You are on page 1of 38

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 LATAR BELAKANG Hormon tiroid sangat penting untuk metabolisme energi, nutrisi, dan ion organik, termogenesis serta merangsang pertumbuhan dan perkembangan berbagai jaringan, Pada periode kritis juga untuk perkembangan susunan syaraf pusat dan tulang.1 Hormon ini mempengaruhi beberapa jaringan dan sel melalui berbagai pola aktivasi genomik dan sintesis protein serta reseptor yang mempunyai arti penting untuk berbagai aktivitas. Hormon tiroid berpotensiasi dengan katekolamin (efek yang menonjol adalah hipertiroidisme), dan berefek pada pertumbuhan somatik dan tulang diperantai oleh stimulasi sintesis dan kerja hormon pertumbuhan dan IGF.2 Disfungsi tiroid pada masa bayi dan anak dapat berakibat kelainan metabolik yang ditemukan pada dewasa, berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan, karena maturasi jaringan dan organ atau jaringan spesifik yang merupakan pengatur perkembangan bergantung pada efek hormon tiroid, sehingga konsekuensi klinik disfungsi tiroid bergantung pada usia mulai timbulnya pada masa bayi dan anak. Apabila hipotiroidisme pada janin atau bayi baru lahir tidak diobati, menyebabkan kelainan intelektual dan atau fungsi neurologik yang menetap, ini menunjukan betapa pentingnya peran hormon tiroid dalam perkembangan otak saat masa tersebut. Setelah usia 3 tahun , sebagian besar perkembangan otak yang tergantung hormon tiroid sudah lengkap, hipotiroidisme pada saat ini mengakibatkan pertumbuhan lambat dan keterlambatan maserasi tulang, biasanya tidak menetap dan tidak berpengaruh pada perkembangan kognitif dan neurologik, sehingga perlu dilakukan skrinning untuk deteksi dan terapi dini.3 Buruknya pengaruh hipotirod pada tumbuh kembang anak membuat penulis merasa perlu untuk mengetahui bagaimana cara mendeteksi kelainan ini secara dini dan bagaiman terapi yang tepat sehingga dapat mencegah ataupun memperbaiki kualitas tumbuh kembang anak selanjutnya.

1.2

RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang diatas adalah bagaimana skrining dan terapi hipotiroid pada anak.

1.3

TUJUAN PENULISAN Tujuan penelitian ini adalah : Memenuhi sebagian tugas untuk program pendidikan profesi di Untuk mengetahui cara mendeteksi dini dan terapi yang tepat pada bagian Ilmu Kesehatan Anak, RSUD KOTAMADYA SALATIGA. anak dengan hipotiroid. 1.4 MANFAAT PENULISAN Penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan informasi Penulis mengharapkan penulisan ini dapat membantu pembelajaran mengenai deteksi dini dan terapi hipotiroid pada anak. para mahasiswa kedokteran dalam bidang Ilmu Kesehatan Anak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI HIPOTIROID Hipotiroid artinya kekurangan hormon tiroid, yaitu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid atau kelenjar gondok. Hipotiroid anak dapat diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder, atau congenital dan didapat, serta menetap dan transient.4 Hipotiroid dapat diklasifikasikan menjadi5 : 1. Hipotiroidisme Kongenital a. Hipotiroid Kongenital menetap b. Hipotiroid Kongenital transien 2. Hipotiroidisme Didapat (Acquired) a. Hipotiroidisme Primer (kelainan pada kelenjar tiroid) b. Hipotiroidisme Sekunder (kelainan pada hipofisis) c. Hipotiroidisme tersier (kelainan hipotalamus) d. Resistensi Perifer terhadap kerja hormone tiroid Hipotirod kongenital merupakan penyebab retardasi mental yang tersering dan dapat diobati. Disebabkan karena tidak adekuatnya produksi hormone tiroid pada bayi baru lahir karena defek anatomik kelenjar tiroid, inborn error metabolism tiroid atau defisiensi yodium. Hipotiroid kongenital adalah kekurangan hormon tiroid sejak dalam kandungan. kira-kira satu dari 3000 bayi lahir dengan Hipotiroid kongenital, meskipun kelainan ini jarang tetapi mungkin saja terjadi pada bayi ibu.6 Hipotiroid kongenital ditemukan 1 dalam 2500 sampai dengan 4000, dan harus dapat segera terdeteksi secara dini terutama pada saat bayi lahir atau dalam beberapa hari setelah bayi dilahirkan (0 - 28 hari) segera setelah bayi terdiagnosis kemudian dilakukan terapi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa bayi anak dengan kelainan hipotiroid kongenital yang diobati sebelum berusia tiga bulan mempunyai kemungkinan mencapai tingkat intelegensil IQ > 90 (normal) yaitu berkisar antara 75- 85%. Sedangkan yang diobati setelah berusia lebih dari tiga

bulan, 75% nya tetap menderita keterbelakangan mental atau dapat menjadi normal namun dengan beberapa permasalahan antara lain kesulitan belajar, kelainan tingkah laku, atau kelainan neurologist non spesifik. Hipotiroidisme pada masa anak, juga sering disebut sebagai hipotiroidisme didapat. Biasanya terjadi setelah usia 6 bulan, sebagian besar kelainan ini sporadic, hanya 10-15% kasus yang diturunkan, paling sering disebabkan oleh tiroiditis Hashimoto, dan kejadiannya lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki, dengan perbandingan 2:1. Pada usia sekolah, angka kejadiannya 0,33%, yang paling sering karena tiroiditis limfositik kronik pada anak usia 12-19 tahun angka kejadiannya 6%.6 2.2 ANATOMI KELENJAR TIROID Kelenjar tiroid adalah kelenjar kecil yang berbentuk seperti kupu-kupu, terletak pada bagian depan leher tepat dibawah kedua sisi laring dan terletak di sebelah anterior trakea. Kelenjar ini mensekresi dua hormon tiroid yaitu tiroksin atau T4 dan triilodotironin atau T3, dan hormon-hormon itu khusus dibuat di dalam kelenjar tiroid. produksi T3 dan T4 merupakan proses yang kompleks dan dapat dikatakan unik untuk kelenjar tiroid.7 Iodium merupakan unsur utama yang diperlukan untuk membuat hormon tiroid. iodium adalah zat gizi mikro yang diperoleh tubuh kita dari makanan termasuk garam beriodium. jadi iodium merupakan unsur penting di dalam nutrisi.

Letak Kelenjar Tiroid8 4

Fungsi kelenjar tiroid dikendalikan oleh suatu hormon lain yaitu TSH yang dibuat dalam kelenjar hipofisis, suatu kelenjar yang terletak di otak. TSH mutlak diperlukan untuk suatu fungsi tiroid yang baik. Hormon tiroid memainkan peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. jika kelenjar tiroid tidak berkembang sempurna, maka tidak akan menghasilkan hormon yang cukup untuk pertumbuhan bayi dan perkembangan otak yang normal. Hormon tiroid didalam tubuh diperlukan untuk mengoptimalkan kerja semua jaringan dan organ. pada keadaan kekurangan hormon tiroid maka berbagai proses kehidupan akan terhambat. karena pada bayi jaringan otak sedang berkembang sangat cepat, maka jumlah hormon tiroid yang normal amat sangat penting untuk tumbuh kembang mereka. 2.3 FISIOLOGI HORMON TIROID Pertumbuhan dan fungsi dari kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan empat mekanisme : (1) sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, di mana hormon pelepas-tirotropin hipotalamus (TRH) merangsang sintesis dan pelepasan dari hormon perangsang-tiroid hipofisis anterior (TSH), yang pada gilirannya merangsang sekresi hormon dan pertumbuhan oleh kelenjar tiroid; (2) deiodininase hipofisis dan perifer, yang memodifikasi efek dari T4 dan T3; (3) autoregulasi dari sintesis hormon oleh kelenjar tiroid sendiri dalam hubungannya dengan suplai iodinnya; dan (4) stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh autoantibodi reseptor TSH.5,7 Thyrotropin-Releasing Hormone Hormon pelepas-tirotropin (TRH) merupakan suatu tripeptida, piroglutamil-histidil-prolineamida, disintesis oleh neuron dalam nuklei supraoptik dan supraventrikuler dari hipotalamus . Hormon ini disimpan eminensia mediana dari hipotalamus dan kemudian diangkut via sistem venosa portal hipofisis ke batang hipofisis ke kelenjar hipofisis anterior, di mana ia mengendalikan sintesis dan pelepasan dari TSH. TRH juga ditemukan pada bagian lain dari hipotalamus, otak, dan medulla spinalis, di mana ia berfungsi sebagai suatu neurotransmiter.

Pada kelenjar hipofisis anterior, TRH berikatan denganreseptor membran spesifik pada tirotrop dan sel pensekresi-prolaktin, merangsangsintesis dan pelepasan TSH maupun prolaktin. Hormon tiroid menyebabkan suatu pengosongan lambat dari reseptor TRH hipofisis, mengurangi respons TRH; estrogen meningkatkan reseptor TRH, meningkatkan kepekaan hipofisis terhadap TRH. TRH dihasilkan di hipotalamus mencapai tirotrop di hipofisis anterior melalui sistem portal hipotalamus-hipofisis dan merangsang sintesis dan pelepasan TSH. Baik hipotalamus dan hipofisis, T3 terutama menghambat sekresi TRH dan TSH. T4 mengalami monodeiodinasi menjadi T3 di neural dan hipofisis sebagaimana di jaringan perifer.

Sumbu hipotalamus-hipofisis-hipotiroid5 Tirotropin Thyroid-stimulating hormone (hormon perangsang-tiroid), atau tirotropin (TSH), merupakan suatu glikoprotein yang disintesis dan disekresikan oleh tirotrop dari kelenjar hipofisis anterior. Mempunyai berat molekul sekitar 28.000 dan terdiri dari dua subunit yang dihubungan secara kovalen, alfa dan beta. Subunit alfa lazim untuk dua glikoprotein hipofisis lain, FSH dan LH, dan juga untuk hormone plasenta hCG; subunit beta berbeda untuk setiap hormon 6

glikoprotein dan memberikan sifat pengikatan dan aktivitas biologik yang spesifik. Subunit alfa manusia mempunyai suatu inti apoprotein dari 92 asam amino dan mengandung satu rantai oligosakarida. Secara normal, hanya subunit dan TSH utuh ditemukan dalam serum. Kadar dari subunit adalah sekitar 0,5-2,0 g/L; terjadi peningkatan pada wanita pascamenopause dan pada pasien dengan TSH-secreting pituitary tumor . Kadar serum dari TSH adalah sekitar 0,5-5 mU/L; meningkat pada hipotiroidisme dan menurun pada hipertiroidisme, baik karena endogen ataupun akibat asupan hormon tiroid per oral yang berlebihan. Waktu-paruh TSH plasma adalah sekitar 30 menit, dan kecepatan produksi harian adalah sekitar 40-150 mU/hari.7 Kontrol Sekresi TSH Hipofisis Dua faktor utama yang mengendalikan sintesis dan pelepasan TSH adalah kadar T3 intratirotrop, yang mengontrol mRNA untuk sintesis dan pelepasan TS, dan TRH, yang mengendalikan glikosilasi, aktivasi, dan pelepasan TSH . Sintesis dan pelepasan dihambat oleh kadar serum T4 dan T3 yang tinggi (hipertiroidisme) dan dirangsang oleh kadar hormon tiroid rendah (hipotiroidisme). Di samping itu, hormon-hormon dan obat-obatan tertentu menghambat sekresi TSH. Dalam hal ini termasuk somatostatin, dopamin, agonis dopamin seperti bromokriptin, dan glukokortikoid. Penyakit akut dan kronik dapat menyebabkan penghambatan dari sekresi TSH selama penyakit aktif, dan kemungkinan terdapat peningkatan balik dari TSH pada saat pasien pulih. Besarnya efek ini bervariasi; dengan demikian, obat-obatan yang disebutkan di atas mensupresi TSH serum, tetapi biasanya akan dapat dideteksi. Sebaliknya, hipertiroidisme akan menghentikan sekresi TSH sama sekali. Pengamatan ini secara klinik penting dalam menginterpretasi kadar TSH serum pada pasien yang mendapatkan terapi ini. Lesi atau tumor destruktif dari hipotalamus atau hipofisis anterior dapat mengganggu sekresi TRH dan TSH dengan destruksi dari sel-sel sekretori. Hal ini akan menimbulkan "hipotiroidisme sekunder" akibat destruksi tirotrop hipofisis atau "hipotiroidisme tersier" akibat destruksi dari TRH-secreting neuron.

Regulasi Autoimun Kemampuan dari limfosit B untuk mensintesis antibodi reseptor TSH yang dapat menghambat aksi dari TSH ataupun meniru aktivitas TSH dengan berikatan dengan daerah-daerah yang berbeda pada reseptor TSH memberikan suatu bentuk pengaturan tiroid oleh sistem kekebalan (1,2,4) Dengan demikian, sintesis dan sekresi dari hormon tiroid dikontrol oleh tiga tingkatan yang berbeda : (1) tingkat dari hipotalamus, dengan mengubah sekresi TRH; (2) tingkat hipofisis, dengan menghambat atau merangsang sekresi TSH; dan (3) tingkat tiroid, melalui autoregulasi dan blokade atau perangsangan dari reseptor TSH .6 Tabel 1 . Faktor-faktor yang Mengatur Sekresi Hormon Tiroid5 1. HIPOTALAMUS : Sintesis dan pelepasan TRH Perangsangan : Penurunan Ta dan T3 serum, dan T3 intraneuronal Neurogenik : sekresi bergelombang dan irama sirkadian Paparan terhadap dingin (hewan dan bayi baru lahir) Katekolamin adrenergik-alfa Vasopresin arginin Penghambatan : Peningkatan Ta dan T3 serum, dan T3 intraneuronal Penghambat adrenergik alfa Tumor hipotalamus 2. HIPOFISIS ANTERIOR: Sintesis dan pelepasan TSH Perangsangan : TRH Penurunan T4 dan T3 serum, dan T3 intratirotrop Penurunan aktivitas deiodinasi-5' tipe 2 Estrogen : meningkatkan tempat pengikatan TRH Penghambatan: Peningkatan T4 dan T3 serum, dan T3 intratirotrop Peningkatan aktivitas deiodinase-5' Tipe 2 Somatostatin Dopamin, agonis dopamin : bromokriptin Glukokortikoid Penyakit-penyakit kronis Tumor hipofisis 3. TIROID : Sintesis dan pelepasan hormon tiroid Perangsangan : TSH Antibodi perangsangan TSH-R 8

Penghambatan : Antibodi penghambat TSH-R Kelebihan iodida Terapi litium 2.4 PERKEMBANGAN FUNGSI TIROID Pada embrio manusia, kelenjar tiroid merupakan kelenjar yang pertama kali berkembang. Kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid dan kalsitonin, diproduksi dari dua tipe sel, yaitu sel folikel tiroid dan parafolikuler atau sel C. Pada umur kehamilan dua minggu, mulai tampak ekspresi gen Tg, TPO dan reseptor TSH (TSHr), sodium/iodide symporter (NIS). T4 terdeteksi pertama kali pada hari ke-16 kehamilan. Dalam perkembangannya kelenjar tiroid dipengaruhi terutama oleh faktor transkripsi atau gen, apabila terjadi mutasi pada gen tersebut, maka akan terjadi malformasi yang berhubungan dengan disgenesis tiroid. Selama kehidupan janin, kelenjar tiroid berkembang dan mulai terbentuk bilobus pada minggu ke-7 kehamilan, sel folikel tiroid dan koloid terbentuk pada minggu ke-10 kehamilan dan memproduksi tiroksin (T4) dan triidotironin (T3) yang disekresikan kedalam serum sejak usia kehamilan 12 minggu, kadarnya terus meningkat sampai aterm.6 Dalam tiga bulan pertama kehamilan, T4 ibu menembus plasenta dalam jumlah terbatas, ini memegang peran penting dalam perkembangan sistem saraf pusat, sebagai contoh dapat dilihat terjadinya kerusakan neurologic pada janin akibat defisiensi gen fetomaternal dan kekurangan yodium berat, kedua keadaan tersebut mengakibatkan hipotiroidisme berat pada ibu dan janin. Di daerah defisiensi yodium endemik suplementasi yodium pada ibu sebelum kehamilan hingga akhir trimester kedua dapat melindungi otak janin dari efek kekurangan yodium, setelah trimester ketiga atau neonatal, suplementasi yodium tidak dapat memperbaiki kelainan neurologik. Pada trimester kedua, ibu mentransfer T4 ke janin, ini sangat penting untuk bayinya walaupun bayinya dengan kelainan tiroid primer, dan kadar dalam darah tali pusat hanya sekitar 40% kebutuhan normal janin. Walaupun tiroid janin tidak dapat mensekresikan T4 secara total,

perkembangan neurologik dapat mendekati normal bila segera diberikan pengobatan. Pada pertengahan kehamilan, produksi hormone dari hipotalamus thyrotropin releasing hormone (TRH), hipofisis yaitu thyroid stimulating hormone (TSH), dan produksi T4 kelenjar tiroid janin meningkat terus sampai kehamilan 36 bulan. Bahkan saat kelenjar tiroid janin berfungsi otonom, fungsi tiroid normal pada ibu masih penting untuk perkembangan neurologik normal. Telah diketahui, bahwa komponen genetik mempengaruhi kadar hormone tiroid dalam sirkulasi, tetapi varien gen yang sering terlibat tidak semuanya dapat diidentifikasi. Tiga enzim penting yang terlibat dalam proses deodinasi untuk mempertahankan tetap dalam keadaan eutiroid baik dalam serum maupun pada tingkat jaringan lokal, adalah deiodinase I (D1), (D2), dan (D3). Kerja enzim tersebut sangat penting untuk mempertahankan aktivitas hormone tiroid pada berbagai jaringan, berbagai keadaan penyakit dan berbagai tingkat perkembangan anak. Di jaringan perifer bioaktovitas hormone tiroid diatur oleh enzim deiodinase, T4 dikonversi pada cincin luar deiodinase menjadi T3, yang memiliki potensi 3-4 kali T4. T4 dan T3 di inaktivasi oleh deiodinase cincin dalam menjadi reverse T3 (rT3) dan 3,3 diiodotironin. Deiodinase tipe I (D1) mempunyai aktivitas deiodinase, baik pada cincin dalam maupun luar yang terletak dalam hati, ginjal dan tiroid dan ini penting untuk produksi T3. Deiodinase tipe II (D2) hanya mengkatalisis deiodinase cincin luar, ditemukan dalam otak hipofisis dan jaringan lemak coklat. Deiodinase tipe III (D3) hanya mempunyai aktivitas pada cincin dalam, berada dalam otak, kulit dan usus. T3 dan T4 juga diinaktifasi menjadi sulphat analogues oleh sulphatransferase dalam hati janin. Sulfat iodotironin merupakan metabolit hormone tiroid yang terbanya pada janin, konjugasi sulfat dari iodotironin ini mempercepat deiodinasi.7 Didalam kelenjar tiroid, iodotirosin dehalogenase bekerja pada pelepasan mono dan diiodotirosin selama hidrolisis tiroglubulin untuk melepaskan yodida, yang kemudian akan masuk kembali dalam alur pembentukan hormone. Telah dilaporkan deiodinasi dari iodotirosin predominan dalam mikrosom diperantarai

10

oleh NADPH. Akhir akhir ini didapatkan dua cDNA yang dipublikasikan dalam genbank sebagai iodotirosin dehalogenasi 1B (DEHAI 1B). Ekspresi proteinnya pada polapikal sel. Bilamana terjadi defek kongenital atau mutasi pada gen ini, maka akan terjadi pelepasan yodium yang berlebihan melalui ginjal dalam bentuk mono dan diiodotirosin, sehingga menyebabkan hipotiroidisme karena defisiensi yodium dengan goiter yang ukuran besarnya bervariasi. Umumnya terjadi hipertiroidisme pada usia anak sehingga menyebabkan pengobatan terlambat dan tidak dapat ditemukan pada saat skrining hipotirodisme. Pada janin, kadar T3 rendah dan meningkat hanya pada akhir kehamilan. Sebaliknya, kadar rT3 tinggi, hanya mengalami penurunan pada akhir kehamilan dan periode neonatal, sehingga termogenesis endogen minimal dan anabolisme meningkat. Tingginya aktivitas D3 dalam plasenta (mengkonversi sebagian besar T4 dan T3 menjadi rT3 dan 3,3 diiodotironin selama transfer plasenta), dan didalam hati janin pada bayi preterm menyumbang tingginya kadar rT3. D1 dan D2 ada pada trimester 3, meningkatnya aktivitas D1 ditunjukkan dengan meningkatnya kadar T3 mulai kehamilan 30 minggu. Jaringan janin bergantung pada T3 (terutama otak) yang mengandalkan konversi T4 lokal menjadi T3 melalui D2. Setelah lahir pada bayi aterm sehat, kadar TSH serum meningkat secara tiba-tiba menjadi 60-80 U/L dalam 30-60 menit setelah lahir. Kadar serum TSH kemudian menurun secara cepat menjadi kira-kira 20 U/L pada hari pertama setelah lahir, dan terus menurun sampai 6-10 U/L pada usia satu minggu. Kenaikan kadar TSH yang mendadak tersebut merangsang sekresi T4, dan puncak kadar T4 10-22 cg/dL (128,7-283,2 nmol/L) terjadi pada 24-36 jam setelah lahir. Secara simultan kadar T3 juga meningkat sampai 250 ng/dL (3,9 nmol/L), demikian juga terjadi konversi T4 menjadi T3 di perifer. Kemudian terjadi penurunan secara bertahap dalam 4 minggu setelah lahir, kadar T4 menjadi 7-16 g/dL (90,1 - 205,9 nmol/L), T4 bebas 0,8 - 2,0 ng/dL (10,3 - 25,7 pmol/L), dan TSH 0,9 - 7,7 U/L, kadar ini masih lebih tinggi dari kadar pada dewasa. Pada bayi preterm (umur kehamilan 24-27 minggu), kenaikan kadar TSH dan T4 bebas lebih sedikit dibandingkan bayi aterm, karena imaturitas aksis hipotalamus-

11

hipofisis-tiroid.6 Pada bayi preterm kadar T4 darah talipusat pada saat lahir lebih rendah, karena imaturitas dan penyakit nontiroid pada saat tersebut, sehingga peningkatan kadar T4 postnatal yang seharusnya pada keadaan normal terjadi, menjadi terlambat kenaikannya. Bila mekanisme ini tidak dipahami dengan baik, dapat menyebabkan kesalahan interpretasi pada hasil skrining hipotiroid pada bayi baru lahir. 2.5 FUNGSI TIROID PADA BAYI PRETERM Pada bayi preterm dan janin yang umur kehamilannya sama, jaras tiroid imatur, produksi dan sekresi TRH kurang, respon kelenjar tiroid terhadap TSH imatur, kapasitas sel folikuler tiroid terhadap organifikasi yodium tidak efisien dan kapasitas untuk merubah T4 menjadi T3 aktif rendah. Sehingga bila bayi lahir preterm, kadar T4 lebih rendah dibanding bayi aterm, ini berhubungan dengan umur kehamilan dan berat badan lahir. Kadar TSH dan T3 normal sampai rendah, kadar T4 bebas juga rendah, dan kadar tiroglobulin tinggi (menunjukkan peningkatan produksi kelenjar tiroid karena jeleknya prekursor yodinasi hormone tiroid). Respon TSH dan T4 terhadap TRH normal. menggambarkan imaturitas hipotalamus. hipotiroksinemia terjadi sekunder akibat berkurangnya kadar TBG. Dari data tersebut menunjukkan bahwa hipotiroksinemia pada bayi premature fisiologis. Dalam keadaan normal bayi aterm pada saat lahir, karena suhu lingkungan sekitar rendah, terjadi kenaikan TSH sekitar 80 U/L dalam waktu 30 menit. Keadaan ini merangsang kelenjar tiroid melepaskan T3 dan T4 dalam jumlah besar diatas kadar normal. Pada bayi aterm kadar T4 total dan T4 bebas menurun setelah 4-6 minggu, namun setelah 6 bulan kadarnya masih tetap lebih tinggi dibanding anak yang lebih besar dan dewasa. Kadar T3 secara bertahap mencapai kadar bayi normal antara 2-12 minggu. Pada bayi preterm, kejadiannya sama, TSH, T4 dan T3 meningkat cepat, tatpi tidak terlalu tinggi. Pada bayi yang lahir dengan umur kehamilan lebih dari 30 minggu, kadar T4 dan T4 bebas setelah 6-8 minggu meningkat ke kadar yang sama dengan bayi yang lahir aterm. Namun pada bayi yang lahir kurang dari 30

12

minggu dan berat badan lahir sangat rendah (kurang dari 1500gram), kenaikan kadar TSH dan T4 terbatas bahkan seringkali T4 turun dalam minggu pertama sampai kedua setelah lahir, seringkali terjadi hipotiroksinemia. Walaupun insiden hipotirodisme primer transien meningkat, namun sebagian besar hipotiroksinemia dengan kadar TSH normal. Derajat beratnya penyakit pada bayi juga dapat direfleksikan pada kadar T4, pada bayi yang memakai ventilator karena sindrom distress respirasi, didapatkan kadar T4 rendah, menyokong kearah penyakit non tiroid (sick euthyroid syndrome), mungkin ini merupakan respon adaptasi terhadap penyakit yang menyebabkan laju metabolism menurun. Alasan terjadinya hipotiroksinemia ini multifaktor, termasuk hilangnya kontribusi T4 dari ibu, imaturitas jaras hipotalamus-hipofisis, respon kelenjar tiroid terhadap TSH kurang, dan imaturitas deiodinasi jaringan perifer. Keseimbangan yodium negatif pada minggu pertama setelah lahir pada bayi berat badan lahir sangat rendah, menyokong bahwa tiroid tidak sanggup untuk memperbesar uptake yodium dan meningkatnya sekresi T4. Selanjutnya perubahan ini terpengaruh oleh defisiensi yodium, dan penggunaan yodium yang terdapat dalam kandungan antiseptik, obat-obatan dan bahan kontras. Kadar T3 yang relative rendah tidak meningkat dengan pemberian T4, mungkin karena rerndahnya kadar D1 didalam hepar, sebagian besar T3 dalam sirkulasi berasal dari produksi tiroid. Pada bayi preterm, sebagian besar laporan menghubungkan antara hipotiroksinemia dan hasil keluaran yang merugikan. Hipotiroksinemia berat yang didapatkan dari hasil pemeriksaan tetes darah pada program skrining bayi baru lahir yang pemeriksaan awal T4, dihubungkan dengan meningkatnya mortalitas dan morbiditas perinatal. antara lain kebutuhan oksigen, penggunaan ventilator mekanik dan lama perawatan di rumah sakit, dan meningkatnya insiden perdarahan intraventrikuler. Pada mereka yang hidup, dilaporkan resiko problem perkembangan syaraf meningkat, IQ berkurang, dan palsi serebral, walaupun faktor perancu yang potensial telah dikoreksi, antara alin umur kehamilan, pertumbuhan janin dan penyakit berat.

13

Sehingga timbul pertanyaan, apakah pada bayi preterm harus diberikan suplementasi hormone tiroid. Sampai sekarang pada sebagian besar bayi premature masih tidak jelas hubungan antara T3 rendah, T4 rendah dengan morbiditas dan mortalitas jangka pendek dan kecacatan jangka panjang yang disebabkan oleh atau refleksi dari beratnya penyakit saja. Hasil dari sejumlah penelitian yang memberikan suplementasi hormone tiroid untuk mengurangi problem ini, jumlah kasus pada tiap penelitian sangan keci dan dosis yang digunakan berbeda serta hormone yang digunakan juga berbeda (T4 atau T3) sehingga tidak dapat dilakukan meta-analisis. Beberapa penelitian menyimpulkan, bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pemberian hormone tiroid dengan kematian, distress respirasi dan perkembangan psikomotor. Anjuran suplementasi T4 hanya diberikan pada bayi yang umur kehamilannya lebih dari 26 minggu, hal ini didukung oleh ACTOBAT (Australian Collaborative Trial of Antenatal thyrotropin releasing hormone). Pada ibu yang resiko melahirkan bayi preterm dapat diberikan 200 ug TRH ditambah kortikosteroid, pemberian ini sangat efektif mengurangi distress respirasi, namun tetap terjadi deficit perkembangan pada usia 12 bulan, khususnya keterlambatan motorik, sosial dan sensorik. Tabel 2. Nilai rentang free-T4 (fT4) and TSH dalam serum pada bayi preterm.7 Umur (minggu) 25-27 28-30 31-33 34-36 Free T4 (ng/dL) 0,6 - 2,2 0,6 - 3,4 1,0 - 3,8 1,2 - 4,4 TSH (u/L) 0,2 - 30,3 0,2 - 20,6 0,7 - 20,9 1,2 - 21,6

Tabel 3. Nilai rentang T4, fT4 dan TSH dalam serum bayi aterm sesuai umur.7 Umur Tali pusat 1-3 hari 4-7 hari 1-2 minggu 2-6 minggu 6 mgg - 12 bln
*data tak tersedia

T4 (g/dL) mean 10,8 (6,6 - 15) 16,5 (11 - 21,5) * 12,7 (8,2 -17,2) 6,5 - 16,3 11,1 (5,9 - 1,3)

fT4 (pg/mL) mean (SD) 13,8 (3,5) * 22,3 (3,9) * 0,9 - 2,2 *

TSH (U/mL) mean 10,0 (1-20) 5,6 (1-10) * 2,3 (0,5 -6,5) 1,7 - 9,1 2,3 (0,5 - 6,5)

14

2.6

ETIOLOGI 2.6.1 ETIOLOGI HIPOTIROIDISME KONGENTAL MENETAP4


a.

Disgenesis Tiroid Merupakan penyebab terbesar Hipotiroidisme Kongenital

non endemik, kira-kira 85-90 %. Merupakan akibat dari tidak adanya jaringan tiroid total (agenesis) atau parsial (hipoplasia) yang dapat terjadi akibat gagalnya penurunan kelenjar tiroid ke leher (ektopik), disini dapat terjadi agenesis unilateral atau hipoplasia. Faktor genetik dan lingkungan mungkin berperan pada disgenesis tiroid, namun demikian sebagian besar penyebabnya belum diketahui.
b.

Inborn Errors of Tyroid Hormonogenesis Merupakan kelainan terbanyak kongenital karena kelainan

genetik. Defek yang didapatkan adalah : Kegagalan mengkonsentrasikan yodium


Defek organifikasi yodium karena kelainan enzim TPO

atau pada H2O2 generating system Defek pada sintesis atau transport triglobulin Kelainan katifitas iodotirosin deidonase c. Resisten TSH Sindrom resistensi hormone, bermanifestasi sangat luas, sebagai akibat dari berkurang atau tidak adanya respon end organ terhadap hormone yang biologis aktif. Hal ini dapat disebabkan karena defek pada reseptor atau post reseptor, TSH resisten adalah suatu keadaan kelenjar tiroid refakter terhadap rangsang TSH. Hilangnya fungsi reseptor TSH , akibat mutasi reseptor TSH defek molekuler pada sebagian keluarga kasus dengan resisten TSH yang ditandai dengan kadar serum TSH tinggi

15

, dan serum hormon tiroid normal atau menurun, disertai kelenjar tiroid normal atau hipoplastik.
d.

Sintesis atau sekresi TSH berkurang Hipotiroidism sentral disebabkan karena kelainan pada hipofisis atau hipotalamus. Pada bayi sangat jarang dengan prevalensi antara 1 : 25.000 sampai 1: 100.000 kelahiran. e. Menurunnya transport T4 seluler Sindrom ini terjadi akibat mutasi monocarboxylate

transporter 8 (MCT8), merupakan fasilitator seluler aktif transport hormone tiroid ke dalam sel. Biasanya pada laki laki menyababkan hipotiroidisme dengan kelainan neurologi seperti kelambatan perkembangan menyeluruh, distonia hipotoniasentral , gangguan pandangan mata serta kadar T3 meningkat. f. Resistensi hormone tiroid Merupakan sindrom akibat dari tidak responsifnya jaringan target terhadap hormone tiroid, ditandai dengan meningkatnya kadar FT4 dan FT3 dalam sirkulasi dengan kadar TSH sedikit meningkat atau normal. 2.6.2 ETIOLOGI HIPOTIROIDISME KONGENITAL TRANSIEN4,5,6 a. Defisiensi yodium atau yodium yang berlebihan Pada janin maupun pada bayi yang baru lahir sangat peka pengaruh nya pada tiroid, sehingga harus dihindarkan penggunannya yodiu pada ibu selama kehamilan, sumber sumber yodium termasuk obat-obatan (kalium yodia, amidarone), bahan kontras radiologi( untuk pyelogram intra vena, cholecytogram) dan

16

larutan antiseptic (yodium povidon) yang digunakan membersihkan kulit dan vagina, dapat berpengaruh. b. Pengobatan ibu dengan obat antitiroid Dapat terjadi pada ibu yang diberikan obat antitiroid (PTU atau karbimasol atau metimasil) untuk penyakit graves, bayi nya ditandai oleh pembesaran kelenjar tiroid, sehingga dapat mengakibatkan gangguan prnafasan, khususnya bila diberikan obat yang dosisnya tinggi. c. Antibody reseptor tirotropin ibu Reseptor TSH (TSHR) meruoakan pasangan protein G merupakan reseptor berbentuk seperti jangkar terhadap permukaan sel epitel tiroid (Tirosid) yang mengatur sintesis dan lepasnya hormone tiroid . bila memblok TSH endogen dapat mengakibatkan hipo tiroidisme. 2.6.3 ETIOLOGI HIPOTIROID DIDAPAT1 PRIMER : 1. Tiroiditis Hasimoto : a. Dengan goiter b. Atropi tiroid idiopatik, diduga sebagai stadium akhir penyakit tiroid autoimun, setelah tiroiditis Hashimoto atau penyakit Graves. 2. Terapi iodin radioaktif untuk penyakit Graves. 3. Tiroidektami subtotal untuk penyakit Graves atau goiter nodular. 4. Asupan iodide berlebihan (kelp, zat warna kontras) 5. Tirokiitis subakut. 6. Penyebab yang jarang di Amerika Serikat. a. Defisiensi iodide.

17

b. Bahan goitrogenik lain seperti litium; terapi dengan obat antitiroid. c. Kelainan bawaan sintesis hormon tiroid. Sekunder : Hipopituitarisme karena adenoma hipofisis, terapi ablasi hipofisis, atau destruksi hipofisis. Tersier : Disfungsi hipotalamus (jarang). Resistensi perifer terhadap kerja hormon tiroid. 2.7 MANIFESTASI KLINIS Pada bayi sulit ditemukan, 95% bayi dengan hipotroidisme congenital tidak menunjukka gejala (Counts D 2007), karena T4 dari ibu berasal dari plasenta , sehingga walaupun bayi tidak dapat memproduksi T4 sama sekali, kadar dalam darah nya masih 25-50% kadar normal. Di Amerika Serikat, program skrining neonatus telah memperlihatkan bahwa pada populasi kulit putih insidens hipotiroidisme neonatus adalah 1 : 5000, sementara pada populasi kulit hitam insidensnya hanya 1 : 32.000. Hipotiroidisme neonatus dapat diakibatkan dari kegagalan tiroid untuk desensus selama periode perkembangan embrionik dari asalnya pada dasar lidah ke tempat seharusnya pada leher bawah anterior, yang berakibat timbulnya kelenjar "tiroid ektopik" yang fungsinya buruk. Transfer plasenta TSH-R Ab (blok) dari ibu pasien tiroiditis Hashimoto ke embrio, dapat menimbulkan agenesis kelenjar tiroid dan "kretinisme atireotik". Defek bawaan pada biosintesis hormon tiroid menimbulkan hipotiroidisme neonatus termasuk pemberian iodida, obat antitiroid, atau radioaktif iodin untuk tirotoksikosis saat kehamilan Gejala hipotiroid sangat bervariasi tergantung berat ringannya kekurangan hormon tiroid. seringkali pada minggu-minggu pertama setelah lahir, bayi nampak normal atau memperlihatkan gejala tidak khas seperti kesulitan bernafas, bayi kurang aktif, malas menetek, ikterik berkepanjangan, hernia umbilikalis, kesulitan buang air besar, kecenderungan mengalami hipotermi. Bila tidak segera diobati(sebelum bayi berumur 1 bulan) akan terlihat gejala hambatan pertumbuhan dan perkembangan anak berpenampilan jelek.

18

Tubuh pendek (cebol), muka hipotiroid yang khas, muka sembam, lidah besar, bibir tebal, hidung pesek, mental terbelakang, bodoh (IQ dan EQ rendah), kesulitan bicara. Agar bayi tidak mengalami keadaan demikian, satu-satunya cara untuk mengetahui kelainan hipotiroid kongenital sedini mungkin dan segera mengobatinya adalah dengan tes skrining.

bayi hipotiroidisme congenital dengan kretinisme, hipotonia, kulit wajah nampak kasar dan hernia umbilical.9 Gambaran klinis klasik (lidah besar, suara tangisan serak, wajah sembab, hernia umbilikalis, hipotonia, klit belang belang, akral dingin,letargi) tidak jelas. Dicurigai adanya hipotiroid bila skor Apgar hipotiroid kongenital > 5; tetapi tidak adanya gejala atau tanda yang tampak, tidak menyingkirkan kemungkinan hipotiroid kongenital. Tabel : Skor Apgar pada hipotiroid kongenital Gejala klinis Hernia umbilicalis Kromosom Y tidak ada (wanita) Pucat, dingin, hipotermi Tipe wajah khas edematus Makroglosi Hipotoni Ikterus lebih dari 3 hari Skore 2 1 1 2 1 1 1

19

Kulit kasar, kering Fontanella posterior terbuka (>3cm) Konstipasi Berat badan lahir > 3,5 kg Kehamilan > 40 minggu Total

1 1 1 1 1 15

Tabel 4. Skor Apgar pada hipotiroid congenital3 Gejala non spesifik yang menyokong yaitu umur kehamilan lebih dari 42 minggu, ikterus eonatorum yang lama, kesulitan meminum, konstipasi, hipotermia atau distress respirasi pada bayi dengan berat lebih dari 2.500 kg. bayi yang lahir dengan hipotiroidime congenital pada saat lahir ukurannya normal, namun demikian bilamana diagnosis terlambat makaakan terjadi gagal tumbuh. Apabila ditemukan jaringan tiroid pada palpasi menyokong adanya kelainan hormogenesis kerja hormone tiroid. Pengenalan skrining rutin terhadap bayi baru lahir untuk TSH dan Tq telah menjadi keberhasilan besar dalam diagnosis dini hipotiroidisme neonatus. T4 serum di bawah 6 g/dL atau TSH serum di atas 30 U/mL indikatif adanya hipotiroidisme neonatal. Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan bukti radiologis adanya retardasi umur tulang.3 Hipotiroidisme pada anak-anak ditandai adanya retardasi pertumbuhan dan tanda-tanda retardasi mental. Pada remaja, pubertas prekok dapat terjadi, dan mungkin ada pembesaran sella tursika di samping postur tubuh pendek. Hal ini tidak berhubungan dengan tumor hipofisis tapi mungkin berhubungan dengan hipertrofi hipofisis yang berhubungan dengan produksi TSH berlebihan.

20

2.8 2.8.1

DIAGNOSIS ANAMNESIS Tanpa adanya skrining pada bayi baru lahir , pasien sering datang terlambat dengan keluhan retardasi perkembangan disertai dengan gagal tumbuh atau perawakan pendek, pada bayi baru lahir sampai usia 8 minggu keluhan tidak spesifik.

2.8.2

PEMERIKSAAN FISIK a. Gejala hipotiroid yang dapat diamati adalah konstipasi, lidah besar, kulit kering, hernia umbilical, ubun ubun besar lebar atau terlambat menutup, kutis marmomata, suara serak, bayi kurang aktif.
b. Penampilan fisik sekilas seperti sindroma down , namun

pada sindroma down bayi lebih aktif. c. Pada saat ditemukan pasien pada umumnya tampak pucat.
d. Pada anak yang lebih besar mungkin ditemukan wajah

bodoh, lidah membesar, retardasi pertumbuhan dan tanda-tanda retardasi mental. Pada remaja, pubertas prekok dapat terjadi, dan mungkin ada pembesaran sella tursika di samping postur tubuh pendek 2.8.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Pemeriksaan fungsi tiroid T4 dan TSH dilakukan untuk memastikan diagnosis, apabila ditemukan kadar T4 rendah disertai kadar TSH yang meningkat, maka diagnosis dapat ditegakkan. Nilai cut-off adalah 25U/ml. Bila nilai TSH <25U/ml dianggap normal; kadar TSH >50 U/ml dianggap abnormal dan perlu pemeriksaan klinis dan pemeriksaan TSH dan T4 plasma. Bila kadar TSH tinggi > 40 U/ml dan T4 rendah, < 6 g/ml, bayi diberi terapi tiroksin dan dilakukan pemeriksaan

21

lebih lanjut. Bayi dengan kadar TSH diantara 25-50 U/ml, dilakukan pemeriksaan ulang 2-3 minggu kemudian.3 b. c. Pemeriksaan darah perifer lengkap Apabila ibu dicurigai menderita hipotiroid maka

bayi perlu diperiksa antibody antitiroid. Kadar TBG diperiksa bila ada dugaan defisiensi TBG yaitu bila dengan hormone tiroid tidak ada respon. 2.8.4 PEMERIKSAAN RADIOLOGI a. Color Doppler ultrasonografi , tidak menggunakan radiasi, prosedur ini merupakan alternative pertama yang dianjurkan untuk pencitraan tiroid b. Bone age
c. Untuk

menentukan

penyebabnya

maka

dilakukan

pemeriksaan sintigrafi kelenjar tiroid. Pada kasus hipotiroidisme didapat, kombinasi FT4 atau FT4I serum yang rendah dan TSH serum meningkat adalah diagnostik adanya hipotiroidisme primer. Kadar T3 bervariasi dan dapat berada dalam batas normal. Uji positif terhadap autoantibodi tiroid mengarah tiroiditis Hashimoto yang mendasari. Pada pasien dengan miksedema hipofisis, FT4 atau FT4 akan rendah tapi TSH serum tidak akan meningkat. Kemudian mungkin perlu membedakan penyakit hipofisis dari hipotalamus, dan untuk hal ini uji TSH paling membantu. Tidak adanya respons TSH terhadap TRH menunjukkan adanya defisiensi hipofisis. Respon parsial atau "normal" menunjukkan bahwa fungsi hipofisis intak tapi bahwa defek ada pada sekresi TRH hipotalamus. Pasien mungkin mendapatkan terapi tiroid (levotiroksin atau tablet tiroid kering) ketika pertama kali kita jumpai.5 Kelenjar tiroid yang teraba atau membesar dan uji positif terhadap autoantibody tiroid akan mengarahkan pada adanya tiroiditis Hashimoto yang mendasari, pada kasus mana terapi harus diteruskan. Jika antibodi tidak ada, terapi

22

harus dihentikan selama 6 minggu. Masa penghentian 6 minggu diperlukan karena waktu paruh tiroksin cukup panjang (7 hari) dan memungkinkan kelenjar tiroid penyembuhan kembali setelah penekanan yang cukup lama. Pada individu hipotiroid, TSH menjadi jelas meningkat pada 5-6 minggu dan T4 tetap normal, kemudian keduanya normal setelah 6 minggu pada pengawasan eutiroid. Gambaran klinis miksedema yang lengkap biasanya cukup jelas, tapi gejala gejala dan tanda-tanda hipotiroidisme ringan dapat sangat tidak jelas. Pasien dengan hipotiroidisme akan datang dengan gambaran tak lazim : neurasthenia dengan gejala kram otot, parestesia, dan kelemahan; anemia; gangguan fungsi reproduksi, termasuk infertilitas, keterlambatan pubertas atau menoragia; edema idiopatik, efusi pleurokardial; pertumbuhan terhambat; obstipasi; rinitis kronis atau suara parau karena edema mukosa nasal atau pita suara; dan depresi berat. yang terus berlanjut menjadi ketidakstabilan emosional atau bahkan jelas-jelas psikosa paranoid. Pada kasus s eperti ini, pemeriksaan diagnostik akan memastikan atau menyingkirkan hipotiroid sebagai faktor penunjang.

Diagnosis hipotiroidisme didapat. Tiroksin bebas (FT4) maupun indeks tiroksin bebas (FT4I) dapat bersama TSH untuk penilaian.5

23

BAB III PEMBAHASAN

3.1

SKRINING HIPOTIROID KONGENITAL Aksis hipotalamus hipofisis tiroid pada janin mulai berfungsi pada

pertengahan kehamilan dan mulai mtaur pada saat dilahirkan aterm. Bila terjadi hipotiroidisme pada janin terjadi efek yang tidak menguntungkan pada beberapa sistem organ, termasuk sistem syaraf pusat dan tulang. Namun demikian, sebagian besar bayi hipotiroidisme congenital pada saat lahir tampak normal. Data terakhir mendukung bahwa hipotiroidisme pada janin diproteksi oleh adanya transfer hormone tiroid dari ibu melalui plasenta. Kadar serum tiroksin (T4) dalam darah tali pusat janin atiroid kira- kira 1/3 kadar ibunya. Pada penelitian hipotiroidisme pada binatang dapat menunjukkan adanya kenaikan kadar iodotiroksin deidonase otak. Enzim ini mengkonversi T4 menjadi T3. Pada janin hipotiroid kenaikan enzim yang bekerja pada T4 yang berasal dari ibu cukup untuk memproduksi kadar T3 di otak mendekati normal, sehingga deteksi dan terapi dini hipotiroidisme kongenital potensial dapat mengembalikan hipotiroid pada janin secara total pada hamper semua kasus, kecuali pada kasus sangat berat, misalnya pada bayi atirotik yang lahir dari ibu dengan problem tiroid sehingga menyebabkan transfer hormone tiroid melalui plasenta tidak adekuat. Sejak berkembangnya program skrining ini di Quebeq dan Pitsburg pada tahun 1974 29, skrining Hipotiroidime Kongenital ini menjadi rutin dan sangat penting untuk Negara sedang berkembang di seluruh dunia dan Negara-Negara sedang berkembang di Eropa Timur, Amerika Selatan, termasuk Asia dan Afrika. Di amerika Utara diperkirakan lebih dari 5 juta bayi baru lahir dilakukan skrining, kira-kira 1400 bayi Hipotiroidisme Kongenital terdeteksi setiap tahun. Program skrining disamping menguntungkan juga menghasilkanm informasi baru tentang epidemiologi, patofoisiologi, diagnosis dan pengobatan penyakit tiroid pada bayi dan anak. Dalam periode tersebut terjadi implementasi dan berkembangnya program skrining, termasuk pendekatan skrining yang optimal, pemantauan bayi dengan 24

T4 rendah dan TSH

normal yang didapatkan pada saat skrining, peran

autoimunitas sebagai etiologi dari penyakit, dan pengobatan optimal yang diberikan sehingga anak dapat berkembang normal bila penyakitnya terdereksi dini. Seperti diketahui hipotiroidisme dapat menyebabkan retardasi mental, kecuali apabila mendapatkan pengobatan sebelum usia dua minggu, karena sebagai besar hipotiroidisme kongenital tidak dapat dideteksi secara klinis pada saat lahir, maka diperlukan program skrining. Skrining hipotiroidime kongenital dilakukan dengan mengambil tetesan darah bayi pada usia 1-4 hari, bila tidak ada hambatan sebaiknya tetes darah diambil pada hari 4-5 diteteskan pada kertas filter kering, kemudian sampel dikirim ke lab yang sudah ditentukan. Uji saring hipotiroid dapat dilakukan dengan cara :6 1) Pemeriksaan primer TSH dengan sample darah dari tali pusat, dengan nilai cut off 25 U/ml. Tes ini dilakukan saat pemotongan tali pusat, ditampung dalam tabung dan diperiksa di laboratorium. Cara ini mudah, tidak membutuhkan pelatihan khusus dan tidak invasive, tetapi kerugiannya tidak praktis untuk mass screening programme, false positif tinggi. 2) Pemeriksaan primer TSH dengan sample darah dari tumit bayi (heel prick) dengan nilai cut off 20 U/ml. tes ini dilakukan pada hari ke-3 sampai hari ke-6 setelah lahir. Kemudian diteteskan di kertas saring, dikeringkan dalam suhu kamar, dan dikirim ke laboratorium. Cara ini membutuhkan pelatihan khusus dan secara invasive tetapi false positifnya rendah. Di daerah defisiensi iodium, meskipun hipotiroid kongenital endemis mudah dikenali karena adanya goiter, tes uji saring bisa memberikan informasi tingkat keparahan kegagalan fungsi tiroid, selain itu juga dapat dijadikan salah satu indikator keberhasilan program penanggulangan GAKI.

25

Ada 4 strategi skrining untuk mendeteksi Hipotiroidisme kongenital :10 a. Pemeriksaan awal T4, bila kadar T4 rendah diikuti dengan pemeriksaan TSH Sebagian besar program di Amerika Utara menggunakan pendekatan ini. Pertama diambil tetes darah dengan kertas filter untuk pemeriksaan kadar T4, diikuti dengan pemeriksaan kadar TSH bila kadar T4 rendah. Bila kadar T4 rendah dan TSH > 40mU/L, harus dipertimbangkan hipotiroid kongenital dan harus segera dilakukan tes konfirmasi. Pemberian pengobatan tidak usah menunggu hasil tes konfirmasi. Bila TSH meningkat namun <40 mU/L, harus dilakukan pemeriksaan ulang dengan sampel baru. Kira-kira 10% bayi hipotiroidisme kongenital didapatkan kadar TSH antara 20-40 mU/L. Dengan melihat kadar T4, maka dapat mengidentifikasi bayi dengan defisiensi TBG atau hipotiroidisme hipotalamus-hipofisis (Kadar T4 rendah atau normal rendah dengan kadar TSH normal). Bila didapatkan kadar T4 tinggi juga dapat mengidentifikasi bayi dengan hipertiroksinemia. Untuk memastikan identifikasi bayi dengan hipotirodisme kongenital didapatkan kadar T4 normal rendah dan kadar TSH tinggi.
b. Pemeriksaan awal TSH diikuti dengan pemeriksaan T4 bilamana

kadar TSH tinggi. Sebagian besar dilakukan di Eropa dan Jepang, pertama tama diperiksa TSH, bila TSH nya tinggi maka periksa T4. dengan metode ini bayi dengan defisiensi TBG, hipotiroidisme hipotalamus hipofisis dan hipotiroksinemia dengan kelambatan kenaikan TSH tidak dapat dideteksi. Pada penelitian di Quebec yang membandingkan pemeriksaan T4 dan TSH bersama sama , dari 93.000 bayi yang diskrining pemeriksaan TSH dua kasus hipotiroid kongenital yang didiagnosis salah dapat dideteksi dengan pemeriksaan pertama T4.

26

c.

Kombinasi Pemeriksaan T4 dan TSH Dalam beberapa tahun kedepan metoda pemeriksaan T4 dan TSh secara simultan dapat dilakukan. Metode ini paling ideal, sehingga dapat cepat dibuat dalam waktu 48 jam tanpa keterlambatan pengobatan.

d.

Kombinasi T4 TSH TBG Kampers, dkk (2006) dalam penelitiannya antara 1 April 2002 sampai 31 Mei 2004 yang melibattkan 430.764 bayi dilakukan skrining ini dan dapat disimpulkan bahwa dengan metode ini sangat efisien untuk hipotiroid kongenital walaupun pada metode ini terdapat hasil positif palsu pada penyakit berat dan defisiensi TBG, dengan tambahan pemeriksaan TBG biayanya tidak mahal. Namun demikian dokter harus waspada akan keterbatasan masing masing metoda skrining, walaupun tidak ada kesalahan teknik dan kesalahan manusia, penelitian sebelumnya mendapatkan kira kira 5 10 % bayi hipotiroisme kongenital kadar hormonnya didapatkan normal. Hasil Skrining dan Tindak Lanjut11 Setelah ada hasil pemeriksaan dari otoritas atau lembaga laboratorium yang melakukan tes, mereka bertanggung jawab mengirimkan kembali hasil tes skrining pada dokter atau rumah sakit yang melakukan skrining. Dianjurkan hasil tes skrining dimasukkan ke dalam catatan medik pasien. Bila ditemukan hasil penyaringan abnormal, dokter penganggung jawab harus segera diberitahu agar dapat melakukan tindak lanjut. Jika dokter yang merawat tidak ada atau tidak dapat menemukan bayi tersebut, maka harus segera memberitahu pada laboratorium skrining. Dalam keadaan seperti ini, dinas kesehatan setempat seringkali dapat membantu menemukan alamat bayi tersebut untuk memastikan bahwa mereka tidak hilang untuk dilakukan tindak lanjtu. Setelah ada hasil maka diterapkan algoritme sesuai dengan yang dianjurkan oleh AAP (The American Academy of Pediatrics).

27

a. Kadar T4 normal Rentang normal kadar T4 dan nilai batas persentil kadar T4 untuk dilakukan pemeriksaan TSH, biasanya ditetapkan oleh masing-masing program skrining. Sebagian besar memilih menggunakan persentil ke-10 sebagai nilai batas untuk pemeriksaan kadar TSH, dan sebagian besar program tidak melaporkan bila kadar T4 rendah dan TSH normal. Seperti dijelaskan sebelumnya, dalam program skrining rutin yang spesimen kedua diperoleh saat bayi berusia antara 2 sampai 6 bulan, menunjukkan bahwa didapatkan sekitar 10% bayi hipotiroid walaupun pada skrining kadar T4 dalam kisaran normal, baik dengan kadar TSH tinggi atau yang awalnya rendah dan kenaikan kadar TSK terlambat, bayi ini tidak ditemukan pada skrining awal. Bayi hipotiroidisme mungkin tidak semuanya dapat ditemukan dengan program skrining, sehingga harus dilakukan pemeriksaan ulang pada masa bayi bila terdaat kecurigaan klinis hipotiroid atau dishormonogenesis familial. b. Kadar T4 rendah dan kadar TSH tinggi Semua bayi dengan kadar T4 rendah dan TSH lebih dari 40 mU/L, dipertimbangkan sebagai hipotiroidisme primer sampai dibuktkan sebaliknya. Bayi harus segera diperiksa secepatnya dan dikerjakan tes konfirmasi untuk menegakkan diagnosis. Pada kasus dengan kadar TSH hanya meningkat sedikit, antara 20-40 mU/L, spesimen harus diperiksa ulang. Sebagian kecil bayi dengan hasil skrining abnormal merupakan hipotiroidisme transien yang dapat dilihat pada hasil konfirmasi laboratorium pada pemantauan selanjutnya. Karena hipotiroidisme transien tidak ditemukan pada semua bayi, maka pengobatan awal diberikan sama dengan bayi hipotiroidisme kongenital menetap. Sehingga sangat penting untuk menentukan apakah pengobatan hanya diberikan sementara waktu atau harus diberikan selama hidup, karena pada hipotiroidisme transien biasanya kadar T4 dan TSH kembali normal antara 1-3 minggu sesudah lahir tanpa pengobatan. Namun untuk bayi yang sangat kecil (extreme preterm infant) dianjurkan untuk diberikan terapi

28

substitusi, namun harus dipantau kadar T3 dan TSHnya untuk menghindari tersupresinya jaras hipotalamus-hipofisis-tiroid karena kelebihan pemberian T4. c. Kadar T4 rendah dan kadar TSH normal Bayi dengan kadar T4 rendah (biasanya kurang dari 10 pg/dL), tetapi kadar TSH normal, jarang menderita insufisiensi tiroid. Kasus seperti ini dapat terjadi pada 3-5% bayi baru lahir, hal ini akibat imaturitas hipotalamus (khususnya pada bayi premature). Keadaan ini juga dapat sebagai akibat dari gangguan protein binding seperti pada defisiensi TBG dan hipotiroidisme hipotalamus-hipofisis atau pada hipotiroidisme primer pada bayi dengan kelambatan kenaikan kadar TSH. Bayi baru lahir atau bayi sakit didapatkan nilai laboratorium yang tidak menentu. Apabila dalam program skrining didapatkan hasil T4 rendah dan TSH normal, masih belum jelas consensus untuk tindak lanjutnya. Beberapa program 1). tidak mengambil tindakan apa-apa, 2) memantau dengan kertas saring untuk skrining tes sampai kadar T4 menjadi normal, 3)mengulang pemeriksaan kadar T4 bebas dan TSH, kadang disertai dengan pemeriksaan kadar TBG, T4 bebas atau hanya TBG saja. Umumnya sebagian besar bayi dengan T4 rendah dan TSH normal, pada pemeriksaan selanjutnya hasilnya normal. Pengobatan bayi ini (kecuali pada hipotiroidisme hipofisis atau kelambatan kenaikan TSH), jarang diberikan tiroksin, dan bila diberikan lebih banyak kerugiannya daripada keuntungannya. d. T4 rendah dan TSH kenaikannya terlambat Saat ini sudah banyak bukti bahwa bayi dengan hipotiroidisme kongenital dapat dilahirkan dengan kadar T4 rendah dan kadar TSH dalam rentang normal. Kadar serum TSH pada bayi ini meningkat dalam minggu pertama kehidupan menuju ke kadar yang khas untuk hipotiroidisme primer. Hal ini tidak jelas, apakah bayi dengan kelambatan kenaikan kadar TSH menderita kelainan pada mekanisme umpan balik hipofisis-tiroid, atau

29

merupakan petanda awal bentuk hipotiroidisme didapat. Hal ini sangat penting sehingga bayi dengan kadar T4 yang jelas rendah (misalnya kurang dari 3pg/dL atau 39 nmol/L) atau bayi dengan tanda-tanda yang menyokong hipotiroidisme, skrining harus diulang, karena ini merupakan petunjuk mungkin adanya kesalahan dalam skrining pertama, dan harus diulang pada usia 2-6 minggu. Walaupun perbaikan deteksi bermakna dengan pemeriksaan rutin dan spesimen kedua pada usia 2-6 minggi, sebagian besar program tidak menetapkan pemeriksaan rutin skrining kedua karena 1). meningkatkan biaya skrining, 2). hasil kasusnya relative rendah, 3). perpindahan dan berkurangnya personil kunci, 4) tidak dapat mengimplementasikan program baru, dan 5). prognosis yang meragukan dari kelompok tersebut.10,11

30

Algoritme skrining hipotiroid kongenital10

31

3.2

TERAPI HIPOTIROID

32

Pengobatan hipotiroid adalah dengan memberikan penggantian hormon tiroid yang kurang dengan tablet hormon tiroid sintetik, disebut levotiroksin atau L-tiroksin(L-T4) setiap hari. hormon sintetik ini khasiatnya sama seperti hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Pada pemberian dengan dosis yang benar, tidak ada efek samping dari pengobatan dengan hormon tiroid buatan. Pada hipotiroid kongenital yang permanen yang merupakan penyebab tersering hipotiroid kongenital, kekurangan hormon tiroid tidak dapat dicegah namun gejala akibat kekurangan hormon tiroid dapat dicegah dengan pemberian pengganti atau suplemen hormon tiroid dalam bentuk tablet. Pemberian obat ini harus dimulai sedini mungkin (usia < 1 bulan) dan diberikan seumur hidup, terutama pada usia 0-3 tahun. Dengan pemberian hormon tiroid yang teratur dan terkontrol, anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal. Tujuan dari pengobatan yaitu mengembalikan secepatnya kadar T4 serum normal, harus dihindari timbulnya hipotiroidisme, namun harus merangsang pertumbuhan dan perkembangan kembali normal. Setelah didiagnosis segera berikan pengobatan dengan L-T4 10 15 g/ kgBB agar T4 kembali secepatnya. Bayi dengan hipotiroid kompensasi dapat dimulai dari dosis rendah, sedang hipotiroidisme berat (kadar t4 < 5 g/L atau 64 nmol/L) seperti pada agenesis tiroid harus dimulai dengan dosis tinggi 15 g/ kgBB. Dengan dosis yang diberikan diatas, sebagian besar bayi kadar T4 serum kembali normal dalam waktu satu minggu dan TSH dalam waktu satu bulan.11 Tabel 5. Dosis L-Tiroksin pada hipotiroid kongenital.3 Umur 0-3 bulan 3-6 bulan 6-12 bulan 1-5 tahun 2-12 tahun >12tahun Dosis g/KgBB/hari 10-15 8-10 6-8 5-6 4-5 2-3

Hormon tiroid dapat dicampur dengan sari buah atau susu formula tetapi harus diminum habis, tidak boleh diberikan bersama dengan bahan-bahan yang menghambat penyerapan, seperti besi, kedelai atau serat. Beberapa bayi dapat

33

menelan tablet utuh atau dikunyah dengan air liurnya sebelum bayi mempunyai gigi. Obat dalam bentuk cairan tidak stabil sehingga sebaiknya tidak digunakan. Rekomendasi saat ini yang dianjurkan adalah mengulang pemeriksaan kadar T4 dan TSH pada 2 dan 4 minggu sesudah pengobatan dengan L-thyroksin, setiap 1 2 bulan dalam 1 tahun pertama pengobatan, setiap 2 -3 bulan pada usia 1 3 tahun, setelah itu setiap 3-12 bulan sampai pertumbuhan selesai.6,10,11 Untuk hipotiroid kongenital yang sementara (transient) sebenarnya tidak diperlukan pengobatan karena fungsi dari kelenjar tiroid akan kembali normal setelah lahir dalam waktu yang bervariasi tergantung penyebabnya. Namun kadang diperlukan pengobatan untuk masa yang bervariasi karena kadang sulit diketahui apakah ini tergolong sementara atau permanen pada awal kelahiran, sehingga pengobatan tetap diberikan. Pada bayi hipotiroid yang pada saat lahir dasar kelainan organiknya tidak jelas dan yang dicurigai hipotiroidisme transien, maka penghentian pengobatan dapat dicoba setelah usia 3 tahun, pada masa tersebut maturasi otak sudah tidak tergantung hormone tiroid. Pada bayi premature, hal yang perlu dipertimbangkan pada usia kehamilannya kurang dari 27 minggu dengan T4 rendah dan TSH tinggi diberikan pengobatan dengan dosis 8 ug/kgBB/hari.6 Hipotiroidisme kongenital pada anak yang sudah besar, tidak terlalu penting untuk diberikan pengobatan secepatnya. Pada pasien yang benar-benar hipotiroidisme berat dan telah berlangsung lama, bila diberikan pengobatan untuk menormalkan keadaan aktivitas yang dibawah normal ini secepatnya, akan terjadi efek samping yang tidak diinginkan (kemunduran prestasi sekolah, perhatiannya cepat berpindah, hiperaktif, insomnia, kelainan tingkah laku), sehingga pengobatan harus diberikan dengan dosis kecil dinaikkan perlahan-lahan selama beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan. Pada anak hipotiroidisme berat, harus diamati secara ketat keluha-keluhan sakit kepala yang hebat pada awal pengobatan, karena walaupun jarang dapat terjadi pseudotumor serebri. Sebaliknya pada anak dengan hipotiroidisme ringan pemberian dosis penih dapat diberikan tanpa resiko dan tidak ada konsekuensi efek yang merugikan.

34

Pengobatan pada anak hipotiroidisme kompensasi (T4 normal dan TSH meningkat) masih kontroversi. Beberapa dokter mengobati semua pasien dengan keadaan seperti ini, sedang dokter lain mengulang pemeriksaan fungsi tiroid dalam 3-6 bulan sebelum diberikan pengobatan karena kemungkinan kelainan tiroidnya transien. Pengobatan dianjurkan untuk mengurangi gejala dan menghindari resiko melanjutnya penyakit menjadi hipotiroidisme yang lebih berat. Pengobatan pada anak usia 1-5 tahun dengan dosis 100 g/m2 atau 4-6 g/kgBB, pada usia 6-10 tahun dengan dosis 3-4 g/kgBB, dan pada usia 11 tahun atau lebih dengan dosis 2-3 g/kgBB. Pada pasien dengan goiter dapat diberikan dosis tinggi untuk menekan TSH agar tetap dalam rentang normal rendah (0,3 - 1 mU/L) sehingga meminimalkan efek goiterogenik. Untuk pasien dengan resisten hormone tirois pengobatannya masih kontroversial.6 Setelah anak mendapat dosis yang dianjurkan selama paling sedikit 6-8 minggu, pemeriksaan kadar T4 dan TSH harus diulang. Apabila telah dicapai keadaan eutiroid, pasien harus selalu dipantau setiap 6-12 bulan. Harus diberikan perhatian penuh pada pertumbuhan dan umur tulang. Beberapa anak dengan hipotiroidisme berat dan sudah berlangsung lama, mungkin tidak dapat mencapai potensi tinggi dewasa walaupun diberikan terapi yang optimal, sehingga perlu ditekankan pentingnya diagnosis dan pengobatan awal. Pengobatan biasanya dilanjutkan dalam waktu yang tidak terbatas. Tidak dilaporkan adanya alergi terhadap levotiroksin murni, walau mungkin pada pasien timbul alergi terhadap pewarna atau beberapa komponen tablet. Reaksi toksik utama kelebihan levotiroksin adalah gejala-gejala hipotiroidisme-terutama gejala-gejala jantung--dan osteoporosis. Gejala tirotoksik pada jantung adalah aritmia, khususnya, takikardia atrial proksimal atau fibrilasi. Insomnia, tremor, gelisah, dan panas berlebih juga dapat mengganggu. Dengan mudah dosis harian levotiroksin ditiadakan untuk 3 hari dan kemudian penurunan dosis mengatasi masalah ini. Peningkatan resorbsi tulang dan osteoporosis berat telah dikaitkan dengan

35

hipertiroidisme yang berlangsung lama dan akan timbul pada pasien yang diobati dengan levotiroksin jangka lama. Hal ini dapat dicegah dengan pemantauan teratur dan dengan mempertahankan kadar normal serum FT4 dan TSH pada pasien yang mendapat terapi penggantian jangka panjang. Pada pasien yang mendapat terapi supresi TSH untuk goiter nodular atau kanker tiroid, jika FT4I atau FT4 dijaga pada batas normal atas, walau jika TSH disupresi-- efek sampingterapi T4 pada tulang akan minimal.

BAB IV KESIMPULAN

36

Disfungsi tiroid pada bayi dan anak berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan, juga dapat berakibat kelainan metabolic yang ditemukan pada masa dewasa, sehingga konsekuensi klinik disfungsi tiroid bergantung pada usia mulai timbulnya pada masa bayi atau anak. Apabila hipotiroidisme pada janin atau bayi baru lahir tidak diobati, maka dapat menyebabkan kelainan intelektual dan atau fungsi neurologik yang menetap. Ini menunjukkan betapa pentingnya peran hormone tiroid dalam kehidupan pada perkembangan otak saat tersebut. Setelah usia 3 tahun, pada saat tersebut sebagian besar perkembangan otak yang bergantung hormone tiroid sudah lengkap, hipotiroidisme pada saat ini mengakibatkan pertumbuhan lambat dan kelambatan maturasi tulang, tetapi biasanya tidak menetap dan tidak berpengaruh menetap pada perkembangan kognitif dan neurologik.

DAFTAR PUSTAKA

37

1. Bettendorf M. Thyroid disorders in children from birth to adolescence. Eur J Nucl Med. 2002;29:S439 - S46. 2. Ogilvy-Stuart AL. Neonatal thyroid disorders. Arch Dis Child Fetal Neonatal. 2008;87:F165 - F71. 3. Faizi M. Hipotiroid. www.pediatrik.com. 2009. diakses tanggal 28 Agustus 2010. 4. Digeorge, A. Hipotiroidisme. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Vol. 3. Jakarta : EGC. 2000; Hlm 1937-1944. 5. Anwar, R. Fungsi dan Kelainan Kelenjar Tiroid. Makalah Endokrinologi. Bandung : FK UNPAD. 2007. 6. Susanto, R. Kelainan Tiroid masa Bayi. Thyroidology Update. Semarang : Bag. Ilmu Kesehatan Anak RS dr. Kariadi. 2009. 7. Guyton, A., Hall, J. Hormon Metabolik Tiroid. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC. 1997; Hlm 1189-1201. 8. Raven, P. Anatomi Manusia. Atlas Anatomi, Jakarta : Djambatan, 2005. 9. Postellon,D. Congenital Hypothyroidism. Emedicine article. www.emedicine.com. 2010 diakses tanggal 28 Agustus 2010. 10. Rose, S.R. Update Newborn Screening and Therapy for Congenital Hypothyroidism. Off. J of AAP. Pediatrics. 2006; 117;2290-2303. 11. Jain, V.dkk. Congenital Hypothyroidism. AIIMS-NICU Protocols. All India Institute of Med. Science. 2008.

38

You might also like