You are on page 1of 18

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Korteks adrenal diperlukan bagi kehidupan. Sekresi adrenokortikal memungkinkan tubuh untuk beradaptasi terhadap segala jenis stress. Tanpa korteks adrenal, keadaan stress yang berat dapat mengakibatkan kegagalan sirkulasi perifer, syok, dan kematian. Kehidupan hanya dapat dipertahankan dengan terapi nutrisi, elektrolit, serta cairan dan preparat hormon adrenokortikal. Sindrom insufisiensi korteks adrenal terjadi akibat defisiensi kortisol dan aldosteron. Apabila tidak diobati, maka penyakit ini dapat menyebabkan kematian. Penyebab utama insufisiensi korteks adrenal adalah (1) penyakit primer korteks adrenal atau (2) defisiensi sekresi hormone aldosteron kortikotropik (ACTH). Defisiensi corticotrophin-realising hormone (CHR) saja yang dapat menyebabkan defisiensi ACTH dan kortisol, tetapi penyakit ini hanya dijumpai padsa pajanan kronik glukokortikoid farmakologik atau setelah pengangkatan adenoma adenokorteks penghasil kortisol. Pasien insufisiensi adrenokortikal jarang dijumpai dan memiliki prevalensi 4 dari 100.000 orang. Kelainan pada korteks adrenal terjadi akibat hiposekresi atau hipersekresi hormon adrenokortikal. Penyakit insufisiensi adrenokortikal merupakan gangguan hormon yang dapat menyebabkan kematian akibat tekanan emosi yang muncul tiba-tiba. Penyakit ini belum bisa disembuhkan, tetapi bisa dikendalikan dengan obat-obatan.
1.2. Tujuan Penulisan

1. 2. 3.

Mampu menerapkan ilmu-ilmu dasar kedokteran dan ilmu kedokteran klinik Untuk mengetahui secara keseluruhan mengenai penyebab timbulnya insufisiensi adrenokotikal Agar dapat mendiagnosis, perjalanan timbulnya insufisiensi adrenokotikal

4. 5.

Dapat

mengetahui

adanya

tanda-tanda

klinis

dari

insufisiensi

adrenokotikal Mampu mengatasi dan memberikan pengobatan terhadap pasien yang mengalami insufisiensi adrenokotikal
1.3. Manfaat Penulisan

Penulisan refrat ini diharapkan dapat sebagai pembelajaran koass dalam rangka mempelajari dan memahami ilmu mengenai Sistem Endokrin serta berguna dalam meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mempelajari, mengidentifikasi masalah, menganalisa, dan mengambil satu kesimpulan, dalam pemahaman tentang penatalaksanaan insufisiensi adrenokortikal.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1.

Kelenjar Adrenal Korteks adrenal terdiri dari daerah yang secara anatomi dapat dibedakan. luar zona glomerulosa, merupakan tempat dihasilkannya

Lapisan

mineralokortikoid (aldosteron), yang terutama diatur oleh angiotensin II, kalium dan ACTH. Juga dipengaruhi oleh dopamine, atrial natriuretic peptide (ANP) dan neuropeptides. Zona fasciculate pada lapisan tengah, dengan tugas utama sintesis glukokortikoid, terutama diatur oleh ACTH. Juga dipengaruhi oleh beberapa sitokin (IL-1, IL-6, TNF) dan neuropeptida. Lapisan terdalam zona reticularis, tempat sekresi androgen adrenal (terutama dehydroepiandrostenedion (DHEA), DHEA sulfat dan androstenedion juga glukokortikoid (kortisol and corticosteron).1 Secara anatomis kelenjar adrenal berbentuk tri angular kecil, terletak di ekstraperitoneal pada ujung atas kedua ginjal dan mempunyai berat masingmasing 4-14 gram. Kelenjar adrenal sebelah kanan berbentuk piramidal atau triangular, bagian posterior berbatasan dengan diafragma, bagian superior dengan tepi postero-inferior lobus kanan hepar, bagian medial dengan tepi kanan vena kava inferior.2 Alas piramida terletak pada permukaan anteromedial ujung atas ginjal kanan. Kelenjar adrenal kiri berbentuk semilunar sedikit lebih besar daripada kelenjar yang kanan. Bagian medial berbatasan dengan lateral aorta abdominal, bagian posterior berbatasan dengan diafragma dan nervus splanknikus.2 Secara histologis korteks adrenal terdiri dari sel-sel epitel besar yang mengandung lipid dinamakan sel foam yang tersusun melingkari sinusoidsinusoid. Korteks adrenal berasal dari mesodermal dan sudah dapat dikenal sebagai organ yang terpisah pada janin berumur 2 bulan. Pada kehamilan 2 bulan komposisi korteks terdiri dari zona fetal dan zona defenitif yang serupa dengan korteks adrenal pada dewasa. Waktu kehidupan fetal, adrenal manusia besar dan dibawah pengawasan hipofisis, tetapi zona dari korteks yang permanen hanya

terdapat pada 20% kelenjar, sisanya yang 80% adalah korteks adrenal fetal yang besar dan cepat mengalami degenerasi pada saat kelahiran.1 Korteks adrenal mensistesis dan mensekresikan tiga hormon utama. Ketiga hormon tersebut adalah pertama gluko kortikoid (kortisol), kedua mineral kortikoid (aldosteron), ketiga androgen-adrenal. Efek patogenik utama dari kelainan ini adalah bersumber dari defisiensi kortisol dan aldosteron. Kelenjar adrenal memiliki keunikan, di mana arteri dan vena tidak berjalan secara paralel. Terdapat inovasi autonomik dan pasokan darah yang sangat kaya. Aliran vena terbatas pada satu atau dua vena yang memiliki susunan otot yang esentrik. Susunan otot tersebut mengakibatkan kelenjar sensitif terhadap perubahan tingkatan stress dan koagulopati. Secara histologis, korteks adrenal terbagi ke dalam tiga zona utama yaitu zona fasikula, zona glomerulosa, dan zona retikularis.2 2.1.1. Zona fasikula Zona fasikula merupakan zona paling tebal, terdapat pada lapisan tengah yang mensekresikan kortisol. Hormon tersebut mempengaruhi proses metabolisme melalui reseptor glukokortikoid tipe II. Hormon tersebut meregulasi protein, karbohidrat, lemak, dan metabolisme asam nukleat, menghasilkan peningkatan glukoneogenesis dan mempercepat katabolisme dan lipolisis. Aktivitas anti-inflamasi berhubungan dengan penghambatan migrasi neutrofil dan makrofag, serta menghasilkan sebuah efek stabilisasi mikrovaskuler. Pembersihan air difasilitasi pula oleh hormon ini, dan terdapat efek pada pembuluh darah perifer sebagai respon terhadap vasokonstriktor endogen.3 Sekresi kortisol secara langsung dikontrol oleh adreno-corticotropic hormone (ACTH) yang menstimulasi corticotrophin releasing hormone (CRH). Pelepasan dari hormon hipotalamus-hipofisis ini dipengaruhi oleh kadar kortisol atau steroid menyerupai kortikol, anti diuretik hormone (ADH), siklus tidur-bangun, kadar interleukin-1 di sirkulasi.4

2.1.2. Zona glomerulosa Zona glomerulosa merupakan lapisan tipis paling luar yang mensekresikan aldosteron. Aldosteron meningkatkan kadar natrium dan pengeluaran kalium oleh ginjal, kelenjar keringat, dan traktus gastrointestinal. Kerja hormon tersebut diperantarai oleh reseptor glukokortikoid tipe 1. Aldosteron merupakan regulator utama pada volume cairan ekstra selular. Cairan dan kelainan elektrolit akibat insufisiensi adrenal kebanyakan karena defisiensi aldosteron. Kebanyakan glukokortikoid memiliki beberapa aktivitas mirip mineral kortikoid. Pemberian berkepanjangan glukokortikoid dapat mengakibatkan atrofi adrenal dan hiposekresi dari glukokortikoid endogen dan androgen, walaupun kepekaan aldosteron terhadap penurunan natrium dipertahankan. Sekresi aldosteron dikontrol oleh sistem rennin angiotensin, kadar konsentrasi kalium, dan ACTH.4 2.1.3. Zona retikularis Zona retikularis merupakan zona paling dalam yang mensekresikan androgen. Kekurangan hormon ini dapat menimbulkan penurunan rambut pada wanita sedangkan pada pria perubahannya minimal karena androgen masih diproduksi testis. Kekurangan androgen pada wanita memicu anemia dan osteoporosis.4 2.2. 1. Insufisiensi Adrenokortikal Menurut Syaifudin, 2006 ada beberapa etiologi yaitu : Chronic primary adrenal insufiiciency (Addison disease) a. b. c. 2. Autoimun ( kurang lebih 70-90 kasus) Infeksi ( TBC, Histoplasmosis, HIV, Syphilis) Keganasan (metastase dari paru-paru, mammae, carcinoma colon, melanoma, lymphoma) Chronic secondary adrenal insufficiency a. b. c. Terapi glukokortikoid jangka lama (mensupresi CRH) Tumor pituitari atau hipotalamus Radiasi pituitari

d. 3.

Penyakit infeksi dan infiltrasi dari kelenjar pituitari ( sarkoid, hystiosistosis,TB, histoplasmosis)

Acute adrenal insufficiency (Adrenal Crisis) a. Penyebab primer adalah perdarahan kelenjar adrenal bilateral, trombosis atau nekrosis selama terjadi sepsis atau ketika mendapat antikoagulan. Bila kehilangan kelenjar adrenal unilateral tidak akan menyebabkan insufisiensi adrenal. b. Penyebab sekunder adalah peripartum pituitary infark (Sheehan`s syndrom), Pituitary apoplexy ( perdarahan pada kelenjar pituitary), trauma kepala dengan gangguan batang kelenjar pitutari, tetapi biasanya tidak seberat pada keadaan adrenal insuficiency primer karena sekresi aldosteron tidak dipengaruhi.

2.2.1. Insufisiensi Adrenokortikal Primer (Penyakit Addison) Penyakit Addison merupakan kelainan yang jarang, terjadi pada wanita maupun pria dengan proporsi sama. Kebanyakan kelenjar adrenal (90%) hancur bila gejala muncul. Lebih dari 80% penyakit adalah idiopatik yang mana 50% di antaranya ditemukan memiliki antibodi anti adrenal. Kelainan imun yang lain juga umumnya berhubungan dengan insufisiensi adrenokortikal. Sindrom autoimun poliglandular spesifik dan yang lainnya berhubungan dengan kelainan saraf yang jarang ditemukan. Tuberkulosis menyumbang sekitar 50% kejadian kalsifikasi adrenal. Cryptococcis, infeksi jamur dan citomegalo virus (CMV) sangat jarang terjadi kecuali pada pasien imuno compromised (AIDS).4,5 Hancurnya kelenjar dapat terjadi pada keganasan yang bermetastasis, granulomatosa, infiltrasi amiloid, iradiasi, dan hemokromatosis. Penyebab lain termasuk perdarahan, hiperplasia adrenal kongenital, dan obat-obatan seperti ketokonazol, flukonazol, dan obat-obatan yang digunakan untuk mengobati hiperadrenalisme. Trombosis dan infark kelenjar adrenal dapat diketahui pada pasien dengan sindrom antifosfolipid yang dapat ditemukan di ICU dengan kelainan

trombo-embolik. Hancurnya struktur kelenjar adrenal akan menimbulkan berbagai derajat defisiensi glukokortikoid, mineral kortikoid, dan androgen. Adapun patofisologi penyakit terjadi ketika kelenjar adrenal gagal untuk mengeluarkan hormon dalam jumlah yang adekwat, untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, walaupun ACTH keluar dari kelenjar pituitari. Insufisiensi adrenal merupakan disfungsi kortek adrenal atau lebih dikenal dengan hipoadrenalisme / kiperkortikolisme. Hal ini dapat terjadi karena kerusakan pada kortek adrenal atau dapat juga karena penurunan stimulasi dari hormon adreno kortikolisme.5 Keadaan ini berkaitan dengan hal psikologis di mana sekresi adrenal berkaitan erat dengan stres. Keadaan stres yang berat dapat menimbulkan shok yang apda akhirnya dapat menimbulkan ancaman kematian karena besarnya pengeluaran cairan natirum dan hipoglikemi. Konsekuensi lain defisiensi kortisol adalah peningkatan umpan balik negative dalam sekresi peptide yang berasal dari proopiomelanokortin (POMC), termasuk ACTH dan melanocyte stimulating hormone. Konsekuensi klinis adalah hiperpigmentasi, yang biasanya terjadi di bagian distal ekstremitas di daerah terpajan matahari walaupun juga dapat mengenai daerah yang dalam keadaan normal tidak terpajan matahari. Defisiensi androgen dapat mempengaruhi pertumbuhan rambut ketiak dan pubis.Efek ini tertutupi pada laki- laki, yang memiliki androgen testis untuk menimbukan efek metabolic androgenik. Terdapat sedikit gejala akibat defisiensi. Satu-satunya manifestasi klinis pada penyakit Addison yaitu munculnya hiperpigmentasi pada kulit yang terpapar oleh cahaya atau tekanan. Pigmentasi dari gingival, puting, lidah, dan alat kelamin dapat timbul. Hal ini merupakan efek sekunder dari -lipoprotein dan melanosit stimulating hormone.5 Manifestasi klinik yang umum adalah asthenia, kelemahan otot, malaise, demam, anoreksia, nyeri perut (dapat akut), muntah, diare, konstipasi, dan kehilangan berat badan. Hipertensi postural dan supine juga terjadi, sama halnya dengan mialgia, atralgia, vitiligo, kontraktural fleksural, gangguan

kepriibadian, gangguan mental, dan psikosis. Terdapat peningkatan sensitivitas sistem saraf pusat terhadap obat antidepresan, termasuk golongan opioid. Tanda akibat hipoglikemia reaktif atau puasa dapat muncul. Pada penyakit lebih lanjut, terdapat hipontremia dan hiperkalemia yang dapat menimbulkan ancaman akibat neuromiopati. Hiperkalsemia jarang terjadi. Hati yang mengecil dapat ditemukan dengan pemeriksaan radiologis. Pengukuran hemodinamik dapat mengungkap adanya peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi vaskuler sistemik. Eosinofilia, limfositosis relative, dan anemia normositik juga terjadi.5,6 2.2.2. Insufisiensi Adrenokortikal Sekunder Kondisi ini dapat terjadi pada defisiensi ACTH akibat penyakit hipofisis dan atau hipotalamus, atau akibat aksis kelenjar hipotalamushipofisis-adrenal (H-P-A) yang mengalami penekanan akibat pemberian kortikosteroid eksogen.6 Insufisiensi akibat pemberian kortikosteroid dapat sering terjadi. Prednisolon (atau ekuivalen lainnya) yang diberikan melebihi 7,5 mg/hari untuk 2-3 minggu dapat menekan aksis H-P-A, dan dengan penggunaan lebih lanjut akan menimbulkan atrofi adrenal. Penekanan tersebut terjadi hingga beberapa bulan setelah terapi dihentikan. Kondisi defisiensi akut bahkan dapat terjadi pada pasien-pasien dengan kondisi stress.5 Disfungsi hipofisis sebagai salah satu penyebab insufisiensi adrenokortikal sekunder terjadi sangat jarang dan dapat terjadi karena suatu keganasan, infeksi, perdarahan, infark, radiasi, dan infiltrasi granulomatosa. Sekresi aldosteron berlanjut dengan normal (bila tidak dikontrol sepenuhnya oleh ACTH), tapi kehilangan cairan yang akut dapat menimbulkan kapasitas sekresi aldosteron di bawah normal. Defisiensi mineral kortikoid akibat penurunan aktivitas renin tidak umum terjadi. 6 Insufisiensi sekunder lebih sulit didiagnosis dibandingan dengan primer. Tidak ditemukan hiperpigmentasi. Temuan utama selain mengacu pada prevalensi epidemiologis yaitu hipoglikemia, kehilangan berat badan, hipotensi, anemia, kelemahan, dan fatigue. Selain itu, juga dapat ditemukan

adanya ontoknya rambut, mual, muntah, hiponatremia dan demam, lemah badan, cepat lelah, anoreksia, diare, hipoglikemi, eosinophilia, hipotensi ortostatik yang ringan.5,6 2.2.3. Insufisiensi Adrenokortikal Akut (Krisis Addisonian) Insufisiensi adrenal akut dapat muncul sebagai intensifikasi dari hipoadrenalisme kronik, di mana telah terjadi insufisiensi hormonal ditambah dengan adanya efek stress akibat trauma, infeksi, dan pembedahan. Penghentian tiba-tiba atau pengurangan terlalu cepat pemberian steroid dapat menimbulkan krisis akut. Jika penggunaan steroid minimal justru dapat meningkatkan metabolisme steroid (misalnya dengan rifampisin, barbiturat, dan fenitoin).5,6 Hancurnya kelenjar secara tiba-tiba akibat perdarahan dapat terjadi pada pasien sepsis akut, pasien dengan terapi antikoagulan, terbakar, pembedahan, atau trauma. Sindrom klasik Waterhouse-Friederichsen berhubungan dengan meningocemia tetapi dapat terjadi baik pada septicemia akibat gram positif maupun gram negative. Dada, perut, dan pemeriksaan trauma telah menyebabkan kiris Addisonian sekunder akibat perdarahan. menyebabkan infusiensi adrenal akut.5 Infus agen anestesi seperti etomidate dan alfatesin (althesin) mungkin berperan terhadap insufisiensi adrenokortikal. Pada pasien dengan sakit kritis, terdapat hubungan antara konsentrasi kortisol dengan derajat kesakitan dan kematian.5 Pada insufisiensi adrenokortikal akut, pasien datang biasanya dengan kondisi syok dengan riwayat perburukan gelaja akibat hipoadrenalisme. Malaise, kelemahan, kelelahan, anoreksi, mual, terganggunya mental, demam, dan nyeri abdomen akut umum dijumpai sebagai keluhan. Faktor pencetus seperti pembedahan dan septicemia dapat dicari. Sakit tiba-tiba pada region flank atau abdomen dicurigai adanya perdarahan adrenal. Perdarahan yang dikabitkan antikoagulan lebih umum terjadi pada pasien usia pertengahan hingga lansia dan pada pasien trombositopenia. Walaupun hipovolemia tidak Pengangkatan salah satu kelenjar, Sheehan syndrome, dan apopleksi hipofisis dapat

terlalu mengacu pada insufisiensi sekunder namun dapat terjadi dehidrasi akut, hipotensi, dan kegagalan sirkulasi perifer pada tahap lanjut. Diagnosis krisis Addisonian harus dicurigai pada semua pasien syok terutama pada pasien yang mendapatkan terapi tertentu dan ketika penyebab dari kondisi syok itu tidak diketahui dengan jelas.6 2.2.4. Pemeriksaan Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui kelainan insufisiensi adrenokortikal adalah sebagai berikut :5
1. Hormon hipofisis dan adrenal dalam plasma

Kadar kortisol plasma basal <500 nmol/l dengan tanda-tanda stress merupakan dicurigai insufisiensi. Kadar ACTH, aldosteron, rennin plasma dapat diindikasikan. Test ACTH pendek dapat memastikan insufisiensi adrenokortikal. 2. Biokimia dan hematologi Hiponatremia dan hiperkalemia (Na:K rasio <25:1) sangat dicurigai penyakit Addison. Hipoglikemia tidak umum dijumpai. Kalsium serum dapat meningkat, walaupun kalsium terionisasi biasanya normal. Asidosis metabolic dan gagal napas dapat muncul. Bukti adanya hipovolemia juga umum. Neutropenia dengan eosinofilia relative serta limfositosis dapat djumpai. Antibodi terhadap kelenjar adrenal ataupun organ lainnya dapat ditemukan. 3. EKG Tegangan yang rendah dan konduksi yang lambat dapat ditemukan pada hipoadrenalisme akut. 4. Radiologi Rontgen thoraks dapat menunjukkan bukti dari tuberculosis yang lama. Hati dapat mengecil pada insufisiensi kronik. Abdominal computed tomoghraphy dapat menunjukkan ukuran kelenjar, mengungkap adanya kalsifikasi, perdarahan, dan beberapa infiltrat.

10

Berdasarkan kelainan insufisiensi adrenokortikal, maka menurut Smeltzer Susan C, Brenda G. Bare. 2002 pemeriksaan yang ditemukan adalah sebagai berikut : 1. Chronic primary adrenal insufiiciency ( Addison disease) a. Pemeriksaan laboratorium 1) Penurunan konsentrasi glukosa darah dan natrium (hipoglikemia dan hiponatremia) 2) Peningkatan kosentrasi kalium serum (hiperkalemia) 3) Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis) 4) Penurunan kadar kortisol serum 5) Kadar kortisol plasma rendah b. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya kalsifikasi di adrenal c. CT Scan Detektor kalsifikasi adrenal dan pembesaran adrenal yang sensitive hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltratif malignan dan non malignan, dan haemoragik adrenal d. Gambaran EKG Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolit 2. Chronic secondary adrenal insufficiency a. Pemerisaan laboratorium 1) kortikotropin 2) hipoglikemia terinduksi insulin 3) eosinofilia 4) limfositosis b. CT scan: adrenal kecil, tak berkalsifikasi pada autoimun, pembesaran pada penyakit metastatik, perdarahan, infeksi atau deposit (walaupun mungkin tampaknya normal) c. MRI : untuk mendeteksi abnormalitas pituitari

11

3.

Acute adrenal insufficiency ( Adrenal Crisis ) Pemeriksaan laboratorium : - Hiponatremia - Hiperkalemia - Hipoglikemia - Adotemia - Hemokonsentrasi

2.2.5. Penatalaksanaan 1. Kortikosteroid Merupakan bagian dari terapi pengganti pada defisiensi

adrenokortikal, penggunaan kortikosteroid secara luas digunakan untuk terapi empiris dan paliatif. Dosis tunggal (bahkan pada dosis besar) atau pada beberapa hari terapi saja sepertinya tidak menimbulkan kerugian hingga ditemukan kontraindikasi khusus. Penghentian tiba-tiba dapat mencetuskan krisis Addisonian. Hal ini dapat terjadi bahkan pada pemberian secara topical, per rectal, inhalasi, dan injeksi lokal glukokortikoid. Dosis selang seling menggunakan steroid kerja pendek dapat meminimalisir penekanan aksis H-P-A, tetapi pada kondisi yang akut, sekurang-kurangnya dosis harian harus digunakan. Pemilihan dan regimen dosis ditentukan berdasarkan potensi anti-inflamasi, aktivitas aldosteron, dan durasi kerja obat. Efek farmakodinamik dari obat kortikosteroid lebih relevan dari waktu paruh dalam plasma ketika mempertimbangkan penjadwalan dosis.5,6 a. Manajemen akut Jika krisis adrenal diduga, kortikosteroid harus diberikan segera. Pemeriksaan ACTH singkat dilakukan bersamaan dengan pemberian terapi. Darah diambil untuk dilakukan pemeriksaan kortisol basal, hormone lainnya, dan pemeriksaan elektrolit. Dexamethason 10mg IV diberikan bersama dengan tetracosactrin 250 mg.

12

b.

Maintenance Ketika keadaan krisis telah diatasi, pemeriksaan selanjutnya membantu untuk menentukan formula regimen pemeliharaan (maintenance), termasuk kortisol atau ekivalennya, diberikan dua kali sehari. Hidrokortison oral 50-100mg dapat diberikan tiap hari, dapat juga diberikan mineralkortikoid tambahan bila perlu. Pemilihan kortikosteroid dan dosisnya ditentukan berdasarkan derajat dan insufisiensi hormone glukokortikoid dan mineralkortikoid.

c.

Pencegahan Ketika krisis adrenal diperkirakan terjadi (misalnya pada sakit akut, suhu > 38 C, dan operasi elektif) regimen kortikosteroid harus disediakan. Dosis oral dilipatgandakan bila jalur intravena tidak dapat dilakukan atau kondisi stress-nya ringan.Mual dan muntah merupakan indikasi pemberian intravena. Hidrokortison succinate 50 mg IM setiap 6 jam harus diberikan pada pasien dengan sakit yang tidak akut. Jika stress tinggi (misalnya pada pneumonia atau operasi besar) hidrokortison 100 mg diberikan IM atau IV setiap 6 jam sampai terjadi pemulihan (sekurang-kurangnya 72 jam). Pada operasi minor, hidrokortison 100 mg secara intrevena diberikan selama satu hari. Untuk intervensi minimal (misalnya pada sistoskopi), 100 mg dosis tunggal diberikan.

2.

Monitoring dan terapi suportif Termasuk di dalamnnya terapi oksigen, serta pengukuran dan

penatalaksanaan asidosis metabolic dan respiratorik. Pemberian opioid dan obat-obatan sedative harus dihindari. Pemeriksaan elektrolit berulang dan pemeriksaan glukosa darah diperlukan. Pemeriksaan EKG berkelanjutan, dan pemeriksaan arteri dan tekanan vena sentral serta perhatian terhadap keseimbangan cairan diperlukan. Pemeriksaan elektrolit urin dapat membantu. Monitoring hemodinamik yang lebih invasif dan obat-obatan inotropik dapat diperlukan dalam pengelolaan

13

kejadian pencetus, atau jika kondisi syok masih tidak berespon terhadap penggantian cairan.5 3. Cairan intravena Normal salin diberikan segera tanpa menunggu monitoring dari pemasangan kateter. Angka infuse dapat 1 1 atau lebih pada 30 menit pertama. Infus subsekuen dapat diberikan untuk memenuhi 1 1 / jam, tetapi berdasarkan respon terhadap pemberian infuse pertama dan hasil monitoring tanda-tanda klinik. Kekurangan volume pada krisis adrenal akut jarang lebih besar dari 10% dari total cairan tubuh. Dekstrosa seharusnya diberikan pada waktu yang sama dengan infuse salin. Dektrosa hipertonik dapat diberikan melalui infuse sentral untuk mencegah hipoglikemi. Sekitar 50 gram dekstrosa diperlukan pada 1-2 jam pertama. 5 2.3. Hipoaldosteronisme Hipoaldosteronisme bawaan (hyperplasia adrenal congenital) secara umum kebanyakan merupakan defisiensi 21-hidroksilase. Kelainan autosomal resesif ini terjadi pada 1 dari 10.000-15.000 kelahiran. Anak datang dengan hiponatremia dan hiperkalemia yang dapat menjadi syok dan meninggal dunia. Anak perempuan biasanya memiliki alat kelamin seperti pria. Aldosteron dan glukokortikoid mengatur pembuangan garam. Defisiensi pembentukan aldosteron terjadi lebih jarang sama halnya dengan pseudohipoaldosteronisme.5,6 2.3.2. Hipoaldosteronisme Didapat Pada saat sistesis glukokortikoid dalam tubuh normal, hipoaldosteronisme didapat dapat terjadi selama pemberian berkepanjangan heparin dan heparinoid, dan pada kelanjutan operasi pengangkatan adenoma yang menyekresikan aldoseron, dan umum pada pasien-pasien dengan penyakit kritis. Pasien-pasien tidak dapat menurunkan sekresi aldosteron sebagai respon

2.3.1. Hipoaldosteronisme Bawaan

14

terhadap pembatasan natrium atau hipovolemia. Hiperkalemia yang tidak dapat dijelaskan merupakan manifestasi tambahan yang paling sering menyertai.5,6 2.3.3. Hipoaldosteronisme hiporeninemia Hipoaldosteronisme hiporeninemia merupakan kelainan yang paling sering ditemukan pada pasien dewasa dengan diabetes melitus dan gagal ginjal ringan, dimana terjadi hiperkalemia dan asidosis metabolic yang bermanifestasi tidak sesuai dengan derajat kerusakan ginjalnya. Produksi rennin rendah, sama seperti kadar aldosteron sebagai hubungannya dengan derajat hiperkalemia. Penyakit lain yang berhubungan misalnya gout, pielonefritis, nefrosklerosis, dan amiloid.5 2.3.4. Hipoaldosteronisme hiperreninnemia Hipoaldosteronisme hiperreninnemia umumnya datang dengan penyakit akut yang berkepanjangan. Aktivitas rennin plasma dan kadar angiotensin II meningkat. Patogenesis-nya tidak diketahui, tetapi dapat berasal dari perangsangan berkepanjangan korteks adrenal oleh ACTH. Hal ini berakibat pergeseran dari mineralkortikoid ke produksi glukokortikoid. Prekusor aldosteron 18-hidroksikortikosteron secara frekuen meningkat, hipotensi juga umum terjadi, dan peningkatan kematian akibat ini meningkat. Walaupun hiponatremia ringan sering terlihat, namun normokalemia lebih biasa terjadi. Pada pasien dengan sakit kritis, konsentrasi kortikal yang tinggi dapat menghambat perkembangan hiperkalemia. Kelainan tersebut berhubungan dengan hipoaldosteronisme hiperreninnemia termasuk terapi heparin, diabetes melitus, AIDS, dan karsinoma sekunder dari kelenjar adrenal. Hiperkalemia diketahui berhubungan dengan terapi heparin berkepanjangan. Baik hipoaldosteronisme hiporeninnemia dan hiperrenemia berespon terhadap mineralkortikoid. Pemberian hidrokortison menimbulkan peningkatan status kardiovaskuler dengan penurunan dramatis pada pasien-pasien dengan penyakit kritis hipotensif. Kadar basal dan kortisol plasma yang distimulasi ACTH sangat tinggi. Pasien-pasien dengan insufisiensi renal seringkali

15

berespon pada asupan natrium dan terhadap pemberian furosemid, yang meningkatkan hiperkalemia dan asidosis metabolik. 5,6 Kortisol plasma Konsentrasi kortisol plasma dan respon terhadap rangsangan ACTH jangka pendek telah dilaporkan pada pasien-pasien dengan sakit kritis. Prognosis pada pasien-pasien dengan konsentrasi rendah secara umum jelek. Konsentrasi kortisol basal muncul berhubungan dengan tingkat stress nya. Pasien dengan perdarahan gastrointestinal mempunyai konsentrasi lebih rendah (600 nmol/l) dibandingan dengan pasien dengan gagal napas atau sepsis (1200 nmol/l). Ketika konsentrasi kortisol basal tinggi, tidak ada hubungan antara hasil dengan konsentrasi kortisol yang ditunjukkan. Respon yang buruk ( < 250 nmol/l peningkatan konsentrasi kortisol) pada pemberian ACTH parenteral telah dikaitkan dengan hasil yang sangat buruk.5

16

BAB III KESIMPULAN

1.

Insufisiensi adrenokortikal adalah keadaan di mana kurangnnya produksi glukokortikoid atau mineralokortikoid di adrenal, apakah karena kerusakan atau disfungsi dari korteks atau sekunder akibat kekurangan sekresi ACTH pituitary. Kerusakan pada korteks adrenal akan menimbulkan primer, sedangkan sekunder terjadi akibat penyakit pituitary atau hipotalamus.

2.

Insufisiensi adrenal primer kronis (Addison), sebagai akibat kerusakan dari korteks adrenal. Insufisiensi adrenal sekunder kronis, yang terjadi bila terjadi kekurangan hormon adrenokortikotropin (ACTH) yang menstimulasi korteks adrenal. Sedangkan krisis adrenal akut akibat dari stress pada pasien dengan sifat kronis yang tidak mendapat pengganti yang adekuat, juga terjadi pada pasien dengan perdarahan adrenal apopleksi pituitary.

3.

Insufisiensi adrenokortikal

dapat diketahui dari pemeriksaan penunjang

yaitu berupa pemeriksaan hormon hipofisis dan adrenal dalam plasma, biokimia dan hematologi, EKG serta radiologi.
4.

Insufisiensi adrenokortikal dapat muncul sebagai sindrom bencana yang dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu, terapi empiris diperlukan sebelum diagnosis dilakukan melalui sebuah pemeriksaan.

17

DAFTAR PUSTAKA

1.

Ganong WF. 1983. Medula dan korteks adrenal. Dalam: Ganong WF. Editor. Fisiologi kedokteran. Edisi 10. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC

2.

Snell, S. Richard. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta : EGC Stewart PM. 2008. Korteks adrenal. Dalam: H, Melmed, S Polonsky, K Larsen, PR eds Kronenberg. Williams Textbook of Endocrinology. 11 ed. Philadelphia, PA: Saunders Elsevier.

3.

4.

Guyton, A.C & Hall, J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC Persatuan Ahli Penyakit Dalam. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2. Jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC

5.

6.

18

You might also like