You are on page 1of 35

TRANSAKSI DENGAN PIHAK BERELASI DILIHAT DARI SUDUT PANDANG AKUNTANSI, AUDITING DAN PERPAJAKAN Disusun untuk memenuhi

Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Pelaporan Akuntansi

Oleh : Rima Sari Pratiwi NIM : 2012200720 Kelas : JP B

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA


2013

TRANSAKSI DENGAN PIHAK BERELASI

I.

Pendahuluan Pada era globalisasi ini makin banyak perusahaan Indonesia yang go public karena kebutuhan dana untuk ekspansi perusahaan. Jain (2003) dalam Silviana (2012)1 menemukan bahwa perusahaan yang memutuskan go public berada dalam fase awal pertumbuhan dan berada di lingkungan industri yang sedang mengalami pertumbuhan cepat. Pada umumnya dana yang tersedia di dalam perusahaan tidak mencukupi guna merealisasikan potensi pertumbuhan yang dimiliki, sehingga perusahaan memutuskan go public untuk

mendapatkan tambahan dana dari investor. Kasus fraud yang dilakukan Enron menyangkut transaksi dengan pihakpihak yang berelasi membuat masyarakat, kreditor, investor, dan lainnya menjadi lebih berhati-hati terhadap transaksi dengan pihakpihak yang berelasi. Masyarakat perlu memperhatikan transaksi pihakpihak yang berelasi dalam membuat keputusan investasi. Menurut Feliana (2007)2 daya informasi akuntansi Indonesia masih tergolong rendah walau sudah mengadopsi standar akuntansi internasional. Hal tersebut terkait dengan transparasi informasi yang disampaikan perusahaan melalui laporan keuangan. Salah satunya mengenai penelusuran transaksi dengan pihakpihak yang berelasi yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Kesulitan dalam penelusuran transaksi dengan pihak pihak yang berelasi yang duungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan secara otomatis mengurangi keakuratan informasi yang disajikan dalam

laporan keuangan. Hal ini berpengaruh besar terhadap kualitas informasi akuntansi yang dihasilkan mengingat bahwa transaksi dengan pihakpihak yang berelasi dapat dilakukan untuk tujuan opportunities atau sebagai transaksi efisiensi. Transaksi pihak pihak dalam hubungan istimewa dewasa ini mendapat perhatian yang sangat serius baik dari dalam kalangan dunia bisnis
1

Silviana, Laurent. 2012. Pengaruh Struktur Kepemilikan Dan Transaksi Pihak Yang Berelasi Terhadap Daya Informasi Akuntansi Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bei . 2 Feliana, Y.K., 2007, Pengaruh Struktur Kepemilikan Perusahaan Dan Transaksi dengan PihakPihak yang Memiliki Hubungan Istimewa Terhadap Daya Informasi Akuntansi

maupun dari pihak otoritas perpajakan. Pada dasarnya transaksi antar pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah suatu kesepakatan atau pengaturan bisnis yang dilakukan oleh pihak-pihak yang saling tidak bebas satu dengan lainnya untuk tujuan tertentu. Unsur kesepakatan dalam menentukan harga transaksi adalah hal yang paling menjadi perhatian, karena kesepakatan dalam penentuan harga dapat membawa dampak keuntungan maupun kerugian bagi pihak-pihak terkait (stake holder). Stake holder yang perlu mendapat informasi yang transparan dari transaksi di atas antara lain, investor, kreditor, pemegang saham (share holder). Sejak mencuatnya kasus Enron sekitar tahun 2002, praktisi bisnis dan akuntan baik di Indonesia maupun di dunia mulai menyoroti kelemahan aturan di pencatatan akuntansi sehingga manipulasi laporan keuangan masih bisa terjadi saat itu. Mengantisipasi hal yang serupa, maka aturan-aturan terkait dengan transaksi dengan pihk berelasi mulai diperketat. Dengan penerapan konvergensi IFRS di Indonesia sebenarnya hal ini menjadi salah satu solusi untuk meminimalkan kecurangan seperti yang terjadi pada kasus Enron. Dimana IFRS telah menggunakan konsep principle based yang lebih menekankan pada pengukuran, penilaian, penyajian dan pengungkapan. Hal ini terlihat dengan diadopsinya IAS 24 menjadi PSAK 7 : Pengungkapan pihak-pihak berelasi dimana PSAK ini merupakan tambahan pengungkapan yang harus dilakukan terkait standar akuntansi pada PSAK No. 4 : Laporan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri apabila terdapat suatu transaksi dengan pihak-pihak berelasi. Selain itu, konsekuensi dari diadopsinya IAS 27 menjadi PSAK No. 4, maka SIC 12 juga perlu diadopsi menjadi ISAK No. 7 : Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus sebagai tambahan penjelasan dari PSAK No. 4 yang belum mengatur mengenai bagaimana konsolidasi entitas bertujuan khusus itu dilakukan. Pada intinya, semua transaksi terkait pihak-pihak berelasi yang berada dalam satu kendali termasuk didalamnya Entitas Bertujuan Khusus (Special Purpose Entities) harus diungkapkan dan dilakukan konsolidasi laporan keuangan. Sehingga semua transaksi akan disajikan dan kecurangan seperti yang dilakukan Enron diharapkan tidak akan terjadi lagi. Selain permasalahan

dalam segi pengungkapan akuntansinya, transaksi dengan pihak berelasi juga menimbulkan permasalahan lain yakni dalam segi perpajakan. Transaksi dengan pihak berelasi yang dilakukan perusahaan multinasional didalam negeri mungkin tidak akan berpengaruh besar terhadap perlakuan

perpajakannya karena masih dalam satu wilayah pabean dengan aturan perpajakan yang sama. Namun transaksi dengan pihak berelasi yang dilakukan perusahaan multinasional dengan anak perusahaan di luar negeri terutama yang berada pada wilayah heaven county dapat berpotensi menimbulkan permasalahan perpajakan yang sering disebut dengan transfer pricing.

II. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah Bagaimana transaksi dengan pihak berelasi dilihat dari sudut pandang akuntansi, auditing dan aspek perpajakan?.

III. Pembahasan 1. Pengertian Transaksi dengan Pihak Berelasi Berdasarkan PSAK3 No. 7 tentang Pengungkapan transaksi pihak berelasi, dijelaskan bahwa : Transaksi Pihak berelasi adalah suatu pengalihan sumber daya, jasa atau kewajiban antara entitas pelapor dengan pihak-pihak berelasi terlepas apakah ada harga yang dibebankan. Pihak-pihak berelasi adalah orang atau entitas yang terkait dengan entitas yang menyiapkan laporan keuangannya (dalam Pernyataan ini dirujuk sebagai entitas pelapor). a. Orang atau anggota keluarga dekatnya mempunyai relasi dengan entitas pelapor jika orang tersebut : i. Memiliki pengendalian/ pengendali bersama atas entitas pelapor. Pengendalian adalah kekuasaan untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasional dari suatu entitas sehingga memperoleh manfaat dari aktivitas entitas tersebut. Pengendalian Bersama
3

IAI. 2012. Standar Akuntansi Keuangan : per 1 Juni 2012

adalah persetujuan kontraktual untuk berbagi pengendalian terhadap suatu aktivitas ekonomi. ii. Memiliki pengaruh signifikan atas entitas pelapor. Pengaruh signifikan adalah kekuasaan untuk berpartisipasi dalam keputusan kebijakan keuangan dan operasional dari suatu entitas, tetapi tidak mengendalikan kebijakan tersebut. Pengaruh signifikan dapat diperoleh dari kepemilikan saham, anggaran dasar atau perjanjian. iii. Merupakan personil manajemen kunci entitas pelapor atau entitas induk dari entitas pelapor. Personil Manajemen kunci adalah orangorang yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, dan mengendalikan aktivitas entitas, secara langsung atau tidak langsung, termasuk direktur dan komisaris (baik eksekutif maupun bukan eksekutif) dari entitas.

b. Suatu entitas berelasi dengan entitas pelapor jika memenuhi salah satu dari hal berikut : i. Entitas dan entitas pelapor adalah anggota dari kelompok usaha yang sama (artinya entitas induk, entitas anak, dan entitas berikutnya saling berelasi dengan entitas lainnya) ii. Suatu entitas adalah entitas asosiasi atau ventura bersama dari entitas lain (atau entitas asosiasi atau ventura bersama yang merupakan anggota suatu kelompok usaha, yang mana entitas lain tersebut adalah anggotanya)

Contoh pihak-pihak berelasi poin (i) & (ii)

iii. Kedua entitas tersebut adalah ventura bersama dari pihak ketiga yang sama.
5

iv. Satu entitas adalah ventura bersama dari entitas ketiga dan entitas yang lain adalah entitas asosiasi dari entitas ketiga. v. Entitas tersebut adalah suatu program imbalan pascakerja untuk imbalan kerja dari salah satu entitas pelapor atau entitas terkait dengan entitas pelapor. Jika entitas pelapor adalah entitas yang menyelenggarakan program tersebut, maka entitas sponsor juga berelasi dengan entitas pelapor. vi. Entitas yang dikendalikan atau dikendalikan bersama oleh orang yang didefinisi dalam huruf (a). vii. Orang yang diidentifikasi dalam huruf (a) (i) memiliki pengaruh signifikan atas entitas atau merupakan personil manajemen kunci entitas (atau entitas induk dari entitas)

Dijelaskan pula bahwa pihak-pihak berikut bukan sebagai pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, yaitu : (a) dua entitas hanya karena mereka memiliki direktur atau anggota manajemen kunci yang sama, atau karena anggota dari manejemen kunci dari satu entitas mempunyai pengaruh signifikan terhadap entitas lain. (b) dua venturer hanya karena mereka mengendalikan bersama atas ventura bersama. (c) (i) (ii) penyandang dana, serikat dagang,

(iii) entitas pelayanan publik, dan (iv) departemen dan instansi pemerintah yang tidak mengendalikan, mengendalikan bersama atau memiliki pengaruh signifikan terhadap entitas pelapor, semata-mata dalam pelaksanaan urusan normal dengan entitas pelapor (meskipun pihak-pihak tersebut dapat membatasi kebebasan suatu entitas atau ikut serta dalam proses pengambilan keputusan). (d) pelanggan, pemasok, pemegang hak waralaba (franchise), distributor, atau perwakilan/agen umum dengan siapa entitas mengadakan

transaksi usaha dengan volume signifikan, semata-mata karena ketergantungan ekonomis yang diakibatkan oleh keadaan.

Dalam aturan perpajakan transaksi dengan pihak berelasi masih menggunakan istilah transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa. Secara universal transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dikenal dengan istilah transfer pricing. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan atau dasar pengenaan pajak dan/ atau biaya dari satu Wajib Pajak ke Wajib Pajak lainnya, yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terhutang atas Wajib Pajak-Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut. Menurut UU No 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 18 ayat (4) dan UU PPN Pasal 2 ayat (2), dijelaskan bahwa, Hubungan istimewa dianggap ada apabila: a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir; b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung; atau c. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

Dari ketentuan perpajakan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan istimewa dapat terjadi : 1. antara pihak-pihak yang bertempat tinggal, didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; 2. antara pihak yang bertempat tinggal, didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dengan pihak yang bertempat tinggal/kedudukan di luar Indonesia.

2. Perlakuan Akuntansi Terhadap Pengungkapan Transaksi dengan Pihak Berelasi Berdasarkan PSAK No. 7, transaksi dengan pihak berelasi harus diungkapkan sebagai berikut : Untuk memungkinkan pengguna L/K memahami dampak dari hubungan pihak berelasi pada suatu entitas, maka hubungan antara entitas induk dan entitas anak harus diungkapkan terlepas dari apakah telah terjadi transaksi antara mereka. PSAK 7 mensyaratkan adanya tambahan pengungkapan terkait transaksi dengan pihak berelasi dalam Laporan keuangan konsolidasian (PSAK 4). Entitas mengungkapkan kompensasi personil manajemen kunci secara total dan untuk masing-masing kategori berikut : a. Imbalan kerja jangka pendek, seperti upah, gaji, dan kontribusi jaminan social, cuti tahunan dan cuti sakit yang dibayar, bagi hasil dan bonus (jika dibayar dalam waktu duabelas bulan setelah akhir periode) dan imbalan non keuangan (seperti perawatan kesehatan, perumahan, mobil, dan barang/ jasa gratis yang disubsidi) bagi karyawan saat ini. b. Imbalan pascakerja, seperti pension, manfaat pension lain, asuransi jiwa pascakerja dan perawatan medis pascakerja. c. Imbalan kerja jangka panjang lainnya, termasuk cuti besar, cuti hari raya, imbalan cacat permanen, dan bagi laba, bonus dan kompensasi yang ditangguhkan (jika terutang seluruhnya lebih dari dua belas bulan pada akhir periode pelaporan) d. Pesangon pemutusan kontrak kerja, dan e. Pembayaran berbasis saham.

Jika entitas memiliki transaksi dengan pihak-pihak berelasi selama periode yang dicakup dalam laporan keuangan, maka entitas

mengungkapkan sifat dari hubungan dengan pihak-pihak berelasi serta informasi mengenai transaksi dan saldo, termasuk komitmen, yang diperlukan untuk memahami potensi dampak hubungan tersebut sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Sekurang-kurangnya, pengungkapan meliputi:

a. Jumlah transaksi; b. Jumlah saldo, termasuk komitmen, dan: (i) Persyaratan dan ketentuannya, termasuk apakah terdapat jaminan, dan sifat imbalan yang akan diberikan, untuk penyelesaian; dan (ii) Rincian garansi yang diberikan atau diterima; c. Penyisihan piutang ragu-ragu terkait dengan jumlah saldo tersebut; dan d. Beban yang di akui selama periode dalam hal pitang ragu-ragu atau penghapusan piutang dari pihak-pihak berelasi

Pengungkapan yang disyaratkan diatas dilakukan secara terpisah untuk masing-masing kategori berikut : a. Entitas induk b. Entitas dengan pengendalian bersama atau pengaruh signifikan terhadap entitas; c. Entitas anak; d. Entitas asosiasi; e. Ventura bersama dimana entitas merupakan venturer; f. Personil manajemen kunci dari entitas atau entitas induknya; dan g. Pihak-pihak berelasi lainnya

Apabila ada transaksi antara pihak-pihak berelasi, maka harus dilakukan dengan dasar nilai wajar. Pengungkapan bahwa transaksi pihakpihak berelasi dilakukan dengan ketentuan yang setara dengan yang berlaku dalam transaksi yang wajar dapat dilakukan hanya jika hal tersebut dapat dibuktikan. Oleh karena itu, transaksi pihak-pihak berelasi baik yang dilakukan dengan nilai wajar maupun dengan ketentuan yang setara dengan nilai wajar harus dibuktikan dengan dokumen pendukung yang lengkap yang menyatakan transaksi tersebut telah sesuai dengan standar yang ada.

Entitas yang berelasi dengan Pemerintah Berdasarkan PSAK No. 7, Entitas yang berelasi dengan pemerintah adalah entitas yang dikendalikan, dikendalikan bersama, atau dipengaruhi secara signifikan oleh pemerintah. Entitas pelapor dikecualikan dari persyaratan pengungkapan sebagaimana dijelaskan sebelumnya atas transaksi dengan pihak-pihak berelasi dan saldo, termasuk komitmen dengan : a. Pemerintah yang memiliki pengendalian, pengendalian bersama atau pengaruh signifikan atas entitas pelapor; dan b. Entitas lain yang merupakan pihak berelasi karena dikendalikan, dikendalikan bersama, atau dipengaruhi secara signifikan oleh pemerintah yang sama atas entitas pelapor dan entitas lain tersebut. Contoh :

Pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung mengendalikan Entitas 1 dan 2 dan Entitas A, B, C, D. Si X adalah personil manajemen kunci Entitas 1. Maka, dalam laporan keuangan Entitas A, pengecualian sebagaimana dijelaskan diatas diterapkan untuk : a. Transaksi dengan Pemerintah b. Transaksi dengan Entitas 1 dan 2 dan Entitas B,C, dan D. Namun pengecualian tidak berlaku untuk transaksi dengan X sebagai manajemen kunci.

10

Jika entitas pelapor menerapkan pengecualian di paragraf tersebut, maka entitas mengungkapkan mengenai transaksi dan saldo terkait, yaitu: a. Nama departemen atau instansi pemerintah dan sifat hubungannya dengan entitas pelapor (misalnya, pengendalian, pengendalian bersama atau pengaruh signifikan) b. Informasi berikut dengan rincian yang cukup yang memungkinkan pengguna L/K memahami dampak transaksi dengan pihak-pihak berelasi terhadap L/K : (i) Sifat dan jumlah setiap transaksi yang secara individual signifikan,
Contoh Pengungkapan : untuk transaksi secara individual signifikan karena ukuran transaksinya. Pada tahun yang berakhir pada Desember 201X, Pemerintah menyediakan Entitas A suatu utilitas yang mana Pemerintah memiliki kepemilikan secara tidak langsung sebesar 75% dari saham yang beredar, pinjaman setara dengan 50% dana yang diperlukan, dibayar secara triwulan selama lima tahun berikutnya. Bunga yang dibebankan atas pinjaman adalah 3%, nilai ini dapat diperbandingkan dengan bunga yang dibebankan atas pinjaman bank untuk Entitas A.

(ii) Untuk transaksi lainnya yang secara kolektif, tetapi tidak individu, signifikan, indikasi secara kualitatif atau kuantitatif atau luasnya transaksi tersebut. Jenis transaksi tersebut termasuk contoh transaksi yang diungkapkan jika dilakukan dengan pihak berelasi sebagai berikut: Pembelian dan penjualan barang (barang jadi/ setengah jadi) Pembelian dan penjualan property dan asset lain Penyediaan atau penerimaan jasa Sewa Pengalihan riset dan pengembangan Pengalihan dibawah perjanjian lisensi Pengalihan dibawah perjanjian pembiayaan (termasuk

pinjaman dan kontribusi ekuitas dalam bentuk tunai atau natura)

11

Provisi atas jaminan atau agunan Komitmen untuk berbuat sesuatu jika peristiwa khusus terjadi atau tidak terjadi di masa depan, termasuk kontrak eksekutori(diakui atau tidak diakui), dan

Penyelesaian liabilitas atas nama entitas atau pihak berelasi.

Contoh Pengungkapan : untuk transaksi yang secara kolektif signifikan Pemerintah secara tidak langsung memiliki 75% saham beredar Entitas A. Entitas A secara signifikan melakukan transaksi dengan Pemerintah dan entitas lain yang dikendalikannya, dikendalikan bersama atau dipengaruhi secara signifikan oleh Pemerintah (suatu porsi yang besar atas penjualan barang dan pembelian bahan material) atau (50% atas penjualan barang dan 35% tas pembelian bahan material). Entitas juga memperoleh manfaat dari jaminan Pemerintah atas pinjaman bank.

Pihak-pihak yang berelasi merupakan gejala normal dalam perniagaan dan usaha. Misalnya, perusahaan seringkali melaksanakan kegiatannya secara terpisah-pisah melalui anak perusahaan dan atau perusahaan afiliasi, memperoleh kepentingan dalam perusahaan lain - untuk tujuan investasi atau untuk alasan perniagaan - dalam proporsi yang cukup untuk mengendalikan atau melaksanakan pengaruh yang signifikan dalam pengambilan keputusan keuangan dan operasi perusahaan penerima investasi (investee). Posisi keuangan dan hasil usaha dari suatu perusahaan dapat terpengaruh oleh hubungan istimewa dengan suatu pihak walaupun tidak terjadi sesuatu transaksi dengan pihak tersebut. Suatu hubungan istimewa dapat mempengaruhi transaksi perusahaan pelapor dengan pihak lain. Sebagai contoh, suatu anak perusahaan dapat mengakhiri hubungan dengan suatu mitra dagangnya karena induk perusahaan telah mengakuisisi suatu perusahaan lain yang berusaha dalam bidang perdagangan yang sama dengan mitra dagang terdahulu. Di samping itu, suatu tindakan dapat tertunda karena pengaruh yang signifikan dari pihak lain. Sebagai contoh, suatu anak perusahaan dapat diinstruksikan oleh induknya untuk tidak ikut serta dalam riset dan pengembangan.

12

PSAK No. 7 ini mensyaratkan setiap perusahaan melakukan pengungkapan semua hal terkait dengan transaksi dengan pihak berelasi terlepas apakah ada transaksi atau tidak diantara mereka. Namun, berdasarkan observasi hasil penelitian Febrianto (2010)4, memang tidak semua perusahaan sampel melaporkan bahwa mereka memiliki transaksi dengan pihak-pihak yang istimewa seperti yang dinyatakan di PSAK No. 7. Dari 450 observasi, 5,6% observasi memiliki pihak istimewa sebesar nol pihak. Namun, ketiadaan pihak istimewa yang diungkapkan oleh perusahaan di dalam laporan keuangan memiliki tiga kemungkinan kasus. Pertama, perusahaan memang tidak memiliki pihak istimewa untuk perusahaan bertransaksi pada tahun tersebut dan memang tidak ada transaksi dengan pihak istimewa yang dilaporkan pada tahun tersebut. Kedua, perusahaan bisa saja memiliki transaksi dengan pihak istimewa, namun mereka tidak mengungkapkan siapa pihak istimewa tersebut walau jenis transaksi dan nilai transaksi diungkapkan. Ketiga, perusahaan sebenarnya memiliki transaksi dengan pihak-pihak istimewa namun sama sekali tidak mengungkapkannya di dalam laporan keuangan. Luas pengungkapan atas pihak-pihak istimewa dan transaksi antara perusahaan dengan mereka dipengaruhi oleh berbagai hal, yaitu mulai dari budaya hingga biaya pengungkapan. Selain itu, transaksi dengan pihak istimewa bisa saja bermotif operasional dan ekonomis belaka. Artinya, dengan pengakuan bahwa transaksi-transaksi itu dilakukan dengan syarat yang sama dengan transaksi yang sama dengan pihak ketiga. Dengan demikian, pengungkapan atas transaksi dengan pihak istimewa bisa saja dipandang oleh perusahaan ataupun oleh auditor tidak ekonomis dan tidak akan mempengaruhi nilai perusahaan. Jejaring kepemilikan antarperusahaan yang sangat rumit membuat pengungkapan juga menjadi mahal bagi perusahaan. Pengakuan akuntansi suatu pengalihan sumber daya secara normal didasarkan pada suatu harga yang disepakati pihak yang bersangkutan. Harga yang berlaku antara pihak yang tidak berelasi adalah harga pertukaran antara
4

Febrianto, Rahmat, Erna Widyastuti. 2010. Hubungan transaksi dengan pihak-pihak yang memeliki hubungan istimewa dan kualitas auditor dengan praktik manajemen laba.

13

pihak yang independen (arm's length price). Pihak yang berelasi mungkin mempunyai suatu tingkat keluwesan dalam proses penentuan harga, yang tidak terdapat dalam transaksi antara pihak yang tidak berelasi. PSAK No. 7 tidak mengatur secara rinci mengenai bagaimana metode yang digunakan untuk penentuan harga wajar dalam transaksi antara pihakpihak berelasi, PSAK hanya mewajibkan pihak-pihak berelasi yang melakukan transaksi harus menggunakan nilai wajar dalam transaksinya dan melakukan pengungkapan yang memadai dalam catatan laporan keuangan agar tidak menyesatkan pembaca laporan keuangan. Sebagai acuan penentuan nilai wajar, pihak-pihak berelasi yang melakukan transaksi dapat

menggunakan metode penentuan nilai wajar sebagaimana diatur dalam aturan perpajakan.

3. Prosedur Audit Transaksi antar pihak-pihak berelasi Selain dalam hal perlakuan akuntansinya, perlu diperhatikan pula mengenai prosedur audit transaksi antara pihak-pihak berelasi agar informasi yang disajikan benar-benar memiliki transparansi dan keandalan yang memadai. Auditor harus memandang transaksi antar pihak berelasi dalam rangka pernyataan prinsip akuntansi, dengan penekanan pada cukup atau tidaknya pengungkapannya. Di samping itu, auditor harus menyadari bahwa substansi suatu transaksi dapat secara signifikan menjadi berbeda dari bentuknya dan bahwa laporan keuangan harus mengidentifikasi substansi transaksi tersebut dan bukan hanya bentuk hukumnya semata. Suatu audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia tidak dapat diharapkan untuk memberikan keyakinan bahwa semua transaksi antar pihak yang berelasi dapat ditemukan. Namun, selama proses audit, auditor harus waspada akan adanya transaksi antar pihak berelasi yang material yang dapat mempengaruhi laporan keuangan dan kepemilikan bersama (common ownership) atau hubungan pengendalian manajemen; yang menurut prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia harus diungkapkan. Banyak prosedur yang biasanya dilaksanakan dalam audit berdasarkan standar auditing yang

14

ditetapkan Ikatan Akuntansi Indonesia, walaupun jika auditor tidak memiliki alasan untuk mencurigai adanya transaksi antarpihak berelasi atau adanya hubungan pengendalian. Dalam penentuan lingkup pekerjaan yang harus dilakukan berkenaan dengan kemungkinan adanya transaksi antarpihak berelasi, auditor harus memperoleh pemahaman tentang tanggung jawab manajemen dan hubungan masingmasing bagian dari entitas secara keseluruhan. Auditor harus mempertimbangkan pengendalaian atas aktivitas manajemen, dan ia harus mempertimbangkan tujuan bisnis yang dilayani oleh berbagai bagian dari entitas. Umumnya, struktur bisnis dan gaya operasi didasarkan atas kemampuan manajemen, pertimbangan hukum dan pajak, diversifikasi produk, dan lokasi geografis. Pengalaman menunjukkan bahwa struktur bisnis dan gaya operasi kadangkadang dirancang dengan sengaja untuk mengaburkan transaksi antarpihak berelasi. Dalam kondisi yang didalamnya tidak terdapat bukti yang sebaliknya, transaksi antarpihak berelasi seharusnya tidak dianggap sebagai aktivitas bisnis biasa dengan pihak luar. Namun, auditor harus waspada terhadap kemungkinan bahwa transaksi antarpihak berelasi didorong semata mata, atau dalam ukuran yang lebih besar, oleh kondisi yang mirip dengan kondisi berikut ini: a. Tidak cukupnya modal kerja atau pinjaman untuk melanjutkan bisnis. b. Keinginan yang mendesak untuk mencatat tingkat laba yang tinggi secara berkelanjutan dalam upaya untuk mendukung harga saham perusahaan. c. Prakiraan laba yang terlalu optimis. d. Ketergantungan pada satu atau beberapa produk, customers, atau transaksi untuk kelangsungan keberhasilan perusahaan. e. Penurunan industry yang ditandai dengan sejumlah besar kegagalan bisnis. f. Kelebihan kapasitas g. Tuntutan perkara hukum yang signifikan, terutama perkara hukum antara pemegang saham dengan manajemen. h. Ancaman keusangan yang signifikan karena perusahaan beroperasi dalam industry berteknologi tinggi.

15

Dalam ED SPA 550 tentang Pihak Berelasi yang dikeluarkan oleh IAPI dijelaskan bahwa auditor bertanggung jawab untuk melaksanakan prosedur audit untuk mengidentifikasi, menilai, dan merespons risiko kesalahan penyajian material yang timbul dari kegagalan entitas untuk secara tepat mencatat atau mengungkapkan hubungan, transaksi atau saldo pihak berelasi sesuai dengan ketentuan kerangka penyajian laporan keuangan yang berlaku. Aauditor harus melakukan prosedur audit terkait hubungan dan transaksi pihak berelasi sebagai berikut : A. Penilaian Risiko dan Aktivitas Terkait Auditor harus melaksanakan prosedur audit dan aktivitas terkait untuk memperoleh informasi relevan guna mengindikasi risiko kesalahan penyajian material yang berkaitan dengan hubungan dan transaksi pihak berelasi. Auditor harus mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian material yang berkaitan dengan hubungan dan transaksi pihak berelasi dan menentukan apakah diantara risiko tersebut menurpakan risiko signifikan. Jika auditor mengidentifikasi factor-faktor risiko kecurangan pada waktu melaksanakan proses penilaian risiko dan aktivitas yang berkaitan dalam hubungannya dengan pihak berelasi, auditor harus mempertimbagkan informasi tersebut pada waktu mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian material karena kecurangan berdasarkan SPA 240.

B. Pemahaman atas hubungan dan transaksi pihak berelasi entitas Auditor harus meminta keterangan dari manajemen tentang : Identitas pihak berelasi entitas, termasuk perubahan dari periode sebelumnya. Sifat hubungan antara entitas dan pihak berelasi tersebut

16

Apakah entitas melakukan transaksi dengan pihak berelasi ini selama periode tersebut dan jika demikian, apa jenis dan tujuan transaksi tersebut.

Auditor harus meminta keterangan dari manajemen dan pihak lain dalam entitas dan melaksanakan prosedur penilaian risiko lainnya yang dipandang tepat untuk memperoleh suatu pemahaman tentang

pengendalian, jika ada, bahwa manajemen telah menetapkan untuk : Mengidentifikasi, mencatata, dan mengungkapkan hubungan dan transaksi pihak berelasi sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. Mengotorisasi dan menyetujui transaksi dan pengaturan signifikan dengan pihak berelasi. Mengotorisasi dan menyetujui transaksi dan pengaturan signifikan diluar bisnis normal.

C. Menjaga kewaspadaan terhadap informasi pihak berelasi pada waktu mereviu catatan atau dokumen. Selama audit, auditor harus tetap waspada, saat menginspeksi catatan atau dokumen, untuk pengaturan atau informasi lain yang dapat menunjukan adanya hubungan atau transaksi pihak berelasi yang belum diidentifikasi dan diungkapkan sebelumnya oleh manajemen kepada auditor. Jika auditor mengidentifikasi pihak berelasi atau transaksi signifikan pihak berelasi yang tidak diidentifikasi atau diungkapkan sebelumnya oleh manajemen, maka auditor harus : Segera mengkomunikasikan informasi relevan tersebut kepada anggota lain tim perikatan. Jika kerangka pelaporan keuangan yang berlaku menetapkan ketentuan pihak berelasi :

17

Meminta kepada manajemen untuk mengidentifikasi semua transaksi dengan pihak berelasi yang baru diidentifikasi tersebut untuk dievaluasi.

Meminta keterangan tentang mengapa pengendalian entitas terhadap transaksi pihak berelasi gagal untuk memungkinkan pengidentifikasian atau pengungkapan hubungan atau transaksi pihak berelasi.

Melaksanakan prosedur audit substantive yang tepat terhadap pihak berelasi yang baru diidentifikasi atau transaksi pihak berelasi yang signifikan.

Mempertimbangkan kembali risiko bahwa pihak berelasi lainnya kemungkinan ad yang tidak diidentifikasi atau diungkapkan, dan melaksanakan prosedur audit tambahan yang diperlukan terkait hal tersebut.

D. Pengevaluasian terhadap Akuntansi untuk dan Pengungkapan tentang hubungan dan transaksi pihak berelasi yang teridentifikasi Dalam merumuskan suatu opini atas LK berdasarkan SPA 700, auditor harus mengevaluasi : Apakah hubungan dan transaksi pihak berelasi yang teridentifikasi telah dicatat dan diungkapkan sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku. Apakah dampak hubungan transaksi pihak berelasi : Mencegah LK dari pencapaian penyajian wajar atau Menyebabkan LK menyesatkan.

E. Representasi Tertulis Auditor harus memperoleh representasi tertulis dari manajemen dan jika relevan, pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola perusahaan bahwa : Mereka telah mengungkapkan kepada auditor identitas pihak berelasi entitas dan semua hubungan dan transaksi pihak berelasi tersebut.

18

Mereka telah mencatata dan mengungkapkan hubungan dan transaksi tersebut secara tepat sesuai dengan ketentuan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.

F. Komunikasi dengan pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola Auditor harus mengkomunikasikan hal-hal signifikan yang timbul selama audit yang berkaitan dengan pihak berelasi entitas kepada pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola entitas.

G. Dokumentasi Auditor harus mencantumkan dalam dokumentasi auditnya nama pihak berelasi yang teridentifikasi dan sifat hubungan pihak berelasi tersebut.

4. Segi Perpajakan atas Transaksi dengan Pihak Berelasi Dalam aturan perpajakan transaksi dengan pihak berelasi masih menggunakan istilah transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa. Secara universal transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dikenal dengan istilah transfer pricing. Transfer pricing dapat terjadi antar Wajib Pajak Dalam Negeri atau antara Wajib Pajak Dalam Negeri dengan pihak Luar Negeri, terutama yang berkedudukan di Tax Haven Countries (Negara yang tidak memungut/ memungut pajak lebih rendah dari Indonesia). Terhadap transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut, undang-undang perpajakan

menganut azas materiil (substance over form rule). Beberapa definisi mengenai transfer pricing atau transfer price yang diutarakan beberapa ahli antara lain adalah : a. Menurut Tsurumi dalam Gunadi (1997), dalam suatu grup perusahaan, transfer pricing merupakan harga yang diperhitungkan untuk

pengendalian manajemen (management control) atas transfer barang dan jasa dalam satu grup perusahaan. b. Menurut Charles T.Horngren, George Foster dan Srikant Datar dalam Akuntansi Biaya, harga transfer merupakan harga yang dikenakan oleh

19

satu sub unit (segmen, departemen, divisi dan sebagainya) untuk produk atau jasa yang dipasok ke sub unit lain dalam organisasi yang sama. c. Menurut Ralph Estes dalam Kamus Akuntansi, harga transfer adalah suatu harga internal yang dibebankan oleh satu unit (seperti divisi, perusahaan anak, atau departemen) dari suatu perusahaan pada unit lainnya dalam perusahaan yang sama. d. Menurut Don R.Hansen dan Maryanne M.Moven dalam Management Accounting, harga transfer adalah harga yang ditagihkan untuk barang yang ditransfer dari satu divisi ke divisi lainnya. e. Menurut Sophar Lumbantoruan, harga transfer adalah penentuan harga atau balas jasa atas suatu transaksi antar unit dalam satu perusahaan atau antar perusahaan dalam satu grup.

Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pada prinsipnya transfer pricing adalah harga transfer dari barang/jasa atau aktiva tak berwujud (intangible property) yang ditransfer antar perusahaan afiliasi dalam satu grup perusahaan atau antar divisi dalam satu perusahaan. Semula transfer pricing digunakan untuk kepentingan penilaian tingkat kemampu-labaan masing-masing divisi atau masing-masing perusahaan afiliasi yang terlibat dalam transaksi afiliasi. Tetapi sejalan dengan makin besarnya perusahaan multinasional, perbedaan tarif pajak antar negara dan perencanaan pajak yang makin komprehensif, maka transfer pricing digunakan sebagai alat untuk menggeser penghasilan kena pajak dari suatu negara ke negara yang tarif pajaknya lebih rendah, atau dari perusahaan yang berada dalam posisi laba ke perusahaan afiliasi yang masih mengalami kerugian. Beberapa petunjuk yang dapat digunakan sebagai indikasi awal adanya rekayasa transfer pricing pada perusahaan di Indonesia adalah: a. Dalam laporan audit dapat diketahui bahwa sebagian besar transaksi baik pembelian maupun penjualan dilakukan dari dan ke perusahaanperusahaan lain yang mempunyai hubungan istimewa (related parties).

20

b. Dalam laporan audit juga dapat diketahui bahwa struktur modal, umumnya perusahaan di Indonesia lebih banyak mengandalkan pinjaman (baik yang berasal dari sindikasi perbankan maupun perusahaan induknya) daripada modal sendiri. Hal ini dikenal dengan thin capitalization (debt-equity ratio). c. Terjadi pembayaran royalti atau imbalan jasa baik jasa teknik maupun jasa manajemen dari perusahaan di Indonesia kepada perusahaanperusahaan lain yang termasuk perusahaan related parties, walaupun perusahaan di Indonesia tersebut mengalami kerugian selama bertahuntahun. d. Apabila perusahaan di Indonesia tersebut dalam operasi normal perusahaan menghasilkan laba maka akan terjadi pembayaran dividen dalam jumlah besar kepada para pemegang sahamnya. e. Perusahaan tetap dapat beroperasi normal walaupun selama bertahuntahun menderita kerugian, karena memang perusahaan di Indonesia di setting sebagai pusat biaya atau pusat penampungan kerugian. Hal ini dapat terlihat dari persentase Harga Pokok Penjualan yang tinggi terhadap Penjualan dan kecilnya Gross Profit. f. Memanfaatkan celah pada peraturan tentang P3B yang dikenal dengan istilah treaty shopping. Treaty shopping adalah negara ketiga memanfaatkan suatu P3B dengan cara menggunakan penduduk dari salah satu negara pihak pada persetujuan yang berhak menikmati treaty protection. Transaksinya biasanya merupakan transaksi segitiga.

Berkaitan dengan transfer pricing, treaty shopping dilakukan dengan melakukan rekayasa arus dana melalui negara mitra perjanjian untuk mendapatkan keringanan pajak. g. Terdapat transaksi-transaksi yang melibatkan negara-negara tax haven countries. h. Apabila salah satu perusahaan dalam satu grup menderita kerugian terus menerus tetapi secara keseluruhan perusahaan tersebut memperoleh laba maka patut dicurigai adanya praktek transfer pricing. Sebab perusahaan

21

yang

independen

tidak

mau

perusahaannya

menderita

rugi

berkepanjangan.

Perlu disadari bahwa dengan perkembangan dunia usaha yang demikian cepat, yang sering kali bersifat transnasional dan diperkenalkannya produk dan metode usaha baru yang semula belum dikenal dalam bidang usaha (misalnya dalam bidang keuangan dan perbankan), maka bentuk dan variasi transfer pricing dapat tidak terbatas. Namun demikian dengan pengaturan lebih lanjut ketentuan tentang transaksi antar Wajib Pajak yang mempunyai mengurangi hubungan praktek istimewa diharap dapat meminimalkan pajak atau

penghindaran/

penyelundupan

dengan

rekayasa transfer pricing tersebut. Berdasarkan PER-32/PJ/2011 Pasal 1 ayat (8), Penentuan Harga Transfer (transfer pricing) adalah penentuan harga dalam transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. Transfer pricing yang diperbolehkan menurut aturan perpajakan harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Menggunakan Harga Wajar. Sebagaimana dijelaskan dalam PER-32/PJ/2011 Pasal 1 ayat (6) dan PER-69/PJ/2010 Pasal 1 ayat (4), Yang dimaksud dengan Harga Wajar atau Laba Wajar adalah harga atau laba yang terjadi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi yang sebanding, atau harga atau laba yang ditentukan sebagai harga atau laba yang memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. Maksud diadakannya ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya penghindaran pajak yang dapat terjadi karena adanya hubungan istimewa. Apabila terdapat hubungan istimewa, kemungkinan dapat terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun

pembebanan biaya melebihi dari yang seharusnya. Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan seandainya di antara

22

para Wajib Pajak tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga penjualan kembali (resale price method), metode biaya-plus (cost-plus method), atau metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan metode laba bersih transaksional (transactional net margin method). Demikian pula kemungkinan terdapat penyertaan modal secara terselubung, dengan menyatakan penyertaan modal tersebut sebagai utang maka Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan. Penentuan tersebut dapat dilakukan, misalnya melalui indikasi mengenai perbandingan antara modal dan utang yang lazim terjadi di antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa atau berdasar data atau indikasi lainnya. Dengan demikian, bunga yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai penyertaan modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan bagi pemegang saham yang menerima atau memperoleh bunga tersebut dianggap sebagai dividen yang dikenai pajak

b. Menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha PER 32/PJ/2011 Pasal 3 ayat (1) Wajib Pajak dalam melakukan transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa wajib menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. PER-32/PJ/2011 Pasal 1 ayat (5) dan PER-69/PJ/2010 Pasal 1 ayat (6) menjelaskan bahwa, Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (arm's length principle/ALP) merupakan prinsip yang mengatur bahwa apabila kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding, maka harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai

23

Hubungan Istimewa harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang menjadi pembanding. Prinsip Kewajaran dan kelaziman usaha tidak hanya dilakukan pada transaksi yang melibatkan barang saja, Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha juga wajib diterapkan atas transaksi jasa yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa. Transaksi Jasa dengan pihak istimewa dianggap memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sepanjang memenuhi ketentuan: penyerahan atau perolehan jasa benar-benar terjadi; Nilai transaksi jasa antara pihak-pihak yang mempunyai mempunyai Hubungan Istimewa sama dengan nilai transaksi jasa yang

dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai kondisi yang sebanding, atau yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak untuk keperluannya;

Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. melakukan Analisis Kesebandingan dan menentukan pembanding; b. menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat; c. menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha berdasarkan hasil d. Analisis Kesebandingan dan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat ke dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; dan e. mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar atau Laba Wajar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Prinsip

Kewajaran

dan

Kelaziman

Usaha

(Arm's

Length

Principle/ALP) mendasarkan pada norma bahwa harga atau laba atas transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai

24

Hubungan Istimewa ditentukan oleh kekuatan pasar, sehingga transaksi tersebut mencerminkan Value/FMV). Dalam prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arms length principle) penetapan harga dan laba transaksi haruslah sama dan sebanding antara transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan pihak-pihak yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa. Sama dan sebanding tidaklah dalam arti sama persis, akan tetapi terdapat batasan-batasan rentang yang wajar. Batasan rentang wajar memang tidak diberikan batasan yang pasti, tapi kalau merujuk pada ketentuan umum seperti yang ditetapkan dalam PSAK, batasan wajar dapat diartikan dalam batasan yang tidak material (immaterial items). Batasan ini dapat juga diartikan sebagai jumlah yang tidak signifikan terhadap keseluruhan transaksi. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 43/PJ/2010 tanggal 6 November 2010 menetapkan batasan material adalah transaksi yang tidak melebihi Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) tidak perlu dilakukan penerapan prinsip penerapan kewajaran dan kelaziman usaha, tetapi cukup dengan membukuan seperti cara biasa. harga pasar yang wajar (Fair Market

c. Harus ada Analisa Kesebandingan yang dibuat oleh WP atau Dirjen Pajak PER-32/PJ/2011 Pasal 1 ayat (7) dan PER-69/PJ/2010 Pasal 1 ayat (8) dijelaskan bahwa, Analisa Kesebandingan adalah analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau Direktorat Jenderal Pajak atas kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk diperbandingkan dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, dan melakukan identifikasi atas perbedaan kondisi dalam kedua jenis transaksi dimaksud.

25

Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan nilai seluruh transaksi tidak melebihi Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak untuk setiap lawan transaksi, dikecualikan dari

kewajiban untuk melakukan analisis kesebandingan, cukup dengan pencatatan dan pengungkapan biasa saja.

Terkait dengan hal ini, peraturan pajak juga telah mengatur terkait transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa. Berdasarkan PER32/PJ/2011 dan PER-69/PJ/2010, Dokumen penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang harus disediakan oleh Wajib Pajak sekurang-kurangnya mencakup: a. gambaran perusahaan secara rinci seperti struktur kelompok usaha, struktur kepemilikan, struktur organisasi, aspek-aspek operasional

kegiatan usaha, daftar pesaing usaha, dan gambaran lingkungan usaha; b. kebijakan penetapan harga dan/atau penetapan alokasi biaya; c. hasil Analisis Kesebandingan atas karakteristik produk yang

diperjualbelikan, hasil analisis fungsional, kondisi ekonomi, ketentuanketentuan dalam kontrak/perjanjian, dan strategi usaha. d. pembanding yang terpilih; e. catatan mengenai penerapan metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang dipilih oleh Wajib Pajak serta alasan penolakan metode yang tidak dipilih. Kendala terbesar dalam penyusunan dokumen nilai wajar adalah biayanya yang relatif cukup besar dan memerlukan waktu yang tidak singkat, karena diperlukan data pembanding dan analisa data serta kondisi pasar yang ada sebagai dasar penarikan kesimpulan bahwa nilai transaksi telah dilakukan sesuai nilai wajar. Meski demikian, dokumen ini wajib dibuat sebagai persyaratan administrasi pajak untuk mendukung aspek kewajaran dan kelaziman usaha dalam transaksi dengan pihak istimewa.

26

Dalam penentuan metode Harga Wajar atau Laba Wajar wajib dilakukan kajian untuk menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang paling sesuai (The Most Appropiate Method). Metode Penentuan Harga Transfer yang dapat diterapkan adalah : a. Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa (Comparable Uncontrolled Price/CUP); Metode Perbandingan Harga antara Pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa (Comparable Uncontrolled Price/CUP) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan

membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihakpihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga barang atau jasa dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi atau keadaan yang sebanding. Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Perbandingan Harga antara pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa (Comparable Uncontrolled Price/CUP) antara lain adalah: barang atau jasa yang ditransaksikan memiliki karakteristik yang identik dalam kondisi yang sebanding; atau kondisi transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan pihak-pihak yang tidak memiliki

Hubungan Istimewa Identik atau memiliki tingkat kesebandingan yang tinggi atau dapat dilakukan penyesuaian yang akurat untuk menghilangkan pengaruh dari perbedaan kondisi yang timbul.

b. Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM); Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi suatu produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga jual kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar, yang mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk

27

tersebut kepada pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar. Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM) antara lain adalah: tingkat kesebandingan yang tinggi antara transaksi antara Wajib Pajak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan transaksi antara Wajib Pajak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, khususnya tingkat kesebandingan berdasarkan hasil analisis fungsi, meskipun barang atau jasa yang diperjualbelikan berbeda; dan pihak penjual kembali (reseller) tidak memberikan nilai tambah yang signifikan atas barang atau jasa yang diperjualbelikan.

c. Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method); Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa pada harga pokok penjualan yang telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method) antara lain adalah: barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility agreement) atau kontrak jual-beli jangka panjang (long term buy and supply agreement) antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; atau bentuk transaksi adalah penyediaan jasa.

28

d. Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM); Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM) adalah metode Penentuan Harga Transfer berbasis Laba Transaksional (Transactional Profit Method Based) yang dilakukan dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut dengan menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan tercermin dari kesepakatan antar pihak-pihak dengan yang tidak Metode mempunyai Kontribusi

Hubungan Istimewa,

menggunakan

(Contribution Profit Split Method) atau Metode Sisa Pembagian Laba (Residual Profit Split Method). Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM) secara khusus hanya dapat diterapkan dalam kondisi sebagai berikut: transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sangat terkait satu sama lain sehingga tidak dimungkinkan untuk dilakukan kajian secara terpisah; atau terdapat barang tidak berwujud yang unik antara pihak-pihak yang bertransaksi yang menyebabkan kesulitan dalam menemukan data pembanding yang tepat.

e. Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM). Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin method/TNMM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang

dilakukan dengan membandingkan presentase laba bersih operasi terhadap biaya, terhadap penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar lainnya atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan presentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau persentase laba bersih operasi yang diperoleh

29

atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa lainnya Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM) antara lain adalah: salah satu pihak dalam transaksi Hubungan Istimewa melakukan kontribusi yang khusus; atau salah satu pihak dalam transaksi Hubungan Istimewa melakukan transaksi yang kompleks dan memiliki transaksi yang berhubungan satu sama lain.

Dalam menerapkan metode Penentuan Harga Transfer yang paling sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), wajib diperhatikan halhal sebagai berikut: a. kelebihan dan kekurangan setiap metode; b. kesesuaian metode Penentuan Harga Transfer dengan sifat dasar transaksi antar pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa, yang ditentukan berdasarkan analisis fungsional; c. ketersediaan informasi yang handal (sehubungan dengan transaksi antar pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa) untuk menerapkan metode yang dipilih dan/atau metode lain; d. tingkat kesebandingan antara transaksi antar pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan transaksi antar pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, termasuk kehandalan penyesuaian yang dilakukan untuk menghilangkan pengaruh yang material dari perbedaan yang ada.

5.

Penutup PSAK No. 7 ini mensyaratkan setiap perusahaan melakukan pengungkapan semua hal terkait dengan transaksi dengan pihak berelasi terlepas apakah ada transaksi atau tidak diantara mereka. Namun Budaya (Gray, 1988; Sudarwan & Fogarty, 1996) dan lemahnya penegakan hukum di Indonesia (La Porta et al., 1999) bisa menjadi penjelas mengapa

30

pengungkapan pada perusahaan-perusahaan di Indonesia buruk dan tidak teratur. Kebanyakan perusahaan adalah perusahaan yang didirikan oleh keluarga dan mereka. Para keluarga pendiri ini, tetap ada di dalam perusahaan karena tidak ingin sepenuhnya kepemilikan mereka hilang. Kerahasiaan atau pembatasan jumlah dan luas informasi yang disampaikan kepada publik sering dipandang sebagai salah satu cara untuk mempertahankan kepemilikan tersebut.5 Apabila ada transaksi antara pihak-pihak berelasi, maka harus dilakukan dengan dasar nilai wajar. Pengungkapan bahwa transaksi pihakpihak berelasi dilakukan dengan ketentuan yang setara dengan yang berlaku dalam transaksi yang wajar dapat dilakukan hanya jika hal tersebut dapat dibuktikan. Oleh karena itu, transaksi pihak-pihak berelasi baik yang dilakukan dengan nilai wajar maupun dengan ketentuan yang setara dengan nilai wajar harus dibuktikan dengan dokumen pendukung yang lengkap yang menyatakan transaksi tersebut telah sesuai dengan standar yang ada. Selain dalam hal perlakuan akuntansinya, perlu diperhatikan pula mengenai prosedur audit transaksi antara pihak-pihak berelasi agar informasi yang disajikan benar-benar memiliki transparansi dan keandalan yang memadai. Auditor harus memandang transaksi antar pihak berelasi dalam rangka pernyataan prinsip akuntansi, dengan penekanan pada cukup atau tidaknya pengungkapannya. Di samping itu, auditor harus menyadari bahwa substansi suatu transaksi dapat secara signifikan menjadi berbeda dari bentuknya dan bahwa laporan keuangan harus mengidentifikasi substansi transaksi tersebut dan bukan hanya bentuk hukumnya semata. Dalam ED SPA 550 tentang Pihak Berelasi yang dikeluarkan oleh IAPI dijelaskan bahwa auditor bertanggung jawab untuk melaksanakan prosedur audit untuk mengidentifikasi, menilai, dan merespons risiko kesalahan penyajian material yang timbul dari kegagalan entitas untuk secara tepat mencatat atau mengungkapkan hubungan, transaksi atau saldo pihak berelasi sesuai dengan ketentuan kerangka penyajian laporan keuangan yang berlaku.
5

Febrianto, Rahmat, Erna Widyastuti. 2010. Hubungan transaksi dengan pihak-pihak yang memeliki hubungan istimewa dan kualitas auditor dengan praktik manajemen laba.

31

Selain itu, transaksi antar pihak-pihak berelasi dapat menimbulkan suatu permasalahan dalam aspek perpajakan yang disebut Transfer pricing. Transfer pricing dapat membuat potensi penerimaan pajak suatu negara berkurang atau hilang. Perusahaan multinasional memiliki kecenderungan untuk menggeser kewajiban perpajakannya dari negara-negara yang memiliki tarif pajak yang tinggi ke negara-negara yang menetapkan tarif pajak rendah. Sehingga dengan demikian terjadi pergeseran dasar pengenaan pajak dari satu negara ke negara lainnya. Hal inilah yang membuat masalah transfer pricing menjadi masalah internasional karena banyak negara yang memiliki kepentingan, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia yang dalam transaksi yang mengandung transfer pricing menjadi negara sumber penghasilan. Transfer pricing dapat menimbulkan distorsi penerimaan negara. Strategi transfer pricing dengan memanfaatkan perbedaaan tarif pajak antar negara yang bertujuan untuk melakukan penghindaran pajak (tax avoidance) akan sangat merugikan negara-negara yang termasuk high tax countries karena akan kehilangan potensi penerimaan pajak yang seharusnya diperoleh. Masalah transfer pricing akan makin parah apabila dimaksudkan untuk melakukan penggelapan pajak (tax evasion). Perusahaan multinasional akan dianggap melakukan tindakan kriminal di bidang perpajakan. Dari sisi hukum, penggelapan pajak karena transfer pricing telah menyimpang dari ketentuan perpajakan yang berlaku karena secara substansi negara seharusnya dapat memajaki perusahaan multinasional tersebut dalam jumlah yang lebih besar. Sehingga dengan demikian akan dikenai sanksi pidana perpajakan, untuk Indonesia sesuai dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 diatur dalam Pasal 39 bahwa perbuatan kriminal pajak akan dikenai sanksi pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Perbedaan antara penghindaran pajak dan penggelapan pajak sangat tipis dan dari sisi etika bisnis, praktik transfer pricing dapat menimbulkan moral hazard karena bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.

32

DAFTAR PUSTAKA

IAI. 2012. Standar Akuntansi Keuangan : per 1 Juni 2012. Jakarta : Salemba Empat. IAPI. 2012. ED Standar Perikatan Audit (SPA) 550 : Pihak Berelasi. Jakarta. Febrianto, Rahmat & Erna Widiastuty. 2010. Hubungan transaksi dengan pihakpihak yang memiliki Hubungan istimewa dan kualitas auditor dengan praktik Manajemen laba. Jurnal Akuntansi dan Bisnis, 2010 ejournal.unud.ac.id Nugroho, Ryan Abdi. 2011. Transaksi dengan Pihak-pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa. Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi. Volume IV Nomor 12 tanggal 8 November 2011. Peraturan DirJen Pajak No. PER - 69/PJ/2010 Tentang Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement). Peraturan Dirjen Pajak NO. PER - 32/PJ/2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 Tentang Penerapan Prinsip Kewajaran Dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak Dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa. Badan Pengawas Pasar Modal. 2000. Peraturan No. VIII.G.7, pedoman Penyajian Laporan Keuangan, http://www.bapepam.go.id Husen, Sharifuddin. 2011. Masalah Transfer pricing dalam Perpajakan. Jurnal Ekonomi (Kajian Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi) No.01/Th.XX/ Januari-Maret 2011 ISSN 0854-0985. Jakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STEI) Jakarta. Ni Wayan Yuniasih, Ni Ketut Rasmini, Made Gede Wirakusuma. 2012. Pengaruh Pajak Dan Tunneling Incentive Pada Keputusan Transfer pricing

33

Perusahaan Manufaktur Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Perpajakan Universitas Udayana Dyanty, Vera, Sidharta Utama, Hilda Rossieta, Sylvia Veronica . Pengaruh kepemilikan Pengendali Akhir Terhadap Transaksi Jurnal Ekonomi Universitas Indonesia Shrives, Philip J. 1997. Related Parties Another Unresolved problem?. Management Accounting; Jan 1997; 75, 1; ABI/INFORM Complete pg. 40 University of Northumbria at Newcastle. Langstraat, Craig J;Plass, Richard T. 2010. Related Parties Complicate Tax Rules For Like-Kind Exchanges. Practical Tax Strategies; May 2010; 84, 5; ABI/INFORM Complete pg. 288 Zink, William;Stuart, Krista. 2003. Corporate related parties for reporting purposes. The Tax Adviser; Feb 2003; 34, 2; ABI/INFORM Complete pg. 74 Anonymous. 2006. IAASB proposes enhanced requirements for auditors to consider related parties. Accountancy Ireland; Feb 2006; 38, 1; ABI/INFORM Complete pg. 20. Alharony, J., Wang, J., dan Yuan, H., (2005).Related Party Transaction: A Real Means of Earning Management and Tunneling during IPO Processing China.Working paper , University of Tel Aviv. Chen, Mei Yu., Chu, Yang Chein. (2008). Monitoring Mechanism, Corporate Governance and Related Party Transaction. Working paper, University of Science and Technology, Graduate Scholl of management National Yunlin. Farahmita, Aria (2009). Pengaruh Praktik Corporate Governance Terhadap Hubungan Antara Transaksi Pihak berelasi (Related Party Transaction) Dengan Manajemen Laba. Pihak Berelasi .

34

Utama, Sidharta., Cynthia A, Utama., Rafika, Yuniasih.,(2010) Related Part y Transaction-Efficient or Abusive: Indonesia Evidence, Asia Pasific Journal of Accounting and Finance, Vol.1(1).pp 77-102 Silviana, Laurent. 2012. Pengaruh Struktur Kepemilikan Dan Transaksi Pihak Yang Berelasi Terhadap Daya Informasi Akuntansi Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bei. BERKALA ILMIAH MAHASISWA AKUNTANSI VOL. 1, NO. 2, MARET 2012 Fakultas Bisnis - Jurusan Akuntansi, Unika Widya Mandala Feliana, Yie Ke. 2007, Pengaruh Struktur Kepemilikan Perusahaan Dan yang Memiliki Hubungan Istimewa

Transaksi dengan PihakPihak

Terhadap Daya Informasi Akuntansi, Simposium Nasional Akuntansi X, Makasar.

35

You might also like