NASKAR AKADENIS
Penclitian Conberapt: of Cows
Z2OO2
Puslithang Hukum Dan Peradilan
Mabkanak Agung Republi Tndonesia
http:[/www.ma-ri.go.idKATA PENGANTAR
Dalam Undang-undang Dasar 1945, khususnya dalam pasal 24
ditetapkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah
Agung
Sebagai implementasi dari pasal 24 Undang-undang Dasar 1945
tersebut telah dikeluarkan Undang-undang Nomor 14 tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Khusus
dalam pasal | undang-undang tersebut, antara lain ditetapkan dengan
tegas bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaga negara yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan, guna menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945. Ketentuan ini mengandung pengertian bahwa kekuasaan
kehakiman yang mandiri yang bebas dari campur tangan pihak
‘manapun juga
Walaupua dalam Ketentuan diatas telah dijamin kemandirian
kekuasaan kehakiman dalam menyelenggarakan peradifan, namun
dalam pelaksanaannya sering terjadi perbuatan atau tingkah laku, sikap
maupun ucapan-ucapan yang bersifat ejekan, cemohan dan
pernyataaa-pernyataan lain yang bersifat merongrong kewibawaan,
martabat, dan kehormatan Lembaga Peradilan,
Dan ironisnya sejak ditetapkan UU Nomor t4 Tahun 1970, yang
kemudian diamandemen dengan UU Nomor 35 Tahun 1999, maupun
dalam UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yang
dalam penjelisan umumnya secara explicit menghendaki adanyaundang-undang yang secara khusus mengatur tentang Contemp of
Court, yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan,
martabat dan kehormatan pejabat peradilan, dan lembaga peradilan,
tetapi sampai sekarang ini belum terlaksana,
Karena belum. adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang Contempt of Court ini, maka sering terjadi keraguan dan
ketidakpastian aparat peradilan, khususnya aparat hakim untuk
mengambil tindakan terhadap pelaku penghinaan/penghujatan
tersebut, Hal ini dapat dilihat dari beberapa kejadian yong sering
tejadi akhir-akhir ini di peradilan, dimana setelah para Hakim
memberikan vonis hukuman kepada terdakwa atau para pihak yang,
berperkura, sering mendapat ancaman baik secara lisan berupa
penghinaan atau penghujatan, pelemparan sepatu dan teriak-teriak
alam persidangan, intimidasi, maupun ancaman fisik tainnya. Semua
ini dapat dikategorikan dan dikwalifikasikan sebagai penghinzan
terhadap lembaga peradilan atau Contemp of Court.
Walaupun sebenamya ada beberapa pasal-pasal dalam KUHP pidana
yang dapat digunakan untuk menjaring pelaku Contempt of Court,
ddan adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua Mahkzmah Agung,
bersama dengan Menteri Kehakiman tentang tata cara Pengawasan,
Penindakan dan Pembelaan diri Penaschat Hukum, namun karena
tidak dituangkan dalam bentuk undang-undang, maka dalam praktek
pelaksunaan kurang mengena dan kurang efektif,
Berdasarkan pemikiran tersebut diatas, dan terutama untuk keadaan
Indonesia sekarang ini, dipandang perlu untuk menerbitkan peraturan
tentang Contempt of Court, terutama dikaitkan dengan aspek