You are on page 1of 3

Babak Baru Perjuangan Sekarang kita memasuki babakan baru perjuangan. Tiga puluh tahun sudah berlalu.

Saat itu kita terbelenggu sebuah


sistem kehidupan yang dimanipulir oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan pembangunan dan kemaslahatan. Hasil kemajuan yang telah dicapai, sebagian orang menilainya sebagai mengagumkan, tapi sebagian yang lain menilai kebocoran-kebocoran sebagai akibat praktek-praktek kolusi, korupsi, manipulasi jauh lebih besar lagi. Muncullah anggapan bahwa sistem yang dibangun tidak lain adalah sistem kehidupan yang rapuh. Di tengah riuh rendahnya pembangunan, ternyata pondasi negara sangat kropos akibat praktek-praktek tidak terpuji, kotor dan merugikan rakyat banyak seperti itu. Ingatlah kita akan apa yang Allah firmankan dalam al- Qur'anul karim, "Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: 'Sesungguhnya kami semua adalah para pelopor pembangunan.'" (QS. al-Baqarah:11) Semua yang dibanggakan sebagai hasil pembangunan itu hanya bersifat fatamorgana. Dalam waktu yang hanya sekejap Allah merubahnya menjadi puing-puing. Gedung-gedung megah yang mengundang decak kagum di kotakota, ternyata berisikan utang yang membebani rakyat banyak. Utang-utang itu, kini menjadi masalah. Pondasi ekonomi yang kuat ternyata sarat retorika politik. Kini tidak terbukti ungkapan itu setelah diterpa guncangan krisis moneter. Bangsa ini bahkan terguncang. Allah swt berfirman: "Ingalah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar." (QS.AlBaqarah:12) Memperalat Undang-undang Undang-undang dan peraturan yang sedianya untuk mengantar kesejahteraan penduduk, diakal-akali. Bahkan dijadikan alat untuk mengelabuhi, terang maupun sembunyi. Berbagai tindak kejahatan atas nama undang-undang dan peraturan, berkembang dan merebak dari puncak gedung pencakar langit sampai di ruas-ruas jalan. Dari ruang-ruang yang bersih berkilauan sampai di kaki-kaki gunung, di tingkat kelurahan. Melalui tanda tangan palsu dan rancangan anggaran yang sudah dibengkakkan, dana proyek bisa mengalir masuk ke dalam kantong pribadi. Berbarengan dengan itu ungkapan keadilan dan pemerataan meluncur dengan lancar dari celah bibir. Keadilan menjadi hilang, rakyat semakin tertekan di atas kehidupan yang semakin payah. Semua sisi kehidupan berbangsa dan bernegara terlihat compang-camping, kusut, amburadul dan bobrok. Sisi budaya kita tidak punya jati diri, kadang barat, kadang timur, tapi kecenderungan untuk lebih barat dari barat jauh lebih besar. Ekonomi Pancasila yang berbasis kerakyatan dengan konsep koperasinya itu selalu didengang dengungkan, yang berjalan jauh lebih kapitalis dari kapitalis sendiri. Sistem politik yang berlaku juga semata untuk membesarkan dan melindungi para penguasa yang ada. Mereka menjadi semakin kukuh dan kuat. Kitapun tidak mengerti mengapa semua ini harus terjadi? Sebagai arus balance dan ungkapan kekecewaan kita semua sepakat berteriak: Ini semua palsu! Semuanya harus berakhir Kaum muslimin harus bersatu padu menghadapi ketidak adilan ini. Kita perlu bergandengan tangan. Rasulullah saw bersabda: "Kaum muslimin kompak bersatu-padu menghadapi yang lain." (HR.Asy-Syihaab) Masih ada tugas Itu baru langkah awal. Tugas selanjutnya masih panjang yakni menjaga, memelihara dan mengontrol proses berlangsungnya reformasi ini dari hulu hingga hilir. Kita semua punya tanggung-jawab itu sesuai dengan kadar kamampuan yang kita miliki, sebanyak waktu yang Allah berikan, sebatas umur yang kita miliki, kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan perubahan. Selagi masih ada karunia umur sekecil apapun suara yang ada, hendaklah dikeluarkan untuk menyampaikan kebenaran. Mahasiswa, karyawan, petani, seniman, budayawan, pedagang, pegawai, media massa, muballigh, nelayan, pengusaha, dan kita semua punya tanggung jawab kontrol ini. Tanggung jawab itu tidak boleh diabaikan. Apabila kemudian terjadi kendor semangat karena alasan kita sudah menang, maka serangan air bah kebatilan akan kembali datang. Ketika gelombang besar reformasi kemarin, kelompok mapan (penguasa) bagai tergilas semangat reformasi itu, sehingga nampak lenyap dalam waktu sekejap. Pada kenyataannya mereka baru sedikit condong atau roboh. Akan tetapi akar yang menghujam ke bumi masih kuat. Bukti dukungan pada Orde Baru masih tampak. Kita tidak ingin hari ini lebih jelek dari kemarin. Sekarang dan besok harus lebih baik dari hari-hari yang telah lalu.

Ini adalah tugas dan tanggung jawab agama (ad-Diin) yang sudah sering kita dengar dan hafal dasar hukumnya. Allah swt berfirman dalam surat al-Ashr: "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan saling nasehat-menasehati dalam menegakkan yang haq (kebenaran) dan saling nasehat-menasehati dalam kesabaran." (QS.Al-Ashr: 1-3). Sekalipun kita sudah menciptakan situasi cerah di awal reformasi ini, kita akan tetap masuk dalam kategori rugi bila tidak dilanjutkan dengan tindakan tausyiyah bil haq dan taushiyah bis shabr. Saling menasehati untuk tegaknya kebenaran dan keadilan, dan saling memberi nasehat agar kita dapat bersabar dalam menanti apa yang kita ingin peroleh. Tegaknya keadilan dan kebenaran tidak hanya cukup diwakili oleh lembaga-lembaga resmi pemerintah, tapi oleh semua lapisan masyarakat. Lebih utama lagi adalah oleh kaum muslimin. Pemerintah sangat terbatas personilnya, sementara masalah yang dihadapi semakin banyak dan komplek. Jadi segenap masyarakat hendaknya turut terlibat membenahi sistem yang sementara bergulir ke arah yang lebih baik. Saling memberi peringatan dan saling bahu membahu menegakkan kebenaran adalah dalam rangka mematuhi perintah Tuhan. Cinta kebatilan dan ingkar kepada Allah sebuah langkah yang akan mengantar pada kerugian. "Dan orang-orang yang percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi." (QS.29:52) Musuh tak berbentuk Ditengah hiruk-pikur suara reformasi ini kita harus tetap berjaga-jaga terhadap terjadinya berbagai kemungkinan. Permasalahan yang kita hadapi selain dibelit oleh permasalahan dalam negeri juga berhadapan dengan kekuatankekuatan asing yang sedang bermain kartu rekayasa. Bintang rekayasa yang belakangan akrab di telinga kita adalah IMF (Dana Moneter Internasional). Lihat saja, dana bantuan --atau tepatnya utang-- yang akan diberikan kepada Indonesia selalu ditarik ulur dengan berbagai alasan selain dengan berbagai ketentuan yang mengikat. Akibatnya kita semakin terpuruk. Merebaknya kerusuhan akhir-akhir ini salah satunya. Padahal, seperti yang dikatakan oleh Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad, penyebab meletusnya aksi kerusuhan di Indonesia akhir-akhir ini adalah IMF yang manarik subsidi BBM. Kita bertengkar antar sesama kita karena kekacauan yang disebabkan oleh IMF itu. Mahathir juga menuding IMF sebagai penjajah. Kata-kata itu sudah diucapkannya jauh-jauh hari sebelum kita jatuh terpuruk seperti pada saat sekarang ini. Sebagai tetangga bangsa, kita bisa mencontoh (untuk kesekian kalinya) keteguhan sikap dan kekuatan memegang prinsip dari negeri Jiran Malaysia. Sekalipun kini Malaysia tak luput dari bencana krisis, tetapi mereka punya pendirian sebagai bangsa. Mereka sudah tidak lagi mengartikan penjajahan hanya sebatas invasi pasukan lengkap secara besar-besaran oleh suatu negara ke negara lain (dan itu dibuktikan). Tetapi pemberian bantuan diikuti persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh negara penerima sumbangan juga adalah sebuah penjajahan gaya baru (new colonialism). Nampaknya kita sedang menghadapi babakan baru perjuangan; membenahi keruwetan dalam negeri dan mengantisipasi datangnya penjajahan baru tak berbentuk di era kini.

Do'a bisa percepat kesembuhan

Bagi penderita penyakit tekanan darah tinggi, kini ada informasi menggembirakan. Para peneliti di Duke
University Amerika Serikat telah menemukan bukti baru tentang penyakit tekanan darah tinggi. Setelah meneliti tekanan darah 4000 orang yang aktif beribadah (berdo'a) dan yang tidak, ada perpandingan yang sangat jomplang. Orang yang berdo'a dan beribadah secara teratur, umumnya memiliki tekanan darah yang lebih sehat dan stabil dibanding mereka yang tidak pernah berdo'a. "Mereka yang taat beribadah lebih tenang dalam manghadapi masalah, memiliki sistem kekebalan yang baik." kata seorang peneliti Dr. Horold Koenig dalam International Journal of Psychiatry ini Medical edisi Agustus. "Dengan berdo'a orang-orang yang beriman itu lebih tenang dan nyaman. Ketenangan dan kenyamanan inilah yang menurunkan tekanan darah dan stress yang mereka rasakan." Sependapat dengan hasil penelitian itu, Prof.Dr Dadang Hawari, Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menjelaskan, bahkan peranan agama (ibadah) sangat berpengaruh positif terhadap sejumlah penyakit lain seperti kanker rahim dan mulut rahim, radang usus karena stress (koalitis) dan radang enteritis ( intestinum), peyakit jantung dan lain-lain.

Dalam hal mengatasi rasa sakit, mereka yang religius ternyata lebih mampu mengatasi penyakit dan proses penyembuhannya lebih cepat. Mental mereka lebih kuat karena memperkaya dirinya dengan amalan agama berupa dzikir dan do'a ini.

You might also like