You are on page 1of 16

Tugas Farmasi Industri

REGULATION OF GMP

Disusun oleh : Rimadani Pratiwi 260112120084 Euis Rahmawati Lani Hashina M Resti Febriliza Saur Lumongga Ayesha Putri 260112120086 260112120088 260112120090 260112120092 260112120094

UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2012

I.

Sejarah CPOB (berikut CPKB dan CPOTB)

1.1 Sejarah CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik) Sejak diperkenalkan pertama kali beberapa puluh abad yang lalu, kosmetik merupakan campuran bahan alami untuk perawatan, dekorasi dan wangi-wangian. Sekarang ini kosmetik sudah menjadi suatu produk yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Kebutuhan akan adanya kosmetik yang beraneka warna, bentuk dan unggul dalam memberikan fungsi bagi konsumen menuntut industri kosmetik semakin terpacu untuk mengembangkan teknologi yang ada. Perkembangan kosmetik yang pesat, membuat pemerintah, khususnya Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia membuat kebijakan dan aturan-aturan tentang kosmetik yang tidak saja mampu mengkomodasi keinginan industri kosmetik dari sisi inovasi dan kreativitas namun juga mampu mengajak industri kosmetik untuk dapat menghasilkan kosmetik yang aman, bermutu dan bermanfaat sehingga masyarakat dapat terindungi dari hal-hal yang dapat merugikan kesehatan. Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan keamanan. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional. Badan POM telah membuat suatu pedoman dalam proses produksi kosmetik yang disebut Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) dan ditetapkan melalui Surat Keputusan Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.3870 tentang Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB). Hal-hal yang menjadi perhatian di dalam pedoman CPKB yaitu sistem manajemen mutu, personalia, bangunan, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, internal audit, penyimpanan, kontrak produksi dan analisis, penanganan keluhan serta penarikan produk kosmetik baik skala besar maupun kecil untuk dapat menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram.

1.2 Sejarah CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik) Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis dan sifat kandungannya sangat beragam. Dengan adanya perkembangan jenis produk obat bahan alam tidak hanya dalam bentuk Obat Tradisional (Jamu), tetapi juga dalam bentuk Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, maka pedoman cara pembuatan obat tradisional yang baik sangat diperlukan oleh industri yang memproduksi Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka sehingga mutu obat tradisional lebih terjamin dan dapat meningkatkan daya saingnya melalui pengawasan terhadap proses produksi dan penanganan bahan bakunya. Badan POM telah membuat suatu pedoman dalam proses produksi obat tradisional yang disebut Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dan ditetapkan melalui Surat Keputusan Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1380 tentang Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). CPOTB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat tradisional dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani.

II. Beberapa contoh perkembangan CPOB di Negara-negara maju Perkembangan GMP di Australia Australia mengenal istilah Therapeutic Goods Administration (TGA) yang meregulasi hal-hal yang berkaitan dengan terapeutik melalui berbagai tindakan yang komprehensif termasuk memastikan efikasi dan keamanan obat-obatan yang diperbolehkan dijual di Australia. Komponen kunci dari keseluruhan regulasi TGA mengenai obat-obatan dan alat kesehatan adalah inspeksi dari fasilitas

manufaktur untuk memastikan proses produksi dijalankan sesuai dengan prinsip manufaktur yang dilegalisasi, termasuk Code of Good Manufacturing Practice (GMP). Di Australia, Therapeutic Goods Act dibuat pada tahun 1989 dengan beberapa pengecualian, bahwa produsen barang-barang terapeutik harus mempunyai lisensi. Untuk mendapatkan lisensi untuk memproduksi hal-hal yang berkaitan dengan terapeutik, produsen harus menunjukkan, selama inspeksi pabrik tersebut harus mematuhi prinsip-prinsip manufaktur yang terkandung dalan GMP dan Quality systems. Produsen luar negeri yang akan menjual barang terapi di Australia harus memenuhi standar GMP yang setara dengan produsen di Australia. Produsen luar negeri diwajibkan memberikan bukti ini kepada TGA. Jika bukti dokumen GMP tidak dapat diterima, maka auditor TGA akan melakukan on-site audit dengan cara yang sama seperti yang dilakukan pada produsen di Australia. GMP dan inspeksi TGA merupakan elemen kunci dari sistem regulasi Australia untuk menjamin keamanan, kualitas dan efektivitas dari sejumlah besar obat-obatan yang beredar di Australia. Program TGA mengenai inspeksi dan reinspeksi GMP Manufacturing merupakan cara terbaik untuk pemerintah Australia sehingga dapat memastikan bahwa barang-barang terapi diproduksi dengan standar internasional tertinggi. Pada tanggal 29 juli 2009, Therapeutic Goods (Manufacturing Principle) Determination No. 1 of 2009 mengadopsi panduan PIC/S untuk GMP. Pada tanggal 15 januari 2009 PE-009-8 menjadi Code of GMP, kecuali Annexes 4, 5 dan 14 yang tidak diadopsi oleh Australia. Kode ini diperbarui untuk menggantikan Australian Code of Good Manufacturing Practice untuk produk obat (16 Agustus 2002) dan untuk produk tabir surya (1994). The 2009 Code terdiri dari dua bagian dan lima belas lampiran. Bagian I berlaku untuk pembuatan produk obat jadi dan Bagian II berlaku untuk pembuatan Active Pharmaceutical Ingredients (APIs). Bagian III identik dengan ICH GMP

yang merupakan panduan untuk APIs, yang sudah ditetapkan sebagai standar dalam prinsip manufaktur sebelumnya. Berikut merupakan lampiran-lampiran (Annexes) yang diadopsi: Annex 1: Manufacture of sterile medicinal products Annex 2: Manufacture of biological medicinal products for human use Annex 3: Manufacture of radiopharmaceuticals Annex 6: Manufacture of medicinal gases Annex 7: Manufacture of herbal medicinal products Annex 8: Sampling of starting and packaging materials Annex 9: Manufacture of liquids, creams and ointments Annex 10: Manufacture of pressurised metered dose aerosol preparations for inhalation Annex 11: Computerised systems Annex 12: Use of ionising radiation in the manufacture of medicinal products Annex 13: Manufacture of investigational medicinal products Annex 15: Qualification and validation Annex 17: Parametric release Annex 19: Reference and retention samples Annex 20: Quality risk management Australia belum mengadopsi Annex 4 dan 5 dalam PIC/S Guide untuk pembuatan obat-obatan hewan dan annex 14 untuk produk yang berasal dari darah manusia atau plasma manusia. Panduan PIC/S tidak termasuk annex 16 dan 18 karena khusus untuk EU GMP Guide.

Perkembangan GMP di Kanada Prinsip dari GMP Kanada adalah pemegang lisensi harus memastikan bahwa fabrikasi, kemasan, label, distribusi, pengujian, dan penjualan obat harus

mematuhi persyaratan dan prinsip pemasaran dan tidak menempatkan konsumen pada resiko akibat tidak memadainya keamanan dan kualitas. Berikut merupakan regulasi GMP dimana pedoman GMP ini berlaku untuk farmasi, radiofarmaka, obat biologi, dan kedokteran hewan dikembangkan oleh Health Canada. Bagian 1. Bangunan 2. Peralatan 3. Personalia 4. Sanitasi Regulasi C.02.004 C.02.005 C.02.006 C.02.007 C.02.008 5. Pengujian raw material 6. Kontrol Produksi 7. Quality control C.02.009 C.02.010 C.02.011 C.02.012 C.02.013 C.02.014 C.02.015 8. Pengujian Packaging Material 9. Pengujian produk jadi 10. Dokumentasi C.02.018 C.02.019 C.02.020 C.02.021 C.02.022 C.02.023 C.02.024 * * C.02.016 C.02.017 * * * * F P/L I D W T

11. Sampel

C.02.025 C.02.026

* * *

12. Stabilitas

C.02.027 C.02.028

13. Produk steril

C.02.029

F = Fabricator, P/L = Packager/Labeller, I = Importer, D = Distributor, W = Wholesaler, T = Tester * = pedoman yang berlaku tergantung pada sifat kegiatan III. Perkembangan CPOB di Indonesia berikut peraturan terkait lainnya 3.1 Perkembangan CPOB di Indonesia Tahun 1969 WHO mengajukan konsep Good Practices in the Manufacture and Quality Control of Drugs . Tahun 1971 Indonesia mengadopsi GMP WHO tersebut secara sukarela. Tahun 1988 Pedoman CPOB edisi 1 mulai diwajibkan untuk diterapkan didasarkan atas Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.43/Menkes/SK/VII/1989 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik. Tahun 1989 Petunjuk Operasional Penerapan CPOB diterbitkan agar pedoman tersebut dapat diterapkan secara efektif di industri farmasi melalui Surat Keputusan Direktorat Jenderal POM No.05411/A/SK/XII/1989 mengenai Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik Tahun 1990 Inspeksi CPOB yang pertama Tahun 2001

Pedoman CPOB edisi 2 diterbitkan (hasil revisi Pedoman CPOB 1988) yang dikenal juga dengan CPOB terkini Tahun 2005 CPOB untuk produk darah diterbitkan Tahun 2006 CPOB diperbaharui lagi menjadi c-GMP (current Good Manufacturing Practice) atau yang dikenal dengan istilah CPOB yang dinamis Tahun 2008 Petunjuk Operasional CPOB 2006 (c-GMP) diterbitkan

Perbedaan Pedoman CPOB 2001 dan 2006 2001 10 Bab 2006 12 Bab, termasuk:

( Umum, Personalia, Bangunan dan Fasilitas, Peralatan, Sanitasi, dan Higiene, Produksi, Pengawasan Mutu, Inspeksi Diri, Penanganan keluhan terhadap obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian, Dokumentasi)

Sistem Manajemen Mutu, Contract Manufacture and Analysis, Qualification and Validation, Bab UMUM dihilangkan

4 Addenda

7 Annex, termasuk:

Pembuatan produk steril, Pembuatan obat investigasi untuk uji klinik, Sistem komputerisasi

Pembuatan Produk Biologi, Pembuatan Gas Medisinal, Pembuatan Aerosol, Pembuatan produk darah

Berikut adalah aspek-aspek yang diatur dalam CPOB 2006 : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Sistem Mutu, Personalia Bangunan dan Sarana Penunjang, Peralatan, Sanitasi dan Higiene, Produksi, Pengawasan Mutu, Inspeksi Diri dan Audit Mutu, Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian, 10. 11. 12. Dokumentasi, Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak, Kualifikasi dan Validasi

Di samping itu, terdapat 7 (tujuh) anex (supplement), yaitu : 1. 2. 3. 4. Pembuatan Produk Steril, Pembuatan Produk Biologi, Pembuatan Gas Medisinal, Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekanan (Aerosol), 5. Pembuatan Produk Darah, 6. Pembuatan Obat Investigasi Untuk Uji Klinik, dan 7. Sistem Komputerisasi.

Hal-hal baru yang diatur dalam CPOB 2006 antara lain: Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System/QMS), Sistem Tata Udara (Air Handling System/AHS), terutama untuk produkproduk steril, Persyaratan Air Untuk Produksi (water system)

3.2 Peraturan-peraturan terkait CPOB: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43lMenkes/SK/III 1988 tanggal 2 Februari 1988 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik; Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05. 3.02147 tahun 2001 tentang Pembentukan Tim Revisi Pedoman Cara Tahun Pembuatan Obat Yang Baik Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.02152 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik tahun 2002 Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 200I tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05 .2.4231 Tahun 2004; Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.0027 Tahun 2006 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik; Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.06. 1.34.0387 Tahun 2009 tentang Pembentukan Tim Nasional Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.04.1.33.12.11.09937 tahun 2011 tentang Tata Cara Sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik

IV. Diskusi 1. Euis (260112120086) Pertanyaan : 1. Bagaimana sejarah GMP di Indonesia berkaitan dengan GMP WHO?..

2. Mengapa negara yang dipilih untuk dibahas disisni negara Australia dan Kanada?.. Jawaban : 1. Awalnya, pada tiap negara, di tiap daerah dikumpulkan pihak-pihak yang terkait dengan industri untuk membicarakan mengenai GMP, kemudian hasil tersebut di bawa ke pusat untuk ditindaklanjuti yang selanjutkan di ajukan ke WHO. Di WHO tersebut, input dari berbagai negara dikaji dan diolah sehingga menghasilkan GMP. Di Indonesia sendiri, pembuatan CPOB melihat dari gambaran GMP WHO yang selanjutnya dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. GMP sendiri dijadikan acuan atau panduan untuk pembuatan CPOB di Indonesia. 2. Karena negara-negara tersebut telah memiliki CPOB yang mendunia dimana pengaturannya lebih rinci dan lengkap sehingga bisa dijadikan contoh atau perbandingan untuk CPOB yang ada di Indonesia.

2. Fathi (260112120078) Pertanyaan : 1. Apa tujuan umum CPOB?.. 2. Bagaimana regulasi CPOB di Indonesia?.. Jawaban : 1. Tujuan umum dibentuknya CPOB yaitu diharapkan dapat menghasilkan produk bermutu tinggi sehingga dapat meningkatkan daya jual. Disamping itu untuk membuat suatu standar perlakuan sehingga produk yang dihasilkan sesuai dengan standar yang berlaku. 2. CPOB di Indonesia di pegang oleh BPOM, dimana institusi ini melakukan pengawasan terhadap industri-industri untuk mengecek apakah industri tersebut berjalan sesuai CPOB yang berlaku. Jika ditemukan hal yang menyimpang atau tidak sesuai, maka BPOM berhak memberikan sanksi terhadap industri tersebut.

3. Rina Nuriyah (260112120062) Pertanyaan : 1. Adakah perbedaan antara CPOB edisi 1, 2, dan 3 ?.. 2. Apakah CPOTB hanya berlaku di Indonesia atau di negara lain juga?.. Jawaban : 1. Ada. Dalam perkembangan CPOB di Indonesia, CPOB mengalami revisi sesuai dengan perkembangannya. Tiap edisi mengalami perubahan baik penambahan atau pengurangan guna menghasilkan peraturan yang lebih baik lagi. 2. CPOTB hanya berlaku di Indonesia karena tiap negara memiliki pengaturan yang berbeda-beda 4. Hetsa Himawati (2601121200.) Pertanyaan : 1. Apakah kebijakan CPOB/GMP barang eksport dan import ? 2. Apakah ada masa transisi untuk penggantian CPOB dari edisi 1 ke edisi 2 dan seterusnya untuk suatu perusahaan ? 3. Apakah industri farmasi yang pertama kali berdiri di Indonesia ? Jawaban : 1. Barang ingin di eksport ke luar negeri maka barang tersebut telah memenuhi strandar yang telah ditetapkan oleh suatu negara tersebut, karena setiap negara memiliki standar tersendiri untuk menjamin kualitas dari barang yang akan dipasarkan.Jika barang tersebut tidak memenuhi standar di negara tersebut maka barang tersebut dapat ditolak dan hanya bisa dipasarkan di negaranya sendiri atau negara yang menggunakan standar lebih rendah. 2. Ada masa transisi yang diberikan untuk suatu industry farmasi, misalnya dikeluarkan suatu peraturan baru yang dikeluarkan oleh BPOM maka industry tersebut diberi tenggang waktu untuk dapat menyesuaikan setiap negara berbeda2 untuk barang-

peraturan tersebut, jika tidak dapat menyesuaikan dalam tenggang waktunya maka izin pengeluaran produknya dapat di cabut. 3. Industri farmasi di Indonesia diawali dengan berdirinya pabrik farmasi pertama yang didirikan di Hindia Timur pada tahun 1817, yaitu NV. Chemicalien Rathkamp & Co dan NV. Pharmaceutische Handel

Vereneging J. Van Gorkom & Co. pada tahun 1865. Sedangkan industri farmasi modern pertama kali di Indonesia adalah pabrik kina di Bandung pada tahun 1896 yang sekarang dikenal dengan nama Kimia Farma.

5. Seni Astri (260112120044) Pertanyaan : 1. Faktor apasajakan yang mempengaruhi GMP di setiap negara ? 2. Jelaskan setiap poin dalam CPOB ? Jawaban : 1. Banyak negara telah mengatur perusahaan farmasinya harus sesuai dengan prosedur GMP yang telah dibuat oleh negara tersebut berdasarkan undangundang yang ada pada setiap negara. Walaupun GMP di setiap negara berbeda-beda yang tergantung dari masing-masing kebijakan/undangundang negara tersebut tatapi GMP tersebut tetap semua panduan masih dalam prinsip dasar yang sama yaitu Proses Manufaktur secara jelas didefinisikan dan dikendalikan. Semua proses yang pentingdivalidasi untuk memastikan konsistensi dan kesesuaian dengan spesifikasi. Proses Manufaktur dikendalikan, dan perubahan apapun pada proses dievaluasi. Perubahanyang berdampak pada kualitas obat divalidasi diperlukan. Instruksi dan prosedur yang ditulis dalam bahasa yang jelas dan tidak ambigu. (Praktek Dokumentasi Bagus)

Operator dilatih untuk melaksanakan dan mendokumentasikan prosedur.

Rekaman yang dibuat, secara manual atau dengan instrumen, selama pembuatan yangmenunjukkan bahwa semua langkah yang diperlukan oleh prosedur dan instruksi yangsebenarnya diambil dan bahwa kuantitas dan kualitas obat itu seperti yang diharapkan

2. Elemen dalam CPOB meliputi : a. Manajemen mutu Menjamin bahwa produk dibuat & dikendalikan secara konsisten, mengurangi resiko yang tidak dapat dideteksi pada pengujian akhir, yaitu : cross contamination & mix-up b. Personalia Meliputi: Jumlah karyawan memadai Struktur Organisasi Kualifikasi & tanggung jawab yang jelas Pelatihan Penilaian Pencatatan berdampak pada mutu produk

c. Bangunan & fasilitas Lokasi, konstruksi, layout dan desain, harus disesuaikan dengan tujuan untuk meminimalisir resiko yang dapat mempengaruhi kualitas produk seperti kontaminasi silang, debu dan kotoran. d. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancang-bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produkobat terjamin secara seragam dari bets ke bets, serta untuk memudahkanpembersihan dan perawatannya e. Sanitasi & higiene

Meliputi : 1. Manusia 2. Bahan awal 3. Mesin & peralatan 4. Bangunan 5. Lingkungan Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan padasetiap aspek pembuatan obat.Ruang lingkup sanitasi dan higiene,
Sumber pencemaran

meliputipersonalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi sertawadahnya dan setiap hal yang dapat

merupakan sumber pencemaran produk. f. Produksi Proses produksi, mulai dari penyiapan bahan awal (bahan baku); validasi proses produksi; pencemaran; sistem penomoran bets dan lot;

pengembalian; pengolahan; proses produk di produk steril; pengemasan; adanya bahan atau produk pulihan; obat kembalian; karantina obat jadi dan penyerahan ke gudang obat jadi; sampai pada pengawasan distribusi obat jadi; penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi; penyimpanan bahan baku dan bahan pengemas;

pembuatan obat berdasarkan kontrak; dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan yang dapat menjamin senatiasa menghasilkan obat jadi yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan. g. Pengawasan mutu Pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisis yang dilakukan silaborto rium termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujianbahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi. Pengawasan mutu meliputi juga program uji stabilitas, pemantauan lingkungan kerja, uji

validasi, pengkajian dokumentasi bets, program penyimpanan contoh danpenyusunan serta penyimpanan spesifikasi yang berlaku dari setiap bahandan produk termasuk metode pengujian h. Inspeksi diri dan audit mutu

Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produk dan

pengendalian mutu dalam pabrik telaha memenuhiketentuan CPOB i. Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk & produk kembalian Penangan keluhan dan laporan terhadap obat : Hendaklah dibuat catatan tertulis mengenai semua keluhandan laporan yang diterima dan ditangani oleh bagian yang terkait Penarikan kembali obat dapat berupa penarikan

kembali satu atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudiandikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, daluwarsa,masalah keabsahan, atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah ataukemasan, sehingga menimbulkan keraguan akan keamana, identita s,mutu dan jumlah obat yang bersangkutan j. Dokumentasi Dokumentasi yang jelas meminimalisir kesalahan informasi dari komunikasi. Spesifikasi, formula, prosedur, dan catatan-catatan harus bebas dari kesalahan dalam penulisan. Penting untuk memperoleh legalitas dari dokumen tersebut k. Pembuatan & analisis berdasarkan kontrak Kontrak tertulis antara pemberi kontrak-penerima kontrak tanggung jawab & kewajiban masing-masing pihak l. Kualifikasi & validasi Perubahan signifikan yang mempengaruhi mutu produk (fasilitas, peralatan, proses) validasi

Kualifikasi meliputi : KD, KI, KO, KK

You might also like