You are on page 1of 24

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK) I.

Definisi Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara yang irreversibel. Keterbatasan aliran udara ini berhubungan dengan respon inflamasi paru abnormal dan progresif terhadap gas atau partikel yang berbahaya.1 PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema.1,2 Menurut American Thoracic Society (ATS), faktor risiko terjadinya PPOK adalah: 2
1. Faktor host : faktor genetik (defisiensi -1 anti tripsin), jenis kelamin

laki-laki, dan anatomi saluran napas (hiperreaktivitas bronkus) 2. Faktor exposure : kebiasaan merokok, pekerjaan, polusi lingkungan, infeksi bronkopulmoner berulang dan sosial ekonomi.

II. Epidemiologi Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) akhir-akhir ini semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka mortalitasnya yang terus meningkat. PPOK merupakan masalah kesehatan utama di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Data di AS menyebutkan bahwa angka kejadian PPOK adalah sebanyak 15 juta orang dan 1,5 juta kasus baru per tahun. PPOK tercatat sebagai penyebab kematian keempat di AS dengan angka sekitar 115.00 kematian terjadi pada tahun 2000 dan biaya pengobatannya lebih besar dari asma. Pada tahun 2020, The Global Burden of Disease Studies menyatakan bahwa PPOK akan

menduduki peringkat tiga penyakit penyebab kematian dan peringkat dua belas penyebab penyakit dan juga sebagai peringkat empat penyakit penting yang menimbulkan kecacatan.1 Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke enam dan merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang.3 Di Indonesia penyakit bronkitis kronik dan emfisema meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok dan pesatnya kemajuan industri. Dari hasil penelitian Nawas dkk di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta, didapatkan prevalensi PPOK sebanyak 26%, kedua terbanyak setelah tuberkulosis paru (65%).3 PPOK merupakan masalah kesehatan umum dan menyerang sekitar 10% penduduk usia 40 tahun ke atas. Dari fakta di atas dapat disimpulkan bahwa PPOK cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya angka harapan hidup, kebiasaan merokok dan polusi udara.4 III. Klasifikasi 2 Klasifikasi PPOK menurut National Heart, Lung and Blood Institute dan WHO adalah sebagai berikut: Stadium 0 Derajat berisiko PPOK : Spirometri normal Kelainan kronik (batuk, sputum produktif)

Stadium I PPOK ringan : VEP1 / KVP < 75%

VEP1 > 80% prediksi Dengan/ tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produktif)

Stadium II PPOK sedang : VEP1 / KVP < 75% 30% < VEP1< 80% prediksi (IIA : 50% < VEP1< 80% prediksi) (IIB : 30% < VEP1< 50% prediksi) Dengan/ tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produkrtif)

Stadium III PPOK berat : VEP1 / KVP < 75% VEP1 < 30% prediksi atau VEP1 < 50% prediksi + gagal nafas.

IV. Patogenesis Pada bronkitis kronis perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil. Selain itu, terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal (emfisema), yang menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi,

terperangkapnya udara dan peningkatan usaha untuk bernafas, sehingga terjadi sesak nafas. Pada saluran nafas kecil terjadi penebalan akibat peningkatan pembentukan folikel limfoid dan penimbunan kolagen di bagian luar saluran nafas, sehingga menghambat pembukaan saluran nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurang karena penebalan mukosa berisi eksudat sel radang yang meningkat sejalan dengan beratnya penyakit. Hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan

oleh beberapa derajat penebalan dan hipertrofi otot polos pada bronkiolus respiratorius. Dengan berkembangnya penyakit, kadar CO2 meningkat dan dorongan respirasi bergeser dari CO2 ke hipoksemia, dorongan pernafasan juga mungkin akan hilang, sehingga memicu terjadinya gagal nafas.1,5 Menurut Hipotesis Elastase Anti Elastase, di dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan antielastase untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan elastase akan menimbulkan kerusakan jaringan elastin paru. Ketidakseimbangan ini dapat dipicu oleh adanya perangsangan pada paru antara lain oleh asap rokok dan infeksi yang menyebabkan elastase bertambah banyak atau oleh adanya defisiensi alfa- 1 antitripsin. 6,7 Pada PPOK terjadi penyempitan saluran nafas dan keterbatasan aliran udara karena beberapa mekanisme inflamasi, produksi mukus yang berlebihan dan vasokontriksi otot polos bronkus seperti terlihat pada gambar 1.1

Gambar 1. Perbandingan jalan nafas normal dan PPOK Proses pernafasan PPOK dibanding normal terlihat pada gambar 2. Saluran nafas normal akan melebar karena perlekatan alveolar selama ekspirasi diikuti oleh proses pengosongan alveolar dan pengempisan paru. Perlekatan alveolar pada PPOK rusak karena emfisema menyebabkan penutupan jalan nafas

ketika ekspirasi dan menyebabkan air trapping pada alveoli dan hiperinflasi. Saluran nafas perifer mengalami obstruksi dan destruksi karena proses inflamasi dan fibrosis, lumen saluran nafas akan tertutup oleh sekresi mukus yang terjebak didalamnya akibat bersihan mukosilier kurang sempurna.4

Ekspirasi Normal Ekspirasi dengan mudah karena elastic recoil alveolus normal dan bronkus normal

PPOK Kesulitan ekspirasi karena penurunan alveolus dan penyempitan bronkus elastic recoil

Gambar 2. Proses pernafasan normal dan PPOK

V. Diagnosis 1. Anamnesis3 Adanya keluhan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor risiko (+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala, riwayat paparan dengan faktor risiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan

perawatan di rumah sakit sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas. 2. Pemeriksaan fisik 7,8 Pernafasan pursed lips Takhipnea Dada emfisematous atau barrel chest Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater Bunyi nafas vesikuler melemah Ekspirasi memanjang Ronki kering atau wheezing Bunyi jantung jauh

3. Diagnosis pasti dengan uji spirometri:3 FEV1/ FVC < 75% Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : FEV1 pasca

bronkodilator, 80% prediksi. 4. Laboratorium 9 Darah rutin Khusus 5. Foto toraks 9 Hiperlusensi regional dan gambaran bronkovaskuler kasar, Gambaran jantung mengecil. Diafragma datar dan lenting (overinflasi). : Hb, Ht, leukosit : Defisiensi kadar alpha 1 antitripsin (kongenital).

6. Kultur dan sensitiviti kuman 6 Diperlukan untuk mengetahui kuman penyebab serta resistensi kuman terhadap antibiotik yang dipakai. Pemeriksaan ini juga diperlukan jika tidak ada respon terhadap antibiotik yang dipakai sebagai pengobatan pada permulaan penyakit.

VI.

Diagnosis Banding PPOK Asma SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis) Pneumotoraks Gagal jantung kronik Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis

VII.

Perbedaan asma dengan PPOK


ASMA PPOK +++ + + ++ + + + -

TIMBUL PADA USIA MUDA SAKIT MENDADAK RIWAYAT MEROKOK RIWAYAT ATOPI SESAK DAN MENGI BERULANG BATUK KRONIK BERDAHAK HRB REVERSIBILITI VARIABILITI HARIAN EOSINOFIL SPUTUM NETROFIL SPUTUM MAGROFAG SPUTUM

++ ++ +/++ +++ + +++ ++ ++ + +

Tes Diagnostik Spirometri Kapasitas

ASMA Obstruksi dapat reversible sepenuhnya Biasanya normal Hiperinflasi hanya pada eksaserbasi, namun normal di luar serangan Hyperplasia kelenjar mucus Struktur alveolar utuh

PPOK Obstruksi tidak reversible sepenuhnya

Radiology

Berkurang (dengan emphysema) Hiperinflasi cenderung lebih persisten. Penyakit bullous dapat ditemukan

Pathology

Metaplasia kelenjar mucus Kerusakan jaringan alveolar (emphysema)

Inflamasi

Sel Mast dan eosinophils mendominasi Limfosit CD4+

Makrofag dan neutrofil mendominasi Limfosit CD8+

Penatalaksanaan Kortikosteroid Inhalasi

Untuk kasus ringan hingga berat persisten Digunakan sebagai medikasi pengontrol Hanya digunakan pada eksaserbasi. Tidak diindikasikan untuk maintenance

Untuk kasus sedang hingga berat

Leukotriene

modifier

Tidak direkomendasikan

Anticholinergic inhalasi

Digunakan untuk maintenance dan selama eksaserbasi

VIII. Penatalaksanaan A. Penatalaksanaan PPOK Stabil : 1. Obat-obatan 2. Edukasi 3. Nutrisi 4. Rehabilitasi 5. Rujukan ke spesialis /rumah sakit

1.Obat-obatan Bronkodilator Macam - macam bronkodilator : Agonis -2 : fenoterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol. Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat Antikolinergik : ipratropium bromide, oksitroprium bromide Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir. Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2 Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita. Metilxantin : teofilin lepas lambat, bila kombinasi -2 dan steroid belum memuaskan. Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan

jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut Kortokosteroid Gunakan golongan metilprednisolon/prednison, diberikan dalam bentuk oral, setiap hari atau selang sehari dengan dosis 5 mg perhari, terutama bagi penderita dengan uji steroid positif. Ekspektoran Gunakan obat batuk hitam (OBH) Mukolitik Gliseril guayakolat dapat diberikan bila sputum mukoid

Antitusif Kodein hanya diberikan bila batuk kering dan sangat mengganggu.

2.Edukasi Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi pengobatan dari asma.

3.Nutrisi

10

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK dikarenakan bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah. Keseimbangan nutrisi antara protein, lemak, dan karbohidrat diberikan dalam porsi kecil tetapi sering. Kekurangan kalori dapat menyebabkan meningkatnya derajat sesak. Pemberian karbohidrat yang berlebihan

menghasilkan Co2 yang berlebihan.

4.Rehabiltasi Latihan pernapasan dengan pursed-lips Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough) Latihan otot pernapasan dan ekttremiti

B. Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah : Bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 hari. Bila infeksi dapat diberikan antibiotik spektrum luas (termasuk S. pneumonia, H. influenzae, M. catarrhalis)

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah sakit :3 11

Terapi oksigen terkontrol, melalui nasal pronge 1-4 L/mnt Sasaran: PaO2 60-65 mmHg atau SaO2 > 90%

Bronkodilator :

inhalasi

agonis

2 (dosis

dan frekuensi

ditingkatkan) + antikolinergik Pada eksaserbasi akut berat + aminofilin (0,5mg/ kgbb/jam) Steroid : prednison 30-40 mg PO selama 10-14 hari Steroid intravena : pada keadaan berat. C. Pembedahan : Pada PPOK berat (bila dapat memperbaiki fungsi paru atau gerakan mekanik paru) Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu : 1. Bulektomi 2. Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey (LVRS) 3. Transplantasi paru IX. Prognosis Prognosis PPOK bergantung pada umur dan gejala klinis waktu berobat. Pada pasien yang berumur kurang dari 50 tahun dan datang dengan keluhan sesak nafas yang ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila pasien itu datang dengan sesak nafas sedang, maka 5 tahun kemudian 42% pasien akan sesak lebih berat dan meninggal. Pada pasien yang berumur lebih dari 50 tahun dengan sesak nafas ringan, 5 tahun kemudian 50% pasien akan lebih berat atau meninggal.8

12

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Status Alamat : Tn. M : 55 tahun : Laki-laki : Petani : Menikah : Dusun I aursati- Bangkinang

Anamnesis Keluhan Utama Sesak nafas sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 1 bulan yang lalu pasien sering mengeluhkan sesak nafas. Sesak nafas tersebut hilang timbul. Kadang siang kadang malam. Sesak semakin bertambah saat pasien sedang berjalan.. Pasien masih belum terganggu dengan keluhan ini karena sesak berkurang dengan istirahat. Empat hari SMRS pasien merasakan sesak yang sangat hebat, serasa tidak bisa bernapas. Sesak napas berbunyi seperti bunyi ngik. Selain itu pasien juga sering batuk yang kadang disertai dahak agak kental berwarna putih. Tidak ada darah. Batuk biasanya muncul bersamaan dengan sesak nafas. Satu hari SMRS pasien mengeluhkan sesak nafas hebat disertai batuk berdahak dan bertambah berat sehingga dibawa ke IGD RSUD AA.

13

Tidak terjadi penurunan berat badan yang signifikan sejak pasien sesak nafas dan batuk. Nafsu makan biasa. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Pasien tidak ada mengeluhkan nyeri dada Tidak ada riwayat trauma di daerah dada

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat asma tidak ada Pasien memiliki riwayat hipertensi.

Riwayat Penyakit Keluarga Belum pernah ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti pasien.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan Ventilasi di rumah cukup baik Pasien memiliki riwayat merokok sejak umur 24 tahun dan menghabiskan 1 bungkus rokok sehari. Pasien juga seorang petani dan sering menyemprotkan racun tanaman

Pemeriksaan Umum Kesadaran : Komposmentis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Tekanan Darah Nadi Nafas Suhu : 160/100 mmHg : 102 x/menit, irama reguler : 30 x/menit, ekspirasi memanjang : 36,5C

14

Pemeriksaan Fisik Kepala Mata Leher Mulut : Konjungtiva anemis, sklera ikterik : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-) : pursed-lips breathing

Thoraks Paru Inspeksi : gerakan nafas simetris, gerakan otot bantu nafas (-), retraksi iga (-) Palpasi Perkusi : benjolan (-), Fremitus kanan = kiri : sonor kanan = kiri

Auskultasi : Ekspirasi memanjang, vesikuler melemah ronki (+/+) dan wheezing (+/+).

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba di SIC V 1 jari medial LMC S : Batas-batas jantung Kanan : SIC V linea sternalis dextra Kiri :SIC V 1 jari medial linea mid clavicula sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung normal, bising jantung (-)

15

Abdomen Inspeksi Palpasi : Perut datar : Supel, nyeri tekan dan nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba Perkusi : Tympani

Auskultasi : Bising usus (+)/ N

Ekstremitas (Superior et inferior) : pitting udem (-), clubbing finger (-)

Pemeriksaan Penunjang : 1. Laboratorium Hasil laboratorium : Darah rutin Hb Leukosit Trombosit : 8,4 gr/dl : 14.700 /mm3 : 440.000/mm3

Hematokrit : 25,3 vol% GDS : 134 mg/dl

16

2. Rontgen :

Resume Pasien Tn. M, 55 tahun, masuk ke RSUD AA pada tanggal 14 Juni 2012 dengan keluhan utama sesak napas 4 hari SMRS. Sesak semakin terasa berat saat beraktivitas dan hampir selalu muncul setiap hari. Pasien juga sering mengeluh batuk kering sejak 4 hari SMRS yang kadang disertai dahak agak kental berwarna putih dan pasien mengeluhkan sesak napas bertambah berat. Pasien mengeluh napas terasa pendek dan terdengar suara seperti pluit ( bunyi ngik). Pasien lalu di bawa ke RSUD AA. Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis, tekanan darah 160/100 mmHg, ronkhi (+/+), wheezing (+/+).

DAFTAR MASALAH: PPOK Eksaserbasi Akut Anemia

17

PENATALAKSANAAN Non Farmakologi : - istirahat/bed rest - hentikan kebiasaan merokok - hindari faktor pemicu seperti asap atau gas beracun - hindari aktivitas yang berlebihan

Farmakologi : Infus D5% + aminophylline 1 ampul 20 gtt/menit O2 3-4 L/menit Combivent 4x1 Inj. Dexamethason 3x2 amp Inj. Cefotaxim 2x1 OBH 3x1 BC SF 3x1 Inj. Furosemid 1x1 Transfusi PRC 2 labu

18

Follow Up
Tanggal 14/6/2012 S O A P

Sesak (+), TD: 170/100mmHg badan N: 100 x/menit terasa RR : 30 x/menit lemah S : 36,5 C

15/6/2012

Sesak (+), TD: 140/90mmHg badan N: 72 x/menit terasa RR : 29 x/menit lemah S : 36,4 C

16/6/2012

Sesak (+), TD: 160/100mmHg badan N: 110 x/menit terasa RR : 24 x/menit lemah S : 36,5 C Albumin: 2,2 mg/dl

17/6/2012

Sesak (+), TD: 170/100mmHg badan N: 84 x/menit terasa RR : 24 x/menit lemah S : 36,8 C

PPOK eksaserbasi -InfusD5%+ akut+anemia+ aminophylline 1 hipertensi ampul 20 gtt/menit - O2 3-4 L/menit -Combivent 4x1 -Inj. Dexamethason 3x2 amp -Inj. Cefotaxim 2x1 -OBH 3x1 -BC SF 3x1 -Inj. Furosemid 1x1 -Transfusi PRC 2 labu PPOK eksaserbasi -InfusD5%+ akut+anemia+ aminophylline 1 hipertensi ampul 20 gtt/menit - O2 3-4 L/menit -Combivent 4x1 -Inj. Dexamethason 3x2 amp -Inj. Cefotaxim 2x1 -OBH 3x1 -BC SF 3x1 -Inj. Furosemid 1x1 PPOK eksaserbasi -InfusD5%+ akut+anemia+ aminophylline 1 hipertensi ampul 20 gtt/menit - O2 3-4 L/menit -Combivent 4x1 -Inj. Dexamethason 3x2 amp -Inj. Cefotaxim 2x1 -OBH 3x1 -BC SF 3x1 -Inj. Furosemid 1x1 -Albapure PPOK eksaserbasi -InfusD5%+ akut+anemia+ aminophylline 1 hipertensi ampul 20 gtt/menit - O2 3-4 L/menit -Combivent 4x1 -Inj. Dexamethason 3x2 amp -Inj. Cefotaxim 2x1 -OBH 3x1 19

-BC SF 3x1 -Inj. Furosemid 1x1

18/6/2012

Sesak (+), TD: 150/100mmHg badan N: 88 x/menit terasa RR : 22 x/menit lemah S : 37 C

19/6/2012

Sesak (+), TD: 170/100mmHg badan N: 100 x/menit terasa RR : 30 x/menit lemah S : 36,5 C

PPOK eksaserbasi -InfusD5%+ akut+anemia+ aminophylline 1 hipertensi ampul 20 gtt/menit - O2 3-4 L/menit -Combivent 4x1 -Inj. Dexamethason 3x2 amp -Inj. Cefotaxim 2x1 -OBH 3x1 -BC SF 3x1 -Inj. Furosemid 1x1 PPOK eksaserbasi -InfusD5%+ akut+anemia+ aminophylline 1 hipertensi ampul 20 gtt/menit - O2 3-4 L/menit -Combivent 4x1 -Inj. Dexamethason 3x2 amp -Inj. Cefotaxim 2x1 -OBH 3x1 -BC SF 3x1 -Inj. Furosemid 1x1

20

PEMBAHASAN Pada pasien ini ditegakkan diagnosis PPOK karena adanya keluhan sesak napas yang disertai batuk produktif. Gejala sesak nafas sudah sering dirasakan pasien berulang-ulang dalam 1 bulan terakhir, terutama dirasakan saat beraktivitas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bunyi nafas vesikuler melemah, ronki dan wheezing (+/+) ekspirasi memanjang. Pasien juga memiliki riwayat merokok 1 bungkus per hari. Merokok merupakan faktor pemicu PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang. Merokok dan polusi udara oleh asap menyebabkan hipertrofi kelenjar mukus bronkial dan meningkatkan produksi mukus, menyebabkan batuk produktif. Pada bronkitis kronis (batuk produktif > 3 bulan/ tahun selama > 2 tahun) perubahan awal terjadi pada saluran udara yang kecil. Selain itu, terjadi destruksi jaringan paru disertai dilatasi rongga udara distal (emfisema), yang menyebabkan hilangnya elastic recoil, hiperinflasi, terperangkapnya udara dan peningkatan usaha untuk bernafas, sehingga terjadi sesak nafas. Dengan berkembangnya penyakit kadar CO2 meningkat dan dorongan respirasi bergeser dari CO2 ke hipoksemia, dorongan pernafasan juga mungkin akan hilang, sehingga memicu terjadinya gagal nafas. Eksaserbasi akut pada PPOK pada pasien ini kemungkinan besar disebabkan oleh infeksi mukosa trakeobronkial (biasanya Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis) ditandai dengan adanya leukositosis. Infeksi bakteri dianggap berperan besar sebagai penyebab eksaserbasi. Beberapa bukti klinis menunjukkan infeksi pernapasan merupakan penyebab 50-70% eksaserbasi pada PPOK dan 40-60% disebabkan oleh bakteri.

21

Terapi eksaserbasi akut: Terapi oksigen terkontrol, melalui nasal canul 3-4 L/mnt Bronkodilator : inhalasi agonis 2 (dosis dan frekuensi ditingkatkan) + antikolinergik Pada eksaserbasi akut berat + aminofilin (0,5mg/ kgbb/jam) Steroid : prednison PO selama 10-14 hari

22

DAFTAR PUSTAKA 1. Agustin H, Yunus F. Proses Metabolisme pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). J Respir Indo Vol. 28, No. 3. Jakarta : Departemen

Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Universitas Indonesia, 2008. 155-160 2. Mengunnegoro H, dkk. PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI, 2001. 3. Rani AZ, Soegondo S, Nasir AUZ, et al. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000. 105-107. 4. Price AS, Wilson CML. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Vol 2. Jakarta; EGC, 2006, 785-788 5. Salim EM, Hermansyah, Suyata, et al. Standar Profesi Ilmu Penyakit Dalam. Palembang: Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2000. 117119 6. Setiyanto H, Yunus F, Soepandi PZ, et al. Pola dan Sensitiviti Kuman PPOK Eksaserbasi Akut yang Mendapat Pengobatan Echinacea Purpurea dan Antibiotik Siprofloksasin. J Respir Indo Vol. 28, No. 3. Jakarta : Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Universitas Indonesia , 2008. 107-108 7. ER. Chronic Bronchitis, Emphysema, and Acute or Chronic Respiratory Failure. Harrisons Principles of Internal Medicine. Isselbacher KJ et al, editor. Jakarta : EGC, 2000.

23

8.

Soemantri ES, Unaiyah A. Bronkitis Kronik dan Emfisema Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ketiga. Jakarta; Balai Penerbit FK UI, 1996. 872-889

9.

Tierney LM, McPhee SJ, Padapakis MA. Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit Dalam); penerjemah Gofir A dkk. Jakarta: Salemba Medika, 2002. 84-93

24

You might also like