You are on page 1of 28

I.

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber andalan dalam pembangunan perikanan di Indonesia. Produksi dari perikanan budidaya sendiri secara keseluruhan diproyeksikan

meningkat dengan rata-rata 4,9 % per tahun. Target tersebut antara lain didasarkan atas dasar potensi pengembangan daerah perikanan budidaya yang memungkinkan di wilayah Indonesia. Untuk mencapai target produksi perikanan sesuai dengan yang diharapkan, berbagai permasalahan menghambat upaya peningkatan produksi tersebut, antara lain kegagalan produksi akibat serangan wabah penyakit ikan yang bersifat patogenik baik dari golongan parasit, jamur, bakteri, dan virus (Sukadi, 2004). Penyakit ikan biasanya timbul berkaitan dengan lemahnya kondisi ikan yang diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu antara lain penanganan ikan, faktor pakan yang diberikan, dan keadaan ikan yang

lingkungan yang kurang mendukung. Padat penebaran

tinggi jika faktor lingkungan kurang menguntungkan. Keadaan yang demikian ikan akan mudah terserang oleh penyakit (Snieszko, 1973 ; Sarig, 1971). Ektoparasit adalah salah satu macam pathogen pada ikan. Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya menumpang di bagian luar dari tempatnya bergantung atau pada permukaan tubuh inangnya (host). Berdasarkan sifat ektoparasit dikenal adanya

ektoparasit obligat dam fakultatif. Ektoparasit obligat artinya seluruh stadiumnya, mulai dari pradewasa sampai dewasa, hidup bergantung kepada inangnya. Ektoparasit fakultatif artinya ektoparasit itu

menghabiskan waktunya sebagian besar di luar inangnya. Mereka datang mengganggu inang hanya pada saat makan atau menghisap darah ketika diperlukannya

1.2. Tujuan Praktikum identifikasi ektoparasit pada ikan bertujuan agar mahasiswa dapat melakukan prosedur pemeriksaan ektoparasit pada ikan dan dapat mengidentifikasi ektoparasit ikan.

II. MATERI DAN METODE


2.1. Materi 2.1.1. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mikroskop, cawan petri, pisau, pinset, gunting, nampan, penggaris, pensil dan kertas label. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah beberapa jenis ikan air tawar, larutan NaCl fisiologis 70%. 2.2. Metode Mikroskop, gelas benda, dan penutupnya dan larutan fisiologis disiapkan. Mengerok lendir dari tubuh ikan pada bagian tubuh yang akan diamati keberadaan parasitnya kemudian meletakkannya pada gelas benda dan ditetesi larutan fisiologis secukupnya. Menutup sampel lendir yang telah ditetesi larutan fisiologis kemudian

mengamatinya dibawah mikroskop dengan perbesaran bertingkat. Parasit yang ditemukan literatur. Informasi digambar kemudian dicocokkan dengan yang terkait dengan parasit yang

dicatat

ditemukan. 2.3. Waktu dan Tempat Praktikum Identifikasi Ektoparasit Pada Ikan dilaksanakan pada tanggal 16 November 2012 di laboratorium Jurusan Perikanan dan Kelautan Universitas Jenderal Soedirman.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Kelomp ok Jenis Ikan Mujair Lele Bawal 2. Nilem Bawal 3. Nilem 4. Mujair Lele Mujair 5. Lele 6. 7. 8. 9. 10. 11. Bawal Nilem Bawal Nilem Nila Lele Mujair Lele Mujair Nilem Bawal Nilem Nama Parasit Organ tubuh yang Diamati Aspergilus sp. Insang, Sirip ekor Lernea sp. Lendir, Sirip ekor Aphanomyces sp. Sisik Lernea sp. Lendir, Insang Lernea sp. Sisik, Lendir Myxobulus sp. Insang Argulus sp. Sirip Aphanomyces sp. Lendir No Ident (jenis Insang cacing) Aspergilus sp. Lendir, Insang Epistylis sp. Sisik Aspergilus sp. Lendir Aphanomyces sp. Insang No Ident Sisik Trichodina sp. Lendir Trichodina sp. Lendir, Insang Geoticum sp. Lendir Temnocephala sp. Lendir Ichtyopthilius sp. Insang Gyrodactylus sp. Lendir Trichodina sp. Insang No Ident Insang Aspergilus sp. Lendir Ichtyopthirius sp. Lendir Argulus sp. Insang Trichodina sp. Lendir, Sisik Trichodina sp. Sisik, Lendir Aspergilus flavus Lendir Fusarium sp. Sirip Trichodina sp. Lendir Trichodina sp. Insang Lernea sp. Operculum

1.

3.2. Pembahasan Parasit adalah hewan atau tumbuh-tumbuhan yang berada pada tubuh, insang, maupun lendir inangnya dan mengambil manfaat dari inang tersebut, dengan kata lain parasit hidup dari pengorbanan inangnya. Parasit dapat berupa udang renik, protozoa, cacing, bakteri, virus, dan jamur. Berdasarkan letak penyerangannya parasit dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama disebut ektoparasit yaitu parasit yang menempel pada bagian luar tubuh ikan dan kelompok kedua adalah endoparasit yaitu parasit yang berada dalam tubuh ikan (Afrianto, 1992). Praktikum identifikasi penyakit ektoparasit yang menyerang ikan ditemukan 12 jenis parasit, yakni Trichodina sp., Myxobolus sp., Aspergilus sp., Lernea sp., Aphanomyces sp., Argulus sp., Epistylis sp., Geoticum sp., Temnocephala sp., Ichtyopthirius sp., Gyrodactylus sp. dan Fusarium sp.. Parasit ini ditemukan pada 4 jenis ikan sampel

yang digunakan. 3.2.1. Trichodina sp. Trichodina sp. termasuk dalam jenis parasit Ciliata, yaitu parasit yang bergerak dengan menggunakan bulu-bulu getar (cilia) dan memiliki susunan taksonomi menurut Kabata (1985) sebagai berikut Filum : Protozoa Kelas : Ciliata Gambar 1. Trichodina sp

Ordo : Peritrichida Famili : Trichodinidae Genus : Trichodina Spesies : Trichodina sp.

Trichodina

sp.

merupakan

ektoparasit

yang

menyerang/menginfeksi kulit dan insang, biasanya

menginfeksi

semua jenis ikan air tawar. Populasi Trichodina sp di air meningkat pada saat peralihan musim, dari musim panas ke musim dingin. Berkembang biak dengan cara pembelahan yang berlangsung di tubuh inang, mudah berenang secara bebas, dapat melepaskan diri dari inang dan mampu hidup lebih dari dua hari tanpa inang. Parasit jenis ini memiliki dua bagian yaitu anterior dan posterior yang berbentuk cekung dan berfungsi sebagai alat penempel pada inang. Parasit ini juga memiliki dua inti, yaitu inti besar dan inti kecil, inti kecil yang dimiliki berbentuk bundar menyerupai vakuola dan inti besar berbentuk tepal kuda. Organisme ini dapat menempel secara adhesi (dengan tekanan dari luar), dan memakan cairan sel pada mucus atau yang terdapat pada epidermis. Parasit ini tidak dapat hidup jika diluar inang.

Penempelan Trichodina sp., pada tubuh ikan sebenarnya hanya sebagai tempat pelekatan (substrat), sementara parasit ini

mengambil partikel organik dan bakteri yang menempel di kulit ikan. Tetapi karena pelekatan yang kuat dan terdapatnya kait pada cakram, mengakibatkan seringkali timbul gatal-gatal pada ikan sehingga ikan akan menggosok-gosokkan badan ke dasar kolam atau pinggir kolam, sehingga dapat menyebabkan luka. Ikan yang terserang parasit Trichodina sp., akan menjadi lemah dengan warna tubuh yang kusam dan pucat (tidak cerah), Produksi lendir yang berlebihan dan nafsu makan ikan turun sehingga ikan menjadi kurus. Beberapa penelitian membuktikan bahwa ektoparasit Trichodina sp., mempunyai peranan yang sangat penting terhadap penurunan daya tahan tubuh ikan dengan rendahnya sistem

kekebalan tubuh maka akan terjadinya infeksi sekunder. Kematian umumnya terjadi karena ikan memproduksi lendir secara berlebihan dan akhirnya kelelahan atau bisa juga terjadi akibat terganggunya sistem pertukaran oksigen, karena dinding lamela insang dipenuhi oleh lendir. Penularan penyakit ini bisa melalui air atau kontak langsung dengan ikan yang terinfeksi dan penularannya akan didukung oleh rendahnya kualitas air pada wadah tempat ikan dipelihara. Laporan Pemantauan HPIK Stasiun Karantina Ikan Kelas II Luwuk Banggai perlakuan yang diberikan untuk ikan yang terinfeksi

Trichodiniasis adalah dengan perendaman dengan garam atau asam asetat untuk ikan air tawar sedangkan ikan air laut dengan perendaman air tawar, dapat juga menggunakan formalin dengan kosentrsi tertentu (Sachlan, 1952). 3.2.2. Myxobolus sp. Dari hasil pengamatan salah satu parasit yang ditemukan

adalah Myxobolus sp. Parasit ini ditemukan pada bagian insang sampel ikan bawal (Colosoma brachyponum). Myxobolus sp.,

tergolong jenis parasit sporozoa. Parasit dari golongan ini fase infektifnya berupa spora dan berada dalam tubuh ikan dengan membentuk kista (cyste) yang biasanya dilapisi dengan jaringan pengikat. berikut : Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Protozoa : Sporozoa : Cnodosporidia : Myxobolidae : Myxobolus : Myxobolus sp. Gambar 2. Myxobolus sp. Myxobolus merupakan protozoa yang tergabung dalam famili Myxobolidae. Parasit ini memiliki spora berbentuk elipsoid, ovoid atau membulat yang terlihat di dalam valvula (Lom and Dykova, 1992). Myxobolus sp., memiliki susunan taksonomi sebagai

Myxosporeasis adalah penyakit parasiter pada ikan yang disebabkan oleh sporozoa, antara lain dari spesies Myxobolus sp. Kejadian penyakit akibat infeksi parasit Myxosporea pada ikan dari berbagai kondisi geografis telah banyak diteliti dengan jumlah spesies

sebanyak 1200. Umumnya organisme penyebab ini dikenali dengan morfologi sporanya, jumlah dan lokasi filamen polar. Spora berbentuk elips, ovoid atau bulat dilihat dari dorsal, sedangkan bikonvek dilihat dari tepi atau sutural (Lom and Dykova, 1992). 3.2.3. Aspergilus sp. Aspergilus sp. merupakan fungi dari filum ascomycetes yang berfilamen, mempunyai hifa berseptat, dan dapat ditemukan

melimpah di alam. Fungi ini biasanya diisolasi dari tubuh ikan yang terserang penyakit. Koloninya berwarna putih pada Agar Dekstrosa Kentang (PDA) 25 C dan berubah menjadi hitam ketika konidia dibentuk. Kepala konidia dari Aspergilus berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih longgar seiring dengan bertambahnya umur (Baker, 2006).

Klasifikasi Aspergilus sp. menurut Tieghem (1867) sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili : Fungi : Ascomycota : Eurotiomycetes : Eurotiales : Trichocomaceae

Genus Spesies

: Aspergillus : Aspergillus sp. Gambar 3. Aspergilus sp.

Aspergilus sp. dapat tumbuh optimum pada suhu 35-37 C, dengan suhu minimum 6-8 C, dan suhu maksimum 45-47 C. Proses pertumbuhannya fungi ini memerlukan oksigen yang cukup (aerobik). Aspergilus memiliki warna dasar berwarna putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam (Baker, 2006). Ikan yang terkena penyakit yang disebabkan oleh Aspergilus memiliki gejala terbentuk lapisan seperti kapas berwarna putih kecoklatan pada kulit, sirip, insang atau telur mati. Bersifat

opportunis (secondary infection) pada luka fisik. Tingkah laku ikan yang terkena Aspergilus akan menggesekkan tubuhnya ke dasar atau dinding kolam (Baker, 2006). 3.2.4. Lernea sp. Lernea sp. adalah sejenis udang renik yang berbentuk bulat panjang seperti cacing. Bagian kepalanya terdapat organ yang menyerupai jangkar, sehingga organisme ini dikenal dengan sebutan cacing jangkar (anchorworm). Perantaraan organ inilah cacing jangkar menempelkan dirinya ke tubuh ikan (Heckmann, 2003). Klasifikasi parasit Lernea sp. sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea

Ordo

: Copepoda

Famili : Lernaeidae Genus : Lernea Spesies Lernea sp. Hampir semua jenis ikan air tawar dapat terserang oleh cacing jangkar ini, terutama pada musim pembenihan atau pendederan. Ikan yang terserang umumnya mengalami luka pada tubuhnya dan terlihat terhadap adanya cacing jangkar yang menempel. dapat Pencegahan dengan : Lernea sp. Gambar 4.

serangan

cacing

jangkar

dilakukan

melakukan pengeringan kolam, menyaring air sebelum dialirkan ke kolam atau menggunakan bahan kimia untuk membasmi cacing jangkar pada stadium nauplius dan copepodid (Heckmann, 2003). Upaya pengendalian terhadap serangan cacing jangkar dewasa sulit dilakukan, karena cacing ini memiliki kulit khitin yang tahan terhadap pengaruh senyawa kimia. Untuk menghindari terjadinya infeksi sekunder, ikan direndam dalam larutan tetrasiklin 250 mg per 500 liter air selama 2 3 jam. Proses perendaman ini dapat diulangi selama 3 hari berturut-turut. Pengendalian cacing jangkar dengan senyawa kimia dapat juga dilakukan dengan merendam ikan yang terserang dalam larutan Bromex 0,12 0,15 ppm. Caring jangkar pada stadium copepodid dapat dibunuh dengan merendam ikan yang terserang ke dalam larutan dipterex 0,25 ppm selama 4 6 jam. Perendaman dengan larutan NaCl dan PK cukup efektif, namun

karena dosisnya berada sedikit di bawah konsentrasi lethal bagi ikan, cara ini jarang digunakan (Heckmann, 2003). 3.2.5. Aphanomyces sp. Cendawan Aphanomyces memiliki miselium berdiameter 5-15 mikron dan sedikit bercabang. Zoospora muncul pada ujung

sporangium dalam bentuk memanjang kemudian menjadi kista di sekitar ujung sporangium. Hifa bercabang, tidak bersepta, dan berpigmen. berikut : Filum : Phycomycetes Kelas Ordo : Oomycetes : Saprolegnialis Klasifikasi cendawan Aphanomyces adalah sebagai

Famili : Saprolegniaceae Genus : Aphanomyces Spesies : Aphanomyces sp.

Gambar 5. Aphanomyces sp. Parasit cendawan ini memiliki ciri menghasilkan kantung spora lebih dari satu dan keluar dari tengah (samping) hifa, sedangkan ciri saprofitik hanya menghasilkan satu kantung spora yang keluar dari bagian terminal (ujung hifa). Gejala klinis dari EUS antara lain bercak

putih pada daging bawah kutikula (terlihat jelas di bawah mikroskop), dan pada beberapa kasus timbul warna kecoklatan pada kutikula atau otot (Sachlan, 1952) Penyakit EUS umumnya diakibatkan oleh Aphanomyces sp. Sering terjadi pada alkalinitas rendah dan pH perairan yang rendah. Perairan asam merupakan daerah yang mudah dikuasai oleh

cendawan akuatik berkisar antara pH 4-7. Beberapa usaha telah berhasil dilakukan untuk mencegah serangan cendawan ini adalah menaikkan pH dan alkalinitas dengan cara pengapuran. Nilai

alkalinitas yang baik pada budidaya secara umum berkisar 10-400 ppm, sedangkan pH yang baik adalah 7-8.5 (Rokhmani, 2002).

3.2.6. Argulus sp. Argulus sp biasanya menempel pada kulit atau sirip ikan.

Argulus sp termasuk parasit yang suka menyerang ikan gurami, ikan mas dan lele. Argulus sp merupakan ektoparasit yang kasat mata atau dapat dilihat tanpa melalui mikroskop namun ukurannya kecil (Susanto, 2006). Parasit Argulus sp menyebabkan penyakit Argulosis, sifat parasit cenderung temporer yaitu mencari inang secara acak dan dapat berpindah dengan bebas pada tubuh ikan lain atau bahkan

meninggalkannya. Argulus sp juga berperan sebagi vector bagi virus

atau bakteri yang menyebabkan penyakit pada ikan (Purwakusuma, 2007). Klasifikasi Argulus sp menurut Poly (2008) adalah sebagai berikut: Filum : Arthopoda Kelas Ordo : Maxillopoda : Arguloida

Famili : Argulidae Genus : Argulus Spesies : Argulus sp

Gambar 6. Argulus sp. Bentuk tubuh Argulus sp berbentuk oval atau bulat pipih tubuhnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu Cephalothorax, thorax, dan abdomen, ciri utama yang menonjol pada argulus sp adalah adanya sucker yang besar pada ventral, sucker merupakan modifikasi maxillae pertama dan berfungsi sebagai organ penempel utama pada Argulus sp, selain itu terdapat preoral dan proboscis untuk melukai dan menghisap sari makanan dari inang. (Walker, 2005). Ikan yang terserang Argulus bekas sp tubuhya menjadi kurus,

gerakannya kemerahan.

sangat

lemah,

gigitan

terlihat

berwarna sampai

pencegahan

melakukan

penjemuran

kolam

beberapa hari agar parasit pada segala stadium mati. Sedangkan parasit yang menempel pada tubuh ikan dapat disiangi dengan

pinset. Pengendalian bisa dilakukan menggunakan larutan garam (NaCl) atau garam Amoniak (Irawan, 2004). 3.2.7. Epistylis sp Epistylis adalah parasit yang umum di temukan pada perairan baik air tawar maupun air laut. Parasit ini biasanya menempel pada objek-objek yang terendam dalam air, seperti tumbuhan atau hewan air. Klasifikasi Epistylis menurut Jahn (1949) adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo : Chromalveolata : Ciliophora : Ciliatea : Sessilida

Famili : Epistylidae Genus : Epistylis Spesies : Epistylis sp.

Gambar 7. Epistylis sp.

Bagian tubuh Epistylis yang menempel pada substrat adalah bagian batangnya , sel sel epistylis berbentuk lonceng terbalik dan di sekeliling peristomanya bercilia, selnya mempunyai makronukleus yang berbentuk seperti bulan sabit dan mikronucleus berbentuk bulat. Parasit ini hidup berkoloni dan yang terdiri dari 1 8 sel tiap koloninya, tangkai sel pada epistylis tidak berkontraktil dan biasanya bercabang dan pada tiap ujung cabang terdapat sel. Parasit ini berkembang biak dengan membelah diri .pada komoditas perikanan

parasit ini banyak ditemukan menyerang pada bagian badan, insang, kaki renang, kaki jalan, karapaks, dan ekor. Gejala serangan parasit ini biasanya mengakibatkan ikan susah bernafas karena insangnya banyak tertutupi parasit ini dan pertumbuhan lambat dan kerusakan pada jaringan yang di serang atau ditempel (Halimun, 2012). 3.2.8. Geoticum sp. Geotrichum biasanya ditemukan di dalam air maupun organisme hidup seperti ikan. Jenis dari Geotrichum antara lain : Geotrichum candidum, Georichum clavatum, dan Geotrichum fici yang mirip. Klasifikasi Goethricum Sebagai berikut : Kingdom Filum Ordo Famili Kelas Genus Spesies Geotrichum sp. Spesies Geotrichum dikenal sebagai arthrospores, dalam : Fungi : Ascomycota : Saccharomycetales : Endomycetaceae : Ascomycetes : Geotrichum : Geotrichum sp. Gambar 8.

kebanyakan kasus spesies ini mempengaruhi kesehatan ikan dan dapat menular dengan cepat oleh ikan lainnya yang ada dikolam. Beragam versi melaporkan Geotrichum juga dapat mempengaruhi manusia dengan sebagian dari mereka mengelompokkan sebagai flora manusia, tetapi tidak ada didokumentasikan fakta yang

membuktikan spesies ini menular pada manusia. Fakta lain yang menyatakan bahwa dalam banyak kasus, Geotrichum mempengaruhi saluran usus. Beberapa gejala lain yang paling umum yang telah dikaitkan dengan spesies ini termasuk infeksi paru-paru dan bronkial. 3.2.9. Temnocephala sp Temnocephala sp. disebut cacing hisap karena cacing ini memiliki alat pengisap dibagian depan (anterior) tubuhnya. Alat penghisap digunakan untuk menempel pada tubuh inang. Trematoda merupakan hewan parasit, dia mengambil makananberupa cairan tubuh atau jaringan inangnya saat ia menempel (Muthia et al, 2011). Klasifikasi parasit Temnochepala sp. menurut Volonterio (2007) sebagai berikut : Kingdom Phylum Kelas Ordo Famili Genus sp. Tubuh berbentuk seperti daun dengan panjang sampai 30 mm. Tubuh tertutup kutikula yang resisten (modifikasi dari epidermis). Mulut dibatasi oleh batil pengisap anterior yangberbentuk sebagai diskus dari bersifat musculer dan dilengkapi gigi kitin.Mempunyai batil pengisap ventralis sebagai pelekat. Terdapat porus : Animalia : Platyhelminthes : Trematoda : Dignea : Temnochepalaidae : Temnochepala Gambar 9. Temnochepala

genitalisdiantara batil pengisap anterior dan posterior. Di ujung posterior tubuh ada porusekskretorius. Bersifat endoparasit (Muthia et al, 2011). 3.2.10. Ichtyopthirius sp Parasit Ichtyopthirius sp terdiri dari sel-sel, bentuk membulat, 40m, seluruh tubuh di selimuti cilia. Nucleus berbentuk seperti kacang tanah. Siklus hidupnya didaerah tropis lebih pendek daripada daerah sub tropis, karena proses metabolisme berkaitan dengan suhu. Siklusnya 8 hari setelah infeksi, parasit berada dalam tubuh inang selama 3-4 hari menjadi dewasa kemudian meninggalkan tubuh inang secara otomatis dan berkembangbiak di luar tubuh inang. Diluar tubuh inang parasit Ichtyopthirius dapat hidup selama 3 jam. Jika > 3 jam tidak menemukan hospes, parasit membentuk cysta didasar kolam (Irianto, 2005). Klasifikasi Ichtyopthirius sp. adalah sebagai berikut : Filum : Protozoa Kelas Ordo : Ciliata : Holotricha

Famili : Genus : Ichthyopthirius Species Ichtyopthirius sp. Penyakit yang disebabkan oleh Ichtyopthirius sp. yaitu penyakit bercak putih (White spot). Gejalanya berupa tubuh ikan banyak :Ichthyopthirius sp. Gambar 10.

mengeluarkan lendir. Bagian tubuh yang terinfeksi terdapat bintikbintik putih. Frekuensi nafas meningkat, ikan sering ke permukaan air untuk mengambil Oksigen. Pertumbuhan menjadi lambat dan warna pucat (Irianto, 2005). Penanggulangan penyakit ini yaitu ikan dikarantina selama 3 minggu dalam air mengalir. Pengobatan dengan cara ikan

dimasukkan jaring selama 3 minggu dan dialiri air. Long bathing dalam bak atau akuarium yang berisi larutan kimia Chinine,

trytopflavin, rivanol dengan konsentrasi 1 : 100.000 selama 3 hari berturut-turut. KMnO4 1 : 10.000 selama 5-10 menit dan cara yang paling mudah menggunakan NaCL 25% selama 10-15 menit (Irianto, 2005). 3.2.11. Gyrodactylus sp. Gyrodactylus sp. termasuk kedalam golongan cacing-cacingan. Berukuran sangat kecil dan tidak bisa dilihat dengan kasat mata, tetapi hanya bisa dilihat lewah mikroskop. Hewan ini digolongkan sebagai parasit, artinya hewan yang mengambil makanan untuk hidupnya dari hewan lain. Keadaan itu menimbulkan kerusakan. Seperti hal cacing-cacing yang lain, Gyrodactylus sp. juga berbadan bulat dan panjang. Hewan ini berukuran 0,2 0,5 mm, pada ujung anterior terdapat dua cuping. Memiliki kepala dan memiliki usus bercabang dua dimana ujungnya tidak bersatu.

Klasifikasi Gyrodactylus sp adalah sebagai berikut : Filum : Platyhelminthes Kelas Ordo : Monogenea : Monopisthocotylea

Famili : Gyrodactylogyridae Genus : Gyrodactylus Spesies : Gyrodactylus sp.

Gambar 11. Gyrodactylus sp. Parasit ini tidak memiliki vitelaria atau bersatu dengan ovari. Siklus Gyrodactylus sp. dari larva hingga menjadi dewasa
O

membutuhkan waktu kira-kira 60 jam. Itu terjadi pada suhu 25 27

C. Bio-Ekologi patogennya meliputi ektoparasit, bersifat obligat parasitik dan berkembang biak dengan beranak, tidak memiliki titik mata, dan pada ujung kepalanya terdapat 2 buah tonjolan, penularan terjadi secara horizontal, pada saat anak cacing lahir dari induknya, menginfeksi semua jenis ikan air tawar, terutama ukuran benih dan organ target meliputi seluruh permukaan tubuh ikan, terutama kulit dan sirip. Infeksi berat dapat mematikan 30-100% dalam tempo beberapa minggu, terutama sebagai akibat infeksi sekunder oleh bakteri dan cendawan. Gejala klinisnya adalah nafsu makan menurun, lemah, tubuh berwarna gelap, pertumbuhan lambat, dan produksi lendir berlebih; peradangan pada kulit disertai warna kemerahan

pada lokasi penempelan cacing, menggosok-gosokkan badannya pada benda di sekitarnya. Diagnosanya adalah pengamatan secara visual terhadap tingkah laku dan gejala klinis yang timbul; dan pengamatan secara

mikroskopis untuk melihat morfologi parasit melalui pembuatan preparat ulas dari insang. Pengendaliannya adalah mempertahankan kualitas air terutama stabilisasi suhu air > 29 C, mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau meningkatkan frekwensi pergantian air; ikan yang terserang gyrodactyliasis dengan tingkat prevalensi dan intensitas yang rendah, pengobatan dapat dilakukan dengan

perendaman beberapa jenis desinfektan, antara lain larutan garam dapur pada konsentrasi 500-10.000 ppm (tergantung jenis dan umur ikan) selama 24 jam, larutan Kalium Permanganate (PK) pada dosis 4 ppm selama 12 jam, dan larutan formalin pada dosis 25-50 ppm selama 24 jam atau lebih. 3.2.12. Fusarium sp. Fusarium dicirikan dengan struktur tubuh berupa miselium bercabang, hialin, dan bersekat (septat) dengan diameter 2-4 m. Cendawan ini juga memiliki struktur fialid yang berupa monofialid ataupun polifialid dan berbentuk soliter ataupun merupakan bagian dari sistem percabangan yang kompleks. Reproduksi yang aseksual pada

cendawan

ini

menggunakan

mikrokonidia

terletak

konidiospora yang tidak bercabang dan makrokonidia yang terletak pada konidiospora bercabang dan tak bercabang (Paul, 1996).

Klasifikasi Fusarium sp. menurut Alexopoulus (1960) adalah sebagai berikut : Divisi : Astigomycota Kelas Ordo : Deuteromycetes : Moniliales

Famili : Tuberculariaceae Genus : Fusarium Gambar 12. Fusarium sp. Gejala yang diakibatkan oleh Fusarium sp. menyerang ikan pada fase benih. Infeksi Fusarium sp. menyebabkan benih tidak dapat tumbuh dengan sempurna, benih ikan yang terinfeksi patogen ini akan menyebabkan kematian. Fusarium sp. dapat menyebabkan kematian benih secara masal jika tidak dideteksi secara dini (Elias, 2009).

IV. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil dan pembahasan adalah:
1. Mengidentifikasi parasit pada ikan dapat dilakukan dengan cara

pengamatan di laboratorium karena parasit tidak dapat dilihat dengan kasat mata. Cara-cara yang digunakan untuk

mengidentifikasi parasit adalah dengan metode kerokan kulit dan preparat basah untuk pengamatan ektoparasit.
2. Parasit yang menyerang ikan Mujair, Bawal, Lele, Nilem adalah

Trichodina

sp.,

Myxobolus

sp.,

Aspergilus

sp.,

Lernea

sp.,

Aphanomyces sp., Argulus sp., Epistylis sp., Temnocephala sp., Ichtyopthirius sp.,

Geoticum sp., sp. dan

Gyrodactylus

Fusarium sp. Umumnya menyerang pada bagian lendir,sisik dan sirip.

DAFTAR PUSTAKA Afrianto, E., 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Anonim,2012.Parasit.http://pengertian.blogspot.com/2012/10/parasit. html. [21 Desember 2012].

Alexopoulus, C.J.

& T. E. Brooks (1971). "Taxonomic studies in the

Myxomycetes. III. Clastodermataceae: a new family of the Echinosteliales". Mycologia 63 (4): 925928.

Baker SE. 2006. Aspergillus niger genomics: past, present and into the future. Medic Mycol 44: 17-21.

Djajadiredja, R.,T.H. Panjaitan, A. Rukyani, A. Sarono, D. Satyani and H. Supriyadi. 1982. Fish quarantine and fish disease in southeast asia. Report of a workshop 7 10 Dec 1982 held in Jakarta. 19 21.

Elias J. Anaissie, Michael R. McGinnis, Michael A. Pfaller (2009). Clinical mycology. Churchill Livingstone. ISBN 978-1-4160-56805.

Halimun, A. 2012. Epistylis sp. .Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. Tarakan

Heckmann, R. (2003), Other Ectoparasites Infesting Fish; Copepods, Branchiurans, Magazine, USA. Isopods, Mites and Bivalves, Aquaculture

Irawan.Agus.2004. Menanggulangi Hama dan Penyakit Ikan.CV. Aneka . Solo.

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Jahn, T. L. 1949, How to know: The protozoa., WM. C. Brown Company Publishers, Iowa.

Kabata, Z. 1985. Parasites and diseases of fish cultured in the tropics . Penerbit taylor dan prancis. London and Philadelphia.

Lom, J. and Dykova, I., 1992. Protozoan Parasites of Fishes. Developments in Aquaculture and Fisheries Science,

Vol.26.Elsevier. 315 pp.

Muthia, F., Juniarti, R., Rahayu, R.R. 2011. Platyhelminthes. Zoologi Invertebrata. Universitas Negeri Jakarta. Jakarta

Paul

H.

Jacobs,

Lexie

Nall

(1996).

Fungal

disease:

biology,

immunology, and diagnosis. Informa Healthcare. ISBN.

Poly, W. J. 2008. Global diversity of fishlike (crustacean: Branchiura: Argulidae) in Fresh water. Hydribiologia 595(1): 209-212

Purwakusuma,W.2007.Argulus. Diakses dari http:// O-fish.com/Argulus tanggal 21 November 2012

Rokhmani, 2002. Beberapa Parasit pada Budidaya Ikan Gurami di Kabupaten Banyumas. Sains Akuatik. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UMP : 16-21 ha.

Sachlan, M. 1952. Notes on parasites of freshwater fishes in Indonesia. Contrib. Inl. Fish.Res. Stat. No. 2. 1 - 60.

Sarig, S. 1971. Diseases of Warmwater Fishes. TFH Publ., Neptune City, New Jersey.

Sukadi, F., 2004. Kebijakan pengendalian hama dan penyakit ikan dalam mendukung akselerasi pengembangan perikanan

budidaya. Disampaikan pada Seminar Nasional Penyakit Ikan dan Udang IV di Univ. Jenderal Soedirman, Purwokerto, 18 19 Mei 2004.

Supriyadi, H. 1986. The susceptibility of various fish species to infection by the bacterium Aeromonas hydrophila. p. 241 - 242. In J.L. Maclean, L.B. Dizon and L.V. Hosillos (eds) The first Asian Fisheries Forum. Asian Fisheries Society, Manila, Philippines.

Susanto, Heru. 2006. Budidaya Ikan Di Pekarangan,ed revisi.Penebar Swadaya.Jakarta

Volonterio,

O.

2007.

New

Species

of

Temnochepala

(Platyhelminthes, Temnochepalida) and Description of T.axenos from Uruguay. Journal of Natural History 41:1245-1257

Walker, Peter. 2005. Problematic parasites,Department Animal Of Ecology and Echophysiology Redboud. University Nijmegen. Netherlands.

Yuasa, K., Panigoro, N., Bahnan, M. dan Khiidin., B. E. 2003. Panduan Diagnostik Penyakit Ikan. Teknik Diagnosa Penyakit Ikan

Budidaya Air Tawar. Balai Budidaya Air Tawar Jambi. 75 p.

You might also like