You are on page 1of 5

Penggunaan Certainty Factor dalam Sistem Pakar untuk Melakukan Diagnosis dan Memberikan Terapi Penyakit Epilepsi dan

Keluarganya
Kusrini, S.Kom STMIK AMIKOM Yogyakarta, kusrini@amikom.ac.id

Abstract Expert system abilities to solve problems which cant be solved with certain algorithm, enables to build an expert system to diagnose diseases. In order to complete the final task, an expert system which can be used to diagnose and give treatment to epilepsy and its family is being constructed in this research. Once again, certainty factor method used in MYCIN in the middle of 1970s is used to anticipate incomplete and uncertain knowledge. The final result of this research is an expert system prototype to diagnose and give treatment to epilepsy and its family. This prototype has some main menu. They are data input, acquisition, consultation, and explanation. By giving the accurate knowledge in knowledge base and followed by tests which is being done seriously, it is to be hoped that this system can be used to help doing diagnosis and give treatment to epilepsy and its family correctly and accurately. Keywords: Expert System Certainty Factor Epilepsy

1. Pendahuluan Ilmu yang mempelajari cara membuat komputer dapat bertindak dan memiliki kecerdasan seperti manusia disebut kecerdasan buatan [6]. Salah satu bidang yang termasuk dalam kecerdasan buatan yaitu Sistem Pakar (Expert System). Sistem pakar adalah program komputer yang menirukan penalaran seorang pakar dengan keahlian pada suatu wilayah pengetahuan tertentu [6]. Permasalahan yang ditangani oleh seorang pakar bukan hanya permasalahan yang mengandalkan algoritma, namun kadang juga permasalahan yang sulit dipahami. Permasalahan tersebut dapat diatasi oleh seorang pakar dengan pengetahuan dan pengalamannya. Oleh karena itu sistem pakar dibangun bukan berdasarkan algoritma tertentu tetapi berdasarkan basis pengetahuan dan aturan.

Sistem pakar sudah banyak dikembangkan baik untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan bisnis dari berbagai bidang ilmu seperti ekonomi, keuangan, teknologi dan kedokteran. Sistem pakar dalam bidang diagnosis kesehatan telah dikembangkan pada pertengahan tahun 1970 di Stanford University. Sistem tersebut diberi nama MYCIN dan digunakan untuk melakukan diagnosis dan terapi terhadap penyakit miningitis dan infeksi bacremia. Penyakit yang tidak kalah penting adalah penyakit epilepsi. Epilepsi dikenal sebagai salah satu penyakit tertua di dunia (2000 tahun SM) dan menempati urutan kedua dari penyakit saraf setelah gangguan peredaran darah otak. Dengan terapi yang baik penderita dapat dibebaskan dari penyakitnya, namun untuk ini ditemukan banyak kendala, diantaranya kurangnya dokter spesialis saraf, kurangnya ketrampilan dokter umum dan paramedis dalam menanggulangi penyakit ini. Untuk itu diperlukan suatu upaya menciptakan pakar-pakar dalam menangani penyakit epilepsi [4]. Besarnya kemungkinan suatu gejala menentukan keberadaan suatu penyakit perlu diketahui, mengingat ada empat kemungkinan hasil pemeriksaan yaitu [2]: a. positip sejati: suatu gejala ada dan pasien memang menderita penyakit yang ditunjukkan oleh gejala itu b. positip palsu: suatu gejala itu ada tetapi pasien tidak menderita penyakit sebagaimana yang ditunjukkan oleh gejala itu c. negatip palsu: pasien menderita suatu penyakit tetapi tidak terdapat gejala yang menunjukkan penyakit itu d. negatip sejati: pasien tidak menunjukkan gejala penyakit dan memang tidak menderita penyakit tersebut Dalam melakukan pemeriksaan, terkadang dokter harus memutuskan suatu penyakit dengan menggunakan data yang kurang lengkap. Untuk itu diperlukan suatu sistem yang mampu menghitung besarnya kemungkinan keberadaan suatu penyakit meskipun didasarkan pada data yang kurang lengkap. Epilepsi merupakan penyakit yang memerlukan pengobatan yang cukup lama bahkan bisa seumur hidup.

Sementara obat anti epilepsi yang beredar sekarang ini belum bisa membebaskan penderita dari efek samping yang tidak ringan [3]. Oleh karena itu, kesalahan dalam menentukan suatu penyakit epilepsi akan menjerumuskan seseorang dalam kondisi yang semestinya tidak dialami. Untuk mengurangi kemungkinan kesalahan diperlukan ketelitian hasil pemeriksaan dan dalam hal ini diperlukan adanya keterlibatan matematika modern. 2. Faktor Kepastian 2.1 Ketidakpastian (uncertainty) Dalam menghadapi suatu masalah sering ditemukan jawaban yang tidak memiliki kepastian penuh. Ketidakpastian ini bisa berupa probabilitas atau kebolehjadian yang tergantung dari hasil suatu kejadian. Hasil yang tidak pasti disebabkan oleh dua faktor yaitu aturan yang tidak pasti dan jawaban pengguna yang tidak pasti atas suatu pertanyaan yang diajukan oleh sistem. Hal ini sangat mudah dilihat pada sistem diagnosis penyakit, dimana pakar tidak dapat mendefinisikan tentang hubungan antara gejala dengan penyebabnya secara pasti, dan pasien tidak dapat merasakan suatu gejala dengan pasti pula. Pada akhirnya ditemukan banyak kemungkinan diagnosis. Sistem pakar harus mampu bekerja dalam ketidakpastian [1]. Sejumlah teori telah ditemukan untuk menyelesaikan ketidakpastian, termasuk diantaranya probabilitas klasik (classical probability), probabilitas Bayes (Bayesian probability), teori Hartley berdasarkan himpunan klasik (Hartley theory based on classical sets), teori Shannon berdasarkan pada probabilitas (Shannon theory based on probability), teori Dempster-Shafer (Dempster-Shafer theory), teori fuzzy Zadeh (Zadehs fuzzy theory) dan faktor kepastian (certainty factor). Dalam penelitian ini yang digunakan adalah faktor kepastian. 2.2 Ketidakpastian aturan Ada tiga penyebab ketidakastian aturan yaitu aturan tunggal, penyelesaian konflik dan ketidakcocokan (incompatibility) antar konskuen dalam aturan. Aturan tunggal yang dapat menyebabkan ketidakpastian dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu: kesalahan, probabilitas dan kombinasi gejala (evidence). Kesalahan dapat terjadi karena: a. ambiguitas, sesuatu didefinisikan dengan lebih dari satu cara b. ketidaklengkapan data c. kesalahan informasi d. ketidakpercayaan terhadap suatu alat e. adanya bias Probabilitas disebabkan ketidakmampuan seorang pakar merumuskan suatu aturan secara pasti. Misalnya,

jika seseorang mengalami sakit kepala, demam dan bersin-bersin ada kemungkinan orang tersebut terserang penyakit flu, tetapi bukan berarti apabila seseorang mengalai gejala tersebut pasti terserang penyakit flu. Hanya karena aturan tunggalnya benar, belum dapat menjamin suatu jawaban bernilai benar. Hal ini masih dipengaruhi oleh kompatibilitas antar aturan. Inkompatibilitas suatu aturan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: a. kontradiksi aturan, misalnya: aturan 1: JIKA anak demam MAKA harus dikompres aturan 2: JIKA anak demam MAKA jangan dikompres b. subsumpsi aturan, misalnya: aturan 3 : JIKA E1 MAKA H aturan 4 : JIKA E1 DAN E2 MAKA H jika hanya E1 yang muncul, maka masalah tidak akan timbul karena aturan yang akan digunakan adalah aturan 3, tetapi apabila E1 dan E2 sama-sama muncul maka kedua aturan (aturan 3 dan 4) sama-sama akan dijalankan. c. redundancy aturan, misalnya aturan 5 : JIKA E1 DAN E2 MAKA H aturan 6 : JIKA E2 DAN E1 MAKA H dalam kasus ini ditemui aturan-aturan yang sepertinya berbeda tetapi memiliki makna yang sama. d. kehilangan aturan, misalnya: aturan 7 : JIKA E4 MAKA H ketika E4 diabaikan maka H tidak pernah tersimpulkan e. penggabungan data, misalnya pada diagnosis kesehatan. Seorang dokter dapat menyimpulkan suatu penyakit tidak hanya berdasarkan anamnesis, tetapi juga hasil tes laboratorium, pemeriksaan kondisi tubuh, sejarah penyakit, dan lain-lain. Untuk itu diperlukan penggabungan semua data untuk dapat menyimpulkan suatu penyakit. Pemilihan metode penyelesaian konflik (conflict resolution) dapat juga mempengaruhi hasil penyelesaian akhir terhadap suatu masalah. Ada suatu sistem yang mendahulukan suatu aturan yang lebih spesifik, misalnya aturan 3 dan aturan 4, karena aturan 4 lebih spesifik maka aturan 4 akan dieksekusi terlebih dahulu. Ada juga sistem yang mengeksekusi aturan berdasarkan urutan pemasukan aturan. Dan ada sistem yang memberi bobot pada aturannya, sehingga eksekusi dilakukan terhadap suatu aturan berdasarkan bobot yang dia miliki. 2.3 Pengertian faktor kepastian Faktor kepastian (certainty factor) diperkenalkan oleh Shortliffe Buchanan dalam pembuatan MYCIN (Wesley, 1984). Certainty factor (CF) merupakan nilai

parameter klinis yang diberikan MYCIN untuk menunjukkan besarnya kepercayaan. Certainty factor didefinisikan sebagai berikut [1]:
CF(H,E) = MB(H,E) MD(H,E) (1)

E1

CF(H, E1) H CF(H, E2)

CF(H,E) : certainty factor dari hipotesis H yang dipengaruhi oleh gejala (evidence) E. Besarnya CF berkisar antara 1 sampai dengan 1. Nilai 1 menunjukkan ketidakpercayaan mutlak sedangkan nilai 1 menunjukkan kerpercayaan mutlak. MB(H,E) : ukuran kenaikan kepercayaan (measure of increased belief) terhadap hipotesis H yang dipengaruhi oleh gejala E. MD(H,E) : ukuran kenaikan ketidakpercayaan (measure of increased disbelief) terhadap hipotesis H yang dipengaruhi oleh gejala E 2.4 Kombinasi aturan Metode MYCIN untuk menggabungkan evidence pada antecedent sebuah aturan ditunjukkan oleh tabel 1 dibawah ini [1]. Tabel 1 Aturan MYCIN untuk mengkombinasikan evidence antecedent Evidence, E Antecedent Ketidakpastian E1 DAN E2 min[CF(H,E1), CF(H,E2)] E1 OR E2 max[CF(H,E1), CF(H,E2)] TIDAK E - CF(H,E) Bentuk dasar rumus certainty factor sebuah aturan JIKA E MAKA H adalah sebagai berikut:
CF(H,e) = CF(E,e) * CF(H,E) (2)

E2

Gambar 1 Kombinasi Paralel Certainty Factor

E'

E CF ( ) E ,
'

E CF ( ) H ,

Gambar 2 Kombinasi Sequensial Certainty Factor Pada kondisi ini evidence E1 dan E2 mempengaruhi hipotesis yang sama yaitu H. Kedua certainty factor CF(H, E1) dan CF(H, E2) dikombinasikan, menghasilkan certainty factor CF(H, E1, E2). Fungsi kombinasi paralel tersebut didefinisikan sebagai berikut [1]: x + y xy x, y 0 x+ y (4) z= x, y berlawanantanda 1 min(| x |, | y |) x + y + xy x, y < 0
dimana x = CF(H, E1), y = CF(H, E2) dan z = CF(H, E1E2). Certainty factor kedua aturan dikombinasikan menghasilkan certainty factor CF(H,E). Untuk menghitung kombinasi sequensial tersebut digunakan rumus berikut [4]:
CF(H,E) = CF(E, E) * CF(H, E)

dimana CF(E,e) : certainty factor evidence E yang dipengaruhi oleh evidence e CF(H,E) : certainty factor hipotesis dengan asumsi evidence diketahui dengan pasti, yaitu ketika CF(E, e) = 1 CF(H,e) : certainty factor hipotesis yang dipengaruhi oleh evidence e Jika semua evidence pada antecedent diketahui dengan pasti maka rumusnya akan menjadi:
CF(H,e) = CF(H,E) (3)

Komponen sistem pakar Sistem pakar memiliki beberapa komponen utama yaitu: antar muka pengguna (user interface), basis data sistem pakar (expert system database), fasilitas akuisisi pengetahuan (knowledge acquisition facility) dan mekanisme inferensi (inference mechanism). Selain itu ada satu komponen yang ada pada beberapa sistem pakar yaitu fasilitas penjelasan (explanation facility) [5]. Epilepsi Epilepsi merupakan bangkitan epileptik yaitu manifestasi gangguan otak dengan berbagai gejala klinis. Epilepsi disebabkan oleh lepasnya neuron-neuron otak secara berlebihan dan berkala tetapi reversibel dengan berbagai etiologi [4] Secara klinis epilepsi sulit untuk didefinisikan. Hal ini disebabkan oleh manifestasi klinis yang sangat 4.

3.

Ada dua macam kombinasi certainty factor yaitu kombinasi paralel yang ditunjukkan oleh gambar 1, dan kombinasi sequensial yang ditunjukkan oleh gambar 2.

bervariasi, mulai dari kejang umum, kejang fokal, penurunan kesadaran, gangguan tingkah laku, sampai dengan manifestasi klinis yang aneh-aneh dengan latar belakang yang sulit dimengerti. Prinsip yang harus dipegang ialah serangan terjadi berulang kali dengan pola yang sama, tanpa memperhatikan tempat, waktu dan keadaan [3].

5.

Rancang Bangun Sistem Pakar Untuk melakukan diagnosis sindrom epilepsi diperlukan data tipe sawan, data electroencephalogram (EEG) dan data-data lainnya. Tipe sawan ditentukan oleh beberapa gejala yang dialami penderita. 5.1 Representasi Pengetahuan Pengetahuan untuk melakukan diagnosis dan memberikan terapi terhadap penderita penyakit epilepsi dan keluarganya direpresentasikan dalam bentuk kaidah produksi.
Pengetahuan direpresentasikan dalam empat jenis aturan, yaitu: a. Aturan yang menentukan sawan berdasarkan gejala yang diketahui. Secara umum aturan berbentuk:
Sawan , CF : x JIKA Kumpulan Gejala

4.1 Diagnosis Untuk melakukan diagnosis penyakit epilepsi atau sindrom epileptik diperlukan data tipe sawan, data elektroensefalografi (EEG), dan data lainnya. Sering penderita datang tidak dalam keadaan sawan, sehingga sebagian besar gambaran sawan diperoleh berdasarkan pada anamnesis. Diagnosis ini tergantung pada pengetahuan pemeriksa tentang pola sawan dan kepandaian saksi mata dalam melukiskannya [4].
Diagnosis epilepsi perlu ditegakkan karena pemilihan terapi tergantung pada jenis epilepsinya. Serangan yang bersifat tunggal tidak dapat dipakai sebagai alasan untuk menegakkan diagnosis, karena banyak orang yang hanya memperoleh serangan sekali saja dan seterusnya tidak mendapat serangan lagi. Disamping itu, sehubungan dengan upaya menegakkan diagnosis epilepsi, masih ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain keterbatasan informasi baik dari penderita maupun dari saksi mata, jenis epilepsi, epilepsi yang bersifat idiopatik atau simtomatik. Sementara itu ada beberapa jenis serangan epelepsi yang seringkali tak dikenali sebagai serangan epilepsi [3].

b.

Aturan yang menentukan jenis penyakit epilepsi berdasarkan sawan dan syarat-syarat klinis lain yang diketahui. Secara umum aturan ini berbentuk:
Jenis Penyakit Epilepsi, CF : x JIKA Kumpulan Sawan OPERATOR LOGIKA Kumpulan Syarat

c.

Aturan yang menentukan jenis penyakit selain epilepsi berdasarkan gejala dan syarat-syarat klinis lain yang diketahui. Secara umum aturan ini berbentuk:
Jenis Penyakit Non Epilepsi, CF : x

4.2 Diagnosis banding Sindrom epileptik harus dibedakan dari keadaan episodik lain. Ada beberapa keadaan atau penyakit yang perwujudannya sangat mirip dengan epilepsi. Dengan demikian harus hati-hati agar tidak keliru melakukan suatu diagnosis. Beberapa penyakit yang menyerupai epilepsi antara lain: narkolepsy, migren, breathholding spells, sinkope kardiovaskuler, dan histeri. Gambaran EEG pada peristiwa-peristiwa tersebut tidak menunjukkan kelainan [3]. 4.3 Pengobatan Tujuan pengobatan adalah menyembuhkan atau bila tidak mampu menyembuhkan, bisa membatasi gejalagejala dan mengurangi efek samping pengobatan. Pada penyakit epilepsi, bila tidak diketahui kelainan struktural, metabolik atau endokrin yang dapat disembuhkan, maka tujuan pengobatan adalah memperbaiki kualitas hidup penderita dengan menghilangkan atau mengurangi frekuensi sawan tanpa menimbulkan efek samping yang tidak dikehendaki [4].

JIKA Kumpulan Gejala OPERATOR LOGIKA Kumpulan Syarat

d.

Aturan yang menentukan obat berdasarkan jenis penyakit yang diketahui. Secara umum aturan ini berbentuk:
Kumpulan Obat JIKA jenis penyakit epilepsi CF: antara x s/d y

5.2 Metode Inferensi


Sistem pakar untuk melakukan diagnosis dan memberikan terapi penyakit epilepsi dan keluarganya menggunakan dua metode inferensi, yaitu runut balik dan runut maju. Runut balik digunakan pada saat melakukan diagnosis dan runut maju digunakan pada saat mencari terapi yang tepat untuk penyakit yang telah terdiagnosis. Data yang digunakan dalam inferensi diperoleh dari jawaban yang diberikan pengguna atas pertanyaan mengenai gejala atau hasil-hasil tes yang diajukan oleh sistem. Sistem tidak akan menanyakan pertanyaan yang

sudah pernah diberikan. Oleh karena itu diperlukan penyimpan data pertanyaan yang pernah diajukan. Selain itu sistem juga akan menyimpan hasil kesimpulan sementara sehingga dia tidak perlu memproses ulang apabila memerlukannya.

permasalahan adanya pengetahuan yang tidak komplit dan tidak pasti.

5.3 Akuisisi Pengetahuan Fasilitas akuisisi pengetahuan disediakan untuk membantu menjembatani antara pakar dengan sistem. Melalui bagian inilah pakar epilepsi akan memasukkan pengetahuan yang akan dipakai dalam inferensi.
Akuisisi dibagi dalam 5 kelompok sesuai dengan jenis pengetahuan yang ada dalam sistem, yaitu: a. Akuisisi pengetahuan sawan. Proses ini memasukkan aturan mengenai gejala yang mempengaruhi sawan ke tabel gejalasawan. Akuisisi pengetahuan penyakit epilepsi. Proses ini memasukkan aturan mengenai sawan yang mempengaruhi penyakit epilepsi ke tabel penyakit dan aturan mengenai syarat yang mempengaruhi penyakit epilepsi ke tabel final. Akuisisi pengetahuan penyakit non epilepsi. Proses ini memasukkan aturan mengenai gejala yang mempengaruhi penyakit non epilepsi ke tabel penyakit_non_epilepsi dan aturan mengenai syarat yang mempengaruhi penyakit nonepilepsi ke tabel finalnonepilepsi. Akuisisi terapi bagi penyakit epilepsi. Proses ini memasukkan aturan mengenai obat yang dapat digunakan oleh penyakit epilepsi dengan certainty factor tertentu. Akuisisi terapi bagi penyakit non epilepsi. Proses ini memasukkan aturan mengenai obat yang dapat digunakan oleh penyakit non epilepsi dengan certainty factor tertentu.

b.

Referensi [1] Giarattano, J. & Riley, G., Expert System Principles and Programming, PWS Publishing Company, Boston. 1994. [2] Gutter, P., M.D, Pemecahan Masalah dalam Praktek Kedokteran dari Data menuju Diagnosis, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 1991. [3] Harsono, dr., Buku Ajar Neurologi Klinis, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 1996. [4] Heckerman, D., Probabilistic Interpretations for Mycins Certainty Factors, Elsevier science Publishers B.V., North-Holland. 1986. [5] Martin, J. & Oxman, S., Building Expert Systems a tutorial, Prentice Hall, New Jersey. 1988. [6] Turban, E., Decicion Support System and Expert Systems, Prentice Hall International Inc., USA. 1995.

c.

d.

e.

5.4 Penjelasan
Ada dua macam penjelasan dalam sistem ini yaitu: a. Penjelasan pertanyaan mengapa, pertanyaan ini diberikan pengguna pada saat sistem menanyakan gejala atau syarat kepada pengguna. Penjelasan pertanyaan bagaimana, pertanyaan ini diberikan pengguna pada saat sistem menentukan penyakit baik penyakit epilepsi maupun penyakit non epilepsi.

b.

6. Kesimpulan
Kompleksnya permasalahan yang timbul dalam diagnosis penyakit epilepsi, bisa ditangani dengan sistem pakar. Metode certainty factor telah mampu menjawab

You might also like