You are on page 1of 8

BioSMART ISSN: 1411-321X

Volume 1, Nomor 2 Oktober 1999


Halaman: 34-41

Distribusi dan Kemelimpahan Rubus di Gunung Lawu

AHMAD DWI SETYAWAN


Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

ABSTRAK

The aims of this research were to find out the diversity, distribution, and abundance of species in genus Rubus at Mount Lawu, based on the
differences in altitude and time sampling. Mountain has very specific microclimate because of the altitude. This factor made differences in water
precipitation, thick of cloud, light intensity, humidity, wind, slope, evaporation and temperature. The temperature is the main limited factor to plant
distribution. Each plant has different ecological response to temperature changes, so that each plant grows at special zone to fulfill their
physiological demands. The stages of this research included field collection, herbarium construction, sampling vegetation, and morphological
examination. Field works were done along the tracking line from Cemoro Sewu (2200m alt) to the top of Hargo Dumilah (3265m alt). Time
samplings were on October 1993 and February 1998. Sampling vegetation was done using Quadrate method. Four species have been found in
genus Rubus: Rubus lineatus Reinw. and Rubus niveus on 2200-3265 and 3200-3265 m alt, and Tumb Rubus fraxinifolius Poir. and Rubus
chrysophyllus Reinw. Ex. Mig Ex Bl. on 2200-2600 m alt. The abundance average of these species on October 1993 and on February 1998 were
Rubus lineatus 17.1% and 5.7%, Rubus niveus 3.4% and 2.2%, Rubus fraxinifolius, 0.7% and 0.5% and Rubus niveus 8.3% and 3.1%. Bush fire on
Mount Lawu before sampling on February 1998 does not change the distribution, but significantly affected on the abundance of the genus.

Key Words: distribution, abundance, Rubus, Mount Lawu, altitude.

PENDAHULUAN liki tingkat toleransi yang berbeda terhadap faktor-faktor


tersebut, sehingga terbentuk zonasi (Rost dkk., 1989).
Jawa merupakan salah satu pulau terpadat di dunia. Distribusi tumbuhan sangat dipengaruhi temperatur
Pulau ini dihuni lebih dari separuh penduduk Indonesia (Gibbs, 1950). Di permukaan laut daerah tropis rata-rata
yang jumlahnya sekitar 200.000.000 juta, meskipun temperatur adalah 26,3oC dan setiap naik 100 m dpl
luasnya tidak lebih dari seperlima luas Indonesia. turun 0,61oC. Pada ketinggian 2000 m dpl menjadi
Eksploitasi alam di Jawa sangat tinggi sehingga dapat 14,1oC dan setiap naik 100 m dpl turun 0,52oC. Pada
merusak kelestarian alam dan plasma nuftah. Menurut ketinggian 4700 m dpl menjadi nol (Braak, 1923).
Silver dan DeFries (1992), kepunahan spesies merupa- Gunung-gunung di Jawa hanya menempati sebagian
kan kehilangan materi genetik yang tidak tergantikan. kecil pulau ini. Diperkirakan 92% permukaan Jawa
Pertambahan penduduk menyebabkan konversi lahan terletak di bawah ketinggian 1000 m dpl., sekitar 7% di
pertanian menjadi pemukiman, jalan, pertokoan, industri ketinggian 1000-2000 m dpl dan hanya 0,7% di atas
dan lain-lain. Akibatnya produksi pangan menurun, ketinggian 2000 m dpl. Gunung-gunung ini vulkanik,
sehingga perlu dilakukan diversifikasi bahan pangan. selalu tumbuh karena keluarnya lava dan runtuh karena
Terlebih produksi padi-padian di penghujung abad ini gempa atau erosi, sehingga hanya gunung tua, luas dan
menurun drastis (Brown dkk., 1987). Hingga saat ini stabil yang vegetasinya melimpah (Steenis, 1972).
sudah diidentifikasi sekitar 1,4 juta spesies, 7000 di Steenis (1972) membagi zonasi iklim di Jawa sebagai
antaranya merupakan bahan pangan dan diperkirakan berikut:
masih jutaan yang belum dikenal, khususnya di hutan- 0 – 1000 m dpl. Zona tropis
hutan tropis (Silver dan DeFries, 1992). (500 – 1000 m dpl. Subzona Colline)
Gunung-gunung di Jawa, disamping cagar alam dan 1000 – 2400 m dpl. Zona montane
taman nasional, merupakan benteng terakhir konservasi (1000 – 5000 m dpl. Subzona submontane)
flora dan fauna Jawa yang terkenal sangat beragam. di atas 2400 m dpl. Zona subalpine
Kawasan ini diperkirakan masih menyimpan spesies-
spesies dataran tinggi yang potensial untuk tanaman Ekologi dan Distribusi
ekonomi (Steenis, 1972). Misalnya Rubus. Di belahan Rubus tumbuh luas di belahan bumi utara, terutama
bumi utara yang beriklim subtropis, Rubus sering di Amerika Utara dan Eropa. Beberapa spesies tumbuh
dibudidayakan untuk bahan pangan, obat dan tanaman di daerah alpine dan kutub utara. Di daerah tropis dan
hias. Buah, tunas dan daun muda merupakan bahan belahan bumi selatan genus ini relatif jarang (Bailey,
pangan, sedang akar dan daun tua merupakan bahan obat 1929; Edmond dkk., 1977). Di Asia Tenggara dijumpai
(Bailey, 1929; Hill, 1972; Kartasapoetra, 1988). di atas 1000 m dpl. Genus ini khas lahan terbuka, namun
ada pula yang memerlukan naungan (Westphal dan
Gunung sebagai Penghalang Distribusi Jansen, 1989). Tumbuh di tanah lempung dan lempung
Gunung merupakan salah satu faktor utama yang berpasir. Tanah yang sangat subur dapat menyebabkan
menghalangi distribusi tumbuhan. Ketinggian dan batang rimbun, tetapi buahnya sedikit. Sebaliknya tanah
kecuraman lereng mempengaruhi besarnya temperatur, yang miskin dapat menyebabkan gagal tumbuh normal
curah hujan, ketebalan awan, kelembaban udara, kecepa- (Talbert, 1953). Rubus tidak dapat tumbuh di tanah yang
tan angin, intensitas sinar matahari dan penguapan terlalu basah atau kering (Auchter dan Knapp, 1949).
(Lawrence, 1955; Steenis, 1972). Setiap spesies memi-
© 1999 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
SETYAWAN – Rubus di Gunung Lawu 35

Klasifikasi Rubus Morfologi Rubus


Rubus terdiri dari 600–1000 spesies, dimana 200–400 Habitus Rubus umumnya berupa semak-semak,
diantaranya merupakan tumbuhan pribumi (Lawrence, jarang yang herbaseus, kadang-kadang semi herbaseus,
1951). Menurut Hylander (1956) genus ini hanya kebanyakan memanjat, menjalar atau tegak; ujung
memiliki sekitar 400 spesies serta menurut Trease dan batang biasanya mengangguk; permukaan batang dan
Evans (1978) hanya memiliki 250 spesies. Di Asia daun gundul, berbulu, berkelenjar atau berduri; batang
Tenggara terdapat 50 spesies pribumi (Westphal dan berkayu dan kuat, pada spesies tropis umumnya perenial,
Jansen, 1989). Di Jawa terdapat 16 spesies (Backer dan sedang pada spesies subtropis kebanyakan bienial; daun
Bakhuizen v.d. Brink, 1968), dimana tujuh diantaranya tersusun spiral, bagian bawah lebih kecil, tunggal atau
tumbuh di pegunungan (Steenis, 1972). majemuk, menjari atau menyirip, jumlah anak daun
Nama Rubus berasal dari bahasa Latin, ruber yang umumnya tiga, pada spesies tropis banyak, bertulang
artinya merah, sesuai dengan warna cairan buahnya menjari; bunga aksiler atau terminal, soliter atau majemuk,
(Hylander, 1956; Bailey dan Bailey, 1960). Dalam cawan atau malai; jantan, betina, hermaprodit atau
Bahasa Inggris semua spesies anggota genus Rubus poligami; kelopak tanpa braktea sekunder; perhiasan bunga
disebut bramble atau brambleberry, sekalipun nama agak datar, lonceng atau melebar; sepala 5, petala 5, jarang
terakhir terkadang khusus untuk Rubus yang dibudidaya- absen; stamen kecil, banyak, pada bunga betina tereduksi
kan (Andriance dan Brison, 1955; Edmon dkk., 1977). menjadi staminodia kecil; filamen berbentuk benang;
Dalam Bahasa Indonesia Rubus belum memiliki anthera dorsal; ginaesium apokarp; putik 3 sampai
padanan nama yang pasti. Beberapa nama yang diusul- banyak, epigin, ovulum 2, pada bunga jantan tereduksi;
kan seperti ‘kecaling, kupi-kupi dan bebetan’ (Westphal stilus subterminal, bentuk benang atau menebal apikal;
dan Jansen, 1989) hingga kini belum banyak dikenal warna bunga putih kehijau-hijauan, putih kemerah-
orang. Sedang nama ‘hareneus’ dari Bahasa Sunda dan merahan, merah, merah jambu, kuning, kuning jeruk,
‘grunggung’ dari Bahasa Jawa yang menurut Steenis ungu atau hitam; pada spesies yang dibudidayakan
(1972) dapat mencakup semua Rubus juga tidak banyak bunga biasanya menggerombol sehingga buahnya
dikenal. Nama ‘arbei hutan’ yang agak familiar dan banyak; buah majemuk terdiri dari drupelet-drupelet
biasa digunakan petani Cibodas, sesungguhnya hanya kecil dalam dasar bunga berbentuk konus, cembung atau
mewakili varitas-varitas Rubus rosaefolius J.E. Smith kolumner dan berdaging, (Backer dan Bakhuizen v.d.
(Anonim, 1985). Dalam tulisan ini nama Rubus tidak Brink, 1968; Bailey, 1929; Westphal dan Jansen,
diganti nama lokal tertentu. 1989).Biji tersimpan dalam jaringan buah sukulen yang
Dalam dunia pertanian, Rubus sering dikelompokkan tebal, empuk dan cerah, sehingga menarik burung untuk
menjadi tiga, yaitu raspberry, blackberry, dewberry, serta memakannya. Biji mengalami modifikasi untuk
beberapa spesies hibrida. Raspberry berupa semak tegak mencegah kemungkinan tercerna (Daubenmire, 1974;
dan kuat, berduri atau berbulu tajam, bila masak buah Polunin,1990).
majemuk lepas dari dasar bunga. Blackberry berupa
semak tegak atau menjalar, terkadang berduri, buah agak Perkembangbiakan
berdaging, ketika masak tetap melekat pada dasar bunga. Rubus berkembangbiak secara vegetatif dan generatif.
Dewberry sama dengan blackberry tetapi tumbuh Secara vegetatif dengan batang menjalar atau tunas pada
merambat (Garris dan Hoffmann, 1946; Hill, 1972) pangkal batang, sedang secara generatif dengan biji
Secara botani Rubus diklasifikasikan sebagai berikut: (Polunin, 1990). Di alam bebas perbanyakan vegetatif
Divisi : Spermatophyta lebih berperan, hanya saja biji menyebabkan Rubus dapat
Subdivisi : Angiospermae tersebar luas dengan bantuan hewan yang memakannya
Kelas : Dicotyledoneae (Daubermine, 1974). Perkembangbiakan secara vegetatif
Ordo : Rosales sangat cepat dan rapat, pada areal sempit, sehingga
Familia : Rosaceae mendesak ruang lingkup vegetasi lain, termasuk tanaman
Subfamilia : Rosoideae ekonomi (Benton dan Werner, 1976). Namun secara alamiah
Genus : Rubus dapat pula menjadi alat kontrol biologi terhadap rumput
Seksi : I. Chamaemorus dan semak-semak liar (Charudattan dan Walker, 1982).
II. Cylactis
III. Dalibardastum BAHAN DAN METODE
IV. Anoplobatus
Alat dan Bahan
V. Malachobatus
Koleksi di lapangan. Alat yang digunakan adalah:
VI. Idaeobatus
ransel, gunting tanaman, pisau, beliung, etiket gantung
VII. Eubatus
pensil, buku lapangan, altimeter, kompas dan teropong.
Spesies : Rubus spp.
Pembuatan herbarium. Alat yang digunakan adalah:
Nama lokal: Indonesia: kecaling, kupi-kupi, bebetan;
sasak, kertas koran, kertas kardus, tali/kawat, gunting
Jawa: grunggung; Sunda: hareneus; Malaysia: lintagu,
dan silet. Sedang bahan yang digunakan adalah: kertas,
dilapalian, emperingat; Filipina: pinit, sapinit; Papua
label, amplop, etiket herbarium, lem, selotip transparan.
Nugini: ikilimbu; Perancis: muron, frambose; Inggris:
Pengamatan vegetasi di lapangan. Alat yang dipakai
bramble, brambleberry; blackberry, raspberry, dewberry
adalah: meteran, tali plastik/rafia, patok, palu, gunting dan pisau.
dan lain-lain (Andriance dan Brison, 1955; Bailey, 1929;
Pengamatan di laboratorium. Alat yang digunakan
Edmon dkk., 1977; Lawrence, 1951; Steenis, 1972;
adalah: mikroskop bedah, lampu, lensa pembesar, cawan
Westphal dan Jansen, 1989).
petri, jarum pemisah, pisau, silet dan pinset.
36 BioSMART Vol. 1, No. 2, Oktober 1999, hal. 34-41

Cara Kerja 1a. Daun tunggal, berbingkul-bingkul, urat daun kuning-hijau


menyolok, pangkal tidak atau agak berbentuk jantung, bulat telur
Lokasi. Penelitian dilakukan di lereng selatan Gunung melebar, dengan 3 – beberapa cuping, permukaan atas
Lawu, sepanjang jalur pendakian dari kaki gunung di bertubercula kecil, gundul atau berbulu, permukaan bawah coklat,
Cemoro Sewu (2200 m dpl) sampai puncak Hargo kebanyakan reticulatus, ukuran 7-22 ½ x 5-19 ½ cm; tangkai daun
kuat, 2-8 cm, biasanya lebih panjang dari 2 ½ cm; daun penumpu
Dumilah (3265 m dpl). dan daun pembalut agak bundar, terbagi dua; Karangan bunga
Waktu. Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap bertipe malai melebar, bunga tunggal banyak, kelopak lebih
pertama bulan Oktober 1993, akhir musim kemarau, panjang dari petala, petala bulat telur sungsang lebar, kebanyakan
bergerigi, panjang 3-6 mm, filamen sedikit lebih panjang dari
sedang tahap kedua bulan Pebruari 1998. Penelitian mahkota, kepala sari kecil, connectivum (agak) gundul, benang
kedua tidak dapat dilaksanakan bulan Oktober 1997, sari 4-6 mm; Buah kuning jeruk hingga merah; Semak-semak
tepat lima tahun setelah penelitian pertama karena pada berkayu, kokohmenjalar, panjang 5-10 m; Cabang pendek kecil,
bulan September-Oktober 1997 terjadi kebakaran hebat cabang samping yang lebih bawah lebih panjang; Di Gunung
Lawu tumbuh pada ketinggian 2200-2600 m.dpl.
di Gunung Lawu dan saat itu musim kemarau sangat ………...…… Rubus chrysophyllus Reinw. Ex. Miq. (gambar 1)
panjang akibat badai tropis El Nino. Penelitian tahap
kedua baru dapat dilaksanakan bulan Pebruari 1998, ketika b. Daun majemuk …………………………………………..…….. 2
Rubus mulai bertunas lagi setelah memasuki musim hujan.
2a. Daun majemuk menjari, anak tulang daun rapat sejajar, permukaan
Koleksi spesies. Koleksi spesies dilakukan bersamaan bawah berbulu perak sangat khas, permukaan atas agak gundul;
dengan pelaksanaan sampling. Untuk mendapatkan anak daun umumnya 5, kadang-kadang 3, 6 atau 7, rapat, lanset-
memanjang, pangkal runcing atau runcing-meruncing, anak daun
spesimen yang baik dan lengkap dilakukan pula koleksi
terminal, panjang 6-15 cm, lebar 2-6 cm, anak tulang daun
dengan metode penjelajahan. Sebagian hasil koleksi samping pada anak daun tengah 20-50, jarak antara satu dengan
diawetkan dengan teknik herbarium kering (Lawrence, lainnya biasanya kurang dari 3 mm, tangkai berbulu halus, sering
1951; 1955) dan dipotret. Tumbuhan segar diamati sifat- dengan duri-duri kecil melengkung, anak tangkai lebih pendek 1
cm; Karangan bunga bertipe cawan atau malai, aksiler atau
sifat morfologinya, dilanjutkan pengamatan herbarium.
terminal, biasanya dengan 7-banyak bunga tunggal, agak terpisah-
Tumbuhan diidentifikasi dengan pustaka-pustaka: pisah; sepala panjang meruncing, kelopak berbulu jarang; mahkota
Backer dan Bakhuizen van den Brink (1968), Bailey putih, petala panjang 4-6 mm, jorong atau bulat telur sunsang;
(1929), Bailey dan Bailey (1960) serta Steenis (1972) benang sari terluar 2-5 mm, filamen putih kemerah-merahan atau
putih polos, tangkai kepala putik 3-6 mm, pangkal berbulu; Buah
dan dibuat kunci determinasinya.
merah atau kuning jeruk; Semak-semak berkayu, tegak, kadang
Analisis vegetasi. Sampling dilakukan dengan metode memanjat, tinggi 1-3 m, berduri-duri kecil; Batang muda sangat
transek kuadrat, dengan kuadrat berukuran 5X5 m2 berbulu, tipis, tajam, batang tua bercabang atau tidak, berduri-duri
kecil melengkung; Di Gunung Lawu tumbuh pada ketinggian
(Oosting, 1959). Transek kuadrat dibuat mengikuti jalur 2200-3265 m.dpl.
pendakian dari Cemoro Sewu hingga puncak Hargo ……………………... Rubus lineatus Reinw. Ex. Bl. (gambar 2)
Dumilah. Sepanjang jalur transek dibagi menjadi enam
stasiun penelitian mengikuti gradien ketinggian, masing- b. Daun majemuk menyirip ………………………………………. 3
masing dengan jarak 200 m dpl., kecuali stasiun VI (65 3a. Batang diselimuti lilin putih tebal, terutama pada batang muda,
m dpl.). Kuadrat di buat dengan distribusi sistematik batang dan tangkai daun berduri, tajam, kuat dan rumcing; Daun
sepanjang kiri-kanan jalur transek secara bergantian, majemuk menyirip kebanyakan dengan 7-11 anak daun,
masing-masing berjarak 20 m dpl., di stasiun VI masing- permukaan bawah sangat putih, panjang anak tangkai umumnya 2
mm; anak daun jorong memanjang, bulat telur memanjang atau
masing berjarak sekitar 10 m dpl sejajar di kiri-kanan lanset; anak daun samping 2-8 x ¼-4 cm, daun duduk, anak daun
jalur. Dihitung prosentase luas penutupan tiap-tiap terminal sering bercuping dan lebih panjang dari anak daun
spesies Rubus yang ditemukan (Barbour dkk., 1988). samping; daun penumpu menyatu, garis-sudip, meruncing;
Karangan bunga aksiler atau terminal, agak rapat, dengan 10-100
Pembagian stasiun selengkapnya sebagai berikut: bunga tunggal, putih penuh; tangkai bunga ½-1½ cm; sepala 5-8
• Zona montane Stasiun I : 2200-2400 m.dpl. mm, petala bulat telur sunsang, merah 4-5 x 2½-3½ mm; benang
• Zona subalpine Stasiun II : 2400-2600 m.dpl. sari 2-4 mm, filamen putih kemerahan, tangkai putih berbulu rapat,
Stasiun III : 2600-2800 m.dpl. warna indumentum biru gelap; Buah merah, kadang-kadang
tampak biru, hijau atau kuning; Semak-semak berkayu, tinggi 1-2
Stasiun IV : 2800-3000 m.dpl. m, tegak kadang-kadang memanjat, berduri rapat; Di Gunung
Stasiun V : 3000-3200 m.dpl. Lawu tumbuh terutama pada ketinggian 3200-3265 m.dpl.
Stasiun VI : 3200-3265 m.dpl. ………………………………… Rubus niveus Tunb. (gambar 3)

b. Batang tidak diselimuti lilin putih, lemas seperti daunnya, duri


HASIL DAN PEMBAHASAN lurus agak melengkung, tersebar jarang, sebagian inermous;
Tangkai dan permukaan bawah daun gundul atau agak berbulu,
Dalam dua tahap penelitian ini ditemukan empat daun majemuk menyirip, anak daun 5-9 umumnya 7, pada batang
spesies anggota genus Rubus yang jenisnya sama dan muda kadang-kadang 11 dan pada daun teratas sering hanya 1-3,
bulat telur memanjang, pangkal berbentuk jantung, membulat,
distribusinya sangat serupa, tetapi kemelimpahannya tumpul atau pasak, sering panjang meruncing, 4-16 x 1½-7 cm;
jauh berbeda. Spesies-spesies yang ditemukan adalah: Karangan bunga bertipe tandan, cawan, atau malai, dengan 6-50
Rubus lineatus Reinw. Ex Bl., Rubus niveus Tunb., bunga tunggal; sepala bulat telur lanset, memanjang dan
Rubus fraxinifolius Poir. dan Rubus chrysophyllus meruncing, bagian dalam berbulu, bagian luar gundul, sepanjang
tepian berbulu panjang ½-2 cm; mahkota putih atau putih
Reinw. Ex. Miq. kehijauan, petala bulat telur melebar, jorong atau bulat telur
jorong, panjang 6-8 mm, ovarium gundul; benang sari 2-5 mm;
Kunci Identifikasi Buah kebanyakan bulat telur, merah, 1½-2 cm. Semak-semak
Berdasar struktur sifat-sifat morfologinya, kunci berkayu, tinggi 1½-3 m, tegak atau agak memanjat; Di Gunung
Lawu tumbuh pada ketinggian 2200-2600 m.dpl.
identifikasi/determinasi keempat spesies tersebut adalah …...……………………… Rubus fraxinifolius Poir. (gambar 4)
sebagai berikut:
SETYAWAN – Rubus di Gunung Lawu 37

Gambar 1 Gambar 2

Gambar 3 Gambar 4

Gambar 1. Morfologi Rubus chrysophyllus Reinw. Ex. Miq.

Gambar 2. Morfologi Rubus lineatus Reinw. Ex. Bl.

Gambar 3. Morfologi Rubus niveus Tunb.

Gambar 4. Morfologi Rubus fraxinifolius Poir.


38 BioSMART Vol. 1, No. 2, Oktober 1999, hal. 34-41

Tabel 1. Distribusi dan kemelimpahan Rubus di Gunung Lawu berdasarkan gradien ketinggian

Stasiun Kemelimpahan (%)


Ketinggian R.lineatus R.niveus R.fraxinifolius R.chrysophyllus Total
(m dpl.) 1993 1998 1993 1998 1993 1998 1993 1998 1993 1998
I 2,1 2,0 0 0 0,3 0 14,3 8,1 16,7 10,1
2200-2400
II 17,0 13,1 0 0 4,0 3,0 35,5 10,6 56,5 26,7
2400-2600
III 20,9 7,0 0,3 0 0 0 0 0 21,2 7,0
2600-2800
IV 20,9 9,3 0 0 0 0 0 0 20,9 9,3
2800-3000
V 21,5 3,8 0 0,6 0 0 0 0 21,5 4,4
3000-3200
VI 20,0 8,8 20,0 12,5 0 0 0 0 40,0 21,3
3200-3265
Rata-rata 17,1 5,7 3,4 2,2 0,7 0,5 23,2 3,1 29,7 13,2

Distribusi dan Kemelimpahan akibat bertambahnya ketinggian. Fluktuasi temperatur


Lereng selatan Gunung Lawu merupakan daerah di puncak gunung sangat tinggi, terutama temperatur
tangkapan “hujan cadangan” (storage rainfall), terutama harian di musim kemarau. Pada hari yang cerah
di altitude rendah. Sehingga hampir setiap hari terjadi datangnya awan atau kabut selama satu jam cukup untuk
hujan, yang berlangsung sepanjang tahun. Menurut membuat temperatur turun jauh.
Steenis (1972) curah hujan gunung-gunung di Jawa Perbedaan tanggapan ekologis tiap-tiap spesies
umumnya di atas 2000 mm per tahun, bahkan banyak Rubus terhadap perbedaan temperatur ini menyebabkan
pula yang di atas 3000 mm per tahun, meskipun hanya beberapa spesies hanya dapat tumbuh di altitude rendah,
terkonsentrasi dalam 3-6 bulan. Pada bulan Desember- sedang spesies lain hanya tumbuh di altitude tinggi.
Januari hampir selalu hujan sepanjang hari. Sedang pada Sekalipun ada pula yang dapat tumbuh dari altitude
bulan Juli-Agustus curah hujan paling rendah, itu pun rendah hingga altitude tinggi dengan kemelimpahan
dalam sebulan masih terdapat 20 hari hujan atau lebih. relatif tinggi dan stabil. Perbedaan kemampuan adaptasi
“Hujan cadangan” terbentuk karena angin tenggara dan toleransi terhadap perubahan temperatur ini
yang (sebenarnya) kering, menabrak lereng selatan menyebabkan terbentuknya zona-zona vegetasi yang
Gunung Lawu dan naik. Bersama dengan itu udara didominasi oleh tumbuhan tertentu.
lembab dari kaki gunung terangkat dan mengalami Rubus dapat berbuah sepanjang tahun, baik musim
kondensasi yang dilanjutkan pendinginan sehingga kemarau atau hujan. Namun titik optimumnya tercapai
terbentuk titik-titik air yang turun sebagai hujan. Hujan pada akhir musim kemarau saat mana intensitas matahari
biasanya turun di sore hari. Akibatnya lereng selatan cukup tinggi, kelembaban udara meningkat dan cukup
memiliki curah hujan cukup tinggi. Lereng selatan dingin. Sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis
bagian atas juga memiliki curah hujan cukup tinggi dan pembentukan buah. Perbedaan ini tampak nyata
tetapi kadarnya masih di bawah lereng bagian bawah. pada altitude tinggi, dimana perbedaan musim kemarau
Menurut Steenis (1972) puncak gunung biasanya dan musim hujan lebih jelas. Sedang pada altitude
kurang berawan dibanding lereng, karena di lereng selalu rendah yang sepanjang tahun mendapat cukup curah
terjadi kondensasi awan stratus, khususnya di musim hujan dan subur, masa optimum ini agak sulit diketahui.
kemarau pada ketinggian 2000 m dpl. Namun pada Tabel di bawah menunjukkan bahwa tidak semua
musim hujan di puncak juga dapat tertutup awan selama stasiun (ketinggian) dapat dihuni oleh semua spesies-
beberapa hari bahkan berminggu-minggu. Pada altitude spesies Rubus. Bahkan beberapa spesies cenderung
tinggi perbedaan musim hujan dan kemarau teramati, terlokalisasi pada ketinggian tertentu, sekalipun ada pula
juga dampaknya pada aktifitas fisiologis tumbuhan. yang berhasil tumbuh di semua ketinggian.
Di lereng utara pertumbuhan Rubus dan vegetasi lain
cenderung kurang subur. Lereng ini merupakan daerah Perbandingan Stasiun/Ketinggian
“bayang-bayang hujan”, dimana angin tenggara yang Dalam dua tahap penelitian, Oktober 1993 dan
melewatinya telah kembali kering. Lewat pengamatan Pebruari 1998, distribusi Rubus di tiap-tiap stasiun pada
selintas tampak lereng ini relatif didominasi rumput dan dasarnya sama, namun kemelimpahanya berbeda dan ada
semak-semak. Sebaliknya lereng selatan, khususnya beberapa spesies yang tumbuh tidak konsisten, biarpun
zona montane sangat rimbun oleh berbagai herba, semak dalam jumlah sangat kecil (kurang dari 1%).
dan pohon. Bahkan lantai hutan, ranting dan batang Di stasiun I (2200-2400 m dpl.) dan II (2400-2600 m
pohon pun penuh tumbuhan epifit, seperti bryophyta, dpl.) Rubus yang ditemukan hampir sama, tetapi keme-
pterydophyta, orchidaceae dan lichenes. limpahan di stasiun II dan kemelimpahan pada bulan
Distribusi dan kemelimpahan Rubus di Gunung Oktober 1993 lebih tinggi. Pada bulan Oktober 1993 di
Lawu sangat dipengaruhi faktor lingkungan. Faktor stasiun I ditemukan R.lineatus 2,1%, R.fraxinifolius 0,3%
paling dominan adalah perubahan (turunnya) temperatur dan R.chrysophyllus 14,1%. Pada bulan Pebruari 1998 di
SETYAWAN – Rubus di Gunung Lawu 39

stasiun I hanya ditemukan R.lineatus 2,0% dan R.chrysophyllus Perbandingan total kemelimpahan Rubus di enam
8,1%, sedang R.fraxinifolius yang semula ada kini hilang. stasiun pada bulan Oktober 1993 berturut-turut dari
Pada bulan Oktober 1993 dan Pebruari 1998 di kemelimpahan tinggi ke rendah adalah stasiun II 56,5%,
stasiun II ditemukan tiga spesies yang sama jenisnya, stasiun VI 40,0%, stasiun V 21,5%, stasiun III 21,2%,
secara berturut-turut kemelimpahannya adalah R.lineatus stasiun IV 20,9% dan stasiun I 16,5%. Sedang pada
17,0% dan 13,1%, R.fraxinifolius 4,0% dan 3,0%, bulan Pebruari 1998 adalah stasiun II 26,7%, stasiun VI
R.chrysophyllus 35,5% dan 10,6%. Di stasiun I dan II 21,3%, stasiun I 10,1%, stasiun IV 9,3%, stasiun III
R.niveus tidak ada. Data ini menunjukkan R.chryso- 7,0% dan stasiun V 4,4%. Di bawah stasiun I kemung-
phyllus merupakan spesies paling sesuai untuk kondisi kinan ditemukannya Rubus jauh berkurang.
lingkungan stasiun I dan II, sedang R.niveus tidak.
56,5 Perbandingan Spesies Rubus
50 Distribusi dan kemelimpahan Rubus di Gunung
Lawu tidak linier. Karena tiap-tiap spesies memberi
tanggapan yang berbeda-beda terhadap perbedaan
40 40,0 temperatur akibat perubahan ketinggian.
Okt
1993 Rubus lineatus Reinw. Ex Bl.
Kemelimpahan (%)

R.lineatus merupakan spesies yang paling sukses


30
beradaptasi dengan habitat Gunung Lawu. Spesies ini
tumbuh mulai dari kaki gunung hingga puncak, dengan
26,7 kemelimpahan yang relatif tinggi dan stabil. Walaupun
20 21,2 21,5 21,3 agak berbeda antara Oktober 1993 dan Pebruari 1998.
16,5 20,9 Peb
1998 20,9 21,5
10 10,1 20 20,9
20,0 Okt
7,0 9,3 17,0 1993
4,4
0 15
Kemelimpahan (%)
Stasiun III

Stasiun IV

Stasiun VI
Stasiun V
Stasiun II
Stasiun I

13,1
10

9,3 8,0 Peb


1998
Gambar 5. Distribusi dan kemelimpahan seluruh genus Rubus yang 7,0
tumbuh di Gunung Lawu, dari kaki gunung di Cemoro Sewu (2200 m 5
dpl) hingga Puncak Hargo Dumilah (3265 m dpl), pada bulan Oktober
1993 dan Pebruari 1998
2,1 3,8
Di stasiun III (2600-2800 m dpl), IV (2800-3000 m 0 2,0
dpl) dan V (3000-3200 m dpl), keberadaan R.lineatus
Stasiun III

sangat dominan. Pada bulan Oktober 1993 kemelim-


Stasiun IV

Stasiun VI
Stasiun V
Stasiun II
Stasiun I

pahan R.lineatus di stasiun III 20,9%, stasiun IV 20,9%


dan stasiun V 21,5%. Di stasiun III juga ditemukan
R.niveus namun kemelimpahannya hanya 0,3%. Pada
bulan Pebruari 1998 kemelimpahan R.lineatus di stasiun Gambar 6. Distribusi dan kemelimpahan R.lineatus di Gunung Lawu
dari kaki gunung di Cemoro Sewu (2200 m dpl) hingga Puncak Hargo
III 7,0%, stasiun IV 9,8% dan stasiun V 3,8%. Di stasiun Dumilah (3265 m dpl), pada bulan Oktober 1993 dan Pebruari 1998
V juga ditemukan R.niveus dengan kemelimpahan 0,6%.
Dua spesies lain, R.fraxinifolius dan R.chrysophyllus Pada bulan Oktober 1993, R.lineatus ditemukan di
tidak ada. Hal ini menunjukkan di tiga stasiun tersebut stasiun I (2200-2400 m dpl.) dengan kemelimpahan
hanya R.lineatus yang mampu beradaptasi, sedang hanya 2,1%. Di stasiun II hingga VI (2400-3265 m dpl.)
R.fraxinifolius dan R.chrysophyllus tidak. Keberadaan distribusinya merata dengan kemelimpahan relatif stabil,
R.niveus di stasiun III pada bulan Oktober 1993 hanya rata-rata 20,0%. Perubahan kemelimpahan yang sangat
merupakan bentuk anomali, sedang R.niveus di stasiun V menyolok antara stasiun I dan stasiun-stasiun di atasnya
pada Pebruari 1998 merupakan invasi dari stasiun VI. menunjukkan bahwa stasiun I merupakan batas antara
Di stasiun VI (3200-3265 m dpl) hanya ditemukan habitat yang sesuai untuk R.lineatus dan yang tidak.
dua spesies, yaitu R.lineatus dan R.niveus. Pada bulan Distribusi R.lineatus pada bulan Pebruari 1998 tidak
Oktober 1993 kemelimpahan keduanya 20,0%. Sedang jauh berbeda dengan lima tahun sebelumnya, namun
pada bulan Pebruari 1998 kemelimpahannya berturut- kemelimpahannya jauh lebih kecil. Di stasiun I hanya
turut 8,8% dan 12,5%. Hal ini menunjukkan hanya 2,0%, stasiun II naik menjadi 13,1%, stasiun III turun
keduanya yang mampu beradaptasi dengan lingkungan menjadi 7,0%, stasiun IV naik menjadi 9,3%, stasiun V
stasiun VI. Bahkan stasiun ini sangat cocok, sehingga turun menjadi 3,8% dan stasiun VI naik menjadi 8,0%.
pertumbuhannya melimpah. Khusus R.niveus puncak Distribusi yang naik-turun, bahkan zig-zag ini menun-
gunung merupakan satu-satunya habitat yang sesuai. jukkan bahwa kebakaran hutan sangat mempengaruhi
kemelimpahan R.lineatus dan suksesi belum sempurna.
40 BioSMART Vol. 1, No. 2, Oktober 1999, hal. 34-41

Kemelimpahan R.lineatus di puncak yang kering


Rubus fraxinifolius Poir.
relatif sama dengan di altitude rendah yang jauh lebih
Distribusi R.fraxinifolius sangat terbatas, hanya
subur. Karena sekalipun kerdil, spesies yang tumbuh di
tumbuh di stasiun II dan sebagian kecil di stasiun I dekat
puncak kerapatannya cukup tinggi akibat rendahnya
perbatasan stasiun II. Kemelimpahannya sangat rendah.
persaingan dengan vegetasi lain. Sedang pada ketinggian
rendah sekalipun subur, persaingan dengan vegetasi lain 4 Okt1993
sangat tinggi, sehingga kerapatannya rendah. 4,0

Kemelimpahan (%)
Peb
Rubus niveus Tunb. 3,0 1998
Distribusi R.niveus sangat khas, spesies ini hanya 2
melimpah di puncak gunung, stasiun VI (3200-3265 m
dpl.). Areal penyebarannya sangat sempit, namun 0,3
kemelimpahannya sangat tinggi. 0 0 0 0 0 0

Stasiun III

Stasiun IV

Stasiun VI
Stasiun V
Stasiun II
Stasiun I
20 20,0
Okt
1993

15
Gambar 8. Distribusi dan kemelimpahan R.fraxinifolius di Gunung Lawu
Kemelimpahan (%)

dari kaki gunung di Cemoro Sewu (2200 m dpl) hingga Puncak Hargo
12,5
Dumilah (3265 m dpl), pada bulan Oktober 1993 dan Pebruari 1998
10 Peb
1998 Pada bulan Oktober 1993, kemelimpahan di stasiun I
0,3% dan di stasiun II 4,0%. R.fraxinifolius dapat
tumbuh cukup tinggi, sekitar 2-3 m dan memiliki habitus
5 semak-semak semi herbaseus, sehingga hanya dapat
tumbuh dengan baik di lokasi yang curah hujan tinggi,
0,6 seperti stasiun II.
0 0 0 0,3 0 0 Pada bulan Pebruari 1998, R.fraxinifolius hanya
ditemukan di stasiun II dengan kemelimpahan turun
Stasiun III

Stasiun IV

Stasiun VI
Stasiun V
Stasiun II
I

menjadi 3,0%. Hal ini merupakan akibat kebakaran


Stasiun

beberapa bulan sebelumnya, dimana R.fraxinifolius


belum mampu tumbuh dengan kemelimpahan yang
wajar seperti dalam kondisi normal.
Gambar 7. Distribusi dan kemelimpahan R.niveus di Gunung
Lawu dari kaki gunung di Cemoro Sewu (2200 m dpl) hingga Rubus chrysophyllus Reinw. Ex Miq.
Puncak Hargo Dumilah (3265 m dpl), pada bulan Oktober 1993 R.chrysophyllus merupakan spesies khas altitude
dan Pebruari 1998
rendah, seperti halnya R.fraxinifolius. Spesies ini tumbuh
Pada bulan Oktober 1993, kemelimpahan R.niveus di di stasiun I dan II. Kemelimpahannya jauh lebih tinggi
stasiun VI 20,0%. Selain itu hanya ditemukan di stasiun dari pada R.fraxinifolius. Hal ini mungkin disebabkan
III dengan kemelimpahan 0,3%. Hal ini merupakan perbedaan cara pemencarannya. R.fraxinifolius yang
bentuk anomali, terbukti kemelimpahannya sangat kecil, berhabitus tegak hanya dapat terpencar melalui biji,
letak tumbuhnya jauh dari habitat utama di stasiun VI sedang R.chrysophyllus yang berhabitus merayap/menja-
dan lima tahu kemudian telah tereliminasi. Rumpun ini lar dapat terpencar melalui stolon dan enten, selain biji.
mungkin berasal dari biji yang terdiaspora oleh burung 35 35,5 Okt 1993
atau manusia yang beraktivitas di sana, seperti pendaki,
petugas hutan atau pencari rumput. Biji dapat tumbuh 30
karena tempat jatuhnya secara spesifik mirip dengan
Kemelimpahan (%)

puncak. Tetapi ketidakmampuannya untuk menyebar dan


tumbuh melimpah menunjukkan kondisi lingkungan di 20
tempat tersebut pada dasarnya tidak sesuai dengan
kebutuhan hidup spesies ini.
14,1
Pada bulan Pebruari 1998, R.niveus hanya ditemukan 10 10,6
di kawasan puncak, terutama di stasiun VI dengan 8,1
kemelimpahan 12,5%. Di samping itu ditemukan pula di Peb 1998
stasiun V sebagai bentuk invasi dari stasium VI dengan
0 0 0 0 0
kemelimpahan hanya 0,6%, lokasi tumbuhnya menempel
batas stasiun VI. Kemelimpahan ini jauh di bawah bulan
Stasiun III

Stasiun IV

Stasiun VI
Stasiun V
Stasiun II
Stasiun I

Oktober 1993, hal ini terjadi akibat kebakaran beberapa


bulan sebelumnya. Di lapangan terlihat banyak rumpun
R.niveus yang sedang tumbuh membentuk tunas-tunas
baru dari pokok-pokok batang yang tidak terbakar. Gambar 9. Distribusi dan kemelimpahan R.chrysophyllus di Gunung
R.niveus yang selamat dari api, tumbuh rimbun dengan Lawu dari kaki gunung di Cemoro Sewu (2200 m dpl) hingga Puncak
bunga dan buah lebat. Hargo Dumilah (3265 m dpl), pada bulan Oktober 1993 dan Pebruari 1998
SETYAWAN – Rubus di Gunung Lawu 41

Pada bulan Oktober 1993 kemelimpahan R.chryso- Auchter, E.C. dan H.B. Knapp. 1949. Orchard and Small Fruit
Culture. Third edition. New York: John Wiley and Sons
phyllus di stasiun I 14,1% dan stasiun II 35,5%. Fakta Backer, C.A. dan R.C. Bakhuizen van den Brink Jr. 1968. Flora of
ini menunjukkan bahwa R.chrysophyllus hanya cocok Java. Volome III. Groningen: Wolters-Noordhoff N.V.
dengan kondisi lingkungan di kedua stasiun tersebut. Bailey, L.H. 1929. The Standard Cyclopedia of Horticulture. Volume
Kemelimpahan yang tinggi di stasiun I mengindikasikan III. P-Z. New York: Macmillan Company.
Bailey, L.H. dan E.Z. Bailey. 1960. The Standard Cyclopedia of
kemungkinan masih ditemukannya spesies ini pada Horticulture. Volume III. P-Z. New York: Macmillan Company.
altitude yang lebih rendah. Barbour, M.G., J.H. Burk dan W.D. Pitts. 1988. Terrestrial Plant
Pada bulan Pebruari 1998, R.chrysophyllus juga Ecology. Second edition. Menlo Park Calif.: The Benjamin
hanya ditemukan di stasiun I dan II, masing-masing Cummings Publishing Company. Inc.
Braak, C. 1923. Het Klimaat van Nederlandsch-Indie. Verh. Kon.
dengan kemelimpahan 8,1% dan 10,6%, masih cukup Magn. Met Obs. Batavia 8 : 1-528.
tinggi biarpun beberapa bulan sebelumnya terjadi Brown, L.R. dkk.. 1987. Dunia Penuh Ancaman 1987. (Penerjemah:
kebakaran. Hal ini menunjukkan tingginya daya adaptasi Salmon dkk.). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
untuk pulih ke kondisi normal setelah kebakaran. Benton, A.H. dan W.E. Werner. 1976. Field Biology and Ecology.
Thrird Edition. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Co.
Rubus di Gunung Lawu tidak terdistribusi pada Charudattan, R. dan H.L. Walker. 1982. Biological Control of Weeds
ketinggian yang persis sama dengan umumnya Rubus di with Plant Pathogens. New York: John Wiley and Sons.
Jawa. Menurut Backer dan Bakhuizen v.d. Brink (1968) Daubenmire, R.F.. 1974. Plants and Environment. Third edition. New
di Jawa R.lineatus tumbuh pada ketinggian 1600-3300 m York: John Wiley and Sons.
Edmond, J.B., T.L. Senn, F.S. Andrews dan R.G. Halfacre. 1977.
dpl., sesuai dengan pustaka tersebut di Gunung Lawu Fundamentals of Horticulture. Fourth Edition. New Delhi: Tata
mereka tumbuh pada ketinggian 2200-3265 m dpl. McGraw-Hill Publishing Company.
(stasiun I-VI). Di Jawa R.niveus tumbuh pada ketinggian Garris, E.W. dan G.P. Hoffmann. 1946. Southern Holticulture
1300-2700 m dpl., tetapi di Gunung Lawu hanya Enterprises. New York: J.B. Lippincott Company.
Gibbs, R.D.. 1950. Botany. An Evolutionary Approach. Philadelphia:
melimpah pada ketinggian 2300-3265 m dpl. (stasiun The Baliston Company.
VI). Di Jawa R.fraxinifolius tumbuh pada ketinggian Hatton, R.G.. 1960. Hanbook of Plant and Floral Ornament. New
1500-2600 m dpl., tetapi di Gunung Lawu hanya tumbuh York: Dover Publications. Inc.
pada ketinggian 2400-2600 m dpl. (stasiun II). Di Jawa Hill, A.F.. 1972. Economic Botany. Second edition. New Delhi: Tata
McGrow-Hill Publishing Company Ltd.
R.chrysophyllus tumbuh di bawah ketinggian 1500 m Hylander, C.J.. 1965. The World of Plant Life. Second edition. New
dpl., tetapi di Gunung Lawu tumbuh pada ketinggian York: The Macmillan Company.
2200-2600 m dpl (stasiun I dan II). Hal ini menunjukkan Janick, J. 1972. Horticultural Science. Second edition. San Fransisco:
kondisi spesifik Gunung Lawu tidak persis sama dengan W.H. Freeman and Company.
Kartasapoetra, A.G. 1988. Budidaya Tanaman Berkasiat Obat. Jakarta:
kondisi gunung-gunung di Jawa pada umumnya. Bina Aksara.
Lawrence, G.H.M. 1951. Taxonomy of Vascular Plant. New York.
KESIMPULAN John Wiley and Sons.
Lawrence, G.H.M. 1955. An Introduction to Plant Taxonomy. New
Di Gunung Lawu terdapat empat spesies anggota York: The Macmillan Company.
genus Rubus, yaitu: Rubus lineatus Reinw. Ex Bl., Rubus Oosting, H.J.. 1956. The Study of Plant Communities. An Introduction
niveus Tunb., Rubus fraxinifolius Poir. dan Rubus chry- to Plant Ecology. Second edition. San Fransisco: W.H. Freeman
and Company
sophyllus Reinw. Ex. Miq. Rubus lineatus ditemukan Polunin, N. 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu
pada ketinggian 2200-3265 m dpl., Rubus fraxinifolius Serumpun. (Penerjemah: G. Tjitrosoepomo; Penyunting: W.
dan Rubus chrysophyllus pada ketinggian 2200-2600 m Soerodikoesoemo). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
dpl., sedang Rubus niveus ditemukan terutama pada Pool, R.J. 1941. Flower and Flowering Plants. Second edition. New
York: McGraw-Hill Book Company Inc.
ketinggian 3200-3265 m dpl. Rata-rata kemelimpahan Rost, T.L. M.G. Barbour. R.M. Thornton. W.E. Weier dan C.R.
spesie-spesies tersebut pada bulan Oktober 1993 dan Stocking. 1989. Botany. A Brief Introduction to Plant Biology.
Pebruari 1998 secara berturut-turut adalah: Rubus Second edition. New York: John Wiley and Sons.
lineatus 17,1% dan 5,7%, Rubus niveus 3,4% dan 2,2%, Silver, C.S. dan R.S. DeFries. 1992. Satu Bumi Satu Masa depan Kita.
Perubahan Lingkungan Global Kita. (Penerjemah: L. Amalia;
Rubus fraxinifolius 0,7% dan 0,5% serta Rubus Penyunting: W. Nadaek). Bandung: PT. Rosdakarya
chrysophyllus 8,3% dan 3,1%. Kebakaran hutan di Steenis, C.G.G.J. van. 1972.The Mountain Flora of Java. Leiden: E.J.
Gunung Lawu tidak merubah distribusi Rubus, tetapi Brill
sangat mempengaruhi kemelimpahannya. Talbert, T.J. 1953. Growing Fruit and Vegetable Crops. London:
Henry Kimpton.
Trease, G.E. dan W.C. Evans. 1978. Pharmacognasy. Eleventh
DAFTAR PUSTAKA edition. London: Bailliere Tindall.
Weier, T.E., C.R. Stocking. M.G. Barbour dan T.L. Rost. 1982.
Andriance, G.W. dan F.R. Brison. 1955. Propagation of Horticultural Botany. An Introduction to Plant Biology. Sixth edition. New
Plants. Second edition. Bombay: Tata McGraw-Hill Publishing York: John Wiley and Sons.
Company Ltd. Westphal, E. dan P.C.M. Jansen. 1989. Prosea Plant Resources of
Anonim. 1985. Stroberi dari Lembang Sampai Mandarin. Trubus No. Southeast Asia. A Selection. Wageningen: Pudoc.
191. Tahun XVI. Oktober 1985. Jakarta.

You might also like