You are on page 1of 66

PENGEMBANGAN PRODUK MAKANAN RINGAN DENGAN PROSES EKSTRUSI DAN PENGGORENGAN

PATRICIA RUTHYANTI THOMAS

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

ii

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI


Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Pengembangan Produk Makanan Ringan dengan Proses Ekstrusi dan Penggorengan adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.S., dan Dr. Ir. Slamet Budijanto M Agr, dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Juni 2007 Patricia Ruthyanti Thomas NIM 252040085

iii

ABSTRACT
PATRICIA R THOMAS. Development of Snack with Extrusion and Frying Process Under supervising of NURI ANDARWULAN and SLAMET BUDIJANTO A typical Indonesian meal is based on rice cooked alone or prepared with sambal , a hot chili condiment ; it is served with krupuk (crackers made of flour , vegetables and meat , shrimp or spices) .Some local dishes such as Soto and Oxtail Soup are topped with fried shallot and crackers (something crispy and crunchy). The purpose of this experiment is to develop crackers which can be function as snacks alone or as seasoned fried toppings for eating with rice or other basic meal. In soupy dish, this toppings can turned to a synthetic meat which has a plastic or elastic and full body mouth feel. Available equipment in the company which has high technical possibility to produce this snacks are several extruders in the rice noodle (bihun) line and snack extruder (third generation snacks or pellets). The best process design is needed to produce a crispy snacks by using one prototype formula consists of ground catfish (Clarias batrachus L) meat and tofu (function as protein source), cassava flour (gaplek). The best prototype from laboratory scale formulation process has protein content 14 %, tasty and enough saltiness level and crispy texture. Raw material cost estimation per kg product dough cost from Rp.5.895,- to Rp.6.765,-. The combined process of rice noodle extruder with meat processor or meat chopper extruder, produced the best crispiness product after frying process with production capacity 500 kg/hour. The study of comparing the effect of dough temperature prior to extrusion process and the impact of meat processors or meat chopper extruder (MCE) in producing a crispy product was made by using the same frying condition 150 C ~ 3 minutes in a continuous noodle fryer. Proof on the crispiest texture is based on texture analysis on crispiness level. The higher the value of kgf for a product, the crispier the texture is. Duncan statistical calculation differentiates the process flow into 7 crispiness groups. The highest value of kgf is 93.2 and the lowest value is 24.49. Minimum value which considered as crispy is 50-55 kgf. Extrusion process begins with maximum 30 C dough through strap extruder (bihun Line) then followed by MCE produced the crispiest texture. Cool dough (maximum 30 C) significantly produced crispier texture than hot dough (60-90 C). Based on Contrast Orthogonal Test, process followed with MCE and without MCE is significantly different at significance level <0.0001<0.05. Product texture made of extrusion process followed with MCE is perceived as significantly crispier if compared to that of extrusion process without MCE. Supporting studies of exposing product on top of soupy dishes (as topping) such as instant noodle at certain timing showed that the crispier the texture, the faster water absorption into the capillary of product structure.

iv

PENGEMBANGAN PRODUK MAKANAN RINGAN DENGAN PROSES EKSTRUSI DAN PENGGORENGAN

PATRICIA RUTHYANTI THOMAS

Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Teknologi Pangan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Judul Tugas Akhir Nama Mahasiswa NIM

: Pengembangan Produk Makanan Ringan dengan Proses Ekstrusi dan Penggorengan : Patricia Ruthyanti Thomas : F 242040085

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.S Ketua

Dr. Ir. Slamet Budijanto, M Agr Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc.

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 11 Mei 2007 Tanggal Lulus :

vi

PRAKATA
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya (Pengkhotbah 3:11). Segala Puji dan syukur bagi Tuhan atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian tentang pembuatan makanan ringan ini dilakukan selama bulan Oktober 2005 sampai dengan April 2006 dengan judul Pengembangan Penggorengan. Tanpa dukungan dan bantuan dari Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS dan Bapak Dr. Ir. Slamet Budijanto, MAgr selaku dosen pembimbing dan Ibu Ning Rahayu selaku Pimpinan Perusahaan tempat Penulis bekerja, maka penelitian ini tidak akan dapat terselesaikan. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak, Ibu Dosen Pembimbing dan Ibu Pimpinan Perusahaan, yang telah banyak memberi saran dan keleluasaan dalam melaksanakan penelitian ini, demikian pula bagi rekan-rekan kerja, yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama masa studi program magister profesi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluargaku tercinta Priautama L Tobing, Priyanka, Patrick, Peniel, Ayahanda Pieter Thomas dan F.L. Tobing serta seluruh keluarga tercinta atas segala doa, pengertian, dorongan dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Produk Makanan Ringan dengan Proses Ekstrusi dan

Bogor, Juni 2007

Patricia Ruthyanti Thomas

vii

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Januari 1962 sebagai anak ketiga dari pasangan Pieter Thomas dan Ruth Maria Gosal (Alm). Tahun 1981 penulis lulus dari SMA Negeri IV Jakarta dan lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 1982 Penulis memilih Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, lulus dari Fakultas ini pada tahun 1984. Setelah lulus, Penulis bekerja pada perusahaan industri pangan produk biskuit selama 1 tahun, pada perusahaan produsen makanan ringan selama 11 tahun, pada perusahaan produsen bumbu dan salad dressing selama 5 tahun dan pada perusahaan produsen flavor multinasional selama 5 tahun. Saat ini Penulis bekerja sebagai staf konsultan bagi Industri Produk Pangan di PT. Cahaya Citra Cemerlang, Jakarta serta aktif dalam organisasi Pusat Informasi Produk Industri Pangan sebagai bendahara.

viii

DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL............................................................................ DAFTAR GAMBAR....................................................................... DAFTAR LAMPIRAN..................................................................... PENDAHULUAN ............................................................................ Latar Belakang...................................................................... Tujuan................................................................................... Manfaat ................................................................................ TINJAUAN PUSTAKA................................................................... Makanan Ringan................................................................... Teknologi Ekstrusi................................................................ Makanan Ringan Generasi Kedua dan Ketiga............. Teknologi Ekstrusi pada Proses Produksi Bihun......... Gelatinisasi dan Retrogradasi Pati....................................... Tekstur Pangan dan Kerenyahan......................................... Proses Penggorengan.......................................................... BAHAN DAN METODE................................................................. Bahan dan Alat.................................................................... Metode Penelitian................................................................. Pengamatan......................................................................... Analisis Data......................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... Formulasi Produk Makanan Ringan..................................... Aplikasi Formulasi Terpilih Pada Ekstruder Skala Komersial.............................................................................. Optimasi Rangkaian Proses Produksi Makanan Ringan Dengan Produksi Bihun........................................................ Analisis Proksimat dan Tekstur............................................ SIMPULAN DAN SARAN.............................................................. Simpulan............................................................................... Saran..................................................................................... DAFTAR PUSTAKA....................................................................... LAMPIR AN .................................................................................... ix x xi 1 1 3 3 4 4 5 7 9 10 12 12 16 16 17 21 26 27 27 28 30 34 36 36 36 38 40

ix

DAFTAR TABEL
Halaman 1. Data operasi bermacam-macam ekstruder ............................... 2. Kandungan rata-rata amilosa dan amilopektin dari beberapa jenis pati..................................................................................... 3. Spesifikasi ekstruder strap dan ekstruder vermicelli pada rangkaian proses produksi bihun............................................... 4. Parameter proses produksi bihun yang dirangkai dengan Meat Chopper Extruder dan penggorengan kontinu .......................... 5. Parameter penentu 3 jenis formula yang diproses dengan alat Meat Chopper Extruder skala laboratorium............................... 6. Parameter penentu hasil aplikasi formulasi pada 3 jenis ekstruder..................................................................................... 7. Hasil analisa proksimat makanan ringan formula terpilih........... 6 8

20 27 30 34

DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Interaksi elemen kunci pada proses pengembangan produk baru.............................................................................................. 2. Bagan bagian dalam tabung ekstruder ulir tunggal untuk produksi makanan ringan generasi ketiga................................... 3. Perubahan pada butir pati selama pemanasan dan pendinginan dalam air................................................................. 4. Tahapan penelitian pengembangan makanan ringan dengan proses ekstrusi dan proses penggorengan................................. 5. Sepuluh jenis jalur proses produksi pada tahap optimasi rangkaian proses produksi makanan ringan dengan proses pengolahan bihun........................................................................ 6. Grafik hasil pengukuran kekerasan tekstur dengan Instron Texture Analyzer.......................................................................... 7. Histogram nilai kerenyahan makanan ringan dengan Instron Texture Analyzer.......................................................................... 8. Grafik hubungan antara analisa kerenyahan subjektif dengan kerenyahan objektif 9. Urutan proses II AC yang memberikan kerenyahan tekstur paling baik .................................................................................. 10. Uji ketahanan kerenyahan tekstur makanan ringan yang ditabur pada mi instan berkuah................................................... 11. Foto makanan ringan taburan dengan bentuk yang tidak beraturan dan taburan pada an kerenyahan tekstur makanan ringan yang ditabur pada mi instan berkuah............................... 1 8 11

17

19 22 32

33

33

35

35

xi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Kuesioner uji ranking kerenyahan tekstur................................ 2. Hasil pengukuran tekstur dengan Instron Texture Analyzer...... 3. Analisa deskriptif suhu adonan dan urutan proses................... 4. Asumsi data untuk analisis varian (ANOVA) .............................. 5. Hasil analisis ragam dengan menggunakan uji lanjut Duncan (uji perbandingan berpasangan) dan contrast orthogonal......... 6. Hasil uji lanjut Duncan untuk pengaruh faktor suhu adonan...... 7. Uji kontras ortogonal untuk perlakuan suhu adonan dan pengaruh pemakaian MCE pada kerenyahan tekstur................ 8. Uji lanjut Duncan untuk pengaruh Interaksi suhu adonan dan urutan proses ........................................................................... 9. Hasil uji lanjut Duncan untuk pengaruh faktor interaksi, yaitu kombinasi antara suhu adonan dan urutan proses (interaksi keduanya)................................................................................... 10. Uji ketahanan kerenyahan tekstur makanan ringan yang ditabur pada mi instan berkuah .............................................. 11. Peralatan ekstruder bihun dan ekstruder makanan ringan.......................................................................................... 40 41 46 47 48 50 52 53

54

55 56

PENDAHULUAN
Latar Belakang Secara garis besar, tahap proses pengembangan produk baru dimulai dengan penentuan konsep produk yang selanjutnya menjadi dasar untuk pengembangan produk dan proses untuk menghasilkan produk pangan tersebut. Mutu atribut prototip produk pangan ditetapkan berdasarkan hasil pengujian kimia, fisik, sensori maupun mikrobiologi. Uji lainnya untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap prototip produk sebelum tahap peluncuran produk adalah uji konsumen. Hasil uji konsumen akan digunakan sebagai dasar untuk mengoptimalkan mutu prototip produk agar lebih sesuai dengan harapan target konsumen. Pyne (2000) di dalam Brody dan Lord (2000) membagi elemen kunci pengembangan produk baru menjadi 1) Pengembangan produk baru, 2) Evaluasi subjektif/objektif, 3) Pengembangan proses, dan 4) Evaluasi Konsumen (Gambar 1).

Kreatifitas Input pemasaran Pemunculan ide

Input Pemasaran Teknologi Sains Enginering

Teknologi Sains

Pengembangan Produk Baru

Prototip Skala Lab.

Pengembangan Proses

Uji Produk

Evaluasi subjektif / objektif


Informasi balik

Evaluasi Konsumen

Informasi balik

Produk

Gambar 1. Interaksi elemen kunci pada proses pengembangan produk baru

Divisi pemasaran adalah bagian yang memberikan masukkan mengenai hal-hal yang mendukung perlunya suatu produk baru untuk dikembangkan,

misalnya kebiasaan makan konsumen Indonesia, jenis-jenis produk makanan utama yang disukai serta pangsa pasar yang masih tersedia dan lain-lain. Kerupuk (crackers ) merupakan jenis makanan pendamping makanan utama bagi masyarakat di Indonesia. Selain itu kerupuk juga dikonsumsi sebagai makanan ringan atau camilan. Teksturnya yang renyah dan garing memberikan sensasi suara sehingga jika dikombinasikan dengan rasa gurih dapat

memberikan kenikmatan tersendiri. Pada beberapa jenis masakan khas yang kering (seperti mi goreng dan nasi goreng ) dan makanan berkuah (seperti soto dan sup), biasanya ditaburi dengan topping berupa bawang goreng dan kerupuk yang renyah. Jika kerupuk sudah terendam air, tekstur kerupuk menyerap air sampai menjadi terlalu lembek dan tidak terasa pada saat dimakan. Input riset pemasaran mengusulkan agar taburan pada makanan berkuah memiliki karakteristik renyah dan tetap mempunyai tekstur berbobot walaupun taburan tersebut telah terendam dalam kuah makanan setelah beberapa waktu tertentu. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2003 (Susenas) yang disitir oleh Bank Indonesia (2007) penduduk wilayah perkotaan (urban) lebih banyak mengkonsumsi kerupuk dibanding penduduk wilayah pedesaan ( rural). Konsumsi dan pengeluaran rata-rata per kapita untuk kerupuk pada perkotaan adalah 0.193 ons dengan nilai Rp.154, sedangkan pada wilayah pedesaan adalah 0.147 ons dengan nilai Rp.99. Semakin tinggi pendapatan yang dimiliki seseorang, semakin besar jumlah konsumsi krupuk per bulannya. Dari beberapa jenis kerupuk yang ada di Indonesia, kerupuk ikan dan kerupuk udang mengandung protein yang berkisar antara 2-5%. Ada beberapa cara untuk membuat kerupuk atau camilan yang garing dengan berbagai jenis bahan baku. Bahan baku yang berperan dalam mutu produk makanan ringan hasil ekstrusi adalah pati, serat kasar, gum (hidrokoloid), gula, protein, lemak dan bahan lainnya seperti garam dan sodium bikarbonat (Huber, 2001). Untuk upaya pengembangan produk makanan ringan yang renyah tersebut, proses dan teknologi yang tersedia pada perusahaan adalah rangkaian beberapa peralatan sebagai berikut :1) Ekstruder produk bihun, 2) Ekstruder produk makanan ringan yang disebut sebagai 3rd generation snack atau Pelet dan 3) Meat Chopper Extruder (MCE). Ketiga jenis alat ekstruder di atas hanya mempunyai 1 buah screw atau ulir sehingga disebut sebagai Single

Screw Extruder. Bila proses ekstrusi diikuti dengan proses penggorengan dapat memberikan nilai tambah dari segi kerenyahan tekstur dan kegurihan rasa. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengembangkan makanan ringan yang dapat dimakan sendiri sebagai camilan maupun digunakan sebagai teman makan nasi atau taburan pada lauk-pauk berkuah. 2) mengembangkan makanan ringan dengan bahan baku yang mudah didapatkan di Indonesia dengan syarat makanan ringan mengandung protein lebih dari 10% dan 3) mengembangkan formulasi makanan ringan dengan memanfaatkan peralatan atau proses teknologi yang terdapat pada perusahaan. Manfaat Melalui penelitian ini perusahaan dapat mengidentifikasi dan menentukan rangkaian proses yang paling optimal untuk memproduksi makanan ringan dengan formula dan mutu yang diinginkan. Dari peralatan yang telah tersedia pada perusahaan yang terdiri dari ekstruder makanan ringan generasi ketiga, ekstruder vermicelli dan ekstruder strap pada peralatan produksi bihun dan alat Meat Chopper Extruder, dan penggorengan kontinu mi instan bisa diperoleh rangkaian proses yang dapat membuat makanan ringan tanpa menambah investasi peralatan khusus karena kapasitas peralatan yang sudah ada masih tersedia .

TINJAUAN PUSTAKA
Makanan ringan Makanan ringan merupakan terjemahan langsung dari snack foods, yang berarti pangan yang dikonsumsi di antara waktu makan biasa yang terdiri dari makan pagi atau sarapan, makan siang dan makan malam. Makanan yang dikonsumsi di antara waktu makan biasa tersebut bersifat ringan dan tidak mengenyangkan (Lusas, 2001). Secara tradisional, Indonesia sudah memiliki jenis makanan ringan yang terdiri atas kue basah dan kue kering; keduanya terbagi atas rasa manis dan asin. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (2006) membagi kategori pangan dan memasukkan istilah ini ke dalam Kategori Pangan 15.0-Makanan ringan siap santap. Makanan ringan siap santap ini termasuk semua jenis makanan ringan asin, gurih atau savory dan rasa lainnya, sering juga disebut sebagai camilan. Jenis makanan ringan simulasi adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung pati-patian (serealia, umbi-umbian) dengan pencampuran bahan lain, dibentuk atau dipotong, dijemur atau dikeringkan atau langsung digoreng atau dipanggang. Produk ini tidak termasuk keripik kentang, keripik singkong atau keripik umbi-umbian lainnya. Camilan lainnya terbuat dari umbi-umbian yang digoreng langsung ataupun dipanggang. Selain rasa yang gurih, Lusas (2001) memaparkan sifat makanan ringan yang modern sebagai berikut: 1) aman, bebas dari bahan-bahan kimia berbahaya, bahan beracun dan mikroorganisme patogen sesuai dengan peraturan dan hukum pangan yang berlaku, 2) diproduksi secara komersial dalam jumlah besar dengan proses kontinu, 3) diberi bumbu atau seasoning berupa garam dan tambahan bahan penambah rasa, 4) stabil dalam penyimpanan dan tidak memerlukan pendinginan untuk

mengawetkan, 5) dikemas untuk langsung dimakan dengan ukuran mudah dimakan, mudah dipegang, memiliki permukaan yang berminyak ataupun kering sesuai dengan proses produksi makanan ringan tersebut, 6) dijual kepada konsumen dalam keadaan segar. Agar makanan ringan dapat selalu segar, maka diperlukan jenis bahan kemasan yang dapat melindungi dari uap air, oksigen dan cahaya untuk melindungi kerenyahan produk, untuk memperlambat oksidasi minyak, dan dapat

menghilangkan katalis oksidasi. Nitrogen atau sistem antioksidan lainnya dapat ditambahkan di dalam kemasan makanan ringan untuk menambah proteksi terhadap minyak goreng. Produsen wajib mencantumkan kode tanggal

kadaluarsa pada kemasan, sehingga produk bisa ditarik dari pasar jika tidak terjual setelah masa kadaluarsa berlalu. Makanan ringan pada penelitian ini tergolong makanan ringan modern atau snack food seperti disebutkan oleh Lusas (2001) dan bukan tergolong makanan ringan basah seperti kue-kue atau camilan tradisional seperti kue apem, risoles, kroket dan gorengan lainnya. Berbagai teknologi digunakan agar makanan ringan bisa tergolong sebagai makanan ringan siap untuk dimakan dalam keadaan kering dan mengandung air maksimum 5%. Fellows (2000) membagi prinsip-prinsip dasar teknologi pengolahan pangan menjadi proses suhu ruang, proses dengan aplikasi panas dan operasi paska proses pengolahan. Ketiga proses dirangkai untuk menghasilkan makanan ringan. Proses dimulai dengan pencampuran atau pengadukan bahan baku (jika bahan baku terdiri lebih dari 1 jenis bahan baku), ekstrusi tanpa panas yang lebih berfungsi sebagai pengaduk dan pembentuk adonan, ekstrusi dengan pemasakan, pengeringan, penggorengan yang

dilanjutkan dengan proses pelapisan dengan bumbu dan terakhir adalah pengemasan. Teknologi Ekstrusi Ekstrusi merupakan proses yang menggabungkan beberapa unit operasi pengolahan seperti pengadukan, pemasakan, pengulenan, penggesekan,

pembentukan dan pencetakan. Ekstruder diklasifikasikan berdasarkan 1) metode operasi dan 2) metode konstruksi. Metode operasi dibagi menjadi ekstruder tanpa panas dan ekstruder untuk memasak, sedangkan metode konstruksi terdiri dari ulir tunggal atau single screw dan ulir ganda atau double screw. Jika produk pangan yang melalui ekstruder dipanaskan menjadi 100C maka proses ekstrusi tergolong kepada ekstrusi panas untuk memasak atau cooking extruder (Fellows, 2000). Ekstruder makanan ringan yang digunakan pada penelitian ini merupakan golongan ekstruder ulir tunggal yang tergolong pada gesekan medium karena

ekstruder ini bersuhu tabung maksimal 110C, suhu produk maksimum 79C dan tekanan tabung ulir (screw barrel ) +/- 2000-4000 kPa (Tabel 1). Kadar air adonan yang ideal untuk ekstruder ini adalah maksimal 30% agar adonan masih berbentuk tepung lembab dan tidak menggumpal.

Tabel 1. Data operasi bermacam -macam ekstruder Parameter Unit Gesekan Tinggi*)
Energi input pada produk k Wh Kg Panjang Tabung/diameter Kecepatan Ulir Suhu Tabung Maksimum Suhu Produk maksimum Tekanan Tabung Maksimum Kadar Air Produk Densitas produk % kg/m 5-8 32-160 15-30 160-500 25-75 320 -800 L/D rpm C C kPa 2 15 > 300 110 180 149 4000-17000 10 25 > 200 55 145 79 2000-4000 5 - 22 > 100 20 - 65 52 550-6000 0.10 -0.16

Gesekan Medium**)
0.02-0.08

Gesekan Rendah***)
0.01 -0.04

Hauck (1993) dan Harper (1979) di dalam Fellows (2000) *)Gesekan Tinggi Kecepatan tinggi dan sayap screw dangkal menyebabkan tekan tinggi dan suhu yang diperlukan untuk membuat makanan ringan yang memuai/mengembang. **)Gesekan Medium Untuk Teksturasi Protein Nabati (TVP) dan makanan hewan setengah basah ***)Gesekan Rendah Sayap screw yang dalam d an kecepatan rendah menghasilkan tekanan rendah untuk memproduksi pasta, produk daging dan gum.

Karena ekstrusi merupakan kombinasi dari beberapa proses seperti pengadukan, pemasakan, dan pengulenan secara bersamaan, maka terjadi beberapa perubahan fisik dan kimia pada bahan pangan seperti hidrasi pati dan protein, homogenisasi, gelasi, gesekan, pelelehan lemak, denaturasi, atau reorientasi protein, plastifikasi, dan pengembangan dari struktur pangan. Beberapa jenis makanan ringan bisa dihasilkan melalui beberapa teknologi ekstrusi seperti makanan ringan direct expanded atau makanan ringan generasi kedua seperti makanan ekstrudat, makanan ringan generasi ketiga berbentuk pellet kerupuk mentah, produk ko-ekstrusi, makanan ringan berbasis masa dan crispbread. Pengukuran mutu akhir ekstrudat adalah kadar air, tingkat pengembangan, kelarutan, penyerapan, tekstur, warna dan citarasa (Huber, 2001 di dalam Lusas dan Rooney, 2001). Kadar air menentukan umur simpan dan stabilitas produk.

Tingkat pengembangan diukur melalui densitas kamba, bentuk dan ukuran, sedangkan tekstur diukur secara organoleptik berupa mouth feel dan struktur sel yang menentukan kerenyahan.

Makanan ringan generasi kedua dan ketiga Produk makanan ringan generasi kedua disebut juga direct expanded. Jenis ini biasanya memiliki karakteristik produk dengan densitas kamba yang rendah dan dilapisi dengan pemberi rasa dalam bentuk campuran dengan minyak dan garam. Ekstrudat bisa diproses lebih lanjut dengan proses penggorengan atau proses pemanggangan sebelum dilakukan pelapisan dengan larutan minyak dan bumbu. Produk makanan ringan generasi ketiga biasanya menunjuk pada produk setengah jadi atau pellet kerupuk mentah; diproduksi dengan ekstruder dengan pemasakan dan hasilnya dikeringkan sampai kadar air yang stabil (9-10%) untuk menjaga stabilitas selama penyimpanan. Selanjutnya pellet mentah ini akan dikembangkan melalui media minyak goreng panas maupun media udara panas. Bahan baku yang dipakai kebanyakan dari pati dan tepung-tepungan. Klasifikasi proses terbagi menjadi ekstrusi pembentukan dingin atau ekstrusi pemasakan. Jika menggunakan ekstrusi pembentukan dingin, digunakan tepung kentang atau pati lain yang sudah tergelatinisasi atau pregelatinisasi agar didapatkan pengembangan yang optimal setelah pellet digoreng. Pada ekstrusi pemasakan, bahan baku harus masak sempurna kecuali dipakai pati yang sudah mengalami pregelatinisasi. Agar adonan masak sempurna, maka kombinasi suhu, waktu tinggal adonan dalam daerah ekstruder dan kadar air selama ekstrusi untuk membuat gelatinisasi sempurna harus optimal. Suhu pada ekstruder tergantung dari bahan baku yang dipakai, konfigurasi ekstruder dan kondisi proses. Suhu pemasakan harus dibuat di atas suhu gelatinisasi dari pati yang digunakan (Tabel 2). Ekstruder pemasakan memiliki 4 daerah dengan fungsi yang berbeda dalam tabung ulir ekstruder yaitu daerah pengadukan adonan, pemasakan adonan, daerah pembentukan di mana adonan mulai didinginkan (70-95C) dan adonan yang bersifat lentur mulai mengembang, daerah pencetakan dengan

lubang cetakan atau outlet die yang memiliki daerah yang cukup terbuka agar ekspansi tidak terjadi (Gambar 2). Tabel 2. Kandungan Rata-rata amilosa dan amilopektin dari beberapa Pati Tipe Pati
Tapioka / Singkong Gandum Beras Beras Ketan

Amilosa (%)
17 25 19 <10

Amilopektin (%)
83 75 81 >99

GTR (C)
52-61 58-63 68-78 68-77

GTR = Gelatinization Temperature Rate Huang dan Rooney di dalam Lusas dan Rooney (2001)

Adonan yang akan dicetak ini memiliki kadar air 20-25%. Adonan yang sudah tercetak akan dikeringkan pada oven 70-80C selama 3 jam sampai menjadi pellet berkadar air 9-10% (Huber 2001 di dalam Lusas dan Rooney, 2001).

Gambar 2. Bagian bagian dalam tabung ekstruder ulir tunggal untuk produksi makanan ringan generasi ketiga. Peralatan ekstrusi terdiri dari ulir yang berputar pada tabung silindris yang berulir. Tabung ini terbuat dari baja keras atau stainless steel yang dimampatkan agar tahan terhadap gesekan atau shear. Perbandingan panjang dengan diameter tabung berkisar antara 2:1 dan 25:1 (Hauck, 1933). Gerak ulir

disebabkan oleh motor listrik dengan kecepatan putar yang berbeda-beda dan cukup kuat untuk mendorong bahan pangan terhadap hambatan tekanan yang terbentuk di dalam tabung. Kecepatan ulir merupakan faktor utama yang mempengaruhi kinerja ekstruder dalam hal waktu tumpuk bahan pangan di dalam tabung, jumlah panas yang ditimbulkan oleh gesekan, laju transfer panas, dan kekuatan gesekan dari produk. Kisaran kecepatan ulir adalah 150-600 rpm tergantung pada aplikasinya. Teknologi ekstrusi pada proses produksi bihun Proses pembuatan bihun berbeda dengan pembuatan mi atau pasta karena beras yang digunakan harus dijadikan bubur beras lebih dahulu dengan cara penggilingan basah. Bubur beras disaring dan dibuat adonan kukus sebelum diekstrusi menjadi untaian halus diameter 1 sampai 1,2 mm. Pengukusan diperlukan untuk proses gelatinisasi sempurna dari beras. Ada 2 proses ekstrusi yang terdapat pada rangkaian proses produksi bihun, yaitu 1) ekstruder strap yang berfungsi untuk mengaduk adonan hasil kukusan dan membentuk menjadi untaian tambang dengan diameter 100 mm, 2) ekstruder vermicelli yang akan mengaduk untaian tambang dan membentuk menjadi untaian halus diameter 1 sampai 1,2 mm. Kedua ekstruder merupakan ekstruder tanpa panas dan tidak berfungsi sebagai ekstruder pemasakan. Spesifikasi kedua jenis ekstruder dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Spesifikasi ekstruder strap dan ekstruder vermicelli pada rangkaian proses produksi bihun Ekstruder Strap 7.5 kw 50 Hz 2 buah Panjang 56 cm Jumlah putaran 10 Diameter 12.5 cm Ulir 2 Panjang 26 cm Jumlah putaran 6 Diameter 9 cm Bahan Screw Conveyor Besi hitam Power motor Jumlah ulir Ulir 1 Ekstruder Vermicelli 18.5 kw 50 Hz 2 buah Panjang 90 cm Jumlah putaran 13 Diameter 14.5 cm Panjang 90 cm Jumlah putaran 13 Diameter 14.5 cm Besi hitam

10

Gelatinisasi dan Retrogradasi Pati Gelatinisasi adalah kerusakan urutan molekul dalam butiran pati yang 1) tergantung pada suhu dan kandungan air, 2) bersifat tidak dapat berubah ,3) berawal dari pembesaran ukuran granulasi pati, 4) menyebabkan kenaikan kekentalan larutan atau suspensi 5) bervariasi tergantung pada kondisi pemasakan, 6) bervariasi tergantung kepada tipe butiran dari sumber tanaman. Kisaran suhu gelatinisasi pati dari umbi-umbian atau akar biasanya lebih rendah daripada pati serealia (Tabel 2). Butir pati terdiri dari bagian yang tidak berbentuk atau amorphous dan bagian yang terlihat seperti kristal. Pati dalam air yang dipanaskan menyebabkan gangguan ikatan Hidrogen di antara rantai polimer sehingga melemahkan butiran. Pembesaran awal terjadi pada daerah amorphous di mana ikatan hidrogen kurang banyak dan polimer bersifat rentan terhadap pemutusan ikatan. Pada saat struktur menjadi melemah, butiran mengikat air dan membesar. Karena tidak semua butiran serentak gelatinisasi, maka terjadi perbedaan tingkat kekacauan dan pembesaran butiran. Bagian yang tidak berbentuk pada butir pati lebih mudah terdegradasi oleh asam dan enzim jika dibandingkan daerah kristal. Butiran pati dianggap sebagai polimer seperti kaca. Bentuk seperti kaca akan bertahan sampai tercapai suhu transisi gelas (Tg= glass transition temperature) di mana molekul mulai terlepas dan polimer bersifat kenyal seperti karet. Akhirnya suhu titik leleh Tm akan

dicapai di mana butir pati akan meleleh dan kehilangan ikatan secara menyeluruh. Air menjadi penyebab keliatan atau kekenyalan yang secara nyata mempengaruhi suhu Tm dan Tg dari butir pati. Pada saat pembesaran butir pati dan pelelehan terjadi, butir pati mengalami gelatinisasi, pembentukan pasta atau pasting, dispersi dan akhirnya retrogradasi pada saat bahan mengalami pendinginan. Perubahan ini pada Gambar 3 dipengaruhi oleh suhu, kadar air, energi mekanis dan faktor lainnya. Tekstur keripik atau hasil pemanggangan akan renyah pada kadar air <3% dan jika di atas 3% maka tekstur akan menjadi keras, kenyal karena Tg dikurangi oleh molekul air.

11

Retrogradasi merupakan proses lanjut setelah gelatinisasi. Polimer pati yang terlarut dan sis a bagian butir yang tidak larut kembali bersatu setelah pemanasan. Retrogradasi menghasilkan formasi agregat kristal yang

mempengaruhi tekstur. Molekul amilosa linier lebih cenderung bersatu dan membentuk ikatan hidrogen daripada molekul amilopektin yang lebih besar dan bercabang. Pada saat retrogradasi, pasta pati menjadi berwarna opak dan membentuk gel. Gel berangsur-angsur menjadi seperti elastis atau kenyal dan cenderung melepas air. Perubahan ini terjadi selama dan setelah ekstrusi, pemanggangan, penggorengan, dan proses lainnya (Huang dan Rooney dalam Lusas dan Rooney, 2001). Dehidrasi melepas air dan meningkatkan retrogradasi. Lapisan film yang terbentuk tergantung dari jumlah relatif air, jenis pati dan interaksinya dengan bahan lainnya dalam formula. Retrogradasi luas dari amilosa menghasilkan fraksi pati yang tahan terhadap kerja enzim pencernaan. Retrogradasi amilopektin pada produk hasil pemanggangan berhubungan dengan peristiwa melempem. Pada makanan ringan, hal ini menghasilkan tekstur yang ringan, garing dan renyah.

Gambar 3 . Perubahan pada butir pati selama pemanasan dan pendinginan dalam air. Tg=suhu transisi kaca ;Tm=suhu pelelehan (Huang dan Rooney, 2000 dalam Lusas dan Rooney, 2001)

12

Tekstur pangan dan Kerenyahan Menurut definisi British Standard Institution dalam Carpenter et al. (2000) indera yang berperan dalam menentukan tekstur adalah sentuhan, penglihatan dan pendengaran, sehingga tekstur didefinisikan sebagai : atribut dari sebuah benda yang dihasilkan oleh kombinasi dari sifat fisik dan diartikan atau diterima oleh sensasi atau rangsangan dari sentuhan (termasuk kinestesia atau daya menyadari gerakan otot dan rasa dalam mulut), penglihatan dan pendengaran. Tekstur berperan dalam penerimaan keseluruhan dari sebuah produk pangan dan merupakan kriteria penting bagi konsumen untuk menyatakan mutu dan kesegaran dari produk pangan. Makanan ringan yang disukai adalah makanan ringan yang bertekstur renyah, garing tidak keras, dan tidak melempem. Persepsi terhadap tekstur pangan adalah merupakan proses yang dinamik karena sifat-sifat fisik pangan berubah-ubah secara terus menerus dengan adanya proses pengunyahan, pembalutan dengan air liur dan perubahan suhu tubuh. Szczesniak (1963) dalam Carpenter et al. (2000) membuat klasifikasi tekstur menjadi 3 kelompok utama yaitu 1) Karakteristik mekanik yang berhubungan dengan reaksi pangan ke tekanan, 2) Sifat geometrik yang berhubungan dengan ukuran, bentuk dan orientasi partikel dalam pangan dan 3) Karakteristik lain-lain yang berhubungan dengan persepsi kadar air dan kadar lemak. Proses Penggorengan Penggorengan merupakan suatu unit operasi yang dipakai terutama untuk mengubah mutu pangan dari segi organoleptik teks tur ~ kerenyahan dan rasa gurih. Tujuan kedua proses penggorengan adalah untuk mendapatkan efek pengawetan yang merupakan hasil perusakan enzim dan mikroba oleh panas yang dihasilkan oleh proses penggorengan. Peralatan penggorengan untuk proses mi instan terdiri dari sumber panas untuk memanaskan minyak, rantai ban berjalan untuk memindahkan produk melalui penggorengan untuk mengeluarkan uap air dan uap. Produk pangan

13

mentah akan dibenamkan ke dalam minyak panas dan naik kembali pada saat uap air di bagian dalam berubah menjadi uap. Menurut Fellows (2000), penggorengan tipe ini tergolong kepada deep-fat frying di mana transfer panas merupakan kombinasi dari konveksi yang terjadi pada minyak panas dan konduksi pada bagian dalam produk pangan. Semua permukaan pangan menerima perlakuan panas yang sama untuk menghasilkan penampilan dan warna hasil goreng yang seragam. Mesin penggorengan mi instan mempunyai dimensi panjang 10 m dan lebar 1 m; kondisi penggorengan untuk mi instan adalah 145-150C selama 60-70 detik (Sung-Kon Kim ,1996 di dalam Kruger et al. 1996). Menurut teori, jika bahan pangan dimasukkan ke dalam minyak panas, suhu permukaan bahan pangan akan meningkat dengan cepat dan air terevaporasi sebagai uap air dan permukaan mulai mengering. Jalur evaporasi air yang bergerak di dalam pangan akan membentuk lapisan kerak. Suhu permukaan pangan akan naik sama seperti suhu minyak panas dan suhu bagian dalam akan naik dengan laju yang lebih lambat ke suhu 100C. Laju transfer panas ditentukan oleh perbedaan suhu antara minyak panas dengan pangan oleh koefisien transfer panas pada permukaan pangan (Fellows, 2000). Tekstur pangan hasil penggorengan dihasilkan oleh perubahan pada protein, lemak dan karbohidrat polimer. Perubahan pada protein terjadi sebagai hasil reaksi Mailard dengan asam amino pada kerak. Kandungan lemak produk pangan akan meningkat karena penyerapan minyak goreng. Banks dan Lusas (2000) di dalam Lusas dan Rooney (2001) membagi perubahan bahan pangan yang digoreng menjadi 6 tahap, yaitu : 1) Masuk Penggorengan, 2) Pengerasan permukaan produk (case hardening), 3) Pengerasan permukaan, 4) Pengurangan uap air atau pemasakan, 5) Selesai Penggorengan dan 6) Penyerapan minyak. Tahap masuk ke penggorengan adalah saat pangan terendam dalam minyak panas di mana pati pada permukaan secara cepat tergelatinisasi dan produk terbungkus oleh gelembung uap kecil karena uap air pada permukaan mulai menguap. Perubahan uap dan gelembung pada permukaan meningkat secara cepat sehingga menghindari produk lengket satu dengan lainnya.

14

Perubahan atau evolusi uap air yang sangat cepat membatasi suhu produk mencapai titik didih air dan menghambat penetrasi minyak ke dalam produk. Pada pengerasan permukaan produk (case hardening), lapisan sel terluar pada permukaan produk mengering dan kempes menjadi seperti tekstur lapisan kayu halus. Sedikit perubahan pada evolusi uap air memperlihatkan bahwa proses ini sedang berlanjut di mana sebagian permukaan masih bergelembung lebih cepat dari bagian lainnya. Pada saat uap air pada permukaan menghilang, uap air di bagian dalam mulai berubah menjadi uap dan merusak saluran melalui struktur produk. Pada titik ini, dehidrasi tidak akan akan menghasilkan tekstur permukaan yang renyah, akan tetapi akan terjadi keutuhan struktur, sebagai contoh keripik kentang yang digoreng pada tahap ini masih bisa dibengkokkan dan kembali ke bentuk semula. Tahap pengerasan permukaan menyebabkan beberapa lapisan sel permukaan mulai mengering dan menambah pembentukan struktur remah. Produk yang digoreng pada suhu tinggi akan membentuk lapisan remah yang tipis dan tekstur ringan, sedangkan produk yang digoreng secara lambat dengan suhu rendah akan mendukung pembentukan remah yang lebih tebal dan tekstur lebih garing. Struktur sel di bawah lapisan remah akan terganggu dan membentuk tiang-tiang dalam dan besar dan substruktur bagian dalam terus menerus dipengaruhi oleh suhu penggorengan. Pada tahap ini, formasi remahremah dan struktur bagian dalam masih belum lengkap tetapi elemen yang paling kuat mempengaruhi tekstur produk jadi sudah terbentuk. Penekanan utama pada tahap pemasakan adalah pada penetrasi panas dan pengurangan kadar air. Keseragaman dalam ukuran produk yang digoreng merupakan kunci untuk menentukan beban penggorengan yang tepat, profil

suhu dan waktu produk dan pemasakan. Selama tahap akhir penggorengan, suhu permukaan produk secara cepat menjadi sama dengan suhu minyak. Kadar air rendah dan suhu tinggi memperkuat reaksi pembentukan flavor yang melibatkan asam amino, protein dan karbohidrat. Suhu yang meningkat mendukung pengurangan kadar air akhir, pembentukan remah yang renyah dan berwarna pekat. Kadar minyak meningkat selama tahap akhir penggorengan, akan tetapi kebanyakan minyak melekat pada

15

permukaan produk. Tahap akhir ini harus dikontrol dengan waktu yang tepat pada saat produk diangkat dari minyak untuk menghasilkan mutu optimal dari poduk hasil penggorengan. Tahap selanjutnya adalah penyerapan minyak. Kadar minyak merupakan akibat dari pembasahan permukaan, aksi kapiler dan penyerapan vakum. Tekstur permukaan produk mempengaruhi pembasahan awal dan penyerapan kapiler selama tahap awal penggorengan, tetapi evolusi uap air membatasi penyerapan yang nyata. Selama akhir tahap penggorengan, sejumlah minyak tambahan akan diserap oleh aksi kapiler saat ruang hampa terbentuk di dalam produk. Selama pendinginan setelah penggorengan, uap air di dalam produk akan terkondensasi sehingga terbentuk ruang vakum yang mempercepat penyerapan minyak dari permukaan ke dalam produk. Untuk mengurangi kandungan minyak, maka dilakukan penirisan pada tabung sentrifugal yang berlubang untuk drainase minyak yang lengket pada permukaan produk.

BAHAN DAN METODE


Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Desember 2005 sampai dengan bulan April 2006 pada beberapa lokasi sesuai dengan letak peralatan produksi dan peralatan laboratorium kimia dan organoleptik. Pengembangan prototip produk dilakukan pada laboratorium aplikasi PT. Cahaya Citra Cemerlang, Jakarta. Untuk peralatan ekstrusi bihun digunakan peralatan produksi bihun di PT. Indofood Sukses Makmur Cibitung, demikian pula dengan alat penggorengan mi kontinu. Sedangkan untuk peralatan ekstruder makanan ringan digunakan peralatan produksi PT. Indofood FritoLay Tangerang. Analisa kimia, organoleptik dan analisa kerenyahan secara obyektif dengan Instron Texture Analyzer dilakukan di Pusat Riset dan Pengembangan PT. Indofood Sukses Makmur, Ancol-Jakarta. Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan adalah ikan lele lokal (Clarias batrachus L) dan tahu sebagai sumber protein, pati jagung, tepung gaplek dan tepung terigu. Bahan penambah rasa yang digunakan adalah garam, gula, monosodium glutamat dan perisa ayam. Sodium bikarbonat sebagai bahan pengembang juga ditambahkan pada formula. Peralatan produksi yang digunakan adalah : 1) Ekstruder makanan ringan tipe 3rd generation snack, 2) Ekstruder bihun yang terdiri dari 2 peralatan ekstruder yaitu : ekstruder strap dan ekstruder vermicelli , 3) Kombinasi ekstruder bihun dengan meat processor/Meat Chopping Extruder (MCE), 4) Alat

penggorengan yang dipakai adalah alat penggorengan kontinu untuk mi instan dengan suhu goreng 150C selama 3 menit. Analisa proksimat yang dilakukan adalah kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, dan kadar karbohidrat. Dilakukan pula analisis kandungan kalsium, sedangkan analisa tekstur secara objektif dilakukan dengan alat Instron Texture Analyzer.

17

Metode Penelitian Penelitian terbagi atas tiga tahap. Pada penelitian tahap pertama dilakukan formulasi makanan ringan skala laboratorium untuk memilih prototip formula yang akan diterapkan pada tahap II. Penelitian tahap II adalah menerapkan formula terpilih pada beberapa peralatan ekstruder skala komersial yang tersedia pada perusahaan sedangkan penelitian tahap III adalah melakukan o ptimasi proses produksi yang dapat menghasilkan produk dengan kerenyahan tekstur yang paling optimal. Alur tahapan penelitian seperti pada Gambar 4.

Tahap I. Formulasi Skala Laboratorium

Tahap II. Aplikasi Formulasi Terpilih pada Skala Produksi Komersial

Tahap III. Optimasi Rangkaian Proses Produksi Makanan Ringan dengan Proses Produksi Bihun

Gambar 4. Tahapan penelitian pengembangan makanan ringan dengan proses ekstrusi dan penggorengan

Tahap I - Formulasi Makanan Ringan Skala Laboratorium

Penelitian tahap awal dilakukan untuk mendapatkan komposisi bahan baku yang dapat menghasilkan tekstur yang renyah, rasa gurih dan asin yang pas, rasa bumbu yang sesuai dan kadar protein produk yang memadai, dengan menggunakan alat Panasonic Meat Processor (MK-628 NR Super Turbo 1000). Alat penggorengan yang digunakan adalah wajan dan kompor yang diatur suhunya hingga 150C. Seleksi prototip formula dilakukan berdasarkan uji kimia (kadar air adonan dan kadar protein produk jadi), uji organoleptik yaitu uji tekstur subyektif terhadap kerenyahan produk hasil goreng dan evaluasi subyektif terhadap rasa gurih produk jadi hasil penggorengan, sedangkan analisa ekonomi

18

terhadap biaya bahan baku juga dipertimbangkan untuk setiap 5 gram produk hasil penggorengan agar sesuai dengan sasaran harga jual produk.

Tahap II - Aplikasi Formulasi Makanan Ringan Terpilih pada Skala Produksi Komersial

Penelitian tahap kedua yang dilakukan adalah aplikasi formula terpilih pada percobaan skala produksi komersial yaitu pada : 1) Ekstruder makanan ringan 3rd generation snack 2) Ekstruder bihun yang terdiri dari 2 peralatan ekstruder yaitu : Ekstruder strap Ekstruder vermicelli

3) Kombinasi ekstruder bihun dengan Meat Crushing Machine atau Meat Chopper Extruder CZ 112. Alat penggorengan yang dipakai adalah alat penggorengan kontinu untuk mi instan dengan suhu goreng 150C selama 3 menit. Pada tahap kedua ini, diamati penilaian subyektif terhadap kerenyahan tekstur dan kapasitas produksi yang memungkinkan dari ketiga proses di atas. Tahap III-Optimasi Rangkaian Proses Produksi Makanan Ringan dengan Proses Produksi Bihun Pada penelitian tahap ketiga dilakukan optimasi rangkaian proses produksi makanan ringan dengan menggunakan proses pengolahan bihun. Faktor yang diamati pada proses optimasi ini adalah 1) pengaruh suhu adonan sebelum adonan tersebut melalui proses ekstrusi dan 2) pengaruh alat MCE yang dirangkai setelah proses ekstrusi bihun. Suhu adonan panas adalah suhu adonan pada saat ke luar dari alat pengaduk dengan uap yang bertekanan 2 kgf sebelum masuk ke dalam proses ekstrusi. Kisaran suhu adonan panas adalah 80C- 90C. Suhu adonan 30C adalah suhu adonan setelah proses pengadukan dan penguapan bertekanan yang sudah mengalami pendinginan atau aging sehingga suhu adonan menjadi maksimum 30 C.

19

IA

I AC

P A.Extruder Strap B.Extruder Vermicelli Pengadukan bahan kering Pengadukan& Steam bertekanan Pengadukan bahan basah
IC IB I BC

P R O D U K

C.Meat Chopper Extruder

E N G G O R

II A

II AC II C

E N G

J A D I

A.Extruder Strap

B.Extruder Vermicelli
Suhu Panas II B Suhu =30 C

C.Meat C hopper Extruder


II BC

A N

Gambar 5 . Sepuluh jenis jalur proses produksi pada tahap optimasi rangkaian proses produksi makanan ringan dengan proses pengolahan bihun Urutan proses pada penelitian ketiga dibagi menjadi 10 jenis urutan proses (Gambar 5), sedangkan semua proses pengadukan bahan baku sampai dengan proses penguapan (steaming ) adalah parameter yang sama bagi semua urutan proses, demikian pula dengan parameter penggorengan kontinu. Parameter proses produksi mulai dari proses pengadukan bahan baku sampai dengan proses penggorengan dipaparkan pada Tabel 4. Angka I adalah untuk parameter suhu adonan panas dan angka II untuk adonan yang sudah didinginkan sehingga mencapai suhu 30C. Huruf A adalah ekstruder strap, huruf B untuk ekstruder vermicelli dan huruf C untuk MCE. Parameter mutu produk jadi yang diamati meliputi kerenyahan tekstur hasil goreng secara evaluasi sensori subyektif dan secara obyektif dengan alat Instron Texture Analyzer. Untuk setiap sampel dilakukan 16-18 kali pengukuran. Urutan proses yang mempunyai nilai max load kgf paling tinggi merupakan urutan proses yang menghasilkan tingkat kerenyahan paling baik (Lampiran 2).

20

Tabel 4. Parameter proses produksi Bihun yang dirangkai dengan Meat Chopper Extruder dan Penggorengan Kontinu PROSES 1.Pengadukan bahan baku kering 2.Pengadukan bahan baku basah 3.Pengadukan bahan baku kering dan basah 4. Penguapan ( Steaming ) Untuk 100 kg adonan ~ lama penguapan 11 menit Tekanan penguapan 2 KgF 5. Ekstruder Strap Diameter lubang (nozzle) 3 mm Jumlah lubang 90 Kapasitas 450 kg/jam 6. Ekstruder Vermicelli Diameter lubang (nozzle) 3 mm Jumlah lubang 60 Kapasitas 450 kg/jam 7. Meat Chopper Extruder Diameter lubang (nozzle) 3 mm Jumlah lubang 60 Kapasitas 500 kg/jam 8. Penggorengan Kontinu Lama penggorengan 3 menit Suhu minyak pada proses PARAMETER PROSES Lama pengadukan 2 menit Lama pengadukan 2 menit Lama pengadukan 2 menit

penggorengan 150 C 9. Separasi Minyak (Penirisan) Lama penirisan 1 menit

Hasil analisa kerenyahan tekstur akan menentukan parameter proses terbaik yang akan dirangkai seperti ; 1) peranan proses aging atau pendinginan adonan sebelum proses ekstrusi dan 2) penentuan pemakaian jenis ekstruder bihun; yaitu pilihan jenis ekstruder strap atau ekstruder vermicelli saja, atau dengan peralatan tambahan Meat Chopper Extruder yang dirangkai setelah ekstruder.

21

Pengamatan Pada tahap penelitian pertama dilakukan percobaan dengan beberapa formula yang bisa memenuhi persyaratan hasil akhir dengan rasa gurih dan asin, harga bahan baku memenuhi biaya bahan baku, kadar protein akhir lebih besar dari 10% dan kadar air adonan sesuai dengan kadar air yang diperlukan untuk proses produksi pada ketiga jenis ekstruder yang akan dipakai. Analisa kadar protein produk hasil goreng memakai metode analisa dengan referensi SNI 01-2891-1992 Livingstone. Formula dengan biaya bahan baku yang memenuhi persyaratan dan kadar protein minimum 10% dipilih untuk dicoba pada peralatan ekstruder makanan ringan generasi ketiga, ekstruder bihun dan ekstruder MCE. Pada hasil goreng dilakukan analisa sensori terhadap kerenyahan tekstur dengan panelis terlatih memakai metode ranking test dengan jumlah panelis terlatih minimum 5 orang (Carpenter, Lyon dan Hasdell, 2000). Kuesioner uji ranking ada pada Lampiran 1. Formula terbaik digunakan untuk mendapat rangkaian peralatan terbaik dalam hal memproduksi makanan ringan yang paling renyah. Rangkaian yang digunakan adalah ekstruder strap dan vermicelli pada bihun dan MCE. Suhu adonan saat masuk ke dalam ekstruder diamati dengan 2 jenis suhu, yaitu suhu setelah adonan ke luar dari proses pemasakan dengan uap, 85-90C dan suhu adonan setelah ke luar dari pemasakan yang sudah diistirahatkan dan sudah mencapai suhu maksimum 30C. Demikian pula dibedakan antara adonan yang melalui MCE dan tidak melalui ekstruder MCE. Hasil penggorengan 150C selama 3 menit dikumpulkan dan terhadap masing-masing produk dari jenis urutan proses dan suhu adonan dilakukan analisa kerenyahan tekstur pada Instron Texture Analyzer. Hasil dari Instron dengan nilai maximum load KgF terbesar merupakan produk yang paling renyah. Untuk menguji ketahanan tekstur produk di dalam makanan berkuah terhadap 4 produk yang mempunyai nilai kerenyahan terbaik, dilakukan penaburan produk di atas makanan berkuah dengan suhu kuah 80-84C. Produk dengan kode IIAC, IIC, IBC dan II BC ditabur pada makanan berkuah secara dan Pearsons Chemical Analysis of Food 8th Churchill

22

terpisah setelah itu dilakukan evaluasi tekstur subjektif setiap 30 detik Atribut yang dinilai adalah kerenyahan serta kekenyalan tektur setelah paparan waktu tertentu dan suhu tertentu. Kerenyahan Alat uji kerenyahan tekstur Instron mengukur dengan cara kompresi pada produk pangan dengan probe. Yang diukur adalah kekerasan produk atau hardness yang merupakan kebalikan dari kerenyahan. Nilai Kekerasan

merupakan kekuatan puncak dari kompresi pertama dari produk. Kekerasan tidak perlu terjadi pada titik kompresi yang paling dalam; walaupun biasanya terjadi pada hampir semua produk (Gambar 6). Tidak semua produk bisa retak, akan tetapi jika harus retak, titik keretakan terjadi pada plot yang pertama terjadi puncak yang nyata selama kompresi pertama pada produk.

Gambar 6. Grafik pengukuran kekerasan tekstur pada Instron Texture Analyzer Uji kerenyahan tekstur secara subjektif terhadap tekstur dari kesepuluh perlakuan uruta proses dilakukan memakai 5 orang panelis terlatih untuk menentukan kerenyahan subjektif berdasarkan 5 skala hedonik di mana angka 0

23

berarti keras, angka 1 berarti agak keras, angka 2 berarti agak renyah, angka 3 berarti renyah, angka 4 berarti renyah sekali dan angka 5 merupakan nilai untuk tekstur sangat renyah sekali. Untuk melihat relasi antara kerenyahan objektif (kgf) dengan kerenyahan subjektif (skala hedonik 0-5), dibuat sebuah grafik hubungan linier (Gambar 8). Uji ketahanan kerenyahan tekstur setelah produk makanan ringan ditaburkan pada mi instan berkuah dilakukan secara subjektif dengan mengevaluasi kerenyahan tekstur secara berkala mulai dari waktu setelah tabur 1 menit, 2 menit, 3 menit dan setiap 30 detik berikutnya sampai tekstur produk terasa lembut atau mudah larut dalam mulut (Lampiran 10). Kadar air Sebelum penimbangan bahan, cawan timbang dan tutupnya dipanaskan dalam oven 1050 C selama 30 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai ketelitian 0,1 mg. Setelah itu, contoh sebanyak 2-5 gram ditimbang pada botol timbang. Botol dan contoh dikeringkan dalam oven 105C selama 3 jam dan botol timbang dalam keadaan terbuka. Setelah itu, botol timbang tertutup yang berisi sampel didinginkan dalam desikator selama 30-45 menit kemudian dilakukan penimbangan dengan ketelitian 0,1 mg. Penetapan blanko juga dilakukan. Rumus perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut : W1 W2 W1 W0

Kadar air = Di mana : W0 W1 W2 Blk

100 %

: berat botol timbang dan tutup (g) : berat botol timbang + tutup + contoh sebelum dipanaskan (g) : berat botol timbang + tutup + contoh yang sudah dipanaskan (g) : berat blanko (g)

Desikator yang digunakan berdiameter 30-40 cm di mana jumlah maksimum botol timbang dalam desikator adalah 25-30 buah.

24

Kadar abu Sebelum penimbangan bahan, cawan pengabuan dipijarkan dalam furnace 650-600 0C selama 1 jam lalu didinginkan 70-90 menit dalam desikator dan ditimbang sampai bobot tetap. Sampel makanan ringan digerus sampai berbentuk bubuk setelah itu ditimbang pada neraca analitik (ketelitian 0.1 mm) di atas cawan pengabuan sebanyak 3-5 gram. Cawan pengabuan berisi contoh diletakkan di atas Bunsen listrik/hot plate kemudian contoh dibakar sampai asap hilang. Setelah itu pengabuan dilanjutkan dalam furnace 650-6000 C sampai diperoleh abu bewarna putih keabuan. Cawan didinginkan sampai suhu 100-110 0C dalam furnace yang telah dimatikan. Setelah itu diangkat dan didinginkan dalam desikator selama 70-90 menit, kemudian ditimbang sampai ketelitian 0,1 mg. Setelah itu dilakukan penetapan blanko. Diameter desikator yang digunakan adalah 70-90 cm dan jumlah maksimum cawan dalam desikator 10-15. Ws Wc - Blk Ws Wc

Kadar abu = Di mana : Wa Wc Ws Blk : : : :

100 %

berat cawan dan abu (g) berat cawan kosong (g) berat cawan dan contoh (g) berat cawan blanko (g)

Nilai blanko diperhitungkan untuk mengkoreksi hasil analisis bila bobot blanko berkurang dan diberi harga mutlak. Jika setelah pengeringan, bobot blanko bertambah maka nilai blanko diabaikan. Kadar Protein Senyawa protein didestruksi dengan asam sulfat dan katalis selen menjadi ammonium sulfat yang diuraikan menjadi amoniak pada saat destilasi menggunakan NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat menghasilkan ammonium borat yang secara kuantitatif dititrasi dengan larutan baku asam

25

Contoh ditimbang 0.1 1 g tergantung pada jenis kadar protein contoh ke dalam labu kjeldalh dalam lemari asam atau ruang yang dilengkapi dengan alat destruksi dengan unit penghisap asap. Campuran dipanaskan dalam pemanas listrik sampai mendidih dan dilarutkan menjadi jernih kehijau-hijauan, setelah itu dibiarkan dingin, lalu diencerkan dengan aquadest secukupnya. Larutan NaOH 40% ditambahkan sebanyak 15 ml atau sampai campuran menjadi basa (diperiksa dengan indikator PP). Larutan disuling selama 5 -10 menit atau sampai larutan destilat telah mencapai kira-kira 150 ml, dengan penampang destilat adalah 50 ml larutan H3 BO3 2% yang telah diberikan beberapa tetes campuran indikator BCG + MM. Ujung pendingin dibilas dengan aquadest kemudian larutan campuran destilat dititar dengan larutan HCl 0.05 N. Setelah itu dilakukan penetapan blanko dan standardisasi HCl 0.05 N. Kadar Nitrogen (%) = (V1 V2) x N x 14.008 W X 100 %

Di mana : V1 = Volume HCl 0.05 N untuk tirasi contoh (ml) V2 = Volume HCl 0.05 N untuk tirasi blanko (ml) N = Normalitas larutan HCl W = berat cuplikan contoh (mg) 14.008 : Bobot atom nitrogen Untuk menghitung kadar protein, % N harus dikalikan dengan suatu faktor 5.7 untuk produk mi instan.

26

Analisis data Analisa data hasil pengukuran kerenyahan tekstur secara statistik dilakukan secara deksriptif dan inference. Secara deskriptif dilakukan analisa umum rataan, ragam, standar deviasi, dengan selang k epercayaan 95% bagi mean. Secara inference, dilakukan Analysis of Variance (Anova) dengan uji lanjut Duncan dan Kontras. Tujuan analisa statistik adalah untuk 1) mendapat ranking kerenyahan tekstur dari kesepuluh proses yang telah dilakukan, 2) mengetahui apakah ada perbedaan nilai respon, dalam hal ini nilai maximum load kgf atau tingkat kerenyahan di antara kesepuluh proses dan 3) mendapat proses yang terbaik dari kesepuluh proses tersebut, berdasarkan nilai maximum load kgf yang paling tinggi yang berarti paling renyah.

27

HASIL DAN PEMBAHASAN


Formulasi Produk Makanan Ringan Dalam merancang formulasi digunakan peralatan laboratorium yang kurang lebih mirip fungsi ekstruder dan dikombinasikan dengan pengadukan bahan baku dan penguapan adonan bahan baku menggunakan panci bertekanan (pressure cooker). Formula makanan ringan terdiri dari daging ikan Lele halus, pati jagung, tepung terigu, tahu, tepung gaplek, minyak kelapa sawit, monosodium glutamat, garam, sodium bikarbonat dan perisa makanan. Dari beberapa formula yang telah dicoba pada skala laboratorium, dipilih 3 formula terbaik yang ditinjau dari segi penggunaan maksimal ikan segar dan hubungannya dengan kandungan protein produk akhir. Pertimbangan lainnya adalah kegurihan rasa dan kerenyahan tekstur produk hasil penggorengan (Tabel 5). Tabel 5. Parameter penentu 3 jenis formula yang diproses dengan alat Meat Chopper Extruder skala laboratorium Formula 1 6,765 Formula 2 5,895 Formula 3 6,619

Biaya bahan baku mentah per Kg (Rp) Kandungan Ikan Segar (%) dalam total formula Kadar Air adonan (%) sebelum proses steam Kadar Protein (%) Kerenyahan Tekstur (subjektif) setelah Goreng *)
*)+ = Keras ++= Renyah +++= Sangat renyah

37

25

35

40.5

33.2

34.31

14 +++

9.5 +

12.7 ++

Dari pengamatan selama proses, semakin tinggi kadar daging ikan segar, maka kadar air adonan semakin tinggi dan adonan menjadi lembek dan lengket. Hal ini sangat berpengaruh pada proses ekstrusi karena adanya keterbatasan single screw extruder yaitu ketidak mampuan untuk mentransfer adonan yang lengket, lembek dan elastis atau membal. Beberapa bahan baku mempunyai

28

sifat yang berubah menjadi lengket atau membal setelah terkena panas ataupun pemampatan (kompresi); ada juga yang melawan gesekan pada ekstruder pemasakan (Huber dalam Lusas dan Rooney, 2001). Selain itu energi yang diperlukan untuk menurunkan kadar air dari 35-42% sehingga menjadi 20% setelah pemasakan pada ekstrusi makanan ringan generasi ketiga diduga memerlukan biaya energi yang relatif tinggi. Biaya bahan baku untuk ketiga jenis formula masih memenuhi persyaratan (Tabel 5) untuk hasil goreng 5 gram yang ditentukan pada dokumen persyaratan proyek dalam dokumen protokol produk (Segall 2000, di dalam Brody dan Lord 2000). Formula terpilih nomor 1 dengan jumlah ikan segar 37% sehingga kadar protein produk akhir menjadi 14%. Aplikasi Formulasi Terpilih pada Ekstruder Skala Komersial Ekstruder makanan ringan yang digunakan merupakan golongan ekstruder ulir tunggal yang tergolong pada medium shear atau gesekan medium karena ekstruder ini bersuhu tabung maksimal 110C, suhu produk maksimum 79C dan tekanan tabung ulir (screw barrel) +/- 2000-4000 kPa (Hauck, 1993 dan Harper, 1979 di dalam Fellows, 2000). Kadar air adonan yang ideal untuk ekstruder ini adalah maksimal 30% agar adonan masih berbentuk tepung lembab dan tidak menggumpal. Adonan yang masih bersifat tepung free flow dapat disalurkan melalui screw conveyor untuk masuk ke dalam tabung ulir. Pada formula terpilih, kadar air adonan 40.5% melebihi kadar air optimal sehingga adonan menggumpal dan tidak bisa disalurkan melalui screw conveyor yang tersedia pada alat ekstruder. Sifat adonan menjadi basah dan lengket sehingga adonan tersebut lengket pada pisau berputar yang terdapat pada permukaan lempengan cetakan dan tidak bisa dipotong secara langsung setelah ekstrusi. Pemotongan adonan hasil ekstrusi dapat dilakukan setelah adonan ditarik dalam bentuk tali setelah itu dipotong dengan pisau vertikal. Hasil potongan digoreng langsung dan ada yang dikeringkan sampai kadar air 9% atau bentuk pellet kering kemudian digoreng. Tekstur hasil penggorengan sangat keras (Tabel 7). Ekstruder s trap-Bihun terdiri dari 2 buah ulir, sebuah ulir kecil yang berfungsi mendorong dan mengaduk adonan ke arah ulir utama. Kapasitas strap

29

ekstruder yang terbuat dari besi hitam ini adalah 450 kg/jam; sama halnya dengan ekstruder vermicelli. Ekstruder strap mempunyai 10 putaran sedangkan ekstruder vermicelli mempunyai 13 putaran. Kedua jenis ekstruder ini dapat mengakomodasi adonan dalam bentuk gumpalan seperti adonan bihun berupa bubur beras yang sudah diuapkan dengan tekanan. Adonan panas hasil proses penguapan bertekanan ditampung pada wadah untuk langsung diekstrusi, hasil ekstrusi berupa tali dilalukan pada ban berjalan untuk pendinginan. Setelah itu dipotong secara manual dan langsung digoreng dengan suhu minyak 150C selama 3 menit. Tekstur hasil penggorengan sangat keras. MCE mempunyai ulir yang terdiri dari 5 putaran dengan kapasitas produksi 500 kg/jam. Pada bagian ujung ulir sebelum lubang outlet terdapat pisau berbentuk baling-baling yang berfungsi memecah atau mencacah adonan yang sudah terkompresi oleh ekstrusi. Oleh karena itu hasil ekstrusi MCE bersifat patah dan tidak perlu mesin pemotong akan tetapi ukuran panjang dan pendek produk menjadi tidak beraturan dan tidak bisa diatur sesuai keinginan. Jika ditunjang oleh suhu adonan dingin yang dilalukan melalui ekstrusi maka tekstur hasil penggorengan akan lebih renyah dibandingkan dengan adonan panas yang langsung diekstrusi pada MCE. Adanya pisau berbentuk baling-baling sebelum cetakan outlet merupakan perbedaan pada struktur bagian dalam tabung ekstruder bihun strap, vermicelli dan MCE yang menyebabkan perbedaan tingkat kompresi adonan di dalamnya sehingga berpengaruh langsung kepada mampatnya adonan yang akan mempersulit jalur ke luarnya uap air pada saat sineresis. Hasil goreng tekstur yang keras pada ekstruder bihun merupakan akibat dari adonan yang terlalu mampat/terkompresi sehingga uap air pada proses sineresis dan pada proses penggorengan menjadi sulit ke luar dan tidak terbentuk jalur/matriks kosong yang membuat tekstur menjadi berlubang-lubang sehingga terasa renyah. Hasil aplikasi formulasi terpilih pada ketiga ekstruder skala komersial dapat dilihat pada Tabel 6.

30

Tabel 6. Parameter penentu hasil aplikasi formulasi terpilih pada 3 jenis ekstruder Kerenyahan tekstur*) + + +++ Kapasitas produksi (kg/jam) 70 450 500

Ekstruder makanan ringan Ekstruder Bihun Ekstruder Bihun & MCE


*) + = Keras ++= Renyah +++= Sangat renyah

Optimasi Rangkaian Proses Produksi Makanan Ringan dengan Proses Produksi Bihun Tekstur pangan ditentukan oleh kadar air, kadar lemak dan kandungan karbohidrat struktural seperti selulosa, pati dan bahan pektin, serta protein yang terkandung dalam suatu produk. Perubahan tekstur biasanya disebabkan oleh peningkatan kadar air atau kehilangan lemak, pembentukan atau pemecahan emulsi dan gel, hidrolisa karbohidrat polimeris dan koagulasi atau hidrolisis (Fellows, 2000). Pada hasil analisa tekstur terhadap 10 jenis urutan proses terlihat adanya pengaruh suhu adonan sebelum ekstrusi terhadap kerenyahan (Gambar 9). Suhu adonan dingin sebelum proses ekstrusi memberikan hasil kerenyahan tekstur yang berbeda nyata dengan suhu adonan panas sebelum ekstrusi. Urutan proses II AC (adonan dingin) dan I AC (adonan panas) berbeda nyata menurut uji lanjut Duncan di mana produk dari urutan proses II AC mendapat nilai max load sebesar 93.2 kgf sedangkan proses I AC sebesar 26.2 (Gambar 6). Pendinginan adonan akan menyebabkan sifat pati yang sudah tergelatinisasi mengalami sineresis, di mana ikatan amilosa dan amilopektin makin menguat dan cenderung memisahkan diri dari air. Jika pendinginan adonan berlangsung lambat, fraksi amilosa akan mendapat kesempatan untuk berkumpul sehingga akan memudahkan keluarnya air yang terperangkap dalam jaringan. Air yang mudah ke luar dari jaringan ini akan mempermudah terbentuknya porositas tekstur pada saat pemanasan atau penggorengan sehingga tekstur menjadi lebih renyah dan tidak terkompresi atau mampat. Moss et al. (1987) menyatakan bahwa pada peralatan mi instan otomatis, adonan perlu diistirahatkan melalui

31

ban berjalan dengan kecepatan rendah sehingga adonan menjadi relaks karena protein melunak dan menjadi lebih lentur sehingga lapisan adonan yang licin akan terbentuk. Pada pembuatan mi kering, terdapat 3 tahap pengeringan, pada tahap pengeringan pertama digunakan suhu rendah 15C dan aliran udara kering selama 30-90 menit. Hal ini dilakukan untuk menghindari elongasi pada benangbenang mi. Pada tahap kedua, uap air dari bagian dalam akan berdifusi ke permukaan. Garam yang bersifat higroskopis yang terdapat pada permukaan yang kering akan menarik uap air dari bagian dalam mi. Suhu yang digunakan adalah 40C pada kelembaban udara 70-75%. Tahap terakhir pengeringan adalah pengaliran udara sejuk yang mengurangi kelembaban sekitar produk mi. Proses ekstrusi MCE yang dirangkai setelah ekstruder strap dan vermicelli juga berpengaruh sangat nyata terhadap kerenyahan produk hasil

penggorengan. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan nyata nilai kerenyahan (kgf) menurut uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% dari pasangan urutan proses IIB (24.49 kgf) dengan IIBC (55.96 kgf) , IB (16.48 kgf) dengan IBC (70.26 kgf), dan IIA (36.75 kgf) dengan IIAC (93.2 kgf). Dari hasil analisis pada Gambar 7, proses IIAC yaitu urutan proses adonan dingin dengan peralatan ekstruder

strap yang dirangkai dengan MCE memberikan kerenyahan tekstur yang paling baik (Gambar 9). Berdasarkan uji kerenyahan subjektif (Gambar 8), tekstur dengan kerenyahan objektif minimum 45 kgf masih bisa diterima sebagai tekstur yang renyah, sedangkan nilai kgf di bawah 45 kgf sudah dirasakan keras oleh panelis. Dari Gambar 8 terlihat bahwa ada korelasi linier antara uji kerenyahan secara objektif dengan uji kerenyahan secara subjektif. Koefesien korelasi linieritasnya sebesar 0.90.

32

II C II BC
Urutan Proses Produksi

66.14 55.96 24.49 93.2 36.75

II B II AC II A

IC IBC IB IAC 16.48 26.2 29.54

43.37 70.26

IA

Kerenyahan (kgf)

(I = suhu adonan panas II = suhu adonan dingin A = Strap Ekstruder - Bihun B= Vermicelli Estruder Bihun C = MCE)

Gambar 7. Histogram nilai kerenyahan makanan ringan dengan Instron texture analyzer Jika dibandingkan antara pengaruh suhu adonan sebelum ekstrusi dengan pengaruh pemakaian ekstruder MCE terhadap kerenyahan tekstur, secara uji statistik hasil analisa ragam dengan uji lanjut Duncan dan kontras ortogonal (Lampiran 5) suhu adonan maksimum 30C lebih berpengaruh nyata. Walaupun keduanya berpengaruh nyata terhadap kerenyahan tekstur, nilai mean square atau kuadrat tengah suhu adonan lebih besar jika dibandingkan dengan urutan proses.

33

5 Sangat Renyah sekali y = 0,059x - 0,626 R = 0,900 4 Kerenyahansubjektif Sangat Renyah


66,14 70,26 93,2
2

Renyah

55,96

Agak Keras

43,37

Keras

24,49 26,2 29,54

36,75

Keras sekali

0 0 20

16,48

40 60 Kerenyahan (kgf)

80

100

Gambar 8. Grafik hubungan antara analisa kerenyahan subjektif dengan kerenyahan objektif

Pendinginan adonan Pengadukan bahan kering Pengadukan bahan basah Pengadukan & Steam bertekanan C.Meat Chopper Extruder (MCE)

A.Extruder Strap

Penggorengan 150 C~3 menit

Gambar 9.

Urutan proses adonan suhu maksimum 30C pada ekstruder strap dan MCE sebagai proses pengolahan makanan ringan terbaik (Proses II AC)

34

Analisis Proksimat dan Tekstur Makanan Ringan Analisa proksimat yang dilakukan terhadap produk hasil goreng produk dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan protein dan kandungan mineral kalsium prototip hasil penggorengan cukup tinggi, protein 14% dan kalsium 418 mg/100g produk sehingga sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan pada

karakteristik produk (kadar protein minimum adalah 10%). Akan tetapi menurut Pedoman Klaim Label Pangan (BPOM 2003) masih belum mencukupi persyaratan untuk dibuat klaim kandungan gizi protein dan mineral kalsium tersebut. Pernyataan tentang tinggi, kaya akan, merupakan sumber yang sangat baik hanya diperbolehkan apabila pangan mengandung vitamin, mineral, serat pangan atau kalium sedikitnya 20% dari Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan per takaran saji baku. AKG terendah kalsium untuk orang dewasa adalah 500 mg per orang per hari. Tabel 7. Hasil analisa proksimat makanan ringan formula terpilih Parameter
Kadar air Kadar Protein Kadar Lemak Kadar Abu Kadar Karbohidrat (by difference ) Kandungan Ca mg/100 g produk 418 (%)

Jumlah
2.70 14.28 18.00 5.60 59.42

(%) (%) (%) (%)

Hasil pengamatan pada uji ketahanan tekstur produk setelah ditaburkan pada makanan berkuah (Lampiran 10) memperlihatkan perbandingan antara daya tahan tekstur II A - 6 menit (36,75 kgf) dengan II AC-5 menit (93.2 kgf) atau perbandingan IIA dengan I A 8 menit 30 detik (29.74 kgf). Dari perbandingan ini terlihat jika tekstur semakin renyah, maka produk semakin cepat menyerap air

(Gambar 10). Waktu konsumen menunggu mulai dari saat makanan berkuah disajikan sampai saat makanan tersebut dikonsumsi adalah kurang lebih 5 menit, sehingga taburan yang bertekstur renyah masih memenuhi persyaratan tekstur renyah setelah beberapa saat ditaburkan pada permukaan makanan berkuah

35

(Gambar 10). Gambar 11 menyajikan foto makanan ringan taburan dengan bentuk yang tidak beraturan dan taburan pada makanan berkuah berupa mi instan.
4

Tekstur subjektif

1 IIAC IIBC IA I BC

0 1 2 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5 8 8,5 9 9,5 10

Waktu tabur (menit) Tekstur I A-29.54 kgf Tekstur IIBC-55.96 kgf Tekstur IIA-36.75 kgf Tekstur IBC-70.26 kgf Tekstur IIAC-93.2 kgf Tekstur IIC-66.14 kgf

Gambar 10. Uji ketahanan kerenyahan tekstur makanan ringan yang ditabur pada mi instan berkuah Tekstur : 4= Sangat renyah ; 3= Renyah; 2= Kurang renyah; 1= Tidak renyah atau lunak

Gambar 11. Foto makanan ringan taburan dengan bentuk yang tidak beraturan dan taburan pada makanan berkuah berupa mi instan

36

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan Dari percobaan skala laboratorium didapatkan formulasi terbaik dari segi kerenyahan, rasa bumbu dan perhitungan bahan baku. Selain itu kadar protein produk akhir di atas 10% juga merupakan salah satu persyaratan dengan kandungan ikan segar maksimum 40% agar kadar air adonan optimal untuk diproses pada ekstruder yang akan digunakan. Tipe ekstruder proses bihun strap dan vermicelli menghasilkan tekstur yang tidak renyah kecuali jika diikuti dengan Meat Chopper Extruder (MCE). Urutan proses terbaik yang akan dirangkai adalah melakukan pendinginan adonan sebelum ekstrusi pada ekstruder strap bihun setelah itu langsung diikuti dengan MCE sebelum produk digoreng pada penggorengan kontinu mi instan 150C selama 3 menit. Untuk meratakan adonan yang sudah digelatinisasi dengan uap, maka ekstruder strap tetap diperlukan sebelum MCE. Kedua faktor suhu adonan dan penggunaan Meat Chopper Extruder berpengaruh nyata terhadap kerenyahan tekstur. Secara uji statistik, pengaruh suhu adonan maksimum 30C lebih besar terhadap kerenyahan daripada penggunaan MCE. Oleh karena itu, untuk kerenyahan terbaik pada setiap proses, pendinginan adonan atau aging perlu dilakukan sebelum proses Ekstrusi. Saran Proses pendinginan adonan menjadi 30C secara nyata dapat

meningkatkan kerenyahan tekstur pada setiap urutan proses. Oleh karena itu pada rangkaian peralatan produksi, perlu ditambahkan ban berjalan yang membawa adonan setelah proses steam bertekanan atau pemasakan agar tidak mengalami tekanan mekanis sekaligus menurunkan suhu adonan sampai 30C Bentuk makanan ringan yang dihasilkan adalah tidak beraturan sesuai dengan cetakan atau outlet die yang berbentuk lingkaran berdiameter 3 mm. Perlu dibuatkan cetakan yang dapat membuat bentuk, ketebalan dan ukuran hasil penggorengan lebih menarik untuk dikonsumsi sebagai camilan atau

37

sebagai taburan pada makanan berkuah. Untuk tidak berpengaruh terhadap kerenyahan tekstur, maka penggantian cetakan perlu diperhitungkan untuk tidak merubah tekanan yang terjadi sebelum ke luar dari cetakan. Perlu dilakukan rangkaian kontinu proses keseluruhan mulai dari

pengadukan bahan baku, pemasakan dengan steam bertekanan, pengadukan dengan ekstruder strap, pendinginan adonan, pembentukan dengan ekstruder MCE sampai dengan penggorengan kontinu agar kapasitas aktual bisa dicapai sehingga standar produk bisa ditentukan sebelum proses produksi komersil dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA
[BPOMRI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2003. Angka Kecukupan Gizi untuk Acuan Pelabelan Pangan Umum. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.05.5.1142 Tanggal 25 Maret 2003. Jakarta: BPOM; 2003. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2006. Kategori Pangan. Badan POM. Bank Indonesia. 2007. Aspek Pemasaran Pengolahan Kerupuk http://www.bi.go.id/sipuk/id/lm/kerupuk_ikan/pemasaran.asp. Ikan.
Formatted: Font: (Default) Arial, 11 pt Formatted: No underline

Brody, A.L. and Lord, J.B. 2000. Developing New Food Products for a Changing Marketplace. CRC Press. Boca Raton, London, New York, Washington D.C. Bullens, C. 1996. Building texture with http://www.fooddesign. [April 1991-July 1996]. Gums and Starches.

Formatted: No underline, Swedish (Sweden) Formatted: Font: (Default) Arial, 11 pt, Underline, Finnish

Carpenter, R.P., Lyon, D.H. and Hasdell T.A. 2000. Guidelines for Sensory Analysis in Food Product Development and Quality Control. An Aspen Publication, Gaithersburg, Maryland. Fellows, P., 2000. Food Processing Technology. Cambridge England. CRC Press. Huber, G. 2001. Snack Foods from Cooking Extruders Dalam: Lusas, R.W.,dan Rooney L.W. Snack Foods Processing. CRC Press. Kruger, J.E, Matsuo, R.B, and Dick, J.W. 1996. Pasta and Noodle Technology. American Association of Cereal Chemists, Inc.St.Paul, Minnesota, USA. Lusas, R.W.,and Rooney L.W. 2001. Snack Foods Processing. CRC Press. Moss, R., Gore, P.J. and Murray, I.C. 1987. The Influence of Ingredients and Processing Variables on the Quality and Microstructure of Hokkien, Cantonese and instant Noodles. Food Microstructure, 6:63-74. Poste, L.M. Mackie, D.A., Butler, G. , and Larmond, E. 1991. Laboratory Methods for Sensory Analysis of Food. Research Branch Agriculture Canada Publication 1864/E. Rahayu W.P. 1994. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik . Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Sikorski, Z.E. 2001. Chemical and Functional Properties of Food Proteins. Technomic Publishing. Lancaster 2001. Simanjuntak, R.H. 2001. Pembudidayaan Ikan Lele Lokal dan Dumbo. Pustaka Desa-Penerbit Bhratara, Jakarta.

39

Sung-Kon Kim 1990. Instant Noodle. Di dalam Kruger, J.E, Matsuo, R.B, and Dick, J.W. 1996. Pasta and Noodle Technology. American Association of Cereal Chemists, Inc.St.Paul, Minnesota, USA.

40

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Uji Ranking Kerenyahan Tekstur

Produk : Makanan ringan NAMA : _________________________________ TANGGAL : _________2006

Urutkan

tingkat

kerenyahan

dari

ketiga

tekstur

makanan

ringan

yang

dihidangkan. Yang paling renyah diberi rangking pertama, yang kedua renyah berikan urutan kedua dan yang paling tidak renyah berikan urutan ketiga. Ujilah sampel dengan urutan kode yang tertulis di bawah ini:

Tempatkan kode pada urutan yang saudara/i pilih : Kode 321 Kode 564 Kode 224

Ranking : Paling renyah No.1. __________ No. 2 __________ Kurang renyah Komentar No. 3 __________

41

Lampiran 2a. Hasil uji Instron Texture Analyzer terhadap Proses 1A suhu adonan panas dan jenis ekstruder Strap Ulangan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Load (kgf)
25.74490 23.06030 23.99990 20.52340 22.96640 24.73820 22.04020 19.23490 17.46300 18.22810 17.07380 20.56370 14.38920 16.55030 16.85900

Axial
5.79170 5.81180 5.81020 5.79340 5.81850 5.79170 5.81850 5.81350 5.79010 5.81020 5.81850 5.80170 5.83010 5.79340 5.81180

Max.load (kgf)*
36.75000 35.42000 34.75000 33.42000 33.15000 31.74000 30.72000 29.22000 28.56000 28.50000 26.47000 26.17000 23.68000 22.44000 22.12000

*) Angka yang menunjukkan kerenyahan tesktur. Nilai semakin tinggi, tekstur semakin renyah

Lampiran 2b. Hasil uji Instron Texture Analyzer terhadap Proses 1AC suhu adonan panas dan jenis ekstruder strap kombinasi dengan meat chopper extruder (MCE) Ulangan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Load (kgf)
22.16100 20.12080 21.86570 21.71810 18.69790 24.87240 21.11400 16.46980 14.05370 17.97310 12.93960 11.93290 10.37580 15.69120 10.21470

Axial
5.79340 5.80170 5.79340 5.82680 5.80340 5.80170 5.79010 5.79400 5.80170 5.88010 5.79170 5.82020 5.81180 5.82850 5.79340

Max.load (kgf)*
34.70000 34.48000 30.48000 28.51000 28.39000 28.24000 27.18000 26.09000 25.11000 24.78000 23.65000 21.38000 20.94000 19.73000 19.33000

*) Angka yang menunjukkan kerenyahan tesktur. Nilai semakin tinggi, tekstur semakin renyah

42

Lampiran 2c. Hasil uji Instron Texture Analyzer terhadap Proses I B suhu adonan panas dan jenis ekstruder vermicelli Ulangan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Load (kgf)
16.45630 9.70470 11.85230 6.00000 7.78520 8.16110 6.17450 8.71140 11.18120 9.28860 9.35570 10.48320 8.60400 6.29530 5.10070 6.17450

Axial
5.80170 5.82020 5.80010 5.79510 5.78680 5.81020 5.82680 5.78840 5.81180 5.83180 5.81180 5.82180 5.82020 5.79510 5.81020

Max.load (kgf)*
29.79000 20.95000 17.87000 17.57000 17.44000 17.06000 16.85000 16.58000 16.48000 16.24000 15.41000 13.07000 12.56000 10.04000 9.24000 16.85000

*) Angka yang menunjukkan kerenyahan tesktur. Nilai semakin tinggi, tekstur semakin renyah

Lampiran 2d. Hasil uji Instron Texture Analyzer terhadap Proses I BC suhu adonan panas dan jenis ekstruder v ermicelli kombinasi dengan meat chopper extruder (MCE) Ulangan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Load (kgf)
74.09380 61.69110 56.83210 59.35560 58.04010 56.83210 53.98640 57.66430 54.71130 49.77170 45.12740 47.85220 42.99320 50.44280 39.87910 45.12740

Axial
5.82180 5.82680 5.79510 5.81180 5.80170 5.82680 5.79170 5.82680 5.81020 5.80170 5.79170 5.80340 5.80850 5.79340 5.82020 5.79170

Max.load (kgf)*
88.03000 78.04000 77.69000 76.38000 75.87000 73.74000 72.94000 72.89000 72.64000 69.99000 65.15000 64.56000 55.76000 55.22000 54.93000 65.15000

*) Angka yang menunjukkan kerenyahan tesktur. Nilai semakin tinggi, tekstur semakin renyah

43

Lampiran 2e. Hasil uji Instron Texture Analyzer terhadap Proses 1C suhu adonan panas dan jenis ekstruder meat chopper extruder (MCE) Ulangan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Load (kgf)
39.28850 37.47640 34.84560 34.81870 34.08040 31.79860 32.26840 34.51000 29.48990 27.15430 23.89260 26.34890 23.79860 23.16770 24.95300

Axial
5.82510 5.79510 5.80680 5.81020 5.79170 5.81020 5.81850 5.80680 5.80170 5.81180 5.78680 5.80170 5.79510 5.80010 5.81850

Max.load (kgf)*
54.23000 52.13000 47.11000 46.76000 46.62000 45.25000 44.48000 44.31000 42.42000 41.02000 40.38000 38.30000 36.48000 35.76000 35.29000

*) Angka yang menunjukkan kerenyahan tesktur. Nilai semakin tinggi, tekstur semakin renyah

Lampiran 2f. Hasil uji Instron Texture Analyzer terhadap Proses IIA suhu adonan dingin dan jenis ekstruder Strap Ulangan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Load (kgf)
35.69120 38.92610 30.91270 29.85230 23.20800 27.39590 26.68450 26.30870 20.51000 24.21470 22.67110 16.40270 23.36910 17.16770 20.36240

Axial
5.80010 5.79170 5.80010 5.81680 5.81020 5.82020 5.80340 5.79510 5.80170 5.82020 5.78680 5.79170 5.82020 5.81180 5.78180

Max.load (kgf)*
53.45000 46.15000 45.36000 42.85000 39.77000 35.87000 35.56000 35.49000 34.09000 33.54000 32.60000 31.61000 29.52000 28.72000 26.64000

*) Angka yang menunjukkan kerenyahan tesktur. Nilai semakin tinggi, tekstur semakin renyah

44

Lampiran 2g. Hasil uji Instron Texture Analyzer terhadap Proses IIAC suhu adonan dingin dan jenis ekstruder strap kombinasi dengan meat chopper extruder (MCE) Ulangan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Load (kgf)
87.3 8230 79.62400 80.18770 72.34880 79.48970 69.04680 72.42930 77.44950 66.33540 78.46960 68.32200 68.83200 57.85220 71.30180 62.30860

Axial
5.81180 5.81020 5.82510 5.80170 5.81020 5.80170 5.82680 5.82850 5.79510 5.82680 5.79340 5.82180 5.80340 5.82020 5.82510

Max.load (kgf)*
114.40000 102.80000 100.20000 99.36000 99.36000 95.46000 95.27000 95.19000 94.76000 90.20000 89.07000 81.88000 80.78000 80.75000 78.55000

*) Angka yang menunjukkan kerenyahan tesktur. Nilai semakin tinggi, tekstur semakin renyah

Lampiran 2h. Hasil uji Instron Texture Analyzer terhadap Proses II B suhu adonan dingin dan jenis ekstruder vermicelli Ulangan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Load (kgf)
26.99320 13.44960 13.65100 12.38920 13.87920 14.96640 11.53020 13.87920 10.96640 10.14760 10.42950 9.70470 7.06040 10.77850 7.31540

Axial
5.78840 5.81020 5.79340 5.80010 5.81180 5.81020 5.78680 5.81180 5.82180 5.81850 5.79010 5.79510 5.79170 5.81020 5.81180

Max.load (kgf)*
43.44000 30.60000 27.21000 26.07000 24.25000 24.07000 23.95000 23.58000 22.62000 21.66000 21.46000 20.13000 19.81000 19.29000 19.15000

*) Angka yang menunjukkan kerenyahan tesktur. Nilai semakin tinggi, tekstur semakin renyah

45

Lampiran 2i. Hasil uji Instron Texture Analyzer terhadap Proses II BC suhu adonan dingin dan jenis ekstruder vermicelli kombinasi dengan meat chopper extruder (MCE) Ulangan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Load (kgf)
54.17440 51.08710 50.06700 46.26830 45.42270 42.06700 42.05360 44.55020 35.23480 39.19450 37.81200 31.71800 30.32210 35.59720 31.75830

Axial
5.81180 5.79510 5.82020 5.80170 5.80340 5.81020 5.82020 5.82350 5.81020 5.79010 5.81020 5.79170 5.79340 5.82680 5.80170

Max.load (kgf)*
69.05000 64.72000 62.09000 61.77000 57.66000 57.45000 56.51000 56.11000 54.50000 53.80000 53.29000 48.85000 48.74000 48.21000 46.67000

*) Angka yang menunjukkan kerenyahan tesktur. Nilai semakin tinggi, tekstur semakin renyah

Lampiran 2j. Hasil uji Instron Texture Analyzer terhadap Proses II C suhu adonan dingin dan jenis ekstruder meat chopper extruder (MCE) Ulangan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Load (kgf)
68.32200 55.86560 53.66430 57.63740 55.30190 49.15420 52.45620 49.06030 51.94620 52.10730 50.63070 47.00660 47.50320 44.93950 48.64420

Axial
5.82850 5.80340 5.79010 5.82850 5.83350 5.79510 5.82020 5.79510 5.81850 5.83180 5.80340 5.80850 5.81020 5.81020 5.83180

Max.load (kgf)*
80.43000 73.13000 70.87000 70.55000 67.17000 65.77000 65.42000 65.26000 64.64000 64.35000 62.93000 62.85000 60.94000 59.11000 58.76000

*) Angka yang menunjukkan kerenyahan tesktur. Nilai semakin tinggi, tekstur semakin renyah

46

Lampiran 3. Analisa Deskriptif Suhu Adonan & Urutan Proses


Minimum Maksimum Kisaran/ Range IIA 26.640 53.450 26.810 IIAC 78.550 114.400 35.850 IIB 19.150 43.440 24.290 IIBC 46.670 69.050 22.380 IIC 58.760 80.430 21.670 Total 19.150 114.400 95.250 PANAS IA 22.120 36.750 14.630 IAC 19.330 34.700 15.370 IB 9.240 29.790 20.550 IBC 54.930 88.030 33.100 IC 35.290 54.230 18.940 Total 9.240 88.030 78.790 TOTAL IA 22.120 36.750 14.630 IAC 19.330 34.700 15.370 IB 9.240 29.790 20.550 IBC 54.930 88.030 33.100 IC 35.290 54.230 18.940 IIA 26.640 53.450 26.810 IIAC 78.550 114.400 35.850 IIB 19.150 43.440 24.290 IIBC 46.670 69.050 22.380 IIC 58.760 80.430 21.670 Total 9.240 114.400 105.160 *) Nilai mean makin tinggi berarti tekstur makin renyah Suhu adonan DINGIN Urutan proses Mean*) 36.748 93.202 24.486 55.961 66.145 55.309 29.541 26.199 16.477 70.255 43.369 37.168 29.541 26.199 16.477 70.255 43.369 36.748 93.202 24.486 55.961 66.145 46.238 Varians 55.106 97.168 37.488 41.988 32.492 627.350 22.197 23.147 23.125 90.174 32.008 388.741 22.197 23.147 23.125 90.174 32.008 55.106 97.168 37.488 41.988 32.492 587.455

47

Lampiran 4. Asumsi data untuk analisis of varian (ANOVA) Uji kehomogenan data
Test for Equal Variances for max_load
suhu_adonan urutan_proses IIA IIAC Dingin IIB IIBC IIC IA IAC Panas IB IBC IC 5 10 15 20 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
Bartlett's Test Test Statistic P-Value Test Statistic P-Value 19.05 0.025 1.53 0.141

Levene's Test

Hipotesis : H0 : Data sudah Homogen H1 : Data tidak Homogen

Dalam analisis ragam (anova) diasumsikan data harus homogen artinya variabilitas data antar perlakukan harus sama. Dari hasil diatas, meskipun dengan uji bartlet disimpulkan data tidak homogen namun tidak terlalu kritis karena nilai-P = 0.025. Sedangkan dengan uji Levenne dengan nilai P = 0.141 yang berarti terima H0 (data homogen) sehingga dapat disimpulkan bahwa data sudah homogen

48

Lampiran 5. Hasil analisis ragam dengan menggunakan uji lanjut duncan (uji perbandingan berpasangan) dan contrast orthogonal
The SAS System The GLM Procedure Class Level Information
Class suhu_adonan urutan_proses Number of observations Levels 2 10 150 Values Dingin Panas IA IAC IB IBC IC IIA IIAC IIB IIBC IIC

The SAS System The GLM Procedure Type I Estimable Functions

Coefficients Effect Intercept Suhu_ adonan Suhu_ adonan Urutan_proses Urutan_proses Urutan_proses Urutan_proses Urutan_proses Urutan_proses Urutan_proses Urutan_proses Urutan_proses Urutan_proses Suhu_ adonan Dingin Panas IA IAC IB IBC IC IIA IIAC IIB IIBC IIC 0 L2 -L2 -0.2*L2 -0.2*L2 -0.2*L2 -0.2*L2 -0.2*L2 0.2*L2 0.2*L2 0.2*L2 0.2*L2 0.2*L2 Urutan_ proses 0 0 0 L4 L5 L6 L7 -L4-L5-L6-L7 L9 L10 L11 L12 -L9-L10-L11L12 L9 L10 L11 L12 -L9-L10-L11L12 L4 L5 L6 L7 -L4-L5-L6-L7 Suhu_ adonan* urutan_ proses 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Suhu_adon*urutan_pro dingin Suhu_adon*urutan_pro dingin Suhu_adon*urutan_pro dingin Suhu_adon*urutan_pro dingin Suhu_adon*urutan_pro dingin Suhu_adon*urutan_pro panas Suhu_adon*urutan_pro panas Suhu_adon*urutan_pro panas Suhu_adon*urutan_pro panas Suhu_adon*urutan_pro panas

IIA IIAC IIB IIBC IIC IA IAC IB IBC IC

0.2*L2 0.2*L2 0.2*L2 0.2*L2 0.2*L2 -0.2*L2 -0.2*L2 -0.2*L2 -0.2*L2 -0.2*L2

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

49

The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: max_load max_load
Sum of Squares 81162.29464 6368.49717 87530.79182 Root MSE 6.744573

Source Model Error Corrected Total R-Square 0.927243

DF 9 140 149 Coeff Var 14.58652

Men Square 9018.03274 45.48927 max_load Mean 46.23840

F Value 198.25

Pr > F <.0001

Source suhu_adonan urutan_proses suhu_adon*urutan_pro

DF 1 8 0

Type I SS 12340.09780 68822.19684 0.00000

Men Square 12340.09780 8602.77461 -

F Value 271.27 189.12 -

Pr > F <.0001 <.0001 -

50

Lampiran 6. Hasil uji lanjut duncan untuk pengaruh faktor suhu adonan
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for max_load NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.
Alpha Error Degrees of Fre edom Error Mean Square Number of Means Critical Range 0.05 140 45.48927 2 2.177

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan Grouping A B Mean*) 55.309 37.168 N 75 75 suhu_adonan Dingin Panas

*) Means with the same letter are not significantly different yang berarti bahwa perlakuan dengan kode yang berbeda, artinya berbeda signifikan dan sebaliknya. Pada out di atas jelas antara suhu dingin dan panas akan menghasilkan respon nilai max load Kgf atau kerenyahan tekstur yang berbeda.
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for max_load NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.
Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means 10 Critical Range 5.765 2 4.869 3 5.125 4 5.295 5 5.420 0.05 140 45.48927 6 5.517 7 5.596 8 5.662 9 5.717

Means with the same letter are not significantly different.


Duncan Grouping A B B B C D E Mean*) 93.202 70.255 66.145 55.961 43.369 36.748 N 15 15 15 15 15 15 Urutan_proses IIAC IBC IIC IIBC IC IIA

51

Duncan Grouping F F F F F G

Mean*) 29.541 26.199 24.486 16.477

N 15 15 15 15

Urutan_proses IA IAC IIB IB

*) Hampir sama dengan intepretasi sebelumnya, dapat dilihat hasil uji di atas sudah diurutkan berdasarkan nilai respon yang terbesar sampai nilai yang terkecil, dapat lihat untuk perlakuan-perlakuan yang ditambah C nilai-nilai responnya rata-rata lebih tinggi dibandingkan tanpa C kecuali perlakukan IAC. Sama dengan intepretasi sebelumnya, perlakuan dengan kode yang berbeda berarti berbeda, dan perlakuan dengan kode yang sama berarti sama responnya. Misal IBC dengan IB berbeda, dan IA dan IAC adalah sama karena kodenya sama-sama F.

52

Lampiran 7. Uji kontras ortogonal untuk perlakuan suhu adonan dan pengaruh pemakaian MCE pada kerenyahan tekstur

The SAS System The GLM Procedure


Level of suhu_adonan Dingin Dingin Dingin Dingin Dingin Panas Panas Panas Panas Panas Level of urutan_proses IIA IIAC IIB IIBC IIC IA IAC IB IBC IC N 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 ------------max_load--------------Mean Std Dev 36.7480000 7.42331385 93.2020000 9.85740490 24.4860000 6.12277458 55.9613333 6.47978711 66.1453333 5.70014394 29.5406667 4.71133658 26.1993333 4.81113213 16.4766667 4.80884701 70.2553333 9.49602162 43.3693333 5.65754928

The SAS System The GLM Procedure

Dependent Variable: max_load max_load

Contrast*) IA VS IAC IB VS IBC IIA VS IIAC IIB VS IIBC IA IB VS IC IIA IIB VS IIC TANPA C VS TAMBAH C

DF 1 1 1 1 1 1

Contrast SS 83.73381 21691.08741 23902.90587 7430.22456 4145.56747 12622.62469 35897.50208

Men Square 83.73381 21691.08741 23902.90587 7430.22456 4145.56747 12622.62469 35897.50208

F Value 1.84 476.84 525.46 163.34 91.13 277.49 789.14

Pr > F 0.1770 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001 <.0001

*) Berbeda dengan uji lanjut sebelumnya yaitu dengan uji duncan yang disebut juga dengan uji perbandingan berganda (uji pebandingan berpasangan) artinya seluruh pasangan kombinasi perlakukan dilakukan pengujian. Uji diatas digunakan kontras orthogonal yaitu uji untuk beberapa perlakukan yang sudah ditetapkan sebelumnya untuk dilakukan pengujian. Dari hasil diatas nampak perlakuan IA dan IAC tidak berbeda karena memilik P-value > 0.05 (tidak signifikan) sama seperti uji duncan sebelumnya, sedangkan uji contras yang lain sangat signifikan dengan P-value < 0.05. Secara umum berdasarkan uji lanjut contras orthogonal diatas, dapat dilihat bahwa perlakukan dengan C dan tanpa C sangat berbeda dengan tingkat signifikansi < 0.0001 < 0.05.

53

Lampiran 8. Uji lanjut Duncan untuk pengaruh Interaksi suhu adonan dan urutan proses

The SAS System The GLM Procedure Class Level Information

Class Interaksi2 urutan_proses Number of observations

Levels 10 10 150

Values Dingin_IIA Dingin_IIAC Dingin_IIB Dingin_IIBC Dingin_IIC Panas_IA Panas_IAC Panas_IB Panas_IBC Panas_IC IA IAC IB IBC IC IIA IIAC IIB IIBC IIC

The SAS System The GLM Procedure Type I Estimable Functions


Effect Intercept interaksi2 Dingin_IIA interaksi2 Dingin_IIAC interaksi2 Dingin_IIB interaksi2 Dingin_IIBC interaksi2 Dingin_IIC interaksi2 Panas_IA interaksi2 Panas_IAC interaksi2 Panas_IB interaksi2 Panas_IBC interaksi2 Panas_IC --------Coefficients-------interaksi2 0 L2 L3 L4 L5 L6 L7 L8 L9 10 L2-L3-L4-L5-L6-L7-L8-L9-L10

The SAS System The GLM Procedure Dependent Variable: max_load max_load
Source Model Error Corrected Total R-Square 0.927243 DF 9 140 149 Coeff Var 14.58652 Sum of Squares 81162.29464 6368.49717 87530.79182 Root MSE 6.744573 Men Square 9018.03274 45.48927 F Value 198.25 Pr > F <.0001

max_load Mean 46.23840

Source interaksi2

DF 9

Type I SS 81162.29464

Men Square 9018.03274

F Value 198.25

Pr > F <.0001

54

Lampiran 9. Hasil uji lanjut Duncan untuk pengaruh faktor interaksi, yaitu kombinasi antara suhu adonan dan urutan proses (interaksi keduanya)
The SAS System The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for max_load NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate.

Alpha Error Degrees of Freedom Error Mean Square Number of Means 10 Critical Range 5.765 2 4.869 3 5.125 4 5.295 5 5.420

0.05 140 45.48927 6 5.517 7 5.596 8 5.662 9 5.717

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping A B B B C D E F F F F F G

Mean 93.202 70.255 66.145 55.961 43.369 36.748 29.541 26.199 24.486 16.477

N 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15

Interaksi2 Dingin_IIAC Panas_IBC Dingin_IIC Dingin_IIBC Panas_IC Dingin_IIBC Panas_IA Panas_IAC Dingin_IIB Panas_IB

55

Lampiran 10. Uji ketahanan kerenyahan tekstur makanan ringan yang ditabur pada mi instan berkuah*) IA II A II AC II C II BC I BC Suhu (C) Tekstur Suhu (C) Tekstur Suhu (C) Tekstur Suhu (C) Tekstur Suhu (C) Tekstur Suhu (C) Tekstur
Kadar air (%) Kerenyahan (kgf) Waktu (menit) 1 2 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9 9.5 10 3.04% 29.74 2.68% 36.75 2.68% 93.2 3.14% 66.14 2.28% 55.96 2.56% 70.26

82 79 77 74 72 71 70 68 67 65 64 63 62 61

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 1

79 78 76 75 74 73 72 71 69

4 4 4 4 4 4 3 2 1

78 77 75 74 72 71 69

4 4 4 4 3 2 1

84 81 77 75 73 72 70 69 68

4 4 4 4 4 4 3 2 1

81 78 75 73 72 70 69 68 65

4 4 4 4 4 4 3 2 1

81 77 74 73 72 71 70 69 68 67 65 64 64 63 62 61 60 59

4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 1

*) Tekstur : 4= Sangat renyah ; 3= Renyah; 2= Kurang renyah; 1= Tidak renyah Kadar air (%) merupakan kadar air makanan ringan sebelum ditabur di atas mi instan berkuah

You might also like