You are on page 1of 2

BLANGKO PENILAIAN CASE ANALYSIS

Nama : Jatuwarih Pintautami NIM : 2007.031.0024 Bagian : Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Preceptor : dr. Makmuridin Ghofur, Sp. THT Problem Seorang pasien datang dengan keluhan sejak 2 minggu yang lalu hidung sering meler, ingus berwarna putih bening tidak berbau. Keluhan ini paling berat di pagi hari, namun sore dan malam hari keluhan biasanya hilang dengan sendirinya. Pasien mengatakan sering merasakan keluhan seperti ini, dan bersifat kambuh-kambuhan terutama jika pasien sedang merasa kecapekan. Riwayat demam(-), riwayat batuk(-), riwayat gatal di sekitar mata(-), riwayat sering bersin (-). Riwayat mengkonsumsi obat hipertensi (-). Riwayat penyakit dahulu Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal. Riwayat penyakit keluarga Alergi obat, hipertensi, DM, dan asma disangkal. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : Baik, Kesadaran : Composmentis TD : 120/80 mmHg N: 89x/menit RR: 18x/menit T: Afebris Hypotesis 1. Rhinitis Vasomotor 2. Rinitis alergi 3. Rinitis infeksi Mechanism Adanya paparan terhadap suatu iritan memicu ketidakseimbangan system saraf otonom dalam mengontrol pembuluh darah dan kelenjar pada mukosa hidung vasodilatasi dan edema pembuluh darah mukosa hidung Hidung tersumbat dan rinore. Disebut juga More Info Dari rekam medis pasien diketahui pasien sering datang ke polikloinik THT dengan keluhan serupa. Dont Know 1.Bagaimana patogenesis terjadinya penyakit pada kasus ? 2.Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus tersebut ? Nama Pasien Jenis Kelamin Umur Alamat : Ny. Pt : Perempuan : 35 tahun : Bantul Problem Solving Decision Making : Rinitis non-alergi ( nonallergic rhinitis ), merupakan respon non spesifik terhadap perubahan perubahan lingkungannya, berbeda dengan rinitis alergi yang mana merupakan respon terhadap protein spesifik pada zat allergen nya. Diagnosis : Rhinitis Vasomotor Treatment : Non Medikamentosa -Menghindari penyebab/ pencetus Medikamentosa -Diphenhidramine 3x25mg -Pseudoefedrin 3040mg/24jam -Ambroxol 10mg 3x1 -Fluticasone intranasal spray 1 dd 2 spray

Learning Issues 1. Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekresi dari kelenjar. Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf simpatis sedangkan parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada rinitis vasomotor terjadi disfungsi sistem saraf otonom yang menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf simpatis. Baik sistem simpatis yang hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif, keduanya dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas kapiler, yang akhirnya akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti. Teori lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptide vasoaktif dari selsel seperti Sel mast. Termasuk diantara Peptide ini adalah histamin, leukotrin, prostaglandin, polypeptide intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini tidak hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang menyebabkan kongesti, tetapi juga meningkatkan efek asetilkolin dari system saraf parasimpatis terhadap sekresi hidung, yang menyebabkan rinore. Pelepasan peptide-peptide ini tidak diperantarai oleh Ig-E (non-IgE mediated) seperti pada rhinitis alergi. Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada rhinitis vasomotor. Banyak kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi yang spesifik. Beberapa diantaranya adalah perubahan temperatur atau tekanan udara,

Kepala&wajah : deformitas (-), tampak bula pada sisi kiri wajah, bibir edema (+) Mata : kelopak atas mata kiri edema (+) dan tidak dapat dibuka, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik Leher : pembesaran KGB (-) Hidung : Deformitas(-), edema()Hiperemis(-) Nyeri tekan sinus(-) Krepitasi(-) Deviasi septum(-) Sekret (-) Konkha pucat (-) Mukosa normal, Perdarahan(-) Ulkus(-) Rongga Mulut : Mukosa bukal basah, Hiperemis(-) Tenggorokan : Faring mukosa hiperemis() Edema(-) Refleks muntah(+). Palatum mole mukosa hiperemis(-) Edema(-) Tonsil membesar(-) Limfonodi tak teraba pembesaran. Dada : simetris dalam diam dan pergerakan Jantung : BJ I & II normal, murmur (-), gallop (-) Paru : vesikuler, ronki -/-, wheezing -/Abdomen : datar, lemas, NT (-), tdk teraba massa, BU (+) normal, H/L ttb Ekstremitas : tak ada kelainan

perfume, asap rokok, polusi udara dan stress ( emosional atau fisikal ). 2. Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor dan disingkirkan kemungkinan rinitis alergi. Biasanya penderita tidak mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya dan keluhan dimulai pada usia dewasa. Beberapa pasien hanya mengeluhkan gejala sebagai respon terhadap paparan zat iritan tertentu tetapi tidak mempunyai keluhan apabila tidak terpapar. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua (karakteristik ), tetapi dapat juga dijumpai berwarna pucat. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol ( tidak rata ). Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore, sekret yang ditemukan bersifat serosa dengan jumlah yang banyak. Pada rinoskopi posterior dapat dijumpai post nasal drip. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi. Test kulit ( skin test ) biasanya negatif, demikian pula test RAST, serta kadar Ig E total dalam batas normal. Kadang- kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi sering menyertai yang ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam sekret. Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang edema dan mungkin tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah terlibat.

You might also like