You are on page 1of 8

Tugas 3 KAJIAN PEMANFAATAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA Sejarah dan Prospek Energi Geotermal di Indonesia TUGAS : TEHNOLOGI ENERGI

TERBARUKAN BERBASIS SUMBER DAYA NON HAYATI

Disusun oleh : HARI RAHARJO NIM : 11/324500/PMU/07199

Dosen Pengampu : Dr. Ing. Sihana

MAGISTER TEKNOLOGI UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN PRODI ILMU LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

Pendahuluan Energi listrik selalu menjadi kebutuhan primer pada jaman modern ini sehingga rasio prtambahan penduduk terhadap penggunaan energi listrik menjadi tinggi, yang masa mendatang akan terjadi kelangkaan energi listrik. Untuk mengatasi kebutuhan energi listrik yang terus meningkat ini, usaha diversifikasi energi mutlak harus dilaksanakan. Salah satu usaha diversifikasi energi ini adalah dengan memikirkan pemanfaatan energi panas bumi sebagai penyedia kebutuhan energi listrik tersebut. Dasar pemikiran ini adalah mengingat cukup tersedianya cadangan energi panas bumi di Indonesia, namun pemanfaatannya masih sangat sedikit. Indonesia sebagai negara vulkanik mempunyai sekitar 217 tempat yang dianggap potensial untuk eksplorasi energi panas bumi. Bila energi panas bumi yang cukup tersedia di Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal, kiranya kebutuhan energi listrik yang terus meningkat akan dapat dipenuhi bersama-sama dengan sumber energi lainnya. Pengalaman dalam memanfaatkan energi panas bumi sebagai penyedia energi listrik seperti yang telah dilaksanakan di Jawa Tengah dan Jawa Barat akan sangat membantu dalam pengembangan energi panas bumi lebih lanjut. Dasar Teori Sejarah Panasbumi di Indonesia Usulan JB Van Dijk pada tahun 1918 untuk memanfatkan sumber energi panasbumi didaerah kamojang, Jawa Barat, merupakan titik awal dari perkembangan panasbumi di Indonesia. Secara kebetulan, peristiwa itu bersamaan waktu dengan awal pengusahaan panasbumi di dunia, yaitu di Larnderello, Italia, yang juga terjadi di tahun 1918. Bedanya, kalau di Indonesia masih sebatas usulan, di Italia pengusahaan telah menghasilkan uap alam yang dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan tenaga listrik. 19261928 Lapangan panasbumi Kamojang, dengan sumurnya bernama KMJ-3, yang pernah menghasilkan uap pada tahun 1926, merupakan tonggak pemboran eksplorasi panasbumi pertama oleh Pemerintah kolonial Belanda. Sampai sekarang, KMJ-3 masih menghasilkan uap alam kering dengan suhu 140C dan tekanan 2,5 atmosfer (atm).Sampai tahun 1928 telah dilakukan lima pemboran eksplorasi panasbumi, tetapi yang berhasil mengeluarkan uap ya itu tadi hanya sumur KMJ-3 dengan kedalaman 66 meter. Sampai saat ini KMJ-3 masih menghasilkan uap alam kering dengan suhu 1400 C dan tekanan 2,5 atmosfer. Sejak 1928 kegiatan pengusahaan panasbumi di Indonesia praktis terhenti dan baru dilanjutkan kembali pada tahun 1964. Dari 1964 sampai 1981 penyelidikan sumber daya panasbumi dilakukan secara aktif bersama-sama oleh Direktorat Vulkanologi (Bandung), Lembaga Masalah Ketenagaan (LMK PLN dan ITB) dengan memanfaatkan bantuan luar negeri. 1970-an Tahun 1972 telah dilakukan pemboran pada enam buah sumur panasbumi di pegunungan Dieng, dengan kedalaman mencapai 613 meter. Sayangnya, dari keenam sumur tersebut tidak satu pun yang berhasil ditemukan uap panasbumi.Penyelidikan yang lebih komprehensif di Kamojang dilakukan pada 1972 menyangkut geokimia, geofisika, dan pemetaan geologi. Di tahun itu Cisolok, Jawa Barat, dan kawah Ijen, Jawa Timur, juga dilakukan penyelidikan.Lalu di tahun 1974, Pertamina aktif di dalam kegiatan di Kamojang, bersama PLN, untuk pengembangan pembangkitan tenaga listrik sebesar 30 MW. Selesai tahun 1977. Saat itu Selandia Baru memberikan bantuan dana sebesar 24 juta dolar New Zealand dari keperluan 34 juta dolar NZ. Sekurangnya dibiayai Pemerintah Indonesia.Selain itu, Pertamina juga membangun dua buah monoblok dengan kapasitas total 2 MW di lapangan Kamojang dan Dieng. Diresmikan 27 November 1978 untuk monoblok Kamojang dan tanggal 14 Mei 1981 untuk monoblok Dieng.PLTP Kamojang sendiri diresmikan 1 Februari 1983 2

dengan kapasitas 30 MW. Perkembangan cukup penting di Kamojang terjadi pada tahun 1974, ketika Pertamina bersama PLN mengembangkan lapangan panasbumi tersebut. Sebuah sumur panasbumi dieksplorasi dengan kedalaman 600 meter yang menghasilkan uap panasbumi dengan semburan tegak oleh suhu pipa pada garis alir 1290.Di luar Pulau Jawa, sumber daya panasbumi dikembangkan di Lahendong, Sulawesi Utara, dan di Lempung Kerinci. Kunjungan tim survei di Lahendong di tahun 1971 melibatkan Direktorat Geologi Bandung, PLN, dan pakar panasbumi dari Selandia Baru. Survei tersebut pada 1977/1978 oleh tim survei dari Kanada, yaitu Canadian International Development Agency (CIDA). 1980-an Pada 1980-an usaha pengembangan panasbumi ditandai oleh keluarnya Keppres No. 22 Tahun 1981 untuk menggantikan Keppres No. 16 Tahun 1974. Menurut ketentuan dalam Keppres No. 22/1981 tersebut, Pertamina ditunjuk untuk melakukan survei eksplorasi dan eksploitasi panasbumi di seluruh Indonesia. Atas dasar itu sejak 1982 kegiatan di Lahendong diteruskan oleh Pertamina dengan mengadakan survei geologi, geokimia, dan geofisika. Pada 1982 itu juga Pertamina menandatangani kontrak pengusahaan panasbumi dengan Unocal Geothermal of Indonesia (UGI) untuk sumur panasbumi di Gunung Cisalak, Jawa Barat. Baru pada tahun 1994 beroperasi PLTP Unit I dan II Gunung Salak.Dan pada Februari 1983 sumur panasbumi di Kamojang berhasil dikembangkan secara baik, dengan beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) Unit-I (130 MW). Dan baru pada Februari 1987 Pertamina berhasil mengoperasikan PLTP Unit II.Sementara pengusahaan panasbumi di Gunung Drajat, Jawa Barat, dilakukan oleh Pertamina dengan Amoseas of Indonesia Inc. dan PLN (JOC-ESC). Tahun 1994 beropasi PLTP Unit I di Gunung Drajat. 1990-an Pada tahun 1991 Pemerintah sekali lagi mengeluarkan kebijakan pengusahaan panasbumi melalui Keppres No. 45/1991 sebagai penyempurnaan atas Keppres No. 22/1981. Dalam Keppres No. 45/1991 Pertamina mendapat keleluasaan, bersama kontraktor, untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi panasbumi. Pertamina juga lebih diberi keleluasaan untuk menjual produksi uap atau listrik kepada PLN atau kepada badan hukum pemegang izin untuk kelistrikan.Di samping itu, pada tahun 1991 keluar juga Keppres No. 49/1991 untuk menggantikan Keppres No. 23/1981 yang mengatur tentang pajak pengusahaan panasbumi dari 46% menjadi 34%. Tujuannya adalah untuk merangsang peningkatan pemanfaatan energi panasbumi. Pada tahun 1994 telah ditandatangani kontrak pengusahaan panasbumi antara Pertamina dengan empat perusahaan swasta. Masing-masing untuk daerah Wayang Windu, Jawa Barat (PT Mandala Nusantara), Karaha, Jawa Barat (PT Karaha Bodas Company), Dieng, Jawa Tengah (PT Himpurna California Energy), dan Patuha, Jawa Barat (PT Patuha Power Limired). Untuk selanjutnya, 1995, penandatanganan kontrak (JOC & ESC) Pertamina Bali Energy Limited dan PT PLN (Persero) untuk pengusahaan dan pemanfaatan panasbumi di daerah Batukahu, Bali.Masih di tahun 1995 penandatanganan kontrak (SSC & ESC) untuk Kamojang Unit-IV dan V antara Pertamina dengan PT Latoka Trimas Bina Energi, serta ESC antara PT Latoka Trimas Bina Energi dengan PT PLN (Persero). Dan masih di tahun 1995 dikeluarkan MOU antara Pertamina dengan PT PLN untuk membangun PLTP (120 MW)di Lahendong, Sulawesi Utara dan monoblok (2 MW) di Sibayak, Sumatera Utara. Panas bumi adalah anugerah alam yang merupakan sisa-sisa panas dari hasil reaksi nuklir yang pernah terjadi pada awal mula terbentuknya bumi dan alam semesta ini. Reaksi nuklir yang masih terjadi secara alamiah di alam semesta pada saat ini adalah reaksi fusi nuklir yang terjadi di matahari dan juga di bintang-bintang yang tersebar di jagat raya. Reaksi fusi nuklir alami tersebut menghasilkan panas berorde jutaan derajat Celcius. Permukaan bumi pada mulanya juga memiliki 3

panas yang sangat dahsyat, namun dengan berjalannya waktu (dalam orde milyard tahun) suhu permukaan bumi mulai menurun dan akhirnya tinggal perut bumi saja yang masih panas berupa magma dan inilah yang menjadi sumber energi panas bumi. Energi panas bumi digunakan manusia sejak sekitar 2000 tahun SM berupa sumber air panas untuk pengobatan yang sampai saat ini juga masih banyak dilakukan orang, terutama sumber air panas yang banyak mengandung garam dan belerang. Sedangkan energi panas bumi digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik baru dimulai di Italia pada tahun 1904. Sejak itu energi panas bumi mulai dipikirkan secara komersial untuk pembangkit tenaga Iistrik. Energi panas bumi adalah termasuk energi primer yaitu energi yang diberikan oleh alam seperti minyak bumi, gas bumi, batubara dan tenaga air. Energi primer ini di Indonesia tersedia dalam jumlah sedikit (terbatas) dibandingkan dengan cadangan energi primer dunia. Sebagai gambaran sedikitnya atau terbatasnya energi tersebut adalah berdasarkan data pada Tabel I. Tabel 1 Cadangan energi primer dunia. cadangan Minyak Bumi Indonesia 1,1 % Timur Tengah 70 % Cadangan Gas Bumi Indonesia 1-2 % Rusia 25 % Cadangan Batubara Indonesia 3,1 % Amaerika Utara 25 % Energi panas bumi yang ada di Indonesia pada saat ini dapat dikelompokkan menjadi: 1. Energi panas bumi "uap basah" Pemanfaatan energi panas bumi yang ideal adalah bila panas bumi yang keluar dari perut bumi berupa uap kering, sehingga dapat digunakan langsung untuk menggerakkan turbin generator listrik. Namun uap kering yang demikian ini jarang ditemukan termasuk di Indonesia dan pada umumnya uap yang keluar berupa uap basah yang mengandung sejumlah air yang harus dipisahkan terlebih dulu sebelum digunakan untuk menggerakkan turbin.

Gambar 1. Pembangkitan tenaga listrik dari energi panas bumi "uap basah". Uap basah yang keluar dari perut bumi pada mulanya berupa air panas bertekanan tinggi yang pada saat menjelang permukaan bumi terpisah menjadi kira-kira 20 % uap dan 80 % air. Atas dasar ini maka untuk dapat memanfaatkan jenis uap basah ini diperlukan separator untuk memisahkan antara uap dan air. Uap yang telah dipisahkan dari air diteruskan ke turbin untuk menggerakkan generator listrik, sedangkan airnya disuntikkan kembali ke dalam bumi untuk menjaga keseimbangan

air dalam tanah. Skema pembangkitan tenaga listrik atas dasar pemanfaatan energi panas bumi "uap basah" dapat dilihat pada Gambar 1. 2. Energi panas bumi "air panas" Air panas yang keluar dari perut bumi pada umumnya berupa air asin panas yang disebut "brine" dan mengandung banyak mineral. Karena banyaknya kandungan mineral ini, maka air panas tidak dapat digunakan langsung sebab dapat menimbulkan penyumbatan pada pipa-pipa sistim pembangkit tenaga listrik. Untuk dapat memanfaatkan energi panas bumi jenis ini, digunakan sistem biner (dua buah sistem utama) yaitu wadah air panas sebagai sistem primemya dan sistem sekundernya berupa alat penukar panas (heat exchanger) yang akan menghasilkan uap untuk menggerakkan turbin. Energi panas bumi "uap panas" bersifat korosif, sehingga biaya awal pemanfaatannya lebih besar dibandingkan dengan energi panas bumi jenis lainnya. Skema pembangkitan tenaga listrik panas bumi "air panas" sistem biner dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Skema pembangkitan tenaga listrik energi panas bumi "air panas" 3. Energi panas bumi "batuan panas Energi panas bumi jenis ini berupa batuan panas yang ada dalam perut bumi akibat berkontak dengan sumber panas bumi (magma). Energi panas bumi ini harus diambil sendiri dengan cara menyuntikkan air ke dalam batuan panas dan dibiarkan menjadi uap panas, kemudian diusahakan untuk dapat diambil kembali sebagai uap panas untuk menggerakkan turbin. Sumber batuan panas pada umumnya terletak jauh di dalam perut bumi, sehingga untuk memanfaatkannya perlu teknik pengeboran khusus yang memerlukan biaya cukup tinggi. Skema pembangkitan tenaga listrik energi panas bumi "batuan panas" dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Skema pembangkitan tenaga listrik energi panas bumi "batuan panas"

Kebutuhan Energi di Indonesia Sudah dikemukakan bahwa keberhasilan pembangunan terlebih lagi dalam rangka menggerakkan perindustrian di Indonesia, maka kebutuhan energi akan terus meningkat dengan pesat. Masalah kebutuhan energi dan usaha untuk mencukupinya merupakan masalah serius yang harus dipikirkan, agar energi primer khususnya energi fosil yang ada tidak terkuras habis hanya "sekedar dibakar "untuk menghasilkan tenaga listrik. Padahal sumber daya alam energi fosil merupakan sumber kekayaan yang sangat berharga bila digunakan sebagai bahan dasar industri petrokimia. Dalam bidang industri petrokimia ini Indonesia sudah cukup berpengalaman mulai dari mendesain, membangunnya sampai dengan mengoperasikannya, sehingga pemanfaatan bahan bakar fosil melalui industri petrokimia jelas akan mendatangkan devisa yang sangat besar.. Atas dasar pemikiran ini maka sebaiknya sumber daya alam energi fosil difokuskan untuk industri petrokimia, sedangkan kebutuhan energi dipikirkan dari sumber energi primer lainnya misalnya energi panas bumi. Penyediaan Energi di Indonesia Mengingat akan banyaknya kebutuhan energi yang diperlukan untuk menggerakkan pembangunan khususnya dalam bidang industri seperti telah ditampilkan pada Grafik l di atas, maka persoalan berikutnya adalah bagaimana mengenai penyediaan energi untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Mengenai penyediaan energi tersebut usaha diversifikasi telah dilakukan agar kebutuhan energi tidak semata-mata tergantung pada minyak bumi saja. Bila dikaji dari data yang telah diolah melalui Grafik 2 tersebut di atas, tampak bahwa usaha diversifikasi energi primer telah berhasil menurunkan pangsa pemakaian minyak bumi dalam usaha memenuhi kebutuhan energi dari 63,7 % pada akhir Pelita V menjadi 52,3 % pada akhir Pelita Vl. Sedangkan pangsa pemakaian batubara mengalami kenaikan dari 8,2 % pada akhir Pelita V menjadi 17,5 % pada tahun 1998/99 ini. Selain dari pada itu, bila dikaji lebih cermat ternyata pemakaian energi panas bumi yang selama ini sering terabaikan, temyata sudah mulai diperhatikan sebagai usaha mencukupi kebutuhan energi di Indonesia. Hal ini tampak dari kenyataan bahwa pada tahun 1994/95 (akhir Pelita V) pangsa energi panas bumi hampir tak berarti hanya sekitar 0,6 % saja dari seluruh pemenuhan kelzutuhan energi, akan tetapi pada tahun 1998/99 pangsa energi panas bumi telah naik hampir 3 kali lipat menjadi 1,7 %. Keadaan ini sudah barang tentu sangat memberikan harapan bagi pengembangan energi panas bumi pada masa mendatang. Prospek Energi Panas Bumi di Indonesia Sebelum membahas lebih lanjut mengenai prospek energi panas bumi di Indonesia, ada baiknya kalau melihat pemanfaatan energi panas bumi di negara lain sebagai upaya pemenuhan kebutuhan energinya. Berdasarkan beberapa acuan dapat dilihat pemanfaatan energi panas bumi di beberapa negara seperti tampak pada Tabel 2. Tabel 2 Pemanfaatan dan perkembangan energi panas bumi di berbagai negara Negara Amerika Serikat Italia Filipina Jepang Selandai Baru Meksiko Islandia 1976 (MW) 1980 (MW) 1985 (MW) 2000 (MW) 522 421 - 68 192 78,5 2,5 908 455 443 218 203 218 64 6 3.500 800 1.726 6.900 282 1.000 150 30.000 - 4.000 48.000 352 10.000 500

Rusia Turki China Indonesia Argentina Kanada Spanyol Jumlah

3 0,5 1 - - - 1.288,5

5,7 0,5 3 2,3 - - 2.520,5

- 400 50 32,3 20 10 25 14.895,3

- 1.000 200 3.500 - - 200 97.752

Apabila dilihat dari Tabel 2 tersebut di atas, tampak bahwa pemenuhan kebutuhan energi listrik pada beberapa negara melalui pemanfaatan energi panas bumi terus meningkat. Angka-angka untuk berbagai negara pada tahun 2000 masih merupakan perkiraan yang masih terus dikaji ulang. Indonesia sebagai negeri vulkanik memiliki 217 tempat yang diperkirakan potensial sebagai sumber energi panas bumi. Berdasarkan perkiraan data tahun 1997 potensi energi panas bumi di Indonesia adalah sebagai yang tertera pada Tabel 3. Tabel 3a Potensi energi panas bumi di Indonesia Daerah sumber energi panas bumi Potensi energi panas bumi (MW) Sumatera Jawa Sulawesi NusaTenggara Maluku Irian Jaya Jumlah Kesuluruhannya 9.562 5.331 1.300 200 100 165 16.658

Apabila dilihat dari Tabel 2 tampak bahwa pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia pada tahun 1985 baru 32,3 MW, sedangkan menurut data terakhir sampai dengan tahun 1997 energi panas bumi yang sudah dimanfaatkan mencapai 305 MW. Dalam waktu sekitar 10 tahun telah terjadi kenaikan kurang lebih 10 kali, suatu kenaikan yang cukup optimis dalam hal pemanfaatan energi panas bumi. Padahal pemanfaatan yang mencapai 305 MW pada tahun 1997 tersebut baru 1,83 % dari potensi energi panas bumi yang ada. Pangsa pemanfaatan energi panas bumi 1,83 % dari total potensi yang tersedia sudah barang tentu masih sangat kecil. Oleh karena itu kemungkinan untuk menaikkan pangsa pemanfaatan energi panas bumi masih sangat terbuka lebar, dengan kata lain bahwa prospek pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia masih sangat menguntungkan bagi para penanam modal yang akan bergerak dalam bidang energi panas bumi. Hal ini terbukti dengan akan dibangunnya lagi 4 unit berkekuatan 55 MW di Gunung Salak Jawa Barat, suatu proyek patungan antara Pertamina dan PT Unocoal Geotherrnal Indonesia. Proyek-proyek berikutnya sudah barang akan segera disusul oleh penanam modal lainnya, mengingat bahwa kebutuhan energi di Indonesia yang terus meningkat. Kesimpulan Berdasarkan uraian tersebut di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa prospek pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia cukup menjanjikan. Apalagi kalau diingat bahwa pemanfaatan energi panas bumi sebagai sumber penyedia tenaga listrik adalah termasuk teknologi yang tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, suatu hal yang dewasa ini sangat diperhatikan dalam setiap pembangunan dan pemanfaatan teknologi, agar alam masih dapat memberikan daya dukungnya 7

bagi kehidupan umat manusia. Bila pemanfaatan energi panas bumi dapat berkembang dengan baik, maka kota-kota di sekitar daerah sumber energi panas bumi yang pada umumnya terletak di daerah pegunungan, kebutuhan tenaga listriknya dapat dipenuhi dari pusat listrik tenaga panas bumi. Apabila masih terdapat sisa daya tenaga listrik dari pemanfaatan energi panas bumi, dapat disalurkan ke daerah lain sehingga ikut mengurangi beban yang harus dibangkitkan oleh pusat listrik tenaga uap, baik yang dibangkitkan oleh batubara maupun oleh tenaga diesel yang keduanya menimbulkan pencemaran udara. Sampai saat ini sudah 11 perusahaan swasta memiliki kontrak jual beli energi listrik dengan PLN di mana di dalam ketentuan kontraknya menyebutkan bahwa energi listrik yang dibangkitkan oleh perusahaan swasta tersebut harus dibeli oleh PLN dengan menggunakan pasal " take or pay" dengan batas faktor kapasitas tertentu terhadap nilai maksimum produksi pembangkit. Selain itu harga uap atau harga listrik yang dibeli PLN relatif mahal, namun karena keterkaitan kontrak maka walaupun memberatkan, PLN harus menyediakan dana subsidi untuk menutupi kekurangan pembayaran pembelian terhadap tarif jual listrik swasta.

DAFTAR PUSTAKA Budiardjo, B., Nugroho dan Budihardi, M., 1997, Resource Characteristics of the Ungaran Field, Central Java, Indonesia, Proceeding of National Seminar of Human Resources Indonesian Geologist, Yogyakarta. . Claproth, R., 1989, Geologi Indonesia, Majalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Vol. Khusus 60 th. Prof. Dr. J.A. Katili, Ikatan Ahli Geologi Indonesia , hal. 511562. Dampney, C.N.G., 1969, The Equivalent Source Technique, Geophysic s V.34, no.1, p39-53. Hochstein, M.P., Ovens, S. A., dan Bromley, C., 1996, Thermal Springs at Hot Water Beach (Coromandel Peninsula, NZ), Proceedings of the 18th NZ Geothermal Workshop, New Zealand. http://www.indoenergi.com/2012/07/lokasi-dan-pemanfaatan-geothermal.html http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=261852

You might also like