You are on page 1of 21

TINJAUAN PUSTAKA

SYOK SEPTIK Definisi dan kriteria diagnosis Bakteremia: Bakteremia adalah suatu kondisi dimana terdapatnya bakteri di dalam darah. Hal itu dibuktikan dengan adanya kultur darah yang positif. Darah secara normal merupakan lingkungan yang steril, maka jika terdeteksi adanya bakteri di dalam darah, hal itu merupakan keadaan yang abnormal. Septicemia: Pada tahun 1914, Schottmueler menulis, septicemia adalah suatu keadaan invasi mikroba dari portal entry ke aliran darah yang menyebabkan tanda-tanda kesakitan. Dalam buku Harrison, septicemia adalah suatu kondisi dimana terdapatnya mikroba atau toxinnya di dalam darah. SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) SIRS merupakan suatu keadaan yang minimal memenuhi 2 kriteria, yang mungkin saja dengan etiologi non infeksi: Demam (Temperatur oral >38C) atau hipotermia (<36C) Takipnea (>24 x/menit) Takikardia (HR >90 bpm) Leukositosis (>12.000/uL), leukopenia (<4.000/uL), atau >10% neutrofil batang. Sepsis Sepsis merupakan suatu kondisi SIRS yang etiologi mikrobanya sudah dibuktikan atau dicurigai. Tidak semua pasien dengan bakteremia memiliki tanda-tanda sepsis. Sepsis berat (sindrom sepsis): sepsis dengan minimal 1 tanda disfungsi organ, seperti: Kardiovaskular: Tekanan darah sistolik arteri 90 mmHg atau MAP 70 mmHg yang berespon terhadap pemberian cairan intravena. Renal: Urine output <0,5 mL/kgBB/per jam untuk 1 jam pemberian cairan yang adekuat.

Respiratori: Pa02/FI02 250 atau, jika paru-paru merupakan satu-satunya organ yang mengalami gangguan fungsi, 200. Hematologi: Platelet <80.000/L atau menurun 50% selama 3 hari. Asidosis metabolik yang tidak dapat dijelaskan: pH 7.30 atau basa menurun 5.0 mEq/L dan kadar laktat plasma >1.5 kali batas atas normal. Resusitasi cairan yang adekuat: tekanan darah pulmonal 12 mmHg atau tekanan darah central 8 mmHg.

Syok septik: sepsis dengan hipotensi (TD sistolik arteri <90mmHg, atau 40 mmHg lebih rendah dari TD pasien biasanya) pada minimal setelah dilakukan resusitasi cairan selama 1 jam, atau membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan TD sistolik 90mmHg atau MAP 70 mmHg.

Syok septik refraktori: syok sepsis minimal >1 jam dan tidak berespon dengan pemberian vasopressin. MODS: disfungsi multi organ dan dibutuhkan intervensi untuk mempertahankan homeostasis.

Etiologi Sepsis berat bisa jadi merupakan respon terhadap berbagai kelas

mikroorganisme. Pada kenyataannya, kultur bakteri atau jamur ditemukan hanya pada 20-40 kasus sepsis berat dan 40-70% kasus syok septik. Gram negatif atau gram positif ditemukan 70%, sisanya jamur atau campuran mikroorganisme lain. Pada pasien dengan kultur darah negatif, agen etiologi kadang dibuat dari kultur atau pemeriksaan mikroskopik dari tempat yang lokal. Bakteri gram negatif: Enterobacteriaceae, psudomonas, Haemophilus spp., dll Bakteri gram positif: Staphylococcus aureus, staphylococci coagulase-negative, enterococci, Streptococcus pneumonia, dan lain-lain Patogen klasik: Neisseria meningitidis, S. Pneumoniae, H. Influenzae, dan Streptococcus pyogenes. Agen mikroba penyebab syok septik pada 15% pasien dengan infeksi saluran cerna: o E. Coli o Streptococcus faecalis o Bacteroides fragilis

o Acinetobacter sp. o Pseudomonas sp. o Enterobacter sp. o Salmonella sp.

Epidemiologi Sepsis bertanggung jawab atas kontribusinya terhadap >200.000 kematian per tahun di US. Insidensi sepsis berat dan syok septik telah meningkat dalam waktu 20 tahun, dan saat ini angka kejadiannya mencapai >700.000 (3:1.000 populasi). Kirakira 2/3 kasus terjadi pada pasien dengan penyakit yang mendasarinya.

Patofisiologi Syok Septik Patofisiologi syok septik melibatkan interaksi kompleks antara patogen dengan sistem imun dari host. Respon fisiologi normal terhadap infeksi yang terlokalisasi termasuk di dalamnya aktivasi mekanisme pertahanan host yang menyebabkan influks dari neutrofil dan monosit yang teraktivasi, pengeluaran mediator-mediator inflamasi, vasodilatasi lokal, peningkatan permeabilitas endotel, dan aktivasi jalur koagulasi. Mekanisme ini juga bermain dalam skala sistemik, mengakibatkan gangguan endotel yang menyebar, permeabilitas vaskular, vasodilatasi, dan trombosis pada kapiler end-organ. Kerusakan endotel sendiri dapat menyebabkan aktivasi cascades inflamasi dan koagulasi yang lebih jauh, menyebabkan efek positif feedback, dan berujung pada kerusakan endotel dan organ yang lebih jauh lagi.

Mekanisme host untuk merasakan mikroba Hewan memiliki mekanisme sensitif dalam mengenali dan merespon molekul mikroba. Sebagai contoh, tubuh host dapat mengenal sebagian lipopolisakarida dalam lipid A. Protein dalam tubuh host (LPS-binding protein) akan berikatan dengan lipid A, kemudian membawa LPS itu ke permukaan monosit, makrofag, dan neutrofil. LPS kemudian ditransfer ke MD-2, yang berinteraksi dengan Toll-like receptor (TLR) 4 untuk membentuk kompleks molekul yang mentransduksi sinyal LPS menjadi bentuk yang dikenali. Sinyal ini akan memicu pembentukan dan pengeluaran mediaor, seperti TNF yang kemudian akan mengamplifikasi sinyal LPS dan mentransmisikannya ke sel dan jaringan lain.

Kemampuan host untuk mengenali mikroba tertentu dapat mempengaruhi, baik kemampuan pertahanan host, maupun patogenesis sepsis berat. Sebagai contoh, MD-2-TLR4 memiliki sense terbaik pada LPS yang memiliki lipid A. Kebanyakan dari bakteri gram negatif aerobik komensal dan anaerobik fakultatif yang memicu sepsis berat dan syok (termasuk E.Coli, Klebsiella, dan enterobacter) membuat struktur lipid A ini. Saat mereka menginvasi tubuh host, dengan cara menghancurkan barier epitel, infeksi yang ditimbulkannya biasanya bersifat lokal terhadap jaringan subepitel. Bakteremia, biasanya sebentar-sebentar dan dalam skala rendah, karena bakteri ini dibersihkan secara efisien dari aaliran darah oleh sel kupfer yang mengekspresikan TLR4 dan makrofag splenic. Komensal mukosa sepertinya menginduksi sepsis berat dengan cara memicu peradangan jaringan lokal yang berat daripada bersirkulasi dalam aliran darah.

Mediator-mediator yang terinduksi saat terjadi kerusakan sel Tahapan pertama dalam aktivasi imun innate adalah sintesis de novo dari polipeptida kecil, yang disebut sitokin, yang dapat mencetuskan manifestasi protein dari berbagai tipe sel. Semua sel yang memiliki nukleus, terutama sel endo/epitel dan makrofag merupakan penghasil IL-1, IL-6, dan TNF- yang poten. Bahkan, beberapa sitokin, seperti IL-6, dapat meningkat hingga 1.000 kali lipat saat trauma atau infeksi. Sitokin (TNF dan IL-1) membantu agar infeksi tetap bersifat lokal, sekalinya infeksi menjadi sistemik, efeknya akan memburuk. Kadar IL-6 yang tinggi berhubungan dengan mortalitas. Sedangkan IL-8 merupakan regulator yang penting dalam mengatur fungsi neutrofil, disintesis dan dikeluarkan selama sepsis. TNF- merupakan mediator sentral yang berkontribusi dalam pertahanan tubuh host. TNF- menstimulasi leukosit dan sel endotel vaskular untuk mengeluarkan sitokin lainnya, mengekspresikan molekul permukaan sel yang akan mempercepat adesi neutrofil-endotel di tempat terjadinya infeksi, dan untuk meningkatkan produksi prostaglandin dan leukotrien. Kadar TNF meningkat pada pasien dengan sepsis berat atau syok septik. Pada hewan, kadar TNF dalam jumlah yang besar dapat menginduksi syok, DIC, dan kematian. Selain TNF- , terdapat juga kemokin lain yang memiliki berbagai fungsi , antara lain: o IL-8 berfungsi untuk menarik neutrofil yang bersirkulasi ke tempat terjadinya infeksi.

o IL-1 memiliki aktivitas yang sama dengan TNF- , IFN, IL-12, dan sitokin lainnya untuk bersinergis satu sama lain. o Grup B-1, faktor transkripsi, juga dikeluarkan dari sel dan berinteraksi dengan produk mikroba untuk menginduksi respon lambat dari host pada respon sepsis.

Faktor Koagulasi Trombosis intravaskular menjadi tanda terjadinya respon inflamasi lokal. Hal tersebut dapat membatasi invasi mikroba serta mencegah infeksi dan inflamasi menyebar ke jaringan lainnya. Mekanisme ini dibantu oleh IL-6 dan mediator lainnya dalam meningkatkan koagulasi intravaskular dengan cara mengindukasi monosit dan sel endotel untuk mengekspresikan faktor jaringan. Saat faktor jaringan diekspresikan pada permukaan sel, jalur clotting ekstrinsik dan intrinsik akan teraktivasi dan terjadilah percepatan produksi trombin. Endotoksin akan meningkatkan aktivitas dari inhibitor fibrinolisis (Plasminogen Activator Inhibitor (PAI-1) dan Thrombin Activatable Fibrinolysis Inhibitor (TAFI)). Ketidakseimbangan antara inflamasi, koagulasi, dan fibrinolisis inilah yang mengakibatkan koagulopati meluas, trombosis mikrovaskular, dan tersupresinya fibrinolisis. Hal ini akan menyebabkan disfungsi organ multiple dan kematian.

Abnormalitas sirkulasi Pada sepsis, terjadi kerusakan pada endotel. Hal itu disebabkan oleh gabungan dari beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah adanya stimulus dari berbagai sitokin yang menarik neutrofil datang ke tempat terjadinya inflamasi dan berikatan dengan sel endotel. Hal tersebut juga akan menarik fagosit ke tempat yang terinfeksi dan mengaktifkan sistem antimikrobial. Aktivasi sel endotel juga dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, trombosis mikrovaskular, DIC, dan hipotensi. Selain itu, faktor yang mempengaruhi kerusakan endotel adalah pembentukan trombus platelet-leukosit-fibrin karena teraktivasinya sistem koagulasi. Syok septik masuk dalam kategori syok distributif, yang dikarakteristikan dengan vasodilatasi patologis dan bergesernya aliran darah dari organ vital ke jaringan non vital, seperti kulit, otot skeletal, dan adiposa. Hal ini mengakibatkan jaringan global mengalami hipoksia atau kurangnya pengantaran oksigen ke jaringan vital. Sebagai tambahan, mitokondria menjadi disfungsional.

Syok septik terjadi karena vasodilatasi arteri yang disebabkan oleh aktivasi channel kalium yang sensitif adenosine triiphosphate (ATP) pada sel otot polos pembuluh darah dan aktivase NO sintase. Channel kalium yang sensitif terhadap ATP teraktivasi oleh asidosis laktat. NO juga mengaktifkan channel kalium. Aktfinya channel kalium mengakibatkan relaksasi otot polos. Karena menurunnya tonus pembuluh darah arteri perifer, maka tekanan darah bergantung pada cardiac output, namun jika cardiac output tidak bisa mengkompensasi, terjadilah hipotensi dan syok.

Manifestasi Klinis Manifestasi klinis sepsis pada pasien berbeda-beda, tergantung dari penyakit yang mendasari dan infeksi primer pada pasien. Manifestasi sepsis bertahap dari gejala SIRS, syok septik, hingga multiple organ dysfunction syndrome (MODS).

Riwayat Gejala sepsis non spesifik, biasanya terdiri atas demam, menggigil, kaku, lemah badan, mual, muntah, kesulitan bernapas, cemas, atau bingung. Demam adalah gejala umum dari sepsis, namun mungkin saja absen pada orang tua, pasien yang immunocompromised, neonatus, atau pada pasien dengan uremia. Hiperventilasi juga seing menjadi tanda awal pada respon sepsis yang biasanya terjadi karena adanya stimulasi pusat respirasi di medulla oleh endotoxin dan mediator lainnya. Disorientasi, bingung, dan gejala encephalopathy juga dapate terjadi, terutama pada pasien-pasien lanjut usia. Penyebab pasti ensefalopati metabolik belum diketahui, tapi mungkin berhubungan dengan metabolisme asam amino. Hipotensi dan DIC mempengaruhi terjadinya acrocyanosis dan nekrosis iskemik pada jaringan perifer. Manifestasi pada saluran pencernaan, seperti mual, muntah, diare, dan ileus juga mengarah kepada akut gastroenteritis. Ulserasi stres dapat menyebabkan terjadi perdarahan saluran cerna atas. Jaundice kolestatik, dengan peningkatan serum bilirubin dan ALP, juga mendahului proses sepsis.

Gejala lokal pada suatu sistem organ tertentu dapat membantu untuk menentukan penyebab sepsis: o Infeksi kepala dan leher nyeri kepala hebat, kaku leher, perubahan status mental,, nyeri telinga, sakit tenggorokan, nyeri sinus, limfadenopati submandibular. o Infeksi dada dan paru batuk (biasanya berdahak), nyeri dada pleuritik, dispneu o Infeksi abdomen dan saluran cerna nyeri abdomen, mual, muntah, diare o Infeksi pelvis dan genitourinari nyeri pelvis atau pinggang, vaginal atau iretral discharge, disuria, urgensi dan frekuensi o Infeksi tulang dan jaringan lunak nyeri tekan tungkai, eritema fikal, edema, dan bengkak sendi.

Pemeriksaan Fisik o Keadaan umum menilai ABC dan status mental. Status mental biasanya berubah. Jika sudah terjadi perubahan status mental, hal itu menunjukan sudah adanya gangguan organ dan meningkatnya mortalitas. o Tanda vital observasi tanda-tanda hipoperfusi, periksa suhu badan pasien. Demam mungkin bisa tidak ada, tapi pasien biasanya mengalami takipneu dan takikardia. o Warna kulit pucat, keabu-abuan, atau mottled menunjukkan kurangnya perfusi jaringan pada syok septik. Cari tanda-tanda hipoperfusi. Ptechiae atau purupura bisa terjadi, berhubungan dengan DIC. o Tanda-tanda lainnya: Infeksi CNS Depresi status mental, tanda-tanda meningismus (kaku leher) Infeksi kepala dan leher peradangan atau pembengkakan membran timpani, nyeri tekan sinus, kongesti nasal atau eksudat, eritema faring, stridor inspiratori, limfadenopati servikal. Infeksi dada dan paru perkusi dullness, suara napas bronkial, rales terlokalisasi, adanya konsolidasi. Infeksi kardiak adanya murmur baru, terutama pada pasien dengan riwayat IDU.

Infeksi abdomen dan saluran cerna distensi abdomen, nyeri lokal, nyeri lepas, nyeri dan bengkak pada rectal. Infeksi pelvis dan genitourinari nyeri tekan kostovertebra, nyeri tekan pelvis, nyeri gerak servik, massa atau nyeri tekan adneksa, cervical discharge.

Infeksi tulang dan jaringan lunak eritema fokal, edema, nyeri tekan, krepitus, fluktuans, nyeri gerak sendi, efusi sendi. Infeksi kulit ptechiae, purpura, eritema, ulserasi, pembentukan bula, fluktuans

Komplikasi o Komplikasi kardiopulmonal Menurunnya P02 Acute Respiratory Distress Syndrome Iskemik miokardial Acute Renal Failure oliguria, azotemia, proteinuria

o Komplikasi renal o Koagulopati o Komplikasi neurologi Polineuropati

Terapi Penatalaksanaan pasien dengan syok septik terdiri atas 3 tujuan utama: o Resusitasi pasien dari syok septik untuk memperbaiki hipoksia, hipotensi, dan gangguan oksigenasi jaringan o Identifikasi sumber infeksi dan pengobatan dengan antibiotik, pembedahan, atau keduanya. o Menjaga fungsi sistem organ secara adekuat denan monitor kardiovaskular dan interupasi patogenesis dari MODS. Prinsip manajemen syok septik: o Pengenalan dini o Terapi antibiotik secara dini dan adekuat Antimikroba (sumber infeksi ?, renal normal): Dewasa sistem imun baik:

Reg I:ceftrikason/ ticarcillin-clavulanate/ piperacillintazobactam Reg II: Meropenem/ imipenem-cilastin/ cefepime Dapat ditambahkan: gentamicin/ tobramicin pada regimen I/II Alergi b-lactam: cipropfloxacin/ levofloxacin+clindamycin MRSA: +vancomycin

Neutropeni: Reg I: imipenem-cilastin/ meropenem/ cefepime Reg II: ticarcillin-clavulanate/ piperacillin-tazobactam Ditambahkan: tobramycin pada I/II MRSA/ Phlebitis susp stapilococcus inf/ kerusakan mukosa pada kemoterapi: +vancomycin Splenektomi: cefotaxime/ ceftriakson, bila terdapat pneumococcus resisten terhadap sefalosporin + vancomycin Alergi terhadap b-lactam: vancomycin+ciprofloxacin/levofloxacin/aztreonam

Pengguna obat suntik: Nafcillin/oxacillin+gentamicin MRSA/alergi b-lactam: gentamicin+vancomycin

AIDS: Reg I: Cefepime+ticarcillin-clavulanate Reg II: piperacillin-tazobactam+tobramycin

Alergi b-lactam: ciprofloxacin/levofloxacin+vancomycin+tobramycin

o Kontrol sumber infeksi o Resusitasi hemodinamik dini Cairan IV: NaCL 1-2L dalam 1-2jam Bila perlu: vasopressor (vasopressin/ ADH 0,01-0,04U/mnt)) Bila Ht rendah: transfusi eritrosit Ht>30% Bila ke-3 cara di atas belum berhasil: dobutamin (2,5-10mcg/kg/mnt) Pantau adekuasi perfusi (TD,mental,SvO2,akral,urine,CVP) Pada pasien sepsis dengan shock refrakter: pertimbangkan terjadi insufisiensi adrenal berikan hidrokortison tapp off

Bila hipoksemia, hipercapnia, perburukan neurologis, gagal otot pernafasan: ventilator Profilaksis stress ulcer: H2 bloker DIC: transfusi trombosit dan FFP ARF: hemodialisis

o Drotrecogin alpha o Kontrol glikemik ketat o Managemen ventilator dengan volume tidak rendah pada pasien dengan ARDS

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Perdarahan dari Traktus Gastrointestinal dapat bermanifestasi dalam 5 bentuk, Hematemesis, yaitu muntah darah atau muntah seperti coffee-grounds. Melena, yaitu buang air besar hitam seperti ter dan berbau busuk. Hematochezia, yaitu keluarnya darah berwarna merah terang atau merah tua dari rektum. Perdarahan gastrointestinal tersembunyi; yang dapat diidentifikasi walau tanpa adanya perdarahan yang jelas dari

pemeriksaan feses secara khusus (tes Guaiac). Terakhir adalah manifestasi hanya berupa gejala kehilangan darah atau anemia, seperti kepala terasa melayang, pingsan, angina, atau dispnea. Sumber Sumber Perdarahan Gastrointestinal Perdarahan dari traktus gastrointestinal bagian atas Insiden perdarahan gastrointestinal bagian atas pada penderita yang datang ke Rumah Sakit di Amerika dan Eropa sekitar 0,1%, dengan mortality rate sekitar 510%. Ulcus Pepticum merupakan penyebab tersering dari Perdarahan Gastrointestinal bagian atas. Kematian penderita jarang karena kehabisan darah, tetapi justru akibat dekompensasi dari penyakit dasar lainnya. Angka kematian penderita berusia <60 tahun tanpa keganasan atau gagal organ <1%. Gastropati hemoragik atau erosif (misalnya karena NSAID atau alkohol) dan esofagitis erosif sering hanya menyebabkan perdarahan gastrointestinal atas yang ringan, jarang berupa perdarahan mayor. Sumber Perdarahan Saluran Cerna pada Pasien yang dirawat : Sumber Perdarahan Ulkus peptik Varises esofagus Robekan Mallory-Weiss Erosi gastroduodenal Esofagitis erosif Keganasan Ektasias vaskuler Sumber tidak teridentifikasi Persentase 31-59 % 7-20 % 4-8 % 2-7 % 1-13 % 2-7 % 0-6% 8-14 %

Ulkus peptikum Ulkus peptikum merupakan penyebab perdarahan gastrointestinal bagian atas yang tersering. Gambaran klinis yang memberikan prognosis kurang baik berupa: instabilitas hemodinamik, jumlah unit darah yang ditranfusikan, adanya darah yang berwarna merah pada muntahan atau feses, umur lanjut, dan adanya penyakit penyerta, serta karakteristik ulkus yang dilihat pada endoskopi. Sepertiga penderita dengan perdarahan aktif atau dengan pembuluh darah yang terlihat tampaknya tidak berdarah, ternyata mengalami perdarahan kemudian, yang memerlukan pembedahan segera bila sebelumnya mereka hanya diterapi secara konservatif saja. Para penderita tersebut baru berkurang perdarahannya, lebih cepat dipulangkan dari Rumah Sakit, biaya dan mortalitasnya lebih rendah, dengan dilakukan terapi endoskopik dengan elektrokoagulasi bipoler, heater probe, atau terapi injeksi dengan (alkohol absolut; epinefrin 1:10.000). Sebaliknya penderita dengan dasar ulkus yang bersih, yang mengalami perdarahan berulang hampir mendekati nol. Bila penderita tidak memiliki alasan lain untuk dirawat di Rumah Sakit, penderita yang keadaanya stabil dapat dipulangkan pada hari pertama. Penderita ulkus peptik dengan dasar ulkusnya yang tidak bersih, biasanya sebaiknya tetap tinggal di Rumah Sakit selama 3 hari, karena kebanyakan episode perdarahan ulang sering terjadi dalam 3 hari. Pada controlled-trials di Eropa dan Asia baru-baru ini, pemberian omeprazole dosis tinggi i.v. digunakan untuk menaikkan pH intragastrik menjadi 6-7 dan mempercepat stabilisasi bekuan darah sehingga mengurangi perdarahan selanjutnnya (bukan mortalitas), bahkan setelah terapi endoskopik dilaksanakan. Hampir 1/3 penderita dengan ulkus berdarah akan mengalami perdarahan ulang dalam 1-2 tahun berikutnya. Pencegahan perdarahan ulang ditekankan pada 3 faktor utama dalam patogenesis ulkus, yaitu : Helicobacter pylori, NSAIDs, dan asam. Eradikasi H. pylori pada penderita dengan ulkus berdarah secara dramatis mengurangi angka perdarahan ulang sampai <5%. Bila ulkus yang berdarah terjadi pada penderita yang mengkonsumsi NSAID, sebaiknya NSAID tsb. dihentikan bila memungkinkan. Bila penggunaan NSAID tetap harus dilanjutkan, harus diberikan terapi inisial dengan PPI (proton pump inhibitor), dan terapi profilaksis selanjutnya memakai PPI atau misoprostol selama penderita tsb. menggunakan NSAID. Perubahan dari pemakaian NSAID standar ke penggunaan inhibitor spesifik COX-2, seharusnya secara bermakna mengurangi resiko perdarahan ulang traktus gastrointestinal bagian atas. Penderita dengan ulkus berdarah

yang tidak berkaitan dengan H. pylori maupun NSAID, tetap harus mendapatkan dosis penuh terapi antisekresi untuk seumur hidup. Terapi untuk ulkus peptikum yang berkaitan dengan H. Pylori dikenal dengan triple therapy (clarithromycin, PPI, dan antibiotik amoksisilin atau metronidazol) selama 1014 hari. Strategi lainnya yang juga digunakan untuk terapi H. Pylori adalah quadruple therapy, yang terdiri atas PPI, bismuth subsalicylate, dan antibiotik tetrasiklin dan metronidazol selama 1014 hari. Quadruple therapy digunakan jika pasien tidak bisa menggunakan antibiotik turunan penisilin, yang sebelumnya mendapat terapi macrolide, seperti clarithromycin, atau masih terinfeksi H. Pylori karena gagalnya triple therapy gagal membunuh bakteri.

Robekan Mallory-Weiss Anamnesis klasik yaitu adanya muntah-muntah atau batuk yang mendahului hematemesis, khususnya pada penderita bukan alkoholik. Robekan ini biasanya terjadi secara linear pada gastro-esophageal junction karena esofagus dan lambung berbentuk silindrikal. Perdarahan dari robekan ini, yang biasanya terjadi di bagian mukosa lambung yang dekat dengan gastroesophageal-junction, berhenti spontan pada 80-90%

penderitanya dan terjadi perdarahan ulang hanya pada 0-7% penderitanya. Robekan ini terjadi karena adanya peningkatan tekanan dan distensi intragastik secara cepat, yang akan meningkatkan pengeluaran cairan yang sangat kuat melalui esofagus. Robekan ini juga dapat terjadi karena tekanan transgastrik akibat tekanan negatif intratoraksik dan tekanan positif intragastrik yang mengakibatkan distorsi dari kardiak lambung. Pada perdarahan aktif robekan Mallory-Weiss, terapi endoskopik efektif. Terapi angiografik dengan infus vasopressin intraarterial atau embolisasi juga berguna. Jarang diperlukan terapi operasi menjahit kembali robekan.

Varises esofagus Varises esofagus adalah dilatasi vena sub mukosa yang ekstrem pada 1/3 bahwa esofagus. Hal ini biasanya terjadi karena hipertensi portal, umumnya akibat dari sirosis. Pasien dengan varises esofagus memiliki kecenderungan untuk terjadi perdarahan. Pasien perdarahan saluran pencernaan bagian atas dengan bukti klinik yang menyokong kepada kemungkinan penyakit liver, seharusnya dilakukan endoskopi dini untuk menentukan apakah sumber perdarahan dari varises yang pecah, karena pasien

dengan perdarahan varises mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien perdarahan saluran pencernaan bagian atas oleh sebab lain. Pada saat ini terapi endoskopi akan menurunkan timbulnya perdarahan lebih lanjut, dan terapi endoskopi sesi berulang untuk menghilangkan varises esofagus secara nyata akan menurunkan kejadian perdarahan ulang dan angka kematian. Terapi ligasi endoskopik merupakan terapi endoskopi pilihan untuk varises esofagus karena akan lebih menurunkan kejadian perdarahan ulang, akan menurunkan angka kematian, dengan lebih sedikit komplikasi lokal, dan mempersingkat waktu/sesi pengobatan dibandingkan dengan eradikasi varises menggunakan skleroterapi. Terapi akut dengan octreotide (50 g bolus dan 50 g/jam/infus i.v., selama 2-5 hari) atau somatostatin dapat membantu dalam mengontrol perdarahan akut, dan obatobat ini telah menggantikan vasopresin sebagai pilihan terapi medis untuk kasus perdarahan varises akut. Selama ini terapi dengan -bloker nonselektif (propanolol) juga telah menunjukkan berkurangnya kekambuhan perdarahan dari varises esofagus. Obatobat ini biasanya diberikan bersama dengan terapi endoskopi kronik. Pada pasien dengan perdarahan persisten atau berulang selain terapi endoskopi dan medis disarankan juga untuk dilakukan terapi yang lebih invasif. Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS) mengurangi perdarahan ulang lebih efektif daripada terapi endoskopi, walaupun ensefalopati hepatik lebih sering terjadi dan mortalitasnya kira-kira sebanding. Kebanyakan pasien dengan TIPS mengalami stenosis shunt dalam waktu 1-2 tahun dan memerlukan reinstrumentasi. Karenanya TIPS paling sesuai untuk penderita dengan penyakit hati yang lebih berat dan kepada mereka yang merencanakan transplantasi. Pasien dengan sirosis yang lebih ringan dan kompensata mungkin seharusnya menjalani pembedahan dekompresi (distal splenorenal shunt). Hipertensi portal juga bertanggung jawab terhadap terjadinya perdarahan dari varises lambung, varises ektopik di usus halus dan usus besar, serta gastropati hipertensif portal dan enterokolopati. Gastropati Hemoragika dan Erosiva (Gastritis) Gastropati hemoragika dan erosiva atau gastritis mengacu kepada perdarahan dan erosi subepitelial yang tampak secara endoskopik. Ini merupakan lesi mukosa dan karenanya tidak mengakibatkan perdarahan mayor. Kelainan ini dapat karena berbagai latar belakang, tetapi terutama karena pemakaian NSAID, alcohol, dan stress. Separuh penderita yang

mengkonsumsi NSAID secara kronis, mengalami erosi (15-30% mengalami ulkus), sedangkan sampai 20% penderita alkoholik aktif yang mengalami perdarahan gastrointestinal bagian atas, terbukti terdapat erosi dan perdarahan subepitel. Jejas mukosa gaster yang berhubungan dengan stress terjadi hanya pada penderita yang sakit berat; yaitu mereka yang mengalami trauma serius, operasi mayor, luka bakar >1/3 luas permukaan tubuh, penyakit intrakranial mayor dan penyakit medis berat (ketergantungan pada ventilator, koagulopati). Perdarahan yang bermakna mungkin tidak akan timbul sampai ulserasi terjadi. Mortalitas pada penderita ini cukup tinggi akibat dari penyakit dasarnya yang serius. Pada tahun-tahun terakhir ini, insiden perdarahan yang bersumber dari jejas atau ulserasi mukosa gaster yang berhubungan dengan stress, telah berkurang secara dramatis karena lebih baiknya penanganan penderita yang sakit kritis. Prinsip dari terapi farmakologis pada gastritis erosiva adalah dengan menurunkan kadar asam lambung. Terapi tersebut diharapkan dapat mengurangi gejala yang menyertai gastritis dan mempercepat

penyembuhan lapisan lambung. Profilaksis farmakologik untuk terjadinya perdarahan, harus dipertimbangkan pada penderita resiko tinggi seperti yang disebutkan di atas. Data klinis yang terbaik menunjukkan bahwa terapi antagonis reseptor H2 i.v. merupakan terapi pilihan walaupun sukralfat juga efektif. Terapi profilaksis mengurangi terjadinya perdarahan, tetapi tidak menurunkan mortalitas. Pengobatan dengan antasid, antagonis reseptor H2, dan PPI merupakan pilihan terapi pada gastritis erosiva berdarah.

Penyebab-penyebab lain Penyebab perdarahan gastrointestinal atas yang lebih jarang meliputi : duodenitis erosiva, neoplasma, fistula aortoenterik, lesi-lesi vaskuler (termasuk telengektasi hemoragik herediter = Osler-Weber-Rendu dan pelebaran pembuluh darah antrum gaster = water melon stomach), lesi Dieulafoys (dimana pembuluh darah aberan di dalam mukosa berdarah karena suatu pin-point mucosal defect), gastropati prolaps (prolaps bagian proksimal gaster ke dalam esofagus, disertai muntah-muntah, khususnya pada penderita alkoholik), serta hemobilia dan hemosuccus pancreaticus (perdarahan dari saluran empedu atau saluran pankreas).

Sumber-sumber perdarahan dari usus halus Asal perdarahan dari usus halus (perdarahan dari sisi bawah endoskop standar untuk bagian atas) adalah sulit untuk didiagnosis dan merupakan penyebab mayoritas kasus

perdarahan gastrointestinal yang tidak jelas. Perdarahan dari usus halus tidak biasanya terjadi. Penyebab yang tersering meliputi: pelebaran pembuluh darah dan tumor (misalnya: adenokarsinoma, leiomioma, limfoma, polip jinak, karsinoid, metastase, dan lipoma). Penyebab lainnya yang lebih jarang yaitu: penyakit Crohns, infeksi, iskemi, vaskulitis, varises usus halus, divertikula, divertikula Meckels, kista duplikasi, serta intususepsi. NSAID menginduksi terjadinya erosi dan ulkus pada usu halus, dan mungkin menyebabkan perdarahan gastrointestinal kronik yang tidak jelas. Pada anak-anak, divertikulum Meckels merupakan penyebab perdarahan

gastrointestinal bagian bawah yang signifikan, yang berkurang frekuensinya sebagai penyebab perdarahan dengan bertambahnya umur. Pada orang dewasa di bawah 40-50 tahun, tumor-tumor usus halus sering menyebabkan perdarahan saluran cerna bawah yang tidak jelas. Sedangkan pada penderita di atas 50-60 tahun, pelebaran pembuluh darah adalah penyebabnya. Pelebaran pembuluh darah harus diobati dengan terapi endoskopik bila mungkin. Terapi operatif dapat dikerjakan bila pelebaran pembuluh darah tersebut terisolasi pada segmen usus halus dimana terapi endoskopik tidak berhasil; dapat dicoba juga kombinasi estrogen/progesteron. Lesi-lesi terisolasi seperti tumor, divertikula, atau duplikasi, umumnya diobati dengan reseksi bedah.

Penatalaksanaan Pengukuran denyut jantung dan tekanan darah adalah cara terbaik dalam menilai penderita dengan perdarahan saluran cerna. Perdarahan yang secara klinis bermakna terlihat dari perubahan postural denyut jantung atau tekanan darah, takikardi, dan akhirnya hipotensi dalam posisi berbaring. Penderita juga mungkin mengalami reaksi vasovagal dengan bradikardi selama episode perdarahan. Secara kontras Hb tidak segera turun pada perdarahan gastrointestinal akut sehubungan dengan berkurangnya plasma dan volume sel darah merah secara proporsional (terbuangnya seluruh komponen darah). Dengan demikian Hb dapat normal atau berkurang sedikit pada presentasi awal dari episode perdarahan yang berat. Ketika cairan ekstravaskular memasuki ruang intravaskular untuk memperbaiki volume darah, Hb akan turun, tetapi proses ini terjadi dalam >72 jam setelah perdarahan. Pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang lambat, kronik, mempunyai Hb yang sangat rendah meskipun tekanan

darah dan heart ratenya normal. Dengan terjadinya anemia kekurangan besi, mean corpuscular volume akan rendah dan luasnya distribusi sel darah merah akan meningkat.

Perbedaan perdarahan gastrointestinal atas dan bawah Hematemesis menunjukkan sumber perdarahan yang berasal dari gastrointestinal bagian atas (di atas ligamentum Treitz). Melena menunjukkan bahwa darah telah berada di saluran gastrointestinal selama paling sedikit 14 jam. Karena itu makin proksimal tempat perdarahan, makin mungkin melena akan terjadi. Hematochezia biasanya menunjukkan perdarahan gastrointestinal sebelah bawah, meskipun bisa saja terjadi pada perdarahan gastrointestinal sebelah atas yang sangat cepat sehingga darah tidak tinggal dalam waktu yang cukup lama di dalam usus untuk dapat menimbulkan melena. Ketika hematochezia merupakan gejala dari perdarahan gastrointestinal bagian atas, hal itu akan berhubungan dengan ketidakstabilan hemodinamik dan turunnya Hb. Perdarahan karena lesi di usus kecil bisa menampakkan presentasi sebagai melena atau hematochezia. Tidak didapatkannya darah pada aspirasi nasogastrik terjadi pada >16% pasien dengan perdarahan gastrointestinal bagian atas, biasanya dari ulkus duodenum. Bahkan bile stained appearance tidak menyingkirkan perdarahan lesi post pyloric sejak dilaporkan empedu pada cairan aspirasi adalah tidak benar (bukan empedu) pada sekitar 50% kasus. Uji cairan aspirasi yang bukan darah secara keseluruhan untuk mencari perdarahan tersembunyi tidak memiliki nilai klinis. Petunjuk lain untuk perdarahan gastrointestinal atas meliputi bising usus yang hiperaktif dan meningkatnya BUN (sehubungan dengan berkurangnya volume dan diabsorpsinya protein darah.

Evaluasi diagnostik untuk penderita perdarahan saluran cerna Perdarahan gastrointestinal bagian atas Anamnesis dan pemeriksaan fisik jarang mendiagnosis sumber perdarahan gastrointestinal. Endoskopi atas adalah uji pilihan pada penderita perdarahan gastrointestinal bagian atas dan harus dilaksanakan segera pada penderita dengan hemodinamik tidak stabil (hipotensi, takikardi, atau perubahan postural denyut jantung atau tekanan darah). Endoskopi rutin secara dini juga bermanfaat dalam kasus perdarahan yang lebih ringan untuk memutuskan tatalaksana. Penderita dengan perdarahan mayor dan penemuan endoskopiknya beresiko tinggi (varises, ulkus dengan perdarahan aktif atau terlihat pembuluh darahnya) mendapat manfaat dari terapi hemostatik endoskopik. Sedangkan pasien dengan lesi resiko rendah (ulkus yang berdasar bersih, robekan Mallory-Weiss yang tidak berdarah, gastropati

erosiva atau hemoragika) dengan tanda-tanda vital dan Hb yang stabil serta tidak mempunyai problem medis lainnya dapat dipulangkan.

Perdarahan gastrointestinal bagian bawah Pasien dengan hematochezia dan instabilitas dinamik harus melakukan pemeriksaan endoskopi atas untuk menyingkarkan sumber perdarahan dari GI bagian atas.

Perdarahan gastrointestinal dengan asal yang tidak jelas Perdarahan saluran cerna yang tidak jelas sumbernya didefinisikan sebagai perdarahan akut berulang atau kronis yang sumber perdarahannya tidak dapat diidentifikasi dengan endoskopi rutin dan studi kontras. Enteroskopi dorong, dengan enteroskop yang di disain khusus atau kolonoskop anak-anak untuk melihat seluruh duodenum dan bagian dari yeyunum, pada umumnya merupakan langkah berikutnya. Enteroskopi dorong dapat mengidentifikasi kemungkinan tempat perdarahan pada 20-40% penderita perdarahan saluran

cerna yang asalnya tidak jelas. Bila enteroskopi hasilnya negatif atau tidak tersedia, harus dilakukan pemeriksaan radiografik khusus untuk usus halus (misalnya enteroclysis). Penderita dengan perdarahan berulang yang membutuhkan tranfusi atau rawat inap berulang harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Skintigrafi eritrosit berlabel
99M

Tc harus
99M

dikerjakan. Angiografi berguna bahkan ketika perdarahan sudah reda karena prosedur ini dapat membedakan anomali vascular atau pembuluh darah tumor. Skintigrafi Tc pertechnetate untuk menegakkan diagnosis divertikulum Meckels harus dikerjakan, khususnya dalam mengevaluasi penderita muda dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah. Bila semua uji tidak dapat mengungkapkan diagnosis, maka endoskopi intraoperatif merupakan indikasi pada pasien dengan perdarahan berulang atau persisten yang berat yang memerlukan tranfusi darah berulang.

Perdarahan gastrointestinal tersembunyi Perdarahan gastrointestinal tersembunyi bermanifestasi baik sebagai uji positif pada pemeriksaan darah samar feses atau anemia defisiensi besi. Kecuali bila penderita mengalami gejala gastrointestinal atas, evaluasi perdarahan tersembunyi pada umumnya harus dimulai dengan kolonoskopi, khususnya pada penderita >40 tahun. Bila evaluasi kolonnya negatif, beberapa ahli mengerjakan endoskopi atas hanya bila terdapat anemia defisiensi besi atau gejala-gejala gastrointestinal atas; sementara ahli-ahli lainnya menganjurkan endoskopi atas pada semua pasien sejak >25-40% penderita-penderita ini memiliki beberapa abnormalitas pada endoskopi bagian atas. Bila uji endoskopi standar tidak juga mengungkapkan diagnosis, enteroskopi dan atau enteroclysis dapat dipertimbangkan pada anemia defisiensi besi.

Daftar Pustaka

Braunwald, E; Fauci, AS; Kasper, DL; Hauser, SL; Longo, DL; Jameson, JL. 2008. Gastrointestinal Bleeding. Dalam Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Edition. USA: McGraw-Hill International. Braunwald, E; Fauci, AS; Kasper, DL; Hauser, SL; Longo, DL; Jameson, JL. 2008. Severe Sepsis and Septic Shock. Dalam Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Edition. USA: McGraw-Hill International. http://emedicine.medscape.com/article/168402-overview http://www.news-medical.net/health/What-are-Cytokines.aspx http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/hpylori/#7

You might also like