You are on page 1of 19

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Hutan hujan tropis adalah hutan yang memiliki keanekaragaman
tumbuhan yang sangat tinggi sebagaimana yang digambarkan oleh Resosoedarmo
et al., (1986) melalui hujan hujan tropis primer pegunungan di Cibodas, yang
memiliki kekayaan jenis tumbuhan berbunga dan paku-pakuan sebanyak 333 pada
daerah seluas 1 ha, di ketinggian 1500m dari permukaan laut. Di antara jenis
tumbuhan tersebut, 73 jenis diantaranya adalah jenis pohon dengan kerapatan
sebesar 233 pohon/ha. Sifat menyolok lainnya dari hutan ini menurut penulis yang
sama, adalah besarnya volume biomassa tumbuhan persatuan luas sehingga
memberi kesan produktivitas yang sangat tinggi dan lahan yang sangat subur.
Keanekaragaman yang sangat tinggi dan produktivitas biomassa yang
besar menggambarkan tingginya produktivitas vegetasi di hutan hujan tropis.
Pada kenyataannya menurut Weaver dan Clement (1980) kecuali produktivitas
vegetasi yang sangat tinggi, tanah di daerah tropis tidaklah terlalu subur kecuali
lahan-lahan yang tersusun atas tanah alluvial baru dan tanah vulkanik.
Patandianan (1996) mengatakan bahwa sifat tanah hutan hujan tropis adalah
miskin hara sehingga tidak mampu mendukung produktivitas tumbuhan yang
sangat tinggi. Menurut Resosoedarmo et al., (1986) produktivitas yang sangat
tinggi pada kawasan ini terjadi karena ekosistem hutan hujan tropis memiliki
sistem daur hara yang sangat ketat, tahan kebocoran, dan berlangsung cepat.
Pemerintah dewasa ini sedang berusaha mencukupi kekurangan pasokan
kayu bagi keperluan pembangunan dan industri melalui pembangunan Hutan
Tanaman Industri (HTI) dengan target 6,2 juta ha, penggalakan pembangunan
hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan serta merehabilitasi hutan dan lahan yang
rusak melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL).
Pembangunan kembali hutan secara besar-besaran seperti yang
disebutkan di atas tentu memerlukan benih/bibit dalam jumlah yang cukup banyak
misalnya untuk target luasan 1 juta ha/tahun dengan jarak tanam 4 m x 5 m akan
memerlukan paling sedikit 500.000 juta semai. Pertanyaannya bagaimana
caranya memperoleh bibit yang sedemikian banyak dengan kualitas yang baik ?
Jawabannya adalah apabila kita membangun persemaian yang direncanakan
dengan baik dan menggunakan benih yang berkualitas baik pula

I.2 Tujuan
1. Mengetahui gaya berkecambah dan kecepatan berkecambah suatu biji.
2. Mengetahui faktor-faktor luar yang mempengaruhi perkecambahan biji.
3. Mengetahui pengaruh suhu terhadap perkecambahan biji.

I.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana gaya berkecambah dan kecepatan berkecambah suatu biji.
2. Apa saja faktor-faktor luar yang mempengaruhi perkecambahan biji.
3. Bagaimana pengaruh suhu terhadap perkecambahan biji.
BAB III TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Perkecambahan
Perkecambahan (Ing. germination) merupakan tahap awal
perkembangan suatu tumbuhan, khususnya tumbuhan berbiji. Dalam tahap ini,
embrio di dalam biji yang semula berada pada kondisi dorman mengalami
sejumlah perubahan fisiologis yang menyebabkan ia berkembang menjadi
tumbuhan muda. Tumbuhan muda ini dikenal sebagai kecambah.
Perkecambahan diawali dengan penyerapan air dari lingkungan sekitar
biji, baik tanah, udara, maupun media lainnya. Perubahan yang teramati adalah
membesarnya ukuran biji yang disebut tahap imbibisi (berarti "minum"). Biji
menyerap air dari lingkungan sekelilingnya, baik dari tanah maupun udara (dalam
bentuk embun atau uap air. Efek yang terjadi adalah membesarnya ukuran biji
karena [[sel {biologi)|sel]]-sel embrio membesar) dan biji melunak. Proses ini
murni fisik.
Kehadiran air di dalam sel mengaktifkan sejumlah enzim
perkecambahan awal. Fitohormon asam absisat menurun kadarnya, sementara
giberelin meningkat. Berdasarkan kajian ekspresi gen pada tumbuhan model
Arabidopsis thaliana diketahui bahwa pada perkecambahan lokus-lokus yang
mengatur pemasakan embrio, seperti ABSCISIC ACID INSENSITIVE 3 (ABI3),
FUSCA 3 (FUS3), dan LEAFY COTYLEDON 1 (LEC1) menurun perannya
(downregulated) dan sebaliknya lokus-lokus yang mendorong perkecambahan
meningkat perannya (upregulated), seperti GIBBERELIC ACID 1 (GA1), GA2,
GA3, GAI, ERA1, PKL, SPY, dan SLY. Diketahui pula bahwa dalam proses
perkecambahan yang normal sekelompok faktor transkripsi yang mengatur auksin
(disebut Auxin Response Factors, ARFs) diredam oleh miRNA.[1]
Perubahan pengendalian ini merangsang pembelahan sel di bagian yang
aktif melakukan mitosis, seperti di bagian ujung radikula. Akibatnya ukuran
radikula makin besar dan kulit atau cangkang biji terdesak dari dalam, yang pada
akhirnya pecah. Pada tahap ini diperlukan prasyarat bahwa cangkang biji cukup
lunak bagi embrio untuk dipecah.
III.2 Botani Sengon (Albazia Falcataria)
Sengon dalam bahasa latin disebut Albazia Falcataria, termasuk famili
Mimosaceae, keluarga petai – petaian. Di Indonesia, sengon memiliki beberapa
nama daerah seperti berikut :
a. Jawa :jeunjing, jeunjing laut (sunda), kalbi, sengon landi, sengon laut,
atau sengon sabrang (jawa).
b. Maluku : seja (Ambon), sikat (Banda), tawa (Ternate), dan gosui
(Tidore)
Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomi pada tanaman sengon
adalah kayunya. Pohonnya dapat mencapai tinggi sekitar 30–45 meter dengan
diameter batang sekitar 70 – 80 cm. Bentuk batang sengon bulat dan tidak berbanir.
Kulit luarnya berwarna putih atau kelabu, tidak beralur dan tidak mengelupas. Berat
jenis kayu rata-rata 0,33 dan termasuk kelas awet IV - V.
Kayu sengon digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan peti kemas,
peti kas, perabotan rumah tangga, pagar, tangkai dan kotak korek api, pulp, kertas
dan lain-lainnya.
Tajuk tanaman sengon berbentuk menyerupai payung dengan rimbun
daun yang tidak terlalu lebat. Daun sengon tersusun majemuk menyirip ganda
dengan anak daunnya kecil-kecil dan mudah rontok. Warna daun sengon hijau
pupus, berfungsi untuk memasak makanan dan sekaligus sebagai penyerap nitrogen
dan karbon dioksida dari udara bebas.
Sengon memiliki akar tunggang yang cukup kuat menembus kedalam
tanah, akar rambutnya tidak terlalu besar, tidak rimbun dan tidak menonjol
kepermukaan tanah. Akar rambutnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen, oleh
karena itu tanah disekitar pohon sengon menjadi subur.
Dengan sifat-sifat kelebihan yang dimiliki sengon, maka banyak pohon
sengon ditanam ditepi kawasan yang mudah terkena erosi dan menjadi salah satu
kebijakan pemerintah melalui DEPHUTBUN untuk menggalakan ‘Sengonisasi’ di
sekitar daerah aliran sungai (DAS) di Jawa, Bali dan Sumatra.
Bunga tanaman sengon tersusun dalam bentuk malai berukuran sekitar
0,5 – 1 cm, berwarna putih kekuning-kuningan dan sedikit berbulu. Setiap kuntum
bunga mekar terdiri dari bunga jantan dan bunga betina, dengan cara penyerbukan
yang dibantu oleh angin atau serangga.
Buah sengon berbentuk polong, pipih, tipis, dan panjangnya sekitar 6 –
12 cm. Setiap polong buah berisi 15 – 30 biji. Bentuk biji mirip perisai kecil dan
jika sudah tua biji akan berwarna coklat kehitaman,agak keras, dan berlilin.
Klasifikasi

Kingdom : Plantae (tumbuhan)


Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub-kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Familia : Fabaceae (suku polong-polongan)
Genus : Albizia
Spesies : Albizia falcataria (L.) Fosberg

III.3 Botani Jati Putih (Gemelina aborea)


Jati Putih termasuk tanaman penghasil kayu yang produktif. Tanaman
jati putih berasal dari Asia Tenggara, di negara lain dikenal dengan nama Gamari
atan Gumadi (India), Gamar (Bangladesh) atau Yemane (Myanmar). Banyak
ditanam sebagai tanaman pelindung, sebagian besar dimanfaatkan sebagai tanaman
komersil. Sekarang (Januari 2009) tanaman ini banyak ditanam di daerah
Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Indonesia. Para petani tertarik dengan
nilai kayu jenis ini. Semua bagian pohon dapat dimanfaatkan untuk dijual, mulai
dari batang gelondongan, cabang bahkan ranting. Nilai ekonomis katu ini yang
tinggi membuat tanaman ini ditanam dari tepi jalan, di kebun, di halaman dan
sebagainya.
1. Deskripsi buah dan benih
Buah: berdaging, panjang 20-35 mm, kulit mengkilat, mesokarp lunak,
agak manis.
Biji: keras seperti batu, panjang 16-25 mm, permukaan licin, satu ujung
bulat, ujung lain runcing. Terdiri dari 4 ruang, jarang dijumpai 5 ruang. Sedikitnya
satu ruang berisi benih, jarang dalam satu buah terdiri dari dua biji batu. Ukuran
benih meningkat menurut ukuran biji, yaitu panjang 6-9 mm. Berat 1.000 butir biji
batu sekitar 400 gr.
2. Pembungaan dan pembuahan
Berbunga dan berbuah setiap tahun. Di sebaran alami beriklim musim,
mulai berbunga pada musim kemarau ketika pohon menggugurkan daun. Di luar
sebaran alami beriklim musim, periode pembungaan dan pembuahan tidak jelas,
bunga dan buah terlihat kira-kira sepanjang tahun. Buah masak terjadi 1,5 bulan
setelah pembungaan.
3. Panen buah
Buah umumnya dikumpulkan di lantai hutan. Buah masak yang jatuh
mungkin masih hijau, kemudian berubah kuning setelah satu minggu. Sekitar dua
minggu, buah menjadi coklat dan setelah tiga minggu menjadi hitam. Pengumpulan
lebih baik dilakukan ketika masih hijau atau kuning. Daya kecambah benih dari
buah coklat atau hitam sangat rendah. Karena tidak semua buah jatuh dan masak
pada saat yang sama, maka buah dikumpulkan dua kali dalam seminggu selama
beberapa bulan pengumpulan. Sebelum pengumpulan buah, semak dan gulma di
lantai hutan dibersihkan. Produksi buah dipengaruhi umur tegakan, kondisi ekologis
dan tegakan. Produksi benih (biji batu) berkisar 30-170 kg/ha/tahun. 4. Penanganan
dan pemrosesan benih
Pengangkutan buah ke tempat pemrosesan hendaknya dalam keranjang
terbuka atau jaring, jangan dimasukkan karung plastik. Untuk mencegah fermentasi,
buah segera diangkut ke tempat pembersihan dalam 24 jam, terutama buah yang
telah kuning atau coklat. Hati-hati kerusakan daging buah karena fermentasi
dimulai dari buah yang rusak. Di tempat pemrosesan, buah hendaknya disortasi
dalam kelompok yang segera diproses (kuning dan coklat) dan kelompok yang
memerlukan pemasakan pasca panen (hijau kekuningan). Pemasakan demikian
dilakukan di bawah naungan dengan menebar buah setebal 10-15 cm hingga
berubah kuning. Sortasi ini berlangsung 1 minggu. Pengupasan daging buah dalam
jumlah kecil dikerjakan secara manual dengan meggosok buah hingga terlepas
daging buahnya kemudian dicuci dengan air. Dalam jumlah besar, menggunakan
mesin pengupas kopi. Perendaman buah 24 jam sebelum pengupasan akan
memudahkan pelepasan daging buah. Setelah pengupasan, buah ditebar di ayakan
kawat kemudian disiram air untuk membersihkan lendir dan daging buah. Sisa
daging buah biasanya masih menempel biji setelah pengupasan, sehingga
pembersihan lanjutan yaitu secara manual dengan menggosok biji dengan pasir
bercampur air atau secara mekanis (juga dengan pasir) menggunakan pengaduk
semen. Tahap akhir, biji dicuci dan dijemur (2-3 hari).
5. Penyimpanan
Benih kering kadar 5-8% yang disimpan dalam suhu 4-5°C dapat
bertahan beberapa tahun tanpa ada penurunan daya kecambah. Karena penjemuran
sulit menurunkan kadar air di bawah 10%, maka benih hendaknya di oven (35-
50°C) untuk penyimpanan jangka panjang. Jika benih akan ditabur dalam periode
satu tahun setelah proses penjemuran, maka penyimpanan dalam wadah kedap
udara sudah memadai. Untuk menghindari tikus sebaiknya disimpan dalam wadah
logam.
6. Dormansi dan perlakuan pendahuluan
Benih tidak mengalami dormansi dan tidak memerlukan perlakuan
pendahuluan. Sebelum ditabur sebaiknya benih direndam dalam air dingin selama
24 - 48 jam.
7. Penaburan dan perkecambahan
Benih ditabur pada bedeng tanah atau pasir yang ditutup lapisan tipis
tanah atau pasir. Kecambah gmelina termasuk epigeal (kotiledon terangkat dari
permukaan tanah). Tergantung kondisi awal benih berkecambah, kulit keras akan
tertinggal atau terangkat dan benih sisanya masih mungkin berkecambah. Benih
umumnya cepat berkecambah dalam jumlah banyak. Perkecambahan sering lebih
100%, karena dari satu biji tumbuh lebih satu kecambah. Suhu optimal
perkecambahan 30 - 31°C. Suhu rendah menurunkan perkecambahan. Bedeng
kecambah diletakkan di bawah matahari, naungan sebagian atau penuh menurunkan
daya kecambah. Kecambah selanjutnya disapih di kantong plastik. Bibit siap tanam
setelah berumur 5 - 6 bulan.
Scientific classification

Kingdom: Plantae
(unranked): Angiosperms
(unranked): Eudicots
(unranked): Asterids
Order: Lamiales
Family: Lamiaceae
Genus: Gmelina
Species: G. arborea

Binomial name Gmelina arborea


Roxb.

III.4 Dormansi Biji


Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk
melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada
embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi
klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan
memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk
mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi
dormansi embryo.
Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan faktor
penyebab, mekanisme dan bentuknya.
a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi
 Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena
keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan
 Imnate dormancy (rest): dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi
di dalam organ-organ biji itu sendiri
b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji
Mekanisme fisik
Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ
biji itu sendiri; terbagi menjadi:
- mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik
- fisik: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel
- kimia: bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat
Mekanisme fisiologis
Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses
fisiologis; terbagi menjadi:
- photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya
- immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio
yang tidak/belum matang
- thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu
c. Berdasarkan bentuk dormansi
Kulit biji impermeabel terhadap air/O2
 Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp,
endocarp
 Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi
(misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
 Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun
lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan
skarifikasi mekanik.
 Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji,
raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum.
 Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji.
Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat
dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
Embrio belum masak (immature embryo)
 Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum
menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum gnemon (melinjo)
 Embrio belum terdiferensiasi
 Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu untuk
mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.
Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan
temperatur rendah dan zat kimia.
Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan
kering
Dormansi karena kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan
perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit.
Biji membutuhkan suhu rendah
Biasa terjadi pada spesies daerah temperate, seperti apel dan Familia Rosaceae.
Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur,
melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya.
Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan
perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah:
- jika kulit dikupas, embrio tumbuh
- embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah
- embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji
masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
- perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh
kerdil
- akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi
berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin)
Biji bersifat light sensitive
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas
(kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas
(panjang hari).
Kuantitas cahaya
Cahaya dengan intensitas tinggi dapat meningkatkan perkecambahan pada biji-biji
yang positively photoblastic (perkecambahannya dipercepat oleh cahaya); jika
penyinaran intensitas tinggi ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini
tidak berlaku pada biji yang bersifat negatively photoblastic (perkecambahannya
dihambat oleh cahaya).
Biji positively photoblastic yang disimpan dalam kondisi imbibisi dalam gelap
untuk jangka waktu lama akan berubah menjadi tidak responsif terhadap cahaya,
dan hal ini disebut skotodormant. Sebaliknya, biji yang bersifat negatively
photoblastic menjadi photodormant jika dikenai cahaya. Kedua dormansi ini dapat
dipatahkan dengan temperatur rendah.
Kualitas cahaya
Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari spektrum
(red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm) menghambat
perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah mutually
antagonistic (sama sekali bertentangan): jika diberikan bergantian, maka efek yang
terjadi kemudian dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali diberikan. Dalam hal
ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible (dapat berada dalam 2 kondisi
alternatif):
 P650 : mengabsorbir di daerah merah
 P730 : mengabsorbir di daerah infra merah
Jika biji dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah menjadi
P730. P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan
terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah (far-red;
730 nm), maka pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses
perkecambahan.
Photoperiodisitas
Respon dari biji photoblastic dipengaruhi oleh temperatur:
- Pemberian temperatur 10-200C : biji berkecambah dalam gelap
- Pemberian temperatur 20-300C : biji menghendaki cahaya untuk berkecambah
- Pemberian temperatur >350C : perkecambahan biji dihambat dalam gelap atau
terang
Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan dapat diganti oleh temperatur yang
diubah-ubah. Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat
digantikan oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea dan asam giberelin.
Dormansi karena zat penghambat
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-
proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap
substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya
seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji
yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi
penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat
di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio,
endosperm, kulit biji maupun daging buah.
BAB IV METODE PRAKTIKUM

IV. 1 Tempat
Praktikum dilaksanakan di laboratorium silvikultur fakultas kehutanan
Universitas Kuningan.
IV.2 Alat dan Bahan
1. Media semai
2. Bak persemaian
3. Termometer
4. Biji sengon dan gemelina sebanyak 6 buah tiap jenis
5. Alat tulis

IV.3 Pengambilan Data


Data yang di ambil meliputi jumlah biji yang tumbuh dan
perkembangannya tiap minggu, suhu harian di lokasi persemaian dan pola
pertumbuhan kedua jenis biji.

IV.4 Kegiatan Praktikum


1. Sebelum biji disemaikan, awalnya di beri perlakuan dengan merendamnya
dengan air panas dan air dingin selama 24 jam.
2. Biji ditaburkan dengan setengah bagian tertimbun media semai.
3. bak di beri lebel nama jenis dan jumlah yang di semai.
4. Biji yang di semai disiram setiap sua kali sehari; yaitu pagi dan sore.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1 Hasil
Setelah diamati dalam 2 (dua) minggu, maka didapat hasil biji yang tumbuh
masing-masing sebagai berikut:

Minggu ke Sengon Gemelina


1 1 0
2 4 0

Selin itu kami mencatat suhu harian di lokasi praktikum antara pagi dan sore
dan didapatkan hasil sebagai beikut:

Hari ke Pagi (Co) Sore (Co)


1 31 28
2 26 33
3 29 31
4 26 28
5 33 34
6 29 33
7 28 30
8 28 33
9 28 33
10 32 27
11 29 33
12 28 31
13 29 33
14 28 33

Rata-rata suhu hariannya adalah 28 Co pada pagi hari dan 31 Co pada sore hari.
Setelah pengamatan suhu, diamati pula bentuk dan gambaran pertumbuhan
kecambah yang mulai aktif selama dua minggu tersebut. Demikian adalah aktifitas
perkecambahan yang terjadi.
Minggu ke Sengon Gemelina
1 • Satu butir biji mulai • Pada Gemelina tidak tampak
menampakan perubahan yang berarti, selain
perkembangan pada warna biji yang semakin tua.
kotiledonnya. Biji yang
tumbuh ini mulai
memiliki akar seiring
sengan membelahnya
biji.
2 • Pada minggu ke-2 ini • Setelah diamati lebih
tampak pertumbuhan lanjut, tidak ada satupun
dari biji sengon yang biji Gemelina yang tumbuh
lain sebanyak 3 biji yang sampai minggu ke-2 ini.
menyusul tumbuh. Kondisi biji saat ini masih
Perkembangannya tidak berwarna tua, menampakan
jauh berbeda dari biji biji ini masih bisa tumbuh.
yang paling awal
tumbuh. Hanya saja dua
diantaranya belum
menampakan daun.
V.2 Pembahasan
Ada beberapa yang menjadi faktor penyebab kegagalan pada perkecambahan tanaman
Gemelina, yaitu diantaranya karena faktor benih itu sendiri. Namun ada beberapa hal juga
yang menjadi penentu kegagalan perkecambahan ini yaitu diantaranya:
1. Suhu harian; Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kita dapat melihat bahwa suhu harian
pada saat itu berkisar antara 28 Co pada pagi hari dan 31 Co pada sore hari dan
dapat dikatakan suhu saat itu sangat tinggi. Suhu mempengaruhi beberapa proses
fisiologis penting: bukaan stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan
nutrisi, fotosintesis, dan respirasi. Peningkatan suhu disekitar iklim mikro
tanaman akan menyebabkan cepat hilangnya kandungan lengas tanah (STAF
LAB. ILMU TANAMAN 2008).
2. Intensitas cahaya dalam ruang kultur untuk pertumbuhan tunas umumnya
berkisar antara 600 - 1000 lux . Perkecambahan dan inisiasi akar umumnya
dilakukan pada intensitas cahaya lebih rendah (Anonim 2003). Hal tersebut
berkaitan dengan kondisi tempat dan alur musim perkecambahan tersebut.
3. Dormansi biji; Benih yang mengalami dormansi ditandai oleh :
* Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air.
* Proses respirasi tertekan / terhambat.
* Rendahnya proses mobilisasi cadangan makanan.
* Rendahnya proses metabolisme cadangan makanan.
Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih masak secara fisiologis ketika
masih berada pada tanaman induknya atau mungkin setelah benih tersebut
terlepas dari tanaman induknya. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh
keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari embrio atau bahkan
kombinasi dari kedua keadaan tersebut (Aldrich 1984).
BAB VI PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Gmelina arborea, Wikipedia,


http://en.wikipedia.org/wiki/Gmelina_arborea

Perkecambahan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
http://id.wikipedia.org/wiki/Perkecambahan

Jati putih
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
http://id.wikipedia.org/wiki/Jati_putih

DITANAM..
[berakar, tumbuh dan buah]

Mazmur 92:13­16; Mazmur 52:10

http://209.85.175.132/search?q=cache:vFQdFXq7bKYJ:www.gpdisingapura.org/do
wnloads/bc/2007-
Planted.pdf+FAKTOR+PERKECAMBAHaN&hl=id&ct=clnk&cd=5&gl=id&client
=firefox-a

AnonimDORMANSI PADA BENIH TANAMAN PANGAN DAN CARA PRAKTIS


MEMBANGKITKANNYA. http://www.tanindo.com/abdi5/hal0401.htm

PRODUKTIVITAS VEGETASI HUTAN HUJAN

TROPIS. Muhammad Wiharto, E­mail: m_wiharto@yahoo.com

You might also like