You are on page 1of 15

CASE PRESENTATION

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

DisusunUntukMemenuhiSebagianSyaratMengikutiUjianKepaniteraanKlinik di BagianIlmuKesehatan THT RSUD PanembahanSenopatiBantul

Disusun oleh :

Karina S. Ked (20070310113)

Dokter Penguji : dr. I Wayan Marthana,M.Kes, Sp.THT

SMF ILMU KESEHATAN THT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL 2013

HALAMAN PENGESAHAN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Kesehatan THT RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh: Karina S. Ked 20070310113

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal Oleh :

February 2013

Dokter Penguji

dr. I WayanMarthana, M.Kes, Sp.THT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL SMF TELINGA HIDUNG TENGGOROK

Nama Mahasiswa NIM

: Karina S. Ked : 20070310100

Dokter Pembimbing : dr.I Wayan Marthana,M.Kes, Sp.THT

A. IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Tanggal Lahir Umur Alamat Pendidikan Pekerjaan Agama Bangsa Status Pernikahan Tanggal Masuk RS B. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan tanggal 16 february 2013 secara autoanamnesis dengan pasien a. Keluhan Utama Keluar cairan berbau dari telinga kanan. : Sdri. FR : Perempuan : 5 Juni 1979 : 33 Tahun : Jetis RT 85, Pendowoharjo, Sewon, Bantul : Tamat SMA : Guru renang : Islam : Indonesia : Menikah : 16 February 2013

b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poliklinik THT RS Panembahan Senopati Bantul dengan keluhan keluar cairan bening tidak berbau dari telinga kanan sejak kurang lebih 2 bulan ini. Sebelumnya pada 2 bulan lalu os kemasukkan air pada telinga kanannya, dan dibersihkan dengan cotton bath. Beberapa hari setelah dibersihkan itu, telinga kanan terasa sakit dan keluar cairan bening tanpa darah dan tidak berbau serta keluarnya teerus-terusan OS juga mengeluh telinga terasa berdenging. Pendengaran telinga

kanan dirasakan berkurang. Os belum pernah memeriksakan sakitnya ini ke dokter dan belum pernah mengkonsumsi obat apapun untuk sakitnya ini. dirasakan demam, pusing, batuk dan pilek. Tidak ada

c. Riwayat Penyakit Dahulu Os baru pertama kali merasakan gejala seperti ini. Os menyangkal mempunyai penyakit diabetes melitus, darah tinggi, asma, penyakit jantung, maag dan alergi

d. Riwayat Penyakit Keluarga Ayah, ibu dan saudara sekandung pasien tidak pernah mengalami sakit serupa.

e. Anamnesis Sestem Sistem serebrospinal Sistem respiratorius Sistem Kardiovaskuler Sistem gastrointestinal Sistem genitalia Sistem muskuloskeletal Sistem Integumentum : demam (-), mual (-), pusing (-) : sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-) : berdebar-debar (-) : tidak ada keluhan : tidak ada keluhan : tidak ada hambatan dalam bergerak : Akral teraba hangat

C. PEMERIKSAAN FISIK I. KEADAAN UMUM Keadaan Umum Kesadaran Tensi Nadi Suhu Pernapasan Berat badan Tinggi Badan : Baik : Compos mentis : 110/70 mmHg : 76x/menit : Afebris : 20x/menit : 55 kg : 156 cm

II. TELINGA Perforasi Subtotal Kanan Bentuk Daun Telinga Normal Deformitas (-) Radang, Tumor Discharge Tidak ada Normal Deformitas (-) Tidak ada

DBN Kiri

Bening, tanpa darah dan tidak berbau, keluar

terus-terusan. Nyeri Tekan Tragus Regio Mastoid Tidak ada Tidak ada ada kelaianan,

Tidak ada kelainan, nyeri Tidak tekan (-)

nyeri tekan (-)

Liang Telinga

CAE terdapat serumen, CAE lapang, serumen(-) lunak

Membran Timpani

MT subtotal perforasi, MT intak, hiperemis (-), hiperemis (+), edema (-), edema (-), refleks cahaya refleks cahaya (-) (+ ) jam 7

Valsava Test Toynbee Test

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

TES PENALA TEST Rinne Weber schwabach Penala yang dipakai KANAN Lateralisasi ke kanan Memanjang pada pasien 512 Hz Pasien = pemeriksa 512 Hz KIRI +

Kesan : Kesan adanya tuli konduktif pada telinga kanan Saran: Konfirmasi dengan hasil tes audiometri

III. HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Kesan: hidung tak ada keluhan, dalam batas normal Bentuk Tanda peradangan Vestibulum Cavum nasi Konka inferior Meatus nasi inferior Konka medius Meatus nasi medius Septum nasi Aliran udara : Normal, tidak ada deformitas : Hiperemis (-), Panas (-), Nyeri (-), Bengkak (-) : Hiperemis -/-, sekret -/: Lapang +/+, edema -/-, hiperemis -/: benjolan (-), sekret (-) : benjolan (-), sekret (-) : benjolan (-), sekret (-) : Sekret -/: Deviasi -/: Hambatan -/-

Daerah sinus frontalis : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-) Daerah sinus maksilaris : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)

IV. RHINOPHARYNX (RHINOSKOPI POSTERIOR) ---- Tidak dilakukan pemeriksaan

V. PEMERIKSAAN TRANSLUMINASI Kanan Sinus frontalis Sinus maksilaris Tidak dilakukan Tidak dilakukan Kiri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

VI. TENGGOROK PHARYNX Cavum Oris Uvula Arkus pharynx Tonsil : gigi lengkap, caries (-) radang ginggiva (-), mukosa mulut dalam

batas normal, papil lidah dalam batas normal : letak di tengah, hiperemis (-) Dinding pharynx : merah muda, hiperemis (-), granular (-) : simetris, hiperemis (-), edema (-) :

- T1-T1 - hiperemis -/- permukaan mukosa rata/ granular -/- Kripta melebar -/- Detritus -/LARING (Laringoskopi) --- tidak dilakukan VII. LEHER Kelenjar limfe submandibula Kelenjar limfe servikal D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Saran Pemeriksaan: Rontgen mastoid : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar

E. DIAGNOSIS Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) Benigna AD

F TERAPI 1. Edukasi : a. Untuk jangan mengorek telinga

b. Air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi c. Dilarang berenang d. Segera berobat bila menderita infeksi saluran napas.

2. Medikamentosa a. Pemberian antibiotik topikal ; Kloramfenikol 3x 2 tetes dalam sehari b. Kortikosteroid : Metilprednisolon , 0,7mg/kgBB/hr, 3 x 4mg .

G. PROGNOSIS Que ad vitam Que ad sanam Que ad fungsionam : : : Dubia at bonam Dubia ad bonam Dubia ad malam

TUGAS THT

1. Mekanisme air masuk telinga dan menyebabkan infeksi Air yang masuk ke telinga dan tidak dibersihkan bisa menyebabkan masalah. Jika saluran telinga basah, maka perlindungan pada saluran telinga akan hilang dan berisiko mengalami infeksi. Telinga mengandung zat lilin yang berfungsi untuk menjaga kelembaban agar bakteri baik dapat berkembang biak pada lapisan kulit di telinga. Selain itu, lapisan lilin ini juga berfungsi sebagai pelindung terhadap serangga atau benda asing yang masuk. Air dan lapisan lilin ini tidak bisa bercampur. Ketika orang berenang, maka air akan masuk dan mencuci lapisan ini. Bila orang berenang untuk jangka waktu lama, maka air benar-benar bisa membersihkan lapisan ini dan membuat telinga tanpa pelindung. Tanpa lapisan lilin ini, air dapat tetap berada di dalam saluran telinga dan membuat kulit menjadi Lembab. Karena saluran telinga adalah ruang yang tertutup, air tidak menguap secara normal dan tetap berada pada saluran telinga yang lembab. Bila air dibiarkan berlama-lama di dalam saluran telinga, hal ini akan menciptakan lingkungan yang sempurna bagi berbagai infeksi organisme, karena infeksi organisme seperti jamur dan bakteri sangat suka tempat hangat, gelap dan tempattempat yang basah. Hal ini biasanya menyakitkan, terutama ketika Anda tarik bagian luar telinga. Ini juga bisa menyebabkan cairan kuning telinga menjadi busuk.

2. Macam bakteri yang menyebabkan infeksi Berikut beberapa contoh bakteri gram positif: Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, dan Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae. Masa inkubasi sekitar 3-21 hari. Berikut beberapa contoh bakteri gram negatif : Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, M. Catarrhalis, P. mirabilis, P. morganii, P. vulgaris Masa inkubasi sekitar 2- 10 hari.

3. Pemeriksaan Penunjang Rontgen Mastoid pada OMSK Radiogram konvensional pada tulang temporal khususnya bermanfaat untuk mempelajari mastoid, telinga tengah, labiri dan analis akustikus internus. Posisi yang seringkali dgunakan adalah posisi Law, Schuller, Mayer, Owens, Towne, dan Stenvers.

Posisi Law bernilai dalam evaluasi mastoiditis akut. Posisi ini hampir mirip posisi lateral. Bahkan hingga kini posisi ini masih bisa diminta sebelum dilakukan pembedahan mastoid untuk menentukan letak patokan patokan utama seperti tegmen mastoid dan sinus sigmoideus, dan juga untuk menentukan ukuran mastoid secara keseluruhan. Posisi Schuller tidak saja memperlihatkan struktur struktur seperti yang terlihat pada posisi Law, tapi juga memungkinkan visualisasi atik atau epitimpanum. Dengan kepala membentuk sudut 45o, maka akan didapatkan posisi Mayer. Posisi ini memperlihatkan daerah antrum dan kaput maleus, dapat pula terlihat inkus dan daerah epitimpanum. Posisi Owens serupa dengan modifikasi posisi Mayer, namun angulasi berkas sinar yang lebih terbatas memberikan visualisas yang lebih baik dari osikula dan resesus epitimpanikus disebabkan struktur struktur tersebu kini terlihat di atas rabung petrosus. Modifikasi lain dari posis oblik dikenal sebagai proyeksi Chausse III, yang memberikan informasi tambahan mengenai struktur struktur telinga tengah. Posisi Stenvers memperlihatkan sumbu panjang piramid petrosus dengan kanalis akustikus internus, labirin, dan antrum. Posisi Towne memperlihatkan kedua piramid petrosus melalui orbita, sehingga memunkinkan perbandingan kedua piramid petrosus dan kanalis akustikus internus pada film yang sama. Derajat perkembangan sel mastoid dijelaskan secara radiografik sebagai pneumatik, diploik, sklerotik, dan tidak berkembang. Gambaran perkembangan mastoid yang diterima secara umum adalah sebagai berikut: Bila pneumatisasi mastoid normal terjadi tanpa adanya hambatan akibat infeksi berulang di masa kanak kanak maupun anomali perkembangan lainnya, maka rongga rongga udara mastoid yangterbentuk sempurna tersebut dikenal sebagi tpe pneumatik. Bila penumatisasi mastoid terganggu oleh proses proses infeksi, maka mungkin hanya terdapat beberapa kelompok sel sel yag besar. Gambaran seperti ini dikenal sebagai tipe diploik. Sejumlah kecil pasien memiliki tulang yang padat di daerah mastoid. Hal ini mungkin disebabkan aktivitas osteoblas yang dirangsang oleh infeksi kronik atau berulang. Tipe ini dikenal sebagai mastoid sklerotik. Pada tipe ini sering timbul kolesteatom. Salah satu komplikasi dari OMSK adalah mastoiditis. Terbagi menjadi 2 jenis, akut dan kronis. Gambaran dini mastoiditis akut adalah perselubungan ruang telinga tengah dan sel udara mastoid. Bila proses inflamasi terus berlanjut akan terjadi perselubungan

yang difus pada kedua daerah tersebut. Pada masa permulaan infeksi biasanya struktur trabekula dan sel udara mastoid masih utuh, tapi kadang kadang dengan adanya edema mukosa dan penumpukan cairan seropurulen, maka terjadi kekaburan penampakan trabekulasi sel udara mastoid. Bersama dengan progresifitas infeksi, maka akan terjadi demineralisasi diikuti dengan destruksi trabekula dimana pada proses mastoiditis yang hebat akan terjadi penyebaran ke arah posterior menyebabkan tromboflebitis ke arah posterior. Gambaran radiologik pada mastoiditis kronik terdiri atas perselubungan yang tidak homogen pada daerah antrum mastoid dan sel udara mastoid, serta perubahan yang bervariasi pada struktur trabekulasi mastoid. Proses inflamasi pada mastoid akan menyebabkan penebalan struktur trabekulasi diikuti demineralisasi.

4. Fungsi perhidrol Pada perforasi membran timpani diberikan perhidrol 3 % 3-5hari sebagai antiseptik dan apabila digabungkan dengan antibiotik yang adekuat selama 3 minggu maka diharapkan skret akan hilang dan perforasi menutup dengan sendirinya. Untuk membersihkan penumpukan serumen dapat juga dengan meneteskan terlebih dahulu cairan perhidrol (H202 3%) atau fenolgliserin ke dalam liang telinga, tunggu beberapa saat kemudian dibersihkan dengan alat pembersih telinga yang ujungnya lunak. Perhidrol / H2O2 ini akan di pecah menjadi H2O dan O2.

5. Macam-macam deviasi septum Kelainan Pada Bentuk Hidung - Deviasi Septum merupakan bentuk septum yang tidak lurus di tengah sehingga membentuk deviasi ke salah satu rongga hidung atau kedua rongga hidung yang dapat menyebabkan penyempitan pada rongga hidung.

Kelainan pada bentuk hidung ini biasanya disebabkan oleh trauma. Trauma bisa terjadi pada saat lahir. Penyebab lainnya bisa juga karena cedera. Seperti pernah terjadi kecelakaan, olahraga berat yang melibatkan bagian wajah. Ada beberapa bentuk kelainan septum : Bentuk C atau S, disebut dislokasi dimana bagian bawah tulang rawan septum keluar dari kista maksila dan masuk ke dalam rongga hidung. Krista, yaitu adanya penonjolan tulang rawan septum yang memanjang dari depan ke belakang. Spina, yaitu penonjolan tulang rawan septum dengan bentuk sangat runcing serta pipih. Sineka, yaitu bertemunya krista septum dan melekat dengan konka dihadapannya.

6. Pengukuran sumbatan hidung o Spatula lidah Spatula lidah merupakan alat yang paling sederhana yang bisa dipakai untuk mengukur sumbatan hidung. Ketika tidak ada alat lain yang tersedia maka alat ini bisa digunakan. Dengan meletekkan spatula di depan hidung dan meminta pasien untuk bernafas biasa dan menutup mulut, maka dapat dilihat salah satu lubang hidung tersumbat dibandingkan yang lainnya.

o Peak nasal inspiratory flow meter (PNIF) Pada tahun 1980, Youlten memperkenalkan alat ini yang kemudian di modifikasi oleh wright dengan menambahkan sungkup hidung pada alat ini. Penggunaan PNIF relatif mudah, bisa diulang bila diperlukan, alatnya mudah dibawa karena berukuran kecil dan mempunyai harga yang murah Diperlukan penjelasan penggunaan alat ini pada pasien untuk menggunakannya. Alat ini digunakan dengan meletakan face

mask menutupi hidung dan mulut. Udara inspirasi di hembuskan melalui hidung dengan memastikan mulut tertutup. Nilai peak nasal inspiratory flow akan menurun pada penyakit saluran nafas bawah seperti asma dan penyakit paru obstruksi kronis.

o Aliran puncak ekspirasi nasal Tes ini dahulu telah pernah dilakukan, tetapi sekarang jarang dilakukan karena dapat membuat pasien tidak nyaman pada tuba eustachius dan menghasilkan sekret atau mukus pada sungkup wajah. o Rhinomanometri Rhinimanometri digunakan untuk mengukur hambatan aliran udara nasal dengan pengukuran kuantitatif pada aliran dan tekanan udara nasal. Tes ini berdasarkan prinsip bahwa aliran udara melalui suatu tabung hanya bila terdapat perbedaan tekanan yang melewatinya. Perbedaan ini dibentuk dari usaha respirasi yang mengubah tekanan ruang posterior nasal relatif terhadap atmosfir eksternal dan menghasilkan aliran udara masuk dan keluar hidung. Pada tahun 1984, the European Committee for Standardization of Rhinomanometry menetapkan rumus aliran udara nasal : R = P:V pada tekanan 150P. R = Tahanan terhadap aliran udara (Pa/cm/det) P = Tekanan transnasal (Pa atau CmH2O) V = Aliran udara (Lt/det atau CmH20) Dengan adanya standarisasi ini diharapkan memberikan perbandingan hasil dan perbandingan rentang normal. Rhinomanometri dapat dilakukan secara

aktif atau pasif dan dengan pendekatan anterior atau posterior. Rhinomanometri anterior aktif lebih sering digunakan dan lebih fisiologis. Tekanan dinilai pada satu lubang hidung dengan satu kateter yang dihubungkan dengan pita perekat, sementara aliran udara diukur melalui lubang hidung lain yang terbuka.

Sungkup wajah yang transparan di pasang menutupi hidung. Alat ini dihubungkan dengan suatu pneumotokografi, amplifier dan perekam. Hasil ini ditampilkan secara grafik sebagai kurva S dimana masing-masing lobang hidung dilakukan lima kali pemeriksaan. Kemudian diambil nilai rata-rata lima kali pemeriksaan. Sebelum diperiksa, pasien harus relaksasi selama 30 menit pada suhu kamar yang tetap. Mesin membutuhkan 30 menit untuk penghangatan dan membutuhkan kalibrasi teratur. Rhinomanometri relatif menghabiskan waktu dan hasil dapat bervariasi sampai 20-25% dengan waktu yang dibutuhkan mencapai 15 menit. Rhinomanometri tidak bisa digunakan jika terjadi sumbatan hidung yang berat atau ketika terdapat perforasi septum. Alat ini juga tidak dapat menilai lokasi obstruksi. Pada rhinomanometri posterior aktif, kateter dimasukkan melalui mulut dengan bibir ditutup agar dapat mengukur tekanan faring. Aliran melalui kedua kavum nasi diukur secara bersamaan. Digunakan sungkup hidung transparan yang sama dengan rhinomanometri anterior. Teknik ini kurang invasif dan cendrung mendistorsi rongga hidung. Namun satu dari empat pasien tidak dapat merelaksasi palatum mole dan sebagian pasien tidak memungkinkan untuk memasukkan pipa. Hasil bervariasi dalam beberapa menit, biasanya antara 15% sampai 20% o Rhinometri akustik Rhinometri akustik ini memberikan nada suara yang dapat didengar (150-10000 hz) yang dihasilkan oleh klik elektronik dan dibangkitkan oleh tabung suara.22 Alat

ini dimasukan ke hidung dan aliran udara hidung direfleksikan oleh perubahan lokal pada akuistik impedansi. Bunyi yang direfleksikan ditangkap oleh mikrofon, diteruskan ke komputer dan dianalisa

You might also like