You are on page 1of 6

BAB I PENDAHULUAN A.

Konsep Dasar Penyakit Meningitis


A. Anatomi Fisiologi Otak

Suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh. Jaringan otak dibungkus oleh selaput otak dan tulang tengkorak yang kuat yaitu terletak dalam karvun kranii. Berat otak orang dewasa kira-kira 1400 gram. Jaringan otak dibungkus oleh tiga selaput otak (meninges) yang dilindungi oleh tulang tengkorak dan mengapung dalam suatu cairan yang berfungsi menunjang otak yang lembek dan halus dab sebagai penyerap goncangan akibat pukulan dari luar terhadap kepala. Otak terdiri atas otak besar atau serebrum (cerebrum), otak kecil atau serebelum (cerebellum) dan batang otak (trunkus serebri) (Syaifuddin, 2009). Selaput Otak (Meninges) Selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang yang berfungsi melindungi struktur saraf yang halus, membawa pembuluh darah dan cairan sekresi serebrospinalis (cerebrospinal), serta memperkecil benturan atau getaran pada otak dan sumsum tulang belakang. Selaput otak (meninges) terdiri atas 3 lapisan: 1. Duramater : selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat, pada bagian tengkorak terdiri atas selaput (periost) tulang tengkorak dan duramater propia bagian dalam. Fungsinya mengalirkan darah dari vena otak. 2. Arakhnoidea (Arachnoidea); selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral, otak, dan medula spinalis. 3. Piamater : merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak. B. Pengertian Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).

Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996). Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001). C. Penyebab 1. Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa 2. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia 3. Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita 4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan 5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin. 6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan.

D. Patofisiologi

E. Manifestasi Klinik Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK : 1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering) 2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma. 3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb: a) Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. b) Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna. c) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan. 4.Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.

5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran. 6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal 7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata F. Pemeriksaan Diagnostik 1. Analisis CSS dari fungsi lumbal : a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri. b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus 2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis ) 3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri ) 4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri ) 5. Elektrolit darah : Abnormal . 6. ESR/LED : meningkat pada meningitis 7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi 8. MRI/CT scan : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor. 9. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial. G. Komplikasi Komplikasi yang bisa terjadi adalah ; 1) Gangguan pembekuan darah 2) Syok septic 3) Demam yang memanjang H. Penatalaksanaan Keperawatan Adapun penatalaksanaan keperawatan menurut Brunner & suddath yaitu; 1. Pada semua tipe meningitis, status klinis pasien dan tanda-tanda vital dikaji terus menerus sesuai perubahan kesadaran yang dapat menimbulkan obstruksi jalan napas. Penemuan gas darah arteri, pemasangan selang endotrake (trakeostomi) dan penggunaan ventilasi mekanik. 2. Pantau tekanan arteri untuk mengkaji syok, yang mendahului gagal jantung dan pernapasan. Catat adanya vasokontriksi, sianosis yang menyebar, dan ekstremitas dingin. Demam yang tinggi diturunkan untuk menurunkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen otak.

3. Penggantian cairan intravena dapat diberikan, tetapi perawatan tidak dilakukan untuk melebihi hidrasi pasien karena risiko edema sereberal. 4. Berat badan, elektrolit serum, volume dan berat jenis urine, dan osmolalitas urine dipantau secara ketat, dan khusunya bila dicurigai hormon sekresi antidiuretik yng tidak tepat (ADH). 5. Penatalaksanaan keperawatan berkelanjutan memerlukan pengkajian yang terus menerus terhadap status klinis klien, pengkajian pada TTV (Tanda-Tanda Vital), Perhatikan terhadap kebersihan kulit dan mulut, serta peningkatan dan perlindungan selama kejang saat koma. 6. Rabas dari hidung dan mulut dipertimbangkan infeksius. Isolasi pernapasan dianjurkan sampai 24 jam setelah mulainya terapi antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E, dkk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC. Harsono.(1996).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC. Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994. Long, Barbara C. perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan; 1996.

You might also like