You are on page 1of 26

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH PRAKTIKUM LAPANGAN

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Disusun oleh : Anggia Vindrisasi / 11326 Arya Martin S / 11351 Muhammad Itsnan / 11354 Prima Kurniawan / 11357 Agus Yudhistira / 11360 Anita Firda Wardani / 11368

Gol/Kel :B-2 / 2 Asisten : Puspita Harum M.

LABORATORIUM TANAH UMUM JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2009

ABSTRAKSI Praktikum lapangan ini dilaksanakan pada tanggal 18 April 2009 di lima lokasi yaitu Banguntapan Bantul; Patuk Gunung Kidul; Hutan Bunder; Playen; dan Mulo, Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta. Praktikum ini bertujuan untuk mengenali jenis tanah dengan melihat sifat, ciri, dan kenampakan di lima lokasi tersebut serta mengetahui pemanfaatan lahan di lokasi tersebut. Bahan dan alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pengeruk, penetrometer, air, Soil Munsell Color Chart, pH meter, H2O2 10 %, H2O2 3%, dan HCl 2 N untuk uji khemikalia. Praktikum dilakukan dengan membuat profil tanah di masing-masing lokasi dan mendeskripsikannya. Deskripsi profil tanah yang diamati adalah jeluk, warna tanah, tekstur, struktur, konsistensi, perakaran, bahan kasar, kekerasan, kadar BO, Mn, kapur, dan pH tanah. Hasil pengamatan menurut klasifikasi PPT, jenis tanah di Banguntapan adalah kambisol(Inseptisol), Patuk termasuk Latosol (Ultisol), jenis tanah di Hutan Bunder adalah Rendzina, jenis tanah di Playen adalah grumosol (Vertisol), dan jenis tanah di Mulo adalah Mediteran (Alfisol). I. PENDAHULUAN

ELAKANG Ada 2 pendekatan dalam mempelajari tanah yaitu memahami tanah di laboratorium dan di lapangan. Pengamatan di lapangan bertujuan untuk mengetahui sifat dan karakteristik tanah dengan mengamati langsung kenampakannya di lapangan. Sedang pengamatan di laboratorium bertujuan untuk mengamati sifat dan karakteristik tanah yang tidak dapat diamati secara visual. Dengan demikian diharapkan terjadi keruntutan informasi mengenai sifat dan karakteristik masing-masing jenis tanah dengan sifat fisika dan kimia di laboratorium dengan kenampakannya di lapangan. Adapun jenis-jenis tanah yang diamati adalah inseptisol, latosol, rendzina, grumosol dan mediteran. Kelima jenis tanah tersebut berada di 4 satuan fisiografi utama dari 7 satuan fisiografi yang ada di wilayah propinsi DIY yaitu : 1. Puncak Merapi, terletak di wilayah Yogyakarta bagian utara yang berbatasan langsung dengan daerah puncak gunung merapi. Jenis tanah yang ditemukan adalah regosol abu vulkan. Penggunaan lahan untuk tanaman keras - hutan. 2. Kaki merapi, terbentang mulai Pakem membujur ke selatan sampai fisiografi daerah pantai dan mulai Kulan Progo di bagian barat sampai ke timur (daerah perbukitan Piyungan). Jenis tanah yang ditemukan adalah regosol abu vulkan. Penggunaan lahan untuk hortikultura dan tanaman pangan.

3.

Pegunungan Progo Barat/Menoreh, terbentang dari sungai Progo (bagian timur) sampai komplek perbukitan daerah Wates dan Kokap (bagian barat) dan dari Temon (selatan) sampai daerah Samigaluh (bagian utara). Jenis tanah yang ditemukan antara lain grumosol, rendzina, latosol, mediteran, alluvial dan litosol.

4.

Pegunungan Baturagung, terbentang mulai daerah Piyungan (bagian barat) sampai daerah Ngawen (timur). Tanah-tanah yang ditemukan antara lain litosol, latosol, rendzina dan mediteran. Penggunaan lahan berupa tegalan, hutan, dan lahan kritis.

5. 6.

Cekungan Wonosari, terletak didaerah datar sampai cekungan di sekitar Wonosari. Tanah yang dijumpai grumosol. Penggunaan lahan untuk pertanian lahan kering. Pegunungan Seribu, terbentang mulai daerah Karangmojo (timur) sampai daerah Panggang. Tanah yang dijumpai litosol dan mediteran. Penggunaan lahan untuk pertanian sistem pot.

7.

Daerah pantai, terbentang dari Parangtritis sampai daerah Temon. Tanah yang dijumpai adalah regosol pantai, Penggunaan lahan berupa perdu kelompok pandanus.

A. TUJUAN Praktikum lapangan (field trip) ini bertujuan untuk memperkenalkan jenis-jenis tanah yang digunakan dalam praktikum di laboratorium dengan melihat sifat, ciri dan kenampakan tanah secara langsung di lapangan. II. TINJAUAN PUSTAKA

Pedogenesis atau evolusi tanah merupakan suatu proses dimana tanah tersebut dibentuk. Pedogenesis merupakan bagian dari ilmu pedologi, yang mempelajari aspek-aspek dari tanah seperti morfologi tanah, klasifikasi (taxonomy) tanah, dan distribusi tanah di alam baik sekarang maupun dulu kala (geografi tanah dan paleodologi). Unsur-unsur pembentuk tanah yaitu bahan induk (parent material), iklim (climate), organisme (organisms), topografi (relief), dan waktu (time) (Wikipedia, 2009).

Alfisol merupakan penamaan dari USDA soil taxonomy. Tanah Alfisol berada didaerah dengan kadar lengas setengah gersang, dan biasanya sebagai penutup hutan. Tanah Alfisol merupakan tanah lempung dan memiliki nutrisi yang dapat memperkaya lapisan bawah tanahnya. Alf berasal dari kata aluminium (Al) dan besi (Fe). Tanah Alfisol memiliki daya produksi dan kelimpahan unsur-unsur yang diperlukan oleh tanah sehingga tanah Alfisol biasanya digunakan dibidang pertanian dan kehutanan karena pertukaran udara dan kadar lengas tanah yang baik (Wikipedia, 2009). Ultisol merupakan penamaan dari USDA soil taxonomy. Kata Ultisol berasal dari ultimate (batas akhir), karena jika dilihat dari proses terjadinya, tanah Ultisol merupakan hasil akhir dari . Tanah Ultisol memiliki ciri berwarna merah kekuningan (Yellow Red), yang dikarenakan tanah Ultisol merupakan tanah yang masam dengan pH antara 5. Warna pada tanah Ultisol tersebut diakibatkan dari penimbunan Fe2O3 (besi oksida) yang tinggi sehingga sukar untuk dilarutkan dalam air (Wikipedia, 2009). Warna tanah secara kuantitatif pada Soil Munsell Color Chart disusun oleh 3 anasir (Nuryani, 2003), yaitu : 1. Hue : menunjukkan spektrum warna atau panjang gelombang cahaya. Terdapat 9 kartu hue yaitu 5 Y, 2.5 Y, 10 YR, 7.5 YR, 5 YR, 10 R, 7.5 R, dan 5 R yang membedakan warna kuning sampai merah. 2. Value : menunjukkan kecerahan warna secara nisbi, dengan warna putih sebagai pembanding. Hal ini mengacu pada penurunan tingkat (gradation) kecerahan dari putih ke hitam. Nilai value dari 0 sampai 10 (hitam sempurna). 3. Chroma : menunjukkam intensitas atau kemurnian warna, nilai berkisar antara 0 sampai 8, semakin besar nilai chroma, semakin terang / kuat intensitas warnanya. Warna-warna mutlak akromatik (abu-abu, putih dan hitam) yang memiliki nilai chroma noldantanpa nilai hue digunakan notasi N (netral). Warna tanah ditulis dalam notasi berurutan hue value chroma, misalnya 10 YR 3/2 (coklat kelabu sangat tua). Sifat tanah berbeda-beda, misalnya ada yang berwarna merah, kelabu yang ada bertekstur pasir, debu, liat dan sebagainya. Membedakan tanah menjadi tanah merah, tanah hitam tanah kelabu, atau tanah pasir, tanah debu, tanah liat dan sebagainya, berarti kita telah melakukan klasifikasi tanah meskipun dengan cara yang sederhana. Jadi, klasifikasi tanah adalah usaha untuk membeda-bedakan tanah berdasar atas sifat-sifat yang dimilikinya. Dengan cara ini maka

tanah-tanah dengan sifat yang sama dimasukkan kedalam satu kelas yang sama (Hardjowigeno, 2003). Jenis-jenis tanah ditentukan berdasar atas pengamatan profil tanah di lapanagan dibantu dengan hasil analisis tanah di labotratorium terhaap contoh-contoh tanah yang diambil dari masing-masing horison tanah tersebut. Batas-batas penyebaran jenis tanah ditentukan dengan dengan pemboran baik secara sistematis atau secara taktis.Cara sistematis dapat dilakukan pemeta tanah yang belum berpengalaman dalam survei tanah, sedang cara taktis dapat memberi hasil baik dan lebih cepat bila dilakukan oleh pemeta tanah yang mampu menafirkan hubungan sifat-safat tanah dengan faktor lingkungan didaerah tersebut (Hardjowigeno, 2003). Tanah Regosol yaitu tanah yang masih sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan.Tidak ada horison penciri lain kecuali epipedon ochrik , atau histik bila tanah sangat lembek . Tanah ini juga disebut tanah Entisol. (Hardjowigeno, 2003). Tanah menempati bagian utama dari tanah vulkanik, dan berbentuk alluvium dan materi jatuhan gunung berapi (Sutanto et al., 1994). Umumnya tanah-tanah di wilayah Gunung Kidul dapat diklasifikasikan kedalam 5 ordo yaitu Entisol, Inceptisol, Mollisol, Alfisol dan Vertisol. Menurut Soedaryanto (1978), jenis jenis tanah di indonesia yaitu : 1. Regosol Regosol (Re) atau tubuh tanah abu kepundan. Penyebaran umumnya didaerah fan (kipas) dan lahan vulkan di Sumatera, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Ditemukan juga didataran pantai dan daerah batu kapur mergel Jawa. Luasnya lebih kurang 3,3 juta hektar. Terdapat dianeka tipe iklim dan tipe hujan, serta beraneka curah hujan. Wilayah berombak, bergelombang hingga bergunung pada berbagai ketinggian dari 0 hingga beberapa ribu meter dpl. Bahan induknya abu vulkan mergel sehingga dikenal Regosol vulkan, Regosol mergel dan Regosol pasir pantai. Vegetasinya hutan tropik alang alang savana dan steppe. Proses pembentukan tanah adalah alterasi lemah atau tanpa pembentukan. Sedikit atau belum ada perkembangan provil. Warna kelabu coklat atau coklat kekuningan sampai putih. Tekstur pasir sampai lempung berdebu. Struktur lepas atau bulir tunggal. Konsistensi lepas atau teguh dan keras bila menadas. Reaksi tanah netral, agak masam adakalanya masam. Kandungan hara tergantung adari bahan induk tetapi umunya miskin

Nitrogen. Regosol vulkan lebih kaya dibanding kedua regosol lainnya. Tetapi merembeskan air daya menahan airnya sangat kurang dan tanah peka terhadap erosi.

mudah

Regosol vulkan yang bertekstur lempung mempunyai produksivitas sedang sampai tinggi. Yang bertekstur pasir kasar dan pasir kwarsa umumnya mempunyai produktivitas rendah. Membutuhkan pupuk pupuk organik dan uantuk tanaman setahun seperti padi membutuhkan air banyak untuk pertumbuhannya. Digunakan untuk persawahan, perkebunan dan tegalan (padi, sawah, palawija, tebu, tembakau, sayur sayuran). Juga digunkan untuk kebun kelapa dan ladang. 2. Latosol Latosol (L) atau disebut juga tubuh tanah lateritis. Penyebaran tanah ini mulai dari Aceh hingga Lampung, di Jawa Barat, Tengah dan Jawa Timur, Bali, Sulawesi Tengah dan Minahasa, Kepulauan Maluku dan sesetempat di Irian Jaya. Tersebar di daerah tipe iklim Afa Ama (Koppen), tipe hujan A, B, C (Smicth and Ferguson) dengan curah hujan antara 2000 7000 mm/ tahun tanpa mempunyai bulan bulan kering kurang dari 3 bulan. Terdapat didaerah abu tuf dan fan vulkan dengan bentuk wilayah berombak, bergelombang, berbukit hingga bergunung pada ketinggian 10 1000 m dpl. Bahan induknya tuf vulkan dan batuan vulkan. Vegetasi hutan tropis. Proses pembentukan tanha adalah feralisasi. Solum tanah dalam (1,5 10 m) dengan batas horison tidak jelas. Warna merah coklat hingga kuning. Dari lapisan atas kebawah teksturnya liat, struktur remah dan konsistensi gembur. Reaksi tanah masam sampai agak masam (pH 4,5-6,5). Kandungan BO lapisan atas 3 10%. Kandungan hara rendah hingga sedang. Makin merah warna tanah semakin miskin. Permeabilitas agak cepat, mudah merembeskan air, daya menahan air cukup baik, tanah tahan terhadap erosi, produktivitas tanah sedang hingga tinggi. Digunakan untuk persawahan sengan tanaman padi, palawija, sayuran dan buah buahan, kebun karet, kelapa sawit, kopi, cengkih, lebun lada. Tanah mempunyai sifat sifat yang baik dan dalam sehingga cocok untuk berbagai usaha pertanian. Tanah Latosol yaitu tanah dengan kadar liat lebih dari 60 %, remah sampai gumpal, gembur, warna tanah seragam dengan batas-batas horizon yang kabur. Solum dalam (lebih dari 50 cm), kejenuhan basa kurang dari 50 %, umumnya mempunyai epipedon umrik dan horizon kambik (Hardjowigeno, 2003).

3. Rendzina Rendzina (Rz) atau tubuh tanah kapur hitam. Tanah ini ditemukan diatas batu kapur daerah lembab di Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Di luar Jawa terdapat seluas lebih kurang 0,8 juta hektar. Berkembang dedaerah tipe iklim Aw, Af, Cf (Koppen), tipe hujan A, B, C (Smicth and Ferguson) dengan curah hujan lebih dari 1500 mm/tahun, tanpa atau dengan bulan bulan kering l3buh dari 3 bulan. Terdapat diwilayah bergelombang sampai berbukit bukit, didaerah bukit kapur pada ketinggian atempat yang beraneka. Bahan induknya berkapur dengan vegetasi beraneka (biasa rumput rumput). Solum tanah dangkal 0,5 1,0 m. Horison A1 jelas kelihatan. Warnanya kelabu sampai hitam dibawah agak kekuningan. Tekstur liat kebawah lempung berpasir hingga berkerikil. Horison A1 lepas kebawah gumpal atau tanah struktur. Konsistensi A1 gembur dilapisan bawah teguh. Lapisan tanah atas bereaksi agak masam kelapisan lapisan tanah bawah makin alkalis (pH 6,0 8,0). Kandungan BO sedang yaitu 4 10% kebawah makin menurun. Kandungan unsur hara rendah. Mineral rendah adalah monmorillonit. Permeabilitas tanah adalah sedang hingga lambat, daya menahan air baik dan kepekaan tanah terhadap erosi besar. Produktivitas tanah adalah sedang dengan pemupukan NPK akan memberikan hasil yang baik. Usaha pertanian biasanya terbatas karena daerah berbatu batu dan sulit mendapatkan pengairan. Tanah ini digunakan untuk tegalan, persawahan tadah hujan, padang rumput ternak dan jati. Ada kalanya dijadikan perusahaan perkapuran. 4. Grumosol Grumosol (G) atau tubuh tanah margalit, Ranca minyak, Tanah palit, Mergel grond. Tabah ini menyebar di Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Nusa Tenggara dan Maluku. Luasnya diseluruh Indonesia lebih kurang 1 juta hektar. Berkembang didaerah beriklim Ama Awa (Koppen) tipe hujan C, D, dan E (Schmidt dan Ferguson) dengan curah hujan 1000 2500 mm/tahun. Bulan bulan kering lebih dari 4 bulan. Wilayah melandai berombak sampai bergelombang pada ketinggian tempat kurang dari 200 m dpl. Bahan induknya dari mergel atau napal batu liat dan tuf vulkan. Vegetasinya pada rumput, steppe, savana.

Solum tanah agak tebal (1-2m). Susunan horison utama AC dengan batas horison agak nyata dan tidak mempunyai horison elluviasi dan illuviasi. Warna kelabu sampai hitam bertekstur lempung berliat sampai liat. Struktur kersai dilapisan atas dan gumpal dilapisan bawah. Konsistensi teguh atau keras. Pada musim hujan lekat sekali sekali dan menggembung, bila musim kemarau keras, berbongkah bongkah dan terjadi retakan - retakan lebar dan agak dalam. Tanah bereaksi agak masam sampai agak alkalis (pH 6,0 8,0). Kandungan BO lapisan atas umumnya rendah antara 1 3% makin menurun kandungannya kelapisan bawah. Kandungan unsur hara tergantung dari bahan induknya yang berasal dari tuf vulkan relatif lebih tinggi. Yang berasal dari mergel dan batu liat umumnya lebih miskin. Mineral liat golongan montmorillonit. Permeabilitas tanah lambat, daya menahan cukup baik dan kepekaan tanah terhadap erosi cukup besar. Produktivitas tanah adalah dari rendah sampai sedang. Digunakan untuk persawahan (padi, jagung, kedelai), tegalan, kebun tebu, kapas, tembakau dan hutan jati. 5. Mediteran Mediteran atau disebut juga tubuh tanah kapur merah, Roodaarden, Laterietgrond van kalksteen, Rodekalgrond, Terra Rossa, Red earth, Red Lateritic Limestone soil, Red Lateritic, Red Lateritic soil dan Red Limestone soil. Tanah ini setempat ditemukan di Jawa Tengah dan Timur. Di luar Jawa terutama di Sulawesi Selatan dan Tenggara, Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku. Diseluruh Indonesia terdapat lebih kurang 1,7 juta hektar. Berkembang didaerah tipe iklim Ama awa (koppen), tipe hujan C, D dan E (Schimdt dan Ferguson) dengan curah hujan 800 2500 mm/tahun, 3 7 bulan bulan kering. Terdapat di wilayah berombak berombak hingga berbukit pada ketinggian 0 400 m dpl. Bahn induk dari batu kapur, batuan endapan dan tuf vulkan. Vegetasinya pada rumput dan semak semak jarang, savana dan hutan musim. Proses pembentukan tanah adalah laterasiasi lemah dan liksiviasi. Solum tanah agak tebal (1-2m), batas batas horison kurang jelas. Warna tanah coklat sampai merah dengan tekstur lempung sampai liat. Struktur biasanya gumpal hingga gumpal bersudut. Konsistensi gembur hingga teguh. Tanah bereaksi agak masam hingga netral (pH 6,7 7,5). Kandungan unsur hara tergantung dari bahan induk, umumnya relatif tinggi. Permeabilitas sedang dan daya menahan air relatif sedang. Kepekaan erosi adalah sedang hingga besar. Produktivitas tanah sedang sampai tinggi. Air merupakan persoalan utama.

Tanah Mediteran merupakan tanah dengan horizon penimbunan liat (horizon argilik), dan kejenuhan basa lebih dari 50 % tidak mempunyai horizon albik( Hardjowigeno, 2003). Pemanfaatan tanah-tanah tersebut untuk persawahan, pengairan dan tadah hujan, tegalan, kebun buah buahan dan padang rumput. III. METODOLOGI Praktikum Lapangan Dasar-Dasar Ilmu Tanah dilaksanakan pada hari Sabtu, 18 April 2009, dengan waktu pelaksanaan dari pagi hari pukul 08.00 WIB hingga selesai kira kira sore hari. Lahan yang akan dituju sejumlah 5 lokasi yakni perbukitan Piyungan, pegunungan progo barat/menoreh, pegunungan Baturagung, Cekungan Wonosari, dan terakhir Pegunungan Seribu. Peralatan yang digunakan adalah cangkul, penggaris, kamera, gelas beaker, alat tulis dan blangko data pangamatan. Sedangkan bahan kemikalia yang digunakan yaitu HCl dan H2O2. Adapun pengamatan yang perlu dilakukan untuk mengisi blangko pengamatan meliputi diskripsi profil, warna tanah, tekstur, struktur, konsistensi, bahan kasar, perakaran, reaksi reaksi tanah/ sifat kimia dan klasifikasi serta pengambilan gambar profil tanah dan vegetasi yang tumbuh disekitarnya pengamatan yang dilakukan bersifat kuanlitatif. Guna mempermudah pengamatan dipilih lereng yang sedikit vegetasinya dan mudah dijangkau. Lereng tersebut dicangkul dan dibuat dinding dengan arah vertikal sehingga didapatkan profil tanah yang lengkap dengan semua horisonnya. Dengan bantuan asisten yang ada praktikan melakukan pengamatan untuk diisikan ke balngko pengamatan. Blangko pengamatan kemudian akan digunakan sebagai bahan pembuatan laporan praktikum dilapangan.

III.

HASIL PENGAMATAN STOP SITE I

I. Morfologi Tapak (Site)


Nama pengamat Lokasi Fisiografi Topografi/Relief Lereng : B-2 / II : Banguntapan, Bantul : Alluvial gunung merapi : Datar : 6% Tanggal Kode Landform Litologi Arah lereng : 18 Aparil 2009 : Stopsite 1 : Alluvial : Aluvium/abu vulkam : 80 NE

Land use Vegetasi Pola Drainase Erosi Cuaca Letak Lintang

: Kebun, Sawah : Rumput alang-alang, jarak, pohon pisang : Dendritik : Alur : Cerah - Panas

Kebatuan Pertumbuhan

: : Subur

Jeluk air tanah : Tingkat erosi : Rendah Altitute : 112 m dpal : 07LS 48, 280 menit 110BT 24, 811 menit

II. Karakteristik Profil No Pengamatan


1. 2. Jeluk (cm) Warna tanah a. matrik b. kerapatan c. campuran Tekstur

Lapisan I 1-38 cm

Lapisan II 38-67 cm

Lapisan III 67-93 cm

Lapisan IV >93 cm

3. 4.

geluh

geluh

Lolos lapisan pasiran Gumpal menyudut

Geluh pasiran

Struktur
a. Tipe b. Kelas
Gumpal menyudut Gumpal menyudut Gumpal menyudut

gumpal 0-3 lunak makro banyak

gumpal 2 lunak mikro sedang

gumpal 2(sedang) Agak keras mikro sedang

gumpal 3 keras mikro sedikit

5. 6.

c. Derajat Konsistensi Perakaran a. Ukuran b. jumlah

7.

9. 10.

Bahan kasar a. Jenis b. jumlah c. ukuran Uji Chemicalia a. BO (H2O210 %) b. Mn (H2O23%) c. Kapur (HCl 2 N) pH H2O Catatan khusus(Konkresi,Slicken side, struktur baji, clay skin, dll)

+ + 5

++ ++ 5

+++ +++ 5

++++ ++++ 5

III.Klasifikasi tanah
1. PPT : Kambisol 2. FAO : Kambisol 3. Soil taxonomy/USDA : Kambik-Inseptisol (sedikit lempung)

STOP SITE II I. Morfologi Tapak (Site)


Nama pengamat Lokasi : Patuk Fisiografi : Baturagung Topografi/Relief : Berbukit Lereng : 9 Land use : Hutan Vegetasi Pola Drainase : Dendritik Erosi Tingkat erosi Cuaca Letak Lintang : B2 / II Tanggal : April 2009 Kode : Stopsite 2 Landform : Perbukitan Litologi : Breksi Andesitik Arah lereng : 1700 Bebatuan : sedikit : Jati Pertumbuhan : Subur Jeluk air tanah : 10 : Erosi lembar-parit : Sedang-tinggi : panas/cerah Altitute : 229 m dpl : LS 070 541,3888 BT 1100 30,204 Lapisan II 9-20 cm 7,5 YR 4/4 Lapisan III 20-40 cm 5 YR 4/6 Lapisan IV >40 cm 5 YR 3/4

No
1. 2.

Karakteristik Profil Lapisan I Pengamatan


Jeluk (cm) Warna tanah a. matrik b. kerapatan c. campuran Tekstur 0-9 cm 10 YR 3/6

3. 4.

Geluh lempungan Gumpal menyudut

Geluh lempungan Gumpal menyudut

Geluh lempungan Gumpal menyudut

Geluh lempungan Gumpal menyudut

Struktur
a. Tipe b. Kelas gumpal 2 teguh makro banyak gumpal 2 teguh makro banyak gumpal Gumpal 3 Luar biasa teguh makro sedang

5. 6.

c. Derajat Konsistensi Perakaran a. Ukuran b. jumlah

2
teguh makro sedang

7.

Bahan kasar a. Jenis b. jumlah c. ukuran Uji Chemicalia a. Kapur (HCl 2 N)

9. 10.

b. Mn (H2O23%) c. BO (H2O210 %) pH H2O Catatan khusus(Konkresi,Slicken side, struktur baji, clay skin, dll)

++ ++ 4,5

+ + 5

+++ +++ 4,5 Ada konkresi

++++ ++++ 5 Ada konkresi

III.Klasifikasi tanah
1. PPT : Podzolik merah kuning 2. FAO : Latosol 3. Soil taxonomy/USDA : Ultisol

TOP SITE III I. Morfologi Tapak (Site)

Nama pengamat : B2/ II Tanggal : 18 April 2009 Lokasi : Hutan Bunder Kode : Stop site III Fisiografi : cekungan wonosari Landform : hutan Topografi/Relief : berbukit Litologi : Napalan Lereng :I Arah lereng : 20 Land use : Hutan Kebatuan : Banyak Vegetasi : Akasia, rumput gajah Pertumbuhan : subur Pola drainase : dendritik Jeluk air tanah : Erosi : alur Tingkat erosi : Rendah Cuaca : cerah Altitude: 208 m DPL Koordinat : LS 7054,9 BT 110033,4

No
1. 2.

Karakteristik Profil Lapisan I Pengamatan


Jeluk (cm) Warna tanah a. matrik b. kerapatan c. campuran Tekstur 0-30 cm

Lapisan II 30-47 cm

Lapisan III >47 cm

3. 4.

Lempung geluhan Gumpal bulat

lempung

lempung

Struktur
a. Tipe b. Kelas
Gumpal bulat Gumpal membulat

halus 1 +1 mikro banyak

sedang 2

halus

5. 6.

c. Derajat Konsistensi Perakaran a. Ukuran b. jumlah

+3 mikro sedang

1 +2 mikro sedikit

7.

Bahan kasar

9. 10.

a. Jenis b. jumlah c. ukuran Uji Chemicalia a. Kapur (HCl 2 N) b. Mn (H2O23%) c. BO (H2O210 %) pH H2O Catatan khusus(Konkresi,Slicken side, struktur baji, clay skin, dll)

++ ++ +++ 5

+ +++ ++ 5

+ + 5

III.Klasifikasi tanah
1. PPT : Rendzina 2. FAO : Rendzina 3. Soil taxonomy/USDA : Mollisol

TOP SITE IV II. Morfologi Tapak (Site)


Nama pengamat: B-2 / II Lokasi : Playen, Gununug Kidul Fisiografi : Cekungan Wonosari Topografi/Relief : Datar Lereng : < 3 Land use : Ladang Vegetasi : kacang tanah, terong, ubi kayu Pola Drainase : Dendritik Erosi : alur Cuaca : Panas Letak lintang : 07o 58,089 LS 110o 32,608 BT Tanggal Kode Landform Litologi Arah lereng Kebatuan Pertumbuhan Jeluk air tanah Tingkat erosi Altitute : 18 April 2009 : Stopsite 4 : Datar : Batuan napalan & gamping : 225 NE : tidak ada : subur : 2-3 m : rendah : 184 m dpl

No.
1. 2.

Karakteristik Profil Lapisan I Pengamatan


Jeluk (cm) Warna tanah a. matrik b. kerapatan c. campuran Tekstur 0 -20 cm 10 YR 2/1 Lempung Gumpal membulat Gumpal 3 +++ Mikro

Lapisan II 40 cm 10 YR 3/1

Lapisan III 60 cm 10 YR 4/1

3. 4.

Lempung Gumpal membulat Gumpal 3 +++ Meso

Lempung Gumpal membulat Gumpal 3 +++

Struktur
a. Tipe b. Kelas c. Derajat Konsistensi Perakaran a. Ukuran

5. 6.

7.

b. jumlah Bahan kasar a. Jenis b. jumlah c. ukuran Uji Chemicalia a. BO (H2O210 %) b. Mn (H2O23%) c. Kapur (HCl 2 N) pH H2O Catatan khusus(Konkresi,Slicken side, struktur baji, clay skin, dll)

Sedikit Kerikil Sedikit Kecil +++ +++ + 4.5

Sedikit Kerikil banyak Kecil ++ ++ ++ 6 Kerikil banyak Kecil + + +++ 6

8.

9. 10.

III.Klasifikasi tanah
1. PPT : Grumosol 2. FAO : Grumosol 3. Soil taxonomy/USDA : Vertisol

TOP SITE V I. Morfologi Tapak (Site)


Nama pengamat Lokasi Fisiografi Topografi/Relief Lereng Land use Vegetasi Pola Drainase Erosi Cuaca Letak lintang : B-2 /II : Mulo : Pegunungan Seribu : Bergelombang : 15 % : Hutan : Akasia, : Dendritik : Alur : Cerah : 8o 2,1 menit LS 110o 35,45 menit BT Tanggal Kode Landform Litologi Arah lereng Bebatuan Pertumbuhan Jeluk air tanah Tingkat erosi Altitute : 18 April 2009 : Stop Site 5 : Perbukitan : Koral : 75N E : Sedikit : Sukar : : Sedang - tinggi : 184 m dpl

Karakteristik Profil No.


1. 2.

Pengamatan
Jeluk (cm) Warna tanah a. matrik b. kerapatan c. campuran Tekstur

Lapisan I 0-27 cm 2,5 YR 4/6

Lapisan II 27-45 cm 2,5 YR 5/6

Lapisan III 45-69 cm 2,5 YR 4/8

Lapisan IV >69cm 2,5 YR 4/8

3. 4.

Geluh lempungan Gumpal menyudut halus sedang lunak mikro banyak Tidak ada

Geluh lempungan Gumpal menyudut halus sedang lunak meso sedikit

Geluh lempungan Gumpal menyudut halus sedang lunak meso sedikit

Geluh lempungan Gumpal menyudut Halus sedang lunak makro sedikit

Struktur
a. Tipe b. Kelas c. Derajat Konsistensi Perakaran a. Ukuran b. jumlah Bahan kasar a. Jenis b. jumlah c. ukuran Uji Chemicalia a. BO (H2O210 %) b. Mn (H2O23%) c. Kapur (HCl 2 N) pH H2O Catatan khusus(Konkresi,Slicke n side, struktur baji, clay skin, dll)

5. 6.

7.

9. 10.

+ +++ 5

++ + 5

+++ ++++ 4,5

++++ ++ 5

III. Klasifikasi tanah


1. PPT : Mediteran 2. FAO : Verasol 3. Soil taxonomy/USDA : Alfisol

V. PEMBAHASAN STOP SITE 1 (INSEPTISOL) Inceptisol adalah tanah yang belum matang dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah yang matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya . Tanah inceptisol yang terdapat di dataran rendah solum yang terbentuk pada umunya tebal, sedangkanpada daerah-daerah berlereng curam solum yang terbentuk tipis. Warna tanah inceptisol beranekaragam tergantung dari jenis bahan induknya. Warna kelabu bahan induknya dari endapan sungai, warna cokelat kemerah-merahan karena mengalami proses reduksi, warna hitam mengandung bahan organic yang tinggi. Pada lapisan I warna tanahnya adalah 10 YR 3/3, pada lapisan II warna tanahnya adalah 10 YR 4/4, pada lapisan III warna tanahnya adalah 10 YR 3/6, dan pada lapisan IV warna tanahnya adalah 7 YR keempat warna diatas, mempunyai cirri-ciri sebagai berikut, yaitu tekstur banyak fraksi pasir dan liat, perkembangan struktur tingkat kecil, ukuran struktur halus, bentuk struktur granular, konsistensi sangat gembur, batas horison jelas rata, bahan kasar sedikit kerikil halus, dan memiliki pori mikro yang banyak. Proses pedogenesis yang mempercepat proses pembentukan tanah Inceptisol adalah pemindahan, penghilangan karbonat, hidrolisis mineral primer menjadi formasi lempung, pelepasan sesquioksida, akumulasi bahan organik dan yang paling utama adalah proses pelapukan, sedangkan proses pedogenesis yang menghambat pembentukan tanah Inceptisol adalah pelapukan batuan dasar menjadi bahan induk. konsistensi pada lapisan I dan II, yaitu lunak maksudnya adalh massa tanah terikat sangat lemah dan gembur, dapat dihancurkan menjadi seperti bedak atau individu partikel demgam tekanan yang tidak terlalu keras. Pada lapisan III konsistensi yang didapatkan adalah agak keras maksudnya ketahanan massa tanah terhadap tekanan lemah, mudah dipecah menggunakan ibu jari dan telunjuk. Pada lapisan IV konsistensi yang didapatkan adalah keras maksudnya ketahanan massa tanah terhadap tekanan sedang, dapat dipecah menggunakan tangan tanpa mengalami kesulitan, tetapi pecahannya melekat antara ibu jari dan telunjuk. Pada lapisan I dan II tekstur yang didapatkan adalah tekstur geluh maksudnya adalah kandungan pasir, debu dan lempung hampir sama maka tanah akan mudah dibuat sosis dengan panjang 15 cm, yang akan retak atau patah apabila di bengkokkan. Pada lapisan III, didapatkan bentuk testur lapisan pasir, maksudnya tanah tetap dalam keadaan lepas-lepas dan tampak

butiran tunggal dan hanya dapat dibentuk seperti pyramid. Sedangkan pada lapisan IV didapatkan tekstur geluh pasiran maksudnya adalah tanah cukup mengandung debu dan lempung untuk membuat tanah bersifat kohesi dan dapat dibentuk bola yang mudaj retak. Keasaman tanah di alam berkisar anatara 3.5 dan 9,5. Keasaman yang sangat kuat (pH < 4,5) jarang terjasi, kecuali pada tanah gambut atau tanah sulfat asam yang kemungkinan memiliki pH berkisar antara 3-4. Tanah dengan pH luar biasa basa kemungkinan besar terjadi pada tanah-tanah di wilayah arid dengan kandungan garam Sodium Karbonat tinggi. Olej karena itu, pH tanah pada tanah inseptisolo berda pada kisaran 4,5 5,1 yang bersifat sangat asam. Jadi, tanah inseptisol adalah tanah di wilayah humida yang mempunyai horizon teralterasi, tetapi tidak menunjukkan adanya iluviasi, eluviasi dan pelapukan yang ekstrem. Kurang lebih tanah yang ekuivalen adalah tanah brown forest, glei humik, dang lei humik rendah. STOP SITE 2 (Ultisol) Ultisol merupakan penamaan dari USDA soil taxonomy. Kata Ultisol berasal dari ultimate (batas akhir), karena jika dilihat tanah Ultisol merupakan hasil akhir dari. Tanah Ultisol adalah salah satu jenis tanah yang dapat kita temui di wilayah pegunungan Batur Agung. Sedangkan daerah yang dijadikan fokus obyek pengamatan adalah Patuk, Gunung Kidul. Daerah ini memiliki topografi yang bergelombang. Daerah ini memiliki lereng yang landai agak curam. Ini dikarenakan posisi obyek pengamatan yang berada pada lereng kaki pegunungan tersebut. Selain itu daerah ini memiliki jenis erosi lembar sampai parit, dengan tingkat erosi yang rendah sampai tinggi. Pada saat pengamatan berlangsung kondisi cuaca sangat cerah, sehingga pengamatan dapat berlangsung dengan baik. Landform dari wilayah ini adalah perbukitan. Kronologinya yaitu pada zaman dahulu diperkirakan pantai selatan tersebut laut dalamnya mengalami pengangkatan, di situ terlihat dari batuan induk jenis Napal. Napal adalah gamping yang bercampur dengan lempung dengan komposisi 50 % gamping dan 50 % lempung, dan ini ditemui di dasar laut. Jika dilihat pada lapisan induk, maka dari atas yaitu Koral dan Napal. Koral lebih cenderung banyak gampingnya. Menurut kronologisnya mirip dengan Napal.

Litologinya adalah batuan beku endisit beku dengan bahan induk breksi konglomerat. Tingkat bebatuannya yaitu sedikit. FAO dari tanah ini adalah Verasol, dimana mengandung besi yang cukup, dan soil taxonomynya sendiri adalah Ultisol. Sedangkan pertumbuhan tanamantanaman di wilayah ini memiliki tingkat sedang-baik. Kebanyakan wilayah tanah Latosol ini digunakan sebagai tanah tegalan dan pekarangan. Vegetasi yang tumbuh di wilayah ini meliputi tanaman melinjo, ketela, mahoni, suplir, paku dan lumut. Horizon yang teramati pada daerah ini yaitu horizon A pada lapisan pertama, horizon Bt1 pada lapisan kedua, horizon Bt2 pada lapisan ketiga, dan horizon campuran B/C pada lapisan keempat. Pada horizon Bt1 dan Bt2 terjadi akumulasi lempung. Horizon A memiliki warna 10 YR 3/6, horizon Bt1 7,5 YR 4/4, horizon Bt2 5YR 4/6, dan horizon B/C 5YR . Daerah ini memiliki pola drainase wilayah ini adalah Dendritik. Lapisan tanah yang teramati adalah Lapisan 1-4. lapisan 1 memiliki jeluk antara 0 9 cm, Lapisan 2 memiliki jeluk antara 9 20 cm, Lapisan 3 memiliki jeluk antara 20 40 cm, Lapisan 4 memiliki jeluk >40 cm. Tekstur tanah dari lapisan 1 s/d lapisan 4 adalah geluh lempungan. Menurut strukturnya adalah tipe gumpal menyudut kelas sedang dengan derajat 2 pada laapisan 1 sampai 3, dan derajat 3 pada lapisan 4. Lapisan 1 sampai 3 memiliki konsistensi teguh, dan lapisan 4 memiliki konsistensi sangat teguh. Perakaran yang ada yaitu makro dan meso dengan jumlah banyak pada lapisan 1 dan 2, sedang pada lapisan 3, dan sedikit pada lapisan 4. Bahan organic paling banyak teerdapat padaa lapisan 4. Saat diuji khemikalia, yang palinh reaktif adaalah lapisan 4. Lapisan 1 sampai 4 memiliki pH secara urutan yaitu 4,5; 5; 4,5; daan 5. Hal ini menunjukan bahwa tanah didaaerah ini beersifat asam. Konkresi hanya ditemukan pada lapisan 3 dan 4. STOP SITE 3 (Rendzina) Rendzina dalam klasifikasi USDA disebut Maltosol, dapat dijumpai di Hutan Bunder, Gunung Kidul. Fisiografi tanah ini yaitu cekungan Wonosari. Rendzina umumnya terbentuk di daerah beriklim semi arid dan sub humid sehingga pada musim kemarau suhu tinggi dan pada musim hujan suhu cenderung rendah. Waktu pengamatan dilakukan pada saat cuaca cerah. Pertumbuhan tanaman relatif bagus dengan komoditi mayoritas akasia dan rumput gajah. Sebenarnya Rendzina merupakan tanah yang subur (kandungan bahan organik tinggi). Namun

terdapat banyak kendala untuk pengusahaan lahan secara optimal. Berdasarkan tempat terbentuknya, tanah ini terletak di daerah bercurah hujan rendah dan suhu yang tegas. Kandungan bahan organik yang tinggi menyebabkan tanah ini peka terhadap erosi. Infiltrasi sangat besar sehingga mudah mengalami kekeringan. Oleh karena itu tanaman dengan perakaran dangkal lebih cocok untuk dibudidayakan pada lahan ini. Namun tidak menutup kemungkinan tanaman dengan perakaran mikro dan makro dibudidayakan karena jangkauan perakaran lebih luas sehingga bisa menyerap air bawah tanah lebih optimal. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah menjaga agar lahan tidak terbuka sebagai tindakan pencegahan terhadap erosi. Pada karakteristik profil, diketahui bahwa rendzina terdiri atas 3 lapisan yaitu lapisan 1 (0 - 30 cm), lapisan 2 (30 - 47 cm), dan lapisan 3 (>47 cm). Kemudian dalam menentukan lapisan itu diperkuat dengan perbedaan warna tanah di setiap lapisan. Yaitu lapisan I 5YR 3/2, lapisan II 5YR 3/3 dan lapisan III 5YR 4/4. Metode yang digunakan yaitu secara kuantitatif menggunakan kartu warna Soil Munsell Color Charts yang tersusun atas 3 unsur yaitu Hue (angka 10) yang menunjukan spektrum warna dominan; Value (YR) yang menunjukan tingkat kecerahan warna dengan warna putih sebagai pembanding; dan Chroma (3/1 atau 3/2) yang menunjukan tingkat kemurnian warna. Penentuan tekstur dilakukan secara kualitatif yaitu dengan metode perabaan atau terpilin sehingga dapat diketahui fraksi dominan penyusun tanah. Dari penentuan diketahui tekstur rendzina adalah lempung, hal ini sesuai dengan percobaan di laboratorium. Dalam penentuan tipe struktur tanah dilakukan pengamatan langsung terhadap bentuk dan ukurannya dan diperoleh hasil rendzina berstruktur gumpal membulat, karena dalam keadaan kering rendzina cenderung menggumpal tidak teratur. STOP SITE 4 (Vertisol) Tanah jenis Vertisol merupakan tanah yang memiliki sifat khusus yakni mempunyai sifat vertik, Grumusol atau dalam klasifikasi FAO disebut Vertisol ini dapat kita temui pada Stop Site 4, yaitu di daerah Playen, Wonosari, Gunung Kidul yang terletak di koordinat 07 58,089 LS & 110 32,608 BT. Sifat vertik diatas terjadi karena jenis tanah tersebut terdapat mineral liat tipe 2:1 yang relatif banyak. Karena itu dapat mengerut (shrinking) jika kering dan mengembang (swelling) jika jenuh air. Karena proses mengembang dan mengkerut horizon A masuk ke dalam

retakan-retakan. Adanya kandungan liat halus yang tinggi dan ratio liat halus per liat kasar juga tinggi di beberapa vertisol mungkin akibat lessivage dalam jumlah besar. Dalam keseharian, kekerasan ini merupakan kendala dalam melakukan pengolahan terutama di musim kering. Sehingga aktifitas pertanian pada saat-saat seperti ini sangat rendah dan cenderung dibiarkan. Tanah pada musim ini akan retak-retak, oleh karenanya tanah di permukaan dapat masuk ke dalam retakan itu. Kemudian pada musim penghujan retakan-retakan ini akan menutup karena liat mengembang. Tanah yang masuk dalam retakan akan menambah volume tanah di tempat itu akibatnya tanah akan mendorong agregat tersebut sehingga terjadi gesekan antar agregat tanah. Hal ini menyebabkan terbentuknya struktur baji dengan bidang kilir di permukaannya. Mengambangnya tanah ini mengakibatkan tanah terdorong ke arah atas sehingga terbentuk gilgai. Proses ini terjadi secara kontinyu selama musim kering dan musim hujan. Perkembangan genetik vertisol dapat dibedakan menjadi tanah tua, tanah muda, dan tanah yang telah mengalami keseimbangan dengan lingkungan. Sebagai tanah tua, tingkat perkembangan vertisol telah mencapai tingkat akhir, sehingga horizon B mengandung liat sangat tinggi. Sebagai tanah muda, mineral liat 2:1 sebagai mineral muda yang dapat berubah-ubah menjadi mineral tipe 1:1 yang tidak mengembang dan mengkerut, karena itu pada tahap berikutnya akan terjadi eluviasi. Sebagai tanah yang telah mengalami keseimbangan dengan lingkungan, mineral liat tipe 2:1 stabil, kecuali ada perubahan lingkungan misalnya perubahan iklim. Ada beberapa proses yang aktif dalam pembentukan vertisol, akan tetapi proses yang dominan adalah haplodisasi dengan cara argilli pedoturbasi, yaitu proses pencampuran antara lapisan atas dan lapisan bawah secara periodik. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan liat yang tinggi dengan tipe mineral liat 2:1 yang mudah mengembang dan mengkerut. Kendala dari jenis tanah ini adalah dalam hal pengolahan tanahnya yang relatif cukup sulit, bersifat lekat bila basah dan sangat keras bila dalam keadaan kering, jadi harus diketahui keadaan kelengasan tanah pada lapisan permukaan yang memungkinkan untuk dilakukan pengolahan tanah untuk persiapan lahan baik untuk pembibitan maupun penanaman. Land use yang teramati di Stop Site 4, Playen, Wonosari, Gunung Kidul ini yaitu penggunaan tanah sebagai lahan ladang, ada juga lahan yang digunakan sebagai persawahan, namun penggunaannya sebagai lahan persawahan sangat minim karena masalah pengairan (sumber air melimpah di dalam tanah dan kesulitan untuk menaikkannya menjadi air

permukaan), sehingga akan cenderung sesuai apabila digunakan sebagai pertanian lahan kering dengan komoditas tanaman semusim maupun tanaman tahunan. . Landform tanah ini merupakan daerah dataran dan fisiografinya yaitu Cekungan Wonosari, batuan pembentuknya yang berasal dari napalan atau gamping. Erosi yang terjadi di daerah tersebut merupakan erosi alur. Tingkat erosi yang terjadi dalam tingkatan rendah. Beragamnya tingkat kelembaban yang luas dan banyaknya kation-kation alkali (Ca dan Mg) akan merintis pembentukan liat humus yang sangat spesifik. Hal ini kemudian menjadi ciri khas Grumusol. Grumusol umumnya terbentuk di daerah beriklim semi arid sehingga menyebabkan kecepatan tingkat pelapukan dan perkembangan profilnya lambat. Hal ini sesuai dengan waktu pengamatan yaitu cuaca cerah dan panas (suhu cukup tinggi). Kondisi alam yang demikian menyebabkan pola drainase bersifat dendritik. Yaitu air masuk dari permukaan tanah ke dalam tanah (secara infiltrasi), dan karena kelengasan di lapian tanah atas cukup, air bergerak (pengatusan air) menuju air tanah atau menuju tanah bawahan. Karena komponen utama tanah ini adalah napal dan sedikit koral sehingga daya infiltrasi (pori-pori tanah besar) dan perkolasi besar maka di dalamnya akan terbentuk sungai-sungai bawah tanah. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan keseimbangan antara air tanah dan pemakaiannya pada lingkungan yang relatif kering sehingga evaporasi yang berlebih dapat menyebabkan stress tanaman karena kurang air. Untuk menyikapi hal ini perlu memperhatikan jumlah curah hujan sepanjang tahun, kehilangan air yang diminimumkan sehingga tersedia bagi tanaman (run off), dan daya infiltrasi tanah terhadap air supaya kebutuhan air tercukupi. Sumber air yang demikian juga berpengaruh terhadap pola vegetasi di wilayah ini. Pertumbuhan tanaman relatif sedang dengan komoditi dominan kacang tanah, terong, dan ubi kayu. Pada karakteristik profil, diketahui bahwa warna tanah adalah hitam dengan matriks 10 YR 2/1 pada lapisan 1, 10 YR 3/1 pada lapisan 2, dan 10 YR 4/1 pada lapisan 3. Tanah ini memiliki warna gelap dikarenakan kandungan BO yang cukup tinggi. Tetapi perlu diingat bahwa warna gelap belum tentu mengandung BO yang tinggi karena bisa saja warna hitam tersebut disebabkan oleh kadungan Mn. Kandungan BO berasal dari daerah itu sendiri atau dari daerah lain disekitarnya. Di daerah itu sendiri kandungan BO berasal dari sisa-sisa vegetasi yang hidup di atasnya. Sedang BO yang berasal dari luar merupakan hasil angkutan dari daerah yang lebih tinggi di sekitarnya. Pengangkutan tersebut terjadi melalui erosi. Karena lokasinya yang rendah maka hasil pengangkutan diendapkan di daerah tersebut Warna ini terjadi karena pengaruh

reduksi bahan organik yang berkepanjangan pada liat halus dan terjadi pada tingkatan humifikasi. Metode yang digunakan yaitu secara kuantitatif menggunakan kartu warna Soil Munsell Color Charts yang tersusun atas 3 unsur yaitu Hue (angka 10) yang menunjukkan spektrum warna dominan; Value (YR) yang menunjukkan tingkat kecerahan warna dengan warna putih sebagai pembanding; dan Chroma yang menunjukkan tingkat kemurnian warna. Penentuan tekstur dilakukan secara kualitatif yaitu dengan metode perabaan atau terpilin sehingga dapat diketahui fraksi dominan penyusun tanah. Dari penentuan diketahui tekstur Vertisol adalah lempungan, hal ini sesuai dengan percobaan di laboratorium. Dalam penentuan tipe struktur tanah dilakukan pengamatan langsung terhadap bentuk dan ukurannya dan diperoleh hasil Vertisol berstruktur gumpal menyudut. Karena dalam keadaan kering Vertisol cenderung berkumpul tidak teratur dengan bentuk seperti menyudut, wujudnya pun kasar dan sangat kering. Konsistensi tanah agak keras. Terdapat kerikil tetapi dalam jumlah yang sedikit dan kecil. Tanah pada musim kering akan retak-retak, oleh karenanya tanah di permukaan dapat masuk ke dalam retakan itu. Kemudian pada musim penghujan retakan-retakan ini akan menutup karena liat mengembang. Tanah yang masuk dalam retakan akan menambah volume tanah di tempat itu akibatnya tanah akan mendorong agregat tersebut sehingga terjadi gesekan antar agregat tanah. Hal ini menyebabkan terbentuknya struktur baji dengan bidang kilir di permukaannya. Mengambangnya tanah ini mengakibatkan tanah terdorong ke arah atas sehingga terbentuk gilgai. Proses ini terjadi secara kontinyu selama musim kering dan musim hujan. Kandungan BO yang tinggi berpengaruh kecil terhadap kekerasan Vertisol karena tanah ini pada dasarnya sudah memiliki struktur yang keras. Penambahan H2O2 3 % dan tanah menunjukkan reaksi yang kuat menandakan kandungan Mn tinggi. Berdasarkan hal itu pada vertisol memiliki kandungan Mn yang tinggi. Kandugan Mn ini berperan dalam konkresi Mn. Konkresi Mn pada vertisol terjadi namun dalam jumlah sedikit. Kandungan kapur pada lapisan tanah ini juga cukup tinggi. Pengujian menggunakan HCl 2 N dan menunjukkan hasil positif bila timbul buih ini membuktikan bahwa batuan induknya berasal dari napal yang banyak mendomonasi daerah itu. Hal ini tentu saja akan menyebabkan pH H2O tidak terlalu tinggi yaitu 4,5, 6, 6 dan bersifat alkalis menyebabkan tanah agak masam. Penentuan pH ini dilakukan secara kuantitatif menggunakan pH stick. Berdasarkan pengamatan di lapangan dan data yang diperoleh menunjukkan bahwa adanya kemungkinan positif pemanfaatan Vertisol menjadi lahan pertanian. Tetapi vertisol ini

merupakan tanah bertekstur liat, berwarna gelap, memiliki kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa yang tinggi sehingga memerlukan pengelolaan khusus untuk menjadikannya sebagai lahan pertanian, karena ada kendala seperti pengolahan lahan yang sulit, bersifat sangat lekat di musim hujan dan keras di musim kering harus segera dicarikan alternatif terbaik. Misalnya dengan mengetahui keadaan lengas tanah pada lapisan permukaan yang memungkinkan untuk dilakukan pengolahan tanah untuk persiapan budidaya. Pengkajian lebih lanjut tentang pengoptimalan lahan ini sangat diperlukan sehingga akan bermanfaat bagi semua pihak.

STOP SITE 5 (Alfisol) Tanah yang terdapat di daerah Mulo, Pacarejo, Semanu, Gunung Kidul ini merupakan tanah Mediteran (PPT), Veraisol (FAO), dan Alfisol (Soil taxonomy/USDA). Tanah ini mempunyai tekstur lempung debuan dan bahan induknya terdiri dari bahan kapur (karst) dengan tingkat permeabilitas tinggi. Alfisol peka terhadap erosi. Tanah ini merupakan tanah yang berasal dari bahan induk akumulasi sesquioxid dan silika yang mempunyai kadar alkali dan alkali tanah lebih. Tingginya kadar Fe dan bahan organik yang rendah menyebabkan tanah ini bertekstur geluh dan mengandung konkresi. Tekstur geluh menyebabkan mudah jenuh air sehingga kapasitas infiltrasinya cepat menurun dan kemantapan strukturnya sangat rendah karena gaya kohesi antar partikelnya sangat lemah. Hal ini mengakibatkan tanah Alfisol peka terhadap erosi. Untuk pengolahan tanah ini tak jauh berbeda dengan pengolahan Vertisol, Rendzina, dan Ultisol. Harus memperhatikan nilai JO-nya. Tanah alfisol merupakan tanah dengan lapisan horizon sub permukaan dari akumulasi lempung dengan persediaan basa sedang sampai tinggi. Bahan induk tanah alfisol banyak mengandung konkresi kapur dan besi sehingga kadar Fe dalam tanah tinggi dan rendahnya bahan organik. Selain itu, banyak terjadi pengurangan basa-basa alkali dan alkali tanah. Tanah Alfisol mempunyai kadar kapur tinggi. Tanah ini berbahan induk yang kaya akan kapur dan mengandung konkresi kapur dan besi. Dalam pembentukan tanah larutan-larutan besi terutama dari sumber-sumber bukan kapur dan sedikit berkapur atau dolomit menyusup ke dalam retakan-retakan dan lubang-lubang batu kapur dalam sehingga Fe bersentuhan dengan Ca yang mengendap. Air hujan yang besar meyebabkan besi mempunyai daya menyusup ke dalam akumulasi basi pada batu kapur.

Morfologi daerah ini umumnya bergelombang dengan lereng 15% dan ketinggian 184 m dpl. Litologi atau bahan induknya adalah koral. Tingkat erosinya sedang-tinggi, dan vegetasi yang ditemukan adalah tanaman akasia yang tumbuh dengan baik. Akasia mempunyai sifat alelopati yang dapat mengeluarkan zat racun sehingga tidak ada tanaman yang dapat tumbuh disekitas akasia. Tanah ini terbentuk dari prosoes latosolisasi yaitu pembentukan tanah pada daerah yang beriklim panas dengan curah hujan tinggi. Profil tanah yang dibuat menunjukkan adanya lapisan I, II, III dan IV . Lapisan I mempunyai jeluk 0 27 cm dengan warna tanah merah kecoklatan (2,5 YR 4/6) dan bertekstur geluh lempung . Tipe strukturnya gumpal menyudut dengan kelas halus, derajat adalah sedang, konsistensinya lunak, dan perakaran mikro dan jumlahnya banyak. Pada uji khemikalia diperoleh hasil kadar BO (+), Mn (+++), kapur ( -), dan pH H2O adalah 5. Lapisan II bertekstur geluh lempung, tipe struktur gumpal menyudut dengan kelas halus dan derajat sedang. Konsistensi pada lapisan 2 lunak, dan terdapat perakaran meso dan berjumlah sedikit. Pada uji khemikalia diperoleh kadar BO (++), Mn (+), dan kapur (-). Nilai pH H2O 5. Lapisan III bertekstur geluh lempung, tipe struktur gumpal menyudut dengan kelas halus dan mempunyai derajat sedang. Konsistensi pada lapisan III lunak, serta perakaran meso dan jumlahnya hanya sedikit. Pada uji khemikalia diperoleh kadar BO (+++), Mn (++++), dan kapur (-). Nilai pH H2O 4,5. Lapisan IV bertekstur geluh lempung, tipe strukturnya gumpal menyudut dengan kelas halus dan mempunyai derajat sedang. Konsistensi pada lapisan ini lunak, serta mempunyai perakaran makro dengan jumlah akar yang sedikit. Pada uji khemikalia diperoleh kadar BO (+++ +), Mn (++), kapur (-), dan pH-nya 5. Tanah pada daerah ini berwarna merah karena mengandung unsur Al dan Fe, sedangkan Si dan Mg menguap karena panas atau suhu yang tinggi. Secara potensial tanah di lokasi ini merupakan tanah yang subur karena didukung oleh kadar BO yang tinggi dengan pengolahan tanah yang relatif mudah. Pengolahan tanah yang perlu mendapat perhatian adalah dengan cara penanaman menurut kontur dan terasering atau pembudidayaan tanaman yang mempunyai akar dangkal. Pemanfaatan tanah dilokasi ini dibatasi oleh kemiringan lahan, erosi, ketersediaan air bagi tanaman dan sifat kimia tanah yang buruk akibat kandungan Fe dan Al yang tinggi yang

disebabkan oleh pelindian basa dan silikan serta penimbunan nisbi sesquoksida sehingga tanah menjadi masam. Masalah ini dapat diatasi dengan pengapuran untuk mengurangi keasaman tanah sehingga keracunan tanaman terutama oleh Al dan Fe dapat diatasi. VI. KESIMPULAN 1. mengandung bahan organik tinggi. 2. 3. 4. Latosol adalah tanah yang berasal dari bahan induk batuan konglomerat dan cocok untuk budidaya tegalan, pekarangan, dan hutan konservasi. Rendzina berasal dari bahan induk batuan vulkanik yang subur dan mempunyai kandungan BO yang tinggi. Grumusol merupakan tanah bertekstur liat, berwarna hitam, mempunyai pH rendah sehingga memerlukan pengolahan khusus untuk menjadikannya sebagai lahan pertanian. 5. Tanah Mediteran berasal dari batuan induk kapur sehingga cocok untuk budidaya tanaman tahunan. Inceptisol adalah tanah yang belum matang dan

DAFTAR PUSTAKA Anonym. 2009. Alfisol. (http://en.wikipedia.org/wiki/Alfisol). Diakses pada tanggal 25 April 2009. Anonym. 2009. Entisol. (http://en.wikipedia.org/wiki/Entisol). Diakses pada tanggal 25 April 2009. Anonym. 2009. Pedogenesis. (http://en.wikipedia.org/wiki/Pedogenesis). Diakses pada tanggal 23 April 2009. Anonym. 2009. Rendzina. (http://en.wikipedia.org/wiki/Rendzina). Diakses pada tanggal 25 April 2009. Anonym. 2009. Ultisol. (http://en.wikipedia.org/wiki/Ultisol). Diakses pada tanggal 23 April 2009.

Anonym. 2009. Vertisol. (http://en.wikipedia.org/wiki/Vertisol). Diakses pada tanggal 25 April 2009. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. 286p Nuryani, S. 2003. Fisika Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sutanto. R., A. Maas., E. Van Rantr., G. Stoops., dan H. Eswaran. 1994. Pedological Excyurrions Areas Around Yogyakarta and Central Java Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 86p Syukur, A.R. 2009. (http://www.wordpress.com/2007/08/15/segitiga-tekstur). Diakses pada tanggal 23 April 2009.

You might also like