You are on page 1of 3

Hak Pasien Dengan mengacu kepada hak-hak asasi manusia, hak-hak pasien adalah hak-has yang dimiliki pribadi

manusia sebagai pasien. Hak-hak asasi manusia mulai didengungkan oleh John Locke (1632-1704) sebagai hak-hak dasar manusia yang diperoleh sejak lahir. Hak-hak itu tidak dapat diganggu gugat. Teori inilah yang diangkat serta menjadi dasar dari United Nations Declarations of Human Rights tahun 1948. Semua masalah yang tercakup dalam deklarasi itu harus dipatuhi oleh setiap Negara anggota PBB. Pasal 6 Kode Etik Rumah Sakit (1986) menyebutkan bahwa rumah sakit dalam pelayanan kesehatan menghormati dan memperlakukan pasien dalam pelayanan kesehatan menghormati dan memperlakukan pasien dalam pelayanan kesehatan, menghormati dan memperlakukan pasien sebagai manusia seutuhnya dengan tidak dipengaruhi oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukukuan, dan kedudukan social. Sementara itu, World Medical Association (WMA), 1973, telah menandaskan agar tidak melakukan diskriminasi dalam pelayanan kesehatan, sesuai dengan Deklarasi Jenewa. Hak-hak pasien dalam hokum kedokteran bertumpu dan berdasarkan atas dua hak asasi manusia, yaitu: 1. Hak atas pemeliharaan kesehatan (The Right to Health Care) 2. Hak untuk menentukan nasib sendiri (The Right to Self Determination) Pokok-pokok hak asasi manusia ini juga ditemukan dalam beberapa deklarasi lain seperti Deklarasi Helsinki 1964, serta hasil dari WMA ke-29 di Tokyo pada tahun 1975. Dikatakan bahwa pendirian dokter adalah: Kesehatan pasien saya adalah pertimbangan yang paling utama. Pendirian ini juga terdapat dalam lafal sumpah dokter : Kesehatan penderita senantiasa saya utamakan. Pada sidang pleno panitia- panitia rumah sakit di Eropa (Hospital Committee of The European Economic Community) pada bulan Mei 1979, telah dipertegas hak-hak pasien, antara lain: 1. Setiap orang mempunyai hak kebebasan memilih dokter 2. Setiap orang harus dijamin kerahasiaannya 3. Setiap orang harus memperoleh jaminan bahwa dokter akan bertanggung jawab penuh, baik secara moral maupun secara teknik, dan bebas memilih terapi yang diberikan. 4. Setiap orang berhak memperoleh bantuan yang ia butuhkan dari lembaga- lembaga social dan lembaga kesehatan untuk pemeliharaan dan peningkatan serta perbaikan kesehatan. Deklarasi Lisabon 1981 juga menjelaskan secara lebih lengkap tentang hak-hak pasien sebagai berikut: 1. Pasien berhak memilih dokternya secara bebas. Seseorang mempunyai hak untuk memilih dokter yang ia harapkan dapat memberikan suatu pertolongan. Pada dasarnya hubungan dokter dengan pasien dilandasi oleh suatu

kepercayaan. Meskipun demikian, seseorang memilih dokter didasarkan atas beberapa pertimbangan lain, seperti: a. Keadaan social ekonomi pasien b. Kepopuleran dokter c. Kelengkapan peralatan kedokteran d. Jarak tempat antara dokter dengan pasien e. Prestise pasien 2. Pasien berhak menerima atau menolak tindakan pengobatan sesudah ia memperoleh informasi yang jelas. a. Salah satu hak pasien dalam hukum kedokteran adalah hak atas informasi. Setiap manusia dewasa dan berpikiran sehat berhak menentukan apa yang hendak dilakukan terhadapnya. Setiap pembedahan atau kegiatan invasive lainnya harus memperoleh persetujuan pasien terlebih dahulu. Untuk itu, dokter harus menjelaskan tindakan dengan bahasa yang mudah dimengerti pasien. Informasi ini meliputi : 1) Tindakan yang akan diambil 2) Resikonya 3) Kemungkinan yang akan timbul berikut jenis tindakan yang dilakukan untuk dapat mengatasinya 4) Kemungkinan yang terjadi bila tindakan tidak dilakukan 5) Prognosis b. Informasi yang akan diberikan disampaikan dengan bahasa yang sederhana, tetapi cukup lengkap. Pasien harus dibimbing agar dapat memutuskan secara mandiri dan bertanggung jawab. Persetujuan pasien atas tindakan telah diinformasikan terlebih dahulu disebut Informed Consent. Dokter juga harus tau kapan informasi itu tidak baik diberikan, misalnya bila informasi tersebut dapat menambah keadaan sakit pasien atau jika pasien masih di bawah umur sehingga tidak dapat memehami informasi yang diberikan, informasi itu bisa diberikan kepada keluarga pasien. 3. Pasien berhak mengakhiri atau memutuskan hubungan dengan dokternya dan bebas untuk

memilih atau menggantinya dengan dokter lain. Dengan kata lain, dokter tidak berhak mencegah/ menghalangi/melarang pasien yang ingin berobat ke dokter lain. Dalam situasi tertentu kadang-kadang pasien memerlukan pertolongan dokter yang biasa dihubungi, misalnya karena pindah kerja di tempat lain, dan sebagainya. Jika pasien tidak sedang dalam perawatan aktif dokternya terdahulu, dokter lain bebas merawatnya kecuali bila pasien tersebut mengakhiri

hubungan dengan dokternya terdahulu. Hal sama juga terjadi jika pasien ingin beralih dari dokter umum ke dokter spesialis. Dokter spesialis tidak akan menerima pasien tersebut tanpa persetujuan dari dokter umumnya. Seorang dokter dapat mengambil alih pasien yang sedang perawatan aktif dokter lain, tetapi ia harus segera memberitahukannya kepada dokter yang bersangkutan. 4. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinis dan

pendapat etisnya tanpa campur tangan pihak luar. Seseorang yang berada dalam kondisi sakit, apapun yang dideritanya, berhak untuk ditolong oleh seorang dokter. Dalam menjalankan praktek kedokterannya, seorang dokter tidak terbatas pada satu ilmu kedokteran saja, terutama dalam keadaan darurat. Yang menjadi batasnya adalah tanggung jawab dan kemampuan dari dokter itu. Pertolongan yang diterima pasien hendaknya merupakan usaha tertinggi dari dokter yang bersangkutan. 5. Pasien berhak atas privacy yang harus dilindungi, ia pun berhak atas sifat kerahasiaan data-

data mediknya. Dalam sumpah dokter tertulis, Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang dipercayakan kepada saya, juga setelah pasien meninggal dunia. Juga dalam Bab II pasal 1 KEKI, yang sesuai dengan sumpah Hippocrates, Segala sesuatu yang kulihat dan kudengar dalam melakukan praktekku, akan kusimpan sebagai rahasia. Dalam WMA 1973 dikatakan bahwa kerahasiaan kondisi dan penyakit bukan merupakan hak istimewa seorang dokter, tetapi untuk melindungi hubungan baik antara dokter dan pasiennya, sebab rahasia merupakan hak dasar manusia. 6. Pasien berhak mati secara bermartabat dan terhormat. Hidup adalah anugerah Ilahi,

sehingga kita wajib memelihara dan menjaganya sebaik mungkin dan selayaknyalah pula kita pun menghargainya. 7. Pasien berhak menerima/ menolak bimbingan moral ataupun spiritual. Penasehat

hendaknya mempunyai pengetahuan khusus mengenai latar belakang social dari pasien. Dorongan spiritual ini sangat bermakna, terutama bagi pasien rawat inap, pasien yang penyakitnya dalam keadaan terminal, pasien yang diamputasi atau yang organnya diangkat, juga bagi penderita kanker. 8. Pasien berhak mengadukan dan berhak atas penyelidikan pengaduannya serta berhak diberi

tahu hasilnya. Hukum mempunyai kedudukan yang berlainan dengan etik. Etik tidak dapat menggantikan hokum karena etik hanya berlaku pada satu bidang profesi dan juga merupakan pelengkap dari hokum itu sendiri. Dengan demikian, jika seorang pasien masih merasa tidak puas terhadap putusan majelis etik, ia berhak menuntut dokter di pengadilan.

You might also like