakhirkan sikap
pemberontakan radikal terhadap tatanan yang menyimpang dan tak kunjung
memberikan solusi nyata. Keberhasilan dan kemenangan kaum fundamentalis Islam
Afghanistan, Taleeban, dalam mengalahkan faksi-faksi besar mujahidin lainnya tidak
lain akibat kekecewaan masal masyarakat Islam Afghanistan yang telah mengalami
penderitaan panjang terhadap para mujahidin terdahulu yang saling berebut kekuasaan
di antara mereka dan membiarkan masyarakat dalam penderitaannya tanpa solusi.
Maka ketika Taleeban, para pelajar dan pemuda radikal, tampil memberontak dan
memerangi semua faksi mujahidin yang dianggapnya korup dan menyimpang, dengan
serta merta masyarakat Afghanistan mendukung mereka, dan para mujahidin yang
ikhlas berjuang bersama mereka.
Kegagalan Amien Rais dan Abdurrahman Wahid, sebagai simbol tokoh Neo-
Modernisme Islam Indonesia, dalam mengantarkan bangsa Indonesia keluar dari krisis
multi dimensi ini, tidak diragukan akan menumbuh suburkan pergerakan kaum Neo-
Fundamentalis Islam yang telah mendapat perhatian dan simpati masyarakat. Demikian
pula perpecahan demi perpecahan di kalangan elit politik akan menyulut kekecewaan
demi kekecewaan masyarakat yang sudah penuh dengan penderitaan. Perilaku
sumbang para elit politik, cendikiawan yang melacurkan pengetahuannya dan
meluasnya praktek KKN serta tidak terselesaikannya kasus pelanggaran HAM maupun
peperangan di Aceh, Maluku dan Ambon telah memicu ketidak percayaan masyarakat
pada pemerintah yang telah dipilihnya dalam pemilu.

216
Kekecewaan masal dan ketidakpercayaan masyarakat ini tidak diragukan akan
memicu lakhirnya sebuah gerakan alternatif, sebagai gerakan penyelamatan umum
terhadap bangsa dan negara yang dilanda ketidakpastian. Umumnya yang dapat
memberikan solusi pada masyarakat, menurut teori sosial, hanya dua gerakan, gerakan
kiri radikal atau gerakan kanan radikal, yang kedua-duanya sudah mulai tampil di
pentas politik Indonesia. Mereka yang umumnya adalah alumni perguruan tinggi
dalam dan luar negeri, dengan tingkat kefahaman akan gerakan yang mendalam,
dengan semangat militansi dan dedikasi tinggi dengan gerakan dan aktivitasnya seakan
berpacu mengambil simpati rakyat. Namun di arena gerakan massa ataupun gerakan
politik, kelompok kiri jauh ketinggalan dengan kelompok kanan yang mendapat simpati
masyarakat, terutama gerakan simpati kaum muda muslim profesional seperti Hizbut
Tahrir yang gerakannya dapat memikat masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim.
Demikian pula dengan kenaikan perolehan suara Partai Keadilan, yang menjadi
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada pemilu 2003 lalu jelas memberikan indikasi bahwa
generasi muda Islam yang istiqomah, bersih dan mengedepankan ahlaqul karimah akan
mendapat dukungan besar masyarakat dan sangat diharapkan kehadirannya untuk
menggantikan peranan elit politik sekuler yang penuh dengan intrik dan perilaku bejad
korupsi. Namun kelompok tarbiah ini perlu diuji ketahannya terhadap tarikan dunia
kekuasaan yang sangat memikat, diharapkan dengan program tarbiah yang diberikan
kepada kadernya, PKS akan menjadi sebuah partai politik yang benar-benar Islami dan
memperjuangkan cita-cita Islam di Indonesia.
Gerakan Neo-Fundamentalis Islam, sebagai pengejewantahan dari gerakan
kanan radikal memiliki peluang besar sebagai alternatif penyelesaian terhadap krsisi
multi dimensi yang dihadapi bangsa Indonesia. Karena bangsa Indonesia adalah
mayoritas muslim, religious dan anti pada paham kekiri-kirian yang selalu diidentikkan
dengan komonisme yang anti Tuhan dan anti agama. Penampilan para pelopor gerakan
Neo-Fundamentalis Islam yang ramah, zuhud, ikhlas namun konsisten akan menjadi
daya tarik masyarakat terhadap alternatif yang ditawarkannya. Hal ini berbeda dengan
tawaran kiri yang menginginkan pertentangan kelas dan revolusi brutal.
Tidak diragukan gerakan neo-fundamentalisme Islam, dengan keteguhan
doktrinnya dan kekonsistenan para pelopornya akan menjadikan gerakan ini sebagai
gerakan alternatif bagi bangsa Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan yang
dihadapinya. Masyarakat akan memberikan kesempatan kepadanya untuk
membuktikan keunggulan ajaran yang diserukannya, sebagaimana di dunia Islam
lainnya. Namun demikian perjuangan tidaklah semudah yang dibayangkan, karena
musuh-musuh Islam tetap akan membuat makar untuk menghancurkan eksisitensi
Islam dan para pemimpinnya sebagaimana yang tengah direkayasa di Indonesia yang
menggambarkan adanya sekelompok teroris yang doyan membunuh dengan bom, yang
bernama Jamaah Islamiyah (JI). Pencitraan buruk terhadap Islam dan gerakan Islam
serta tokohnya akan memperkuat posisi Islam di masa depan, karena ujian/fitnah bagi
aktivis Islam sama maknanya dengan penempaan dan pemurnian sebagai berlian. Yang
tidak tahan dengan fitnah akan mundur dengan sendirinya dari gerakan dan akan

217
memberikan kempatan kepada mereka yang bermental baja untuk meneruskan
perjuangan suci para pendahulu yang telah menemui syahid, baik Hasan al-Banna,
Sayyid Qutb ataupun SM. Kartosuwirjo.
Para penggerak Neo-Fundamentalis Islam sangat yakin dengan kemenangan
mereka, baik kemenangan di dunia dengan tegaknya tata dunia Islami maupun di
akherat dengan diganjarnya mereka dengan syurga yang penuh dengan kenikmatan
sebagaimana dijanjikan Allah dalam al-Qur’an :

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan
amal-amal soleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi,
sebagaimana dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia
akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhoi-Nya untuk mereka, dan Dia benar-
benar akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan
Aku. Dan barangsiapa yang tetap kafir sesudah janji itu, maka mereka itulah orang-orang yang
fasik. (al-Nur : 55)

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh
atau terbunuh. Itulah janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Qur’an. Dan
siapakah yang lebih menepati janjinya selain daripada Allah ? Maka bergembiralah dengan jual
beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (al-Taubah : 111)

Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan dien (agama, sistem hidup)
yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala dien, meskipun orang-orang kafir benci.
(al-Shaff : 9).

BAB VII
RENAISANS ISLAMI UNTUK INDONESIA
(MENGGAGAS GERAKAN KEBANGKITAN ISLAM)
Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan sebuah bangsa
Sebelum mereka merubah keadaan diri mereka sendiri.
QS Al-Ra’d : 11

Sebagaimana telah dinyatakan pada bab-bab sebelumnya, bahwa pada saat ini
gerakan reformasi di Indonesia telah mengalami kemandekan serta kemunduran,
bahkan mulai kehilangan arah dan diragukan keampuhannya dalam menyelesaikan

218
problematika bangsa Indonesia. Gerakan reformasi dengan segala kelebihan dan
kekurangannya telah mati muda akibat ketidaksiapannya menghadapi benturan-
benturan yang sangat kompleks dengan berbagai bentuk krisis yang sudah menjadi
krisis super multi dimensi. Bahkan ada yang beranggapan bahwa gerakan reformasi
yang salah arah, tidak terkendali (kebablasan) dan asal-asalan telah ikut andil dalam
memperparah keadaan bangsa sebagaimana dinyatakan tokoh-tokoh orba yang
berusaha bangkit kembali dan mencari pembenaran atas tindakannya di masa lalu.
Demkian juga halnya, gerakan reformasi di era pemerintahan SBY semakin melemah
dan kehilangan gaungnya, terutama setelah tokoh penggerak reformasi, Amien Rais
dikalahkan secara telak melalui pemilihan umum yang diadakan secara langsung. Hal
ini dapat diartikan bahwa bangsa Indonesia lebih memilih pemimpin militer yang
dilakhirkan dan dibesarkan orde baru, ketimbang memilih tokoh reformasi. Bangsa
Indonesia telah menentukan pilihannya, dan pilihan kepada SBY-JK itulah yang
menggambarkan keadaan dan kemauan bangsa dan menolak program-program kaum
reformis yang dianggapnya tidak akan mengantarkan kemakmuran dan kesejahteraan.
Jika gerakan reformasi tidak mampu merubah dan memperbaiki keadaan, maka
untuk menyelamatkan Indonesia dari kehancuran total akibat krisis multi dimensi yang
dideritanya saat ini, yang semakin hari semakin mengkhawatirkan semua komponen
bangsa, dibutuhkan sebuah gerakan alternatif yang lebih dinamis, konstan, terstruktur
dan revolusioner. Sebuah gerakan perombakan total dan perubahan radikal sebagai
kelanjutan dari gerakan reformasi yang sedang berlangsung saat ini. Gerakan ini akan
menjadi titik ekstrim gerakan reformasi yang menyerukan perubahan-perubahan atau
lebih tepat perombakan-perombakan fundamental dan radikal pada tatanan berbangsa
dan bernegara di Indonesia. Karena perubahan-perubahan parsial yang diterapkan para
pemimpin bangsa saat ini, baik dalam bentuk gerakan-gerakan reformasi atau
sejenisnya sudah tidak mampu lagi menyelesaikan permasalahan kronis ataupun
memberikan solusi strategis terhadap krisis multi dimensi yang dihadapi bangsa
Indonesia. Diperlukan sebuah gerakan baru dengan daya perubahan besar dan
menyeluruh agar bangsa Indonesia yang besar, luas, kaya raya, penuh tradisi, budaya
dan peradaban tidak tumbang dan terpecah belah menjadi bangsa-bangsa kecil.
Tindakan-tindakan strategis, terencana dan berkesinambungan harus dijalankan,
terutama untuk mengatasi dan menyelesaikan krisis-krisis yang tengah diderita bangsa
Indonesia dengan tahapan-tahapannya, seperti tindakan tim dokter spesialis yang
mengobati pasien yang menderita berbagai penyakit dengan komplikasi yang
dideritanya.
Untuk memastikan keberhasilannya, gerakan perubahan pasca reformasi yang
dirancang untuk bangsa Indonesia harus mengingat beberapa masalah fundamental,
diantaranya adalah:
Pertama, bangsa Indonesia adalah bangsa yang tumbuh dan berkembang dari
dinamika sejarahnya yang panjang dan tidak dapat disamakan dengan bangsa-bangsa
lainnya, karena setiap bangsa tumbuh dan berkembang menurut dinamika sejarahnya
sendiri-sendiri. Gerakan perubahan bagi bangsa Indonesia tidak harus sama persis

219
dengan berbagai bentuk perubahan-perubahan ataupun revolusi-revolusi yang
diserukan bangsa-bangsa lainnya. Sebuah model perubahan di Eropa atau Amerika latin
mungkin tepat bagi mereka dan berhasil membangun tatanan masyarakat baru, namun
tidak tepat diterapkan di Indonesia, sebagaimana yang dialami kaum Komonis-Marxis
yang gagal menggerakkan revolusi sejenis akibat mendapat tentangan dahsyat dari
mayoritas masyarakat muslim. Nilai-nilai universal perubahan radikal, seperti semangat
heroisme dan pengorbanan serta perjuangan tak kenal lelah inilah yang harus diserap
dan disesuaikan dengan latar belakang sejarah, tradisi, pergerakan, jatuh atau
bangunnya peradaban bangsa.
Kedua, bangsa Indonesia sedang melakukan gerakan reformasi yang menuntut
perbaikan-perbaikan dalam tatanan masyarakat yang selama ini dianggap menyimpang
sementara diperlukan gerakan perubahan yang lebih dinamis dan konstan sebagai
kelanjutannya. Dengan demikian, produk-produk reformasi yang bernilai positif dapat
dipertahankan dan dijadikan sebagai asas dalam membangun tata Indonesia baru.
Misalnya tuntutan penghapusan dwifungsi ABRI, supremasi hukum, otonomi daerah,
amandemen UUD 45 dan lainnya dapat dikembangkan lebih jauh sesuai dengan
tuntutan masyarakat pasca reformasi.
Ketiga, dasar negara Pancasila dan UUD 45, termasuk hasil amandemen tahun
2000, sebagai landasan utama sistem tatanan berbangsa dan bernegara masyarakat
Indonesia yang telah diterapkan selama 60 tahun lebih ternyata menimbulkan berbagai
bentuk krisis, baik krisis idiologi, krisis moral, krisis ekonomi, sampai pada krisis agama
dan sosial sebagaimana diterangkan terdahulu. Lebih jauh, krisis demi krisis ini telah
mengantarkan bangsa Indonesia menuju krisis multi dimensi yang dapat
mengantarkannya menuju kehancuran total dan hilangnya eksistensi NKRI. Pancasila
dan UUD 45 yang multi tafsir, rancu, dangkal dan kabur telah menjadi penyebab utama
krisis idiologi yang membawa kegamangan demi kegamangan bangsa Indonesia dalam
meraih cita-citany menjadi bangsa yang besar dan maju, terutama kelompok mayoritas
muslim yang telah memiliki Islam sebagai sumber kekuatan idiologi dan falsafah hidup
sebagaimana dinyatakan para bapak bangsa yang diwakili M.Natsir (lihat bab
Meluruskan Pancasila). Untuk itu Pancasila dan UUD 45 dengan segala
keterbatasannya, yang digali para pendiri bangsa dan termasuk yang sudah
diamandemen pada tahun 2000, perlu diganti secara totalitas dengan sebuah sistem
yang sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia terkini, minimal diadakan perombakan-
perombakan fundamental. Jangan sampai penderitaan bangsa selama 60 tahun tetap
dipertahankan dan akan diwariskan kepada generasi mendatang. Usaha-usaha untuk
meluruskan kembali Pancasila dengan memasukkan 7 kata dalam Piagam Jakarta dapat
dijadikan batu loncatan dalam membangun idiologi negara berdasarkan keyakinan
kelompok mayoritas bangsa Indonesia yang beragama Islam.
Keempat, Indonesia adalah negara mayoritas Islam, tidak kurang dari 90 %
bangsa Indonesia adalah muslim, walaupun tidak seluruhnya sebagai muslim yang taat.
Namun realitas ini mengharuskan semua tindakan sosial-politik tidak boleh
bertentangan secara langsung dengan ajaran Islam. Demikian pula halnya, perubahan-

220
perubahan radikal yang mengatasnamakan idiologi yang bertentangan dengan Islam
akan mendapat tantangan dan perlawanan dari mayoritas rakyat. Maka sebuah
perubahan yang akan digerakkan seyogyanya sebuah perubahan yang tidak
bertentangan dengan Islam, bahkan bila perlu dikemukakan sebuah konsep perubahan
yang berdasarkan ajaran Islam sebagai tuntutan mayoritas bangsa.
Kelima, Pasca gerakan reformasi telah tumbuh subur berbagai bentuk pergerakan
revolusioner yang mengaitkan diri dengan berbagai bentuk idiologi. Adalah sangat
bijaksana jika diadakan semacam forum dialog dalam menentukan agenda-agenda
perubahan agar tidak terjadi benturan-benturan yang akan menghambat gerakan
perubahan bangsa Indonesia. Jika memungkinkan diadakan gerakan sinergi diantara
berbagai kelompok pergerakan yang bertujuan membangun tatanan Indonesia baru.
Melihat beberapa fenomena di atas, maka perubahan yang paling tepat
dijalankan di Indonesia adalah perubahan yang dapat diterima oleh seluruh komponen
bangsa Indonesia, gerakan perubahan yang mengutamakan kedamaian, keselamatan
dan jauh dari cara-cara anarkhis. Demikian pula perubahan ini harus dijalankan oleh
mereka yang benar-benar memiliki konsep yang telah terbukti keunggulannya dalam
membangun masyarakat utama sebagaimana dicita-citakan bangsa Indonesia.
Sejak beberapa dekade terdahulu, sebelum ataupun sesudah kemerdekaan,
putra-putra terbaik bangsa telah mengemukakan berbagai konsep perubahan yang
terbaik untuk bangsanya. Sebelum kemerdekaan HOS. Cokroaminoto telah menggagas
apa yang beliau sebut sebagai "Sosialisme Islam", Ahmad Dahlan dengan
Muhammadiyah membawa "Islam Kaum Muda", Semaun, Tan Malaka Cs telah
mengemukakan konsep Marxisme-Komonisme, Soekarno mengajukan Marhainisme,
SM. Kartosoewirjo mengajukan "Negara Islam". Keadaan yang mendesak karena akan
segera diproklamasikan Indonesia merdeka, para pendiri bangsa akhirnya sepakat
menyusun sebuah dasar negara sementara yang bernama Pancasila, sebagai sebuah
idiologi kolektif bangsa Indonesia yang dapat ditafsirkan menurut kepercayaan dan
keyakinan masing-masing. Demikian pula setelah kemerdekaan tampil M. Natsir cs
yang menginginkan Islam sebagai dasar negara Indonesia yang berhadapan langsung
dengan kelompok Soekarno yang disebut Endang Saifuddin Anshori sebagai
Nasionalis-Sekuler, yang didukung kekuatan Komonis yang kemudian beraliansi
menjadi Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komonisme). Kenaikan Soeharto telah
memaksa bangsa Indonesia untuk kembali kepada Pancasila yang kemudian
ditafsirkannya menurut kepentingan kekuasaannya dengan memaksakan azas tunggal
Pancasila yang telah membelenggu para pemimpin Islam yang memperjuangkan Islam.
Di era inilah lakhir generasi Islam seperti Nurcholis Madjid cs yang menyerukan
Sekulerisme-Islam, sebuah aliran yang mengedepankan pluralisme Islam dan
kebinekaan bangsa Indonesia dengan meninggalan penerapan Islam dalam tatanan
berbangsa dan bernegara. Aliran ini mendapat dukungan rezim penguasa, karena sesuai
dengan kepentingan politiknya, bahkan ada yang menganggapnya sebagai antek
penguasa yang mengatasnamakan Islam. Setelah 60 tahun bergelut dengan Pancasila
dan berbagai bentuk sistem serta penafsirannya, kini bangsa Indonesia menemui dirinya

221
telah terjebak dalam krisis multi dimensi yang terus menggrogoti kesatuan dan
persatuannya.
Sebagai salah satu komponen mayoritas bangsa Indonesia yang menyakini Islam
sebagai ajaran yang akan memberikan rahmat kepada seluruh umat manusia, maka
sudah sepantasnyalah setelah lebih 60 tahun diberi kesempatanan untuk
mengemukakan sebuah konsep perubahan sosial berdasarkan dan berakar pada ajaran
Islam. Konsep perubahan yang berdasarkan ajaran Islam pasti dapat diterima oleh
bangsa Indonesia dan sangat sesuai untuknya dengan beberapa alasan utama seperti
mayoritas bangsa Indonesia adalah Islam dan Islam sendiri dalam sejarah bangsa
Indonesia telah mendorong lakhirnya gerakan-gerakan revolusioner yang mengusir
penjajah Barat. Disamping itu, pada saat ini sedang terjadi kebangkitan Islam yang
sangat dinamis, yang akan menjadikan ajaran Islam sebagai solusi dari krisis multi
dimensi yang dihadapi bangsa dan digerakkan oleh putra-putra terbaik yang telah
memahami kesempurnaan ajaran Islam serta kepalsuan idiologi manusiawi yang telah
menimbulkan malapetaka, baik di Barat maupun di Timur. Kebangkitan itu ditandai
jelas dengan semakin berkembangnya ajaran-jaran Islam ke lini kehidupan bangsa
Indonesia, baik dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, hukum, birokrasi,
organisasi dan lainnya. Maraknya masyarakat perkotaan yang mengikuti berbagai
program spiritualisme Islam yang dikemas dalam kegiatan-kegiatan yang diikuti
eksekutif adalah bukti adanya kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pentingnya
mengikuti ajaran Islam. Islam sudah mulai mendapat tempatnya kembali di bumi
Indonesia akibat dari kegagalan sistem-sistem manusia yang sekuleristik, materialistik
dan hedonistik.

Konsep Gerakan Perubahan Sosial Dalam Tradisi Islam


Selama ini masih banyak orang yang ragu atas kemampuan Islam dalam
mengantisipasi keadaan dunia modern. Umumnya pertanyaan yang dilontarkan apakah
Islam yang diturunkan 15 abad silam di tengah padang pasir Arabia kepada masyarakat
pra-feodal, masih mampu memberikan solusi kepada dunia modern yang penuh
dengan krisis dan dilemma. Apakah ajaran Islam masih relevan dengan dunia yang
tengah mengalami lonjokan-lonjakan dahsyat pengetahuan dan teknologi, yang pada
akhirnya mempertanyakan apakah Islam mampu membentuk sebuah tatanan dalam
tatanan dominan yang bersumber dari peradaban Barat yang telah mengglobal. Karena
pada kenyataannya, sejak beberapa abad lalu dunia Islam telah mengalami penjajahan-
penjajahan yang mengakibatkan hilangnya tradisi masyarakat Islam yang telah
dibangun bertahun-tahun, bahkan lebih jauh telah merubah tatanan masyarakat dan
sistemnya menjadi pola masyarakat Barat yang dengan setia menerapkan produk
pengetahuan dan teknologi Barat.
Sejauh ini para cendekiawan muslim terkemukapun masih berbeda pendapat
tentang kedudukan ajaran Islam di tengah derasnya modernisasi, yang akibatnya telah
membingungkan atau lebih jauh mematahkan semangat masyarakat awamnya dan
mengantarkan mereka pada krisis dan dilemma yang menambah keterbelakangan dan

222
kebodohan mereka. Di satu sisi ada yang menyerukan modernisasi tanpa batas, yang
menerima apapun yang disodorkan Barat dengan alasan sederhana, jika mau maju
seperti Barat, maka kaum muslimin harus seperti Barat sebagaimana yang di anut
Mustafa Kemal Attaturk yang telah mengantarkan masyrakat Islam Turki menjadi
masyarakat muslim yang sekuler. Di sisi lain ada sekelompok yang mempertahankan
apa adanya ajaran-ajaran Islam sebagaimana yang diajarkan Rasulullah yang membuat
mereka secara otomatis bertentangan dengan dunia modern, bahkan sekaligus menutup
diri dengan alasan terlalu banyak permasalahan yang ditimbulkan oleh modernisasi
yang diserukan Barat. Diantara kedua kutub ektrim ini terdapat sekelompok
cendekiawan yang mencari jalan tengah, bagaimana dapat menerima pengetahuan dan
peradaban Barat dengan sempurna tanpa harus mengorbankan tradisi dan keyakinan
kaum muslimin. Kelompok terakhir dengan giatnya telah mencari pertautan antara
Islam dengan peradaban modern yang dikembangkan Barat yang sebagiannya memang
berakar pada peradaban Islam.
Penelitian-penelitian cendekiwan ini telah mendorong pertautan pengetahuan
modern dengan Islam, yang pada tahapan selanjutnya diharapankan melakhirkan
sebuah peradaban baru Islam yang berdasarkan kemajuan peradaban modern dan
keunggulan ajaran Islam. Pertautan ini telah melakhirkan berbagai cabang pengetahuan
baru, terutama dalam pengetahuan sosial, ekonomi, politik dan lainnya. Teori-teori
sosial modern dikembangkan dan dikorelasikan sedemikian rupa dengan tradisi Islam
oleh para cendekiawan muda muslim yang memahami akar peradaban Islam maupun
Barat, dan melakhirkan sebuah teori-teori baru, yang oleh Prof. Syed Naquib Alattas
disebut dengan De-Westernization of Knowledge atau yang dipopulerkan Prof. Ismail
Faruqi dengan Islamization of Knowledge. Banyak diantara para cendekiawan muslim
yang telah berhasil merumuskan teori-teori pengetahuan Islam berdasarkan kaedah tadi
seperti yang dilakukan salah seorang cendekiawan muslim terkemuka seperti Aly
Shari’aty dari Iran misalnya. Dengan pengetahuannya yang mendalam tentang ajaran
Islam dan pengetahuan Barat yang diperolehnya di Prancis, khususnya dalam bidang
sosiologi, Shari’aty telah membangun fondasi sosiologi Islam yang bertujuan
membentuk sebuah tatanan masyarakat muslim dengan metode perubahan sosialnya.
Dalam perjalanannya, Shari’aty menemukan pertautan antara konsep perubahan sosial
yang dikembangkan Barat dengan konsep yang dikemukakan Islam, diantaranya adalah
konsep revolusi yang menjadi bagian dari perubahan sosial yang paling populer di
Barat. Dengan pengetahuannya, Shari’aty telah berhasil mengembangkan konsep
perubahan sosial menurut ajaran Islam, bahkan dengan pendekatan melalui tradisi
Syi'ah masyarakatnya, Shari’aty telah membangun sebuah model baru perubahan yang
lakhir dari metodelogi pengetahuan Barat yang berintegrasi dengan ajaran Islam dan
tradisi masyarakatnya.
Sebelumnya pada awal kurun 20an, telah tampil para penggagas gerakan Islam
yang berpengaruh dan terus mengembangkan gerakannya sampai saat ini. Bahkan
gerakan-gerakan Islam yang progresif dan dinamis ini telah menjadi benteng kaum
muslimin dalam menghadapi gempuran-gempuran dahsyat Sekulerisasi yang sebarkan

223
penjajah Barat untuk menghilangkan eksistensi Islam di muka bumi. Namun keikhlasan
dan keberanian para pemimpin gerakan telah membangkitkan kesadaran masyarakat
untuk menolak kolonialisme dan imprialisme dalam segala bentuknya, walaupun
akhirnya mereka menjadi martir atas perjuangan sucinya. Dan tidak diragukan bahwa
mereka telah berhasil mengembangkan sebuah konsep perubahan sosial yang
terorganisir sehingga mampu bertahan menjadi penggerak perubahan pada masyarakat
Islam dan berkembang sampai saat ini, minimal menjadi sumber inspirasi atas gerakan-
gerakan yang lakhir kemudian. Di antaranya adalah Hasan Al-Banna yang telah
mendirikan gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir, Abul A'la Al-Maududi yang
mendirikan Jama'at Islami, Ulama-lama di anak benua India yang mendiriakan Jama'ah
Tabligh, Syekh Nabhani dari Palestina yang memproklamasikan gerakan Hizbut Tahrir
dan gerakan-gerakan Islam yang lakhir sesudahnya.
Di antara gerakan Islam kontemporer, yang dianggap mampu bertahan
menghadapi tantangan dan rintangan serta berhasil mengembangkan gerakan dan
pemikirannya sampai saat ini, termasuk di Asia Tenggara, adalah Ikhwanul Muslimin
yang didirikan pada tahun 1924. Keberhasilan Ikhwanul Muslimin mengembangkan
gerakan dan pengaruhnya tidak lain karena keberhasilannya mengembangkan kader-
kader yang mampu menafsirkan, menjabarkan bahkan mengembangkan ide-ide
cemerlang para pendirinya. Demikian pula keberhasilan ini didukung oleh kemampuan
para pemimpin ikhwan untuk menggunakan potensi yang ada dalam mengembangkan
gerakannya, terutama memanfaatkan institusi pendidikan Islam tertua di Mesir,
Universitas Al-Azhar, tempat belajarnya calon-calon cendekiawan muslim dari seluruh
dunia. Kematangan masyarakat Mesir dalam mencerna perubahan sosial yang
digerakkan oleh para pemimpin Ikhwan telah mendorong perkembangan pemikiran
ataupun gerakan yang dicanangkan Al-Banna. Para kader yang terdiri dari intelektual
dan ulama yang istiqomah dan berdedikasi tinggi dalam mendidik dan memimpin
masyarakat telah menjadikan gerakan Ikhwan tersebar ke seluruh dunia. Di Indonesia
sendiri, gerakan Ikhwan yang mulai berkembang pesat di awal kurun 70an yang dikenal
dengan gerakan Tarbiah, kini telah melakhirkan sebuah partai yang berbasiskan pada
dakwah dan kader, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang digerakkan oleh aktivis-aktivis
muda dan memiliki lebih 50 wakil di DPR, serta berhasil menempatkan salah seorang
kadernya, Dr. M. Hidayat Nur Wahid, sebagai Ketua MPR. Sebagaimana cita-cita agung
Syekh Al-Banna, diharapkan gerakan-gerakan serupa menjadi motor dalam perubahan
sosial masyarakat Indonesia menuju sebuah tatanan yang adil makmur dibawah
naungan keridhoan Allah SWT.
Pada hakikatnya, konsep perubahan sosial dalam Islam, walaupun dengan
namanya yang berbeda adalah bagian daripada ajaran Islam dalam menegakkan agama.
Hal ini dapat dilihat dari ajaran-ajaran Islam yang menyerukan jihad dan amar ma’ruf
nahi mungkar kepada para penyimpang dan penindas. Bahkan perjuangan suci
Rasulullah dan para shahabatnya dalam menegakkan eksistensi Islam adalah sebuah
gerakan perubahan yang telah merombak wajah masyarakat jahiliyah menjadi
masyarakat Islam yang tegak atas dasar persamaan, persaudaraan, kebebasan dan

224
keadilan yang menjadi dambaan umat manusia. Demikian pula al-Qur’an telah
menceritakan dengan memikat bagaimana perjuangan para nabi agung seperti Nuh as,
Ibrahim as, Musa as, Isa as dan lainnya dalam membangun masyarakat baru yang
berlandaskan pada ajaran-ajaran suci, yang tidak disangsikan jika diterjemahkan dalam
konteknya dapat dikategorikan sebagai gerakan perubahan dan pembebasan kaum
tertindas dari para penindasnya seperti di Barat yang mereka kenal dengan reformasi,
revolusi dan sejenisnya.
Dalam dunia modern, istilah perubahan sosial Islam (Islamic Social Chance)
seperti revolusi Islam misalnya mulai populer dan mendapat perhatian dunia setelah
tercetusnya revolusi yang membawa bendera Islam di Iran dibawah pimpinan
Khomaeny yang menggulingkan kekuasaan Shah Reza Pahlevy di tahun 1979.
Perjuangan panjang masyarakat muslim Iran yang digerakkan para ulama dan
cendekiawan yang telah berhasil memformulasikan tradisi pengorbanan dan
perjuangan Imam Husien dan metode perubahan sosial modern dalam membangun
tatanan baru dan meruntuhkan tatanan lama yang menindas telah membangkitkan
kesadaran dan semangat rakyat Iran untuk memberontak dan memperjuangkan
kebebasan mereka. Perjuangan panjang yang tak kenal lelah dari generasi ke generasi
telah melakhirkan sebuah perubahan radikal yang mengguncang peradaban Barat yang
tidak pernah menyangka bahwa Islam memiliki daya gerak terhadap perubahan
masyarakat sebagaimana difahaminya. Revolusi Islam Iran telah memberikan pelajaran
penting kepada peradaban Barat bahwa Islam adalah agama yang dapat menggerakkan
kesadaran kolektif masyarakat tertindas dan sekaligus memberikan inspirasi kepada
kaum muslimin bahwa Islam dapat menjawab tantangan dunia modern. Namun
demikian konsep perubahan sosial dalam Islam tidak dapat diidentikkan dengan
berbagai gerakan perubahan di Barat, seperti revolusi-revolusi yang telah terjadi di
dunia Barat misalnya. Karena revolusi adalah produk pemikiran dan peradaban yang
berkembang dalam sebuah tatanan masyarakat Barat yang sekuler, masyarakat yang
menolak peranan Tuhan dan agama dalam kehidupan sosial mereka, sementara Islam
sangat menekankan hubungan antara manusia dengan Tuhan dan agamanya dalam
setiap perilakunya. Dalam setiap gerakannya seorang Muslim dituntut untuk senantiasa
mengedepankan nilai-nilai agamanya dalam menjalankan aktivitas kehidupannya, baik
dalam sosial, ekonomi, politik dan lainnya, karena Islam adalah agama yang mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia, yang akan mengantarkannya menuju kesempurnaan
hidup.
Itulah sebabnya, ada sebagian cendekiawan Islam yang menolak istilah-istilah
yang lakhir dari masyarakat Barat seperti revolusi ini, walaupun mengandung unsur
kesamaan dalam proses gerakannya dengan yang diajarkan Islam, namun secara
filosofis bertentangan. Setiap gerakan dan tindakan dalam Islam harus bersih dari
semua unsur-unsur duniawiyah, baik untuk mendapatkan harta, jabatan, keharuman
nama, bintang dan sejenisnya. Gerakan dalam Islam hanya dapat diterima apabila
disandarkan dengan tujuan hanya untuk mendapatkan keridhaan dari Allah dan
menegakkan kalimat-Nya di muka bumi. Tentu hal ini bertentangan dengan konsep

225
revolusi sekuler yang bertujuan untuk mendapatkan nilai-nilai duniawiyah, karena
telah melepaskan agama dari gerakannya. Sementara di dalam Islam sendiri banyak
istilah-istilah yang dikemukakan al-Qur’an dengan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya.
Di dalam al-Qur’an terdapat konsep-konsep yang berhubungan dengan
perubahan, diantaranya adalah konsep taghyir, yang dinyatakan al-Qur’an :
Sesungguhnya Allah tidak akan men-taghyir apa-apa yang ada pada sebuah bangsa, sampailah
mereka men-taghyir apa-apa yang ada pada diri mereka. (QS. 13 : 11). Dalam sebuah hadits
dinyatakan bahwa Rasulullah saw telah bersabda : Barangsiapa diantara kamu yang
melihat kerusakan, maka hendaklah ia men-taghyir dengan tangannya, jika ia mampu, atau
dengan ucapannya jika ia mampu atau dengan hatinya.
Di dalam terminologi bahasa Arab, kata taghyir (ghoyyaro-yughoyyiru-taghyiran)
dapat diartikan sebagai perubahan atau perombakan. Di dalam al-Qur’an dan al-Hadits
sebagaimana dinyatakan di atas, kata taghyir dihubungkan dengan perubahan-
perubahan yang berkaitan dengan perubahan karakter, sifat, keadaan, perilaku, status
dan sejenisnya, baik menyangkut pribadi dan masyarakat. Namun dalam hal ini
perubahan yang dikehendaki bukan hanya perubahan fisik dan materi semata, karena
kata ma pada ayat di atas mengandung pengertian yang luas dan dalam, baik
menyangkut karakter, moral, ekonomi, idiologi perilaku bahkan keadaan kejiwaan, baik
emosional, intelektual, spiritual dan lainnya. Perubahan dalam Islam menghendaki
perubahan yang totalitas (kaffah) dan didasarkan kepada sebuah tujuan mulia, yaitu
untuk mendapatkan keridhaan-Nya dan menegakkan kalimat-Nya di muka bumi.
Tentu hal ini berbeda dengan konsep revolusi atau gerakan perubahan apapun yang
datangnya dari masyarakat sekuler Barat.
Dengan demikian jelaslah, bahwa gerakan reformasi ataupun revolusi berbeda
dengan gerakan taghyir yang dikemukakan Islam, walaupun sama-sama menghendaki
terjadinya perubahan dan perombakan dalam masyarakat dan tatanannya secara
radikal, fundamental dan konstan, namun semuanya berbeda, baik landasan filosafi,
paradigma, metode, maupun tujuan akhirnya. Gerakan perubahan yang dilakukan
Muhammad Rasulullah dan para shahabatnya telah memberikan gambaran jelas akan
hal ini. Mereka mengadakan perubahan bukan semata-mata untuk menumbangkan
rezim dan para tiran semata, namun mereka menggerakkan perubahan untuk
menegakkan kalimat Allah di muka bumi dengan cara-cara yang sangat mulia dan
agung. Sementara gerakan revolusi yang dilakukan masyarakat Barat penuh dengan
intrik dan bertujuan menjatuhkan tiran dan menggantinya dengan tiran baru kaum elit
partai yang mengatasnamakan kaum tertindas dan mengenyampingkan moral dalam
gerakannya.
Jika sangat terpaksa harus mengadopsi sebuah peristilihan Barat, terutama
karena keterbatasan kosa kata yang sesuai, maka istilah gerakan perubahan yang
dikehendaki masyarakat Islam kontemporer yang mungkin lebih mendekati dengan
padanan kata yang dimaksudkan adalah renaisans (renaissance) yang biasanya di
artikan dengan re-vival, kebangkitan kembali. Istilah renaisans sendiri sangat populer di

226
kalangan masyarakat Barat, namun memiliki perbedaan konotasi dengan reformasi atau
revolusi yang lebih berbau para gerakan politik dan kekuasaan. Renaisans sendiri
digunakan masyarakat Barat untuk menandakan era kebangkitan kembali peradaban
masyarakat Barat sebagaimana disebutkan RS. Lopez dalam "Still another
Renaissance?", The American Historical Review (h.2) "Jika renaisans difahami dalam
pengertiannya yang asli sebagai kebangkitan kembali (revival), kelakhiran baru, atau
memang konsepsi yang baru, tampaknya tidak ada periode dalam sejarah Eropa yang
dapat disebut masa renaisans lebih dari abad X". Karena pada kurun inilah masyarakat
Eropa mengalami sebuah kebangkitan kembali dalam semua sisi kehidupan, yang
dimulai dengan renaisans dalam bidang teologi, idiologi, intelektual, spiritual yang
terus menjalan sampai pada dataran pengetahuan, teknologi dan seni, yang pada
akhirnya telah melakhirkan peradaban Barat modern sekuler seperti yang kita kenal
saat ini.
Renaisans Italia, sebagaimana yang ditulis Jacob Burckhardt dalam Die Kultur
der Renaissance in Italien, telah menampakkan sebuah proses kelakhiran kembali
pengetahuan, kebudayaan, dan gaya klasik. Itulah sebabnya, istilah "renaisans" telah
diperluas pengertiannya hingga mencakup pelbagai kebangkitan dan periode budaya
restorasi klasik. Renaisans Barat (seperti Carolingian, Ottonian, abad ke -12, Bizantium)
telah berkembang dalam pengertian yang telah diperluas tersebut. Ada tanda-tanda
yang sangat jelas bahwa fenomena serupa juga ditemukan pada lingkungan budaya
peradaban Islam, yang pada abad ke-10 M menikmati kelakhiran kembali warisan klasik
dan kebangkitan kembali kebudayaan pada umumnya.
Istilah renaisans juga telah digunakan oleh para intelektual Barat untuk
menjelaskan fenomena kebangkitan kembali intelektualisme Islam dalam peranannya
mengembangkan peradaban modern, diantaranya seperti yang dikemukakan Adam
Mez dalam Die Renaissance des Islam, yang telah menjelaskan proses gerakan
kebangkitan kembali Islam yang mengalami puncak kegemilangannya pada abad ke 10-
12 M. Menurut HR. Gibb, dalam "An Interpetation of Islamic History, Studies on
Civilization of Islam, renaisans Islam adalah kegiatan-kegiatan kultural dan intelektual
berkembang dalam atmosfer kemakmuran material dan keberagaman dalam
keagamaan, serta pencapaian-pencapaiannya yang kreatif memiliki karakter personal
(pribadi) dan individual. Sementara E. Panafsky dalam Renaissance and Renascences in
Western Art, (h.5) menyatakan bahwa istilah Arab modern untuk "renaisans" adalah
nahdha, yang berarti "kelakhiran, kebangkitan".
Joel L. Kraemer dalam Humanism in the Renaissance of Islam, ketika mengkritik
pandangan DS. Margoliouth, menyatkan bahwa dalam tradisi Barat istilah "renaisans"
berarti menemukan kembali sesuatu yang hilang, tetapi institusi-institusi yang
diperbincangkan Mez dalam tradisi Islam lebih merupakan sesuatu yang betul-betul
baru ketimbang "ditemukan" kembali. Jadi, ungkapan "renaisans Islam" sesungguhnya
layak untuk diperdebatkan dan hal ini akan membawa kita pada suatu pengertian
tentang proses kultural yang dialami peradaban Islam pada abad ke-10 M.

227
Ketika membandingkan antara renaisans dalam peradaban Barat dan Islam,
Kreamer menyatakan dalam perbagai variasinya, secara umum Renaisans Barat telah
memunculkan kesadaran bahwa zaman baru telah datang-kerap kali difahami sebagai
jalan kembali ke masa lalu yang gemilang- dan kata revival (kebangkitan kembali),
renovation (perbaikan), dan rebirth (kelakhiran kembali) dipergunakan untuk
mengungkapkan kesan tersebut. Sedangkan dalam lingkungan Islam, perkataan
renovasi (perbaikan) dipergunakan untuk pembaruan keagamaan (religious revivication)
dan sepanjang yang saya ketahui, kami tidak menemukan istilah dalam pengertian
semacam ini dalam konteks renaisans kebudayaan yang menjadi fokus perhatian kami.
Akan tetapi kekosongan dalam istilah ini tidak serta merta membuktikan bahwa
fenomena tersebut tidak ada. Istilah "renaisans" sendiri, sepanjang kata ini
dipergunakan untuk "periode renaisans", pertama kali digunakan secara populer pada
abad ke -19 M.
Dalam Renaisans Italia, usaha-usaha persiapan telah dilakukan untuk
menghidupkan kembali warisan budaya zaman klasik. Begitu pula halnya yang
dilakukan para elite kebudayaan pada masa Renaisans Islam yang berjuang secara sadar
untuk mengembalikan warisan ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani kuno. Para filosof
Islam percaya bahwa mereka telah memperbarui sebuah warisan yang bersifat kuno
sekaligus asli untuk wilayah mereka. Sebab, menurut legenda tertentu yang sering
diadopsi oleh para filosof, para filosof Yunani kuno mengambil kebijaksanaan (wisdom)
mereka dari Timur Dekat. Empedokles, umpamanya, dikatakan telah belajar kepada
Luqman yang Bijak (Lukman Al-Hakim) di Syro-Palestina, pada masa nabi Daud;
Pythagoras dilaporkan pernah belajar fisika dan metafisika kepada murid-murid
Sulaiman di Mesir, dan belajar geometri dari orang-orang Mesir. Para filosof tersebut
membawa kebijaksanaan yang mereka serap dari dunia Timur ke Yunani. Studi filsafat
Yunani kuno, dengan demikian, lebih merupakan sebuah renovasi (perbaikan)
ketimbang inovasi (penemuan).
Renaisans Islam yang rentang waktunya sangat panjang dapat dikatakan telah
berlangsung dari abad ke-3H/9M sampai abad ke-4H/10M. Periode ini, yang menurut
istilah SD. Goitein disebut sebagai puncak "Intermediate Civilization of Islam",
menyaksikan munculnya kelas menengah yang makmur dan berpengaruh, yang
memiliki keinginan kuat dan fasilitas yang diperlukan untuk memperoleh pengetahuan
dan status sosial, yang memberikan kontribusi dalam pengembangan dan penyebaran
kebudayaan kuno. Masyarakat urban, dengan seluruh permasalahannya yang akut-
suplai makanan yang kurang, penyakit, ketidakadilan, dan perselisihan- telah
menyediakan wadah yang diperlukan bagi usaha-usaha kreatif dan pembebasan diri
dari pola-pola dan batasan-batasan tradisional. Mobilitas fisik para saudagar dan
sarjana bergandengan tangan dengan mobilitas sosial: individu-individu yang gigih
menghancurkan struktur kelas tradisional yang didasarkan pada garis keturunan;
pengetahuan, kecerdasan dan bakan dikedepankan sebagai faktor penentu peranan dan
status sosial. Selama masa ini, para penguasa dan pejabat negara merupakan patron
yang menaruh minat besar terhadap pengetahuan, memanjakan para filosof, ilmuawan,

228
dan sastrawan di istana mereka yang megah......... Masyarakat Islam, menurut G. Levi
della Vida, "lebih kosmopolitan daripada masyarakat Yunani dan Romawi yang pernah
ada". Puncaknya dicapai pada paruh kedua abad ke-10 di bawah pemerintahan Dinasti
Buwaihiyyah di Bagdad dan Iran bagian barat, yang lebih tercerahkan dan toleran. .....
Tidak dapat disangkal bahwa masa Buwaihiyyah merupakan puncak kejayaan periode
ini yang dijuluki Adam Mez sebagai "Renaisans Islam", dan hingga batas-batas tertentu
bisa dianggap sebagai keunggulan kebudayaan Islam Abad Pertengahan. (lihat bab
pendahuluan, Kraemer).
Itulah sebabnya, ketika membicarakan kebangkitan kembali Asia, salah seorang
pemimpin Islam terkemuka dari Malaysia, Anwar Ibrahim menggunakan istilah
renaisans Asia dalam bukunya yang terkenal Asia Renaissance. Sebagaimana para
pemimpin bangsa-bangsa besar dunia, Anwar mengidamkan sebuah kebangkitan
kembali Asia sebagai salah satu pusat peradaban, budaya, pengetahuan dan bahkan
pusat ekonomi dan politik. Dalam pandangannya, Renaisans Asia adalah merupakan
sebuah proses kebangkitan kembali bangsa-bangsa Asia menjadi sebuah entitas yang
berpengaruh, bahkan memiliki daya tekan terhadap kekuatan Barat yang sangat
dominan, mencengkram bahkan terkadanga memaksakan kehendaknya kepada bangsa-
bangsa yang merdeka dan berdaulat. Dengan potensi yang dimilikinya, bangsa-bangsa
Asia akan bangkit menjadi kekuatan penyeimbang baru, bahkan mungkin akan menjadi
sentra kekuatan baru baik dalam pengembangan peradaban, pengetahuan dan
kebudayaan. Untuk memulai sebuah renaisans Asia, Anwar telah menawarkan sebuah
dialog peradaban antara elemen-elemen peradaban Asia, baik yang berdasarkan Islam,
Konfucius, Budha dan lainnya.
Dengan demikian, maka jelaslah perbedaan antara gerakan-gerakan perubahan
sosial yang diserukan masyarakat Barat dengan tradisi Islam. Jika perubahan sosial
yang dikehendaki masyarakat Barat hanyalah sebatas perubahan-perubahan parsial,
namun perubahan dalam tradisi Islam menghendaki adanya perubahan yang lebih
fundamental. Hal ini dapat dilihat dari seruan yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw
kepada para pengikutnya, yang bukan hanya menyerukan sebuah gerakan sosial
berdasarkan ekonomi, keturunan, pertarungan klas, militer , intelektualisme ataupun
sejenisnya. Tapi perubahan yang diserukan Nabi Muhammad dimulai dari perubahan
individual, pemurniaan kepercayaan, pembersihan jiwa dan hati, pengenalan terhadap
hakikat diri sebagai manusia yang diciptakan sebagai khalifah di muka bumi. Gerakan
Rasulullah dimulai dari pencerahan rohani, pencerahan jiwa, pencerahan spiritual yang
kemudian dilanjutkan dengan pencerahan intelektual, yang berujung pada pencerahan
sosial, pencerahan yang telah mentransformasikan nilai-nilai keagungan wahyu Allah
kepada kehidupan pribadi dan kehidupan sosial. Itulah sebabnya, masyarakat yang
dibina Rasulullah selama 23 tahun dijuluki sebagai "umat terbaik yang dikeluarkan dari
sekumpulan manusia", sekumpulan manusia-manusia agung yang telah meletakkan
fondasi besar untuk pembangunan sebuah peradaban besar umat manusia. Padahal
sebelumnya mereka adalah sekumpulan suku-suku kecil yang terpecah belah, hidup
dalam keterbelakangan dan kebodohan serta dibawah kekuasaan Romawi dan Parsi.

229
Mereka bangkit bersama Islam menjadi sebuah umat yang menegakkan keadilan dan
menjadi mercusuar peradaban.
Maka demikian pula halnya, jika sebuah bangsa yang telah menjadikan Islam
sebagai kepercayaannya, maka hanya cara-cara Islamlah yang akan dapat
mengantarkannya kepada kejayaan dan kegemilangan. Bukan dengan cara-cara yang
asing dan tidak dikenal Islam. Pelajaran berharga harus diambil dari pemimpin bangsa
muslim Turki yang telah menerapkan sekulerisme secara radikal pada tatanan
masyarakatnya dengan harapan mendapat kemajuan sebagaimana yang dicapai
masyarakat Eropa. Namun kenyataannya, setelah hampir 90 tahun melakukan
sekulerisasi dan westernisasi dalam semua lini kehidupannya, bangsa Turki tidak
pernah mendapatkan kemajuan yang diidamkannya sebagaimana bangsa-bangsa Eropa.
Bahkan bangsa Turki hanya menjadi bangsa muslim terbelakang yang dipertanyakan
keislamannya, pada saat yang sama tidak pula menjadi bangsa maju. Sampai saat ini,
walaupun idiologi sekulerisme diterapkan, bangsa Turki yang kehilangan identitasnya
tidak diperkenankan bergabung dalam persekutuan masyarakat Eropa (EU).

Karakteristik Gerakan Renaisans Islami


Karakteristik gerakan renaisans dalam Islam sangat berbeda dengan gerakan-
gerakan sejenis yang dilakukan masyarakat Barat. Hakikat gerakan ini dapat diketahui
dengan menelusuri kembali karakteristik gerakan perubahan yang telah digerakkan
generasi Islam pertama beserta metode yang telah diterapkannya dahulu yang telah
melakhirkan gerakan perubahan Islam pertama. Mengetahui dan memahami hakikat
perubahan Islam gelombang pertama adalah mutlak bagi mereka yang akan
menggerakkan kembali perubahan Islam dengan segala karakteristiknya. Menyusun
kembali kerangka gerakan perubahan Islam pertama yang telah diterapkan Rasulullah
kemudian mengaplikasikannya pada gerakan perubahan Islam di tengah-tengah
timbunan peradaban modern, sehingga terwujudlah sebuah dunia baru yang modern
dan canggih namun penuh dengan nilai-nilai universal ajaran Islam, sebagai tujuan
utama dari gerakan perubahan Islam masa kini.

Gerakan renaisans yang dipimpin Rasulullah, bukan hanya memperkenalkan kembali


warisan intelektual ataupun spiritual para utusan Allah sebelumnya, tetapi telah
berhasil meluluhlantakkan tatanan masyarakat jahiliyah, menghancurkan sistemnya,
memerangi para pendukung dan pemimpinnya, menguasai wilayahnya serta mengusir
mereka yang tidak mendukung perubahan dan perombakan total gerakan agung
kemanusiaan ini. Di atas tatanan sistem jahiliyah yang pagan dan korup, Rasulullah
membangun sistem Islam yang berdasarkan wahyu dari Allah SWT. Sistem yang
mengutamaan penyembahan terhadap Allah Yang Maha Tunggal Penguasa alam,
menyebarkan persaudaraan, persamaan, keadilan, kemakmuran dan kedamaian sejati
yang merupakan ciri khas masyarakat utama. Perjuangan heroik Rasulullah dengan
para pengikut setianya, para intelektual, saudagar dan klas menengah tercerahkan, yang

230
diikuti oleh sebagaian besar masyarakat klas bawah dan budak dalam menentang para
pemimpin dan bangsawan musyrikin Quraisy adalah perjuangan suci para orang-orang
tertindas (al-Mustad’afin) melawan para penguasa tiran yang ingin mempertahankan
kekuasaannya yang korup dan paganis. Pengorbanan mereka yang agung semata-mata
hanya mengharapkan ridho Allah dan mendapatkan syurga yang dijanjikan-Nya, dan
bukan semata-mata untuk merebut kekuasaan, yang akan menggantikan tiran lama
dengan tiran baru yang hanya menindas rakyat dengan slogan persamaan. Rasulullah
dan para shahabatnya berjuang bukan semata-mata memperjuangkan persamaan klas,
namun lebih jauh mereka memperjuangkan tegaknya sistem Ilahiyah yang akan
menciptakan tatanan masyarakat utama yang penuh dengan kebebasan, persaudaraan,
persamaan dan sejenisnya yang berdasarkan pada nilai-nilai agung dan mulia ajaran
Islam. Itulah sebabnya mereka berani mengorbankan segala yang dimilikinya untuk
menegakkan tatanan masyarakat utama ini, karena perjuangan mereka akan dibalas
dengan syurga, sebagai puncak kemenangan seluruh perjuangan kemanusiaan. Syurga
di dunia bermakna tertegaknya masyarakat yang adil dan makmur serta aman damai,
dan syurga di akhirat adalah pembalasan paripurna dengan kenikmatan yang tiada
bandingan dan tidak terbayangkan. Dengan pendekatannya yang khas, Rasulullah telah
menyerukan gerakan perubahan total, dan dalam waktu singkat selama 23 tahun,
generasi Islam telah berhasil mencapai tujuan utama perjuangannya dengan tegaknya
sebuah masyarakat utama yang dipenuhi nilai-nilai keagungan dan berdasarkan ajaran
Islam di kota Madinah dan sekitarnya. Kemudian masyarakat utama ini berkembang
menjadi sebuah kekuatan baru yang pada akhirnya berhasil membangun peradaban
baru dunia yang diakui keberadaannya sampai saat ini.

Gerakan renaisans yang digerakkan Muhammad Rasulullah, bukan hanya sebuah


gerakan pencerahan yang parsial-parsial, namun sebuah gerakan renaisans dalam arti
yang sesungguhnya, sebuah gerakan renaisans yang menyeleruh, pencerahan yang
membangkitkan spiritualitas, intelektualitas bahkan kekuatan fisik bangsa Arab untuk
memimpin peradaban dunia dalam semua bidang kehidupan. Mereka memiliki
ketinggian spiritualitas tertinggi, membangun kecerdasan intelektualitas yang tiada
tandingannya, sehingga mampu mengalahkan filosof manapun dengan kebijaksanaan
yang dimilikinya, dan pada saat yang sama mereka dapat menyamai kekuatan tentara-
tentara Romawi yang dikalahkannya pada medan-medan pertempuran yang tidak
seimbang. Gerakan renaisans yang digerakkan Muhammad Rasulullah dan para
shahabatnya adalah sebuah gerakan membangkitkan kembali ajaran-ajaran agung dan
mulia para nabi dan utusan Allah terdahulu dengan segala kebijaksanaan yang
terkandung di dalamnya. Ajaran dan peninggalan hikmah serta peradaban yang
diberikan Allah kepada Nabi Adam as, Nuh as, Ibrahim as, Musa as dan Isa as serta
para nabi dan utusan-Nya. Perbendaraan ajaran Allah dan hikmah kemanusian
teragung yang bermuara pada al-Qur'an dan al-Sunnah yang menjadi pegangan utama
Islam.

231
Itulah sebabnya, renaisans Islam dalam arti yang sebenarnya, seperti gerakan yang
diserukan Muhammad Rasulullah berbeda dengan renaisans-renaisans yang terjadi
pada bangsa dan peradaban manapun di seluruh permukaan bumi ini. Karena renaisans
yang diserukan Muhammad saw adalah puncak keagungan dari segala bentuk
renaisans yang ada, sebuah gerakan renaisans teragung dan tersempurna yang pernah
dilakukan oleh umat manusia sepanjang sejarah keberadaannya di muka bumi. Karena
renaisans ini telah melakhirkan kebangkitan terbesar kemanusiaan yang pertama dan
terakhir, yang melakhirkan sedemikian banyaknya generasi-generasi agung dengan
pencapaian tertinggi dalam bidangnya masing-masing, yang menjadi tonggak dan
mercusuar peradaban baru yang mempertemukan peradaban langit dan peradaban
bumi, dengan tatanan masyarakat dan kepemimpinannya yang khas. Ke arah manapun
pandangan diarahkan, keagungan dan kebesaran masyarakat Islam binaan Rasulullah
ini akan terpantul dengan jelasnya. Renaisans Islam pertama ini tidak akan pernah
tertandingi, walaupun digerakkan oleh kaum muslimin sekalipun, namun mereka dapat
menjadikannya sebagai parameter sebuah renaisans. Keagungan renaisans ini karena
dipandu langsung oleh Allah Sang Maha Pencipta, yang berkenan mengatur
makhluknya secara langsung dalam kehidupan seharian mereka melalui wahyu-wahyu
yang diterima Nabi Muhammad dan disampaikan kepada masyarakatnya.

Muhammad Rasulullah saw memulai gerakan pencerahannya dari dirinya sendiri,


sebelum menyerukannya kepada masyarakatnya. Itulah sebabnya beliau benar-benar
menjadi pemimpin sejati yang keagungan kepribadiannya tiada tandingannya. Sang
Pencipta benar-benar mempersiapkan dan mensucikan jiwa raganya agar menjadi
manusia unggul, yang keunggulannya mengalahkan manusia-manusia besar lainnya.
Jajarkanlah manusia besar lainnya dihadapan Muhmmad saw, baik dia seorang filosof,
negarawan, ahli hikmah, rohaniawan, panglima perang dan lainnya, maka semua
manusia besar itu tidak ada artinya sama sekali dihadapan kebesaran dan keagungan
Rasulullah saw, seorang pemimpin sekaligus rohaniawan suci, negarawan ulung, filosof
agung, panglima perang terbesar dan sekaligus seorang suami dan ayah yang sangat
santun serta penyayang, yang kehidupannya sangat sederhana, walaupun beliau
mampu membangun istana termegah di muka bumi. Beliau adalah seorang
konglomerat sukses yang sangat dermawan dan ringan tangan membantu orang yang
kesusahan, seorang yang sangat halus perasaannya, namun tetap menjadi manusia
paling tegas dan tegar dalam menegakkan kebenaran yang dibawanya. Jika sebuah
gerakan memiliki seorang pemimpin agung seperti Muhmmad saw, maka dapat
dibayangkan bagaimana dahsyat gerakan perubahan yang dibawanya. Itulah sebabnya,
gerakan perubahan yang diserukannya menjadi gerakan pamungkas dari semua
gerakan perubahan yang diserukan umat manusia sepanjang sejarah, baik di Barat
maupun di Timur.

Gerakan perubahan sosial yang jika dicari padanannya dalam al-Qur'an, maka akan
ditemukan kosa kata dalam bahasa Arab yang biasanya disebutkan sebagai taghyir

232
(perubahan). Taghyir sendiri dapat diartikan sebagai sebuah perubahan menyeluruh,
baik yang menyangkut individu maupun masyarakat, perubahan secara intelektual
ataupun spritual, perubahan idiologis maupun tatanan masyarakat dan lainnya. Taghyir
sendiri menjadi komponen penting sebuah gerakan renaisans dan memiliki perbedaan
dengan segala bentuk reformasi atau revolusi yang dikemukakan ataupun yang
dilakukan oleh manusia, baik di Barat maupun di Timur. Pada hakikatnya, taghyir
adalah sebuah gerakan perubahan sosial yang memulai gerakan perubahannya dari
perubahan individu dan segala sesuatu yang berkaitan dengan individu, perubahan
perasaan, emosi, hati, spiritual, karakter, kebiasaan, cita-cita, tujuan dan lainnya. Dari
perubahan individu yang tercerahkan dan mengajak individu lainnya inilah diharapkan
akan melakhirkan sebuah masyarakat utama.
Gerakan renaisans Islami bukan hanya sebuah perjuangan klas, bukan
perjuangan sekelompok proletar terhadap kaum berjuis, ataupun bukan perjuangan
para revolusiner yang mendambakan kekuasaan atas nama kaum tertindas, bukan
perjuangan para buruh yang menginginkan kehidupan sama rata sama rasa ataupun
bukan perjuangan para pejuang suatu isme yang akan menggantikan dengan isme
lainnya. Gerakan ini tidak identik dengan semua bentuk revolusi di muka bumi ini,
karena gerakan renaisans Islam memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya
dengan segala bentuk gerakan perubahan, apapun bentuk dan namanya. Gerakan
perubahan dalam Islam bukan hanya perjuangan radikal yang memiliki cita-cita pendek
dan dangkal yang akan menggantikan satu sistem yang satu dengan sistem lainnya
yang sama-sama menindas, ataupun hanya menggantikan penguasa tiran dengan
penguasa tiran bentuk lainnya, menggantikan tatanan masyarakat dengan tatanan
masyarakat lainnya yang belum terbukti keunggulannya. Namun gerakan ini adalah
gerakan perombakan agung yang menyandarkan seluruh keagungannya pada
keagungan cita-cita ajaran Islam yang tinggi lagi mulia.
Sebagaimana gerakan perubahan lainnya, renaisans Islam adalah sebuah
gerakan dinamis yang akan meluluhlantakkan, mencabut sampai keakar-akarnya,
seluruh sistem dalam tatanan masyarakat dan menggantikannya dengan tatanan baru
dalam tempo waktu sesingkat-singkatnya dengan cara radikal, ekstrim dan sejenisnya
sesuai dengan yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya. Gerakan perubahan dan
perombakan yang dikumandangkan Muhammad Rasulullah telah meluluhlantakkan
tatanan masyarakat jahiliyah di semenanjung Arab dalam tempo waktu kenabiannya,
masyarakat musyrikin jahiliyah dicabut seluruh akar-akar sistemnya dan digantikan
dengan tatanan masyarakat Islam yang berbeda dengan masyarakat sebelumnya. Dan
seluruh gerakan ini dilakukan dalam tempo waktu singkat, sepanjang 23 tahun
perjuangan, sejak Rasulullah menyerukan perjuangannya sehingga tertegak masyarakat
utama di Madinah. Rasulullah telah menegakkan gerakan perubahannya dengan cara
memberikan seruan dakwah, peringatan, merekrut pengikut setia, sampai cara
peperangan demi peperangan yang telah mengorbankan para pengikutnya. Dan setiap
perubahan memang menghendaki pengorbanan, dan pengorbanan inilah yang akan
ditukar dengan kebahagian, baik di dunia dengan tertegaknya masyarakat yang penuh

233
keadilan, kemakmuran dan kedamaian ataupun kesenangan tiada tertandingkan di
akhirat kelak sebagaimana dijanjikan al-Qur’an: Sesungguhnya Allah telah membeli dari
orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka
berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. Itulah telah menjadi janji
yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati
janjinya selain daripada Allah ?. Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan
itu, dan itulah kemenangan yang besar. ( al-Taubah : 111 )
Pengumandangan kalimat “la ilaha illalah Muhammad Rasulullah”, tidak ada
tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, pada hakikatnya adalah seruan
radikal yang akan mencabut segala bentuk tatanan dominan masyarakat jahiliyah dan
menggantikannya dengan tatanan masyarakat Islami. Kalimat ini bermakna
pembebasan dan pemerdekaan umat manusia terhadap segala bentuk belenggu
dominasi sesama makhluknya, baik dominasi itu dilakukan oleh seorang raja, penguasa
tiran, bangsawan ataupun pemuka agama ataupun ajaran-ajaran sesat kaum filosof dan
idiolog. Kalimat ini menghendaki pengesaan Allah yang bermakna seluruh manusia
adalah sama di sisi Tuhan, tidak ada kelebihan satu ras dengan lainnya, tidak ada
keutamaan satu bangsa dengan bangsa lainnya, semua manusia berasal dari Adam dan
Adam berasal dari tanah. Semua manusia berasal dari tanah sehingga mereka memiliki
kesamaan kedudukan dihadapan Tuhannya. Penguasa dan para bangsawan adalah
sama kedudukannya dengan para budak dan pekerjanya di sisi Allah Yang Maha
Kuasa. Gerakan perombakan keyakinan yang sekaligus perubahan sosial inilah yang
ditentang mati-matian oleh masyarakat jahiliyah, terutama para pemimpin dan
bangsawannya yang telah mendapat hak-hak keistimewaan secara turun temurun.
Namun akhirnya sejarah mencatat bahwa kemenangan berada difihak Rasulullah yang
telah menyerukan kebenaran, keadilan dan persamaan serta persaudaraan, walaupun
pada awalnya hanya didukung oleh kalangan masyarakat awam dan beberapa
bangsawan yang tercerahkan.
Pada hakikatnya seorang nabi, termasuk Nabi besar Muhammad saw dalam
gerakannya memadukan dua peranan sekaligus dalam misinya, yaitu peran sebagai
seorang nabi yang menerima wahyu dari Allah, yang mendapat bimbingan kebenaran
Ilahiyah, yang dengannya akan membimbing umat manusia menuju kebeneraran sejati
dan peran seorang pemimpin pergerakan dalam masyarakatnya yang akan mengadakan
perubahan-perubahan tatanan sosial secara radikal revolusioner dan mentransfor-
masikannya ke dalam sebuah model, pola perilaku, pemikiran, emosi, peradaban, moral
yang sesuai dengan kebenaran wahyu yang diterimanya. Para Nabi as tidak hanya
disibukkan dengan mengemukakan ajaran-ajaran agung dan mulia kepada para
pengikut setianya sebagaimana para filosof agung ditempat-tempat suci mereka yang
jauh dari masyarakat, namun pada saat yang sama mereka memimpin pergerakan
perjuangan dalam menegakkan keyakinannya, berinteraksi langsung dengan
masyarakat jahili dan para pemimpinnya, bahkan mereka langsung memimpin
pertarungan bahkan pertempuran bersenjata sebagai panglima besar yang gagah
perkasa. Maka dengan demikian seorang Muslim akan bertindak sebagai seorang filosof

234
yang mengembangkan nilai-nilai agung sekaligus sebagai penggerak perubahan sosial
dan panglima perang dalam menjalankan aksi perubahan sosialnya.
Perubahan Islami (taghyir) sebagaimana ajaran Islam lainnya adalah ajaran Yang
Maha Mengetahui dan Maha Perkasa serta Pencipta alam raya, sehingga gerakan ini
bersifat Ilahiyah yang mutlak kebenarannya dengan segala konsep dan metode yang
menyertainya. Keilahiyahan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw
terpancar dalam ajaran gerakan perubahan Islam yang penuh kesucian dan keagungan
yang membedakannya dengan segala bentuk revolusi manusiawi yang penuh
pertentangan, intrik, penyelewengan, haus kekuasaan, kekerasan dan sejenisnya.
Demikian pula gerakan perubahan dalam Islam adalah seperti gerakan agung yang
telah digerakkan oleh para Nabi agung yang telah menumbangkan penguasa-penguasa
tiran-diktator terdahulu seperti gerakan Nabi Ibrahim as yang telah menentang Raja
Namrud, Nabi Musa as yang telah menumbangkan Fir’aun, ataupun Nabi Isa as yang
menentang dominasi Imperialis Romawi yang serakah. Semua gerakan perubahan yang
digerakkan para Nabi ini memiliki karakteristik yang sama, yaitu karakteristik
keilahiyahannya, gerakan perubahan yang menyeru kepada Penyembahan terhadap
Allah Yang Maha Tunggal dan membangun masyarakat dengan tatanannya.
Sebagaimana disebutkan al-Qur’an :
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan) “sembahlah Allah saja dan jauhilah Thaghut. ( al-Nahl : 36).
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan
kepadanya “bahwasanya tidak ada Ilah (Tuhan) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu akan
Aku.(al-Anbiya : 25)
Katakanlah : “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Robbku pada jalan yang lurus,
yaitu dien yang benar, dien Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang
yang musyrik. Katakanlah :”Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah
untuk Allah, Robb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah. Katakanlah
:”Apakah aku akan mencari Robb selain Allah, padahal Dia adalah Robb bagi segala sesuatu. (al-
An’am : 161-164)
Tujuan utama gerakan perubahan dalam Islam adalah sama dengan gerakan
perubahan yang telah diserukan oleh para Nabi, yaitu menjadikan umat manusia
sebagai penyembah Allah Yang Maha Tunggal dan menjauhi Thaghut. Thaghut dalam
pengertian luasnya dapat diartikan sebagai segala bentuk sesembahan selain dari Allah,
seperti Tuhan-tuhan berhala, dewa, dukun, raja zalim, pemimpin tiran dan sejenisnya.
Seruan perubahan sosial dalam Islam pada hakikatnya adalah pembebasan manusia
secara paripurna terhadap segala bentuk dominasi Thaghut, sehingga manusia menjadi
makhluk yang bebas merdeka dan hanya menyerahkan kemerdekaannya kepada
kekuasaan Yang Maha Mutlak saja, yaitu Allah Pencipta alam raya ini, dan bukannya
menyerahkannya kepada raja zalim, pemimpin tirani-diktator, kaum berjouis, para
dukun dan pemimpin agama dan sejenisnya yang akan membelenggu kemerdekaan
dan kebebasan mereka. Hanya dengan menyerahkan kemerdekaan dan kebebasan

235
kepada Yang Maha Mutlaklah manusia akan mendapatkan kemerdekaan dan
kebebasan sejatinya. Gerakan perubahan Islam dengan pendekatannya yang khas telah
menyerukan kemerdekaan dan kebebasan ini kepada masyarakat Makkah sehingga
pemimpinnya, Muhammad Rasulullah berhadapan dengan para penguasa dan
bangsawannya yang tetap ingin mempertahankan dominasinya terhadap masyarakat
awam. Pada akhirnya kemenangan tetap pada pihak yang benar, pihak yang
menyerukan keadilan, kebebasan, persaudaraan dan keamanan. Sebagaimana yang
digambarkan al-Qur’an terhadap kemenangan perjuangan Musa as yang mengalahkan
Fir’aun dan bangsawannya yang telah mengeksploitasi mereka;
Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir’aun dengan benar untuk
orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka
bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka,
membunuh anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka.
Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan Kami hendak
memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka
pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi bumi dan akan Kami teguhkan
kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir’aun dan Haman beserta
tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu.(al-Qoshosh : 3-6)
Gerakan perubahan yang dilakukan orang-orang yang tertindas akan selalu
mendapatkan kemenangan terhadap para penindas, karena Yang Maha Kuat selalu
akan membela mereka yang memperjuangkan hak-haknya. Sejarah telah
membuktikannya, gerakan perubahan yang dipimpin Nabi Ibrahim as akhirnya dapat
mengalahkan kedurjanaan Raja Namrud, demikian pula Nabi Musa akhirnya
mengalahkan keangkuhan Fir’aun dan Nabi Muhammad saw mengalahkan
kecongkakan para pemimpin dan bangsawan Musyrikin dan Kafirin di Makkah. Dan
ketentuan ini akan terus terjadi di mana dan kapanpun sampai bumi ini
menghembuskan nafas terakhirnya kelak. Demikian pula gerakan perubahan dalam
Islam adalah gerakan yang akan mengangkat harkat dan martabat manusia sebagai
khalifah (wakil) Allah di muka bumi, gerakan yang akan menempatkan manusia pada
posisi dan maksud diciptakannya di atas bumi. Semua manusia adalah khalifah Allah di
muka bumi, di sisi Tuhannya mereka sama kedudukannya, tidak ada keutamaan
seorang yang berbangsa Arab dengan seorang yang berbangsa Afrika, tidak ada
keutamaan seorang yang keturunan raja dan bangsawan dengan seorang yang
berketurunan hamba dan pekerja. Semua manusia sederajad disisi Tuhannya, dan yang
membedakannya adalah kedekatan mereka dengan Tuhannya. Sebagaimana dinyatakan
al-Qur’an :
Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
mengetahui tentangmu. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal. (al-Hujurat : 13)

236
Itulah sebabnya Islam akan memerangi segala bentuk penindasan manusia
terhadap manusia lainnya, bagaimana bentuk dan namanya. Karena penindasan dan
dominasi manusia atas manusia lainnya adalah bertentangan dengan tujuan
diciptakannya manusia di muka bumi. Hal ini juga berarti bahwa gerakan perubahan
dalam Islam adalah gerakan perubahan untuk seluruh umat manusia, karena Islam
diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dengan ajarannya yang agung dan mulia
Islam akan menggerakkan sebuah perubahan total kemanusian yang akan menciptakan
sebuah tatanan sosial yang tegas atas dasar Iman kepada Allah Yang Tunggal,
persaudaraan, persamaan, keadilan dan nilai-nilai luhur lainnya;
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah
keras terhadap orang-orang yang ingkar, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat
mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhoan-Nya, tanda-tanda mereka tampak
pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat
mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu
menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya;
tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati
orang-orang ingkar. (al-Fath : 29).
Gerakan perubahan Islam adalah sebuah misi suci dan agung, itulah sebabnya
hanya dapat digerakkan oleh mereka yang memiliki kebersihan jiwa, kecerahan
intelektual dan memiliki keberanian super. Karena gerakan perubahan, bagaimanapun
bentuknya memerlukan manusia-manusia unggul untuk menggerakkannya,
sebagaimana keagungan para Nabi dan Rasul yang telah berhasil gilang gemilang
menggerakkan perubahan Ilahiyah dan menumbangkan para tirani serta mengubah
tatanan mereka. Apalagi gerakan perubahan dalam Islam adalah gerakan yang memiliki
keterkaitan dengan Allah dan hari pembalasan kelak yang merupakan amanah
kemanusiaan yang akan dipertanggungjawabkan. Dan gerakan ini hanya dapat
diemban oleh mereka yang telah mengikhlaskan perjuangannya semata-mata karena
Allah, dan bukannya diembel-embeli oleh keinginan-keinginan rendah duniawi yang
akan menggantikan kekuasaan para tirani dengan mengatasnamakan perjuangan
rakyat, ataupun para pemburu harta yang akan menggantikan kedudukan para berjouis
dengan mengatasnamakan para rakyat tertindas.
Mereka yang akan menggerakkan perubahan dalam Islam dituntut untuk
merombak diri mereka sendiri terlebih dahulu sebelum tampil ke gelanggang
perjuangan sebagaimana yang telah diajarkan Rasulullah saw. Sebelum beliau tampil
menyerukan perjuangan sucinya, Rasulullah mempersiapkan diri untuk menjadi
seorang pemimpin besar, dan setelah beliau siap, Allahpun mewahyukan ajaran-ajaran
mulia yang akan membentuk beliau sebagai seorang pemimpin perubahan. Maka
gerakan perubahan dalam Islam dimulai dengan perombakan kejiwaan para pelakunya
masing-masing, membersihkan jiwa dan pemikiran dari berbagai bentuk kesyirikan dan
kekafiran sehingga didapatkan jiwa dan fikiran yang bersih. Kebersihan jiwa bermakna
mereka adalah orang yang berjuang semata-mata mengharapkan ridha Allah semata,

237
memiliki ketergantungan dan hubungan yang kuat dengan-Nya. Hidup dan matinya
disandarkan sepenuhnya kepada Tuhan seru sekalian alam.
Dalam melakukan gerakan perubahan pada masyarakatnya, para Nabi dan
Rasul memiliki tingkatan-tingkatan dalam pelaksanaannya sebagaimana yang diajarkan
Tuhan-Nya kepada mereka, sebagaimana dinyatakan al-Qur’an :
Sebagaimana telah Kami turunkan Rasul kepadamu, yang membacakan ayat-ayat Kami
kepadamu, mensucikan kamu, mengajarkan kepada kamu al-Kitab dan al-Hikmah dan
mengajarkan apa-apa yang belum kamu ketahui. (al-Baqarah : 151)
Berdasarkan pada ayat di atas, maka proses perubahan yang diajarkan al-Qur’an
memiliki sistematika :
- Membacakan ayat-ayat Allah (Proses Tabligh)
- Mensucikan (Proses Tazkiyah)
- Mengajarkan tentang al-Qur’an dan al-Hikmah (Proses Taklim)
- Mengajarkan mereka apa-apa yang belum mereka ketahui (Proses Ta’dib)
Jadi dalam melaksanakan gerakan perubahan pada masyarakatnya, para Nabi dan
Rasul telah melaksanakan melalui tingkatan-tingkatan, yaitu tabligh, tazkiyah, taklim
dan ta’dib.

- Proses Tabligh
Proses tabligh adalah proses menyerukan kepada manusia agar mau mengikuti
ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya dengan berbagai cara dan kaidah berdasarkan ayat-
ayat Allah dan sabda Nabi. Para Nabi dan Rasul senantiasa memulai gerakannya
dengan menyeru kepada masyarakat agar mau mengikuti ajarannya sebagaimana yang
telah diwahyukan Allah kepadanya. Ayat-ayat Allah adalah yang termaktub dalam
kitab-Nya di al-Qur’an ataupun ayat-ayat Allah yang banyak terdapat dalam seluruh
phenomena kehidupan manusia, bahkan dalam diri manusia itu sendiri. Demikian pula
halnya dengan gerakan taghyir harus dimulai dengan seruan kepada masyarakat agar
mau mengikuti gerakan perubahan yang akan dijalankan. Masyarakat harus
mengetahui visi, misi, karakteristik, tujuan, hakekat dari gerakan perubahan yang akan
dijalankan dan diharapkan dengan demikian mereka akan menjadi salah satu
pendukungnya, sebagaimana masuk Islamnya para pengikut Rasulullah yang
kemudian menjadi para pembela Islam. Proses penyeruan ini harus dilakukan dengan
cara-cara yang agung dan mulia, tidak seperti gerakan-gerakan lainnya yang
mengutamakan janji-janji duniawi, karena gerakan ini adalah gerakan yang agung dan
mulia, untuk menegakkan sebuah keagungan dan kemulian dan hanya dapat dilakukan
tentu oleh orang-orang yang memiliki watak yang agung dan mulia.

- Proses Tazkiyah
Setelah sebagian masyarakat yang diseru mau mengikuti gerakan perubahan,
maka proses selanjutnya adalah proses tazkiyah, yaitu mereka disucikan dari segala
bentuk unsur-unsur negatif yang akan mengganggu perjuangan mereka. Para Nabi dan
Rasul adalah sebaik-baik manusia yang telah diajarkan bagaimana mensucikan manusia

238
dari segala bentuk kejahatan, baik kemusyrikan, kekafiran, kemunafikan, kejahatan, dan
sejenisnya. Pensucian hati, jiwa dan fikiran dari segala bentuk nilai-nilai kejahiliyahan
yang bertentangan dengan nilai-nilai yang akan diperjuangkannya. Sebuah misi yang
suci hanya terletak di tempat yang suci pula, seperti nilai-nilai keagungan Islam yang
suci hanya dapat bersemayang di dalam jiwa-jiwa yang suci pula. Itulah sebabnya
sebelum mereka menerima nilai-nilai suci perjuangan mereka harus melalui tahapan
pensucian dan pembersihan dari segala bentuk kekotoran dan kejahatan. Di dalam
Islam, proses pensucian jiwa dan fikiran melalui sarana-sarana yang telah ditetapkan,
baik berupa solat, puasa, zakat, haji, shodakah, zikir, jihad dan lainnya yang
kesemuanya akan membersihkan jiwa dan fikiran.

- Proses Taklim
Setelah para pengikut dan kader gerakan Islam melakukan pembersihan, baik
hati, jiwa, fikiran dan fisiknya sesuai dengan ukuran yang telah digariskan Allah dan
Rasul-Nya, maka mereka telah siap menerima ajaran-ajaran agung dan mulia yang
terkandung dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Hati dan jiwa yang telah bersih dengan
mudah akan menerima ajaran-ajaran mulia yang akan merubah tatanan masyarakat.
Demikian pula manusia-manusia bersih dengan mudah akan dapat melaksanakan
ajaran-ajaran yang diberikan kepadanya, mengamalkan pengetahuan yang telah
diperolehnya sebagai landasan utama dalam membangun manusia dan masyarakat
unggul. Proses taklim lebih merupakan sebuah penanaman nilai-nilai keyakinan kepada
Sang Pencipta dan keagungan ajaran-Nya yang dibawakan oleh Nabi besar-Nya. Al-
Qur’an dan al-Hikmah akan mengantarkan manusia kepada kesempurnaan hidup,
kesempurnaan spiritualitas dan keyakinan sebagai modal utama manusia dalam
membangun peradaban baru.

- Proses Ta’dib
Proses ta’dib adalah proses mulai berdirinya sebuah tatanan masyarakat dengan
sistem dan nilai-nilai agung yang terkandung di dalamnya. Setelah masyarakat
memiliki kesiapan mental spiritual dalam mengembangkan sebuah peradaban, maka
para pemimpin perubahan akan mengarahkannnya membangun sebuah peradaban
baru berdasarkan pada ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya. Hal inilah yang telah
dilakukan para Nabi dan Rasul, setelah mereka memiliki sekumpulan masyarakat yang
bersih jiwa raganya, memahami pesan-pesan agamanya, maka dikembangkan sebuah
peradaban baru yang akan membangun dunia baru yang telah berhasil menjadi
penghubung peradaban klasik dengan peradaban modern.
Demikianlah konsep yang senantiasa dibawa oleh para Nabi dan Rasul dalam
membangun sebuah tatanan baru dalam masyarakatnya dan hal inilah yang harus
dilakukan oleh mereka yang akan merubah masyarakatnya sepanjang masa. Maka
konsep ini dapat pula diterapkan kepada masyarakat manapun yang akan membangun
sebuah tatanan mansyarakat baru yang berdasarkan kepada keridhoaan Allah. Dalam
proses penegakan masyarakat utama ini, akan terjadi pergesekan-pergesekan dengan

239
kekuatan-kekuatan yang anti, bahkan peperangan demi peperangan sebagaimana yang
telah dialami para Nabi dan Rasul yang berjuang membebaskan dan membangun
masyarakatnya, dan hal ini akan menjadi salah satu sarana yang akan menguatkan
terbentuknya masyarakat utama.

BAB VII
MANHAJ RENAISANS ISLAM
..... tiap-tiap umat telah Kami jadikan baginya syari’at dan manhaj.......
( QS, al-Maidah : 48 )

Para pemimpin dan cendekiawan Muslim, di antara mereka seperti Sayyid


Jamaluddin al-Afghany, Muhammad Abduh dan para murid serta penerus perjuangan
mereka sejak ahir abad 18 lalu telah berupaya membebaskan umat Islam dari belenggu
penjajahan Barat, keterbelakangan dan kemunduran mereka dengan merumuskan
metode-metode perjuangan menurut jalan pemikiran mereka masing-masing yang telah

240
melahirkan gerakan Pan-Islamisme. Metode perjuangan yang mereka terapkan berhasil
menyadarkan para pemimpin umat dari mimpi panjang dan keterbelakangannya serta
menggerakkan mereka bangkit melawan penjajahan, baik melalui perjuangan diplomasi
politik sampai perjuangan gerilya militer. Gerakan mereka yang sambung menyambung
telah menghasilkan perjuangan-perjuangan menuntut kemerdekaan negeri-negeri Islam
dari cengkraman jahat penjajah Barat.128
Generasi sesudah mereka tampil dengan konsep dan metode perjuangan yang
lebih menyeluruh dan terpadu, diantaranya adalah Imam Hasan Al-Banna129 yang telah
mendirikan jama’ah al-Ikhwan al-Muslimin di Mesir. Gerakan al-Ikhwan dengan model
kepemimpinannya sangat mempengaruhi perjalanan sejarah dunia Islam kerena telah
merumuskan konsep perjuangan Islam di dunia modern serta mampu melahirkan
kader-kader brilyan yang disegani dan ditakuti musuh-musuh Islam. Hasan al-Bana
adalah pelopor bagi pengembangan konsep gerakan Islam modern yang total (kaffah)
dan konsep ini berkembang menjadi model gerakan Islam modern yang sangat efektif
menghadapi infiltrasi pemikiran hedonistik-sekuler Barat. Itulah sebabnya gerakan
Ikhwan berkembang ke seluruh dunia Islam walaupun di Mesir sendiri mendapat
pukulan dahsyat dari rezim Faruk yang bertindak sebagai agen Barat.130 Bersamaan
dengan itu tampil pula gerakan-gerakan Islam serupa seperti Syarekat Islam pimpinan
HOS. Cokroaminoto di Indonesia131 dan lain-lainnya.
Pasca kemerdekaan dunia Islam, telah tampil pula para pemimpin dan
cendekiawan umat dengan penuh semangat menggunakan berbagai bentuk metode
perjuangan agar Islam bangkit kembali menjadi pemimpin peradaban dunia. Mereka

128
Masalah ini lihat misalnya : Dr. Mukhsin Abdul Hamid, Jamal al-Din al-Afghani, al-Musalih al-Muftara alayh.
(Mesir : tt). Ahmad Amin, Zuama al-Ishlah fi al-Asr al-Hadits (Kaherah : Muassasah al-Khanji, tt). Abbas Mahmud al-
Aqqad, Muhammad Abduh,(Kaherah : Maktabah Misr,tt). Abd. al-Halim al-Jundi, al-Imam Muhammad Abduh (al-
Kaherah:Dar al-Maarif,tt). Ahmad Amin, Muhammad Abduh, (Kaherah:Muassasah al-Khanji, 1960). Dr. Muhammad al-
Bahiy, al-Fikr al-Islamy al-Hadits wa Silatuhu bi’l Isti’mary al-Gharby,cet.8. (Kaherah : Maktabah Wahb, 1975). Dr.
Syaukat Ali, Master of Muslim Though. vol. I. (Lahore : Aziz Publ, 1983). Mohd. Kamil Hj. Abdul Majid, Tokoh-tokoh
Pemikir Islam.jilid 1. (Kuala Lumpur : ABIM, 1993)
129
Tentang sejarah hidup Imam Hasan al-Banna lihat misalnya : al-Syaikh al-Ghazaly, (dalam M. Syalabi), Hasan
al-Banna : Imam wa Qaid,(Kaherah: Dar al-Nasyr,tt). Dr. Rif’at al-Sa’id, Hasan al-Banna Muassis Harakat al-Ikhwan al-
Muslimun.(Beirut : Dar al-Tali’ah, 1986). Jabir Rizq, al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna, (al-Mansurat : Dar al-Wafa, 1987).
Dr. Shaukat Ali, Master of Muslim Thought, vol.II.(Lahore : Islamic Publ, 1983). hlm.514-638. Anwar Jundi, Hasan al-
Banna, al-Roiyat al-Imam wa al-Mujaddid al-Syahid,(Beirut : Daar Qalam, 1978). MN. Shaikh, Memoirs of Hasan al-
Banna Shaheed, (Karachi : Int’ Islamic Publ., 1981). Richard. P.Mitchel, The Society of The Muslim Brother,(London :
Oxford Univ. Press, 1959). Abdul Muta’al al-Jabary, Limadza Ightayala al-Imam al-Syahid Hasan al-Banna, (Cairo : Dar al-
I’tisom, 1978). Muhsin Muhammad, Man Qatala Hasan al-Banna, (Kaherah : Dar al-Syarq, 1987). Salah Syadi, al-
Syahidan (al-Manshurat : Dar al-Wafa’, 1988). Umar al-Tilmisany, al-Mulham al-Mauhub : Hasan al-Banna, (Syabra : Dar
al-Nasr, tt).
130
Tentang gerakan al-Ikhwan al-Muslimin, lihat : Syaikh Said Hawwa, Madkhal ila da’wah Ikhwan al-Muslimin,
(Amman : Dar al-Arqam,tt). Omar Tilmisani, Apa yang aku Pelajari dari Ikhwanul Muslimin, (Shah Alam : Umat, 1990).
Dr. Hasan Ismail Hudhaibi, Duat la Qudhat, (Cairo : Dar al-Thabaat wa al-Nasr al-Islamy, 1977). Kamil al-Syarif, Ikhwan
al-Muslimun fi Harbi Palistin, (Zarqo’ : Maktabah al-Manar, 1984). Dr. Abdul Halim Mahmud, Wasaail al-Tarbiyyat inda al-
Ikhwan al-Muslimun, (Qahirah : Dar al-Wafa’, tt). Ishaq Musa Hussaini, The Muslim Brethen, (Beirut: Khayat’s College
Book Coop, 1956). Richard P. Mitchel, The Society of The Muslim Brother, (London : Oxford Univ. Press, 1959). Mahmood
Abd al-Halim, Ikhwan al-Muslimun, ahdats Tsanaat Tarikh, (Iskandaria : Dar al-Dakwah, tt). Husain Muh. Ali Jabir, Thariq
ila Jama’at al-Muslimun, (al-Manshurat : Dar al-Wafa’, 1987) khususnya bab III. Asaf Husain, IslamicMovement in
Egypt, Pakistan and Iran, (Islamabad : Manshell Publ, 1983). Husain M. Ahmad Hamudah, Asrar Harakat al-Dubbat al-
Ahrar wa al-Ikhwan al-Muslimun, (Kaherah : al-Zahra li al-A’lam al-Arabiy, 1987).
131
Lihat misalnya : Deliar Noer, The Modernis Movement in Indonesia, 1900-1945 (Singapura / Kuala Lumpur :
Oxford Univ. Press, 1973). BJ. Bolland, The Struggle of Islam in Modern Indonesia, (The Hague : Martinus Nijhoff, 1971).
Cornelis Van Dick, Darul Islam Sebuah Pemberontakan, (Jakarta : Grafiti Press, 1983)

241
bangkit melawan rezim-rezim nasionalis sekuler yang ingin melanjutkan dominasi
sistem kolonialis Barat sekuler dalam kehidupan masyarakat Muslim. Mereka telah
membentuk berbagai gerakan dan organisasi, baik dalam bidang politik, pendidikan,
sosial maupun ekonomi yang sangat ditakuti musuh-musuh Islam. Perjuangan mereka
telah melahirkan generasi-generasi baru Muslim yang berpegang teguh kepada akar
keislamannya, namun tetap berinteraksi dengan dunia modern yang didominasi sistem
Barat. Diantara mereka yang terutama adalah Abul A’la al-Maududi di Pakistan,132 Abul
Hasan Aly An-Nadwy di India, Sayyid Qutb di Mesir yang dijuluki sebagai bapak
fundamentalis Islam kontemporer dan lainnya.
Meneruskan perjuangan para pendahulu mereka, para cendekiawan Muslim
kontemporerpun tampil dengan berbagai bentuk konsep dan teori yang bertujuan
mengangkat martabat umat dari kemundurannya. Umumnya mereka adalah para
generasi Islam yang mendapat pendidikan model Barat dan mengetahui kelemahan-
kelemahannya serta menyadari pentingnya Islam sebagai sistem hidup, yang terutama
diantara mereka adalah Ismail R. Faruqi,133 Fazlur Rahman,134 Syed Naquib al-Attas,135
Yusuf al-Qardhawy136 dan lainnya. Diantara mereka ada yang mendirikan lembaga
kajian, institut, akademi sampai universitas yang mendidik ribuan calon-calon
cendekiawan muda Muslim di seluruh dunia dengan metodenya yang
mengintegrasikan metode Islam dengan Barat.
Di lain fihak telah tampil pula para pemimpin dan aktivis Islam yang
membimbing dan membina umat melalui organisasi/jama’ah, baik yang bergerak
dalam bidang sosial ataupun politik yang bertujuan menegakkan kemulian umat dan
Islam. Para aktivisnya bergerak siang malam tanpa mengenal lelah menyeru umat agar
mengikuti petunjuk Islam melalui dakwah, ceramah, diskusi, majlis taklim dan
sejenisnya. Di lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional seperti pondok pesantren,
para ulama dan ustadz telah mengajarkan ilmu-ilmu Islam klasik kepada para
muridnya yang berjumlah ratusan ribuan. Para murid dididik dengan ilmu-ilmu
keagamaan agar mereka memiliki bekal dalam membimbing masyarakat menuju
kemenangan. Demikian pula halnya para juru dakwah dan muballigh tampil silih
berganti mengumandangkan seruan kepada umat agar mengikuti petunjuk Islam
dengan pendekatan dan gayanya masing-masing. Mereka semua telah berupaya dengan
sungguh-sungguh, penuh pengorbanan dan keiklasan semata-mata bertujuan untuk
berbuat yang terbaik bagi kepentingan umat, dan semoga Allah Yang Maha Bijaksana
akan membalas perjuangan suci mereka dan menempatkan mereka di tempat yang
paling baik di sisi-Nya sebagai balasan perjuangan suci mereka.

132
Lihat misalnya : Prof. Masud ul Hasan, Sayyid Abul A’la Maududy and His Thought, vol. I & II, (Lahore : Islamic
Publ. 1984). Prof. Ghulam Azam, A Guide to The Islamic Movement, (Dacca : Azam Publ, 1968). Asaf Husain, Islamic
Movement in Egypt, Pakistan and Iran, op.cit. Husain M. Ali Jabir, Thariq ila Jama’at al-Muslimun, op.cit.
133
Ismail R. Faruqi, Islamization of Knowledge, General Principles and Workplan, (Virginia : IIIT, 1982).
134
Fazlur Rahman, Islam and Modernity, Transformation of an Intellectual Tradition, (Chicago : The Univ. Press,
1982)
135
Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Concept of Education in Islam, (Kuala Lumpur : ABIM, 1980).
136
Yusuf al-Qardhawy, Islamic Education and Hasan al-Banna, (Calcutta : Hilal Publ, 1983).

242
Namun permasalahan besar yang dihadapi umat pada masa ini, ditengah-tengah
kegairahan menyambut apa yang mereka namakan dengan kebangkitan Islam,
realitasnya keadaan kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia dewasa ini sangat
memprihatinkan, sebagaimana digambarkan para cendekiawan Muslim. Kaum
Muslimin berada pada anak tangga terbawah dari kemajuan peradaban bangsa-bangsa
modern, sehingga mereka hanya menjadi konsumen dari produk Barat, baik dalam
pengetahuan, teknologi, sistem, pemikiran, dan lainnya. Mereka senantiasa menjadi
obyek musuh-musuh yang berusaha menghilangkan eksistensinya di muka bumi, tanpa
mampu memberi perlawanan yang berarti. Citra kaum Muslimin dihadapan dunia
sangat buruk, mereka digambarkan sebagai kaum fundamentalis, fanatik, ektrimis
ataupun teroris, umat yang senantiasa menyulut peperangan demi peperangan.
Perpecahan demi perpecahan yang terjadi dikalangan umat telah menimbulkan sikap
apatis dan frustasi generasi muda Islam. Seakan-akan seluruh dunia menganggap Islam
adalah sumber segala malapetaka yang telah menimpa kaum Muslimin dewasa ini.
Ahirnya kaum Muslimin menjumpai diri mereka sebagai umat yang terkebelakang dan
termundur dalam segala hal.137
Sejauh ini kita belum berani menyatakan bahwa perjuangan suci para pemuka-
pemuka umat telah mengalami kegagalan. Tapi dengan keadaan yang dihadapi umat
sekarang ini, pasti akan timbul seribu satu pertanyaan yang mempersoalkan metode-
metode perjuangan yang telah diterapkan. Apakah metode yang diterapkan selama ini
sesuai dengan metode yang dikehendaki Islam, atau memang metode mereka perlu
dipertanyakan kesohihannya sehingga belum mampu mengantarkan Islam menuju
kebangkitan kembali? Atau ada sesuatu yang mesti diluruskan dalam perjuangan yang
mereka jalankan selama ini? Apakah pengorbanan dan perjuangan ikhlas para pejuang
Islam yang bersungguh-sungguh, baik dari kalangan cendekiawan, aktivis, ulama,
ustadz, muballigh dan lainnya, yang telah mengeluarkan seluruh daya kemampuan
mereka tidak dapat membangkitkan umat secara menyeluruh dan menyelesaikan
problematika mereka? Kenapa perjuangan suci mereka seakan tidak mampu
menyelesaikan krisis yang telah melanda umat? Kenapa perjuangan suci mereka belum
mampu mengantarkan umat menuju kemenangan sebagaimana generasi Islam
pertama? Dimana letak kekeliruan mereka sehingga teori dan konsep yang mereka
kemukakan tidak berhasil melahirkan generasi yang mereka idam-idamkan? Apakah
benar kegagalan itu bersumber dari metode yang mereka terapkan? Jika hendak
membangun kembali metode yang dapat membangkitkan umat, dari manakah kita
mulai, dari mana sumber pengambilannya, bagaimana rumusannya dan terpenting
bagaimana penerapannya pada umat masa kini? dan seribu satu pertanyaan mendasar
yang perlu dijelaskan dengan tuntas agar umat terhindar dari kebingungan.

137
Masalah ini lihat misalnya : Dr. Mukhsin Abdul Hamid, Ainal Khalal, terj. Farid U. ( Jakarta : Media Dakwah,
1987) hlm. 10-11. Syaikh Said Hawwa, Durus fi al-Amal al-Islamy, terj. al-Muslimun, (Bangil : al-Muslimun, 1987) hlm. 1.
Ismail R. Faruqi, Islamization of Knowledge, op.cit. hlm. 1. Muhammad Qutb, Jahiliyya al-Qorn al-Isyrien, (Kaherah :
Maktabah Wahb, 1964).

243
Pertanyaaan-pertanyaan seperti ini memerlukan jawaban tuntas agar Islam dan
umatnya dapat bangkit dari keterbelakangan dan keterpurukannyanya saat ini.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, pertama-tama para pemuka
umat harus bersikap jujur dan ikhlas dalam penilaiannya semata-mata karena
menginginkan yang terbaik bagi umat dan bukan karena kepentingan pribadi egoistik
yang ingin mempertahankan pendapat dan pemikiran mereka. Karena banyak di antara
para pemuka umat yang bertengkar dan saling memojokkan karena ingin
mempertahankan pendapatnya semata, bahkan lebih jauh masalah ini dapat menyeret
mereka kepada kancah saling memfitnah yang pasti akan menimbulkan perpecahan
sebagaimana yang mulai kelihatan tanda-tandanya belakangan ini. Masing-masing
mereka merasa bangga dengan metode yang dikemukakannya, namun kenyataannya
mereka belum menunjukkan hasil yang gemilang, namun akibat penyakit egoistik
mereka, ahirnya terjadi perpecahan yang mengakibatkan umat bertambah bingung
dalam kebingungannya dan bertambah terbelekang dalam keterbelakangnnya. Itulah
sebabnya diperlukan sikap jujur dan ikhlas yang akan mendatangkan rahmat dan
pertolongan Allah, yang sudah banyak dilupakan oleh para pemuka umat akibat
metode pendidikan Barat yang terlalu mengutamakan rasional.
Dengan sikap jujur dan ikhlas inilah perlu dipertanyakan kenapa metode
perjuangan yang diterapkan oleh para pemuka umat terdahulu kurang mampu
mengantarkan umat menuju kebangkitan dan kemengangan yang dicita-citakan, lebih
jauh mengapa metode perjuangan itu mengalami kegagalan demi kegagalan jika
memang disepakati telah mengalami kegagalan. Atau kenapa metode perjuangan itu
sangat lambat dalam membangkitkan umat dari keterbelakangannya, sementara sejarah
membuktikan bahwa Rasulullah dan para sahabatnya memerlukan waktu 23 tahun saja
dalam merubah wajah dunia dan kurang 30 tahun menguasai 2/3 dunia. Pedoman yang
digunakan Rasulullah dan para sahabatnya dalam membangun peradaban baru dunia
berupa al-Qur’an dan Sunnah tetap berada di tangan umat hari ini, namun kenapa umat
tidak mampu seperti mereka, dimana letak kekeliruannya? Kenapa perjuangan suci
para pemuka umat belum juga mengantarkan Islam pada sebuah titik balik kebangkitan
yang biasa dikenal dengan renaisans, titik balik untuk bangkit kembali menjadi umat
terbaik?

Memahami Rumus Renaisans Islam

Kebangkitan Islam, baik dalam skala yang kecil maupun besar, memiliki rumus
sederhana sebagai tolak ukur untuk dapat memahaminya, termasuk dalam memahami
renaisans Islam. Di bawah ini dikemukakan rumus renaisans sebagai berikut :

R = (Mm) + t
RI = (ImxIm) + It

244
RI = (Mm)+ t) I
R = Renaisans , I = Islam, M = Manusia, m = Manhaj, t = Waktu

Renaisans (R) akan terjadi apabila sudah tampil sekumpulan manusia-manusia


berpotensi (M) yang memimpin sekumpulan masyarakatnya, yang dididik dan
dikembangkan, baik aspek spiritualitas, intelektualitas, karakter, skill, fisik dan semua
potensi kemanusiaannya dengan sebuah metodologi (m) yang paling tepat dan sesuai
dengan kondisi kejiwaan, cita-cita, tingkat pemahaman, dinamika peradaban sebuah
masyarakat, dan mereka tampil pada waktu (t) yang tepat, maka masyarakat tersebut
akan mengalami sebuah kebangkitan. Keadaan ini dapat disaksikan pada proses
renaisans di Barat misalnya. Sebagaimana dinyatakan Prof. Naquib al-Attas dalam Islam
and Secularism, renaisans Barat sangat dipengaruhi oleh Islam, terutama setelah
terjadinya perang Salib yang membawa interaksi cendekiawan Barat dengan peradaban
Islam yang kemudian melahirkan manusia-manusia berkualitas yang mencita-cita
kebangkitan masyarakat mereka, terutama para cerdik pandainya yang berkeinginan
untuk mengadakan perubahan-perubahan. Kebangiktan yang diinsfirasikan oleh
kemajuan peradaban Islam yang telah berhasil mengintegrasikan peradaban-peradaban
klasik paganis dari Yunani, Romawi, Parsia, Mesopetomia, India, dan lainnya dengan
ajaran-ajaran unggul Islam, yang didukung oleh kemajuan perekonomian dan
politiknya. Namun para cendekiawan Barat yang alergi dengan agama Kristen, tidak
menghendaki sebuah kebangkitan berdasarkan Kristen yang menurut mereka sangat
dokmatis dan irrasional. Maka mereka mencari metode (manhaj) tersendiri yang
bernama Sekulerisme. Dengan menerapkan metodologi sekulerisme, para pelopor
renaisans Barat memisahkan peradaban mereka dari pengaruh dokmatis Kristen,
sekaligus membersihkan pengaruh-pengaruh Islam pada peradaban klasik, sehingga
peradaban sekuler Barat mendasarkan renaisansnya kepada peradaban-peradaban
klasik paganis sebelum diislamisasikan oleh cendekiawan Islam. Renaisans Barat,
terutama Eropa mendapat waktu (t) yang sangat tepat untuk bangkit sebagai sebuah
entitas peradaban baru akibat mulai runtuhnya dinasti-dinasti Islam akibat perpecahan
dan peperangan sesama mereka yang mempengaruhi redupnya peradaban Islam.
Lahirlah sebuah peradaban Barat yang berlandaskan sekulerisme dan mendominasi
hingga kini.
Demikian pula halnya dengan Renaisans Islam (RI) atau Kebangkitan kembali
Islam yang terjadi di awal kebangkitannya yang dipimpin Rasulullah saw ataupun
kebangkitan-kebangkitan setelahnya, yang pada puncaknya pada abad 9 sampai 12 M.
Kebangkitan Islam yang dipimpin Rasulullah terdahulu dapat dikatakan sebagai sebuah
renaisans atau revival, karena pada hakikatnya ajaran yang dibawa Rasulullah adalah
membangkitkan kembali ajaran-ajaran yang telah dibawa oleh para nabi dan rasul
sebelumnya, baik Nuh, Ibrahim, Musa ataupun Isa yang berintikan ajaran pentauhidan
Allah, penyembahan kepada-Nya dan cara-cara (syari'at) dalam penyembahan tersebut.
Kebangkitan kembali yang digerakkan Rasulullah adalah pamungkas dari gerakan-

245
gerakan yang sebelumnya dilakukan oleh para utusan Allah, sehingga risalah yang
diturunkan kepada Muhammad saw adalah ajaran pamungkas dan tersempurna,
karena tidak akan ada nabi dan rasul yang akan diutus sesudahnya. Berdasarkan
Risalah Islam terahir yang diturunkan kepada Muhammad saw inilah kemudian
generasi-generasi Islam pertama yang diikuti oleh generasi sesudahnya sampai
puncaknya pada abad ke 7 Hijriah, yang membangun sebuah peradaban baru dunia
yang telah menjadi jembatan penghubung antara peradaban klasik paganis dengan
peradaban modern.
Gerakan renaisans Islam terbesar, terjadi pada masa kebangkitan awal Islam
yang dipimpin Muhammad Rasulullah, yang telah berhasil membangun sebuah
masyarakat berperadaban tinggi yang dikenal dengan "masyarakat Madinah" dengan
peradabannya. Peradaban Masyarakat Madinah menjadi tolak ukur dan fondasi
pembangunan peradaban-peradaban Islam selanjutnya. Peradaban Madinah adalah
protipe peradaban yang dikehendaki Allah pada manusia, karena pada waktu itu
wahyu Allah Sang Pencipta, baik berupa al-Qur'an ataupun sunnah, terlibat langsung
dalam pembentukan masyarakat dan peradabannya. Bahkan banyak sekali ayat-ayat al-
Qur'an yang diturunkan sesuai dengan keadaan masyarakat, baik yang
memerintahkannya, melarang, mencegah, mengkoreksi ataupun memberi arahan dan
ancaman. Sebagaimana dikatakan Sayyid Qutb, telah terjadi interaksi antara langit dan
bumi, antara Sang Maha Pencipta dengan ciptaan dalam membangun sebuah peradaban
tinggi, yang akan menjadi fondasi dalam pembangunan peradaban selanjutnya sampai
ahir kehidupan manusia.
Maka renaisans Islam (RI) atau kebangkitan kembali Islam hanya dapat diraih
apabila telah wujud sekumpulan manusia-manusia berpotensi (M) yang telah dididik
dalam ajaran Islam (I) seperti generasi Islam pertama yang dibina Rasulullah,
kemudian diterapkan metode/manhaj (m) Islami dalam seluruh aspek gerakannya
yang berdasarkan kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasul dan puncak kejayaannya
ditentukan oleh waktu (t) (periodeisasi) kebangkitan yang telah ditetapkan oleh Allah
di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah.
Demikian pula nilai kebangkitan dan kemenangan Islam ditentukan sepenuhnya
oleh sejauh mana penerapan metode, keterlibatan manusia dan ketentuan waktu.
Semakin unggul metode yang diterapkan dan semakin unggul manusia yang terlibat
dan sesuai dengan waktunya, maka akan terjadi kebangkitan dan kemenangan Islam
yang luar biasa.
Rumus di atas pada hakikatnya berdasarkan pada sebuah hadits yang sangat
populer dikalangan umat, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Khuzaifah al-Yaman,
yang berkata bahwasanya Rasulullah telah bersabda :
Tegaklah pada kamu zaman Nubuwwah (Kenabian) sampai beberapa masa yang
dikehendaki Allah, maka terjadilah ia, kemudian diangkat. Kemudian tegaklah sesudah
itu pada kamu zaman Khalifah atas Manhaj Nubuwwah (metode Kenabian), maka
terjadilah ia padamu beberapa lama yang dikehendaki Allah, kemudian diangkat.
Kemudian tegaklah pada kamu Kerajaan yang menggigit (feodal) maka terjadilah ia

246
padamu beberapa lama yang dikehendaki Allah, kemudian diangkat. Kemudian tegaklah
sesudah itu Kerajaan sesat/cacat, terjadilah beberapa lama yang dikehendaki Allah,
kemudian diangkat. Kemudian setelah itu tegaklah padamu Khalifah atas Manhaj
Nubuwwah (metode Kenabian) yang mengamalkan sunnah Rasul di kalangan manusia.
Islam akan tersebar luas di muka bumi yang diridhai oleh penghuni langit dan bumi.......
(HR, Ahmad dan Tabrani)

Hadits di atas dengan gamblang menyatakan tentang syarat-syarat sebuah


kebangkitan dan kemenangan Islam yang meliputi manusia-manusia unggul yaitu
Nabi dan Khalifah, metode (manhaj) yaitu Manhaj Nubuwwat dan priodeisasi
sejarah Islam dengan masa-masanya. Kebangkitan Islam pertama di zaman Rasulullah
saw. Kebangkitan Islam terjadi apabila Allah SWT menurunkan ajaran Islam yang
bersifat abadi berupa wahyu kepada utusan-Nya, Muhammad Rasulullah, disamping
ajaran ini, Allah telah menurunkan metode (manhaj) dalam mengaplikasikan ajaran
Islam kepada masyarakat Makkah pada waktu itu. Rasulullah mengajarkan dan
mengembangkan Islam dengan metode (manhaj) sehingga lahirlah manusia-manusia
unggul yang menjadi pendukung gerakan kebangkitan Islam dan pada itu adalah
waktunya tepat, yaitu waktu yang telah dijanjikan Allah kepada Nabi-Nabi terdahulu
tentang akan terjadinya kebangkitan yang akan dipimpin oleh seorang Rasul Allah.
Itulah sebabnya, untuk mengawali gerakan kebangkitan kembali Islam masalah pertama
harus difahami adalah mengetahui karekteristik manusia-manusia unggul yang
dikehendaki Islam, metode/manhaj yang telah mengantarkan generasi Islam terdahulu
dalam mencapai kegemilangan, serta waktu atau priodeisasi yang telah digariskan
Allah terhadap Islam.
Mungkin banyak yang masih keliru dalam memahami priodeisasi kebangkitan
Islam yang dimaksudkan hadits di atas maka hal ini perlu dijelaskan agar tidak
menimbulkan salah faham. Priodeisasi kebangkitan dan kemunduran Islam dimulai
dengan bangkitnya Rasulullah saw sebagai Nabi dan Rasul terahir, masa ini dinyatakan
sebagai masa Nubuwwat (Kenabian). Setelah Rasulullah wafat, beliau digantikan oleh
para Kholifah yang mendapat petunjuk dan menegagakkan manhaj (metode)
Nubuwwat. Setelah berahirnya masa pemerintahan Sayyidina Ali sebagai Khalifah
terahir sebagaimana disepakati mayoritas umat, masuklah masa pemerintahan dengan
sistem Kerajaan feodalis Muslim yang menerapkan sistem monarkhi absolut yang
dipimpin oleh Muawiyah bin Abi Sofyan dan diteruskan oleh keturunannya. Sistem
pemerintahan kerajaan feodalis Muslim ini berlangsung terus sambung menyambung
dengan pergantian dinasti demi dinasti sampai berahirnya sistem ini di Turki yang
diberi lebel Khilifah Islamiyah. Sesudah itu tegaklah sistem pemerintahan sesat (mulk
al-Jabariyyan) yang mengadopsi sistem penjajah sekuler yang memisahkan peranan
agama dalam kehidupan duniawi, baik yang berbentuk sosialisme-komonisme,
demokrasi liberal ataupun percampuran diantara keduanya yang menolak peranan
wahyu dalam sistem pemerintahannya. Ciri khas pemerintahan ini sangat memberikan
kekuasaan mutlak kepada rakyat dan apabila rakyat mayoritas menghendaki kerusakan

247
dan kemusyrikan, maka akan tegak kerusakan dan kemusyrikan di tengah-tengah
masyarakat. Setelah dunia dipenuhi oleh kezaliman dan kesesatan akibat ditegakkanya
sistem hidup sekuler akan tegak kembali sistem pemerintahan Islam terahir dibawah
pimpinan seorang Khalifah adil dan bijaksana yang menegakkan Manhaj Nubuwwat.
dan akan mengantarkan dunia ini menuju keadilan dan kemakmuran sejati selama yang
diizinkan Allah.
Jadi untuk menilai sejauh mana keabsahan teori yang dikemukakan para
pemuka umat, dapat dinilai dari produk manusia-manusia unggul yang dihasilkan
gerakannya, kemudian sejauh mana kesahihan metode/manhaj mereka dengan manhaj
Nubuwwat dan apakah waktunya tepat dengan yang dijanjikan Allah SWT bagi sebuah
kebangkitan Islam. Pada hakikatnya, kebangkitan Islam, kehadiran manusia-manusia
unggul, manhaj dan masa kegemilangan Islam adalah diantara perkara-perkara yang
telah ditetapkan Allah untuk menguji sejauh mana amal kebajikan hamba-hamba-Nya
dalam menghadapi realitas kehidupannya. Apakah dengan kemenangan Islam lalu
mereka menjadi lalai dan lupa diri atau apakah dengan kemunduran dan kekalahan
Islam mereka akan menjadi putus asa.
Secara jujur dan ikhlas harus diakui bahwa kurang maksimalnya keberhasilan
para pemuka umat terdahulu dalam membina dan membangun kegemilangan Islam
disebabkan oleh kerancuan mereka dalam memahami esensi kebangkitan Islam.
Kebangkitan yang harus ditopang oleh generasi-generasi Muslim unggul yang lahir dari
sistem pendidikan dan pembinaan ajaran Islam dengan karakteristik khasnya,
kemudian pada mereka ditegakkan metode (manhaj) Islam yang akan diterapkan dalam
kehidupan nyata masyarakat, baik aspek spiritual ataupun intelektualnya. Dan terahir
masalah waktu yang akan menentukan keberhasilan dan kegemilangan kebangkitan
kembali Islam. Jika sudah terdapat generasi Muslim unggul dan diterapkan manhaj
Islami, namun apabila waktu tidak mendukung, maka kebangkitan dan kemenangan
akan terjadi sesaat saja dan tidak mampu membangun dan memimpin peradaban dunia
sebagaimana dilakukan generasi Islam pertama.
Dalam hal ini, kasus Ikhwan al-Muslimun di Mesir adalah contoh yang terbaik.
Hasan al-Banna dengan kepemimpinannya yang kharismatis telah menggabungkan
metode Islami dengan jeniusnya serta didukung oleh pengikut-pengikut setia sehingga
mampu membuat gerakan yang besar dan ditakuti musuh-musuhnya. Beliau mampu
mengkombinasikan antara keilmuan Al-Azhar dengan gerakan Pan-Islamisme al-
Afghany sehingga menghantarkan Ikhwan menjadi gerakan yang melahirkan generasi
unggul pada dunia modern. Namun faktor waktu yang dijanjikan tidak berfihak pada
gerakan ini, sehingga dengan mudah dapat dipatahkan musuh Islam. Walaupun
mungkin ada yang berpendapat bahwa kegagalan Ikhwan akibat kelemahan sistem
pembinaan atau organisasinya. Namun pembunuhan Hasan al-Banna, pemimpin utama
gerakan yang masih berusia kurang dari 40 tahun adalah jawaban dari keragu-raguan
ini. Jika Allah mengizinkan Imam al-Syahid Hasan al-Banna hidup lebih lama, karena
Nabi Muhammadpun diangkat menjadi Rasul pada usia 40 tahun, maka dunia Islam
pasti akan berwajah lain. Namun demikianlah taqdir Allah, generasi Muslim terunggul

248
abad ini harus meninggalkan perjuangan sucinya dengan kematian suci pula. Setelah
syahidnya Hasan al-Banna belum ada yang mampu menggantikan kedudukan beliau
dalam membina generasi Muslim unggul dan mengaplikasikan metodenya dalam
masyarakat modern. Pemimpin-pemimpin penggantinya hanya mampu membangun
gerakan-gerakan lokal atau sempalan yang tidak dapat merubah keadaan masyarakat
secara maksimal ataupun hanya menjadi gerakan-gerakan intelektual yang hanya
menyebarkan pengetahuan dan pemikiran tanpa membangun gerakan jama’ah
sebagaimana dilakukan Imam Hasan al-Banna.
Demikian pula halnya dengan para pemuka umat yang lainnya. Kurang
maksimal keberhasilannya dalam mencetak generasi-generasi Islam yang unggul
ataupun dalam menerapkan manhaj sebagaimana yang dikehendaki Islam sehingga
mereka tidak pernah sampai pada kebangkitan Islam sebenarnya. Apalagi jika mereka
coba-coba mengadopsi metode-metode lain yang diciptakan diluar sistem Islam dalam
membina generasi Muslim, maka kebangkitan Islam pasti akan semakin jauh dan umat
bertambah terbelakang, Karena metode-metode selain metode Islami tidak mungkin
akan melahirkan generasi agung sebagaimana generasi Islam pertama, kecuali hanya
melahirkan generasi-generasi bingung yang tidak mengetahui arah tujuannya
sebagaimana keadaan generasi Muslim produk sistem pendidikan sekuler masa ini.
Bahkan metode Barat sekuler yang diterapkan pada sistem pendidikan kaum Muslimin
telah menjerumuskan mereka menjadi generasi yang bernama Islam namun pemikiran
dan tingkah lakunya tidak berbeda dengan orang sekuler yang memisahkan agamanya
dari kehidupan dunia.
Untuk mencapai kebangkitan dan kemenangan Islam yang sempurna
sebagaimana dijanjikan Allah, perlu dibangun dan dikembangkan sebuah model
gerakan Islam yang menjadi penyempurna dari gerakan-gerakan Islam terdahulu dan
yang akan menerapkan metode/manhaj sebagaimana yang dikehendaki Islam.
Gerakan Islam yang akan menerapkan kembali metode yang telah diterapkan
Rasulullah dalam mendidik dan membina generasi-generasi agung terdahulu. Karena
hanya metode inilah yang akan mengantarkan umat menuju kegemilangan kembali
sebagai pemimpin peradaban dunia di masa depan sebagimana dijanjikan dalam hadits
yang telah dikemukakan terdahulu.
Hal terpenting yang harus dilakukan saat ini adalah mengetahui dan memahami
hakikat metode/manhaj yang telah diterapkan Rasulullah dan para khalifahnya,
kemudian menerapkannya dalam kehidupan masyarakat masa kini, sehinngga
terbentuklah masyarakat ideal yang akan menegakkan keadilan dan kemakmuran sejati
sebagimana generasi Islam terdahulu dibawah pimpinan Rasulullah dan para Khalifah
yang mendapat petunjuk.
Maka tidak diragukan lagi bahwa menerapkan kembali manhaj (metode) yang
telah diterapkan Rasulullah dan para khalifahnya adalah satu-satunnya jalan menuju
kebangkitan dan kemenangan yang dijanjikan, kemenangan yang akan menghantarkan
kaum Muslimin menjadi pemuka-pemuka peradaban dunia sebagaimana generasi Islam
pertama terdahulu.

249
Pengertian Manhaj Nubuwwat
Tidak diragukan lagi bahwa kurang maksimalnya keberhasilan gerakan Islam
dewasa ini dalam mengarahkan umat menuju kebangkitan dan membangun kembali
peradaban mereka bersumber dari kesalahfahaman mereka dalam memahi hakikat
ajaran Islam. Dan kesalahfahaman ini tidak lain bersumber dari kerancuan sebagian
mereka dalam memahami metode/manhaj yang dikehendaki Islam. Akibat kerancuan
ini, mereka telah mengadopsi berbagai bentuk metode, baik dari Barat ataupun Timur
yang digunakan untuk menjelaskan dan memahami ajaran Islam dengan tujuan agar
umat bangkit dari keterbelakangannya. Namun realitasnya, walaupun para
cendekiawan yang rancu ini telah menghabiskan waktu beberapa kurun, namun belum
mendatangkan hasil yang memuaskan yang ditandai dengan lahirnya generasi-generasi
Islam yang unggul dan ulung. Itulah sebabnya, untuk membangkitkan umat kembali,
para cendekiawan Muslim harus menoleh ke belakang, mengkaji lagi sejarah
kegemilangan Islam dan mengenal pasti perkara-perkara yang telah menjadikan
generasi Islam terdahulu sebagai generasi terbaik.
Imam Malik RA telah menyatakan : Umat ini tidak akan bangkit kembali, kecuali
dengan cara kebangkitannya terdahulu. Pendapat Imam besar Islam ini adalah merupakan
hasil pemikiran beliau yang mendalam berkat keluasan ilmu yang dimilikinya. Umat
yang terbelakang dewasa ini, tidak mungkin akan bangkit, kecuali dengan
metode/manhaj yang telah ditempuh umat terdahulu yang telah membawa
kegemilangan. Maka dengan demikian, jelaslah kunci kemenangan terdapat pada
generasi Islam pertama.
Kunci untuk memahami metode Islam yang akan mengantarkan umat menuju
kemuliaan dan keagungan adalah memahami metode yang diterapkan generasi Islam
pertama. Metode/manhaj yang diterapkan generasi Islam terahulu yang telah
mengantarkan mereka menuju kegemilangan dan juga yang akan mengantarkan
generasi Islam sesudahnya menuju kegemilangan, sebagaimana diterangkan hadits
terdahulu, adalah manhaj Nubuwwat.
Maka dengan pengertian hadits di atas serta pendapat Imam Malik RA, jika para
pemimpin Islam ingin mengangkat kembali harkat dan martabat umat dari kehinaan
dan keterbelakangannya masa ini, tidak ada jalan lain kecuali dengan menegakkan
kembali manhaj/metode yang telah dijalankan oleh Rasulullah dan Para Sahabatnya
terdahulu yang telah menghantarkan mereka menuju kegemilangan dan kemenangan.
Manhaj Nubuwwat (metode Kenabiaan) harus difahami kembali dengan benar,
kemudian dilaksanakan dalam kehidupan sebagaimana yang dikehendaki Allah dan
Rasul-Nya. Dengan memahami karekteristiknya dengan pasti, kemudian
mengaplikasikannya bagian demi bagiannya pada kehidupan masyarakat Islam masa
kini, sebagaimana Rasulullah mengaplikasikannya kepada masyarakatnnya dahulu.

Kegagalan dalam memahami makna dan hakikat manhaj Nubuwwat dalam


kehidupan akan membawa dampak yang sangat buruk kepada umat. Karena mereka

250
menganggap Islam tidak memiliki metode dalam menerapkan ajarannya sehingga
mereka leluasa mengadopsi metode-metode selainnya yang justru akan mengakibatkan
hilangnya nilai-nilai Ilahiyah yang terkandung dalam ajaran Islam akibat campur
tangan manusia. Sebagaimana yang terjadi pada umat masa ini, akibat campur tangan
mereka yang terlalu jauh dalam metode untuk memahami dan mengamalkan Islam,
ahirnya Islam menjadi ajaran statis yang hanya dipelajari sebagai pengetahun belaka,
bukan sebagai amalan yang diterapkan dalam kehidupan nyata sebagaimana yang telah
dilakukan generasi Islam pertama.
Manhaj Islam dengan syare’at Islam adalah dua perkara yang tidak dapat
dipisah-pisahkan satu dengan lainnya, karena keduanya adalah satu kesatuan yang
saling berhubungkait dan saling menyempurnakan. Jika syari’at Islam diumpamakan
seperti sebuah bangunan rumah yang indah dan megah, maka manhaj Islam adalah tata
cara (master plan) dalam membangun rumah tersebut. Rumah tidak akan mungkin
berdiri dengan megahnya tanpa dijelaskan dan dirincikan bagaimana cara
mendirikannya dengan sempurna sesuai dengan petunjuk sang pemilik rumah.
Bagaimanapun hebatnya seorang tukang pembuat rumah, tidak mungkin dapat
membangun rumah yang indah dan megah tanpa mengetahui master plan rumah
tersebut dengan segala rinciannya. Dari mana mulai membangunnya, kemudian tahap
demi tahapannya, modelnya, arsitekturnya dan segala detil rumah tersebut yang rumit.
Para tukang bangunan pasti akan kebingungan setengah mati jika membangun
rumah/gedung tanpa master plan yang dikehendaki oleh pemilikinya. Bangunan
rumah saja memerlukan petunjuk pelaksanaan (master plan) dalam membangunnya,
apalagi syari’at Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, dari jiwanya
yang tersembunyi, fisiknya, pemikirannya, hubungannya dengan sesama makhluk dan
dengan Penciptanya serta segala kekomplekan manusia dengan kehidupannya di muka
bumi ini. Itulah sebabnya Allah Yang Maha Mengetahui sebagai Pencipta manusia
dengan Kasih Sayang-Nya yang tidak terhingga telah menurunkan petunjuk
pelaksanaan (master plan) kepada Rasulullah dalam membangun syari’at Islam agar
manusia tidak kebingungan dan tersesat dalam membangunnya. Petunjuk pelaksanaan
dalam merealisasikan syari’at Islam inilah yang dikenal dengan manhaj Islam atau
manhaj Nubuwwat.
Maka dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwa memahami manhaj Islam
adalah sama pentingnya dengan memahami syari’at Islam. Dengan demikian,
menegakkan manhaj Islam adalah sama pentingnya dengan menegakkan syari’at Islam
dalam kehidupan. Jika seorang Muslim tidak memahami dan tidak menegakkan syari’at
Islam dikatakan sebagai seorang yang ingkar, maka demikian halnya jika mereka tidak
menegakkan manhaj Islam dalam kehidupannya. Itulah sebabnya, menegakkan manhaj
Islam adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pengamalan ajaran Islam secara total.
Apalagi manhaj Islam adalah kunci dalam menegakkan syari’at Islam, tanpa memahami
manhaj Islam dengan baik dan betul, tidak mungkin ditegakkan syari’at Islam dengan
sempurna. Menegakkan syari’at Islam adalah wajib hukumnya, dan para ulama tidak
berbeda pendapat dalam hal ini, maka menegakkan manhaj Islam sebagai syarat mutlak

251
tertegaknya syari’at Islam adalah wajib pula hukumnya sebagimana disebutkan kaidah
fiqh : Sesuatu yang wajib tidak tertegak kecuali dengannya, maka ia menjadi wajib pula.

Pengertian Manhaj
Sesungguhnya Allah Maha pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia
yang telah diciptakan-Nya dan telah diberikan kepadanya amanah sebagai khalifah
(wakil) yang akan mengelola alam sesuai dengan kehendak-Nya. Untuk
menyempurnakan kasih sayang-Nya, Allah SWT telah menurunkan kepada manusia
pedoman hidup yang akan membimbingnnya menuju keselamatan dan kemenangan.
Pedoman hidup itu berbentuk syari’at dan manhaj, sebagaimana disebutkan al-Qur’an :
..... tiap-tiap umat telah Kami jadikan baginya syari’at dan manhaj....... ( QS, al-Maidah : 48)
Syari’at adalah undang-undang dan peraturan yang diturunkan Allah SWT
untuk mengatur kehidupan umat manusia agar tercipta keamanan, kedamaian dan
keadilan di muka bumi, yang meliputi hubungan antara manusia dengan Allah,
manusia dengan manusia dan manusia dengan seluruh makhluk di alam raya ini.
Sementara manhaj adalah tatacara atau metode dalam melaksanakan syari’at tersebut di
dalam kehidupan nyata secara sistematis sesuai dengan tahapan-tahapannya.
Para Nabi terdahulu, baik Nuh AS, Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS dan lainnya
masing-masing di utus Allah dengan membawa syari’at dan manhaj yang sesuai dengan
keadaan dan tingkatan masyarakat mereka. Syari’at mereka adalah sama, yaitu untuk
menegakkan Tauhid, keesaan Allah SWT dalam segala aspek kehidupan dan menjauhi
thoghut, tuhan-tuhan selain dari Allah SWT.138 Namun manhaj mereka berbeda, yaitu
pelaksanaan syari’at dalah kehidupan nyata mereka adalah berbeda menurut keadaan
dan tingkatan masyarakat yang dibimbingnnya. Maka manhaj yang turun kepada para
Nabi dalam rangka menegakkan tauhid ini juga berbeda. Sebagai contoh, Nabi Ibrahim
AS membawa tugas menegakkan tauhid, demikian pula halnya dengan Nabi terahir,
Muhammad SAW, namun manhaj (tatacara) mereka melaksanakan tauhid ini berbeda.
Nabi Ibrahim AS tidak membawa perintah solat lima waktu, puasa di bulan ramadhan
dan lain-lain perintah Allah sebagaimana diperintahkan kepada Nabi Muhammad, yang
mana hal ini merupakan manhaj (cara) mencapai syari’at mentauhidkan Allah SWT.
Para Nabi dan Rasul silih berganti diutus Allah dengan membawa syari’at dan
manhaj yang akan membimbing umat manusia menuju kehidupan ideal dibawah
pancaran keridhaan Allah. Apabila manusia menyimpang dan melupakan syari’at dan
manhaj para Nabi terdahulu, Allah SWT dengan kasih sayang-Nya senantiasa mengutus

138
Masalah ini diterangkan beberapa ayat, diantaranya;
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan) “sembahlah Allah saja dan
jauhilah thaghut” (QS. al-Nahl : 36)
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, “bahwasanya tidak
ada Ilah (Tuhan) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku. (QS. al-Anbiya’:25).
Katakanlah :”Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Robbku pada jalan yang lurus, yaitu dien yang benar, dien Ibrahim
yang lurus: dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. Katakanlah :”Sesungguhnya solatku,
ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya: dan demikianlah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah. Katakanlah
:”Apakah aku akan mencari Rabb selain Allah, padahal Dia adalah Rabb bagi segala sesuatu”. (QS. al-An’am : 161-4).

252
kembali Nabi dan Rasul dengan membawa syari’at dan manhajnya yang meluruskan,
menggantikan atau menyempurnakan syari’at dan manhaj terdahulu. Karena syari’at
dan manhaj yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah yang terahir, maka ia
harus sempurna, menyeluruh, universal dan tidak ketinggalan zaman sampai ahir
zaman. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dengan segala Kesempurnaan-Nya,
itulah sebabnya Dia menurunkan al-Dien al-Islam yang mengandung ajaran sempurna
dan lengkap dan membahas seluruh aspek kehidupan manusia menurut tingkat
pemikiran dan pengetahuannya sampai ahir zaman. Tidak ada satu aspekpun
kehidupan manusia yang terabaikan, syari’at dan manhajnya tidak akan ketinggalan
zaman, walaupun zaman datang silih berganti, karena ajarannya diturunkan dalam
bentuk global dan mengandung pokok-pokok kehidupan manusia yang terpenting.
Dengan syari’at dan manhaj inilah Rasulullah membimbing bangsa Arab
Jahiliyah yang terpecah belah dan terbelakang dengan penuh ketekunan dengan
tahapan-tahapan pembinaannya yang khas. Kemudian sejarah membuktikan,
bagaimana bangsa Arab Jahiliyah itu tumbuh dan berkembang menjadi bangsa besar
dan utama serta kuat, memiliki wilayah kekuasaan yang luas, menumbangkan
penjajahan dan kezaliman super power Romawi dan Persia dan menegakkan keadilan
dan kemakmuran di seluruh wilayah kekuasaannya. Semua keagungan dan keutamaan
bangsa Arab itu adalah berkat syari’at dan manhaj yang diturunklan Allah kepada Nabi
Muhammad SAW. Demikian pula sejarah telah membuktikan, generasi-generasi setelah
mereka, walaupun tetap memelihara dan menjalankan syari’at Allah, namun lalai
melaksanakan sepenuhnya manhaj yang menyertai syari’at Islam. Pada saat inilah awal
kemunduran kaum Muslimin, yaitu pada saat mereka mengganti manhaj Islam dengan
manhaj/metode selainnya dalam memahami dan mengamalkan al-Dien al-Islam, baik
yang bercorak filsafat, sufi, kalam ataupun fiqh. Akibatnya telah lahir generasi-generasi
yang berbeda dengan watak dan karakteristik generasi Islam pertama. Walaupun
mereka dapat menghasilkan perbendaharaan pengetahuan yang menjulang tinggi,
namun mereka tidak dapat menyamai kesempurnaan generasi terdahulu yang dibina
atas manhaj Nubuwwah, metode yang diterapkan Rasulullah. Keadaan menjadi lebih
buruk apabila pintu ijtihad dinyatakan tertutup, karena Ijtihad merupakan salah satu
cara dinamis manhaj Islam yang akan mempertahankan keuniversalannya sampai ahir
zaman.
Setiap penyimpangan atau campur tangan manusia di dalam manhaj ini,
bukannya menambah keunggulannya, namun semakin menghancurkannya,
menghilangkan keutamaan-keutamaan Ilahiyah yang terkandung didalamnya yang
telah disusun dengan amat sempurna oleh Maha Pencipta Alam. Itulah sebabnya Islam
melarang sejak awal penambahan-penambahan semacam ini yang dikenal dengan
bid’ah, bahkan Rasulullah menyatakan bahwa setiap bid’ah adalah sesat dan setiap
yang sesat dimasukkan ke dalam neraka (HR. Bukhari Muslim). Ini jelas karena syari’at
dan manhaj yang ada di dalam al-Dien al-Islam telah sempurna; tidak memerlukan
tambahan-tambahan ataupun perubahan-perubahan. Setiap keputusan yang telah
ditetapkan Allah dan Rasul-Nya di dalam syari’at dan manhaj adalah mutlak, tidak

253
dapat diubah, ditambah dan diganti, karena ini di luar kemampuan dan pengetahuan
manusia, sebagaimana ditegaskan Allah dan Rasul-Nya :
Sesungguhnya tidak ada perkataan lain yang diucapkan orang-orang Mukmin jika
diseru agar mentaati Allah dan Rasul-Nya dalam berhukum di antara mereka, kecuali
perkataan :”Kami mendengar dan kami mentaatinya”.
(QS, al-Nur : 51)
Dan tidaklah patut bagi laki-laki Mukmin dan perempuan-perempuan Mukmin, jika
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu keputusan untuk memilih selainnya dari
urusan tersebut, dan barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, sungguh
dia telah sesat, sesat yang nyata.
(QS, al-Ahzab : 36)

Tidaklah beriman salah seorang diantara kamu sehingga dia mengikuti apa-apa yang aku
bawa padanya. (HR. Tirmizi)

Berpegang teguh kepada syari’at dan manhaj merupakan realisasi ketaatan


kepada Allah dan Rasul-Nya yang seringkali ditegaskan al-Qur’an dan al-Hadits.
Penyelewengan dari syari’at dan manhaj yang diajarkan Islam adalah sama artinya
dengan tidak mentaati Allah dan Rasul-Nya. Ini berarti penentangan terhadap Allah
dan Rasul-Nya yang pasti akan mengakibatkan kecelakaan dan kehinaan bagi siapa
yang melakukannya.
Sejak generasi terdahulu sampai masa ini, sejak kaum Muslimin meninggalkan
manhaj Islam yang unik dan sempurna dalam melaksanakan syari’at Islam, mereka
belum pernah mengalami kecemerlangan sebagaimana generasi awal, kecuali
sekelompok kecil yang belum mampu merombak wajah dunia. Padahal al-Qur’an dan
al-Sunnah, sumber utama syari’at dan manhaj yang digunakan generasi Muslim
terdahulu masih tetap utuh di tangan kaum Muslimin sampai hari ini. Namun mengapa
mereka menjadi ummat yang terbelakang, yang terbodoh, termiskin, teraniaya dan
terendah kualitas SDM-nya diantara seluruh bangsa-bangsa dunia ? Mengapa mereka
tidak mampu menjadi seperti generasi-generasi Islam pertama yang merupakan ummat
terbaik, termaju, tercemerlang dan paling berkualitas serta menjadi mercusuar
peradaban dunia ?
Jawabannya jelas, semua ini terjadi akibat terlalu banyak penyimpangan dan
campur tangan manusia di dalam manhaj Islam yang telah diturunkan Allah SWT.
Mereka telah mengubah, memisah-misahkan serta mengembangkan manhaj Islam yang
sempurna menjadi manhaj ala fiqh, manhaj ala filsafat, manhaj ala kalam dan manhaj
ala sufi. Mereka telah membangun manhaj-manhaj baru yang dikatakannya sebagai
pengembangan manhaj Islam, namun pada hakikatnya mereka telah mengadopsi
manhaj selain manhaj Islami kemudian mengawinkannya dengan manhaj Ilahiyah yang
ahirnya melahirkan manhaj baru yang kadangkala tidak sesuai atau bahkan
bertentangan dengan nilai-nilai manhaj Islam. Manhaj Ilahiyah yang suci dan sempurna
dicampur aduk dengan manhaj rekaan manusia yang serba lemah dan kurang. Manhaj

254
Islam yang diterapkan Rasulullah dikawinkan dengan manhaj filsafat Yunani, manhaj
kerahiban Nashrani, manhaj akliyah Israiliyat dan manhaj-manhaj manusiawi lainnya,
sehingga manhaj Islam hilang terkubur di antara tumpukan manhaj-manhaj manusiawi
tersebut yang ahirnya menjadikannya sebagai manhaj statis yang tertinggal di dalam
teori-teori pengetahuan, baik dalam ilmu Kalam, ilmu Tauhid, ilmu Filsafat, ilmu fiqh,
ilmu tasawwuf dan lainnya. Sejak itu tidak pernah lahir generasi-generasi Islam yang
merombak tatanan dunia sebagaimana generasi Islam pertama akibat ditinggalkannya
manhaj Islam dalam menegakkan syari’at Islam yang hakikatnya bertujuan untuk
melahirkan ummat terbaik.
Perkataan Manhaj sendiri berasal dari pangkal kata bahasa Arab yang
digunakan oleh Islam dengan pengertian yang lebih khusus daripada pengertian-
pengertian umum yang difahami masyarakat Arab pra Islam, sebagaimana perkataan
sholat, zakat, jihad, hajj dan sejenisnya. Jadi untuk memahami pengertiannya secara
tepat, harus dicari akar katanya dari sumber-sumber ajaran Islam, seperti al-Qur’an, al-
Hadits dan gramatika bahasa Arab.

Manhaj di al-Qur’an
Al-Qur’an menyebut perkataan manhaj dalam surat al-Maidah ayat 48;139
Dan Kami turunkan al-Kitab (al-Qur’an) kepadamu dengan membawa kebenaran, yang
membenarkan kitab-kitab terdahulu, sebagai penimbang atas kitab-kiab itu. Maka berilah
hukum kepada mereka menurut hukum yang telah diturunkan Allah kepadamu.
Janganlah kamu mengikuti kemauan mereka yang menyeleweng dari kebenaran yang ada
padamu. Tiap-tiap ummat telah kami jadikan padanya syariat dan manhaj. Jikalau
Allah menghendaki, maka Dia dapat menjadikan kamu satu ummat saja, tetapi Dia mau
menguji kamu tentang apa yang telah diberikan-Nya....... (QS. al-Maidah : 48)

Umumnya para Mufassirin seperti Ibnu Abbas140, Thabari141, Qurthubi142, al-


Qashimi143, al-

139
al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, juz VI. (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm. 129-130
140
Ibnu Abbas, Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas, (Teheran : Intatsorot Istiqlal, tt) hlm. 95
141
Thabari, Tafsir al-Thabari, Jil. 10 (Kaherah : Dar al-Maarif, tt) hlm. 384
142
Qurthubi, al-Jami’ al_Ahkam al-Qur’an, juz. 5 (Beirut : Dar Ihya’ al-Turats al-Arbi, 1965) hlm. 211.
143
Jamaluddin al-Qashimi, Mahasin al-Ta’wil,juz 6. (Beirut : Dar Ihya’ al-Kutub al-Arbi,1958) hlm.2017

255
Radzi144, Ibnu Katsir145, al-Naisaburi,146 al-Alusyi147, Jalalayn148, Khazin149, al-Baghawi150,
al-Syaukani151, al-Nasafi152, al-Wahidi153, al-Qushairi154, al-Baidhawi155, al-Zamakhsari156,
al-Mudzkari157, Ibn Abi Hayyan158, Thantawi Jauhari159, al-Thaba’-taba’i160, al-
Sabzawari161, Jawad al-Mughniyah162, al-Shabuni163, al-Maraghi164, Abduh165, Sayyid
Qutb166, Said Hawwa167 dan lainnya mengartikan manhaj sebagai thariqan wadhihan
(jalan yang terang benderang) atau sabilan (jalan).
Di antara mereka ada pula yang menukilkan pendapat bahwa manhaj satu
makna dengan syari’at, di mana manhaj berfungsi sebagai penguat (taukid) dari kata
syari’at yang mendahuluinya, sebagaimana dinukilkan al-Alusyi dan Khazin.168 al-
Thabari menyebutkan bahwa ada perbedaan di antara para Mufassirin dalam
mengartikan li kulli min kum (pada tiap-tiap kamu). Ada yang mengartikan kum (kamu)
dengan arti seluruh umat manusia dari zaman dahulu telah diturunkan kepada mereka
syari’at dan manhaj, namun ada yang mengartikannya sebagai ummat Nabi
Muhammad saja.169
Namun dalam hal ini, sebagaimana dikemukakan Khazin, jika dilihat konteks
ayatnya secara menyeluruh, maka jelaslah ayat tersebut membahas tentang ummat
terdahulu dengan disebut-kannya kitab-kitab terdahulu mereka dan juga kalimat “dan
144
al-Radzi, al-Tafsir al-Kabir, juz III,(Beirut : Dar Fiqr, 1878) hlm. 412-413
145
Ibnu Katsir,Tafsir al-Qur’an al-Adzim. juz II. (Kaherah: Dar al-Khairat, 1988) hlm.63
146
al-Naisaburi, Gharaib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, (Hulfa : M.Nashir al-Halbi, 1962) hlm. 107-108.
147
al-Alusyi al-Bagdadi, Ruh al-Ma’ani, juz V-VI (Beirut : Dar Ihya’ al-Turats al-Arbi, Thaba’ah Rabi’ah, 1985)
hlm.153
148
al-Jalalayn, Tafsir Jalalayn, (Beirut : Dar Fiqr, 1981) hlm.102.
149
Khazin (Ibrahim al-Bagdadi), Tafsir al-Khazin, juz II (Beirut : Dar Fiqr, 1979) hlm.61
150
al-Baghawi, Tafsir al-Baghawi, juz II, (Beirut : Dar Fiqr, 1979) hlm.61
151
al-Syaukani, Fath al-Qadir, jil.II (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm.48
152
al-Nasafi, Tafsir al-Nasafi, jil.I (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm.286
153
al-Wahidi, Marah labid Tafsit al-Nawawi, jil.I (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm.207
154
al-Qushairi, Lataif al-Isyarah, Tafsir Shauf Kamil li al-Qur’an al-Karim, jil.I (Mesir : Markaz Tahqiq al-Turats,
Thabaah Tsaniyah, 1981) hlm.429.
155
al-Baidhawi, Tafsir Baidhawi, (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm.152.
156
al-Zamakhsari, al-Khasysyaf, jil I, (Beirut : Dar al-Ma’rifah, tt) hlm.618
157
al-Mudzkari, Tafsir al-Mudzkari, jil.III, (Pakistan : Masjid Ruud, 1982)hlm.123
158
Ibn Abi Hayyan, Tafsir al-Bahr al-Muhith, juz III (Beirut : Dar Fiqr, Thaba’ah Tsaniyah, 1988) hlm.102
159
Thanthawi Jauhari, al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an al-Karim, juz II (Teheran : Intasyarat Aatab, Thaba’ah Tsaniyah, 1350 H)
hlm.190
160
al-Thaba’thaba’i, al-Mizan, jil V,(Beirut : Muassasah al-A’lami, Thaba’ah Tsaniyah, 1974) hlm.351
161
al-Sabzawari, al-Jadid fi Tafsir al-Qur’an al-Majid, juz III (Beirut : Dar al-Ta’aruf li al-Batba’ah, 1982)hlm.476
162
Jawad al-Mughniyah, al-Tafsir al-Kasysyaf, jil III (Beirut : Dar Ilm li al-Maliyin, thaba’ah tsaditsah, 1980) hlm.67
163
al-Shabuni, Shafwat al-Tafasir, jil.I (Beirut : Dar al-Qur’an al-Karim,tt) hlm.346
164
al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, juz. VI (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm.129-130
165
Abduh, M, Tafsir al-Qur’an al-Karim, Asyakir bi Tafsir al-Manar, juz.VI, (Beirut : Dar Ma’rifah, tt) hlm.312-313
166
Sayyid Qutb, Fi Zilal al-Qur’an, juz II. (Jeddah : Dar Ilm li al-Thaba’ah, Thaba’ah al-Tsaniyah asyarah, 1987)
hlm.901-902
167
Said Hawa, al-Asas fi al-Tafsir, juz.III, (Kaherah : Dar Salam, 1985)hlm.1397.
168
al-Alusyi,op.cit. hlm.153. Khazin, op.cit,hlm.61
169
al-Thabari, op.cit. hlm.384.

256
sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia dapat menjadikan kamu satu ummat saja”. Maka
yang lebih kuat pendapat yang mengartikan kum sebagai seluruh ummat manusia
sebagaimana difahami jumhur Mufassirin.170
Di antara para Mufassirin, pendapat yang dinukilkan Khazin berkaitan erat
dengan pembahasan di sini, yaitu ketika beliau memberikan penjelasan lebih lanjut
perbedaan antara syari’at dan manhaj dalam menyanggah mereka yang berpendapat
keduanya memiliki persamaan makna sama. Khazin menukilkan :
Dan telah berkata yang terahir, di antara keduanya (syari’at dan manhaj) jauh berbeda,
yaitu sesungguhnya syari’at adalah apa yang diperintahkan Allah SWT kepada
hamba-hamba-Nya, sedangkan manhaj jalan terang dalam merealisasikan
syari’at tersebut.171

Demikian pula pendapat al-Radzi dan al-Maraghi.172


Menurut pendapat terahir ini, maka jelaslah maksud perkataan manhaj pada
ayat di atas menunjukkan pengertian kepada manhaj dalam merealisasikan syari’at
yang diturunkan Allah SWT. Pengertian ini diperkuat pula dengan pendapat beberapa
Mufassirin yang disebutkan terdahulu yang mengartikan manhaj sebagai jalan terang
benderang (thariqon wadhihan) dalam merealisasikan syari’at. Maka dengan demikian
beberapa pendapat para Mufassirin ini dapat dihubungkaitkan dan saling menguatkan
dengan kesimpulan bahwa pengertian manhaj adalah thariq/sabil
(jalan/tatacara/kaedah/metode) dalam merealisasikan syari’at Allah.

Manhaj di Hadits Rasulullah


Ada beberapa hadits Rasulullah SAW yang menggunakan perkataan manhaj ini.
Diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan dari Khuzaifah al-Yaman, yang berkata
bahwa Rasulullah telah bersabda :
Tegaklah pada kamu zaman Nubuwwah (Kenabian) sampai beberapa masa yang
dikehendaki Allah, maka terjadilah ia, kemudian diangkat. Kemudian tegaklah sesudah
itu pada kamu zaman Khalifah atas Manhaj Nubuwwat, maka terjadilah ia padamu
beberapa lama yang dikehendaki Allah, kemudian di angkat. Kemudian tegaklah pada
kamu Kerajaan feodal yang menggigit maka terjadilah ia padamu beberapa lama yang
dikehendaki Allah, kemudian diangkat. Kemudian tegaklah sesudah itu kerajaan sesat
yang menyimpang, terjadilah ia beberapa lama yang dikehendaki Allah, kemudian
diangkat. Kemudian setelah itu tegaklah padamu Khalifah atas Manhaj Nubuwwat
yang mengamalkan sunnah Rasul di kalangan manusia. Islam akan tersebar luas di
muka bumi yang diridhai oleh penghuni langit dan bumi.......

(HR, Ahmad dan Tabrani)

170
lihat, Khazin, op.cit, hlm.61. al-Radzi, op.cit. hlm.412-413. al-Maraghi, op.cit. hlm.129-130.
171
Khazin,op.cit. hlm.61
172
al-Radzi, op.cit. hlm. 413. al-Maraghi, op.cit. hlm.130.

257
Manhaj Nubuwwat di dalam hadits ini diartikan sebagai cara-cara yang
ditempuh oleh Rasulullah SAW dalam melaksanakan seluruh aspek ajaran Islam, baik
dari segi sosial, ekonomi, politik dan lainnya. Hal ini sama dengan pengertian hadits :
Kemudian datanglah setelahmu seorang lelaki yang berjalan di atas manhajmu.
(HR, Ahmad)
Maka dengan demikian, perkataan manhaj dalam hadits-hadits yang digunakan
oleh Rasulullah SAW mengandung pengertian sebagai jalan, cara, metode, jejak dan
sejenisnya.

Manhaj Menurut Bahasa Arab


Ibnu Manzhur dalam Lisan al-Arab menukilkan :
Manhaj berasal dari pangkal kata “nahjun” yang diartikan sebagai “thariq bayyinun
wadhihun” (jalan yang jelas terang benderang). Jama’nya “nahjaatun wa nuhujun wa
nuhu-jun. “Thariqun nahjatun” atau “sabilun manhajun” sama artinya “wadhihuhu”
(meneranginya). Manhaj dengan Minhaj adalah sama artinya “wadhaha wastabaana wa
syara nahjan wadhihan bayyinan (dijelaskan, diterangi, diterangi dengan jelas). Dan al-
Manhaj/al-Minhaj artinya “al-Thariqan al-wadhihan” (jalan yang terang benderang/
tata cara yang jelas).173

Demikian pula halnya para ahli bahasa Arab lainnya mengartikan manhaj
sebagai thariqan wadhihan (jalan yang terang. Di antara mereka adalah Imam al-Radzi 174,
Fairuzzabadi175, Ibnu Faris176, al-Jauhari 177, Farid Wajdi178, dan lain-lainnya179.
Sementara Abd. al-Fattah Hadhar mengartikan manhaj sebagai :
Seni penyusunan yang bernas (sahih) untuk merumuskan susunan pemikiran-pemikiran
yang bijaksana.180

Menurut beberapa penjelasan terdahulu, maka dengan demikian dapat


disimpulkan bahwa pengertian manhaj menurut al-Qur’an, al-Hadits ataupun bahasa
Arab adalah mengandung maksud sebagai tata cara, kaedah, jalan dalam merealisasikan
sesuatu.

Pengertian Manhaj Nubuwwat

173
Ibn. Manzhur, Lisan al-Arab, juz II (Beirut : Dar Shadr, tt) hlm.383.
174
Imam al-Radzi, Mukhtasar al-Shihah, (Beirut : Dar Fiqr, 1981) hlm.881
175
Fairuzzabadi, al-Qamus al-Muhith,jil. I (Beirut : Dar Fiqr, 1978) hlm.210
176
Ibnu Faris, Mu’jam Muqayis al-Lughah, tahqiq Abd. al-Salam Harun, (Beirut : Dar Fiqr, tt)
177
Ismail al-Jauhari, al-Shihah, Taj al-Lughah wa Shihah al-Arabiyah, (Mesir : Dar al-Kitab, tt) hlm.346
178
Farid Wajdi, Dairah Maarif al-Qur’an Isyruun, (Beirut : Dar Fiqr, tt) hlm. 380
179
lihat misalnya : S. Ahmad Ridha, Mu’jam Matan al-Lughah, jil V, (Beirut : Dar Fiqr, 1960) hlm.557. Dr. Ibrahim
Anis, al-Mu’jam al-Washith, juz II, (Mesir : Idarah Ihya’ al-Turats al-Islami, tt) hlm.957.
180
Abd. al-Fattah Hadhar, Azimah al-Bahs althami fi al-Alim al-Arbi. (Riyadh : Ma’had al-Idarah al-Ammah, 1981)
hlm.12

258
Perkataan Nubuwwat sendiri dalam bahasa Arab secara global mengandung
pengertian sebagai kenabian, dalam kontek hadits di atas dan untuk selanjutnya berarti
sebagai kenabian yang diberikan kepada Muhammad Rasulullah. Maka dengan
demikian manhaj Nubuwwat mengandung pengertian sebagai jalan/cara/tatacara/
metode yang telah diterapkan oleh Rasulullah ataupun para shahabat dalam
merealisasikan syari’at Islam dalam kehidupan mereka, baik pada pribadi, keluarga,
masyarakat, pemerintahan, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, pertahanan dan
lainnya. Manhaj ini sendiri telah ditetapkan dan diajarkan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad melalui urutan-urutan wahyu yang diterimanya, berawal dari wahyu yang
turun di gua Hira’ sampai wahyu terahir yang turun ketika perjalanan pulang
Rasulullah dari menunaikan haji terakahir (haji wada’). Dengan demikian manhaj
Nubuwwat adalah manhaj Ilahi yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad
bersamaan dengan diturunkannya syari’at Islam ke muka bumi. Sebagaimana para Nabi
terdahulu yang membawa syari’at dari Allah senantiasa diturunkan bersamanya
manhaj sebagai pedoman dan petunjuk dalam melaksanakan syari’at bagi para
pengikutnya sebagimana dinyatakan al-Qur’an:
.......sesungguhnya pada tiap-tiap ummat telah Kami jadikan padanya syari’at dan
manhaj...... (al-Maidah : 48)
Syari’at Islam yang bersumber dari wahyu mengandung ajaran-ajaran
sempurna, membahas seluruh aspek kehidupan manusia, dari masalah-masalah pribadi
sampai kemasyarakatan dengan teori-teori suci yang dibawakannya secara global,
karena kekomplekannya inilah mutlak diperlukan pedoman nyata dalam
pelaksanaannya. Dapat dibayangkan, bagaimana jadinya jika Allah hanya menurunkan
syari’at saja tanpa pedoman pelaksanaannya, dari mana mengawali pengamalan
ajarannya yang sangat komplek itu yang pasti akan membingungkan para pengikutnya
karena tidak mengetahui susunan sistematikanya. Maka pedoman pelaksanaan syari’at
Islam inilah yang dimaksudkan dengan manhaj Islam yang didalam hadits terdahulu
disebut sebagai manhaj Nubuwwat yang mengandung pengertian sama.
Manhaj Nubuwwat adalah pedoman yang diturunkan Allah kepada Rasulullah
untuk menjelaskan dari mana harus mengawali penerapan ajaran-ajaran Islam yang
luas dan kompleks, tingkatan-tingkatan pelaksanaannya, sistematikanya, susunannya,
bagian-bagiannya, awalnya hingga ahirnya dan masalah-masalah lainnya yang
menyangkut realisasi syari’at Islam di muka bumi. Karena al-Qur’an, sumber utama
syari’at Islam diturunkan Allah sebagaimana pendapat jumhur ulama, secara utuh 30
juz dari sidrat al-Muntaha ke sama’ al-Dunya (langit dunia), dan dari sinilah turun
berangsur-angsur ke bumi sesuai kondisi dan keperluan pengikut-pengiku Islam yang
dididik Rasulullah pada masa itu. Syari’at Islam tidak diturunkan secara sekaligus
kepada Rasulullah dan para pengikutnya, tetapi bagian demi bagian dengan maksud
yang jelas dan terang agar syari’at tersebut dapat dilaksanakan secara tahap demi tahap
sehingga terwujud keseluruhannya dalam kehidupan.
Allah Maha Mengetahui, jika syari’at Islam diturunkan langsung seluruhnya
secara sempurna, tidak mungkin masyarakat dapat menerapkannya sekaligus dalam

259
satu waktu dan serta merta dalam kehidupannya. Karena syari’at Islam yang agung ini
memang memerlukan waktu panjang untuk merealisasikannya dalam kehidupan nyata
sebagimana Rasulullahpun memerlukan waktu 23 tahun untuk menyempurnakan
penerapannya pada para pengikutnya. Jika syari’at Islam diturunkan sekaligus. mereka
pasti akan mengalami kebingungan demi kebingungan, sebagaimana bingungnya
masyarakat Islam dewasa ini yang telah mendapatkan syari’at Islam sudah sempurna,
namun tidak mengetahui bagaimana harus mengaplikasikannya dalam kehidupan
nyata sehingga mereka mencoba-coba untuk membuat berbagai bentuk metode aplikasi
sendiri yang ahirnya menambah kebingungan dan keterbelakangan mereka akibat
kegagalan demi kegagalan dalam menerapkan ajaran Islam. Rasulullah dan para
shahabat berhasil menjadi manusia-manusia unggul yang mencapai kemenangan
karena telah dibimbing Allah dalam merealisasikan ajaran Islam dengan manhaj yang
diturunkan menyertai syari’at. Untuk mencegah kebingungan dan kesesatan
pengikutnya inilah, syari’at Islam turun secara beransur-ansur dengan bagian-bagian
materinya yang merupakan manhaj Islam:
Dan al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan beransur-ansur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi
bagian. (al-Isra’ : 106)

Berkatalah orang-orang yang kafir :”Mengapa al-Qur’an itu tidak diturunkan


kepadanya sekali turun saja ?”. demikianlah supaya Kami memperkuat hatimu
dengannya dan Kami membacakannya bagian demi bagian. (al-Furqan : 32)

Maka dengan demikian jelaslah bahwa manhaj Nubuwwat adalah pedoman


yang terang benderang dalam mewujudkan syari’at dari alam teori/konsepsi menuju
alam nyata pada kehidupan umat manusia. Atas perintah Allah, metode/manhaj inilah
yang telah diterapkan Rasulullah dan para shahabat dalam menegakkan syari’at Islam
dalam diri, keluarga, masyarakat dan segala aspek kehidupan mereka sehingga
menghantarkan mereka menjadi manusia-manusia unggul yang telah membangun
peradaban baru dunia yang berdasarkan pada keagungan ajaran Islam. Mereka
memahami benar cara menerapkan syari’at Islam ke alam nyata kehidupan mereka, dari
mana mengawalinya dengan tingkat-tingkat, bagian-bagian dan sistematika materinya
sehingga menjadi pribadi-pribadi yang tertegak padanya ajaran Islam. Jika diandaikan
syari’at seperti sebuah bangunan, maka Rasulullah benar-benar memahami master plan
bagunan tersebut, benar-benar mengetahui bagaimana cara mewujudkannya dalam
kenyataan sehingga menjadi sebuah bangunan yang indah dan megah. Rasulullah telah
membangun bangunan Islam dengan indah dan megahnya pada pribadi-pribadi para
pengikutnya sesuai dengan petunjuk Sang Pemilik bangunan Islam, sehingga mereka
mendapat julukan sebagai ummat terbaik sepanjang zaman. Rasulullah dan para
shahabat tidak pernah berpaling dari manhaj yang telah digariskan Allah, tidak pernah
timbul keinginan mereka untuk mengadopsi metode-metode yang lain, karena mereka
yakin seyakinnya bahwa metode yang mereka terapkan adalah metode terbaik yang

260
diajarkan oleh Sang Pencipta manusia. Metode siapakah yang lebih baik daripada
metode yang telah ditetapkan Sang Pencipta Yang Maha Mengetahui kepada ciptaan-
Nya ?
Dengan binaan metode ini, para pengikut Rasulullah bagaikan prajurit-prajurit
yang amat taat kepada jendralnya, melaksanakan dengan penuh ketundukan apapun
juga yang diperintahkan kepada mereka. Mereka tidak akan meminta tambahan
perintah sebelum perintah terdahulu mereka amalkan dalam kehidupan. Mereka sangat
yakin bahwa syari’at dengan metodenya yang diberikan Allah kepada mereka dalam
metode terbaik dan tersempurna serta terunggul, karena diturunkan dari Yang Maha
Mutlak Pengetahuan-Nya. Mereka merasa bangga karena Allah berkenan berhubungan
langsung dengan mereka melalui wahyu yang diturunkan kepada Rasul-Nya dan tidak
ada kemuliaan tertinggi bagi mereka yang melebihi karunia ini. Sang Pencipta alam
raya berkenan berhubungan dengan mereka lalu mengajarkan hal-hal terbaik demi
kebaikan dan kesempurnaan mereka. Allah telah berkenan mengatur mereka secara
langsung dengan manhaj-Nya yang telah mengantarkan mereka sebagai generasi-
generasi agung.
Namun berbeda halnya dengan generasi-generasi sesudah mereka yang
melalaikan manhaj Nubuwwat yang unik ini. Walaupun syari’at Islam beserta sumber
utamanya, al-Qur’an dan al-Sunnah, yang diturunkan kepada generasi terdahulu masih
tetap utuh di tangan mereka, namun mereka tidak dapat mencapai taraf keagungan
sebagaimana generasi terdahulu. Bahkan sejarah membuktikan mereka adalah generasi
yang menyimpang dari jalan generasi para pendahulu mereka. Mereka menggunakan
kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan keluarganya, menindas penegak-penegak
keadilan sejati karena kepentingan duniawi bahkan membunuh sebagian shahabat yang
telah membela Rasulullah dan keluarganya. Dan mereka telah melakukan berbagai
bentuk penyimpangan yang tidak pernah dikenal generasi Islam terdahulu. Hal ini
tejadi karena mereka tidak menerapkan syari’at Islam menurut manhajnya sebagaimana
Rasulullah dan para shahabat yang telah mengikuti semua tingkatannya dengan
cemerlang. Generasi ini telah mengadopsi metode-metode asing ke dalam Islam yang
akan menghasilkan generasi-generasi yang kualitasnya jauh dibawah standar Islam
yang menghendaki generasi-generasi unggul yang berjiwa khalifafatullah dan hamba
Allah. Mereka telah memperlakukan Islam sebagai obyek pengetahuan yang diulas
panjang lebar dengan perincian-perinciannya yang rumit seperti model pembahasan ala
filsafat, sehingga menghasilkan pemahaman asing terhadap metode Islam yang pada
ahirnya akan menghasilkan generasi-generasi yang asing pula pada pemahaman Islam.
Keadaan ini telah menimpa generasi Islam pasca shahabat yang ahirnya mendatangkan
kemunduran bagi kaum Muslimin. Itulah sebabnya, manhaj Islam harus tetap
diterapkan agar menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan syari’at Islam.
Memisahkan keduanya sama artinya dengan memisahkan bangunan dengan master
plan yang sangat diperlukan dalam pembangunan sebuah bangunan. Syari’at Islam
hanya dapat ditegakkan dengan manhaj yang diturunkan bersamanya, bukan dengan
manhaj selainnya.

261
Aplikasi Manhaj Nubuwwat Di Zaman Rasulullah saw
Seluruh aspek kehidupan Nabi Muhammad saw, baik perbuatannya,
keputusannya, diamnya, marahnya, kasihnya, pemikirannya dan lainnya tidak terlepas
dari wahyu Allah yang diturunkan kepadanya. Jika beliau tersalah dalam satu perkara,
maka wahyu akan turun kepadanya yang akan meluruskan kesalahannya. Beliau
benar-benar terkontrol dalam lingkungan wahyu Allah, sebagaimana ditegaskan al-
Qur’an :
Dan tiadalah perkataannya itu dari kehendaknya sendiri, melainkan wahyu Allah yang
diwahyukan kepadanya. (QS al-Najm : 2)

Demikian pula masyarakat yang dibina Rasulullah saw tidak terlepas dari
kontrol wahyu Allah. Segala tindak tanduk masyarakat senantiasa mendapat sorotan
Allah SWT. Jika terjadi penyimpangan-penyimpangan maka wahyu akan turun untuk
meluruskannya, mengajarkan pada mereka nilai-nilai idial sebuah masyarakat utama.
Perhatian besar yang diberikan Allah kepada masyarakat saat itu tidak lain karena
masyarakat ini hendak dijadikan masyarakat percontohan sepanjang masa, yang akan
ditauladani oleh manusia sampai hari penghabisan kelak. Itulah sebabnya masyarakat
ini harus benar-benar menggambarkan kehendak Allah SWT, menggambarkan sebuah
masyarakat idial yang berdasarkan pada wahyu Allah dan Rasulullah dan
masyarakatnya benar-benar berhasil dalam menerapkan kehendak-kehendak Allah
kepada diri mereka sehingga dijuluki sebagai umat terbaik.
Zaman Rasulullah adalah sebaik-baik zaman, zaman yang diberkahi dan
dirahmati, karena pada zaman ini telah terjadi hubungan langsung antara langit
tertinggi dengan bumi, antara Pencipta alam raya dengan ciptaan, antara Allah Yang
Maha Tinggi dengan manusia. Pada zaman ini, dan untuk yang terahir kalinya, Allah
SWT berkenan berhubungan langsung dengan makhluknya, manusia di bumi melalui
perantaraan wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad. Seakan-akan Allah
berbicara langsung kepada manusia tentang kehidupan mereka, menjelaskan panduan
yang akan mengatur kehidupan mereka, memerintahkan yang terbaik dan mencegah
yang buruk bagi mereka, menyelesaikan problematika ataupun perselisihan diantara
mereka dan lain-lain masalah yang menyangkut kehidupan mereka di muka bumi ini.
Masa 23 tahun, masa turunnya wahyu Allah kepada Nabi Muhammad adalah
masa percontohan sepanjang masa. Masa yang telah melahirkan manusia-manusia
agung, generasi-generasi terbaik umat manusia yang dilahirkan untuk memberikan
teladan kepada seluruh umat manusia sampai hari penghabisan kelak, sebagaimana
ditegaskan al-Qur’an :
Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk seluruh umat manusia. (Ali Imron : 110)
Dengan kesempurnaan pengetahuan-Nya, pada masa ini Allah berkenan
mengatur langsung kehidupan manusia, membimbing mereka menuju kemenangan dan
kejayaan, melalui perantaraan wahyu-Nya yang disampaikan Jibril AS kepada utusan-
Nya, Nabi Muhammad saw.Menurunkan peraturan-peraturan hidup yang nyata dan

262
langsung diamalkan masyarakat. Allah langsung berkomonikasi dengan mereka. Segala
permasalahan mereka, mereka langsung mengadukannya kepada Allah, dan Allah
berkenan menjawab serte menyelesaikan permasalahan-permasalahan mereka melalui
wahyu kepada utusan-Nya. Jika mereka menghadapi permasalahan yang tidak dapat
diselesaikan, maka merekapun menengadahkan muka ke langit, mengadu kepada Allah
agar diselesaikan permasalahan mereka. Al-Qur’an telah menggambarkannya ketika
kaum Muslimin memohon agar kiblat di masjid al-Aqsho Yerusalem dipindahkan ke
Masjid al-Haram di Makkah, kemudian Allah menjawab dengan firmannya :
Sesungguhnya Kami telah melihat engkau menengadahkan mukamu ke langit, lalu Kami
hadapkan mukamu ke arah Kiblat yang engkau sukai. (QS. al-Baqarah: 144)181
Demikian pula ketika seorang wanita bernama Khaulah binti Tsa’labah yang
telah didzihar oleh suaminya Aus bin Tsamit. Ia mengadukan halnya kepada
Rasulullah, namun Rasulullah belum mendapat hukumnya dari Allah. Maka iapun
mengadukannya langsung kepada Allah, dan Allahpun berkenan menjawab pengaduan
wanita malang tersebut dengan mewahyukan kepada Nabi dengan firman-Nya :
Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan seorang wanita yang membantah
engkau perihal suaminya dan mengadukan halnya kepada Allah. Allah mendengar soal
jawab antara keduanya. (QS. al-Mujadilah : 1)182

Dan masih banyak ayat-ayat serupa yang menjawab persoalan masyarakat yang
timbul saat itu, sehingga masyarakat benar-benar merasa terkontrol wahyu, mereka
merasa benar-benar berhubungan langsung dengan Allah yang telah berkenan
mengatur kehidupan mereka secara langsung. Dan Nabi Muhammadpun jika mendapat
pertanyaan tentang suatu permasalahan masyarakat, beliau tidak menjawabnya
terburu-buru, sebelum datang wahyu kepadanya yang menerangkan permasalahan itu.
Setelah turun wahyu kepada beliau, barulah menyampaikannya kepada masyarakat.
Jika wahyu tidak turun maka beliaupun memutuskan menurut pendapatnya, namun
tetap di bawah kontrol wahyu. Jika pendapat Nabi tersalah, maka akan turun wahyu
yang akan mengoreksi pendapatnya, seperti kasus ketika beliau mengharamkan madu
untuk dirinya demi menyenangkan istri-istri beliau, maka turunlah ayat :
Wahai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah telah halalkan bagimu
karena kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu ?. Dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (QS. al-Tahrim : 1)183

Ataupun kasus ketika Rasulullah memutuskan untuk menerima tebusan dari


tawanan perang Badr, beliau ditegur Allah :
Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan
musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah

181
Suyuthi, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul,(Mesir : Dar al-Tahrir,tt) Jil. I hlm. 33. Lihat juga, Naisabury, Asbab
al-Nuzul,(Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1986) hlm. 23
182
Suyuthi,op.cit, II/324, Naisabury,op.cit, hlm.231
183
Suyuthi,op.cit. II/345, Naisabury,op.cit. hlm.274

263
menghendaki ahirat. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS, al-Anfal :
67)184

Demikian pula halnya, Allah SWT melalui wahyu-Nya kepada Nabi seringkali
mengomentari kejadian-kejadian yang timbul di masyarakat masa itu. Apakah
membenarkan suatu kejadian, mengkoreksinya ataupun membuat peraturan-peraturan
baru. Sebagai contoh adalah kasus perkawinan Zaid bin Haritsah, anak angkat
Rasulullah dengan Zainab al-Zahsy, Allah SWT mengomentarinya :
Dan ingatlah ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat
kepadanya dan kamu juga telah memberi nikmat kepadanya :”Tahanlah terus istrimu
dan bertaqwalah kepada Allah”. sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa
yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah
yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengahiri keperluan
terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada
keberatan bagi orang-orang mukmin untuk mengawini istri-istri anak angkat mereka,
apabila anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya dari istrinya. Dan adalah
ketetapan Allah itu pasti terjadi. ( QS. al-Ahzab : 37)185

Ataupun kasus wanita-wanita beriman dari Makkah yang berhijrah ke Madinah,


Allah berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu wanita-wanita
beriman, maka hendaklah kamu uji keimanan mereka, Allah lebih mengetahui tentang
keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka benar-benar beriman
maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami mereka) orang-orang kafir.
Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal pula
bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka
bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka
maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan
perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar;
dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum
Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. dan Allah maha Mengetahui dan maha
Bijaksana.(QS,al-Mumtahanah : 10)186

Dan masih banyak lagi kasus-kasus sejenis, di mana Allah mengomentari dan
memberikan pelajaran kepada masyarakat saat itu tentang yang terbaik bagi mereka.
Karena dekatnya hubungan antara langit dan bumi pada masa itu, masyarakat Islam
sangat berhati-hati dalam melaksanakan kehidupan mereka karena takut mendapat
teguran langsung dari Allah yang akan diabadikan kisahnya di dalam al-Qur’an dan

184
Suyuthi,op.cit. I/160, Naisabury, op.cit. hlm. 136-137
185
Suyuthi,op.cit. II/261.

186
Suyuthi, op.cit,II/333. Naisabury,op.cit. hlm.241

264
dampaknya mereka berlomba-lomba melakukan kebajikan agar mendapat tempat disisi
Allah.
Dari beberapa kenyataan di atas, maka jelaslah bahwa pada masa ini sumber
segala tingkah laku masyarakat hanya bersumber dari wahyu Allah semata yang
disampaikan Jibril kepada Nabi Muhammad saw. Segala bentuk pemikiran, amalan,
peraturan dan lainnya bersumber langsung dari Allah SWT. Jika masyarakat berbuat
sesuai kehendak Allah, akan turun wahyu yang membenarkannya atau akan didiamkan
berjalan apa adanya. Namun jika bertentangan dengan kehendak Allah, akan turun
wahyu mengenainya yang akan meluruskannya. Seakan-akan seluruh aspek kehidupan
manusia di zaman ini tidak terlepas sedikitpun dari wahyu Allah, dan Allahpun
senantiasa menyeru masyarakat agar mengikuti wahyu yang diturunkan-Nya,
sebagaimana ditegaskan al-Qur’an:
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti
pimpinan-pimpinan selain-Nya. (QS, al-A’raf : 3)

Demikian pula halnya ketika Rasulullah melihat Umar bin Khattab memegang
lembaran Taurat, beliau bersabda :
”Demi Allah, seandainya Nabi Musa hidup dikalangan kamu sekarang, ia mesti
mengikuti apa yang aku bawa” (HR. al-Hafidz Abu Ya’la dari Jabir).

Aplikasi Manhaj Nubuwwah Masa Kini


Dari beberapa penjelesan di atas, maka tidak diragukan bagi seorang Muslim agar
mereka menerapkan Manhaj Nubuwwah dalam seluruh aspek kehidupan mereka
kapan dan dimanapun, karena hanya jalan ini yang dapat menghantarkan mereka
menuju kemenangan, baik dunia maupun ahirat kelak. Bahkan lebih jauh penerapan
Manhaj Nubuwwah (metode Nabawi) adalah perintah agama yang wajib dilaksanakan,
sebagaimana wajibnya menjalankan syari’at Islam, karena ayat yang membicarakan
masalah manhaj (metode) ini bersamaan dengan syari’at.
Bagi mereka yang mengganggap dirinya kaum modern atau yang sudah terbius oleh
pemikiran sesat Barat, pasti akan menolak pendapat ini dengan alasan mana mungkin
metode yang diturunkan untuk masyarakat terbelakang, masyarakat onta jahili lima
belas abad lalu dapat diaplikasikan di tengah-tengah dunia modern, abad informasi
yang telah mengalami kemajuan pengetahuan dan teknologi ini. Karena mereka
beranggapan bahwa metode yang dibawa al-Qur’an hanya sesuai untuk sekumpulan
masyarat Badui terbelakang seperti zaman Rasulullah dan tidak mungkin mampu
menjawab tantangan zaman yang serba komplek ini.
Pemikiran-pemikiran sesat seperti ini perlu diluruskan. Bahwa al-Qur’an dengan
perbendaharaan Ilahiyah yang terkandung di dalamnya, baik syari’at, manhaj,
peradaban, moral, qishah, hukum dan lainnya diturunkan Allah, Sang Pencipta
Manusia, Yang Maha Mengetahui dengan pasti segala karakteristik manusia yang

265
diciptakan-Nya, baik dahulu, sekarang dan yang akan datang. Sementara manusia,
sepanjang sejarahnya adalah sama karakteristiknya, manusia yang dianugrahi hati,
nafsu dan aqal, yang berbeda adalah pengetahuan dan peradabana serta produk
keduanya, tergantung dari kemajuan yang diperolehnya. Maka yang dibentuk al-Qur’an
adalah karakteristik manusia, agar mereka menjadi manusia-manusia unggul, sepanjang
masa, baik dahulu, sekarang dan akan datang, unggul dalam spiritualitas maupun
intelektualitasnya. Manusia-manusia unggul inilah, yang dengan pengetahuan yang
diperolehnya akan membangun peradaban baru dunia berdasarkan ajaran Islam.
Maka dengan demikian, al-Qur’an bukan hanya sebuah khazanah intelektual belaka,
namun al-Qur’an dengan manhajnya menghendaki para pemeluknya agar
melaksanakan, mengamalkan al-Qur’an dalam kehidupannya sehari-hari sebagaimana
yang telah dicontohkan Rasulullah dan Para Shohabat, sehingga mereka menjadi al-
Qur’an yang hidup dan berjalan. Jadi al-Qur’an bukan hanya menjadi bahan bacaan
ataupun diskusi saja, namun lebih jauh dari itu, al-Qur’an menjadi pengamalan sehari-
hari. Dengan mengamalkan al-Qur’an sebagaimana yang dikehendaki Allah dan Rasul-
Nya, maka tidak diragukan lagi akan terbentuk manusia unggul, dan manusia unggul
ini akan membentuk keluarga unggul yang ahirnya akan menjadi masyarakat unggul
yang melaksanakan al-Qur’an.
Manhaj Nubuwwah yang telah diterapkan Rasulullah dalam membangun
masyarakat Islam pertama dapat diterapkan dimana dan kapanpun. Karena al-Qur’an
diturunkan Allah dengan bahasa yang mudah agar dapat dimengerti oleh manusia dan
dapat dilaksanakan. Demikian pula kandungan ajarannya dengan tahapan-tahapannya
diatur sedemikian mudahnya agar dapat meresap dalam diri manusia. Pada hakikatnya,
sebagaimana ditegaskan al-Qur’an sendiri bahwa ia diturunkan dengan ringan dan
mudah agar dapat dilaksanakan pengikutnya. Yang menjadikannya susah dan rumit
adalah ketika dibahas, diterjemahkan, ditafsirkan dan sejenisnya dengan berbagai
pendekatan peradaban manusia, sebagaimana yang dilakukan para cendekiawan
muslim abad pertengahan. Bahkan ahirnya maksud utama al-Qur’an sebagai pedoman
hidup yang mudah, terlupakan akibat keasyikan membahas kandungan khazanah
peradaban di dalamnya. Padahal yang utama adalah bagaimana agar al-Qur’an menjadi
pedoman hidup lebih dahulu, setelah berurat berakar dalam diri seseorang, maka secara
otomatis al-Qur’an dengan perbendaharaan Ilahiyahnya akan memberikan khazanah
intelektualitas kepada para pengamalnya sesuai dengan kemampuannya masing-
masing. Dengan hidupnya al-Qur’an dalam diri seseorang, maka ia akan menjadi
penggerak utama yang akan mengarahkannya menjadi manusia unggul dalam arti
sebenarnya. Karena al-Qur’an dengan seluruh doktrinya sangat anti dengan
keterbelakangan, kebodohon, ketertinggalan dan sejenisnya. Bahkan lebih jauh doktrin
al-Qur’an memerintahkan pengikutnya agar menguasai dan menakluki alam raya, dan
manusia tidak mungkin sebagai penakluk tanpa adanya “sulthon” atau power, baik
berupa pengetahuan, teknologi dan produk peradaban lainnya. Generasi Islam awal
adalah contoh terbaik masalah ini. Dengan semangat yang diberikan al-Qur’an, mereka
menjadi manusia-manusia agung yang menjadi mata rantai peradaban dunia.

266
Namun masalahnya, bagaimana cara mengaplikasikan manhaj ini ditengah
kebingungan dan kerancuan kaum muslimin masa ini dengan berbagai bentuk produk
pemikiran mereka dengan segala pendekatannya ? Akankah kaum muslimin
membentuk masyarakat terasing yang menjauhkan diri dengan peradaban modern lalu
kemudian menerapkan al-Qur’an sehingga terbentuklah masyarakat Qur’ani
sebagaimana yang telah dilakukan sebagaian jama’ah Islam ? Apakah cara-cara seperti
ini efektif dalam membangkitkan kaum muslimin yang bercita-cita sebagai pemimpin
peradaban baru dunia ? Bukankan beberapa eksperimen yang dilakukan gerakan Islam
yang memisahkan diri dengan dunia modern dan produknya mendatangkan banyak
mudharat bagi mereka ? Dan beberapa pertanyaan-pertanyaan kunci lainnya yang
senantiasa diajukan mereka yang apatis dengan pendapat ini.
Rasulullah, dengan manhaj Qur’ani yang dibawanya, tetap berinteraksi dengan
masyarakat jahili Makkah, bahkan mereka dijadikan sebagai kelompok sasaran dakwah
dan penerapan al-Qur’an. Dalam manhaj ini, harus dimulai dengan sekelompok muslim
yang sadar, yang menggantikan peranan Rasulullah sebagai penterjemah al-Qur’an
dalam dunia mereka. Kelompok ini, sebagaimana Rasulullah, membina diri dengan
ajaran-ajaran mulia al-Qur’an dengan kata lainnya menjadikan diri mereka sebagai al-
Qur’an yang hidup dan berjalan, kemudian tidak meninggalkan masyarakat jahili,
namun berinteraksi dengannya, membuktikan diri bahwa semangat al-Qur’an dengan
perbendaharaan Ilahiyahnya mampu merubah manusia yang jahil menjadi manusia
unggul. Pribadi-pribadi contoh inilah yang terus diperbanyak jumlahnya agar mereka
dapat menjadi kelompok baru yang menentukan.
Dengan berkembangnya teknologi informasi, semangat Qur’ani ini dapat disebarkan
dengan mudah ke seluruh penjuru dunia, misalnya menggunakan teknologi internet
dan sejenisnya. Maka dengan demikian, difinisi masyarakat bukan hanya terbatas
dalam sebuah lingkungan tempat saja sebagaimana difahami selama ini, namun dengan
perkembangan teknologi yang memudahkan interaksi mereka kapanpun, masyarakat
Qur’ani yang bercita-cita menegakkan ajaran-ajaran universal Qur’ani dapat berada di
mana saja dibelahan bumi ini, tanpa harus berkumpul dalam sebuah lingkungan.
Namun yang terpenting mereka memiliki kesamaan pemahaman, cita-cita dan tujuan
sebagai masyarakat Qur’ani.
Pribadi-pribadi pelopor ini dibina berdasarkan materi-materi al-Qur’an, sesuai
dengan tingkat pemahaman dan keimanannya, sebagaimana yang dicontohkan
Rasulullah. Penanaman aqidah dan keimanan dan pelaksanaan ibadah adalah yang
utama. Adapun keinginan mereka untuk mengislamisasikan pengetahuan dan teknologi
dapat dilaksanakan setelah mereka benar-benar yakin dengan kadar keislaman mereka
sendiri. Yang perlu dipertegas disini, bahwa manhaj Nabawi menuntut pengamalan
seseorang terhadap nilai-nilai al-Qur’an dan bukan hanya pengetahuannya saja. Apalah
artinya mengetahui ajaran Islam dengan seluruh detilnya yang rumit, namun tidak
diamalkan sebagai petunjuk hidup, seperti yang dilakukan para orientalis Barat yang
hanya meneliti Islam hanya sebagai sebuah khazanah intelektual belaka.

267
Dengan diterapkan ajaran-ajaran al-Qur’an yang mudah tersebut dalam kehidupan
nyata sesuai dengan susunannya, maka tidak diragukan lagi akan lahir generasi Qur’ani
yang akan menjadi pelopor kebangkitan Islam sebagaimana yang dicita-cita kaum
muslimin. Dan hanya dengan manhaj inilah Islam dan pengikutnya dapap bangkit
kembali sebagaimana telah dibuktikan Rasulullah dan para shahabatnya, dan bukan
dengan cara-cara selainnya, apapun bentuk dan namanya, yang ahirnya akan senantiasa
menimbulkan kerancuan demi kerancuan pada generasi Islam yang sudah terbelakang
ini. Hanya manhaj Nabawi yang terkandung dalam al-Qur’an saja yang dapat
melahirkan manusia agung yang akan menyebarkan rahmat bagi seluruh alam.

BAB VIII
Paradigma Gerakan Renaisans Islami
Untuk Indonesia
Gerakan Renaisans Islam yang sebenarnya atau gerakan perubahan dan
perombakan total berdasarkan nilai-nilai keagungan ajaran Islam yang senantiasa
mengutamakan keadilan, kedamaian, persamaan, kemakmuran dan keselamatan adalah
gerakan yang sangat sesuai untuk menyembuhkan krisis multi dimensi yang dihadapi
bangsa Indonesia. Karena gerakan ini bukan semata-mata gerakan tambal sulam seperti
gerakan reformasi ataupun gerakan sporadis ektrim seperti gerakan revolusi yang
menyulut dendam dan permusuhan. Gerakan ini adalah sebuah gerakan tatolitas
dengan pendekatan yang sesuai dengan fitrah dan kebutuhan umat manusia yang telah
diajarkan Sang Pencipta kepada para utusan-Nya, yang dipenuhi dengan nilai-nilai
keagungan moral yang bertujuan memberikan rahmat dan kasih sayang kepada seluruh
umat manusia, tanpa membedakan ras, suku dan golongan mereka. Gerakan renaisans
Islam adalah gerakan penyembuhan total, terencana, memiliki tahapan-tahapan dan
tujuan yang jelas, sebagaimana terang dan jelasnya ajaran Islam. Gerakan yang
menuntut para penggeraknya untuk mencerahkan dan merubah dirinya terlebih
dahulu, baik dalam kesucian jiwa, kebeningan fikiran, kebersihan cita-cita dan tujuan
serta kelurusan jalan hidupnya sebelum merubah masyarakatnya. Demikian pula
gerakan ini bukan hanya sebuah gerakan yang akan menumbangkan seorang tiran dan
menggantikannya dengan tiran baru, namun pada hakikatnya gerakan ini adalah
gerakan yang bertujuan untuk membentuk manusia-manusia unggul yang memiliki
kesempurnaan intelektualitas, ketinggian moralitas dan keagungan spiritualitas
sebagaimana yang digambarkan para generasi shahabat yang dibina Muhammad
Rasulullah. Diatas keagungan pribadi-pribadi inilah kemudian dibangun sebuah

268
tatanan masyarakat utama yang menegakkan ajaran-ajaran Tuhannya. Gerakan
renaisans adalah gerakan yang merombak seluruh kehidupan manusia, baik
keyakinannya, moralnya, karakternya, budayanya, orientasinya, idiologinya, tata
kehidupannya, kebiasaannya, ekonominya dan seluruh sisi kehiduapan lainnya. Itulah
sebabnya gerakan ini sangat sesuai untuk bangsa Indonesia yang terpuruk dengan
berbagai krisis yang dideritanya saat ini. Gerakan renaisans Islam yang sebenarnya
dengan segala keutamaan dan kesempurnaannya akan menjadi terapi yang ampuh dan
tepat bagi kebangkitan Indonesia menuju Indonesia Baru yang dicita-citakan.
Setelah mencermati karakteristik gerakan perubahan dalam Islam yang
dicontohkan Rasulullah saw dalam membangun sebuah masyarakat baru dengan
peradabannya dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia, maka dapat disusun sebuah
paradigma dan pokok-pokok pikiran yang akan menjadi landasan dalam menyusun
sebuah gerakan perubahan atau gerakan renaisans, gerakan kebangkitan kembali yang
berdasarkan Islam namun berhubungan dengan dinamika sejarah bangsa Indonesia.
Diantara kerangka dasar dan pokok-pokok pikiran tersebut haruslah mencerminkan
kenyataan seperti di bawah ini.

Gerakan Renaisans Indonesia adalah Kelanjutan Dari Pergerakan Islam Indonesia


Gerakan Renaisans di Indonesia adalah kelanjutan dari pergerakan dan
perjuangan panjang para pendakwah, penyeru dan pejuang Islam, mujahidin, yang
telah berupaya menegakkan ajaran Islam dengan segala daya kemampuan mereka sejak
Islam pertama kali masuk ke Indonesia sampai saat ini. Gerakan Islami ini bukan
sebuah pergerakan yang berdiri sendiri dan muncul secara tiba-tiba, namun sebuah
kelanjutan estafet perjuangan panjang para pejuang Islam yang memiliki akar sejarah
pada bangsa Indonesia. Gerakan perubahan ini bukan sebuah cangkokan dari berbagai
bentuk perubahan ataupun revolusi, baik yang berada di Barat maupun di Timur,
namun gerakan perubahan ini lahir dari dinamika sejarah dan pergerakan bangsa
Indonesia yang kaya tradisi dan budaya, bangsa yang besar dan memiliki peradaban
agung. Gerakan perubahan ini adalah puncak perjuangan para penyeru dan pembela
Islam yang akan menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh komponen bangsa
Indonesia, sebagaimana tujuan Islam di turunkan di atas bumi oleh Allah Yang Maha
Esa sebagaimana telah diperjuangkan generasi demi generasi dengan segala suka dan
dukanya. Gerakan renaisans ini adalah sebuah rangkuman dari perjuangan panjang
para pejuang Islam bangsa Indonesia yang telah mengorbankan segala-galanya untuk
tegaknya Islam.
Dengan demikian gerakan renaisans di Indonesia adalah sebuah perubahan
yang berakar kuat pada perjuangan para mujahidin di jalan Allah, yaitu para mujahidin
awal yang telah membawa masuk Islam ke bumi Nusantara sekitar awal abad pertama
hijriah atau sekitar abad 7 masehi dan dilanjutkan dengan pergerakan Wali Songo yang
menegakkan pemerintahan Islam ala Indonesia dan menjadikan bangsa Indonesia
sebagai bangsa mayoritas muslim. Gerakan kebangkitan kembali ini adalah warisan
semangat para pejuang revolusioner Islam yang telah mempertahankan tanah air dan

269
mengusir penjajah kafir Barat seperti Pangeran Dipenogoro, Imam Bonjol, Sultan
Hasanuddin, Teuku Umar, Tjut Nyak Dien dan lainnya. Demikian pula gerakan ini
adalah cerminan dari perjuangan agung para pembela Islam di zaman Indonesia
modern seperti HOS. Cokroaminoto, KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy’ary, Syekh
Ahmad Surkaty, Agus Salim, M. Natsir, SM. Kartosuwirjo, M. Roem, A. Hassan dan
mereka yang telah berjuang menjadikan Islam sebagai dasar berbangsa dan bernegara di
Indonesia. Dan gerakan ini adalah akumulasi dan kesimpulan dari perjuangan panjang
kalangan modernis, fundamentalis, neo-modernis dan neo-fundamentalis Islam yang
telah merumuskan perjuangan Islam dengan segala suka dukanya selama dalam
pemerintahan rezim Soeharto. Ahirnya gerakan renaisans ini adalah kelanjutan dari
gerakan reformasi yang telah memberi arah baru bangsa Indonesia.

Gerakan Renaisans Indonesia adalah Perombakan Peradaban Bangsa Indonesia


Gerakan perubahan yang akan digerakkan bukan seperti gerakan revolusi yang
akan mengantarkan bangsa Indonesia menuju bangsa hancur porak poranda yang
penuh dengan konflik dan peperangan serta pertentangan antar klas. Namun gerakan
ini adalah gerakan perombakan yang akan mendorong, merespon, membimbing dan
mengantarkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang maju dan beradab dengan dengan
pencapaian-pencapain maksimal, baik dalam pengetahuan, teknologi, peradaban,
ekonomi, politik, pendidikan, budaya dan sebagainya. Itulah sebabnya gerakan
renaisans akan menggerakkan beberapa jenis perombakan dan pembangunan kembali
untuk kebangkitan/kelahiran kembali (reconstruction and renavation for
revival/rebirth), dalam bidang sosial-politik, pemikiran, moral, pengetahuan-teknologi,
industri, budaya, ekonomi, pendidikan, peradaban dan perombakan-perombakan
dalam bidang lainnya dengan agenda-agenda yang menyertainya. Namun perombakan
besar ini mau tidak mau harus dimulai dengan menggerakkan perombakan sistem yang
mendasari tatanan masyarakat bangsa Indonesia. Sistem dalam tatanan masyarakat
yang selama ini menjadi biang kerok kemandekan bangsa Indonesia perlu dirombak
dan diganti dengan sistem yang sesuai dengan corak, sejarah, tradisi dan kepribadian
bangsa Indonesia yang mayoritas muslim.

Gerakan Perubahan Yang Mengutamakan Keselamatan, Keamanan dan Kedamaian


Gerakan Renaisans Indonesia adalah sebuah gerakan perubahan yang
menganjurkan dan mengutamakan keselamatan dan kedamaian sebagaimana ciri khas
dan karakteristik ajaran Islam yang senantiasa menuntut pemeluknya memberikan
rahmat keselamatan dan kedamaian pada seluruh umat manusia tanpa membedakan
mereka. Namun dalam kenyataannya, tidak semua manusia bertoleransi dan mau
menerima kebenaran yang dibawakan kepadanya, sebagaimana ditunjukkan oleh sikap
tiran diktator Namrud, Fir’aun dan para bangsawan berjouis Makkah yang menetang
keras bahkan melakukan perlawanan terhadap para nabi dan pengikutnya yang

270
mengajak mereka menuju kebenaran dan keselamatan. Maka jika hal ini terjadi, gerakan
renaisans akan mengambil sikap sebagaimana sikap para nabi-perubah yang dengan
bimbingan wahyu Allah memerintahkan mereka menghadapi kesombongan dan
kesesatan. Para penentang ini harus disadarkan dengan hujjah-hujjah yang nyata
dengan dialog-dialog yang tulus ikhlas, memberikan peringatan dan ancaman serta
diminta jangan menghalang-halangi perjuangan suci pembebasan ini. Jika mereka telah
diberi peringatan, diajak bermusyawarah dengan baik, namun tetap keras kepala dan
menolak bahkan memerangi gerakan penyelamatan dan pembebasan ini, maka sikap
yang akan diambil oleh gerakan kaum perubah adalah sikap yang telah diajarkan Allah
Sang Pencipta alam kepada nabi agung-Nya, Muhammad saw sebagaimana disebutkan
al-Qur’an :
Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu
benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui. (al-Baqarah : 216).
Berperang, menumpahkan darah, mencelakakan, membuat cacat, memusnahkan
peradaban bahkan membunuh manusia adalah sesuatu yang mengerikan dan dibenci
oleh hati nurani manusia. Hati kecil tidak akan menerima sebuah upaya pembunuhan
dan pemusnahan peradaban, sementara gerakan perubahan bertujuan untuk
menghidupkan dan membangun peradaban sebagaimana dinyatakan Albert Camus
dalam karya agungnya The Rebel (Pemberontak). Namun disinilah, Allah Yang Maha
Mengetahui sangat memahami karakteristik manusia yang diciptakan-Nya. Nurani
tidak menyukai peperangan dan pembunuhan, namun jika dilihat hikmahnya, bahwa
boleh jadi untuk menuju kehidupan dan perkembangan peradaban diperlukan sebuah
peperangan dan pembunuhan sebagai jalan yang harus ditempuh, sebagaimana
dikatakan al-Qur’an : “bahwa pada pembunuhan itu ada kehidupan”. Kematian bagi seorang
tiran, diktator, eksploitator yang jumlahnya kecil adalah kehidupan bagi kaum tertindas
yang jumlahnya besar dan mayoritas. Kenapa hati nurani mesti menolak memerangi
dan pembunuhan segelintir penguasa tiran dan antek-anteknya untuk menghidupkan
mayoritas rakyat yang tertindas, jika peperangan dan pembunuhan sebagai jalan satu-
satu menuju pembebasan.
Mengomentari ayat ini, salah seorang pejuang Islam yang syahid menegakkan
keyakinannya, Sayyid Qutb dalam tafsirnya fi dhilal al-Qur’an menulis : Berperang di jalan
Allah merupakan suatu kefardhuan yang sangat berat, tetapi ia merupakan suatu kefardhuan
yang wajib ditunaikan. Wajib ditunaikan, karena di dalamnya terdapat kebaikan yang banyak
bagi setiap muslim, kaum muslimin, semua manusia, kebenaran, kebaikan dan kesalehan.

Gerakan Perubahan Yang Menolak Cara-cara Anakhis dan Menghalalkan Segala Cara
Gerakan Renaisans Islam yang agung dan mulia sudah sepatutnya menolak
segala bentuk cara-cara perjuangan yang anarkhis, kotor, teror, intrik, menghalalkan
segala cara, menimbulkan kekacauan dan kerugian masyarakat dan cara-cara yang
bertentangan dengan nilai-nilai agung ajaran Islam. Karena gerakan perubahan ini

271
adalah pergerakan agung yang dilandasi oleh nilai-nilai perjuangan agung, yang
digerakkan oleh semangat keagungan dan kesuciam tujuan. Cara-cara perjuangan yang
akan digunakan adalah cara-cara yang tetap berpegang pada garis koridor yang telah
diajarkan Islam yang senantiasa mendahulukan kepentingan umum daripada
kepentingan pribadi dan kelompok, mengedepankan moral dan menjauhkan
pertentangan yang tidak perlu. Jikapun diperlukan pertentangan dan pergolakan massa
dalam mencapai tujuan, tetap dalam koridor ajaran Islam. Bahkan jika dikehendaki
perang dalam menempuh perubahan, maka perang itu adalah sebuah perang suci yang
berlandaskan doktrin jihad fi sabilillah yang akan menjamin keselamatan manusia dan
mendapat imbalan syurga bagi pelakunya. Dengan demikian perubahan ini
mengadopsi cara-cara yang sesuai dengan ajaran Islam yang senantiasa
mengedepankan kemulian dan keagungan. Gerakan perubahan yang menerima cara-
cara bersemangat kaum revolusioner ataupun ketangkasan ilmiayah rasional para
intelektual sebagaimana menerima perang gerilya para tentara profesional. Gerakan
yang menerima seruan-seruan mulia penuh kasih sayang para kaum moralis
sebagaimana menerima cara-cara radikal kaum demontran pemberontak. Cara dalam
menegakkan perubahan adalah seluas jangkauan kehidupan manusia, selama berada
dalam batas-batas ajaran Islam.

Gerakan Perubahan Yang Memahami Keadaan dan Tingkat Masyarakat Indonesia


Hakikat masyarakat bangsa Indonesia, jika dihubungkan dengan sejarah
pergerakan perubahan yang telah dilakukan Rasulullah, bukanlah sebuah masyarakat
jahiliyah 100 % sebagaimana yang dihadapi gerakan perubahan Islam di Makkah.
Mengklaim masyarakat Indonesia sebagai sebuah masyarakat jahiliyah 100% akan
menimbukan implikasi sosiologis yang akan menafikan jasa para pejuang terdahulu.
Karena masyarakat bangsa Indonesia hari ini, berbeda secara struktur sosiologis dengan
masyarakat Makkah di mana Rasulullah memulai gerakannya yang berhadapan dengan
tatanan masyarakat yang secara aqidah kepercayaan adalah masyarakat musyrikin yang
dengan penuh pengetahuan dan kesadaran menyembah tuhan-tuhan nyata, berbentuk
patung berhala, selain daripada Allah Yang Esa. Itulah sebabnya ketika Rasulullah
menyerukan “la ilaha illallah”, sebuah gerakan perubahan radikal yang akan menafikan
dan membuang semua tuhan-tuhan sesembahan mereka dan menggantikannya dengan
aqidah tauhid yanga hanya mengesakan Allah saja, kaum musyrikin bangkit berontak
menentang gerakan Muhammad Rasulullah dan memeranginya dengan segala cara.
Masyarakat bangsa Indonesia saat ini adalah kelanjutan sebuah tatanan
masyarakat yang telah mengakui keagungan Islam sebagai agamanya dan menyatakan
kepercayaan kepada Tuhan Yang Esa sebagaimana yang diajarkan Islam, namun
mereka belum memahami secara benar dan mendalam hakekat “la ilaha illallah” yang
senantiasa mereka proklamirkan dengan segala implikasi logisnya akibat kebodohan
mereka ataupun kepicikan pengetahuan para penyeru Islam. Kebodohan inilah yang
akhirnya mengantarkan mereka kepada prilaku-prilaku yang dapat mengakibatkan
tergelincir kepada perbuatan syirik dan murtad secara tidak sadar. Lebih jauh keadaan

272
ini membawa implikasi yang telah meredupkan bahkan menghilangkan jiwa tauhid
yang senantiasa menjadi sistem penggerak utama dalam tatanan masyarakat muslim
yang akan membebaskan mereka dari segala bentuk belenggu serta mendorong mereka
untuk berkarya dan berprestasi. Tercabutnya jiwa tauhid dalam masyarakat berarti
terbelenggunya masyarakat dalam kejumudan dan kebodohan sebagai masyarakat
statis yang tidak berdaya dan tidak mampu berkereasi lagi serta menimbulkan berbagai
dilema dan krisis. Sehingga struktur dan citra masyarakat ini, walaupun menamakan
diri sebagai masyarakat muslim, sangat mendekati tipe masyarakat jahili yang
digambarkan Islam. Keadaan ini telah membingungkan sebagian penyeru Islam dalam
mengklassifikasikan bangsa Indonesia, apakah masyarakat jahili yang harus diperangi
atau masyarakat madani yang perlu dibela.
Melihat kenyataan sejarah dan struktur sosiologis masyarakat bangsa Indonesia
dari segi Islam, maka keseluruhan tatanan masyarakat Indonesia dapat dikategorikan
sebagai sebuah masyarakat yang berada dalam persimpangan antara masyarakat jahili
dan masyarakat madani yang sedang mengalami kerancuan dan kebingungan. Tidak
dapat sepenuhnya dikatakan masyarakat jahili dan juga tidak sepenuhnya dapat
dikatakan masyarakat madani. Kerancuan dan kebingungan dalam lapangan teologis
maupun sosiologis telah menjadikan bangsa Indonesia mengalami kemadekan dan
kejumudan dalam berfikir, bertingkah laku ataupun mengembangkan kereasi-kreasi
agung yang dapat dibanggakan. Pemahaman-pemahaman keliru dalam mengartikan
ajaran-ajaran kunci Islam, baik dalam bidang teologi, syari’at, muamalat, akhlak dan
lainnya telah menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa muslim yang jumud,
sebagaimana dikemukakan Jamaluddin al-Afghani : “Umat Islam lemah karena kebenaran
Islam telah dirusak oleh gelombang kesalahan yang bertubi-tubi”. Demikian pula pemaksaan
para tiran dalam menerapkan Pancasila dan UUD 45 terhadap kaum muslimin
menjadikan mereka sebagai masyarakat yang bertambah jauh dari citra tauhid yang
dikehendaki Islam dan menimbulkan krisis dan dilema yang berkepanjangan.
Keadaan masyarakat ini dikemukakan Alwi Sihab dalam desertasinya
Membendung Arus yang menulis : Hampir 90 persen penduduk Indonesia mengaku beragama
Islam. Tetapi, pelaksanaan ajaran-ajaran Islam oleh mereka jelas tampak bertingkat-tingkat,
sangat bervariasi dari satu kelompok ke kelompok lain atau dari satu wilayah ke wilayah lain.
Ada yang menerima dan menjalankan secara taat prasyarat mutlak yang dituntut dalam
keimanan Islam dan ada pula mereka yang, sementara terus menegaskan diri sebagai penganut
Islam, tidak menjalankan praktik-praktik keislaman sepenuhnya. Pada satu sisi, terdapat mereka
yang berusaha, jika memungkinkan, membangun masyarakat mereka sejalan dengan citra Islam
yang paling ekstrem dan mendirikan negara Islam; sedangkan pada sisi lain terdapat kelompok
yang msih sangat tertarik kepada kebudayaan-kebudayaan masa lalu, dan tidak lebih dari sekedar
kaum Muslim nominal.
Menggerakkan sebuah perubahan dalam masyarakat Islam yang jumud dan
dalam persimpangan jalan, sebagaimana di alami bangsa Indonesia tidak mesti sama
persis seperti yang dilakukan Rasulullah terhadap masyarakat jahiliyah Makkah, karena
kedua masyarakat ini, baik struktur sosial-politik ataupun pemahaman teologisnya

273
berbeda satu dengan lainnya. Masyarakat jahiliyah Makkah masa itu adalah masyarakat
yang secara totalitas dan mayoritas dalam kekafiran dan kemusyrikan yang menolak
ajaran tauhid, sementara masyarakat bangsa Indonesia adalah masyarakat yang sedang
mengalami kerancuan dan kebingungan serta diantara mereka masih terdapat para
ulama, intelektual dan orang-orang ikhlas, istiqamah yang menjalankan ajaran Islam
sesuai kemampuannya. Memvonis masyarakat bangsa Indonesia sebagai masyarakat
jahili dikwatirkan akan mengarah pada pengkafiran mereka. Untuk itu perlu
dikembangkan sebuah konsep pemikiran yang berlandaskan nila-nilai ajaran Islam
yang dicontohkan Rasulullah dan para shahabatnya yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat bangsa Indonesia. Namun konsep ini tidak boleh merupakan sebuah
jiplakan dari konsep-konsep pemikir Islam yang telah menemui kegagalan dan
kemandekan akibat ketidaksesuaiannya dengan dinamika sejarah dan tradisi bangsa
Indonesia. Dalam keadaan seperti ini, gerakan renaisans Islam berarti gerakan yang
akan meluruskan kembali (taslim), menghidupkan kembali (tajdid), memperbaiki
kembali (islah) serta membangun kembali (ijtihad) masyarakat yang sudah ada dengan
mencabut unsur-unsur jahiliyah dan digantikan dengan Islam.

Perubahan Yang Menggerakkan Pembaruan


Gerakan renaisans ini adalah gerakan pembaruan dalam artinya yang luas,
sebuah gerakan yang mewarisi gerakan-gerakan pembaruan sebelumnya yang
kumandangkan para pembaru di Indonesia sejak zaman “harimau nan salapan”
pimpinan Haji Miskin, HOS. Cokroaminoto, KH. Ahmad Dahlan, Syekh Ahmad Surkaty
sampai zamannya Nurcholis Madjid yang telah menghasilkan pemikiran-pemikiran
cemerlang untuk pembangunan bangsanya. Namun gerakan ini tidak hanya menjadi
gerakan yang menerima apa adanya segala pemikiran yang dikemukakan terdahulu
sebelum diadakan dekonstruksi yang akan menilai relevansinya dengan keadaan
masyarakat bangsa Indonesia saat ini. Demikian pula gerakan ini adalah gerakan yang
akan menjadi wadah mata rantai dalam mempelajari, menganalisis, mengkritik dan
mengembangkan pemikiran-pemikiran cemerlang dari gerakan pembaruan pemikiran
Islam, baik yang dilakukan oleh kelompok tradisionalis, modernis, fundamentalis, neo-
modernis, neo-fundamentalis, post-modernis, post-fundamentalis dan lainnya.

Gerakan Perubahan Yang Melahirkan Gerakan Kesadaran Kolektif Bangsa Indonesia


Gerakan Renaisans Indonesia diharapkan akan melahirkan sebuah gerakan
alternatif bagi masyarakat bangsa Indonesia, namun tidak mengulangi kesalahan-
kesalahan gerakan terdahulu yang telah menumbuhkan semangat fanatisme kelompok
pada pengikutnya. Fanatisme dalam artiannya yang positif harus ditumbuh
kembangkankan, namun fanatisme pada Islam dan bukannya pada kelompok ataupun
figurnya. Gerakan massa yang akan mentranformasikan “kesadaran individual” yang
sedang berkembang pesat di tengah-tengah pergumulan masyarakat menjadi
“kesadaran kolektif” yang akan mampu menggerakkan perubahan total. Sebuah
gerakan perubahan modern yang menitikberatkan pada kekuatan jaringan kordinasi

274
dan kerjasama seperti sebuah oraganisasi dinamis dalam sistem internet, dimana setiap
gerakan yang sudah ada diberikan tumbuh berkembang sesuai dengan identitasnya dan
tujuannya masing-masing, namun pada saat bersaman menjadi sebuah gerakan bersama
yang dinamis dengan keutamaannya masing-masing bergerak menuju tujuan
pembangunan masyarakat Indonesia Baru. Sebuah gerakan perubahan dinamis yang
mengambil unsur-unsur positif dan nilai-nilai utama gerakan-gerakan Islam terdahulu,
baik gerakan Syarikat Islam, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Masyumi, Darul Islam,
Persatuan Islam, Al-Irsyad, Gerakan Ahlul Bayt para Habaib dan lainnya,
dikombinasikan dengan gerakan moral aktif gerakan-gerakan sufi dan tariqat mu’tabar
serta gerakan-gerakan revolusioner seperti Ikhwan al-Muslimun, Hizb al-Tahrir, Salafi,
Jama’ah Tabligh, maupun Mujahidin. Dengan demikian gerakan ini akan menjadi
sebuah gerakan dinamis yang berakar pada gerakan tradisional yang memelihara
warisan Islam, gerakan pembaruan pemikiran kontemporer, gerakan profesional
modern, gerakan moralis ala sufi, gerakan radikal revolusioner sampai kepada gerakan
gerilya dan tentara profesional kaum mujahidin.
Gerakan perubahan yang akan dapat mengantarkan bangsa Indonesia menuju
tata baru hanya sebuah gerakan yang berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam dan lahir dari
dinamika sejarah bangsa Indonesia. Setiap gerakan perubahan, apapun bentuk dan
namanya, selain daripada gerakan yang berdasarkan Islam dan tradisi Indonesia tidak
mungkin akan berkembang dan mencapai tujuannya. Revolusi Prancis hanya sesuai
dengan kondisi masyarakat Prancis, revolusi Kuba hanya sesuai untuk masyarakat
Kuba, demikian pula revolusi Islam Iran hanya hanya sesuai dengan kondisi
masyarakat Islam Iran yang memiliki dinamika sejarah dan tradisi yang berbeda dengan
bangsa Indonesia. Setiap upaya yang memaksakan sebuah perubahan yang asing bagi
bangsa Indonesia, baik nilai-nilai maupun tradisinya, akan mengalami kegagalan dan
akan menambah penderitaan rakyat yang penuh dengan penderitaan, dan menambah
kebingungan di atas kebingungan mereka. Untuk itu, dalam upaya mencapai tujuan
terbentuknya sebuah gerakan perubahan yang akan mengantarkan masyarakat bangsa
Indonesia menuju cita-cita Indonesia baru, perlu dikembangkan sebuah agenda umum
gerakan perubahan sebagai petunjuk dalam pelaksanaannya secara terperinci sesuai
dengan keperluan-keperluan mendesak saat ini.

275
BAB IX
Membangun Indonesia Baru Melalui Renaisans
Indonesia baru seperti apakah yang bangsa ini inginkan. Apakah Indonesia baru
seperti negara-negara maju, seperti Amerika, Eropa, Jepang, China dan lainnya ?
Ataukah mereka memiliki konsep tentang Indonesia baru yang dikehendakinya. Putra-
putra terbaik bangsa Indonesia telah mengajukan berbagai bentuk dan model Indonesia
baru yang diinginkannya, sesuai dengan pandangan dan ideologi yang dianutnya.
Bukan tujuan tulisan ini untuk membahas secara panjang lebar model Indonesia baru
yang dikehendaki oleh mereka. Namun tujuan utama tulisan ini adalah angin
menyampaikan salah satu bentuk dan model Indonesia baru, yaitu Indonesia baru yang
kuat, maju, berharkat, bermartabat, adil makmur berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam
yang sempurna.
Agama mayoritas bangsa Indonesia, Islam dengan kesempurnaan dan
keagungan ajarannya, sebagaimana yang tercermin dalam al-Qur’an dan al-Sunnah,
akan mengantarkan bangsa Indonesia menuju Indonesia baru sebagai masyarakat
utama yang kuat dan bermartabat, yang dipenuhi oleh barokah dan kasih sayang
Tuhan. Sebagaimana Islam telah mengantarkan keagungan masyarakat jahiliyah
padang pasir Arab yang terbelakang dan tertindas, sekali lagi pasti Islam akan
mengantarkan bangsa Indonesia menuju keagungannya. Masyarakat Indonesia baru
yang penuh dengan keadilan, kemakmuran, persaudaraan, keamanan, kedamaianan,
kejujuran dan keridhoaan Tuhan semesta alam sebagaimana yang tercermin dalam
masyarakat utama yang dibina Muhammad Rasulullah di Madinah. Masyarakat utama
dan unggul dalam arti sebenarnya. Karena Islam adalah agama mayoritas bangsa
Indonesia, maka sudah sewajarnya Indonesia baru yang dicita-citakan adalah
masyarakat utama yang berdasarkan kepada ajaran Islam yang akan memberikan
rahmat kepada seluruh umat manusia.

276
Cita-cita Indonesia baru sebagai masyarakat yang plural, majemuk dan
sejenisnya, yang selama ini diperjuangkan kaum nasionalis dan para pengikutnya
adalah utopia belaka, karena terbukti dalam perjalanannya telah merugikan kelompok
mayoritas bangsa Indonesia yang Muslim. Dengan alasan pluralisme, kaum muslimin
yang mayoritas harus rela meninggalkan ajaran agamanya akibat menjaga kepentingan
kelompok minoritas dengan alasan toleransi. Namun jika kaum muslimin minoritas, di
Filipina atau Thailand misalnya, mereka tidak diberikan hak-haknya, sebagaimana
bangsa Indonesia mayoritas muslim memberikan haknya kepada kelompok minoritas.
Penipuan-penipuan yang tejadi sejak kemerdekaan bangsa ini perlu diakhiri, terutama
dalam menafikan hak-hak mayoritas seluruh komponen bangsa, termasuk kaum
Muslimin yang mayoritas. Seluruh komponen anak bangsa diberikan kebebasan untuk
melaksanakan ajaran agamanya sesuai dengan keyakinannya, termasuk dalam
menjalankan syari’at Islam dalam artian yang luas, baik dalam bidang ekonomi, politik,
pendidikan, budaya dan hukum. Bahkan kini telah saatnya kaum Muslimin untuk
memperjuangkan tegaknya Indonesia Baru yang berdasarkan kepada ajaran Islam,
karena Indonesia lama yang berdasarkan nasionalisme dan pluralisme sempit telah
menghancurkan identitas kaum Muslimin, yang menjadikan mereka lemah dan
terbelakang. Dimana hal ini berarti lemah dan terbelakangnya bangsa Indonesia.
Maka setelah lebih 60 tahun dalam ketidak pastian, maka kini saatnya kaum
Muslimin bangsa Indonesia bangkit membangun Indonesia baru yang berdasarkan
ajaran Islam, karena mereka adalah kelompok mayoritas bangsa ini. Merekalah yang
paling berhak memimpin dan mengarahkan bangsa ini sesuai dengan keyakinannya
dan juga sesuai dengan demokrasi yang diserukan kelompok nasionalis. Adapun bagi
kelompok minoritas non Muslim, kemerdekaaan mereka pasti akan terjamin
sebagaimana tujuan diturunkannya Islam sebagai penyelamat umat manusia. Dengan
tertegaknya masyarakat utama Indonesia baru yang berdasarkan ajaran Islam, semua
komponen anak bangsa akan terlindungi, sebagaimana terlindunginya kelompok non
muslim pada pemerintahan Islam terdahulu. Kaum Muslimin bukanlah seperti kaum
Salibis Kristen di Spanyol, yang ketika mereka berkuasa kemudian membantai orang-
orang yang tidak sama keyakinan dan kepercayaannya.
Dengan Islam, Indonesia baru akan kuat dalam bidang ekonomi, karena Islam
telah memiliki konsep ekonomi yang keunggulannya telah diakui dunia saat ini. Karena
sistem ekonomi yang berangkat dari konsep keadilan. Demikian pula dengan konsep
pengembangan pendidikan yang paripurna, yang tidak memisahkan antara akal dan
hati, antara ilmu dengan agama, akan mampu melahirkan manusia-manusia unggul
yang akan memenangkan konpetisi persaingan global. Para pemimpin, politisi,
usahawan, cendikiawan akan menjadi mercusuar moral, karena Islam mengutamakan
moral dan melarang keras dengan hukuman berat pelaku amoral tanpa pandang bulu.
Dengan konsep persatuan yang diserukannya, Islam akan menjadikan bangsa Indonesia
sebagai bangsa yang kuat, bangsa yang dinamis mengembangkan dan membangun
peradaban baru dunia. Dan yang terpenting, dengan Islam bangsa Indonesia senantiasa
akan mendapat bimbingan dan pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa. Jika Allah Yang

277
Maha Kuat dan Maha Perkasa telah menolong bangsa ini, adakah kekuatan selainnya
yang akan mampu mengalahkan dan menandinginya? Maka tidak diragukan lagi, jika
bangsa Indonesia mau keluar dari krisis multi dimensi yang dideritanya dan
membangun Indonesia baru, jalannya hanya dengan Islam dan bukan selainnya.
Bagaimanakah caranya agar bangsa Indonesia bangkit menjadi bangsa yang
besar, maju, berharkat, berdaulat dan bermartabat dengan ajaran Islam ?
Jika para Nabi dan Rasul yang di utus Allah terdahulu diturunkan kembali
untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini sekaligus
mengantarkan mereka menuju Indonesia baru yang Islami, maju, berdaulat, berharkat
dan bermartabat, tindakan apakah yang akan mereka lakukan? Apakah pertama kali
mereka akan membentuk partai politik Islam untuk merebut kekuasaan dan setelah
mendapatkan kekuasaan baru mereka menegakkan ajarannya dan menyelesaikan
permasalahan bangsa dengannya? Apakah mereka akan mengumpulkan sebanyak-
banyaknya harta sehingga mereka menjadi konglomerat, dan dengan statusnya tersebut
mereka menyelesaikan permasalahan bangsa? Atau mereka menghimpun pengikut
sebanyak-banyaknya, kemudian mereka turun ke jalan untuk berdemontrasi menuntut
perubahan? Ataukah mereka mengadakan seminar, dialog, konfrensi dan sejenisnya
untuk membicarakan pertmasalahan bangsa? Ataukah mereka akan menempuh jalan
lain sebagaimana yang diajarkan Allah kepada mereka.
Di dalam al-Qur’an banyak sekali mencatat sejarah perubahan sosial yang
membentuk masyarakat utama, diantaranya adalah pembentukan masyarakat utama
yang dipimpin oleh Thalut, sebagaimana dinyatakan al-Qur’an :
Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa,
yaitu ketika mereka berkata kepada seorang Nabi mereka :”Angkatlah untuk kami seorang
pemimpin supaya kami dapat berperang di jalan Allah”. Nabi mereka menjawab: “Mungkin
kalian tidak akan berperang jika telah diwajibkan”. Mereka menjawab: ”Mengapa kami tidak
mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari kampung halaman
kami dan dari anak-anak kami?”. Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, merekapun
berpaling, kecuali beberapa orang saja diantara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-
orang yang zalim. Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah
mengangkat Thalut menjadi pemimpinmu”. Mereka menjawab: ”Bagaimana Thalut memerintah
kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak
diberi kekayaan yang banyak?”. Nabi mereka berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilihnya
menjadi pemimpinmu dan menganugrahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa”. Allah
memberikan kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas Pemberian-
Nya lagi Maha Mengetahui. Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya
tanda ia akan menjadi pemimpin, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat
ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan Harun; tabut itu
dibawa oleh malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu
orang yang beriman. Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata:
”Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sebuah sungai. Maka siapa diantara kamu
meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali

278
menceduk dengan tangannya, maka ia adalah pengikutku.” Kemudian mereka meminumnya
kecuali beberapa orang diantara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman
bersama dia telah menyebrangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: “Tak ada
kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya”. Orang-orang yang
meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata: “Berapa banyak terjadi golongan yang
sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-
orang yang shabar.” Tatkala mereka nampak oleh Jalut dan tentaranya, merekapun berdoa: “Ya
Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah
kami terhadap orang-orang kafir.” Mereka mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan
Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya pemerintahan dan hikmah
(setelah Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak
menolak keganasan sebahagian manusia dengan sebahagian lainnya, pasti rusaklah bumi ini.
Tetapi Allah mempunyai karunia atas semesta alam. (al-Baqarah : 246-251)
Sengaja penulis cuplikkan ayat-ayat al-Qur’an yang dengan indahnya
menggambarkan perjuangan sebuah bangsa yang berusaha keluar dari kemelutnya
sebagaimana yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Kebingungan dan kegelisahan
para putra terbaik bangsa Israil waktu itu diluahkannya kepada Nabinya, Nabi Samuel
sebagai penasihat spiritual bangsa yang terpercaya. Nabinyapun tidak dapat berbuat
banyak kecuali bermunajat dan bermohon kepada Allah agar diberi petunjuk
memimpin bani Israil keluar dari penderitaan yang menimpanya selama ini. Akhirnya
permohonan mereka dikabulkan dengan dipilihnya oleh Allah Sang Penguasa Teringgi,
seorang terbaik dari kalangan bangsanya, Thalut sebagai pemimpin pergerakan bangsa
Israil yang akan mengadakan perubahan dalam masyarakatnya. Thalut diangkat
menjadi pemimpin gerakan karena dia memiliki pengetahuan (ilm) dan kemampuan
mengoperasinalkan gerakan sebagaimana yang dibutuhkan masyarakatnya. Dia
memiliki kebersihan hati, kebeningan pemikiran dan kemampuan dan kecerdasan
intelektual tinggi walaupun dia seorang yang berlatar belakang petani. Namun kaum
konglomerat, bangsawan dan elit menolak kepemimpinannya dengan alasan Thalut
tidak memiliki harta, pengikut, pengaruh dan lainnya karena dia dari kalangan
masyarakat pinggiran. Beberapa orang pengikut setia Nabinya, tetap konsisten dengan
perintah-Nya dan mengangkat Thalut menjadi pemimpin yang akan membebaskan
mereka dengan keyakinan bahwa berapa banyak kelompok kecil dapat mengalahkan
kelompok besar dengan izin Allah. Nabi Samuel dan Thalut membimbing dan
mengarahkan pengikutnya menjadi kelompok kecil orang-orang beriman dan beramal
sholeh, membangun sebuah gerakan perubahan, walaupun mendapat tentangan dari
kelompok mayoritas bangsanya. Demikianlah kelompok kecil ini mendapat ujian demi
ujian berupa sungai atau harta duniawi, yang menambah kecil jumlah mereka namun
memiliki keyakinan yang tinggi. Dalam perjuangannya akhirnya Thalut memenangkan
perjuangan menegakkan kebenaran dan membebaskan bani Israil dari ketertindasan,
yang diwariskan kepada generasi sesudahnya Daud. Generasi Daud membangun
kembali bangsa Israil menjadi bangsa yang besar, adil dan makmur, dan puncak

279
kejayaannya berada di pemerintahan Nabi Sulaiman yang mencerminkan masyarakat
utama.
Demikianlah al-Qur’an menggambarkan ciri khas perjuangan menegakkan
masyarakat utama yang dilakukan oleh semua Nabi dan Rasul-Nya, baik Nuh, Ibrahim,
Musa dan para pembawa kebenaran dari Tuhan semesta alam. Semua mereka adalah
putra-putra terbaik bangsanya yang menyadari keterbelakangan, kesesatan dan
ketertindasan serta memiliki dorongan dan keinginan yang kuat untuk mengeluarkan
mereka dari segala bentuk permasalahan yang dihadapinya. Dengan bimbingan wahyu
Allah mereka bangkit menyeru bangsanya untuk kembali kepada jalan Allah,
menegakkan kalimat-Nya, berjuang di jalan-Nya untuk mencari keridhoaannya
sehingga tegak sebuah tatanan masyarakat yang adil makmur dibawah naungan
keridhoan Sang Pencipta.
Hal ini pulalah yang dilakukan oleh Muhammad Rasulullah yang diutus untuk
seluruh umat manusia dengan ajaran Islam yang dibawanya. Tuhan Semesta alam
memilihnya menjadi utusan, karena dia adalah putra terbaik bangsanya, kemudian
Allah memberikannya kesadaran, membersihkan jiwa, mengajarkan pengetahuan yang
dibutuhkan olehnya. Gerakan perubahan dalam Islam dimulai dari pemilihan tokoh-
tokoh penggeraknya, sebagaimana tampilnya Ibrahim, Musa, Thalut dan Muhammad
saw yang tampil dengan kesadaran, kebersihan jiwa, pengetahuan dan keberanian serta
ketekunan dalam memimpin gerakannya. Seorang pemimpin bukan hanya seorang
yang memberikan perintah dan arahan saja, namun pada saat yang sama dia dituntut
untuk menjadi figur suri teladan, guru, pemimpin, pengayom, pelindung, sahabat,
penasihat, sekaligus sebagai panglima perang yang tegas. Itulah sebabnya seorang
pemimpin pergerakan dalam Islam adalah orang yang terbaik keturunannya, yang
tertinggi akhlaknya, yang terpercaya kejujurannya, yang terbersih kepribadiannya, yang
tertinggi pengetahuannya, yang terberani menghadapi resiko, yang tertabah menahan
godaan dan cobaan sebagaimana yang dicerminkan oleh Muhammad Rasulullah.
Setelah sang pemimpin siap dengan kematangan pribadi dan pengetahuannya,
dia akan tampil menyerukan gerakan perubahannya kepada orang terdekatnya,
sebagaimana Muhammad Rasulullah menyeru istrinya, sepupunya, kaum kerabatnya,
sahabat dekatnya dan lainnya agar bersedia mengikuti gerakannya dan menjadi
pengikut setia perjuangannya. Sang pemimpin membina pengikutnya, mendidik
mereka dengan tujuan-tujuan agung yang akan dilalui, membersihkan jiwa mereka,
memberikan pengetahuan yang akan memimpin mereka menuju kepada kesempurnaan
dan keutamaan pribadi. Dari kelompok pertama ini lahirlah generasi pertama yang
akan menjadi tonggak dan tulang punggung perjuangan. Sang pemimpin dengan para
pengikut utamanya mulai menyebarkan ajarannya, mengajak masyarakat mengikuti
ajarannya secara terbuka, dan pada saat inilah kemudian tantangan demi tantangan
akan menimpa gerakan, terutama dari kalangan kelompok elit yang merasa dirugikan.
Muhammad Rasulullah dengan para pengikut setianya menghadapi tantangan demi
tantangan yang ditimpakan kepadanya dengan penuh kesabaran dan ketabahan, karena
mereka sangat memahami tantangan dalam gerakan adalah sarana ampuh untuk

280
memperkuat dan memperbesar gerakan, disamping sebagai sarana untuk menguji
ketangguhan pengikut setia yang menyertai gerakan. Itulah sebabnya, tantangan,
penganiayaan, pembunuhan dan pengusiran yang dilakukan para elit Makkah tidak
menyurutkan sedikitpun tekad para pejuang yang membela kebenaran Islam ini.
Demikian pula tawaran kompromi yang diajukan para elit kafir Makkah untuk
mengangkatnya menjadi pemimpin ataupun memberikannya kekayaan material ditolak
oleh Muhammad Rasulullah, walaupun pada zahirnya akan menguntungkan
pergerakannya. Kebersamaan, kasih sayang, persaudaraan, saling membantu dan sifat-
sifat mulia yang lahir dari keagungan ajaran Islam telah menumbuhkan semangat
solidaritas dikalangan pengikut gerakan, apalagi pemimpinnya adalah seutama-utama
manusia yang memiliki semangat pengorbanan tiada tandingannya. Kemudian
kelompok ini menjadi besar, terutama setelah mereka berhijrah ke Madinah, dan siapa
berinteraksi secara terbuka dengan masyarakat jahiliyah yang selama ini menentang
keberadaannya. Tercetuslah pepeperangan demi peperangan yang menambah kuatnya
gerakan yang dipimpin Rasulullah. Kemenangan demi kemenangan telah menambah
keyakinan mereka akan kebenaran perjuangannya.
Kunci keberhasilan gerakan Islam sebagai ciri khas gerakan Rasulullah adalah
disebabkan gerakan ini memulai perjuangannya dengan mencetak manusia-manusia
unggul, bukan sekadar menyampaikan dan menyebarkan teori-teori khayalan
pemikiran sebagaimana faham dan doktrin lainnya. Manusia-manusia unggul ini dibina
dan dididik serta dibersihkan hati nuraninya dengan tahapan-tahapannya sebagaimana
yang digariskan Allah melalui wahyu menjadi sekumpulan masyarakat dengan segala
keutamaan yang menyertainya. Itulah sebabnya mereka dikatakan sebagai al-Qur’an
yang berjalan dan hidup, yaitu tempat bersemainya teori dan ajaran agung al-Qur’an,
manusia-manusia yang melaksanakan dengan penuh ketaatan segala perintah dan
menjauhi segala larangan yang terkandung dalam al-Qur’an. Berbeda dengan generasi
sesudahnya yang hanya menjadikan al-Qur’an dan ajaran Islam hanya sebagai
perbendaharaan pengetahuan untuk dibahas dan dianalisa, sementara mereka jauh dari
ajarannya. Demikian pula yang terjadi dengan para cendekiawan kita yang tidak pernah
berhasil membentuk manusia unggul karena hanya menjadikan al-Qur’an sebagai
perbendaharaan pengetahuan semata, dan tidak menerapkan dalam kehidupan nyata,
sehingga al-Qur’an nuzul kepada manusia dalam arti yang sebenarnya. Manusia-
manusia unggul yang dididik dengan semangat al-Qur’an inilah yang akan mampu
menyelesaikan problematika masyarakat sekaligus menghantarkannya menuju dunia
baru yang penuh dengan barokah dan maghfirah dari Tuhan.
Inilah hakikat gerakan perubahan Islami yang dicontohkan para utusan Tuhan
yang telah berhasil membangun masyarakat utama. Dan gerakan inilah yang sepatutnya
dicontoh oleh mereka yang akan mengadakan perubahan di manapun, termasuk dalam
mengatasi krisis multi dimensi yang menimpa bangsa Indonesia saat ini. Gerakan ini
sekaligus menjadi penyembuhan terhadap krisis dan sarana untuk mengantarkannya
menjadi Indonesia baru yang penuh dengan kemajuan, keadilan, kedamaian dan
ampunan serta keridhoaan Tuhan. Gerakan ini telah berhasil mengantarkan masyarakat

281
jahiliyah Arab menjadi masyarakat utama yang membangun peradaban baru dan
menegakkan keadilan.
Jadi untuk memulai gerakan renaisans, gerakan kebangkitan kembali pada
bangsa Indonesia, pertama-tama harus bangkit sekelompok orang yang memiliki
kesadaran tentang pentingnya sebuah gerakan pencerahan dan perubahan pada
bangsanya. Perubahan ini dilakukan karena bangsanya tengah menghadapi krisis multi
dimensi akibat kebijakan-kebijakan yang salah dan keliru dari generasi para
pendahulunya, baik dalam sistem ataupun implementasi kebijakannya. Kemudian
kelompok ini berkeyakinan bulat bahwa perubahan ini hanya dapat dicapai dengan
menggunakan ajaran Islam semata, bukan dengan selainnya, mengingat kondisi
masyarakatnya yang mayoritas Muslim dan hanya Islamlah yang dapat menyelesaikan
problematika bangsa ini yang penuh dengan kejahiliyahan. Kelompok ini, oleh Syari’ati
dijuluki sebagai Raushan Fiqr, sementara Sayyid Qutb menyebutnya dengan Generasi
Qur’ani, dan dalam kontek al-Qur’an disebut sebagai Ulul Albab.
Raushan fiqr, Generasi Qur’ani atau Ulul Albab adalah sekumpulan orang-orang
tercerahkan yang memahami hakikat Islam sebagaimana dikehendaki Allah dan Rasul-
Nya, beriman kepada ajaran-ajaran agamanya dengan keimanan yang sebenarnya,
melaksanakan perintah agamanya dan menjauhi larangannya, menjadikan agamanya
sebagai panduan dalam menyelesaikan semua permasalahan yang dihadapi, memiliki
kesadaran untuk mentransformasikan nilai-nilai agung ajaran Islam kepada
masyarakatnya dalam sebuah gerakan sosial yang teratur dengan tujuan menciptakan
masyarakat utama. Kelompok ini akan menjadi katalis antara ketinggian dan
kesempurnaan ajaran Islam dengan realitas masyarakat dengan dinamika sejarahnya.
Mereka akan menterjemahkan nilai-nilai universal ajaran Islam menjadi sebuah gerakan
dinamis perubahan sosial sesuai dengan kebutuhan dan dinamika sejarah bangsanya
yang akan mengantarkannya menjadi masyarakat yang maju dan utama.
Namun mereka bukanlah sekumpulan filosof atau cendekiawan yang hanya
pandai mengemukakan teori-teori dari sangkar emas intelektual tapi jauh dari
masyarakatnya, atau seperti para analis dan kritikus yang hanya pandai menyalahkan
tanpa memberikan solusi. Mereka hidup ditengah-tengah suka dan duka
masyarakatnya, mereka dapat merasakan kepahitan dan kegetiran yang dirasakan
masyarakatnya yang menderita. Mereka adalah kelompok yang telah bertekad menukar
kesenangan duniawiyah dengan segala atributnya dengan kesenangan akhirat dengan
segala kenikmatannya, sebagaimana yang dilakukan Musa as yang telah meninggalkan
kemewahan istana raja dan menjadi pengembala kemudian menggerakkan
masyarakatnya yang ditindas tiran Fir’aun.
Boleh jadi kelompok ini bukan dari kalangan kaum penguasa, konglomerat,
politisi, cendekiawan dan kelompok elit lainnya, namun dari kalangan terpinggirkan
seperti buruh, petani dan kaum mustadafin lainnya seperti Thalut yang dipilih Allah.
Dan mereka bukan pula dari kalangan yang mengklaim diri sebagai pejuang dan
sejenisnya, namun pada kesempatannya mereka menjual perjuangannya untuk
kepentingan duniawi yang rendah dan dapat mengorbankan semangat gerakannya.

282
Namun boleh jadi mereka adalah kelompok yang tidak pernah diperhitungkan
keberadaannya, karena mereka beruzlah mempersiapkan diri, membersihkan diri dan
berupaya memahami keberadaan masyarakatnya dari ketinggian sebagaimana yang
dilakukan Muhammad menjelang diangkat sebagai Rasulullah. Atau mereka
menyingkir dari hingar bingarnya arus keduniaan yang menyesatkan, penuh perangkap
kesesatan dan mendekatkan diri kepada Penciptanya agar mendapatkan kejernihan
dalam menyelesaikan permasalahan bangsanya. Yang jelas kesemua mereka memiliki
ciri khas, kelompok ini merasa sangat bertanggung jawab terhadap nasib bangsanya dan
mereka berupaya mencari jalan terbaik dengan tujuan untuk mendapatkan keridhoan
Tuhannya dan bukan dengan maksud untuk mendapat jabatan atau kesenangan
duniawiyah lainnya. Niat mereka tulus ikhlas untuk kebenaran semata sebagaimana
yang diajarkan Tuhan mereka. Jika saatnya tampil, mereka pasti akan tampil
mengesankan bagaikan panglima yang dinantikan untuk menghalau musuh.
Kelompok ini memang tidak hadir dengan sendirinya, namun melalui proses
baik secara langsung melalui pembinaan yang terus menerus yang menumbuhkan
kesadaran pribadi ataupun atas kehendak Allah yang memilihnya sebagai pemimpin
bangsanya. Kesadaran yang paling utama adalah kesadaran mereka terhadap perlunya
diri mereka membersihkan fikiran, jiwa maupun fisiknya dari segala bentuk
kejahiliyahan yang memperbudak dan menyesatkan. Hal inilah yang telah dilakukan
oleh semua pemimpin pergerakan yang membawa bendera kebenaran dari Tuhan
Pencipta alam, baik oleh Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad serta para pemimpin
yang mengikuti ajarannya. Para penggerak perubahan harus mampu merubah dirinya
terlebih dahulu sebelum merubah lingkungannya, pribadinya adalah miniatur cita-cita
perjuangannya. Tidak mungkin seorang yang kotor fikirannya, kotor jiwanya akan
mampu menerima kebenaran dari Yang Maha Suci, karena ajaran yang suci hanya akan
diserap oleh fikiran dan hati yang suci pula.
Itulah sebabnya pensucian (tazkiyah) adalah proses mutlak yang diperlukan
oleh para penggerak kebenaran dan telah menjadi keniscayaan sebelum mereka dapat
mengambil perbendaharan al-Qur’an dan al-Hikmah. Seluruh rangkaian ajaran Islam,
baik berupa solat, zakat, puasa, haji, amar makruf nahi mungkar, jihad, dakwah,
tarbiyah, sedekah, senyum dan lainnya adalah proses pensucian yang akan
mengantarkan mereka menuju kesempurnaan hidup sebagai manusia paripurna. Maka
tidak mungkin orang yang tidak mengamalkan ajaran Islam sebagaimana diperintahkan
akan mendapat kejernihan jiwa dan fikiran yang akan menangkap hikmah dan
pelajaran dari ajaran yang Maha Suci, apalagi akan merasakan keagungan dan
keunggulan ajaran Allah. Ajaran yang suci hanya bersemayam di dalam kesucian, dan
tidak mungkin berada pada fikiran dan jiwa yang kotor sebagaimana yang senantiasa
didakwakan para penyeru kepalsuan yang mengatasnamakan ajaran Islam. Para
penggerak perubahan Islam sejati hanya lahir dari proses pemahaman dan pengamalan
Islam sebagaimana yang dikehendaki Allah dan rasul-Nya dan bukannya dari rekayasa
pemikiran sesat yang mengatasnamakan ajaran Islam yang diserukan oleh manusia-
manusia bingung dan dimurkai Tuhan.

283
Dalam kontek Renaisans Indonesia, kelompok yang akan membawa perubahan
ini akan lahir dari pembinaan dan pendidikan yang telah dilakukan oleh para
pemimpin umat, dai dan para pejuang yang ikhlas, yang telah mengorbankan
kepentingan dunianya untuk perjuangan Islam. Bahkan mereka telah siap menjadi
tumbal perjuangan Islam, rela dipenjara oleh penguasa yang bersebrangan faham
dengannya dan mereka rela menempuh syahid untuk menyuburkan perjuangan ini
dengan darah-darah suci mereka. Demikian pula kelompok ini akan lahir dari kalangan
generasi yang berhati nurani, waras namun kebingungan dan terus mencari kepastian
hidup, lalu menyerahkan urusannya kepada Sang Pencipta dan mereka mendapat
petunjuk Allah Yang Maha Pengasih. Mereka adalah kelompok manusia yang dipilih
Allah dengan hidayah Islam, yang ikhlas beramal, berbuat dan berjuang karena
mengharapkan ridho-Nya, mereka telah menukar kehidupan dunianya dengan
perjuangan di jalan-Nya. Mereka hadir dari berbagai lapisan masyarakat, tampil dengan
keyakinan dan pengetahuannya untuk membela kebenaran yang diserukan Islam.
Diantara mereka ada yang dijuluki sebagai teroris, biang kerusuhan dan sejenisnya
akibat komitmen mereka yang sangat kuat membela Islam dan saudara seimannya.
Setelah reformasi, mereka tampil dengan berbagai bentuk dan simbol yang menuntut
perubahan mendasar pada bangsa, menggantikan sistem berbangsa dan bernegara
dengan Islam.
Peranan kelompok ini mulai terasa ditengah masyarakat yang menghendaki
ditegakkannya kebenaran Islam dalam berbagai kegiatan. Namun mereka bukanlah dari
golongan yang mengatasnamakan Islam dan menjual perjuangannya untuk
kepentingan dunia, apalagi untuk memuaskan keserakahan para rezim penguasa. Ciri
khas kelompok ini adalah pemahamannya yang benar terhadap ajaran Islam,
pengamalannya yang kuat terhadap ajaran Islam, kesadarannya yang tinggi terhadap
perjuangan Islam, keyakinannya yang kokoh terhadap kemampuan Islam
menyelesaikan permasalahan bangsa Indonesia, keberaniannya yang luar biasa dalam
menegakkan kebenaran dan memerangi kebathilan. Karakteristik inilah yang
menghantarkan mereka menuju kesucian jiwa dan kejernihan berfikir untuk
menyelesaikan permasalahan bangsanya dengan keagungan dan kesempurnaan ajaran
Islam. Walaupun mereka saat ini berada dalam berbagai wadah, namun kebenaran
Islam akan memimpin mereka menjadi pemimpin-pemimpin gerakan perubahan yang
akan mengantarkan bangsa menuju cita-cita Indonesia baru yang berdasarkan ajaran
Islam. Jika sudah saatnya, mereka akan tampil dengan gagah perkasa dan
mencengangkan semua orang. Dengan pengetahuan dan keyakinan yang ada padanya,
kelompok ini telah mulai memberikan solusi kepada bangsanya, baik dalam bidang
ekonomi, pendidikan, hukum dan lainnya yang berdasarkan ajaran Islam. Mereka telah
menjalani kerjasama dengan rekan-rekannya di luar negeri dalam mengembangkan
solusi-solusi Islami yang tengah menjadi trend dunia akibat kegagalan sistem
Kapitalisme global yang imprialistis.
Para penggerak perubahan ini harus memahami hakikat perjuangan Islam yang
menghendaki tahapan-tahapan dalam menegakkan sistem Islam, dan gerakan ini bukan

284
dimulai dengan membuat berbagai bentuk teori-teori yang membingungkan seperti
yang dilakukan oleh mereka yang menyebut dirinya sebagai cendekiawan muslim saat
ini. Tapi gerakan ini dimulai dengan membentuk manusia-manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhannya, membina generasi yang mengamalkan ajaran Islam, yang
menuzulkan al-Qur’an pada dirinya sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah dan
para shahabatnya terdahulu. Rasulullah tidak sibuk menciptakan berbagai teori-teori
atau sibuk menanggapi perkembangan teori dunia saat ini, bahkan para binaannya
dilarang mengambil sumber selain dari yang diajarkannya, namun beliau saw sibuk
menanamkan nilai-nilai al-Qur’an dalam pengikutnya sehingga mereka dijuluki sebagai
al-Qur’an yang berjalan, al-Qur’an yang hidup, karena al-Qur’an telah menyatu dengan
diri mereka, mengamalkannya dalam kehidupan. Jika telah terbentuk manusia-manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, maka mereka dengan rahmat dan
pertolongan Allah akan menyelesaikan permasalahan dunia. Kebingungan para
cendikiawan muslim saat ini akibat mereka terlalu asyik dengan menciptakan berbagai
bentuk teori, menyanggah teori, dan dari teori ke teori yang pada akhirnya akan
menimbulkan kesesatan pemikiran. Sementara generasi Islam terdahulu berhasil
mengembangkan berbagai bentuk teori duniawi karena mereka telah memiliki landasan
yang kuat berupa warisan keislaman generasi Islam sebelum mereka.
Maka hal inilah yang seharusnya dilakukan oleh bangsa Indonesia dalam
menghadapi krisis multi dimensi ini dan sekaligus menghantarkannya menuju
Indonesia baru. Bangsa ini harus mencetak dan melahirkan sebanyak-banyaknya
manusia-manusia beriman dan bertaqwa dalam arti yang sebenarnya sebagaimana
dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Manusia-manusia unggul inilah yang akan
menyelesaikan permasalahan bangsa dan sekaligus menghantarkannya menuju
Indonesia baru sebagaimana dicita-citakan. Para penggerak perubahan di Indonesia
harus menyadari hakikat ini, mereka menyeru manusia ke jalan Allah, membersihkan
jiwa dan fikiran mereka, mengajarkan mereka al-Qur’an dan al-Hikmah dan
mengajarkan mereka pengetahuan yang dibutuhkan sesuai dengan kemampuannya
masing-masing. Inilah yang telah dilakukan oleh para perubah masyarakat dari zaman
Nuh, Ibrahim, Musa sampai kepada Nabi Muhammad saw. Dan jalan ini pulalah yang
akan mengantarkan bangsa Indonesia keluar dari krisis multidimensional yang
menimpanya saat ini. Manusia-manusia beriman dan bertaqwa ini ibarat team dokter
yang akan memberikan terapi kepada pasiennya. Para penggerak perubahan dengan
para pengikut setianya akan membentuk sekumpulan masyarakat yang konsisten
menerapkan ajaran Islam, membangun sebuah jama’ah Islam yang aktif berinteraksi
dengan masyarakat sekelilingnya, memberikan solusi-solusi terbaik berdasarkan
keimanan dan ketaqwaan, menegakkan yang makruf dan mencegah kemungkaran,
menyerukan masyarakat agar menegakkan hak-hak Allah, bahkan jika para pembela
tirani menghalangi tujuan suci mereka, maka benturan dan peperangan pasti tidak akan
terelakkan sebagaimana yang telah menjadi sunnah para penggerak perubahan
terdahulu. Benturan-benturan dengan masyarakat yang menolak misi perjuangannya
akan menjadi penyubur gerakan perubahan di masa depan.

285
Gerakan perubahan yang dipimpin para putra terbaik bangsa bersama dengan
pengikut setianya ini akan merancang dengan teliti program-program strategis
berdasarkan pemahaman keislaman dan dinamika sejarah bangsa mereka. Mereka akan
memulai gerakannya dengan merombak keyakinan masyarakatnya yang penuh dengan
kejahiliyahan, menjadi masyarakat tauhid yang hanya mendahulukan Allah dan Rasul-
Nya dalam tindakannya. Merombak pemikiran dan tatanan jahiliyah yang telah
membelenggu dan memperbudak mereka sehingga menjadi masyarakat yang statis,
terbelakang dan dizalimi. Merombak segala bentuk perilaku dan karakter jahiliyah yang
telah menghinakan dan menjatuhkan martabat hidup mereka seperti binatang.
Merombak semua unsur-unsur kejahiliyahan, semua yang bertentangan dengan Islam,
menjadikan mereka sebuah masyarakat baru, masyarakat yang tunduk dan patuh
kepada ajaran Allah dan rasul-Nya.
Jadi dengan demikian jelaslah sudah bahwa gerakan renaisans Islam di
Indonesia memerlukan tampilnya para pelopor dan kadernya yang akan membuktikan
keunggulan ajaran Islam. Mereka diberi kesempatan untuk tumbuh berkembang
menyampaikan solusi-solusi terbaik, membina generasi baru yang beriman dan
bertaqwa sebagai jalan menuju terbentuknya Indonesia baru yang dicita-citakan.
Namun permasalahannya, dimanakah bangsa Indonesia harus menemukan generasi-
generasi yang akan memimpin gerakan renaisans yang akan mengeluarkannya dari
krisis multi dimensi dan mengarahkannya menuju kebangkitan. Apakah generasi ini
berada di lembaga-lembaga pendidikan Indonesia yang kini tengah dipertanyakan
kualitasnya? Apakah mereka berada di lembaga-lembaga pemerintahan yang
dipertanyakan keefektifannya, dan dinayatakan sebagai sarang koruptor? Apakah
mereka berada di tengah-tengah partai politik yang banyak dikecam masyarakat karena
janji-janji palsunya dan menimbulkan konflik? Apakah mereka di perusahan-perusahan
besar yang tengah mengalami masalah? Apakah mereka berada di organisasi-organisasi
Islam yang sedemikian banyaknya dan terpecah satu dengan lainnya? Ataukah mereka
makhluk asing yang tidak jelas rimbanya, sehingga tidak mungkin ditemukan dalam
masyarakat karena masih disimpan sebagai "satria paningit" yang akan menjadi "ratu
adil"?
Kemana generasi pelopor kebangkitan ini mesti dicari agar secepatnya
kepemimpinan diserahkan kepada mereka dan mengarahkan bangsa Indonesia keluar
dari permasalahan yang menerpanya. Masyarakat sudah tidak tahan menunggu
perubahan bangsa Indonesia, mereka menanti siang malam perubahan demi perubahan
yang dijanjikan satu rezim dan rezim lainnya. Tapi silih bergantinya rezim tidak
mendatangkan perubahan pada mereka, masyarakat tetap menderita dalam
penderitaannya, tetap sengsara dalam kemiskinannya, tetap terpinggirkan dan
tersisihkan dengan masalah yang tidak mampu lagi mereka hadapi. Apakah memang
generasi pelopor yang akan menggerakkan perubahan sudah hadir di tengah-tengah
masyarakatnya, namun masyarakat tidak merasakan kehadirannya karena mereka
hanya memberikan janji-janji ataupun angan-angan dalam retorika-retorika yang
membuai masyarakat tanpa memberikan apa-apa arti perubahan, karena mereka tidak

286
mampu mengurai benang kusut lingkaran setan yang telah membelit bangsa Indonesia
akibat krisis multi dimensi yang dideritanya?
Ataukah memang generasi ini belum saatnya tampil, karena sangkakala
perjuangan belum menyeru kepada perjuangan suci mereka. Apakah benar generasi ini
sudah ada dan tinggal menunggu komando untuk tampil membebaskan dan
membangkitkan bangsa Indonesia dari belenggu yang menimpanya? Apakah bangsa
Indonesia perlu menunggu sampai keadaannya benar-benar berada pada anak tangga
terbawah dari starata penderitaan dan kejahiliyahan, barulah generasi ini akan hadir
membangkitkan kembali mereka, sebagaimana yang terjadi pada masyarakat Makkah
sebelum kehadiran Muhammad Rasulullah? Jika demikian adanya, maka bangsa
Indonesia akan menunggu dalam ketidak pastian, sampai kapan? Bukankah di antara
sekelompok bangsa Indonesia terdapat kaum yang dinyatakan Allah sebagai sebaik-
baik umat yang dikeluarkan dari manusia dan kepada mereka telah diturunkan
panduan hidup berupa al-Qur'an dan al-Sunnah. Apakah sekelompok manusia ini tidak
mampu memberikan solusi kepada bangsa Indonesia dan mengantarkannya kepada
kebangkitan kembali? Sementara Sang Maha Pencipta telah memberikan ultimatum:
"Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu bangsa, sampai bangsa itu sendiri mau
merubah keadaan mereka sendiri". (13:11).
Perubahan akan terjadi apabila bangsa Indonesia bersepakat untuk merubah diri
mereka sendiri, para generasi berjuang untuk merubah diri sehingga menjadi generasi-
generasi unggul yang mempelopori perubahan. Namun apakah perubahan ini akan
terjadi secara alami? Biasanya perubahan secara alami terjadi apabila sudah terjadi
kerusakan yang sangat akut pada seluruh lini masyarakat. Apakah bangsa Indonesia
akan menunggu sampai keadaannya benar-benar parah, baru mengharapkan datangnya
perubahan. Di sisi lain, perubahan dapat digerakkan dan disiasati, sebagaimana
pemuka-pemuka Bani Israil yang datang kepada Nabinya untuk meminta saran dan
petunjuk agar bangsa mereka dapat keluar dari keterpurukan, sehingga Allah memilih
Thalut, seorang petani yang berkualitas memimpin perjuangan kebangkitan Bani Israil.
Kenyataannya, para pemuka yang meminta saran perubahan itulah yang menolak
kepemimpinan yang telah dipilihkan untuk mereka dengan alasan-alasan duniawiyah.
Apakah tidak sepatutnya bangsa Indonesia, khususnya umat Islam yang
menjadi kelompok mayoritas meminta nasihat kepada para pemimpin dan ulama
mereka yang ikhlas, memohon doa restu mereka agar Allah SWT segera berkenan
menampilkan generasi-generasi penyelamat umat ini. Semoga generasi yang
didambakan kehadirannya ini dapat tampil segera kehadapan untuk membangkitkan
kembali bangsa Indonesia yang tengah menunggu dengan penderitaan dan
kesengsaraan yang dihadapinya.
Sebenarnya secara tidak langsung, di dalam al-Qur'an banyak ayat-ayat yang
membahas tentang generasi pelopor kebangkitan ini, terutama ciri khas dan karakter
mereka. Seorang pemimpin pergerakan Islam terkemuka dari Mesir, Sayyid Qutb dalam
buku monumentalnya, Ma'alim fi al-Thariq, telah memberikan ciri khas generasi yang
akan membawa perubahan dan kebangkitan. Diantara cirinya adalah:

287
1. Menjadikan al-Qur'an Sebagai Panduan Hidup
Generasi pelopor kebangkitan Islam pertama yang dibina Rasulullah s.a.w.,
hanya mau mengambil dari satu sumber saja sebagai rujukan dalam segala aspek
kehidupan mereka, yaitu al-Qur'an. Sunnah Rasulullah adalah sebagian dari sumber
utama itu. Sekiranya mereka menghadapi suatu masalah, mereka akan segera kembali
kepada al-Qur'an. Mereka akan merujuk kepada al-Qur'an terlebih dahulu untuk segala
urusan sebelum merujuk kepada sumber-sumber lain. Mereka tidak akan terburu-buru
mengerjakan sesuatu sebelum alQur'an memerintahkannya dan mereka akan segera
meninggalkan suatu urusan jika al-Qur'an melarangnya.
Generasi ini menolak segala bentuk sumber selain al-Qur'an, walaupun pada
saat itu telah wujud ajaran-ajaran nabi sebelumnya ataupun filsafat-filsafat Yunani yang
tetap dijadikan rujukan sampai hari ini. Mereka tidak mau sumber-sumber utama
pengambilan selain al-Qur'an yang akan mewarnai kehidupan dan menguasai fikiran
mereka, hatta kitab-kitab terdahulu yang dibawa para nabi. Itulah sebabnya Rasulullah
s.a.w. menegur Umar ibn Khattab ketika mengetahuinya membaca lembaran Taurat dan
bersabda dengan tegasnya: "Demi Allah, seandainya Musa a.s. masih hidup di antaramu,
maka niscaya dia pasti akan mengikuti ajaranku." (HR. Abu Yala).
Rasulullah s.a.w. sebagai pembina utama memang sengaja membatasi sumber
pengambilan masyarakat utama ini hanya kepada al-Qur'an saja, agar mereka tetap
bersih dari pencemaran pemikiran dan pefahaman di luar al-Qur'an. Rasulullah s.a.w.
mengetahui sekiranya al-Qur'an dicampuadukkan dengan berbagai filsafat manusiawi
saat itu, maka umat binaannya akan mengalami kemunduran dan tidak akan mencapai
sasaran yang telah ditetapkan al-Qur'an.
Demikianlah kenyataannya, generasi yang dibina Rasulullah s.a.w. yang dibangun
hanya berpandukan konsepsi yang diajarkan al-Qur'an semata-mata telah menjadi
masyarakat agung sepanjang masa dengan segala keutamaan mereka. Sebaliknya
masyarakat sesudah mereka; yaitu ketika masyarakat ini mencampuradukkan al-Qur'an
dengan filsafat-filsafat manusiawi lainnya, pada saat itulah masyarakat ini mengalami
kemunduran yang sangat drastis. Mereka telah kehilangan ruh al-Qur'an yang akan
menjadikan mereka manusia utama akibat bercampurnya al-Qur'an dengan filsafat dan
produk pemikiran manusiawi yang penuh dengan kekurangan dan tragedi.
Rasulullah s.a.w. membatasi sumber utama pengambilan masyarakat binaannya
hanya kepada al-Qur'an saja, karena masyarakat ini pada mulanya dikehendaki
memiliki fondasi yang kokoh dalam mengembangkan sebuah bentuk masyarakat ideal
sepanjang masa. Fondasi yang kokoh itu hanya dapat diperoleh dari al-Qur'an saja, dan
tidak mungkin diperoleh dari sumber-sumber selainnya karena melibatkan masalah
keimanan, akidah dan keyakinan manusia kepada Allah s.w.t., hari pembalasan, syurga,
neraka dan segala hal yang ghaib, yang tidak mungkin mampu disingkap kekuatan
manusia, bagaimanapun jeniusnya. Oleh sebab itu, perlu ada penjelasan langsung dari
Yang Maha Mengetahui dan Maha Pencipta alam raya ini. Hanya Sang Maha
Penciptalah yang mampu menjelaskan segala permasalahan ini kepada manusia agar

288
mereka benar-benar yakin. Atas dasar keyakinan inilah, kemudian mereka membangun
peradaban dunia sebagai Khalifah, wakil Allah di atas bumi. Penjelasan masalah
keyakinan ini tidak mungkin mampu diuraikan dengan tepat oleh filosuf-filosuf
terkemuka, walaupun mereka telah berusaha dengan segala kemampuan yang ada pada
mereka, karena manusia tetaplah manusia yang diciptakan dengan segala kekurangan.
Sekiranya Rasulullah s.a.w. berkeinginan untuk mencampurkan sumber
pengambilan masyarakat binaannya dengan sumber filsafat manusiawi yang ada, tentu
beliau telah melakukannya karena produk filsafat pada masa itu tersebar luas dan
menguasai peradaban dunia. Namun sejarah membuktikan Rasulullah s.a.w. tidak
berhuat seperti itu, bahkan beliau menolak segala bentuk sumber pengambilan selain
al-Qur'an, hatta kitab Taurat yang diturunkan kepada Musa a.s. Dengan ruh dan
metode al-Qur'anlah Rasulullah s.a.w. membimbing masyarakat Islam terdahulu
sehingga mereka menjadi masyarakat utama yang terlepas dari segala bentuk kesesatan
dan krisis yang telah menimpa masyarakat jahiliyah sebagaimana dijelaskan Allah di
dalam firman-Nya:

Dialah yang telah membangkitkan di kalangan masyarakat ummi seorang Rasul yang
membacakan ayat-ayat-Nya, membersihkan mereka dan mengajarkan mereka Al-Kitab (al--
Qur'an) dan Hikmah, dan padahal mereka sebelum itu dalam kesesatan yang nyata. (Q62:2)

Masyarakat ini menjadikan al-Qur'an sebagai satu-satunya sumber rujukan utama


karena mereka sangat yakin kepada al-Qur'an. Mereka sangat yakin al-Qur'an akan
dapat menyelesaikan segala problematika dan krisis yang mereka hadapi. Sikap inilah
yang telah menjadikan mereka sebagai masyarakat utama sepanjang masa.

2. Menerapka al-Qur'an Dalam Kehidupan Nyata


Generasi al-Qur'an yang dibina Rasulullah s.a.w. menerima al-Qur'an, membaca
al-Qur'an, mempelajari al-Qur'an dan memahami al-Qur'an semata-mata untuk
diamalkan, untuk diterapkan di dalam kehidupan nyata mereka sehingga mereka
menjadi 'al-Qur'an hidup'. Setelah masyarakat ini menerima ayat-ayat al-Qur'an dari
Rasulullah s.a.w., mereka langsung mengamalkannya tanpa mempertanyakan
aspek-aspek filosofisnya yang rumit. Ayat-ayat yang diturunkan kepada masyarakat ini
adalah ayat-ayat amali yang praktis, yang dapat langsung diterapkan di dalam
kehidupan nyata mereka, bukannya teori-teori rumit yang membingungkan mereka.
Itulah sebabnya seluruh lapisan masyarakat mudah sekali memahaminya dan mudah
melaksanakannya di dalam kehidupan nyata mereka. Generasi ini menerima
al-Qur'an ibarat seorang perajurit yang menerima perintah harian dari panglima
tertingginya. Perintah-perintah harian itu harus segera dilaksanakan di dalam
kehidupan. Mereka menerima al-Qur'an untuk menjalankan perintah Allah, Maha
Penguasa Tertinggi, tentang segala aspek kehidupan untuk dirinya, keluarganya,
masyarakatnya dan seluruh umat manusia. Mereka akan melaksanakan segera apa saja
yang diperintahkan tanpa menangguhkannya ataupun meminta tambahan

289
perintah-perintah baru yang akan memberatkan mereka. Mereka menerima ayat-ayat
Allah yang disampaikan Rasulullah s.a.w. dengan penuh perhatian dan kesungguhan,
kemudian mereka menghafalnya dan selanjutnya mempraktekkannya di dalam
kehidupan nyata. Jika mereka tidak memahaminya, maka Rasulullah s.a.w. akan
menjelaskan maksudnya, agar mereka dapat melaksanakannya dengan mudah.
Itulah sebabnya, Allah Yang Maha Mengetahui menurunkan al-Qur'an bagian
demi bagian, ayat demi ayat menurut keperluan pembinaan masyarakat waktu itu,
sebagaimana dijelaskan al-Qur'an.

Dan al-Qur'an itu Kami turunkan sebagian demi sebagian, supaya engkau bacakan kepada
manusia dengan beransur-ansur dan Kami turunkan terus-menerus. (Q17:106)

Dan orang- orang yang kafir itu berkata: Mengapa al-Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya
dengan sekaligus? Demikianlah (Kami turunkan berangsur- angsur) karena dengannya itu Kami
hendak meneguhkan hatimu, dan kami bacakan ia dengan berangsur-angsur.(Q25:32)

Ayat demi ayat diturunkan kepada masyarakat melalui utusan Allah, Nabi
Muhammad s.a.w. agar masyarakat mengamalkannya sampai ayat itu terlambang
kehidupan nyata. Mereka tidak akan meminta tambahan ayat-ayat kepada Rasulullah
s.a.w. selain dari apa yang diberikan kepada mereka, karena mereka mengetahui
ayat-ayat yang diturunkan kepada mereka adalah pembinaan yang telah disusun dan
dirancang turunnya dengan sangat teliti sesuai menurut keperluan mereka.
Allah yang Maha Mengetahui menurunkan ayat-ayat al-Qur'an menurut keadaan
pertumbuhan masyarakat yang dibina Rasulullah s.a.w. Satu atau beberapa ayat
diturunkan pada suatu peristiwa, keadaan ataupun kejadian tertentu untuk
menceritakan kepada manusia tentang apa yang mereka kerjakan demi kebaikan
mereka dunia akhirat. Ayat-ayat al-Qur'an menggambarkan keadaan hati mereka,
ataupun kejadian-kejadian yang sedang dialami dan menggariskan untuk mereka cara
bekerja dalam keadaan tersebut ataupun membetulkan kesalahan pemikiran dan
tindakan mereka, menghubungkan mereka dalam semua perkara dengan Allah s.w.t.
Al-Qur'an telah menghubungkan hamba dengan Tuhannya secara langsung, mereka
berinteraksi.
Generasi ini menerima al-Qur'an bukan hanya sekedar untuk tujuan menambah
khazanah pengetahuan ataupun untuk memperluas wawasan mereka saja. Bukan pula
sekedar untuk menikmati keindahan bacaan dan sastaranya yang sangat memukau.
Demikian pula tidak ada di antara mereka yang mempelajari al-Qur'an untuk
menambah perbendaharaan ilmunya dengan segala pembahasannya yang terperinci,
sehingga mereka terkenal sebagai pakar ilmu al-Qur'an. Bukan semua itu tujuan para
Sahabat menerima al-Qur'an!
Mereka menerima al-Qur'an dan mempelajarinya semata-mata untuk diamalkan dan
dipraktekkan dalam kehidupan nyata mereka. Itu yang terutama. Namun karena
mereka menerima al-Qur'an untuk diamalkan, maka al-Qur'an memberikan mereka

290
khazanah pengetahuan, wawasan intelektual, petunjuk hidup, kisah-kisah teladan,
kesenangan, keindahan, kemukzijatan, kekuatan spiritualitas bahkan memberikan
segala jawaban terhadap pernasalahan yang mereka hadapi. Karena mereka telah
menjadi 'al-Qur'an hidup', segala perbendaharaan al-Qur'an mereka dapatkan, sehingga
mengantarkan mereka menjadi masyarakat agung sebagaimana yang ditulis sejarah
kemanusiaan.

3. Menggantikan Kejahiliyahan Dengan Islam


Generasi pelopor kebangkitan yang dibina Rasulullah s.a.w. setelah menerima Islam
sebagai panduan hidup, secara otomatis mereka menolak dan meninggalkan segala
bentuk kejahiliyahan yang lahir maupun batin. Mereka sangat takut kembali kepada
kejahiliyahan sebagaimana takutnya mereka dicampakkan ke dalam api yang berkobar.
Setelah masuk Islam, mereka mencampakkan semua tuhan palsu jahiliyah,
kepemimpinan jahiliyah, teori-teori pemikiran jahiliyah, hubungan ashobiah jahiliyah,
pergaulan jahiliyah dan segala yang berbau jahiliyah. Mereka merombak seluruh sistem
kehidupan mereka menurut kehendak Allah s.w.t. dan Rasul-Nya.
Jahiliyah bukanlah suatu zaman sebelum kedatangan Islam sebagaimana difahami
kebanyakan orang. Bahkan mereka mendakwa bahwa sekarang tidak ada lagi
kejahiliyahan yang mereka artikan sebatas kebodohan. Masyarakat sebelum kedatangan
Islam dikatakan sebagai masyarakat jahiliyah bukan karena mereka bodoh dan tidak
memiliki peradaban. Bahkan mereka telah memiliki peradaban yang menjulang tinggi
yang masih dijadikan rujukan sampai hari ini.
Jahiliyah hakikatnya adalah faham hidup yang tidak bercorak Islam, yang
bertentangan dengan ajaran Islam. Masyarakat sebelum kedatangan Islam dikatakan
jahiliyah karena mereka tidak menjadikan Islam sebagai panduan hidup mereka. Jadi
seseorang yang menganut ideologi selain dari Islam, walaupun dia mengaku Muslim,
maka tetap dikatakan sebagai orang jahiliyah. Orang yang mengamalkan teori-teori
pemikiran yang bukan bersumber dari Islam dapat juga orang jahiliyah.
Segala bentuk akar kejahiliyahan inilah yang dicabut Rasulullah s.a.w. dari
masyarakat yang dibinanya. Beliau mengawalinya dengan mencabut akar kejahiliyahan
tertinggi yaitu menghilangkan tuhan-tuhan jahiliyah, dan menggantikannya dengan La
ilaha illallah, tiada Tuhan kecuali Allah. Rasulullah s.a.w. berjuang siang malam
membersihkan segala bentuk kejahiliyahan pada masyarakat binaannya sehingga
benar-benar menjadi masyarakat Islam ideal. Kehidupan masyarakat Islam terdahulu
benar-benar bebas dari segala bentuk penyakit kejahiliyahan sehingga mereka mampu
menjadi masyarakat utama yang mernimpin dunia. Demikian pula masyarakat Qur'ani
yang dibina Rasulullah s.a.w. tidak pernah mencampurkan antara Islam dan
kejahiliyahan dengan mengambil Islam sehagian dan sebagiannya lagi jahiliyah. Allah
s.w.t. dengan tegas melarang pencampur adukan ini sebagaimana firman-Nya:
Dan janganlah kamu campurkan antara yang hak (Islam) dengan yang batil (jahiliyah), karena
kamu pasti akan menyembunyikan yang hak padahal kamu mengetahui.(Q2:42)

291
Pencampuran antara Islam dengan jahiliyah akan menghancurkan kesucian ajaran
Islam serta menghilangkan keutamaan dan kesempurnaan yang terkandung di dalam-
nya karena Islam adalah sistern hidup yang telah dijamin kesempurnaannya dan tidak
memerlukan tambahan-tambahan dari sistern selainnya. Orang yang beranggapan Islam
akan kuat dengan sistem jahiliyah, pada hakikatnya telah menghancurkan Islam,
menghilangkan ruh yang akan menggerakkan manusia sebagai makhluk sempurna.
Mencampurkan sistem jahiliyah ke dalam sistem Islam sama artinya dengan
memasukkan racun ke dalam susu. Bergunakah susu yang sudah dicemari racun? Itulah
sebabnya masyarakat Qur'ani yang dibina Rasulullah s.a.w. menolak keras segala
bentuk kehidupan jahiliyah yang datang dari landasan filsafat selain Islam. Bagi
mereka, Islam adalah sistem kehidupan sempurna yang akan membawa manusia
menuju kebahagiaan sejati. Menerima kejahiliyahan bersama Islam adalah sama halnya
dengan mencampakkan diri ke dalam jurang kebinasaan.

4. Membentuk Kelompok dan Masyarakat Islam Ideal


Rasulullah s.a.w bersama masyarakat yang dibinanya membentuk sekumpulan
masyarakat tersendiri yang berbeda cirinya dengan masyarakat jahiliyah pada masa itu.
Mereka membentuk sekumpulan masyarakat yang menegakkan ajaran Allah dan
Rasul-Nya dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Lingkungan masyarakat mereka
bebas dari segala pengaruh masyarakat jahiliyah, dan memiliki sistem kehidupan
tersendiri, sistem politik tersendiri, ekonomi tersendiri, pendidikan tersendiri, sosial
tersendiri sehingga memiliki kepemimpinan tersendiri yang menjadikan Allah s.w.t.
sebagai pemimpin tertingginya. Masyarakat ini tidak menggantungkan sedikitpun
keperluan mereka kepada masyarakat jahiliyah, sehingga mereka menjadi merdeka
sepenuhnya dari ancaman dan tekanan masyarakat jahiliyah yang mengitari mereka.
Masyarakat Islami yang diwujudkan Rasulullah s.a.w. tidak lahir dengan
sendirinya. Bahkan kelahiran mereka di bawah bimbingan Rasulullah s.a.w. dengan
proses pembinaannya yang sangat mengagumkan. Pembinaan masyarakat yang
dipraktikkan masyarakat Qur'ani terdahulu ini dimulai dari pembentukan pribadi
Qur'ani (Syakhsiyah Qur'aniyah) yang memahami dengan benar pesan-pesan al-Qur'an
dan melaksanakannya dalam kehidupan nyata. Menegakkan ajaran al-Qur'an dalam
seluruh aspek kehidupan mereka. Rasulullah s.a.w. dengan penuh ketekunan membina
individu-individu jahiliyah, mengeluarkan mereka dari kegelapan jahiliyah menuju
cahaya Islam berpedoman wahyu yang diterimanya dari Allah s.w.t. Kumpulan
individu ini kemudian melahirkan keluarga-keluarga Muslim yang merealisasikan
ajaran al-Qur'an dalam kehidupan mereka. Kumpulan keluarga inilah yang akan
menjadi masyarakat yang memiliki sistem hidup, tersendiri sebagaimana yang
dikehendaki Allah s.w.t. dan Rasul-Nya, berbeda dengan sistem hidup masyarakat
jahiliyah.

292
Proses pembinaan masyarakat Qur'ani ini digambarkan dengan indahnya oleh Allah
s.w.t. di dalam al-Qur'an:
"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah tegas
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka; kamu lihat mereka ruku' dan
sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda- tanda mereka tampak pada muka mereka
dari bekas sujud. Demikianlah sifat- sifat mereka dalam Taurat dan Injil, yaitu seperti sebuah
pohon yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan pohon itu kuat lalu menjadi
besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanampenanamnya
karena Allah hendak menjengkelkan hati orang- orang kofir (dengan kekuatan orang- orang
mukmin). Allah menjanjikan kepada orang- orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
salih di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.(Q48:29)
Masyarakat Islam yang dibina Rasulullah s.a.w. diibaratkan sebagai sebuah pohon
yang amat rindang, yang dapat menaungi orang yang berteduh di bawahnya. Namun
tentu pohon itu tidak langsung besar dan rindang, pasti mengalami proses
pertumbuhan secara alamiyah, dari benih sampai menjadi pohon besar. Demikian pula
dengan masyarakat Qur'ani, tidak muncul dengan sendirinya akan tetapi dibina
bersusah payah dengan penuh ketekunan oleh Rasulullah s.a.w. berpandukan wahyu
yang diterimanya dari Allah s.w.t.
Masyarakat yang telah dibentuk al-Qur'an ini bukanlah masyarakat statis yang
memisahkan diri dari segala bentuk kehidupan dunia. Masyarakat ini tidak tinggal di
gunung dan hutan belantara yang terpencil tanpa menghiraukan sama sekali perubahan
dunia. Sebaliknya masyarakat ini adalah masyarakat dinamis yang berhubungan
langsung dengan dunia jahiliyah dan berinteraksi dengannya. Mereka memberi contoh
nyata kepada masyarakat jahiliyah tentang sistem kehidupan terbaik yang harus
diterapkan untuk menuju kebahagiaan sejati. Mereka memberi rumusan-rumusan tepat
untuk mengobati dan menyelesaikan segala krisis dan problematika yang telah
menimpa masyarakat jahiliyah.
Itulah sebabnya, masyarakat yang dibentuk al-Qur'an terdahulu adalah masyarakat
idial yang dapat dijadikan contoh sepanjang zaman. Mereka hidup di bawah naungan
peraturan-peraturan sempurna yang datang dari Allah, Pencipta Alam, yang Maha
Mengetahui segala seluk-beluk manusia. Masyarakat ini lebih mengutamakan
kebenaran dan keadilan, dan tidak membeda-bedakan manusia dalam melaksanakan
undang-undang. Penguasa dan rakyat adalah sama di sisi undang-undang; semuanya
takluk dibawahnya. Keutamaan dan kemuliaan seseorang hanya diukur melalui tingkat
ketakwaannya kepada Allah s.w.t. Masyarakat ini tidak membeda-bedakan ras dan
suku, sehingga dapat menghimpun berbagai ras dan suku menjadi sebuah kekuatan
yang maha dahsyat.
Masyarakat idial ini tidak membataskan kewarganegaraannya atas dasar batasan
sempit geografi wilayah atau pun ashabiah sempit sebuah bangsa, namun ditentukan
oleh akidah mereka. Siapapun yang mengaku beriman kepada Allah s.w.t. dan
Rasul-Nya, maka secara otomatis menjadi sebagian dari masyarakat Islam, walaupun
mereka datang dari ujung dunia yang lain. Masyarakat yang dibina atas dasar keimanan

293
dan ketakwaan inilah yang telah berhasil mengeluarkan bangsa Arab dari kejahiliyahan
dan keterbelakangan peradaban menjadi pemimpin-pemimpin agung dunia yang
disegani dan ditakuti. Mereka menjadi mercu suar peradaban dunia, karena anggota
masyarakatnya adalah pencinta-pencinta ilmu pengetahuan yang pengaruhnya wujud
sampai hari ini. Masyarakat idial yang telah dibina al-Qur'an inilah masyarakat pilihan
sepanjang zaman yang menjadi contoh umat manusia dan dijuluki sebagai khoiro
Ummah, umat terbaik, oleh Allah Pencipta alam di dalam al-Qur'an.
Demikianlah ciri khas generasi penggerak kebangkitan kembali yang ditunggu-
tunggu bangsa Indonesia, yang kehadirannya pasti akan tiba, yang waktu tampilnya
hanya Allah saja yang mengetahuinya. Namun demikian, setelah era reformasi yang
memberikan kebebasan, tanda-tanda kehadiran generasi ini sudah semakin jelas dengan
aktivitas dan perjuangan mereka. Semoga generasi ini mendapat pertolongan dan diberi
kesempatan oleh Allah untuk membangkitkan kembali bangsa Indonesia yang sangat
mengharapkan kehadiran mereka akibat kegagalan para pemimpin yang tetap ngotot
mempertahankan sistem hidup sekuler dan membawa bencana dunia akhirat.

Agenda Utama Renaisans Indonesia : Renaisans Idiologi


Gerakan Renaisans Indonesia minimal dapat diartikan sebagai sebuah gerakan
yang bertujuan untuk membangkitkan kembali (revival), melahirkan kembali (rebirth),
membangun kembali (reconstruction), dan memperbaiki kembali (renovation). Gerakan
Renaisans berarti sebuah gerakan bangsa Indonesia untuk bangkit kembali (revival)
menjadi sebuah bangsa besar, bangsa yang memiliki peradaban dan budaya, bangsa
yang menjamin kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya, bangsa yang memiliki
harkat dan martabat sebagai sebuah bangsa yang merdeka. Gerakan renaisans juga
berarti sebuah gerakan untuk melahirkan kembali (rebirth) menjadi sebuah bangsa yang
memiliki keagungan, sebagaiama agungnya nenek moyang bangsa Indonesia yang
memiliki peradaban canggih pada zamannya, yang telah mampu membangun salah
satu keajaiban dunia, memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas terbentang dari
kepulauan Hawaii sampai Madagaskar, sebuah bangsa yang memberikan dorongan
kepada kemajuan dan kemanan masyarakat sekelilingnya. Gerakan renaisans juga
berarti gerakan untuk membangun kembali (reconstruction) kegemilangan-
kegemilangan yang telah dicapai bangsa Indonesia, membangun kembali tradisis-tradisi
agung yang telah mendorong pencapaian maksimal bangsa Indonesia dalam semua
bidang kehidupan, baik pengetahuan, teknologi, sastra dan budaya yang begitu banyak
dan beragamnya. Gerakan renaisans juga berarti gerakan untuk memperbaiki dan
membenahi kembali (renovation) bangsa Indonesia dari penyimpangan-penyimpangan
yang telah menghambat kemajuan dan kebesaran yang terjadi selama ini, terutama
penyimpangan demi penyimpangan yang dilakukan oleh rezim penguasa yang telah
mengeksploitasi potensi bangsa untuk kepentingan pribadi dan golongannya, sehingga
membunuh karakter bangsa Indonesia. Demikian pula, bangsa Indonesia dengan
gerakan renaisans dibersihkan dari virus-virus yang telah membunuh segala potensi
dan sumber daya yang dimiliki, baik virus-virus idiologi yang asing dan bertentangan

294
dengan tradisi dan akar masyarakat Indonesia, maupun sistem-sitem sekuler yang
menganjurkan kehidupan materialistik dan hedonistik.
Karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang mayoritas Islam, maka pendekatan
renaisans Islam adalah pendekatan yang paling tepat untuk mentransformasikan
kembali bangsa Indonesia dengan segala potensi dan keutamaan yang dimilikinya.
Karena Islam dengan keagungan dan kesempurnaan ajarannya telah membuktikan diri
mampu membangkitkan kembali sebuah kaum yang terbelakang di padang pasir
menjadi sebuah umat yang besar, memiliki wilayah kekuasaan yang luas, dan yang
terpenting mampu mendorong lahirnya perkembangan peradaban, pengetahuan dan
budaya. Jika sekumpulan suku terbelakang di semenanjung Arabia dapat digerakkan
Islam menjadi umat yang besar, maka apalagi bangsa Indonesia dengan segala potensi
dan keutamaan yang dimilikinya pasti akan menjadi bangsa yang besar dan maju
bersama Islam. Sejarah telah mencatat, bangsa-bangsa muslim yang mencampakkan
Islam dari sistem bermasyarakat dan bernegaranya dan menggantikannya dengan
sistem sekuler, tidak akan pernah mendapatkan kemajuan sebagaimana bangsa-bangsa
sekuler di Eropa. Percobaan bangsa Turki muslim yang telah memcampakkan Islam dan
menggantikannya dengan sistem sekuler dapat menjadi pelajaran berharga bagi umat
Islam bangsa Indonesia. Setelah lebih dari 90 tahun bangsa muslim Turki menerapkan
sistem sekuler, apa yang mereka dapatkan selama itu? Mereka tetap menjadi negara
terbelakang dengan meninggalkan masyarakat muslim yang terasing dari tradisi dan
budayanya. Demikian pula halnya dengan bangsa Indonesia, setelah 60 tahun merdeka
atas dasar sistem Pancasila yang condong kepada nasionalisme, apakah yang diperoleh
umat Islam bangsa Indonesia? Krisis multi dimensi, hutang yang melebihi 2000 trilyun,
indeks SDM terendah di Asia, pendidikan tidak bermutu, pengangguran yang tinggi,
tingkat kemiskinan yang besar, perkapita terendah diantara negara-negara Asean,
tingkat keamanan yang rendah. Namun pada saat yang sama bangsa Indonesia dicap
sebagai negara paling korup di dunia, saking korupnya bangsa ini, para pemimpin dan
pendidik bergelar Prof atau Doktor yang seharusnya memberikan contoh kepada
masyarakat, justru terlibat korupsi sebagaimana yang tengah menimpa para anggota
KPU. Kemanapun pandangan diarahkan akan menimbulkan kekecewaan, maka kata
kata Taufik Ismail: "Aku malu jadi bangsa Indonesia."

RenaisansIdiologi
Bangsa Indonesia perlu mempelajari secara seksama, apakah idiologi bangsa
Indonesia yang diterapkan selama ini telah mengantarkannya menuju cita-cita luhurnya
sebagai bangsa yang besar dan maju. Jika ternyata memang idiologi bangsa yang
diterapkan sejak kemerdekaan memiliki kelemahan-kelemahan, maka kelemahan itu
perlu segera disempurnakan. Renaisans idiologi berarti membangkitkan kembali
idiologi bangsa Indonesia yang telah mengantarkannya pada kejayaan. Langkah yang
dapat dilakukan adalah:
1. Mengadakan pengkajian ulang terhadap idiologi dan dasar berbangsa dan
bernegara yang diterapkan selama 60 tahun secara konprehensif, melalui

295
pendekatan ilmiah dan dengan metode terbaik, apakah masih sesuai dengan
sistuasi dan kondisi bangsa Indonesia saat ini. Apakah keadaan bangsa
Indonesia yang mayoritas muslim, telah memahami dan menerima dengan
benar sistem idiologi bangsa Indonesia. Termasuk meneliti hubungannya
dengan krisis multi dimensi pada saat ini, apakah idiologi negara memiliki
peranan yang mengantarkan bangsa Indonesia seperti saat ini. Apakah idiologi
negara memiliki konsep dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi
bangsa Indonesia dan mengantarkannya keluar dari krisis multi dimesi. Hasil-
hasil kajian dan temuan perlu disampaiakan secara jujur dan adil, sehingga
bangsa Indonesia faham dan mengerti permasalahan utama yang mereka
hadapi.
2. Memaparkan dengan jelas dan terang perjalanan sejarah idiologi bangsa
Indonesia dari masa ke masa, sejak pertama kali berdirinya bngsa Indonesia, di
zaman kerajaan-kerajaan Hindu-Budha, kesultanan Islam, zaman kolonial
Belanda, zaman kebangkitan nasional sampai kemerdekaan. Bangsa Indonesia
perlu mengetahui idiologi yang telah diterapkan pada sistem bermasyarakat dan
bernegra sejak beberapa kurun lalu. Semua idiologi, falsafah, way of life, agama,
sistem dan sejenisnya dianalisis perannya masing-masing pada kebangkitan
peradaban bangsa Indonesia. Diantara semua idiologi itu, idiologi manakah
yang paling berpengaruh terhadap kebangkitan bangsa Indonesia masa lalu.
3. Karena Islam telah menjadi agama mayoritas bangsa Indonesia saat ini, maka
secara otomatis harus diadakan pengkajian kemungkinan Islam menjadi
alternatif idiologi dan sistem berbangsa dan bernegara. Jika agama mayoritas
bangsa Indonesia diterapkan sebagai idiologi bangsa Indonesia, apakah akan
membawa kebangkitan pada bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar dan
maju, atau sebaliknya menjadi bangsa yang terpecah belah. Apa keunggulan dan
kelemahan Islam jika dijadikan sebagai dasar berbangsa dan bernegara di
Indonesia, dan apakah Islam mampu memberikan jawaban tuntas terhadap
permasalahan komplek yang dihadapi bangsa Indonesia. Kajian-kajian harus
dilakukan dengan sikap terbuka dan jauh dari prasangka ataupun permusuhan.
4. Karena Islam telah dianut kelompok mayoritas bangsa Indonesia, maka sudah
seyogyanya jika bangsa Indonesia memberikan kesempatan kepada kelompok
mayoritas untuk membuktikan kebenaran dan kesempurnaan ajarannya. Karena
jika kelompok mayoritas mengalami permasalahan, terutama permasalahan
idiologis, maka akan membawa bencana kepada bangsa Indonesia seluruhnya.
Keterpurukan bangsa Indonesia saat ini, tidak lain karena disebabkan
keterpurukan mayoritas bangsa Indonesia yang muslim. Keterbelakangan,
kebodohan, kemiskinan, pengangguran yang terbesar adalah diderita kaum
muslimin yang tengah mengalami krisis idiologi, yang ujungnya mengantarkan
mereka pada krisis moral, krisis ekonomi dan seterusnya. Dengan demikian
perlu diadakan program meyakinkan semua komponen bangsa akan pentingnya
menjadikan Islam yang dianut mayoritas bangsa Indonesia sebagai sistem

296
berbangsa dan bernegara serta memberikan jaminan kebebasan beragama yang
akan diberikan kepada kelompok minoritas. Jika disuatu daerah mayoritas non
Islam, maka masyarakat diberikan hak untuk menentukan sistem kehidupan
sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
5. Peringatan demi peringatan telah diberikan kepada bangsa Indonesia, baik
bencana sosial, bencana ekonomi sampai kepada bencana alam seperti gempa
dan tsunami yang terjadi di NAD yang membelalakkan mata dunia. Tidak
diragukan bahwa semua ini merupakan peringatan sekaligus azab Sang Pencipta
yang ditimpakan kepada kaum yang menyimpang. Maka seluruh komponen
bangsa Indonesia mengadakan semacam ritual "tobat nasional" yang dipimpin
langsung oleh Presiden dan seluruh kabinet serta birokrasi. Menyatakan
penyesalan yang mendalam karena telah melalaikan dan mencampakkan ajaran-
ajaran Allah SWT dari bangsa Indonesia, terutama penghapusan 7 kata dalam
Piagam Jakarta.
6. Pemerintah atupun gerakan Islam memprakarsai sebuah pertemuan akbar,yang
lebih besar dari Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) yang dimotori MUI lalu.
Mengumpulkan seluruh pemimpin, tokoh, cendekiawan, ulama, habaib dan
seluruh elemen umat Islam bangsa Indonesia, menindaklanjuti rekomenadsi
KUII tentang pentingnya penerapan syari'at Islam sebagai solusi krisis multi
dimensi. Pada pertemuan akbar ini yang dibicarakan isu tunggal: Idiologi
bangsa Indonesia yang akan menjamin kebangkitannya kembali. Apakah
idiologi Islam disepakati sebagai idiologi yang akan menyelamatkan bangsa
Indonesia dari krisis multi dimensi, apa hukum menegakkan idiologi Islam dan
hukum yang menentagnya. Para pemimpin umat diharapkan dapat memberikan
keputusan dan fatwa yang dapat memberikan tekanan kepada pemerintah untuk
menindaklanjutinya.
7. Setelah acara tobat nasional dan musyawarah akbar umat Islam, seyogyanya
pemerintah mengundang seluruh komponen bangsa Indonesia untuk
mengadakan semacam "Musyawarah Nasional Bangsa Indonesia" yang agenda
utamanya membahas rekomendasi dan keputusan umat Islam untuk menjadikan
Islam sebagai idiologi bangsa Indonesia yang mayoritas. Seluruh komponen
bangsa Indonesia segera kembali kepada ajaran-ajaran yang telah diperintahkan
Allah. Dengan keyakinan mendalam memberikan kesempatan kepada ajaran-
ajaran Allah untuk mengatur dan mengurus masyarakat yang mayoritas
beragama Islam dan mempercayai keunggulan Islam dalam mengatur bangsa
dan negara.
8. Menjadikan Islam, agama mayoritas bangsa Indonesia menjadi idiologi dan
sistem dalam tatanan berbangsa dan bernegara. Jika belum memungkinkan,
maka bangsa Indonesia harus mengamandemen Pancasila kembali dan
menerapkan Piagam Jakarta yang merupakan kesepakatan bersama bangsa
Indonesia. Pada saat yang sama seluruh komponen bangsa diberikan kebebasan
untuk menerapkan keyakinannya, mempelajarinya secara benar dan

297
mengembangkannya sehingga kebenaran sejati, dengan rahmat dan karunia-
Nya akan ditampakkan Allah kepada bangsa Indonesia.
9. Segala bentuk informasi, berita, ajaran dan atau sejenisnya yang bertentangan
dengan semangat Islam, yang mengandung unsur-unsur syirik, kekufuran,
kemaksiatan, bid'ah, khurafat ataupun yang dapat melemahkan semangat
bangsa Indonesia menuju kebangkitan dilarang. Seluruh media diarahkan untuk
mendukung kebangkitan kembali bangsa dan mencegah hal-hal yang
meruntuhkannya. Dengan demikian utuk sementara waktu, dengan alasan
darurat, acra-acara yang bertentangan dengan idiologi dan dasar negara dilarang
sampai masyarakat dapat memahaminya dengan benar.
10. Para pejabat, birokrat dan seluruh aparat negara, dikehendaki untuk
mengadakan semacam reedukasi, pendidikan ulang, yang akan menjadikan
mereka sebagai pelopor pergerakan. Mereka diharapkan dapat memahami
keutaman-keutaman agama yang mereka anut dan percayai. Bagi pemeluk-
pemeluk Islam pendidikan aqidah dan peningkatan spiritualitas akan diberi
keutamaan. Pelatihan-pelatihan SDM seperti yang dikembangkan Aa Gym, Ary
Ginanjar, Arifin Ilham dan lainnya dapat dikembangkan dan dijadikan sebagai
alternatif pendidikan kembali. Diharapkan dengan pendidikan dan pelatihan
kembali ini akan lahir birokrat dan aparat yang benar-benar profesional, bekerja
ikhlas karena Allah, mengutamakan moralitas berdasarkan ketinggian
spiritualitas, yang dalam kehidupan sehari-hari dapat bersih dari unsur perilaku
merusak, terutama korupsi.

298
PENUTUP
Setelah memperingati kemerdekaannya lebih dari 60 tahun, kini Republik
Indonesia yang dibangun dengan tetesan darah dan keringat para pahlawan agung
sedang berada dipersimpangan jalan, sedang meluncur menuju jurang kehancuran yang
akan menghilangkan eksistensinya dari muka bumi. Sejak kemerdekaannya, baru
sekaranglah terjadi akumulasi penderitaan yang mengerikan, atau apa yang diistilahkan
sebagai terjadinya krisis multidimensional. Krisis terjadi dalam semua lapangan
kehidupan berbangsa dan bernegara, merambat pasti ke seluruh bagian kehidupan
seperti merebaknya kanker ganas yang tidak mungkin di obati. Para pemimpin,
cendekiawan dan putra terbaik bangsa yang memiliki hati nurani sepertinya sudah
putus asa menyaksikan keadaan bangsa dan negaranya yang terombang ambing tidak
menentu. Bencana alam terjadi di mana-mana, baik gempa bumi, tanah longsor, banjir
dan sejenisnya yang membawa kelaparan dan wabah penyakit. Bersamaan dengan itu
terjadi krisis ekonomi yang menimbulkan berbagai dampak dalam kehidupan sosial
masyarakat dengan meningkat drastisnya kemiskinan, semakin tingginya tingkat
pengangguran serta meluasnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sementara investor asing yang diharapkan menggerakkan roda perekonomian bangsa
mulai hengkang satu persatu akibat ketakutan dan ketidak jelasan hukum. Di fihak lain
badan-badan donor yang selama ini membantu Indonesia seperti IMF, World Bank,
ADB dan lainnya mulai menahan bantuan mereka dengan berbagai pertimbangan yang
menambah buruknya keadaan. Harga rupiah semakin merosot terhadap dolar yang
berarti meningkatnya harga barang yang sudah pasti menambah penderitaan
masyarakat. Keadaan ini menumbuh suburkan penyimpangan moral dengan maraknya
tempat maksiat yang menjajakan kebutuhan nafsu, yang pada akhirnya akan

299
menghancurkan moral bangsa. Bangsa Indonesia yang selama ini dikenal sebagai
bangsa yang ramah dan toleran, kini menjadi bangsa yang sadis dan beringas serta
anarkhis, mereka sanggup saling bunuh membunuh karena masalah sepele, bahkan
perkelahian bukan hanya disebabkan masalah SARA, namun satu agamapun dapat
saling membunuh akibat kefanatikan mereka pada golongan, partai dan pemimpin
mereka. Demikian pula keadaan politik menambah runyamnya permasalahan bangsa
yang sekarat ini, pertikaian antar elit politik telah merambah menjadi konflik horizontal
yang menimbulkan kekacauan dan perilaku anarkhis lainnya. Daerah-daerah yang
memiliki sumber daya alam kini mulai menuntut kemerdekaan dan kelompok sparatis
semakin mendapat dukungan masyarakat yang fanatik kepada pemimpinnya. Yang
lebih memprihatinkan, disaat bangsa ini membutuhkan seorang pemimpin besar untuk
menyelesaikan krisis multidimensional bangsa ini, ternyata MPR/DPR memilih Gus
Dur seorang budayawan kontraversial atau Megawati yang pendiam menjadi presiden
yang akan menentukan kelangsungan bangsa ini. Kehadiran Gus Dur dan Megawati
seakan menambah lengkap penderitaan, krisis dan malapetaka yang sedang menimpa
bangsa Indonesia. Terbukti selama kepemimpinannya Gus Dur selalu menimbulkan
kontraversi yang menambah runyamnya permasalahan bangsa ini. Keadaan inilah yang
mendorong Amien Rais dan pasukan Poros Tengahnya, yang telah mengantarkan Gus
Dur sebagai presiden, berjuang menurunkan Gus Dur yang akhrnya menimbulkan
konflik-konflik baru yang mengerikan. Ternyata kenaikan Megawatipun belum dapat
menyelesaikan permasalah fundamental bangsa. Dalam suasana seperti ini, kelompok
radikal kiri mulai mengambil kesempatan dengan mengobarkan semangat kebencian
dan menebar benih permusuhan dengan harapan negara dan bangsa ini hancur
berkeping-keping. Akhirnya, ke manapun pandangan diarahkan, kengerian,
kekecewaan dan putus asa pasti menghantui mereka yang menyaksikan drama tragis
bangsa Indonesia saat ini.
Gerakan reformasi yang dimotori para mahasiswa ternyata tidak mampu lagi
meluruskan keadaan yang semakin tidak menentu ini. Disamping akibat kelemahan
gerakan mereka yang semakin membuat apatis rakyat, kini demo-demo mahasiswa
yang dahulu efektif, bahkan mampu menjatuhkan regime Soeharto, di jawab dengan
demo yang lebih besar dari pendukung fanatik pemerintahan Gus Dur atau Megawati.
Bahkan mereka siap membunuh dan dibunuh karena mempertahankan Gus Dur yang
dianggap sebagai Wali suci yang tidak memiliki kesalahan. Keganasan dan keberutalan
pengikut elit politik berkuasa telah menciutkan nyali sebagaian penggerak reformasi,
melemahkan semangat mereka yang pada akhirnya memang akan benar-benar
mematikan gerakan reformasi sebagaimana disinyalir banyak fihak. Dengan keadaan
yang semakin tidak menentu ini, maka tidak diragukan lagi bahwa gerakan reformasi
telah menemui kegagalan. Reformasi telah mati muda sementara regime penguasa
sudah mulai terkena penyakit sidrome para diktator yang akan mempertahankan
kekuasaannya dengan cara apapun yang pasti akan menambah pastinya kehancuran
bangsa dan negara tercinta ini.

300
Akankah bangsa ini dibiarkan hancur berantakan menjadi negara-negara kecil
dan lemah yang akan menyulut peperangan demi peperangan ? Akankah bangsa yang
memiliki warisan peradaban agung, kekuatan spiritualitas dan sumber daya alam yang
besar ini dibiarkan meluncur tanpa arah menjadi bangsa terbelang dan primitif ?
Akankah bangsa dan negara ini akan dibiarkan hancur berantakan dibawah
kepemimpinan mereka yang tidak mampu mengatasi permasalahannya ? Akankah
bumi Indonesia yang dianugrahi Tuhan dengan kekayaan alam yang merimpah ruah ini
akan dijadikan ajang perang saudara yang akan menghancurkan seluruh potensinya ?
Akankah Indonesia akan menjadi seperti Bosnia, Chechnia atapun Libanon ?
Tentu setiap anak bangsa yang berfikiran waras dan bertanggung jawab
menghendaki agar Indonesia tetap eksis dan menjadi bangsa yang besar dan maju
sebagaimana bangsa-bangsa besar lainnya. Namun permasalahannya bagaimanakah
caranya agar bangsa ini bangkit kembali dari segala bentuk krisis yang dialaminya.
Apakah hanya dengan menukar satu presiden dengan peresiden lainnya bangsa ini
akan mampu menjadi bangsa besar yang dicita-citakan. Ternyata permasalahan bangsa
Indonesia bukan hanya terletak pada kepemimpinannya. Siapapun yang memimpin
bangsa ini pasti akan mengalami seperti yang telah dialami oleh Soekarno, Soeharto,
Habibie dan juga Gus Dur, Megawati maupun SBY, karena mereka masih dalam sistem
permainan yang sama. Maka untuk menyelesaikan permasalahan bangsa ini, hal
pertama yang perlu difikirkan adalah sistem dalam berbangsa dan bernegara. Apakah
sistem berbangsa dan bernegara yang diterapkan selama ini sudah sesuai dengan
koridor bangsa Indonesia, atau lebih jauh apakah sudah sesuai dengan kehendak Allah,
Tuhan Yang Maha Kuasa.
Maka tidak diragukan lagi bahwa krisis multidimensional yang tengah dialami
bangsa Indonesia saat ini adalah akumulasi dari kegagalan dan kelemahan sistem
berbangsa dan bernegara. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45 yang dijadikan
sebagai dasar berbangsa dan bernegara masyarakat Indonesia saat ini mengandung
terlalu banyak kelemahan, kekaburan dan kegamangan sehingga menimbulkan
kebingungan demi kebingungan yang berujung pada penyimpangan demi
penyimpangan penguasa. Ketika zaman Soekarno Pancasila dan UUD ditafsirkan sesuai
dengan kehendaknya, demikian pula di zaman pemerintahan Soeharto yang pada
akhirnya menimbulkan krisis multidimensional saat ini. Bahkan lebih jauh, Pancasila
yang menjadi dasar berbangsa dan bernegara saat ini adalah penghianatan perjanjian
terhadap Allah SWT, Tuhan Seru Sekalian alam dan kelompok mayoritas bangsa
Indonesia. Ketika bangsa ini merdeka pada tanggal 17 agustus 1945 mereka menyatakan
berdasarkan pada “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluknya”, namun sehari kemudian pada tanggal 18 agustus 1945, walaupun dengan
alasan apapun, mereka telah mengiananati Allah SWT dan kelompok mayoritas dengan
menghapuskan 7 kalimat sakral itu dari Pancasila dan UUD 45. Dengan hilangnya 7
kalimat tersebut dari Pancasila dan UUD 45, maka secara otomatis Pancalisa dan UUD
45 yang tadinya mendapat ridho Allah, menjadi idiologi yang dimurkai Allah, ibarat
seorang yang masuk Islam kemudian kembali kafir setelah keislamannya. Kafir setelah

301
beriman adalah sangat dimurkai, lebih dimurkai dan dilaknat dari kafir yang tetap pada
kekafirannya. Itulah sebabnya Allah memerintahkan membunuh orang yang murtad
kembali kepada kekafiran. Dasar negara yang telah menghianati Allah SWT dan
kelompok mayoritas inilah menjadi biang kerok dari seluruh krisis multidensional
bangsa Indonesia. Selama Pancasila dan UUD 45 tetap pada kekafirannya, tidak
mengembalikan 7 kata sakral itu, maka selama itu pula bangsa Indonesia akan ditimpa
malapetaka demi malapeta yang tak kunjung berakhir sampai mereka hancur sehancur
hancurnya sebagaimana dijanjikan Allah dalam al-Qur’an :
“Dan apabila Kami hendak menghancurkan sebuah bangsa dan negara, maka Allah akan
mengangkat pemimpin-pemimpin yang melampaui batas (al-Muthrafin), kemudian mereka
membuat kerusakan demi kerusakan sehingga menjadikan sebab terjadinya ketentuan dan
kebenaran janji Allah untuk mengazab mereka, maka Kami akan menghancurkan mereka
sehancur-hancurnya. (Al-Isro : 26)
Jadi jika bangsa Indonesia ingin keluar dari krisis multidimensional ini, maka
Pancasila dan UUD 45 yang menjadi landasan berbangsa dan bernegara harus
dikembalikan kepada tempatnya, yaitu sesuai dengan kesepakatan awal para pendiri
bangsa ini yang telah memutuskan Indonesia berdasarkan “Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya”. Selama Pancasila dan UUD 45
tetap sebagaimana yang dijalankan Soekarno dan Soeharto, maka Indonesia akan
tertimpa malapetaka sebagaimana di zaman kedua regime tersebut, dan kini keadaan
serupa telah menimpa pemerintah saat ini. Naik turunnya presiden, siapapun orangnya
tidak akan mungkin dapat merubah keadaan bangsa Indonesia sampai perjanjian antara
Allah dan bangsa Indonesia dikembalikan sebagaimana pada awalnya dengan
mencanumkan kembali hak-hak Allah yang telah dikhianati dan Allah berkenan
memaafkan kesalahan bangsa ini serta menolong mereka dari krisis yang menimpanya.
Apa yang terjadi belakangan ini adalah peringatan dari Allah kepada bangsa
Indonesia, jika peringatan demi peringatan ini tidak diindahkan, maka Allah SWT akan
mendatangkan azab-Nya yang sangat pedih kepada bangsa Indonesia. Karena bangsa
Indonesia secara hukum telah melakukan perjanjian dengan Allah SWT ketika akan
mendapatkan kemerdekaan. Dan bangsa Indonesia mendapatkan kemerdekaannya
ketika mencantumkan kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at
Islam bagi pemeluknya”. Namun sehari setelah merdeka mereka menghianati
perjanjiannya dengan Allah Sang Penguasa alam. Maka tugas generasi masa kinilah
untuk meluruskan kembali perjanjian ini agar Allah SWT meridhoi dan membantu
mereka keluar dari segala bentuk krisis yang tengah menimpa mereka.
Syari’at Islam bagi bangsa Indonesia adalah intipati bangsa ini sendiri. Syari’at
Islam bukanlah perkara asing bagi bangsa ini, bahkan jauh sebelum masuknya kaum
imprialis dan kolonialis kuffar, bangsa Indonesia telah menjadikan syari’at Islam
sebagai bagian dari kehidupan mereka yang telah mengantarkan kejayaan demi
kejayaan bangsa Indonesia di dunia Internasional. Demikian pula bangsa Indonesia
adalah mayoritas muslim, yang berarti mereka berkewajiban menjalankan syari’at
mereka sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT. Demikian pula syari’at Islam

302
tidaklah identik dengan hukum rimba dan hukum sadis Arab badui sebagaimana
digambarkan musuh-musuhnya. Karena syari’at Islam adalah sebuah jalan lurus yang
akan mengantarkan umat manusia menuju kebahagian sejati di dunia dan akhirat yang
senantiasa menegakkan keadilan, kedamaian dan kemakmuran sebagaimana
dicontohkan oleh Rasulullah, para shahabat dan penerus perjuangan mereka. Dalam
sejarah kemanusian, dunia telah mencatat bagaimana agungnya orang-orang Islam yang
menegakkan syari’at mereka sebagaimana diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Jadi
tidak ada alasan apapun yang dapat menghalangi penerapan syari’at Islam dengan
keagungan ajarannya di Indonesia yang mayoritas muslim. Bahkan dalam dunia
modern saat syari’at Islam terbukti telah memberikan keadilan dan kedamaian seperti
yang terjadi di Sudan ataupun negeri Kelantan Malaysia.
Jika Islam beserta syari’atnya yang agung dan mulia tegak pada bangsa
Indonesia, maka Allah senantiasa akan melimpahkan rahmat dan barokahnya,
sebagaimana yang telah dijanjikannya di dalam al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW.
Wallahu a’lam

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Hilmy Bakar, bukanlah apa-apa dan bukan siapa-siapa. Dia bukanlah seorang politisi
apalagi negarawan, bukan pula seorang cendekiawan atau ustadz apalagi ahli agama.
Hilmy hanyalah manusia lemah dan hina yang dengan segala kekurangannya dari kecil
bercita-cita menjadi hamba Allah yang menegakkan Risalah Islamiyah, mengikuti jejak
abahnya, Bakar Hasan Almascaty, seorang pejuang Islam kader dan aktivis Masyumi
dan Syarikat Islam. Itulah sebabnya sejak muda sudah aktiv di Remaja Masjid, Pelajar
Islam Indonesia (PII), Pemuda Muhammadiyah, sampai Forum Intelektual Muda Islam
Asia Tenggara dan terakhir menjadi ketua dan fungsionaris di beberapa organisasi
Islam seperti Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), DPP-Front Pembela Islam
(FPI) dan Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah. Minatnya utamanya pada
pengembangan pemikiran dan peradaban Islam, khususnya bidang kajian Gerakan
Islam Kontemporer dan Spiritualisme Islam. Dikarunia Allah SWT bakat menulis dan
telah melahirkan beberapa buku, diantaranya seperti : Kebathilan Pancasila Pada Era Orde
Baru, 1984,Yogyakarta. Ummah Melayu : Kuasa Baru Dunia Abad 21, 1994, Berita
Publishing Kuala Lumpur. Generasi Penyelamat Ummah, 1995, Berita Publishing
Malaysia. Panduan Jihad Untuk Aktivis Gerakan Islam, 2001, GIP Jakarta. Membangun
Kembali Sistem Pendidikan Kaum Muslimin, 2002,Azzahra Univ. Jakarta. Sejak muda
sudah menulis artikel berbagai topik perkembangan Islam, diantaranya di media
Indonesia : Kiblat, Al-Muslimun, Panji Masyarakat, Republika dan lainnya, di media
Malaysia : Ad-Dakwah, Risalah, Utusan Melayu, Berita Harian dan lainnya. Aktivitas
dan pemikirannya telah membuat tertarik majalah internasional Asiaweek,, pada edisi
Oktober 2001 meletakkan Hilmy pada sampul depannya.

303
Lahir di Mataram, NTB, pada 01 Agustus 1966. Hidup dan berkembang dalam
lingkungan santri dan mendapat pengetahuan al-Qur’an pertama kali dari ustadz-
ustadz yang ikhlas dalam pengajian-pengajian di Surau dan Madrasah Muhammadiyah
di Cakranegara Lombok, NTB. Memahami Islam dan pergerakannya pertama kali dari
bimbingan almarhum abahnya yang juga seorang ustadz, aktivis dan pemimpin
Muhammadiyah di NTB, sekaligus menanamkannya kebiasaan membaca sehingga
tumbuh menjadi pencinta buku sekaligus kutu buku. Sejak di tingkat sekolah menengah
pertama sudah dikenalkan abahnya dengan karya-karya M.Natsir, Hamka, HOS.
Cokroaminoto, Wahid Hasyim, Soekarno, Tan Malaka sampai karya Muhammad
Abduh, Sayyid Qutb, Boisard dan lainya yang tersedia di perpustakaan pribadi
keluarga. Diskusi-diskusi yang sangat demokratis dan liberal. dengan kakaknya Nur
Ainy Almascaty, kala itu seorang mahasiswa IAIN Malang dan aktivis HMI, telah
membuka cakrawala pemikiran keislamannya, terutama arus pemikiran yang sedang
dikembangkan para tokoh-tokoh Neo-modernis seperti Nurcholis Madjid, A. Wahib
Wahab dkk..
Sejak tahun 80-an di Yogjakarta, sambil sekolah di MAN I, sangat intens
mendalami seluk beluk pemikiran Islam dengan membaca buku-buku para
cendekiawan Islam, berdiskusi dengan mahasiswa, menghadiri seminar, berdialog
dengan tokoh-tokoh Islam seperti AR. Fakhrudin, Kuntowijoyo, Amien Rais, Syahirul
Alim, Tolchah Mansyur, Syafii Maarif, Emha Ainun Najib dan lainnya. Pada saat
bersamaan menempa diri sebagai aktivis gerakan Islam, mulai dari Pelajar Islam
Indonesia (PII), Pengkajian Nilai Dasar Islam (PNDI) dan Remaja Masjid (BKPMI).
Disebabkan rajin membaca, menelaah buku-buku keislaman dan menghadiri kelompok
diskusi (usroh) pada usia 15 tahun sudah menjadi instruktur dan pembina (murobbi)
dalam Pengkajian Risalah Tauhid (PRT) yang mendidik mahasiswa dari masjid ke
masjid, kampus ke kampus, baik di UGM, IKIP-IAIN Yogja sampai beberapa masjid dan
perguruan tinggi di Mataram, Singaraja, Surabaya, Malang, Semarang, Solo, Purwokerta
dan Jakarta. Di samping menjadi penceramah pada seminar, dialog maupun forum-
forum sejenis. Akibat aliran pemikiran yang dianggap fundamentalis serta aktivitas
yang istiqomah pada ajaran Islam, sering berurusan dengan pihak yang berwajib dan
menjadi sasaran penangkapan rezim Orde Baru dengan tuduhan terlibat gerakan Ektrim
Kanan ataupun Darul Islam (DI). Kegemaran mendalami pemikiran Islam yang
seharusnya dipelajari di perguruan tinggi, telah menimbulkan kebosanannya pada
pelajaran Madrasah Aliyah yang mengulang-ulang, dangkal dan tidak sesuai dengan
minatnya pada dataran filosofis ajaran Islam. Untuk memenuhi gejolak intelektual yang
membara membuatnya mengambil keputusan keluar MAN dan mendalami Islam ke
beberapa pesantren di Jawa Tengah seperti Ponpes Al-Mukmin Ngruki Solo dan
lainnya, serta mendatangi beberapa ustadz untuk belajar Islam intensif, terutama tafsir
al-Qur'an dan bahasa Arab sambil memberikan ceramah dan pembinaan mahasiswa.
Pada awal 1985, akibat tekanan rezim Orde Baru, mendorongnya hijrah ke
Malaysia bersama-sama dengan beberapa aktivis Islam seperti Ust. Abdullah Sungkar,
Ust. Abu Bakar Ba'asyir dan beberapa tokoh Islam yang dilibatkan dengan kasus

304
Tanjung Priok. Selama di Malaysia memperdalam pemikiran Islam kontemporer
melalui buku-buku dan diskusi sambil belajar pada Ma'had Ittiba As-Sunnah (Islamic
College) Negeri Sembilan asuhan Ust. Hasyim Abdul Ghani, terutama pendalaman
tafsir al-Qur'an, bahasa Arab dan kajian kitab-kitab klasik Islam (kitab kuning)..
Disamping aktif bersilaturrahmi dan mengadakan dialog dengan tokoh-tokoh
pergerakan Islam dari Partai Islam Se-Malaysia (PAS), Jama'ah Tabligh, Darul Arqom,
Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) serta gerakan-gerakan mujahidin dari Timur
Tengah, Afghanistan, Selatan Thailand (POLO), Filipina (MNLF/MILF), Aceh, Sumatra,
Jawa Barat, Sulawesi dan lainnya yang membuka wawasannya tentang pentingnya
makna jihad fi sabilillah dalam dunia internasional.
Sekembali dari Malaysia tahun 1987, pulang kampung ke Mataram NTB, aktif di
Muhammadiyah, menjadi da’i, wartawan dan pembina mahasiswa, disamping menjadi
Ketua Umum Yayasan Islam An-Nur dan mendirikan Pondok Pesantren Mahasiswa di
Mataram dan Ponpes anak-anak di Labuhan Haji NTB. Di tengah-tengah kesibukan
sebagai aktivis Islam tetap aktiv memperdalam kitab-kitab klasik Islam dan bahasa Arab
di beberapa Pondok Pesantren Tradisional di Lombok. Berguru kepada beberapa Tuan
Guru (panggilam untuk ulama sepuh di Lombok) seperti TGH.Umar, TGH. Mustafa
Umar (Gunung Sari), TGH. Sofwan Hakim (Kediri), TGH. Muharrar dan beberapa
ulama memperdalam kitab-kitab klasik dalam bidang bahasa Arab tingkat edvant,
tafsir, fiqh dan tasawwuf. Pada saat yang sama memperdalam pemikiran kontemporer
Islam di forum-forum diskusi bersama beberapa dosen di Universitas Mataram
(UNRAM), IAIN dan Universitas Muhammadiyah seperti Dr. Ahmad Rivai,
Drs.A.Karim Sahidu, Aziz Bages, MSc, Drs. Hilman Makmun, Ust. Abdurrahman (Ketua
Persis NTB), Ust. Abdul Ghani (Sepuh Muhammadiyah) dan beberapa aktivis
intelektual Muhammadiyah dibawah asuhan Ust. A. Rahim Sariun dan KH. Habib
Adnan dari MUI Bali. Walaupun tinggal di NTB namun tetap membina hubungan
dengan pergerakan Islam di Jawa, terutama dengan jaringan gerakan Islam di Jakarta,
Jawa Barat, Yogja, Solo dan Malang. Bahkan tetap secara rutin mengadakan perjalanan
ke Jakarta, Singapura, Kuala Lumpur sampai ke Kelantan dan Patani di Selatan
Thailand.
Setelah tidak mampu membendung gejolak minatnya memperdalam pemikiran
Islam yang tidak diperolehnya di Indonesia, pada tahun 1991 kembali lagi ke Malaysia
untuk lebih menajamkan dan memperdalam pemahaman Islam kontemporer di
beberapa institusi pemikiran Islam. Disebabkan masalah administrasi di Universiti
Islam Antarabangsa, membuatnya tidak dapat melanjutkan studi di Master Pemikiran
Islam, akhirnya memaksa dan mendorongnya untuk belajar secara otodidak
memperdalam bidang yang diminati dengan memanfaatkan panduan kurikulum,
perpustakaan, kuliah-kuliah khusus serta forum-forum diskusi mahasiswa dengan
bimbingan beberapa Profesor sambil memperdalam bahasa Inggris dan Arab.
Perpustakaan kampus UIA yang lengkap dan modern seperti rumah keduanya dan
tempat untuk memperdalam minatnya dalam mengembangkan studi pemikiran Islam
secara bebas dan dibantu beberapa mahasiswa senior pasca sarjana. Keadaan ini

305
memudahkannya untuk berinteraksi secara bebas dengan tokoh-tokoh Islam dunia
seperti Prof. Naquib Alattas, Dr. Yusuf Qordhowy, Prof. Anis Ahmad, Prof.Kamal
Hassan, Prof. Siddiq Fadhil, termasuk dengan para pemimpin-pemimpin gerakan Islam
dunia. Pada saat yang sama membuat kajian tentang kebangkitan Islam di Asia
Tenggara dan memperdalam beberapa gerakan Islam seperti ABIM, PAS, ARQAM,
TABLIGH, JIM dan gerakan-gerakan Islam di Selatan Thailand lainnya yang diterbitkan
dalam buku yang menghebohkan Malaysia dengan judul Ummah Melayu Kuasa Baru
Dunia Abad ke 21. Karena terkenalnya buku ini, mendapat tawaran kuliah pada tingkat
pasca sarjana di ISTAC dan pada jurusan Studi Islam di Universitas Malaya (UM) yang
mengkaji masalah Jihad dan aplikasinya pada ABIM dibawah bimbingan Prof. Kamil
Abdul Madjid. Penelitian terakhir telah diterbitkan dengan judul Panduan Jihad Untuk
Aktivis Gerakan Islam.
Untuk meningkatkan profesionalismenya, dari tahun 1992-an mengambil
beberapa jenis pelatihan, kursus dan studi dalam jurusan pengembangan bisnis dan
SDM dari setingkat diploma sampai terakhir tingkat MBA di Institut Tun Abdul Razak-
Universiti Kebangsaan Malaysia. Di sela-sela kesibukan bekerja dan belajar, tetap aktif
dalam perhimpunan pelajar Indonesia di Malaysia, Persatuan Pelajar Islam Asia
Tenggara (PEPIAT), menjadi pendiri dan wakil Koordinator Forum Intelektual Muda
Muslim Asia Tenggara (FIMMAT) dan Anggota Majlis Usahawan Serantau (MUS).
Sempat menjadi dosen dan kordinator pada Institut Perguruan Safa (Malaysia) dan
penceramah serta pembicara pada seminar-konfrensi tingkat nasional, regional di Kuala
Lumpur, Pulau Pinang, Perak, Kelantan, Pattani, Yala (Thailand) , Jakarta, Aceh,
Mataram dan lainnya.. Sejak tahun 1994 sampai 1996 bekerja sebagai eksekutif di
beberapa perusahaan multinasional yang berpusat di Malaysia, seperti Safa
Corporation, Mekar Idaman Group dan Glomac Berhad Group.
Sejak tahun 1997 merasa kembali pulang ke Indonesia dan bermukim di Jakarta
dan menjadi Direktur di beberapa buah perusahaan nasional yang bergerak dalam
bidang investasi, properti, perkebunan, infrastuktur dllnya. Aktif di Muhammadiyah
sebagai salah seorang Ketua Pengusaha Muda Muhammadiyah, anggota ICMI dan
Penasihat beberapa Yayasan Pendidikan Islam dan ikut mengembangkan Universitas
Islam Azzahra.di Jakarta. Tahun 1999 terpilih menjadi Bendahara Umum Partai Daulat
Rakyat (PDR) dan dicalonkan sebagai anggota DPR/MPR. Membangun group bisnis
dan menjabat Presiden Bina Cendekia Madani Group sambil menyelesaikan studi pasca
sarjana di Institute of Management Studies, Institut Pengembangan Wiraswasta, Jakarta.
Di samping aktif menjadi Ketua Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI),
Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyah dan sebagai konsultan pengembangan SDM dan
pendidikan.
Setelah 5 tahun bergelut dalam dunia bisnis, sejak awal tahun 2000 kembali
kepada minat lama yang terbengkalai, pengkajian pemikiran Islam kontemporer dan
aktif kembali dalam gerakan Islam. Dengan bekal pengalaman yang ada dan referensi
buku-buku, kembali memformulasikan pemikiran-pemikiran keislaman, terutama
merangkai kembali pemahaman yang telah lama terbengkalai. Mengadakan sejumlah

306
perjalanan kembali, terutama ke Malaysia dan bertemu dengan tokoh-tokoh intelektual,
berdiskusi dengan banyak fihak, baik mahasiswa, pemimpin gerakan Islam, profesional
dan berbagai kalangan untuk mengetahui perkembangan pemikiran Islam dan gerakan
Islam serta mengejar ketertinggalan akibat kesibukan selama ini.Untuk lebih
memusatkan konsentrasi, kembali mengambil kuliah jurusan bahasa Arab di LIPIA
Jakarta.
Buku yang ditulis an : Ummah Melayu Kuasa Baru Dunia Abad 21, diterbitkan
Berita Publishing Malaysia, 1994. Generasi Penyelamat Ummah, Berita Publishing
Malaysia, 1995. Panduan Jihad Untuk Aktivis Gerakan Islam, GIP, 2001, Membangun Kembali
Sistem Pendidikan Kaum Muslimin, Univ. Islam Azzahra, 2001. Disamping menulis artikel
dibeberapa media masa Indonesia seperti Kiblat, Panjimas, Media Dakwah, Al-
Muslimun, Republika, dan Malaysia seperti Berita Harian, Risalah (ABIM), Ad-Dakwah
dan lainnya.
Sejak tahun 2006, atau tepatnya hari ultahnya yang ke 40, Hilmy hijrah total ke
Aceh dan belajar pada Universitas Kehidupan Aceh (UKA). Dan pada tahun 2009 ini
rencananya akan mengambil studi di ATMA-UKM Malaysia.

307

You might also like