You are on page 1of 4

Demam Tifoid (Tifus = Tipes)

Definisi Demam tifoid atau tifus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii yang ditularkan melalui makanan yang tercemar oleh tinja dan urin penderita. Etiologi (Penyebab) Bakteri Salmonella typhii Manifestasi Klinis (Gejala) Kumpulan gejala-gejala klinis tifoid disebut dengan sindrom demam tifoid. Beberapa gejala klinis yang sering pada tifoid diantaranya adalah: Demam Demam atau panas adalah gejala utama tifoid. Pada awal sakit, demamnya kebanyakan samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh sering turun naik. Pagi lebih rendah atau normal, sore dan malam lebih tinggi (demam intermitten). Dari hari ke hari intensitas demam makin tinggi yang disertai banyak gejala lain seperti sakit kepala (pusing) yang sering dirasakan di area frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, mual dan muntah. Pada minggu ke-2 intenditas demam makin tinggi, kadang-kadang terus-menerus (demam kontinyu). Bila pasien membaik maka pada minggu ke-3 suhu badan berangsur turun dan dapat normal kembali pada minggu ke-3. Namun perlu diperhatikan bahwa demam khas tifoid tersebut tidak selalu ada. Tipe demam dapat menjadi tidak beraturan. Hal ini mungkin karena intervensi pengobatan atau komplikasi yang dapat terjadi lebih awal. Gangguan saluran pencernaan Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama. Bibir kering dan kadangkadang pecah-pecah. Lidah kelihatan kotor dan ditutupi selaput putih. Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor (coated tongue atau selaput putih), dan pada penderita anak jarang ditemukan. Pada umumnya penderita sering mengeluh nyeri perut, terutama regio epidastrik (nyeri ulu hati), disertai mual dan muntah. Pada awal sering meteorismus dan konstipasi. Pada minggu selanjutnya kadang-kadang timbul diare. Gangguan kesadaran Umumnya terdapat gangguan kesadaran yang kebanyakan berupa penurunan kesadaran ringan. Sering ditemukan kesadaran apatis dengan kesadaran seperti berkabut (tifoid). Bila klinis berat, tak jarang penderita sampai somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis (Organic Brain Syndrome). Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol. Hepatosplenomegali Hati dan limpa ditemukan sering membesar. Hati terasa kenyal dan nyeri tekan. Bradikardi relatif dan gejala lain Bradikardi relatif tidak sering ditemukan, mungkin karena teknis pemeriksaan yang sulit dilakukan. Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah bahwa setiap peningkatan suhu 1C tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demem tifoid adalah rose spot yang biasanya ditemukan di regio abdomen atas, serta gejala-gejala klinis yang berhubungan dengan komplikasi yang terjadi.

1.

2.

3.

4. 5.

Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Diantara gejala klinis dan pemeriksaan yang sering ditemukan pada demam tifoid adalah: - Demam - Sakit kepala - Kelemahan - Nausea - Nyeri abdomen - Anoreksia

b. 1. 2.

c. 1. 2. 3.

Muntah Gangguan gastrointestinal Insomnia Hepatomegali Splenomegali Penurunan kesadaran Bradikardi relatif Kesadaran berkabut Feses berdarah Pemeriksaan Laboratorium Biakan darah, tinja, cairan empedu, air kemih Serologis Widal Tes serologi widal adalah reaksi antara antigen (suspensi Salmonella yang telah dimatikan) dengan aglutinin yang merupakan antibodi spesifik terhadap komponen basil Salmonella di dalam darah manusia (saat sakit, karier, atau pasca vaksinasi). Prinsip tes adalah terjadinya reaksi aglutinasi antara antigen dan aglutinin yang dideteksi yakni aglutinin O dan H. Aglutinin O mulai dibentuk pada akhir minggu pertama demam sampai puncaknya pada minggu ke-3 sampai ke-5. Aglutinin ini dapat bertahan sampai 6-12 bulan. Aglutinin H mencapai puncak lebih lambat pada minggu ke-4 sampai ke-6 dan menetap dalam waktu lebih lama, sampai 2 tahun kemudian. Interpretasi reaksi widal: Belum ada kesepakatan tentang nilai titer patokan. Tidak sama masing-masing daerah tergantung endemisitas daerah masing-masing dan tergantung hasil penelitiannya. Batas titer yang dijadikan diagnosis, hanya berdasarkan kesepakatan atau perjanjian pada satu daerah, dan berlaku untuk daerah tersebut. Kebanyakan pendapat bahwa titer O 1/320 sudah menyokong kuat diagnosis demam tifoid. Peningkatan titer Widal 4 kali dalam 1 minggu dianggap demam tifoid positif. Sindrom Trias Suspek Demam Tifoid: Demam sore/malam hari Adanya lidah tifoid, yaitu lidah kelihatan kotor dan ditutupi selaput putih, ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor (coated tongue atau selaput putih) Nyeri spontan/tekan pada perut di daerah McBurney (kanan bawah), sedangkan sisi kiri normal/kurang nyeri Penatalaksanaan 1. Tirah Baring Penderita yang dirawat harus baring dengan sempurna untuk mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila klinis berat, penderita harus istirahat total. Disarankan untuk baring di tempat tidur 5 7 hari apireksi.

2. Diet Pasien harus mendapat cairan yang cukup. Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah selulose (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita tifoid biasanya diklasifikasikan atas: diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa. Bila keadaan penderita baik, diet dapat dimulai dengan diet padat atau tim (diet padat dini). Tapi bila penderita dnegan klinis berat sebaiknya dimulai dengan bubur atau diet cair yang selanjutnya dirubah secara bertahap sampai padat sesuai dengan tingkat kesembuhan penderita. 3. Terapi Simtomatik Terapi simtomatik dapat diberikan dengan pertimbangan untuk perbaikan keadaan umum penderita: Roboransia/vitamin Antipiretik, untuk kenyamanan penderita terutama anak-anak

Antiemetik, diperlukan bila penderita muntah hebat 4. Antimikroba (Antibiotik) Antimikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosis klinis demam tifoid telah dapat ditegakkan, baik dalam bentuk diagnosis konfirmasi, probable, maupun suspek. Antibiotik yang dikemukakan dalam tabel di bawah ini adalah yang telah dikenal sensitif dan efektif untuk demam tifoid serta merupakan pilihan dan dipilih dari hasil uji kepekaan.

Dosis Kelebihan dan Keuntungan - Dewasa: 4 x 500 mg Merupakan obat yang sering Selama 14 hari digunakan dan telah lama dikenal - Anak: 50-100 mg/kgbb/hr efektif untuk tifoid Max 2 gr selama 10-14 hr Murah dan dapat diberi peroral dan Kloramfenikol Dibagi 4 dosis sensitivitas masih tinggi Pemberian PO/IV Tidak diberikan bila lekosit <2000 mm3 - Dewasa: 2-4 gr/hr selama Cepat menurunkan suhu, lama 3-5 hari pemberian pendek, dapat dosis tunggal Seftriaksion - Anak: 80 mg /kgbb/hr serta cukup aman untuk anak Dosis tunggal selama 5 hr Pemberian IV - Dewasa: 3-4 gr/hr selama Aman untuk penderita hamil 14 hari Sering dikombinasi dengan Ampisilin & - Anak: 100 mg/kgbb/hr kloramfenikol pada pasien kritis Amoksisilin selama 10 hari Tidak mahal Pemberian PO/IV - Dewasa: 2 x 160-800 mg Tidak mahal selama 2 minggu Pemberian peroral TMP-SMX - Anak: TMP 6-10 (Kotrimoksasol) mg/kgbb/hari atau SMX 30-50 mg/kgbb/hari selama 10 hari - Ciprofloksasin: Pefloksasin dan fleroksasin lebih 2 x 500 mg 1 minggu cepat menurunkan suhu - Ofloksasin: Efektif mencegah relaps dan karier 2 x 200-400 mg 1 minggu Pemberian peroral Quinolone - Pefloksasin: Anak: tidak dianjurkan karena efek 1 x 400 mg 1 minggu samping pada pertumbuhan tulang - Fleroksasin: 1 x 400 mg 1 minggu - Anak: 15-20 mg/kgbb/hari Aman untuk anak dibagi 2 dosis selama 10 Efektif Cefixime hr Pemberian peroral - Dewasa: 4 x 500 mg Dapat untuk anak dan dewasa Tiamfenikol - Anak: 50 mg/kgbb/hari Dilaporkan cukup sensitif pada

Antibiotik

selama 5-7 hari bebas panas


Prognosis Mortailitas: Anak-anak 2,6 % Dewasa 5,6 % Bergantung pada: Umur Keadaan umum Derajat kekebalan Virulensi Slamonella Kecepatan terapi

beberapa daerah

Referensi 1. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pengendalian Demam Tifoid, Ditjen P2PL, Jakarta, 2005. 2. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas, Ditjen Binfar & Alkes, Jakarta, 2007. 3. Hayes Peter, Buku Saku Diagnosis dan Terapi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1997. 4. Mansjoer Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001. 5. Mubin Halim Prof. dr., Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam (Diagnosis dan Terapi), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2008.

You might also like