You are on page 1of 14

HEMODIALISIS Hemodialisis (cuci darah) adalah sebuah terapi .

Kata ini berasal dari kata haemo yang berarti darah dan dialisis yang berarti dipisahkan. Hemodialisis merupakan salah satu dari Terapi Penggganti Ginjal, yang digunakan pada penderita dengan penurunan fungsi gingjal, baik akut maupun kronik. Perinsip dasar dari Hemodialisis adalah dengan menerapkan proses dufusi dan ultrafiltrasi pada ginjal buatan, dalam membuang sisa-sisa metabolisme tubuh. Hemodialisis dapat dikerjakan untuk sementara waktu (misalnya pada Gagal Ginjal Akut) atau dapat pula untuk seumur hidup (misalnya pada Gagal Ginjal Kronik). Pada dasarnya untuk dapat dilakukan Hemodialisa memerlukan alat yang disebut ginjal buatan (dialiser), dialisat dan sirkuit darah. Selain itu juga diperlukan akses vaskuler. Setiap orang umumnya mempunyai sepasang ginjal, kiri dan kanan. Bentuknya seperti kacang polong dengan ukuran panjang sekitar 10 cm, lebar 5,5 cm, tebal 3 cm, dengan berat sekitar 150 gr (Wikipedia,2007).

Ginjal mempunyai fungsi utama sebagai penyaring darah kotor, yaitu darah yang telah tercampur dengan sisa metabolisme tubuh. Sisa hasil metabolisme antara lain ureum, asam urat, dll. Hasil saringan kemudian akan dikeluarkan dalam bentuk air seni, sedangkan darah yang telah bersih

dikembalikan ke pembuluh darah besar untuk beredar kembali ke seluruh tubuh. Dalam sehari ginjal harus menyaring sekitar 170 liter darah. Jika terjadi kerusakan ginjal, sampah metabolisme dan air tidak dapat lagi dikeluarkan. Dalam kadar tertentu, sampah tersebut dapat meracuni tubuh, kemudian menimbulkan kerusakan jaringan bahkan kematian. Untuk mengatasi keadaan ini dibutuhkan hemodialisis, yaitu proses penyaringan darah dengan menggunakan mesin. Pada proses hemodialisis, darah dari pembuluhnya disalurkan melalui selang kecil ke mesin yang disebut dializer. Setelah itu, darah yang telah bersih dikembalikan ke tubuh. Di dalam dializer, darah akan melewati membran yang berfungsi sebagai saringan. Sampah hasil penyaringan akan dimasukkan ke dalam cairan yang disebut larutan dialisat. Selanjutnya, dialisat yang telah tercampur dengan sampah hasil penyaringan akan dipompa keluar, kemudian diganti dengan larutan dialisat yang baru (Nephrology Channel, 2001). Walaupun hemodialisis berfungsi mirip dengan cara kerja ginjal, tindakan ini hanya mampu menggantikan sekitar 10% kapasitas ginjal normal. Selain itu, hemodialisis bukannya tanpa efek samping. Beberapa efek samping hemodialisis antara lain tekanan darah rendah, anemia, kram otot, detak jantung tak teratur, mual, muntah, sakit kepala, infeksi, pembekuan darah (trombus), dan udara dalam pembuluh darah (emboli) (Haven,2005). Pada gagal ginjal kronik, hemodialisis biasanya dilakukan 3 kali seminggu. Satu sesi hemodialisis memakan waktu sekitar 3 sampai 5 jam. Selama ginjal tidak berfungsi, selama itu pula hemodialisis harus dilakukan, kecuali ginjal yang rusak diganti ginjal yang baru dari donor. Tetapi, proses pencangkokan ginjal sangat rumit dan membutuhkan biaya besar. Jika dengan suatu sebab, ginjal tidak dapat berfungsi (peritoneal dan hemodialisis) serta maka harus dicarikan suatu terapi transplantasi ginjal.

pengganti, artinya menggantikan pekerjaan ginjal yang tidak berfungsi lagi, yaitu berupa dialisis

Dialisis

peritoneal

Pada anak lebih sering dipakai dialisis peritoneal.Peritoneum digunakan sebagai sebagai alat filtrasi pengganti glomerulus oleh karena peritoneum mengandung kapiler dalam jumlah yang

sangat

besar dan berhubungan langsung dengan ronggga peritoneum. Hubungan ini dengan kapiler-kapiler darah yang mengandung zat-zat toksik.

memungkinkan terjadinya pertukaran antara cairan dialisat yang dimasukkan ke dalam rongga peritoneum

Dikenal 2 bentuk dialisis peritoneal yaitu dialisis peritoneal klasik dan dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan. Dialisis peritoneal klasik dilakukan dengan memakai kateter yang selalu harus diganti, sedangkan dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan menggunakan kateter yang terpasang tetap dalam rongga abdomen tanpa harus selalu mengganti kateter seperti cara dialisis peritoneal sebelumnya. Dialisis yang dilakukan bersifat sementara dan merupakan pengobatan peralihan untuk menuju transplantasi ginjal, yang dilakukan bila keadaan dan fasilitas memungkinkan.

Hemodialisis

Hemodialisis berarti suatu proses pemisahan zat-zat tertentu (zat-zat toksin) dari darah melalui suatu selaput semipermeable yang terdapat dalam ginjal buatan yang disebut dialyzer dan selanjutnya dibuang melalui suatu cairan yang disebut dialisat. Selama hemodialisis darah penderita mengalir dari tubuh ke dalam dialiser (ginjal buatan, berupa tabung atau lempeng terdiri dari kompartemen darah dan dialisat yang dibatasi oleh selapt permeable) kembali ke tubuh melalui akses vena.

Dialisis peritoneal lebih sering dipakai dibanding hemodialisis oleh karena lebih dilaksanakan dan lebih murah dibanding hemodialisis.

Transplantasi

ginjal

Transplantasi ginjal berarti ginjal dipindahkan dari donor ke resipien. Umumnya pada anak, dimana ginjal baru diletakkan pada fossa iliaka. Transplantasi ginjal merupakan pilihan ideal untuk pengobatan gagal ginjal terminal. Organ ginjal yang ditransplantasikan dapat berasal dari donor jenazah ( cadaveric donor) atau dari donor hidup (living donor).

DiIndonesia transplantasi ginjal pertama dilaksanakan pada tahun 1977 oleh dr. Sidabutar dkk. Umur termuda yang pernah mengalami transplantasi ginjal di Indonesia ialah umur 14 tahun. Di negara maju, transplantasi ginjal pada anak dapat dilakukan sejak neonatus sampai umur 20 tahun. Ketahanan ginjal donor hidup (living donor grafts) adalah 87 % untuk 1 tahun pertama dan 68 % untuk 5 tahun pertama. Sedangkan untuk donor cadaver (cadaveric grafts) masing 72 % dan 50 %.

Referensi

1. Nephrology Channel (2001) : Renal Replacement Therapy. www.nephrologychannel.com 2. Haven L (2005) : Hemodialysis. Yahoo! Health.

3. Wikipedia (2007) : Kidney. en.wikipedia.org

Kesehatan
Referensi Kesehatan berkaitan dengan penyakit
MINGGU, 26 FEBRUARI 2012

peritoneal Dialisa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan berfungsi untuk membuang sampah metabolisme dan racun tubuh dalam bentuk urin / air seni, yang kemudian dikeluarkan dari tubuh. Ginjal-ginjal mempunyai kemampuan untuk memonitor jumlah cairan tubuh, konsentrasikonsentrasi dari elektrolit-elektrolit seperti sodium dan potassium, dan keseimbangan asam-basa dari tubuh. Ketika ginjal mengalami gangguan dan tidak dapat menjalankanfungsinya maka kan mengakibatkan komplikasi yang sistemik. Maka diperlukan adanya pencucian ( dialisa ) untuk mengurangi komplikasi yang lebih lanjut. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan asuhan Keperawatan Medikal Bedah khususnya Sistem Perkemihan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan 2. Tujuan Khusus a) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan b) Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan. c) Mahasiswa mampu memprioritaskan masalah keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan. d) Mahasiswa mampu melakukan intervensi keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan.

e) Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan. f) Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pasien dengan gangguan sistem perkemihan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Peritoneal Dialisis Peritoneal dialisis suatu metode pencucian darah dengan mengunakan peritoneum (selaput yang melapisi perut dan pembungkus organ perut). Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu sehingga limbah metabolik dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan, dibuang, dan diganti dengan cairan yang baru. Peritoneum berfungsi sebagai membran semipermiabel yang memungkinkan transfer sisa nitrogen/toksin dan cairan dari darah ke dalam cairan dialisat. Dialisis Peritoneal dipilih karena menggunakan teknik yang lebih sederhana dan memberikan perubahan fisiologis lebih bertahap daripada hemodialis A. Etiologi

B. Penatalaksanaan Cairan dialysis 2 L dimasukkan dalam rongga peritoneum melalui catheter tunchoff, didiamkan untuk waktu tertentu (6 8 jam) dan peritoneum bekerja sebagai membrane semi permeable untuk mengambil sisa-sisa metabolisme dan kelebihan air dari darah. Osmosis, difusi dan konveksi akan terjadi dalam rongga peritoneum. Setelah dwell time selesai cairan akan dikeluarkan dari rongga peritoneum melalui catheter yang sama, proses ini berlangsung 3 4 kali dalam sehari selama 7 hari dalam seminggu. Sebelum melakukan Dialisis peritoneal, perlu dibuat akses sebagai tempat keluar masuknya cairan dialisat (cairan khusus untuk dialisis) dari dan ke dalam rongga perut (peritoneum). Akses ini berupa kateter yang ditanam di dalam rongga perut dengan pembedahan. Posisi kateter yaitu sedikit di bawah pusar. Lokasi dimana sebagian kateter muncul dari dalam perut disebut exit site. C. Patofisiologi Difusi a. Membrane peritoneum menyaring solute dan air dari darah ke rongga peritoneum dan sebaliknya melalui difusi. b. Difusi adalah proses perpindahan solute dari daerah yang berkonsentrasi tinggi ke daerah yang berkonsentrasi rendah, dimana proses ini berlangsung ketika cairan dialisat dimasukkan ke dalam rongga peritoneum.

c. Konsentrasi cairan CAPD lebih rendah dari plasma darah, karena cairan plasma banyak mengandung toksin uremik. Toksin uremik berpindah dari plasma ke cairan CAPD. Osmosis a. Adalah perpindahan air melewati membrane semi permeable dari daerah solute yang berkonsentrasi rendah (kadar air tinggi) ke daerah solute berkonsentrasi tinggi (kadar air rendah). Osmosis dipengaruhi oleh tekanan osmotic dan hidrostatik antara darah dan cairan dialisat. b. Osmosis pada peritoneum terjadi karena glukosa pada cairan CAPD menyebabkan tekanan osmotic cairan CAPD lebih tinggi (hipertonik) dibanding plasma, sehingga air c. Kandungan glucose yang lebih tinggi akan mengambil air lebih banyak. Cairan melewati membrane lebih cepat dari pada solute. Untuk itu diperlukan dwell time yang lebih panjang untuk menarik solute. d. Untuk membantu mengeluarkan kelebihan air dalam darah, maka cairan dialisat menyediakan beberapa jenis konsentrasi yang berbeda : Baxter : 1,5%, 2,5%, 4,25% Frescenius : 1,3%, 2,3%, 4,25% H. Faktor yang Mempengaruhi Proses Dialisis a)Tekanan osmotik b) Konsentrasi zat terlarut antara cairan CAPD dengan plasma darah dalam pembuluh kapiler. c)Pada saat cairan dialisat dimasukkan dalam peritoneum, air akan diultrafiltrasi plasma ke dialisat, sehingga meningkatkan volume cairan intra peritoneal. Peningkatan volume cairan intraperitoneal berbanding lurus dengan konsentrasi glukosa dari cairan dialisat. d) Kecepatan transport air dan zat terlarut dapat diestimasi secara periodic melalui PET test (Peritoneal Equilibrum Test). e)Standar konsentrasi elektrolit cairan CAPD: 1. Na 2. Cl 3. Mg 4. K I. (132 meq /lt) ( 102 meq /lt) (0,5 meq /lt) (0 meq /lt) 1. Dapat dilakukan sendiri di rumah atau tempat kerja 2. Pasien menjadi mandiri (independen), meningkatkan percaya diri

Keuntungan Peritoneal Dialisis:

3. Simpel, dapat dilatih dalam periode 1-2 minggu. 4. Jadwal fleksibel, tidak tergantung penjadwalan rumah sakit sebagaimana HD 5. Pembuangan cairan dan racun lebih stabil 6. Diit dan intake cairan sedikit lebih bebas 7. Cocok bagi pasien yang mengalami gangguan jantung 8. Pemeliharaan residual renal function lebih baik pada 2-3 tahun pertama J. Kelemahan Peritoneal Dialisis : 1. Resiko infeksi 2. Peritonitis 3. Exit site 4. Tunnel 5. BB naik karena glukosa, pada cairan CAPD diabsorbsi K. Penilaian Peritoneal Dialisis: 1. Penilaian bersifat individual 2. Adakah faktor kelainan yang menyebabkan CAPD lebih bermanfaat dibanding HD ? 3. Kesulitan akses vaskular, penyakit cardiovaskular yang berat 4. Jarak rumah dengan center HD, pekerjaan L. Kontra Indikasi Peritoneal Dialisis : 1. Hilangnya fungsi membran peritoneum 2. Operasi berulang pada abdomen, kolostomi, 3. Ukuran tubuh yang besar (kemungkinan dengan PD yang adekuat tidak tercapai) 4. Identifikasi problem yang potensial timbul sebelum CAPD dimulai a. Apakah pasien perlu seorang asisten (keterbatasan fisik / mental) b. Adakah hernia c. Penglihatan kurang 5. Malnutrisi yang berat M. Tips Perawatan Chateter Dan Exit Site:Rawatanps perawattttttan kateter danExit Site: 1. Mandi setiap hari untuk menjaga kebersihan kulit, khususnya di sekitarexit site. Jangan mandi berendam 1. Ganti pakaian dalam maupun pakaian luar setiap hari

2. Jangan gunakan bahan kimia, misalnya alkohol dan bahan yang mengandung klorida untuk membersihkan exit site dan keteter 3. Jangan gunakan krim, salep, atau bedak tabur di sekitar exit site 4. Jaga posisi keteter krim agar tetap berada pada tempatnya (tidak tertarik, tertekuk, terputar, atau tersangkut) dengan menempelkannya pada kulit dengan bantuan plester. N. Komplikasi Dilakukannya Peritoneum Dialisa 1.Perdarahan di tempat pemasangan selang atau perdarahan di dalam perut 2. Perforasi organ dalam pada saat memasukkan selang 3. Kebocoran cairan di sekitar selang atau ke dalam dinding perut 4. Penyumbatan aliran cairan oleh bekuan darah 5. Infeksi, baik pada peritoneum maupun di kulit tempat selang terpasang (menyebabkan terbentuknya abses). Infeksi biasanya terjadi karena prosedur dialisa yang kurang steril. Untuk mengatasi infeksi diberikan antibiotik. 6. Hipoalbuminemia 7. Sklerosis peritonealis (pembentukan jaringan parut di peritoneum), yang mengakibatkan penyumbatan parsial usus halus 8. Hipotiroidisme 9. Hiperglikemia, sering terjadi pada penderita kencing manis 10. Hernia perut dan selangkangan 11. Sembelit.

Diposkan oleh RATU JAYA di 18:30 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Tidak ada komentar: Poskan Komentar

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)
INSPIRASI

Post Komentar

PENGIKUT ARSIP BLOG


o o o o

2012 (14) April (2) Maret (1) Februari (2) peritoneal Dialisa phymosis Januari (9) 2011 (74)

MENGENAI SAYA

RATU JAYA Semarang, Jawa Tengah, Indonesia Pribadi yang selalu inovatif memperbanyak kemampuan, selalu bereksperimen Lihat profil lengkapku
FOLLOW BY EMAIL
Submit

KLIP

interest
SATU TUJUAN

Menggaet lebih banyak


LUNCUR
Cari

LAMAN

ENTRI POPULER

Beranda

Analisa Proses Interaksi ANALISA PROSES INTERAKSI Initial klien : Nn.A Umur : 22 tahun Status Interaksi ke : Ke-1 (satu...

Analisa Proses Interaksi

ANALISA PROSES INTERAKSI Initial klien : Nn.N Interaksi ke : 3 (satu) Tujuan Interaksi : Klien mampu mem...

NEFROLITIASIS

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NEFROLITIASIS DI RUANG BEDAH ANAK DAN WANITA RSDK SEMARANG NEFROLITIASIS A. P... Strategi pelaksanaan Harga Diri Rendah

STRATEGI PELAKSANAAN Masalah Utama : Harga Diri Rendah Pertemuan : Ke 1 (satu) A. Proses Keperawatan...

SP Perilaku Kekerasan

STRATEGI PELAKSANAAN Masalah : Perilaku Kekerasan Pertemuan : ke 1 (satu) A. Proses Keperawatan Kondisi Klien dat... GIGITAN ULAR ( SNAKE BITE )

A. Pengertian Gigitan ular merupakan suatu keadaan gawat darurat yang apabila tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian. Resiko inf...

URETEROLITIASIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. K DENGAN URETEROLITIASIS DI RUANG A2 BEDAH WANITA & ANAK RSUP Dr. KARIADI SEMARANG PENGKAJIAN Tanggal masu...

askep depresi

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Nn. N DENGAN MASALAH MENARIK DIRI AKIBAT DEPRESI DI RUANG 2 RSJ DAERAH Dr.AMINO GONDO HUTOMO SEMARANG I. ...

SNNT

Ruang : A2 ( Bedah Wanita dan Anak ) T anggal Praktek : 26 September 1 Oktober 2011 I. ...

Askep TB paru

BAB I KONSEP PENYAKIT KOCH PULMONAL (TUBERKULOSIS PARU) A. Pengertian Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang dis...
TOTAL TAYANGAN LAMAN

10635
wonodrisanatorium. Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.

You might also like