You are on page 1of 37

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut1,2. Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati3,4,5. Jumlah penderita DM di dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini berkaitan dengan jumlah populasi yang meningkat, urbanisasi yang merubah pola hidup tradisional ke pola hidup modern, prevalensi obesitas meningkat dan kegiatan fisik kurang. Diabetes mellitus perlu diamati karena sifat penyakit yang kronik progresif, jumlah penderita semakin meningkat dan banyak dampak negatif yang ditimbulkan6. Menurut survei yang di lakukan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO), jumlah penderita DM di Indonesia pada tahun 2000 terdapat 8,4 juta orang, jumlah tersebut menempati urutan ke-4 terbesar di dunia, sedangkan urutan di atasnya adalah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta), dan Amerika Serikat (17,7juta). Diperkirakan jumlah penderita DM akan meningkat pada tahun 2030 yaitu India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3 juta) dan Indonesia (21,3 juta). Jumlah penderita DM tahun 2000 di dunia termasuk Indonesia tercatat 175,4 juta orang, dan diperkirakan tahun 2010 menjadi 279,3 juta orang, tahun 2020 menjadi 300 juta orang dan tahun 2030 menjadi 366 juta orang6,7. Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis didapatkan prevalensiDiabetes mellitus sebesar 1,5 2,3% pada penduduk yang usia lebih 15 tahun,bahkan di daerah urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar7,2%. Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali dibandingkan dengan negara maju, sehingga DM merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius3,4,6,8.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003 penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa, maka pada tahun 2003 diperkirakan terdapat penderita DM di daerah urban sejumlah 8,2 juta dan di daerah rural sejumlah 5,5 juta. Selanjutnya berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada tahun 2030 akan terdapat 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun maka diperkirakan terdapat penderita sejumlah 12 juta di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rurall3. Diabetes mellitus dibandingkan dengan penderita non DM mempunyai kecenderungan 2 kali lebih mudah mengalami trombosis serebral, 25 kali terjadi buta, 2 kali terjadi penyakit jantung koroner, 17 kali terjadi gagal ginjal kronik,dan 50 kali menderita ulkus diabetika. Komplikasi menahun DM diIndonesia terdiri atas neuropati 60%, penyakit jantung koroner 20,5%, ulkusdiabetika 15%, retinopati 10%, dan nefropati 7,1%9,10. Penderita DM berisiko 29 kali terjadi komplikasi ulkus diabetika. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan adanya makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati. Ulkus diabetika mudah berkembang menjadi infeksi karena masuknya kuman atau bakteri dan adanya gula darah yang tinggi menjadi tempat yang strategis untuk pertumbuhan kuman11,13,14. Ulkus diabetika kalau tidak segera mendapatkan pengobatan dan perawatan, maka akan mudah terjadi infeksi yang segera meluas dan dalam keadaan lebih lanjut memerlukan tindakan amputasi12,13,15. Ulkus diabetika merupakan komplikasi menahun yang paling ditakuti dan mengesalkan bagi penderita DM, baik ditinjau dari lamanya perawatan, biaya tinggi yang diperlukan untuk pengobatan yang menghabiskan dana 3 kali lebih banyak dibandingkan tanpa ulkus14. Prevalensi penderita ulkus diabetika di Amerika Serikat sebesar 1520%, risiko amputasi 15-46 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penderita nonDM. Prevalensi penderita ulkus diabetika di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi 30%, angka mortalitas 32% dan ulkus diabetika merupakan sebab perawatan rumah sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk DM13,14.

Atas dasar inilah penulis mencoba membuat referat tentang ulkus diabetika, dengan harapan bagi penulis maupun pembaca dapat lebih memahami tentang apa itu ulkus diabetika, bagaimana ulkus diabetika bisa terjadi dan bagaimana penanggulangan supaya tidak terjadi ulkus diabetika dan

penatalaksanaan ulkus diabetika. B. Ruang Lingkup Pembahasan Disini penulis akan mencoba menguraikan tentang apa itu ulkus diabetika, patofisiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, manajemen ulkus diabetika. C. Tujuan Penulisan Referat ini disusun sebagai bahan informasi bagi penulis serta para pembaca, khususnya kalangan medis, agar dapat lebih memahami tentang patofisiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, manajemen ulkus diabetika.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi Ulkus Diabetika Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik DM berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. Pasien diabetes sangat beresiko terhadap kejadian luka di kaki dan merupakan jenis luka kronis yang sangat sulit penyembuhannya.

B. Patogenesis Ulkus Diabetika Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut Trias yaitu : neuropati, angiopati, dan infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal, tapi seringkali merupakan komplikasi angiopati maupun neuropati. 1. Patogenesis Neuropati Neuropati adalah gangguan fungsional ataupun perubahan patologis pada system saraf tepi.20 Susunan saraf sangat rentan terhadap komplikasi diabetes mellitus10. Secara patogenetik, ada 3 faktor utama (metabolik, autonom, vaskuler) yang dapat dianggap sebagai sebab terjadinya neuropati pada diabetes mellitus. Diabetes mellitus bersama faktor genetik, dan lingkungan(misalnya alkohol) akan lewat ke-3 faktor tersebut memberi neuropati klinis. Faktor metabolik : kenaikan poliol, sorbitol / osmotik poliol (hasil reduksi glukosa oleh enzim yang banyak tertimbun pada sel tubuh penderita DM). fruktosa, kurangnya kontrol gula darah, dan penurunan mioinositol dan Na+/K+ATP meyebabkan demielinasi artrofi akson; otoimum lewat anti gangliosid dan anti GAD menyebabkan neuropati, gangguan vascular karena menutupnya vasa vasorum, trauma memberi hipoksia endoneurial yang selanjutnya menyebabkan demielinisasi segmental. Adapun

faktor lain seperti kelainan agregasi trombosit, kelainan etologi sel darah merah

dan hematologic, proses AGEs serta adanya kompleks imum disirkulasi berpengaruh terhadap neuropati ini11. Neuropati, kelainan vaskuler (aliran darah vang mengurangi karena terjadinya proses arteriosklerosis tungkai bawah khususnya betis). Dan kemudian infeksi berperan dalam patogenesis terjadinya tukak diabetik. Walaupun demikian, yang peranannya paling mencolok pada banyak studi cross sectional adalah polineuropati sensorik perifer (pasien kaki diabetik ). Pasien disini tak dapat merasakan rangsangan nyeri dan dengan demikian kehilangan daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Berbagai hal yang sederhana yang pada orang normal tak menyebabkan, luka akibat adanya daya proteksi nyeri, pada pasien DM dapat berlanjut menjadi luka yang tidak disadari adanya, dan kemudian menjadi tukak diabetik. Tusukan jarum atau paku tak disadari. sehingga pasien baru menyadarinya setelah terjadi luka yang membusuk dan membahayakan keselamatan kaki secara keseluruhan. Neuropati motorik berperan melalui terjadinva deformitas pada kaki yang menyebabkan daerah tersebut lebih mudah dikenali dan lebih banyak mendapat tekanan dari luar. Neuropati autonomik berperan melalui perubahan pola keringat - kering dan mudahnya timbul pecah-pecah pada kulit kaki, dan jug melalui adanya perubahan daya vasodilatasi-vasokonstriksi pads tungkai bawah. Terjadi pintas A - V seperti misalnya pada patogenesis terjadinya kaki Charcot1,7,8,9,10.

Gambar 1. Perubahan Yang Terjadi Pada DM 15

2. Patogenesis Angiopathi Angiopathi adalah gangguan fungsional ataupun perubahan patologis

pada pembuluh darah. Penderita DM akan mengalami perubahan vaskuler berupa arteriosklerosis. Patologi tersebut disebabkan oleh karena gangguan metabolisme karbohidrat dalam pembuluh darah, peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol. Hal tersebut akan diperberat dengan kadar gula darah yang tidak terkontrol 6,7,10. Lesi vaskuler berupa penebalan pada tunika intima pembuluh darah kapiler yang diakibatkan karena disposisi yang berlebihan mukoprotein dan kolagen. Pembuluh darah arteri yang paling sering terkena adalah arteri tibialis dan poplitea. Adanya trombus, emboli maupun tromboemboli menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah. Selanjutnya oklusi dapat menjadi total dan jika perfusi darah dari aliran kolateral tidak mencukupi kebutuhan maka terjadi iskemia. Iskemia yang ringan menimbulkan gejala claudicatio intermitten dan yang paling berat dapat mengakibatkan gangren 6,7,9,10 Kelainan vaskuler yang berukuran kecil seperti arteriol dan kapiler, menyebabkan ketidakcukupan oksigen dan nutrisi yang terbatas pada jari atau sebagian kecil kulit. Kemudian, bagian yang iskemi tersebut mengalami ulserasi, infeksi ataupun gangren. Sebaliknya, jika pembuluh nadi atau arteri yang mengalami gangguan berukuran lebih besar maka gangguan oksigenasi jaringan akan lebih luas. Adanya trombus yang menyumbat lumen arteri akan menimbulkan gangren yang luas bila mengenai pembuluh darah yang sedang atau besar 7,8 Faktor lingkungan, terutama adalah trauma akut maupun kronis (akibat tekanan sepatu, benda tajam dan gangguan vaskuler perifer baik akibat makrovaskuler (aterosklerosis) maupun karena gangguan yang bersifat

mikrovaskuler menyebabkan terjadinya iskemia kaki.sebagainya) merupakan faktor yang memulai terjadinya ulkus. 7,8

Gambar 2. Potongan Melintang Pembuluh Darah Pada Orang Penderita DM 16

3. Patogenesis Infeksi Pada prinsipnya penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi daripada orang sehat. Keadaan infeksi sering ditemukan sudah dalam kondisi serius karena gejala klinis yang tidak begitu dirasakan dan diperhatikan penderita. Faktor-faktor yang merupakan risiko timbulnya infeksi yaitu: 6,8,11 a. faktor imunologi produksi antibodi menurun peningkatan produksi steroid dari kelenjar adrenal daya fagositosis granulosit menurun

b. faktor metabolik hiperglikemia benda keton mengakibatkan asam laktat menurun daya bakterisidnya glikogen hepar dan kulit menurun

c. faktor angiopati diabetika 7

d. faktor neuropati

Beberapa bentuk infeksi kaki diabetik antara lain: infeksi pada ulkus telapak kaki, selulitis atau flegmon non supuratif dorsum pedis dan abses dalam rongga telapak kaki. Pada ulkus yang mengalami gangren atau ulkus gangrenosa ditemukan infeksi kuman Gram positif, negatif dan anaerob. 11,12 Pada kaki diabetik yang disertai infeksi, berdasarkan letak serta penyebabnya dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: 11,12 1. Abses pada deep plantar space 2. Selulitis non supuratif dorsum pedis 3. Ulkus perforasi pada telapak kaki

Gambar 3. Bentuk-Bentuk Infeksi pada Kaki DM 16

Gambar 4. HIperglikemi dan Akibatnya 8,9

DIABETES MELLITUS
Penyakit pembuluh darah tepi Sumbatan Aliran oksigen, nutrisi, antibiotik Neuropati otonom Keringat Aliran darah Resorpsi tulang Kerusakan sendi Kerusakan kaki Neuropati perifer Indera raba Kehilangan rasa sakit Gerak

Kult kering, pecah Luka sulit sembuh

Atropi Kehilangan bantalan lemak

Trauma

Tumpuan berat yang baru Sindrom jari biru Gangren mayor INFEKSI Gangren ULKUS

AMPUTASI

Gambar 5. Patogenesis Terjadinya Ulkus DM

C. Manifestasi Klinis Gambaran klinis dibedakan: 5,8,13 1. Neuropathic Foot yang terdiri dari: Ulkus neuropatik, Artropati neuropatik (Artropati Charcot ), Edema neuropatik 2. Neuro-Ischemic-Foot 1. Ulkus Neuropatik8,13 Neuropati perifer diabetik dapat memberikan small fibre neuropathy yang berakibat gangguan somatik dan otonom. Manifestasinya berupa hilangnya sensasi panas dan nyeri sebelum rabaan dan fibrasi terganggu. Juga saraf simpatik mengalami denervasi yang mengganggu aliran darah disebabkan karena terjadi aliran yang berlebih dengan arteriovenous shunting disekitar kapiler-serta dilatasi arteri perifer. Aliran darah yang miskin makanan ini mengurangi efektivitas dari perfusi jaringan yang memang sudah berkurang. Disamping ini neuropati

merusak serabut C saraf sensorik sehingga terjadi gangguan nosiseptor. Jadi ulkus pada kaki diabetik ini akibat iskemia, sering terlihat adanya gambaran gas. Penyebabnya dapat karena Clostridium , E coli, Streptococus anaerob, dan Bacteroides sp. Untuk melakukan identifikasi kasus yang rentan ulkus, kini digunakan alat sederhana untuk screening, yaitu TCD (Tactile Circumferential Discriminator) pada hallux yang korelasinya dengan menggunakan filament dan ambang fibrasi yang cukup tinggi. Dalam menilai ulkus perlu dipastikan dalam serta luasnya ulkus. Sering kita terkecoh karena kita anggap enteng, padahal lesi ini merupakan puncak dari gunung es.3,13 Klinis terlihat melebar pada kaki dan tungkai bawah pada sikap berbaring. Kaki ada aliran lebih cepat dan vaskularitas lebih. Apabila ada ulkus maka perlu diperhatikan kuman penyebab infeksinya. Kirim sample untuk biakan bakteri. Goldstein (1996) meneliti 25 orang yang secara berurutan masuk dirawat dengan ulkus. la menemukan phylococcus sebagai isolat terpenting, termasuk MRSA pada 20 % kasus. Streptococcus enterococcus, Enterobactericcae, dan kuman anaerob terlihat pada 40% luka. Lebih dari 80% peka terhadap Ciprofloxasin dan Levofloxasin 3,12 .

10

Gambar 6. Ulkus Neuropati 13

2. Artropati Neuropatik Deformitas kaki sering berakibat pada ulcerasi. Penderita diabetes cenderung mempunyai jari bengkok yang menekan jari tersebut, yang berhubungan dengan menipis dan menggesernya timbunan lemak bawah caput metatarsal pertama. Akibatnya daerah ini rawan ulserasi dan infeksi. Bentuk yang ekstrim dari deformitas kaki ini, yaitu kaki Charcot. Sebab terjadinya fraktur dan reabsorbsi tulang pada kaki Charcot ini belum jelas, tetapi diduga akibat neuropati otonom (akibat gagalnya tonus vaskular akan nieningkatkan aliran darah, pembentukan shunt arteriovenosa dan resorbsi tulang padahal penderita diabetes densitas tulang rendah) dan neuropati perifer (hilang rasa, sehingga pasien masih aktif berjalan dan sebagainya meskipun tulang fraktur). Akibatnya ada fraktur, kolaps sendi, dan deformitas kaki. Awalnya kaki Charcot ini akut:

11

panas, merah, dengan nadi yang keras, dengan atau tanpa trauma (perlu di DD dengan selulitis). Pada stadium 4 mudah sekali terjadi ulkus dan infeksi dan gangren yang dapat berakibat amputasi 3,7,8 .

Gambar 7. Lokasi-lokasi tempat terjadinya ulkus DM Neuropatik 7,8

Gambar 8. Kaki Charcot 7,8

3. Edema Neuropatik. Merupakan komplikasi terjarang dari kaki diabetik, dimana terdapat edema (pitting) kaki dan tungkai bawah yang berhubungan dengan kerusakan saraf tepi (kesampingkan dulu sebab kardial dan renal). Gangguan saraf simpatis berakibat edema dan venous pooling yang abnormal, juga vasomotor refleks hilang pada sikap berdiri 3,5,6

12

Gambar 9. Neuropati Diabetik 13

4. Neuro Ischemic Foot Gambaran tungkai ini gabungan antara kelainan arterosklerosis yang dipercepat pada diabetes dan neuropathic foot. Keluhan klaudikasio intermitten, nyeri tungkai waktu istirahat, dengan ulserasi dan gangren. Umumnya rest pain diwaktu malam, dan berkurang pada sikap kaki yang tergantung. Untuk membedakan dengan ulkus neuropatik, disini ulkusnya nyeri, satu nekrosis, dilingkari pinggiran eritemateus dan tidak disertai callus. Predileksi di ibu jari, tepi medial metatarsal I, atau tepi lateral metatarsal V, serta tumit. diperiksa pembuluh darah arteri, kalau perlu dengan arteriografi3,5,6. Perlu

13

Gejala dan tanda PVD tungkai bawah menurut Levin dan O'Neal 1988 : Tabel I . Gejala dan tanda PVD tungkai bawah menurut Levin dan O'Neal 1988 3,5 Gejala Claudicatio Intermitent Nyeri pada malam hari Ada chest pain Dengan digantung nyeri kaki berkurang Tanda Pucat dengan tanda kaki diangkat Terlambatnya pengisian pembuluh vena Warna kemerahan dengan tergantung Artrofi kulit, mengkilap, rambut tak rontok Kuku sering tebal dengan infeksi primer Gangren

Berdasarkan dalamnya luka, derajat infeksi dan derajat gangren , maka dibuat klasifikasi derajat lesi pada kaki diabetik menurut Wagner ( Cit. Levin dan O'Neal 1983). Tabel 2. Klasifikasi Wagner untuk kaki diabetik17 Derajat 0 Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin disertai kelainan bentuk kaki Derajat I Derajat II Derajat III Dearjat IV Ulkus superficial dan terbatas di kulit Ulkus dalam mengenai tendo sampai kulit dan tulang Abses yang dalam dengan atau tanpa ostemoielitis Gangren jari kaki atau kaki bagian distal dengan atau tanpa selulitis Derajat V Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah

14

Sedangkan bila dilihat dan gejala klinis gangguan vascular pada kaki diabetic, maka seperti gangguan vascular kronik lainnya mengikuti stadium dari Fontaine yaitu sebagai berikut : Tabel 3. Stadium dari Fontaine 3,5,17 Stadium I II IIa IIb III IV Gejala dan Tanda Klinis Gejala tidak spesifik seperti kesemutan , rasa berat Claudicatio intermitten yaitu sakit bila berjalan, hilang bila istirahat Bila keluhan sakit pada jarak jalan >200 m Bila keluhan sakit pada jarak jalan <200 m Rest pain : sakit meskipun waktu istirahat (malam hari) Ulkus / gangrene

Adapun perbedaan gambaran klinis antara iskemia dan neuropati pada kaki diabetes ; Tabel 4. Perbedaan klinis iskemia dan neuropati pada kaki diabetik 10 Iskemia Gejala Klaudikasio Nyeri saat istirahat Inspeksi Tergantung rubor Perubahan Tropik Neuropati Biasanya tidak nyeri Kadang nyeri neuropati Lenngkung tinggi Kuku-kuku jari kaki Tak ada perubahan tropik Palpasi Dingin Tak teraba nadi Ulserasi Nyeri Tumit dan jari kaki Hangat Nadi teraba Tak nyeri Plantar

15

D. Diagnosis Penegakan diagnosis ulkus diabetika ditegakkan berdasarkan : 1. Anamnesa8,13 Penderita diabetes melitus mempunyai keluhan klasik yaitu poliuri, polidipsi dan polifagi. Riwayat pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya ke dokter dan laboratorium menunjang penegakkan diagnosis. Adanya riwayat keluarga yang sakit seperti ini dapat ditemukan, dan memang penyakit ini cenderung herediter. Anamnesis juga harus dilakukan meliputi aktivitas harian, sepatu yang digunakan, pembentukan kalus, deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri tungkai saat beraktivitas atau istirahat, durasi menderita DM, penyakit komorbid, kebiasaan (merokok, alkohol), obat-obat yang sedang dikonsumsi, riwayat menderita ulkus/amputasi sebelumnya. Riwayat berobat yang tidak teratur mempengaruhi keadaan klinis dan prognosis seorang pasien, sebab walaupun penanganan telah baik namun terapi diabetesnya tidak teratur maka akan sia-sia Keluhan nyeri pada kaki dirasakan tidak secara langsung segera setelah trauma. Gangguan neuropati sensorik mengkaburkan gejala apabila luka atau ulkusnya masih ringan. Setelah luka bertambah luas dan dalam, rasa nyeri mulai dikeluhkan oleh penderita dan menyebabkan datang berobat ke dokter atau rumah sakit. Banyak dari seluruh penderita DM dengan komplikasi ulkus atau bentuk infeksi lainnya, memeriksakan diri sudah dalam keadaan lanjut, sehingga penatalaksanaannya lebih rumit dan prognosisnya lebih buruk ( contohnya amputasi atau sepsis ). 2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, seorang dokter akan menemukan ulkus ialah defek pada kulit sebagian atau seluruh lapisannya ( superfisial atau profunda ) yang bersifat kronik, terinfeksi dan dapat ditemukan nanah, jaringan nekrotik atau benda asing. Ulkus yang dangkal mempunyai dasar luka dermis atau lemak / jaringan subkutis saja. Ulkus yang profunda kedalamannya sampai otot bahkan tulang.Ulkus sering disertai hiperemi di sekitarnya yang menunjukkan proses radang. 13,14

16

Abses adalah kumpulan pus atau nanah dalam rongga yang sebelumnya tidak ada. Pada pemeriksaan fisik tampak kulit bengkak, teraba kistik dan fluktuatif. Abses yang letaknya sangat dalam secara fisik sulit untuk didiagnosis, kecuali nanah telah mencari jalan keluar dari sumbernya. 13,14,15 Flegmon atau selulitis mempunyai ciri klinis berupa udem kemerahan, non pitting edema, teraba lebih hangat dari kulit sekitar, tak ada fluktuasi dan nyeri tekan. Hal ini menandakan proses infeksi / radang telah mencapai jaringan lunak atau soft tissue. 13,15 Gangren merupakan jaringan yang mati karena tidak adanya perfusi darah. Klinis tampak warna hitam, bisa disertai cairan kecoklatan, bau busuk dan teraba dingin. Jika terdapat krepitasi di bawah kulit maka disebut dengan gas gangren. 12,
13, 15

Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan untuk mendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan ada tidaknya infeksi, menentukan hal yang melatarbelakangi terjadinya ulkus (neuropati, obstruksi vaskuler perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan melakukan pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/ tidaknya deformitas, adanya pulsasi arteri tungkai dan pedis. 13 Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau, bentuk dan lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan terapi. Pada ulkus yang dilatarbelakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura, kulit hangat, kalus, warna kulit normal dan lokasi biasanya di plantar tepatnya sekitar kaput metatarsal I-III, lesi sering berupa punch out. Sedangkan lesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan lokasi tersering adalah di jari. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak pus, eksudat, edema atau kalus. Kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril. Probe dapat membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan tendon, tulang atau sendi. Berdasarkan penelitian Reiber, lokasi ulkus tersering adalah di permukaan jari dorsal dan plantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit: 37%) dan daerah dorsum pedis (11%). 16,17

17

Sedangkan untuk menentukan faktor neuropati sebagai penyebab terjadinya ulkus dapat digunakan pemeriksaan refleks sendi kaki, pemeriksaan sensoris, pemeriksaan dengan garpu tala, atau dengan uji monofilamen. Uji monofilamen merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus karena telah mengalami gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan tidak normal apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon monofilamen. Bagian yang dilakukan pemeriksaan monofilamen adalah di sisi plantar (area metatarsal, tumit dan dan di antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal. 15,16 Gangguan saraf otonom menimbulkan tanda klinis keringnya kulit pada sela-sela jari dan cruris. Selain itu terdapat fisura dan kulit pecah-pecah, sehingga mudah terluka dan kemudian mengalami infeksi. 15,16 Pemeriksaan pulsasi merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan vaskuler pada penderita penyakit oklusi arteri pada ekstremitas bagian bawah. Pulsasi arteri femoralis, arteri poplitea, dorsalis pedis, tibialis posterior harus dinilai dan kekuatannya di kategorikan sebagai aneurisma, normal, lemah atau hilang. Pada umumnya jika pulsasi arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis teraba normal, perfusi pada level ini menggambarkan patensi aksial normal. Penderita dengan claudicatio intermitten mempunyai gangguan arteri femoralis superfisialis, dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada lipat paha namun tidak didapatkan pulsasi pada arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior. Penderita diabetik lebih sering didapatkan menderita gangguan infra popliteal dan karena itu meskipun teraba pulsasi pada arteri femoral dan poplitea tapi tidak didapatkan pulsasi distalnya. 15,16,17 3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk menegakkan diagnosis secara pasti adalah dengan melakukan pemeriksaan lengkap yakni pemeriksaan CBC (Complete Blood Count), pemeriksaan gula darah, fungsi ginjal, fungsi hepar, elektrolit. 11,13 Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan beberapa

pemeriksaan non invasif seperti; (ankle brachial index/ ABI) yang sudah

18

dijelaskan pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lainnya ialah transcutaneous oxygen tension (TcP02), USG color Doppler atau menggunakan pemeriksaan invasif seperti; digital subtraction angiography (DSA), magnetic resonance angiography (MRA) atau computed tomography angoigraphy (CTA). 11,15 Apabila diagnosis adanya penyakit obstruksi vaskuler perifer masih diragukan, atau apabila direncanakan akan dilakukan tindakan revaskularisasi maka pemeriksaan digital subtraction angiography, CTA atau MRA perlu dikerjakan. Gold standard untuk diagnosis dan evaluasi obstruksi vaskuler perifer adalah DSA. Pemeriksaan DSA perlu dilakukan bila intervensi endovascular menjadi pilihan terapi. 11, 12,13 Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk mengetahui ada tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak gambaran destruksi tulang dan osteolitik. 11,12

E. Manajemen Ulkus Diabetika Prinsip dasar yang baik pengelolaan terhadap ulkus diabetika adalah : 1,3,5,7,9,12,13 1. Evaluasi ulkus yang baik : keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran radiologi (benda asing, osteomielitis, adanya gas sub kutis), lokasi, biopsy vaskularisasi (non invasive). 2. Pengelolaan terhadap neuropati diabetik 3. Pengendalian keadaan metabolic sebaik-baiknya 4. Debridement luka yang adekuat, radikal 5. Biakan kuman (aerobik dan anaerobik) 6. Antibiotik oral-parental 7. Perawatan luka yang baik 8. Mengurangi edema 9. Non weight bearing (tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki khusus, total kontak casting) 10. Perbaikan sirkulasi, atau bedah vascular 11. Nutrisi 12. Rehabilitasi

19

1. Evaluasi a. Kedalaman Ulkus Pengobatan ulkus sangat dipengaruhi oleh derajad dan dalamnya ulkus. Hati-hati bila menjumpai ulkus yang nampaknya kecil dan dangkal, karena kadang - kadang hal tersebut hanya merupakan puncak dari gunung es, dan pada pemeriksaan yang seksama penetrasi itu mungkin sudah mencapai jaringan lebih dalam dan luas2,4,15.

b. Pemeriksaan X Foto Pemeriksaan X foto dimaksudkan untuk mengevaluasi apakah didapatkan benda asing, osteomielitis, gas subkutan, dan fraktur asimptomatik4. c. Lokasi Ulkus Apabila lokasi ulkus tidak umum untuk suatu ulkus diabetika sukar sembuh. Dengan pengelolaan yang adekuat. Dan pada anamnesis tidak diakibatkan oleh suatu trauma perlu dipertimbangkan untuk

melakukan pemeriksaan. biopsi. Hal ini untuk mengetahui kemungkinan terjadinya keganasan pada ulkus tersebut4,15. d. Evaluasi Vaskuler Untuk rencana pengelolaan lebih lanjut diperlukan evaluasi vaskuler kaki penderita, diusahakan pemeriksaan yang tidak invasif Salah satu diantaranya adalah membandingkan tekanan darah sistolik pergelangan kaki dengan tekanan darah sistolik lengan atas (AnkleBrachial pressure index), normalnya > 1,1 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Pressure index tersebut dapat dipakai untuk memperkirakan / meramalkan penyembuhan , suatu ulkus. Pada suatu penelitian, 87% penderita ulkus dengan pressure index lebih dari 0,6 dapat sembuh, sedangkan penderita dengan pressure index kurang dari 0,6 yang mengalami penyembuhan hanya 40 %. 20
7,8

Pengukuran tekanan oksigen transkutan dapat digunakan untuk menaksir keadaan mikrosirkulasi jaringan tcPO2 jaringan kaki adalah antara 45 -90 mmHg. 7,15.
7,15

. Normalnya,

2. Pengelolaan Terhadap Neuropati Diabetik Pengelolaan neuropati diabetik (ND) sampai saat ini masih sering menimbulkan frustasi, baik bagi para klinisi maupun penderita. Kegagalan pengobatan ini oleh karena patogenesis ND masih belum jelas dan tampaknya multi faktorial. Pada dasarnya pengelolaan ND dilakukan dengan mengontrol gula darah dan pemberian obat - obatan kausal dan simptomatik.6 a. Kontrol Gula Darah Pengobatan ND yang paling memberikan harapan adalah kontrol gula darah secara terus menerus . Suatu penelitian "multicenter randomized clinical trial" pada 1441 penderita tipe I selama 6,5 tahun menyimpulkan bahwa pengobatan DM yang intensif dapat menghambat progresitifitas neuropati sebesar 60% 6,8. b. Pengobatan Kausal 1) Aldose Reduktase Inhibitor (ARI). Pemberian ARI bertujuan untuk mengurangi

penumpukkan sorbitol di saraf perifer dan dengan demikian memperbaiki fungsi saraf perifer6,9. Dilaporkan pemberian sorbinil dengan dosis 25 mg/hari dapat menurunkan sorbitol saraf sampai 42% meningkatkan regenerasi serabut saraf sekitar 4 kali serta dapat memperbaiki fungsi saraf baik elektrofsiologis maupun klinis. Akan tetapi pemberian sorbinil telah dihentikan karena adanya laporan bahwa pemberian sorbinil dapat menimbulkan sindrom Steven Johnson. Suatu penelitian double blind randomized controlled pada 57 penderita selama 12 bulan memperlihatkan bahwa pemberian tolsetrat bermanfaat untuk mencegah ND . 21
10

200 mg / hari

2) Aminoguanidin Aminoguanidin adalah suatu senyawa yang secara farmakologik dapat menghambat pembentukan AGEs. Mekanisme penghambatannya melalui reaksi antara prekursot AGEs yaitu 3 deoxyglucosone dengan aminoauanidine membentuk 3-amino 5-triazines. Pada percobaan binatang, pemberian aminoguanidine dapat memperbaiki kecepatan hantaran saraf motoris maupun sensoris. Satu hal yang belum diketahui apakah senyawa ini dapat memberikan efek yang sama pada manusia6,9 .

3) Gangliosid Gangliosid adalah suatu kompleks glikolipid yang merupakan komponen intrinsik dari membran sel saraf. Pada suatu percobaan klinis manusia yang dilakukan secara doble blind versus placebo, nampak terdapat perbaikan dari parameter elektrofisiologis dan perbaikan gejala klinis. Suatu multicenter randomized WHO trial di empat negara juga menunjukkan pengaruh yang positif dari

ganglioside. Dosis yang dianjurkan adalah 40 mg / hari intra muskuler selama 8 minggu.(6,9) 4) Neurotropik Pemberian neurotropik (vitamin B1. B6 dan B12) untuk mengobati atau mengurangi gejala ND memberikan hasil yang berbeda-beda. Hal ini mungkin oleh karena tidak ada bukti yang nyata bahwa defisiensi vitamin B1, B6, B12 merupakan faktor penyebab terjadinya ND.(9,11) Bahkan seorang sarjana melaporkan bahwa pemberian Vitamin B6 dosis tinggi dapat menyebabkan neuropati sensori. Penelitian di RSUPN Cipto Mangunkusumo memperlihatkan bahwa pemberian metilcobalamin 500 mg diberikan intra muskuler tiga kali seminggu dapat memperbaiki parameter klinis neuropati sensorik pada peuderita DM dengan neuropati. (12)

22

c. Pengobatan Simptomatik Pada pengobatan ND biasanya yang kita obati adalah keluhannya terutama rasa nyeri atau rasa sakit yang sangat menganggu penderita Belum ada terapi yang spesifik untuk mengatasi masalah ini. Penggunaan obat amitriptilin dan flupenasin baik tunggal maupun kombinasi sudah lama dicoba untuk mengurangi rasa nyeri pada ND. Pemberian obat ini akan lebih baik hasilnva apabila nyeri disertai gejala depresi. Amitriptilin dapat diberikan dengan dosis 75 mg / hari dan flupenasin 1 - 3 mg / hari.17 Mexiletin merupakan derivat lianokain yang dapat diberikan secara peroral. mexiletin mempunyai sifat penghambatan saluran natrium sehingga terjadi hambatan aktivasi saraf. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg / kg BB / hari, sebaiknya dimulai dengan dosis kecil kemudian dinaikkan pelan - pelan untuk mengurangi efek samping yang mungkin timbul.Untuk rasa nyeri yang membandel dapat dicoba pemberian karbamazepin atau fenitoin. Obat ini diduga dapat menghambat aktivitas saraf tepi yang kuat dan iritatif.17

3. Kontrol Metabolik Istilah PVD mengacu pada penyempitan arteri besar oleh

aterosklerosis.. Hal ini sangat umum terjadi pada penderita DM. Terjadinya aterooklerosis adalah akibat defek metabolik dan defek fisik. Faktor resiko terjadinya aterosklerosis antara lain adalah hiperglikemia.

hiperinsulinemia, dislipidemia, hipertensi, obesitas,

hiperkoagulabilitas,

genetik, merokok. Semua faktor resiko yang dapat diobati seharusnya segera dikontrol dengan sebaik baiknya untuk menghambat proses terjadinva atheroklerosis lebih lanjut 14 .

23

Intervention
Defect of insulin secretion Insulin Insulin secretagogue Carbohydrate absorption Alpha-glucosidase inhibitor Glucose uptake by muscle and adipose tissue

Insulin Metformin Hepatic glucose production

HYPERGLYCEMIA

Thiazolidinedione Metformin Insulin

Gambar 8. Algoritma Intervensi Hiperglikemi Pada DM Tipe II

a. Insulin 1) Indikasi insulin:

24

1. Pada penderita DM tipe 1 2. Penderita DM tipe 2 yang tidak terkontrol diet, olah raga, OHO. 3. Penderita DM gestasional 4. Penderita Gangguan faal hati & ginjal yang berat. 5. Penderita dengan infeksi akut (selulitis, gangren), TBC berat, penyakit kritis (stroke/AMI) 6. Penderita dengan KAD/HONK 7. Penderita kurus (BB rendah), terkait malnutrisi (DMTM) 8. Penderita dengan penyakit Graves 9. Penderita dengan keganasan (tumor) 10. Penderita dengan pemberian kortikosteroid

2) Dosis Insulin Pertama kali diberikan dengan dosis yang kecil, biasanya dimulai insulin aksi pendek 3X2n/hari (n=angka ratusan KGD). Dinaikkan 2-4 unit setiap sekitar 3 hari bila KGD target belum tercapai. Dosis Insulin jangka menengah 75-80% jumlah insulin jangka pendek perhari, dapat diberikan 2 dosis pagi dan malam (dosis malam<pagi nocturnal cicardian). *Pada penurunan fungsi ekskresi hati dan ginjal dosis dikurangi karena dapat menyebabkan akumulasi jumlah insulin. 3) Tempat Penyuntikan Insulin Ideal untuk insulin aksi pendek atau campuran pagi hari: - Perut dibawah pusar Ideal untuk insulin aksi menengah, aksi panjang atau campuran malam hari: - Lengan atas bagian luar - Glutea - Paha atas bagian luar

25

* Sebaiknya berpindah tempat untuk mencegah insulin lipodistrofi atau jaringan sikatrik yang luas. Regio satu berpindah ke regio lain sekitar 2 minggu 4) Efek Samping Efek samping dari pemakaian insulin: Hipoglikemia Adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah < 50mg/dL disertai gejala neuroglikopenik atau autonomic. Hal ini merupakan komplikasi akut dari DM yang harus segera ditangani karena dapat mengakibatkan kematian. Hal ini dapat terjadi pada : pemakaian OHO (t.u.aksi jangka panjang), insulin, pemakaian bersama obat yang dapat memperkuat aksi insulin, olah raga berlebihan, puasa atau tidak mau makan, penurunan fungsi hati & ginjal, insulinoma. Tanda/gejala hipoglikemi spesifik : gemetar, keringat dingin, berdebar-debar, penglihatan kabur, kunang-kunang atau bahkan terasa terang sekali, rasa lapar. Sedangkan tanda hipoglikemi yang tidak spesifik : sakit kepala, kelemahan umum, gangguan koordinasi, sulit konsentrasi. Bila berat penurunan kesadaran sampai koma. Tatalaksana Hipoglikemi : o Pada kasus yang ringan pasien disuruh minum air gula atau makan (siap permen di saku) edukasi pasien penting sekali o Pada kasus berat diberikan 25 cc D40% pada pasien sadar dan 50 cc D40% pada pasien tak sadar dilanjutkan infus D10% dengan monitor KGD tiap 20 menit sampai KGD target tercapai monitor KGD tiap 3jam sampai 3xlama aksi obat o Dapat diberikan glukagon atau kortikosteroid (hormon kontra insulin) o Pada insulinoma reseksi pankreas Hipokalemia

26

Reaksi alergi/urtikaria (jarang pada insulin dengan kemurnian tinggi & Human insulin)

4.Debridement dan Pembalutan Pada dasarnya, terapi ulkus diabetika sama dengan terapi pada luka lain, yaitu mempersiapkan bed luka yang baik untuk menunjang tumbuhnya jaringan granulasi, sehingga proses penyembuhan luka dapat terjadi. Kita mengenalnya dengan istilah preparasi bed luka 5,7,9. Debridement merupakan tahapan yang penting dalam proses

penyembuhan luka. Buang jaringan mati, jaringan hyperkeratosis dan membuat drainase yang baik, dan jika diperlukan dilakukan secara berulang. Perlu disadari bahwa setelah tindakan ini, luka menjadi lebih besar dan berdarah. Harus diketahui bahwa tidak ada obat-obatan topikal yang dapat menggantikan debridement yang baik dengan teknik yang benar dan proses penyembuhan luka selalu dimulai dari jaringan yang bersih. Pada beberapa kondisi tidak memerlukan tindakan debridement seperti pada gangren yang kering, ulkus yang menyembuh dengan scar dan ulkus pada tungkai dengan sirkulasi yang buruk. 5,6,8 Proses debridement adalah proses usaha menghilangkan jaringan nekrotik atau jaringan nonvital dan jaringan yang sangat terkontaminasi dari bed luka dengan mempertahankan secara maksimal struktur anatomi yang penting seperti saraf, pembuluh darah, tendo dan tulang. Tujuan dasar dari debridement adalah mengurangi kontaminasi pada luka untuk mengontrol dan mencegah infeksi. Ada beberapa jenis debridement, yaitu: Autolytic debridement; Enzymayic

debridement;

Mechanical

debridement; biological debridement; surgical

debridement6,7,8. Kontrol bakteri adalah satu hal penting yang harus diperhatikan. Hasil eksperimen menunjukkan jumlah antara 105- 106 organisme/gram di bed luka akan mengganggu penyembuhan luka. Mengelola eksudat merupakan hal yang penting dalam pengelolaan luka. Cara terbaik untuk melihat bed luka yang tidak sembuh pada luka kronik adalah dengan menilai eksudat. Pengelolaan eksudat dapat dilakukan secara direct maupun indirect. Direct dilakukan dengan balut

27

tekan disertai highly absorbent dressing atau vacuum mechanical. Bisa juga dilakukan pencucian dan irigasi menggunakan NaCl 0,9% atau air steril. Indirect, prosedur ini ditujukan untuk mengurangi penyebab yang mendasari koloni bakteri yang ekstrim.(6,7) Sebelum tindakan bedah (debridement), kondisi yang harus diperhatikan adalah keadaan umum yang meliputi serum protein > 6,2 g/dl, serum albumin >3,5 g/dl, total limfosit >1500 sel/mm3. Pemeriksaan kultur diperlukan terutama pada ulkus yang dalam dan diambil dari jaringan yang dalam.Diperlukan debridement yang optimal sampai nampak jaringan yang sehat. dengan cara membuang semua jaringan nekrotik. Debridement yang tidak optimal akan menghambat penyembuhan ulkus15. Pada penanganan infeksi, debridement merupakan langkah awal yang sangat bermanfaat untuk mengurangi lama pemberian antibiotik dan mengurangi angka amputasi. Kultur sebaiknya dilakukan setelah atau sewaktu dilakukan debridement. Kultur yang didapat dari hapusan luka luar, sudah dibuktikan memiliki korelasi yang buruk dengan kuman pathogen sebenarnya8. Merendam luka tidak memberikan keuntungan walaupun secara. tradisionil masih sering dilakukan, bahkan dapat merugikan karena terjadinya maserasi dan infeksi sekunder. Selain itu karena kulit penderita tidak sensitif sering terjadi luka bakar akibat penderita bermaksud merendam lukanya dengan air hangat, ternyata yang digunakan adalah air panas. Penggunaan obat bakterisidal topikal seperti povidone iodine asam asetat, kalium permanganas hidrogen peroksida dan natrium hipokhlorit perlu dipertimbangkan keuntungannya. Walaupun bahan-bahan tersebut dapat membunuh bakteri yang ada di permukaan kulit tetapi bahan

tersebut juga bersifat sitotoksik terhadap jaringan granulasi sehingga menghambat penyembuhan luka. Kita juga harus hati-hati dalam penggunaan antibiotik topikal, dan biasanya hanya digunakan untuk ulkus yang dangkal dengan waktu penggunaan tidak boleh lebih dari 2 minggu.4,15 Banyak teknik dan macam jenis pembalutan yang digunakan saat

28

ini, tapi yang terpenting pembalutan ideal mempunyai karakteristik sebagai berikut : 5,6,8,9,10 Menjaga dan melindungi kelembaban jaringan. Merangsang penyembuhan luka. Melindungi dari suhu luar. Melindungi dari trauma mekanis. Tidak memerlukan penggantian sering. Aman digunakan, tidak toksik, tidak mensensitisasi dan hipoalergik. Bebas dari zat yang mengotori. Tidak melekat diluka. Mudah dibuka tanpa rasa nyeri dan merusak luka. Mempunyai daya serap terhadap eksudat. Mudah untuk melakukan monitor luka. Memudahkan pertukaran udara. Tidak tembus mikroorganisme. Nyaman untuk pasien. Mudah penggunaannya. Biaya terjangkau.

Perawatan luka dalam suasana lembab akan membantu penyembuhan luka dengan memberikan suasana yang dibutuhkan untuk pertahanan lokal oleh makrofag, akselerasi angiogenesis, dan mempercepat proses penyembuhan luka. Suasana lembab membuat suasana optimal untuk akselerasi penyembuhan dan memacu pertumbuhan jaringan. Kemampuan hidrokoloid secara signifikan lebih baik dari kasa NaCl 0,9%, dressing time rata-rata dan lama rata-rata perawatan ulkus relatif lebih sedikit.6,9,10

5. Biakan Ulkus Dalam menghadapi kasus kita haruslah berpegang bahwa tidak semua ulkus diabetika mengalami infeksi. Ulkus yang tidak ada tanda-tanda infeksi

29

tidaklah perlu dilakukan kultur 13,14. Kuman penyebab infeksi pada ulkus diabetika umumnya adalah : 3,7,9,10 a. Infeksi yang ringan : aerobic gram positif ( Staphylococcus aureus. Streptococcus) b. Pada infeksi yang dalam dan mengancam penyebab biasanya polimikrobial, terdiri dari Aerobic gram positif. Basil gram positif (E coli, Klebsiella sp, Proteus sp), anaerob ( Bacteriodes sp, Peptostreptcoccus sp). Untuk menentukan bakteri penyebab infeksi ulkus diabetika diperlukan kultur. Pengambilan bahan kultur dengan cara swab tidak dianjurkan. Hasil kultur akan lebih dipercaya apabila pengambilan bahan dengan cara curettage dari hasil ulkus setelah debridement.

6. Antibiotika Adapun prinsip-prinsip penggunaan antibiotik pada ulkus diabetik : 3,5,8,11,13 1. Pilihlah antibiotik yang paling potent terhadap bakteri - bakteri ditempat yang dicurigai sebagai lokasi (site infeksi). 2. Harus diketahui potensi antibiotik yang kita pilih terhadap bakteri -bakteri tertentu. Antibiotik yang mempunyai potensi balk, memungkinkan pemberian dosis yang kecil khususnya pada infeksi yang ringan sedang. 3. Spektrum antibiotik. Pada infeksi yang dalam dan mengancam jiwa biasanya penyebabnya polymicrobial. Sehingga gunakan antibiotik yang melawan aerob gram positif, aerob gram negatif, dan anaerob.

Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan difokuskan pada patogen Gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri Gram positif berbentuk coccus, Gram negatif berbentuk batang, dan bakteri

30

anaerob). Antibiotika harus bersifat broadspectrum dan diberikan secara injeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti: ampicillin/sulbactam,

ticarcillin/clavulanate, piperacillin/ tazobactam, Cefotaxime atau ceftazidime + clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi berat yang bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam + aztreonam, piperacillin/tazobactam +vancomycin, vancomycin + metronbidazole+ceftazidime, imipenem/cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin + metronidazole. Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih.(4,8,9,11) Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga harus dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteral selama beberapa minggu dan kemudain dievaluasi kembali melalui foto polos radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih, pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu.(4,8,9,11) 7. Perbaikan Sirkulasi Sirkulasi pada ulkus diabetika merupakan salah satu faktor yang penting untuk penyembuhan maka selain faktor vaskuler perlu dipertimbangkan
(15)

kemungkinan gangguan rheologi pada penderita tersebut. mempunyai kecenderungan untuk lebih

. Penderita

DM

mudah mengalami

koagulasi

dibandingkan yang bukan DM akibat adanya gangguan viskositas pada plasma, deformabilitas eritrosit, agregasi trombosit serta adanya peningkatan trogen dan faktor von Willbrands. Obat-obat yang mempunyai efek reologik bencyclame, pentoxyfilin dapat memperbaiki eritrosit disamping mengurangi agregasi eritrosit pada trombosit. Perubahan perubahan ini akan memperbaiki mikrosirkulasi dengan tentunya menambah oksigenisasi pada piringan yang sebelumnya oksigen. Perbaikan mikrosirkulasi kurang mendapat oksigenasi

bukan hanya memperbaiki

31

jaringan dapat kemungkinan juga mempertinggi efektifitas obat antibiotic , dengan demikian dapat mempercepat penyembuhan (20)

8. Non weight bearing Tindakan non wight bearing diperlukan pada penderita ulkus diabetika karena umunnya kaki penderita sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga apabila dipakai berjalan maka akan menyebabkan luka bertambah besar dan dalam, serta menyebabkan bakteri yang ada akan mengadakan penetrasi lebih dalam sehingga. menghambat penyembuhan.

Penggunaan tongkat penyangga ("crutches") dan atau kursi roda jarang mencapai non weight bearing total dan konsisten. Cara terbaik untuk mencapainya adalah mempergunakan gips (contact cast) (4, 15).

9. Nutrisi Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminenia akan sangat berpengaruh dalain proses penyembuhan. Perlu untuk monitor kadar Hb dan albumin darah minimal satu minggu sekali. Usahakan Hb di atas 12 gr / dl dan albumin darah > 3,5 gr / dl. Besi, vitamin B12, asam folat membantu sel darah merah membawa oksigen ke jaringan. Besi juga merupakan suatu kofaktor dakam sintesis kolagen, sedangkan vitamin C dan Zinc penting untuk perbaikan jaringan. Zinc juga berperan dalam respon imun. (4,15) Pengelolaan kaki diabetic berdasarkan kriteria Wagner. Tabel 5. Pengelolaan berdasarkan kriteria Wagner(1,5,7,10,15) Derajat 0 Sepatu yang layak Edukasi Perawatan Podiatrik paliatif Bedah profilaksis Prevensi Derajat I Infeksi : kultur permukaan ulkus dan antibiotik

32

Perawatan luka Evaluasi Radiologi Koreksi Stress Pembedahan Derajat II Terapi antibiotic Evaluasi dimensi luka Evaluasi radiology Pembedahan Derajat III Rawat Rumah Sakit untuk terapi antibiotik intravena Debribement agresif yang dalam untuk diagnosis osteomielitis Kontrol metabolik Bedah plastik menutup sebagaimana diperlukan Derajat IV Derajat V Amputasi lokal sesuai lokasi nekrosis dan vaskularitas Amputasi mayor dikehendaki

F. Faktor Risiko Ulkus Diabetika Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Lipsky dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk. terdiri atas : a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah : 1) Umur 60 tahun. 2) Lama DM 10 tahun. b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah : (termasuk kebiasaan dan gaya hidup) 1) Neuropati (sensorik, motorik, perifer). 2) Obesitas. 3) Hipertensi. 4) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol. 5) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.

33

6) Insusifiensi disebabkan :

Vaskuler

karena

adanya

Aterosklerosis

yang

a) Kolesterol Total tidak terkontrol. b) Kolesterol HDL tidak terkontrol. c) Trigliserida tidak terkontrol. 7) Kebiasaan merokok. 8) Ketidakpatuhan Diet DM. 9) Kurangnya aktivitas Fisik. 10) Pengobatan tidak teratur. 11) Perawatan kaki tidak teratur. 12) Penggunaan alas kaki tidak tepat13,14.

34

BAB III KESIMPULAN


A. Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik DM berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. B. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut Trias yaitu : neuropati, angiopati, dan infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal, tapi seringkali merupakan komplikasi angiopati maupun neuropati. C. Penegakan diagnosis dengan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. D. Prinsip dasar yang baik pengelolaan terhadap ulkus diabetika adalah : 1. Evaluasi ulkus yang baik : keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran radiologi (benda asing, osteomielitis, adanya gas sub kutis), lokasi, biopsy vaskularisasi (non invasive). 2. Pengelolaan terhadap neuropati diabetik 3. Pengendalian keadaan metabolic sebaik-baiknya 4. Debridement luka yang adekuat, radikal 5. Biakan kuman (aerobik dan anaerobik) 6. Antibiotik oral-parental 7. Perawatan luka yang baik 8. Mengurangi edema 9. Non weight bearing (tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki khusus, total kontak casting) 10. Perbaikan sirkulasi, atau bedah vascular 11. Nutrisi

35

DAFTAR PUSTAKA
1. Suyono S. Masalah Diabetes di Indonesia. Dalam : Noer, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi ketiga, Penerbit FK UI, Jakarta, 2006. Bustan MN. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Rineka Cipta, Jakarta,1999. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia, 2006. Hadisaputro S, Setyawan H. Epidemiologi dan Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Diabetes Mellitus tipe 2. Dalam : Darmono, dkk, editors. Naskah Lengkap Diabetes mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit dalam dalam rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, 2007. p.133-154. Soegondo S. Penatalaksanaan Pasien Diabetes Mellitus, Penerbit FK UI, Jakarta,1998. Darmono. Pola Hidup Sehat Penderita Diabetes Mellitus. Dalam : Darmono, dkk, editors. Naskah Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit dalam dalam rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang,2007. p.15-30. Peter J. Prevalence of Diabetes Worldwide, diakses tanggal 07 Juni 2007. http://www.who.int/entists/diabetes/facts/en. Dep.kes. RI. Diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan yang Serius, diakses tanggal 08 Agustus 2007. http://www.depkes.go.id/index.php. Tjokroprawiro A. Angiopati Diabetik : Makroangiopati-Mikroangipati. Dalam : Noer, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi ketiga, Penerbit FK UI, Jakarta,2006. Waspadji S. Komplikasi kronik Diabetes : Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi pengelolaan. Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi keempat, Penerbit FK UI, Jakarta, 2006. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi keempat, Penerbit FK UI, Jakarta 2006. Misnadiarly. Diabetes Mellitus : Ulcer, Infeksi, Ganggren. Penerbit Populer Obor, Jakarta, 2006.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

36

13.

Riyanto B. Infeksi pada Kaki Diabetik. Dalam : Darmono, dkk, editors. Naskah Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit dalam dalam rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, 2007. p.15-30. Scope Management of type 2 diabetes : prevention and management of Foot problems. Diabetes Care, Volume 25, June 2002;S 1085 - 1094. available at http://www.nice.org.uk/nicemedia/pdf/footcare_scope.pdf Abbott C A, Vileikyte L, Williamson S, Charrington A L, Boulton A J M, Multicenter Study of the Incidence of and Predictive Risk Factors for Diabetic available at http://clinicalevidence.com/ceweb/conditions/dia/0602/0602_I5.jsp Preventive Foot Care in People with Diabetes in American Diabetes Association. Clinical Practice Recommendation 2002. Diabetes Care, Volume 25, Suplemen 1, January 2003; page 78 - 79. Diabetes Foot Care. Last Up Date at June, 2002. Available from file //www.diabetes.org/ Eneroth M, Larson J Apelqvist J, Deep Foot Infections in Patients with Diabetes and Foot Ulcer An Entity with Different Characteristics, Treatments, and Prognosis.Journal of Diabetes and Its Complications 1999; 13; 254 263.. Diabetic Foot Care. Last Up Date : 2000. Available from file : A:Diabetic Foot Care-Diabetes.htm. Anonym. Kamus Saku Kedokteran Dorland. 2000, EGC : Jakarta

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

37

You might also like