Professional Documents
Culture Documents
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Umur Jenis Kelamin Masuk RS Nama Ayah Umur Pekerjaan Pendidikan : An. NRS : 15 bulan : Laki-laki : 9 Maret 2013 : Bp. S : 30 tahun : Buruh : STM Jam Umur Pekerjaan : IRT : SMA Pendidikan : 22.00 Nama Ibu : Ibu. J : 26 tahun
Alamat
Diagnosis masuk
: Jetis, Bantul
: Kejang Demam Sederhana et causa Diare Cair Akut tanpa dehidrasi DD - Kejang Demam Kompleks - Ensefalitis - Meningitis - Metabolic disorder
1. Keluhan Utama
Kesan : Terdapat riwayat kejang dengan demam pada keluarga. 5. Riwayat Pribadi a. Riwayat Kehamilan Ibu kontrol teratur setiap bulan ke bidan dan mendapat tablet tambah darah dan vitamin. Obat selalu habis diminum. Selama hamil ibu dinyatakan sehat, mual-mual (+), riwayat sakit (-), bengkak bengkak pada tungkai (-), perdarahan pervaginam (-). Ibu tidak pernah mengkonsumsi jamu-jamuan, tidak merokok ataupun mengkonsumsi obat-obatan.Ibu mendapat suntikan TT 2x selama hamil di bidan. Ibu menyangkal memiliki penyakit hipertensi, diabetes melitus, asma dan jantung. b. Riwayat Persalinan Lahir di bidan usia kehamilan 38 minggu, dengan berat badan lahir 3000 kg, anak lahir spontan langsung menangis kuat. Warna air ketuban jernih, dan bayi tidak biru ataupun kuning. c. kejang. Kesan : Riwayat kehamilan cukup baik, riwayat persalinan baik dan riwayat pasca persalinan baik. d. Riwayat Makanan Usia 0 4 bulan 5 7 bulan 8 11 bulan Kualitas ASI ASI Bubur susu ASI Nasi tim Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan sudah cukup e. Vaksinasi BCG, Hepatitis B, DPT, Polio, Campak imunisasi lengkap sesuai PPI ( Pengembangan Program Imunisasi). f. Riwayat Penyakit Dahulu Dari lahir, pasien pernah mengalami batuk, pilek, dan diare. Pasien memiliki riwayat kejang dan demam pertama kali pada usia 3 bulan setelah imunisasi DPT. Kejang dan demam kembali usia 6 bulan sebanyak 5 kali dan mondok di RS, lalu kejang dan demam kembali usia 9 bulan. Rutin mengkonsumsi OAE. Kesan : Terdapat riwayat penyakit dahulu pada pasien yang berhubungan dengan riwayat penyakit sekarang. g. Anamnesis Sistem : demam (+), kejang (-), penurunan kesadaran (-) : sesak (-), biru (-) : muntah (+), kembung (-), diare cair ampas (+) : batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-) : BAK (+) normal - Sistem saraf pusat - Sistem respiratori - Sistem urogenital Kuantitas Diberikan sesuka bayi Diberikan sesuka bayi 3 x sehari, 1 piring kecil Diberikan sesuka bayi 3 x sehari, 1 piring kecil Riwayat Pasca Persalinan Anak dapat menetek kuat, anak tidak kuning, tidak biru, anak tidak sesak napas, tidak kejang-
- Sistem integumental : kulit kuning (-), pucat (-), Turgor melambat (-)
- Sistem musculoskeletal
kiri, teraba tidak kuat angkat Perkusi : Batas jantung Kanan atas Kiri atas Kanan bawah Kiri bawah Auskultasi : Pemeriksaan Abdomen : Inspeksi Auskultasi : Datar, simetris : Peristaltik (+) : SIC II linea para sternalis kanan. : SIC II linea para sternalis kiri. : SIC IV linea para sternalis kanan. : SIC V linea midklavikula kiri.
Perkusi : Timpani Palpasi : Supel, turgor dan elastisitas baik, hepar dan lien tidak teraba
: sianosis (-), pucat (-), turgor dan elastisitas baik : limfonodi tidak teraba : eutrofi : fraktur (-), deformitas (-), gerak bebas (+) : tanda radang (-), gerak bebas (+) : Laki-laki, anus (+), tidak ada kelainan. : Gerakan : Bebas/Bebas Tonus Trofi Tungkai Kanan/Kiri Tonus Trofi : Normal/Normal : Eutrofi/Eutrofi : Normal/Normal : Eutrofi/Eutrofi
Lengan kanan/kiri
Gerakan : Bebas/Bebas
Refleks Fisiologis Refleks patella Refleks biceps Refleks triceps Refleks Patologis :
: : (+) normal / (+) normal : (+) normal / (+) normal : (+) normal / (+) normal
Refleks babinski : (-)/(-) Refleks hoffman : (-)/(-) Refleks oppenheim Refleks chadock : (-)/(-) Meningeal Sign : Kaku kuduk Brudzinski I Brudzinski II Kernig : (-) : (-) : (-) : (-) : (-)/(-)
IV.
Hb AL AE AT Hmt Hitung Jenis Leukosit: Eosinofil Basofil Batang Segmen Limfosit Monosit Natrium Kalium Clorida
N = 2 4% N = 0 1% N = 2 5% N = 51 67% N = 20 35% N = 4 8% 135 148 mmol/l 3,5 5,3 mmol/l 98 107 mol/l
V. DIAGNOSIS KERJA Kejang Demam Sederhana Diare Cair Akut tanpa dehidrasi Status Gizi Baik VI. RENCANA PENGELOLAAN
Suportif: - Infus KaEN 3 B 8 tpm Medikamentosa : Antibiotik : - Cefotaxim (injeksi) = 3 x 400 mg (Dosis 100 mg/kg BB/hari setiap 8 jam) Causatif : - Diazepam rectal 5 mg jika kejang (Dosis 0,5 mg/kg BB/kali) - PO Diazepam 1 mg bila suhu >38,5 C (Dosis 0,1 mg/kgBB/kali) Simptomatik : - Parasetamol syrup 1 cth (jika panas) (Dosis 10 mg/kg BB/kali)
Edukatif
Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis yang baik Memberitahukan cara penanganan dan pencegahan kejang
1.
2. 3. 4. 5.
VII.
Anak datang dengan keluhan demam sejak 1 hari SMRS. KU : tampak sakit sedang,-Infus Kaen 3B Demam tinggi mendadak, demam turun hanya bila diberi Compos mentis. obat penurun panas. Hari ini pasien kejang sebanyak 1 kali.T: 38,0 C Kejang seluruh tubuh, mulut tidak berbusa, tangan kaku. N: 116 x/menit Menurut ibunya kejang berlangsung sekitar 1 menit. Saat RR : 30 x/menit kejang anak tidak mengigau, setelah kejang anak diam lalu Mata: menangis. Pasien juga BAB cair warna kekuningan sebanyak sekret(-/-). 4x sehari, volume kurang lebih setengah gelas tiap BAB, Hidung: nafas (-), batuk (-), pilek(-). Nafas cuping Diet 3xbubur ampas (+) tanpa lendir dan darah. Mual(-), muntah(-),sesak hidung (-), sekret (-). Telinga: Sekret (-/-) Thorax: Ass : Kejang demam sederhana e.c DCA tanpa dehidrasi Status gizi baik S1 S2 reguler. Abd: Turgor kulit baik, nyeri tekan-, peristaltic + meningkat. Akral Hangat, CRT<2s Kaku Kuduk (-/-) simetris, vesikuler +/+, retraksi -/-,
o
cekung(-/-),-PO Sanmol 1 c
10/03/13
Anak sudah tidak demam, kejang (-), BAB cair (+) 2x, lendir KU : Compos mentis (-), darah (-),muntah (-),batuk pilek(-), BAK lancar, makan T: 36,8 C dan minum mau. N: 100 x/m RR : 26x/m Ass : Kejang demam sederhana e.c DCA tanpa dehidrasi Status gizi baik Mata (-/-),sekret(-/-). Hidung: Nafas hidung (-), sekret (-). Telinga: Sekret (-/-) Thorax: S1 S2 reguler. Abd: Turgor kulit baik, nyeri tekan-, peristaltic + meningkat. Akral Hangat, CRT<2s Kaku Kuduk (-/-) Simetris, Vesikuler +/+, retraksi -/-,
o
-Injeksi Cefotax
-PO Sanmol 1 c
Diet 3xbubur
11/03/13
Kejang (-), BAB jemek 1x , lendir (-), darah (-), muntah(-), KU : Compos mentis batuk pilek(-), BAK lancar, makan dan minum mau. T: 36,5 oC N: 112 x/m RR : 26 x/menit Mata:
-Injeksi Cefotax
Ass : Kejang demam sederhana e.c DCA tanpa dehidrasi Status gizi baik
konjungtivaanemis(-/-), cekung (-/-),sekret(-/-). Hidung: Nafas cuping hidung (-), sekret (-). Telinga: Sekret (-/-) Thorax: S1 S2 reguler. Abd: Turgor kulit normal, nyeri tekan-, peristaltic + normal. Akral Hangat, CRT<2s Kaku Kuduk (-/-) Simetris, Vesikuler +/+, retraksi -/-,
Diet 3xbubur
12/3/13
Kejang (-), BAB Normal, Jemek (-) cair (-) lendir(-),darah(-), KU : Compos mentis muntah(-), batuk pilek(-), BAK lancar, makan dan minum T: 36,3 C mau. N: 102 x/menit RR : 26 x/menit Ass : Kejang demam sederhana e.c DCA tanpa dehidrasi Status gizi baik Mata: konjungtivaanemis(-/-), cekung (-/-),sekret(-/-). Hidung: Nafas cuping hidung (-), sekret (-). Telinga: Sekret (-/-) Pulmo: S1 S2 reguler. Abd: Turgor kulit normal, nyeri tekan-, peristaltic + normal. Akral Hangat, CRT<2s Kaku Kuduk (-/-) Simetris, Vesikuler +/+, retraksi -/-,
o
-Injeksi Cefotax
-PO Sanmol 1 c
Diet 3xbubur
B. EPIDEMIOLOGI
Hampir sebanyak 1 dari setiap 25 anak pernah mengalami kejang demam dan lebih dari sepertiga dari anak-anak tersebut mengalaminya lebih dari 1 kali. Kejang demam terjadi pada anak dengan umur berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun, insidensi tertinggi pada umur 18 bulan. Sebanyak 80% merupakan kejang demam sederhana, sedangkan 20% merupakan kejang demam kompleks.
C. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya kejang demam tidak diketahui. Faktor resiko kejang demam yang penting adalah demam. Namun kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Selain itu terdapat faktor resiko lain, seperti riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Kejang demam biasanya berhubungan dengan demam
yang tiba-tiba tinggi dan kebanyakan terjadi pada hari pertama anak mengalami demam. Dalam literatur disebutkan bahwa infeksi oleh virus herpes simpleks manusia 6 (HHSV-6) yang merupakan penyebab dari Roseola sering menjadi penyebab pada 20 % pasien kejang demam serangan pertama. Disentri karena Shigella juga sering menyebakan demam tinggi dan kejang demam pada anak-anak. Dan pada sebuah studi dibicarakan mengenai adanya hubungan antara kejang demam yang berulang dengan infeksi virus influenza A. Demam dapat muncul pada permulaan penyakit infeksi (extra Cranial), yang disebabkan oleh banyak macam agent, antara lain :
1. Infeksi Bakteri
a. Penyakit pada Tractus Respiratorius : -Pharingitis -Tonsilitis -Otitis Media -Laryngitis -Bronchitis -Pneumonia b. Penyakit pada Tractus Gastro Intestinal Tractus : -Dysenteri Baciller, Shigellosis c. Penyakit pada Tractus Urogenitalis : -Pyelitis, Cystitis, Pyelonephritis
1. Infeksi Virus
Terutama yang disertai exanthema : -Varicella -Morbili -Dengue -Exanthema subitum
D. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku yang digunakan berupa glukosa yang akan dipecah menjadi CO2 dan air. Dalam keadaan normal membran neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K +) dan sulit oleh ion Natrium (Na+) kecuali Clorida (Cl-). Akibatnya K+ tinggi dalam sel dan Na+ rendah, sedangkan di luar sel sebaliknya. Perbedaan ini yang membentuk potensial membran sel neuron. Sebuah potensial aksi akan terjadi akibat adanya perubahan potensial membrane sel yang didahului dengan stimulus membran sel neuron. Saat depolarisasi, channel ion Na+ terbuka dan channel ion K+ tertutup. Hal ini menyebabkan influx dari ion Na+, sehingga menyebabkan potensial membran sel lebih positif, sehingga terbentuklah suatu potensial aksi. Dan sebaliknya, untuk membuat keadaan sel neuron
repolarisasi, channel ion K+ harus terbuka dan channel ion Na+ harus tertutup, agar dapat terjadi efluks ion K + sehingga mengembalikan potensial membran lebih negatif atau ke potensial membrane istirahat. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran sel diperlukan energi dan enzim Na-K-ATP ase yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh: -Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. -Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis . -Perubahan patofisiologi membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu akan terjadi perubahan keseimbangan dari membran potensial neuron dan dalam waktu singkat akan terjadi difusi dari K+ dan Na+ melalui membran tadi dengan akibat lepasnya muatan listrik yang sedemikian besarnya dapat meluas ke seluruh sel neurotransmitter pada tubuh dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Pada anak dengan ambang kejang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi pada suhu 40 oC. Bangkitan kejang tergantung pada ambang kejang tersebut yaitu lebih
banyak pada anak dengan ambang kejang rendah. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang rendah. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapneu, dan asidosis laktat. Hipotensi arterial disertai dengan aritmia jantung dan kenaikan suhu tubuh disebabkan meningkatnya aktivitas berakibat meningkatnya metabolisme otak. Berikut bagan patofisiologi demam dan terjadinya kejang demam :
sumber : emedicine
E. KLASIFIKASI
Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2006 membuat klasifikasi kejang demam pada anak menjadi :
Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure) -Kejang demam berlangsung singkat -Durasi kurang dari 15 menit dan frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak lebih dari 4 kali. -Kejang dapat umum, tonik, dan atau klonik -Umumnya akan berhenti sendiri -Tanpa gerakan fokal -Tidak berulang dalam 24 jam -Pemeriksaan neurologis sebelum dan sesudah kejang normal Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
-Kejang lama dengan durasi lebih dari 15 menit. -Kejang bersifat fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial. -Berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam (diantara 2 bangkita kejang anak sadar kembali) dan frekuensi kejang lebih dari 3 kali/tahun.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
Tipe Kejang Kejang diklasifikasikan sebagai parsial atau generalisata berdasarkan apakah kesadaran utuh atau lenyap. Kejang dengan kesadaran utuh disebut sebagai kejang parsial. Kejang parsial dibagi lagi menjadi parsial sederhana (kesadaran utuh) dan parsial kompleks (kesadaran berubah tetapi tidak hilang).
Kejang parsial
Kejang parsial dimulai di suatu daerah di otak, biasanya korteks serebrum. Gejalakejang ini tergantung pada lokasi fokus di otak. Sebagai contoh, apabila focus terletak di korteks motorik, maka gejala utama mungkin adalah kedutan otot; sementara, apabila fokus terletak di korteks sensorik, maka pasien mengalami gejala gejala sensorik termasuk baal, sensasi seperti ada yang merayap, atau seperti tertusuk-tusuk. Kejang sensorik biasanya disertai beberapa gerakan klonik, karena dikorteks sensorik terdapat beberapa reprsentasi motorik. Gejala autonom adalahkepucatan, kemerahan, berkeringat, dan muntah. Gangguan daya ingat, disfagia, dan dj vu adalah contoh gejala psikis pada kejang parsial. Sebagian pasien mungkin mengalami perluasan ke hemisfer kontralateral disertai hilangnya kesadaran.Lepas muatan kejang pada kejang parsial kompleks ( dahulu dikenal sebagai
kejang psikomotot atau lobus temporalis ) sering berasal dari lobus temporalis medial ataufrontalis inferior dan melibatkan gangguan pada fungsi serebrum yang lebih tinggiserta proses-proses pikiran, serta perilaku motorik yang kompleks. Kejang ini dapatdipicu oleh musik, cahaya berkedip-kedip, atau rangsangan lain dan sering disertaioleh aktivitas motorik repetitif involunta yang terkoordinasi yang dikenal sebagai perilaku otomatis ( automatic behavior ). Contoh dari perilaku ini adalah menarik-narik baju, meraba-raba benda, bertepuk tangan, mengecap-ngecap bibir, ataumengunyah berulang-ulang. Pasien mungkin mengalami perasaan khayali berkabut seperti mimpi. Pasien tetap sadar selama serangan tetapi umumnya tidak dapat mengingat apa yang terjadi. kejang parsial kompleks dapat meluas dan menjadi kejang generalisata.
Kejang Generalisata
Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon sertaditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi dikedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang berawal sebagai kejang fokal. Pasientidak sadar dan tidak mengetahui keadaan sekeliling saat mengalami kejang. Kejangini i muncul tanpa aura atau peringatan terlebih dahulu. Terdapat beberapa tipe kejanggeneralisata antara lain kejang absence, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik,kejang atonik, kejang tonik dan kejang klonik. a.Kejang absence ( petit mal ) Ditandai dengan hilangnya kesadaran secara singkat, jarang berlangsung lebihdari beberapa detik. Sebagai contoh, mungkin pasien tiba-tiba menghentikan pembicaraan, menatap kosong, atau berkedipkedip dengan cepat. Pasienmungkin mengalami satu atau dua kali kejang sebulan atau beberapa kali sehari. Kejang absence hampir selalu terjadi pada anak; awitan jarang dijumpai setelah usia 20 tahun. Serangan-serangan ini mungkin menghilang setelah pubertas atau diganti oleh kejang tipe lain, terutama kejang tonik-klonik. b.Kejang tonik-klonik ( grand mal ) Kejang tonik-klonik adalah kejang epilepsi yang klasik. Kejang tonik-klonik diawali oleh hilangnya kesadaran dengan cepat. Pasien mungkin bersuaramenangis, akibat ekspirasi paksa yang disebabkan oleh spasme toraks ata uabdomen. Pasien kehilangan posisi berdirinya, mengalami gerakan tonik kemudian klonik, dan inkontenesia urin atau alvi ( atau keduanya ), disertai disfungsi autonom. Pada fase tonik, otot-otot berkontraksi dan posisi tubuh mungkin berubah. Fase ini berlangsung beberapa detik. Fase klonik memperlihatkan kelompok-kelompok otot yang berlawanan bergantian berkontraksi dan melemas sehingga terjadi gerakan-gerakan menyentak. Jumlah kontraksi secara bertahap berkurang tetapi kekuatannya tidak berubah. Lidah mungkin tergigit; hal ini terjadi pada sekitar separuh pasien ( spasme rahang dan lidah ). Keseluruhan kejang berlangsung 3 sampai 5 menit dan diikuti oleh periode tidak sadar yang mungkin berlangsung beberapa menit sampai selama 30 menit.Setelah sadar pasien mungkin tampak kebingungan, agak stupor, atau bengong. Tahap ini disebut sebagai periode pascaiktus. Umumnya pasien tidak dapat mengingat kejadian kejangnya. Kejang tonikklonik demam, yang sering disebut sebagai kejang demam, paling sering terjadi pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Teori menyarankan bahwa kejang ini disebabkan oleh hipernatremia yang muncul secara cepat yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Kejang ini umumnya berlangsung
singkat, dan mungkin terdapat predisposisi familial. Pada beberapa kasus, kejang dapat berlanjut melewati masa anak dan anak mungkin mengalami kejag non demam pada kehidupan selanjutnya.
Gambar
2.
Kejang mirip
c.Kejang mioklonik Kontraksi terbatas dibeberapa otot atau tungkai,cenderung singkat. d.Kejang atonik Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur tubuh. e.Kejang klonik Gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal atau multipel di lengan,tungkai, atau torso. f.Kejang tonik Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas, fleksi lengan dan ekstensi tungkai, mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi, dapat menyebabkan henti nafas.
F. FAKTOR RESIKO
Demam. Usia dan Jenis Kelamin Faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung. Kerlambatan perkembangan. Masalah pada waktu neonatus. Anak yang dalam perawatan khusus.
G. MANIFESTASI KLINIS
Demam cepat dan tinggi ( 39 C). Kejang menyeluruh, tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Lamanya beberapa detik sampai 10 menit (biasanya 1 3 menit), berhenti sendiri, tanpa memiliki kelainan neurologis. Gigi atau rahang tertutup rapat. Gangguan pernapasan, apnoe. Sianosis. Inkontinensia. Lidah atau gigi tergigit. Setelah mengalami kejang anak biasanya: - Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih. - Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi) - sakit kepala.
H. DIAGNOSIS Anamnesis : Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum / saatkejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab kejang di luar SSP. Riwayat kelahiran, perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsy dalam keluarga. Singkirkan dengan anamnesis penyebab kejang yang lain.
Pemeriksaan Fisik Kesadaran Suhu Tubuh Tanda Peningkatan Tekanan Intracranial : Kesadaran menurun, muntah proyektil, fontanela anterior menonjol. Pemeriksaan Neurologis : Tidak didapatkan kelainan. Tanda Infeksi di luar SSP : otitis media akut, tonsillitis, bronchitis, furunkulosis, dll. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan. Pemeriksaan ini dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang demam atau mengevaluasi sumber infeksi atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan dapat meliputi darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit serum (Kalsium, fosfor, magnesium), ureum, kreatinin, urinalisis, biakan darah, urin,atau feses.
Pemeriksaan Radiologi :
X-ray kepala, CT scan kepala atau MRI tidak rutin dan hanya dikerjakan atas indikasi.
Adanya riwayat atau tanda klinis trauma kepala Kemungkinan adanya lesi structural di otak (mikrosefal, spastisitas) Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, fontanel anterior menonjol, paresis saraf otak, atau edema papil) Kelainan neurologik fokal yang menetap
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Bayi < 12 bulan : diharuskan.2. Bayi antara 12 18 bulan : dianjurkan.3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.
mempunyai gambaran EEG yang normal. Tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya kejang demam kompleks pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal. Pemeriksaan ini biasanya dipertimbangkan pada keadaan kejang demam kompleks, kejang fokal, dan kesadaran menurun.
I. TREATMENT
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk : Mencegah kejang demam berulang Mencegah status epilepsi Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.
demam akut pada anak. Kecepatan absorbsi midazolam ke aliran darah vena dan efeknya pada sistem syaraf pusat cukup baik; Namun efek terapinya masih kurang bila dibandingkan dengan diazepam intravena.
Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena faktor lain, seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan serebrospinal diindikasikan pada anak pasien kejang demam berusia kurang dari 2 tahun, karena gejala rangsang selaput otak lebih sulit ditemukan pada kelompok umur tersebut. Pada saat melakukan pungsi lumbal harus diperhatikan pula kontra indikasinya.1-3 Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan pada anak dengan kejang yang tidak diprovokasi oleh demam dan pertama kali terjadi, terutama jika kejang atau pemeriksaan post iktal menunjukkan abnormalitas fokal.
Profilaksis Intermittent pada Waktu Demam Pengobatan profilaksis intermittent dengan anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien demam (suhu rektal lebih dari 38,5C). Pilihan obat harus dapat cepat masuk dan bekerja ke otak. Antipiretik saja dan fenobarbital tidak mencegah timbulnya kejang berulang. Rosman dkk meneliti bahwa diazepam oral efektif untuk mencegah kejang demam berulang dan bila diberikan intermittent hasilnya lebih baik karena penyerapannya lebih cepat. Diazepam diberikan melalui oral atau rektal. Dosis per rectal tiap 8 jam adalah 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg. Dosis oral diberikan 0,5 mg/kg BB perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien menunjukkan suhu 38,5 oC atau lebih. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotoni. Martinez dkk, dikutip dari Soetomenggolo dkk menggunakan klonazepam sebagai obat anti konvulsan intermittent (0,03 mg/kg BB per dosis tiap 8 jam) selama suhu diatas 38oC dan dilanjutkan jika masih demam. Ternyata kejang demam berulang terjadi hanya pada 2,5% dari 100 anak yang diteliti. Efek samping klonazepam yaitu mengantuk, mudah tersinggung, gangguan tingkah laku, depresi, dan salivasi berlebihan. Tachibana dkk, dikutip dari Soetomenggolo dkk meneliti khasiat kloralhidrat suppositoria untuk mencegah kejang demam berulang. Dosis yang diberikan adalah 250 mg untuk berat badan kurang dari 15 kg, dan 500 mg untuk berat badan lebih dari 15 kg, diberikan bila suhu diatas 38oC. Hasil yang didapat adalah terjadinya kejang demam berulang pada 6,9% pasien yang menggunakan supositoria kloralhidrat dibanding dengan 32% pasien yang tidak menggunakannya. Kloralhidrat dikontraindikasikan pada pasien dengan kerusakan ginjal, hepar, penyakitjantung, dan gastritis.
Profilaksis Terus Menerus dengan Antikonvulsan Tiap Hari Indikasi pemberian profilaksis terus menerus pada saat ini adalah:
Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan perkembangan neurologis. Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua atau saudara kandung. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap. Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 2 tahun setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 2 bulan. Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian hari. Pemberian fenobarbital 4 5 mg/kg BB perhari dibagi 2 dosis dengan kadar sebesar 16 mg/mL dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Efek samping fenobarbital ialah iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada 3050 % kasus. Efek samping fenobarbital dapat dikurangi dengan menurunkan dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat yang memiliki khasiat sama dibandingkan dengan fenobarbital. Ngwane meneliti kejadian kejang berulang sebesar 5,5 % pada kelompok yang diobati dengan asam valproat dan 33 % pada kelompok tanpa pengobatan dengan asam valproat. Dosis asam valproat adalah 15 40 mg/kg BB perhari dibagi 2 dosis. Efek samping yang ditemukan adalah hepatotoksik, tremor dan alopesia. Fenitoin dan karbamazepin memiliki efek profilaksis terus menerus, dosis antara 4 8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis. Millichap merekomendasikan beberapa hal dalam upaya mencegah dan menghadapi kejang demam :
Orang tua atau pengasuh anak harus diberi cukup informasi mengenai penanganan demam dan kejang. Profilaksis intermittent dilakukan dengan memberikan diazepam dosis 0,5 mg/kg BB perhari, per oral pada saat anak menderita demam. Sebagai alternatif dapat diberikan profilaksis terus menerus dengan fenobarbital. Memberikan diazepam per rektal bila terjadi kejang. Pemberian fenobarbital profilaksis dilakukan atas indikasi, pemberian sebaiknya dibatasi sampai 6 12 bulan kejang tidak berulang lagi dan kadar fenoborbital dalam darah dipantau tiap 6 minggu 3 bulan, juga dipantau keadaan tingkah laku dan psikologis anak.
J. KOMPLIKASI
Perkembangan mental dan neurologis akan terganggu pada sebagian kecil penderita, hal ini terjadi pada penderita dengan kejang yang lama dan berulang, baik umum atau fokal. Gangguan intelektual (penurunan IQ) dan gangguan belajar jarang terjadi, apabila terjadi dikarenakan kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi. Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam. 95-98 % dari anak-anak yang pernah mengalami kejang demam, tidak berlanjut menjadi epilepsi. Tetapi beberapa anak memiliki
resiko tinggi menderita epilepsi, jika: - Kejang demam berlangsung lama. - Kejang hanya mengenai bagian tubuh tertentu. - Kejang demam yang berulang dalam waktu 24 jam. - Anak menderita cerebral palsy, gangguan pertumbuhan atau kelainan saraf lainnya.
K. PROGNOSIS
Dengan penanggulangan cepat dan tepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan kematian. Kemungkinan bangkitan kejang: sekitar 25-50% yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada anak perempuan 50 %, laki laki 33 %. Pada anak beumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya kejang, kemungkinan bangkitan 50 % sedang tanpa riwayat keluarga kejang 25 %.
EPIDEMIOLOGI
Diare merupakan salah satu penyakit paling sering menyerang anak di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang berkisar 3,5-7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2-5 episode per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan. Faktor resiko terjadinya diare antara lain: Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan Menggunakan air minum yang tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum memasak makanan.
KLASIFIKASI
Diare secara garis besar dibagi atas radang dan non radang. Diare radang dibagi lagi atas infeksi dan non infeksi.
ETIOLOGI
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu: Faktor infeksi 1) Infeksi enteral Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya. Infeksi Virus : Enterovirus, Rotavirus, Adenovirus, Astrovirus dan lain-lain. Infeksi parasit : cacing (ascaris, triciuris,dll.) protozoa, dan jamur. 2) Infeksi parenteral yaitu ineksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti OMA, tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Faktor malabsorbsi (malabsorbsi karbohidrat, malabsorbsi lemak, malabsorbsi protein) Faktor makanan: makanan basi, beracun dan alergi terhadap makanan. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas
PATOGENESIS
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah Gangguan osmotik: terjadi akibat adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus sehingga timbul diare. Gangguan sekresi: terjadi akibat ransangan tertentu pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare. Gangguan motilitas usus: terjadi karena hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare.
PATOFISIOLOGI
Ada beberapa mekanisme patofisiologis yang terjadi, sesuai dengan penyebab diare. Virus dapat secara langsung merusak vili usus halus sehingga mengurangi luas permukaan usus halus dan mempengaruhi mekanisme enzimatik yang mengakibatkan terhambatnya perkembangan normal vili enterocytes dari usus kecil dan perubahan dalam struktur dan fungsi epitel. Perubahan ini menyebabkan malabsorbsi dan motilitas abnormal dari usus selama infeksi rotavirus. Bakteri mengakibatkan diare melalui beberapa mekanisme yang berbeda. Bakteri non invasive (vibrio cholera, E.coli patogen) masuk dan dapat melekat pada usus, berkembang baik disitu, dan kemudian akan mengeluarkan enzim mucinase (mencairkan lapisan lendir), kemudian bakteri akan masuk ke membran, dan mengeluarkan sub unit A dan B, lalu mengeluarkan cAMP yang akan merangsang sekresi cairan usus dan menghambat absorpsi tanpa menimbulkan kerusakan sel epitel. Tekanan usus akan meningkat, dinding usus teregang, kemudian terjadilah diare Bakteri invasive (salmonella spp, shigella sp, E.coli invasive, campylobacter) mengakibatkan ulserasi mukosa dan pembentukan abses yang diikuti oleh respon inflamasi. Toksin bakteri dapat mempengaruhi proses selular baik di dalam usus maupun di dalam usus. Enterotoksin Escherichia coli yang tahan panas akan mengaktifkan adenilat siklase, sedangkan toksin yang tidak tahan panas
mengaktifkan guanilat siklase. E.coli enterohemoragik dan Shigella menghasilkan verotoksin yang menyebabkan kelainan sistemik seperti kejang dan sindrom hemolitik uremik.
GEJALA KLINIS
Mula-mula bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama makin menjadi asam akibat banyaknya asam laktat, yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun, pada bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir terlihat kering.
DEHIDRASI
Pembagian dehidrasi menurut Modul Pelatihan Diare. UKK Gastro-Hepatologi IDAI. 2009 Kategori Dehidrasi Berat REHIDRASI PLAN C Tanda dan gejala Dua atau lebih tanda berikut: Letargi atau penurunan kesadaran Mata cowong Tidak bisa minum atau malas minum Cubitan perut kembali dengan sangat lambat ( 2 detik) Dehidrasi Tak Berat (Ringan-Sedang) Dua atau lebih tanda berikut: Gelisah Mata Cowong REHIDRASI PLAN B Tanpa Dehidrasi Kehausan atau sangat haus Cubitan kulit perut kembali dengan lambat Tidak ada tanda gejala yang cukup untuk mengelompokkan dalam dehidrasi berat atau tidak berat REHIDRASI PLAN A
Ada tiga macam dehidrasi : Dehidrasi isotonik Ini adalah dehidrasi yang sering terjadi karena diare. Hal ini terjadi bila kehilangan air dan natrium dalam proporsi yang sama dengan keadaan normal dan ditemui dalam cairan ekstraseluler. Dehidrasi Hipertonik Beberapa anak yang diare, terutama bayi sering menderita dehidrasi hipernatremik. Pada keadaan ini didapatkan kekurangan cairan dan kelebihan natrium. Bila dibandingkan dengan proporsi yang biasa ditemukan dalam cairan ekstraseluler dan darah. Ini biasanya akibat dari pemasukan cairan hipertonik pada saat diare yang tidak di absopsi
secara efisien dan pemasukan air yang tidak cukup. 3. Dehidrasi Hipotonik Anak dengan diare yang minum air dalam jumlah besar atau yang mendapat infus 5 % glukosa dalam air, mungkin bisa menderita hiponatremik. Hal ini terjadi karena air diabsopsi dari usus sementara kehilangan garam (NaCl) tetap berlangsung dan menyebabkan kekurangan natrium dan kelebihan air.
PENATALAKSANAAN
Terdapat lima lintas tatalaksana, yaitu : a. Rehidrasi a.i Rehidrasi Plan A Tidak perlu dirujuk Prinsip rehidrasi Plan A: 1.Berikan cairan tambahan 2.Teruskan pemberikan makan 3.Berikan suplemen seng (Zn) 4.Sarankan kepada ibu kapan harus kembali : -BAB menjadi lebih sering -Muntah berulang -Rasa haus meningkat -Tidak dapat makan serta minum seperti biasanya
a.ii Rehidrasi Plan B Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena sebanyak : 75 ml/kg bb/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat minum sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-2 jam pada anak . Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan sebanyak 10ml/kgbb setiap diare atau muntah. Secara ringkas kelompok Ahli gastroenterologi dunia memberikan 9 pilar yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan diare akut dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu : 1. Menggunakan CRO ( Cairan rehidrasi oral ) 2. Cairan hipotonik 3. Rehidrasi oral cepat 3 4 jam 4. Realiminasi cepat dengan makanan normal 5. Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus 6. Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan 7. ASI diteruskan 8. Suplemen dnegan CRO ( CRO rumatan ) 9. Anti diare tidak diperlukan a.iii Rehidrasi Plan C
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh ( somnolen-koma, pernafasan Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi ) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral. Penggantian cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut: Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam
Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2-1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2-2 jam Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita akan kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya menyangkut waktu yang pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya . Segala kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan protein akan segera dapat dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman sebagai biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan terapi cairan parenteral makan dan minum tetap dapat dilanjutkan.
b. Dukungan nutrisi Makanan tetap diteruskan sesuai usia anak dengan menu yang sama pada aktu anak sehat sebagai pengganti nutrisi yang hilang, serta mencegah tidak terjadi gizi buruk. ASI tetap diberikan pada diare cair akut (maupun pada diare akut berdarah) dan diberikan dengan frekuensi lebih sering dari biasanya. c. Suplementasi Zinc Efek zinc antara lain sebagai berikut : Zinc merupakan kofaktor enzim superoxide dismutase (SOD). SOD akan merubah anion superoksida (merupakan radikal bebas hasil sampingan dari proses sintesis ATP yang sangat kuat dan dapat merusak semua struktur dalam sel) menjadi H2O2, yang selanjutnya diubah menjadi H2O dan O2 oleh enzim katalase. berperan dalam menjaga integritas epitel usus. Zinc berperan sebagai anti-oksidan, berkompetisi dengan tembaga (Cu) dan besi (Fe) yang dapat menimbulkan radikal bebas. Zinc menghambat sintesis Nitric Oxide (NO). Dengan pemberian zinc, diharapkan NO tidak disintesis secara berlebihan sehingga tidak terjadi kerusaan jaringan dan tidak terjadi hipersekresi. Zinc berperan dalam penguatan sistem imun. Zinc berperan dalam menjaga keutuhan epitel usus, berperan sebagai kofaktor berbagai faktor transkripsi sehingga transkripsi dalam sel usus dapat terjaga. Antibiotik selektif Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut, kecuali dengan indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera. Jadi SOD sangat
BAB III PEMBAHASAN Pada pasien ini didiagnosis kejang demam sederhana karena: 1. Durasi kejang <15 menit 2. Tidak berulang dalam 24 jam 3. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak lebih dari 4x 4. Pemeriksaan neurologis sesudah kejang normal Hal ini sesuai dengan kriteria kejang demam sederhana menurut IDAI tahun 2006. Pasien ini juga didiagnosis diare cair akut tanpa dehidrasi karena: 1. Frekuensi BAB >3x dalam sehari, dengan konsistensi cair Ini sesuai dengan definisi diare menurut DEPKES tahun 2005, yakni danya perubahan dalam bentuk dan konsistensi tinja dari lembek sampai cair, disertai dengan BAB lebih dari 3 kali dalam sehari. 2. Tidak cukup terdapat tanda-tanda dehidrasi ringan-sedang dan berat, pada pasien ini mata tidak cowong, turgor kulit masih baik, tidak tampak gelisah, masih mau minum, tidak terlihat lahap saat minum, dan tidak malas minum. 3. Diare tanpa lendir dan darah, menunjukkan diare cair akut, bukan disentri form, anak juga tidak tampak kesakitan saat BAB, karena pada diare disentri form terdapat nyeri perut saat BAB. 4. Diare cair akut disertai demam dan peningkatan angka leukosit pada pemeriksaan darah lengkap, menunjukkan adanya infeksi bakteri. Dari hasil anamnesis juga didapatkan bahwa ibu pasien tidak cebok menggunakan sabun setelah BAB, lingkungan rumah didekat sungai, mencuci pakaian dan BAB di sungai, anak kadang juga mandi di sungai. Hal ini memungkinkan penyebab diare dikarenakan faktor infeksi terutama bakteri.
Terapi yang diberikan yaitu : 1. Injeksi cefotaxim 3x400 mg Cefotaxim merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi III yang bersifat bakterisidal dengan spektrum luas. Pemberian terapi antibiotik merupakan terapi yang tepat karena dilihat dari angka leukosit yang meningkat menunjukkan adanya infeksi bakteri. 2. Diazepam 1 mg per oral bila suhu >38,5 C Pemberian diazepam 1 mg per oral merupakan terapi intermittent untuk kejang demam sederhana, pemberian diazepam sebagai terapi intermittent sesuai dengan febrile seizure guideline treatment dari medscape, merekomendasikan untuk pemberian intermittent diazepam saat suhu diatas 38,5 C. Berdasarkan penelitian dari AAP, pemberian diazepam secara intermittent dapat menurunkan kekambuhan kejang demam sederhana berulang sebanyak 11%. 3. Zink 1x20 mg peroral Zink merupakan 4. Paracetamol sirup 1 cth Paracetamol merupakan antipiretik
BAB IV KESIMPULAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada 2 4 % anak antara umur 6 bulan 5 tahun (menurut consensus statement on febrile seizures). Kejang demam timbul karena demam yang mendadak tinggi pada anak. Selain faktor genetik, kejang demam juga berhubungan dengan beberapa penyakit antara lain infeksi saluruan napas atas, otitis media, radang paru-paru, radang usus dan lambung, infeksi saluran kencing, keracunan, meningitis dan ensefalitis, roseola (oleh virus herpes manusia 6), dan disentri karena shigella. Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2006 membuat klasifikasi kejang demam pada anak menjadi : Kejang Demam Sederhana dan Kejang Demam Kompleks. Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk : Mencegah kejang demam berulang, mencegah status epilepsy, mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi, dan normalisasi kehidupan anak dan keluarga. Pengobatan kejang demam terdiri dari : a. Pengobatan Fase Akut dengan diazepam per rectal 5 mg, b. Mencari dan mengobati penyebab infeksi fokal, c. Pengobatan profilaksis terhadap kejang demam berulang Penyebab demam pada kasus ini adalah infeksi pada saluran pencernaan yaitu
diare cair akut. Diare adalah diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari. Hal yang penting diperhatikan dari diare adalah adanya tanda tanda dehidrasi, dibagi menjadi tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan-sedang, dehidrasi berat. Terdapat lima tatalaksana dalam penanganan diare, yaitu : rehidrasi, dukungan nutrisi, suplementasi zinc, antibiotic selektif, dan edukasi orang tua.
DAFTAR PUSTAKA Deliana, Melda. 2002. Tatalaksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002: 59 62 Departemen kesehatan RI Profil Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta 2002. Dwipoerwantoro PG.Pengembangan rehidrasi perenteral pada tatalaksana diare akut dalam kumpulan makalah Kongres Nasional II BKGAI Juli 2003. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol.3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII; 2059-2060. Hendarto S.K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No.27. 2004: 6-8 Ismael, Sofyan Prof.Dr.SpA(K)., dkk. 2005. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Konsensus Penanganan Kejang Demam. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Juffire M, Mulyani NS. 2009. Modul Pelatihan Diare. UKK Gastro-Hepatologi IDAI. M.Bambang Edi, dr, Sp(A). 2012. Study Guide, Panduan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. 2009. World Health Organization, Country Office for Indonesia, Jakarta. Pusponegoro, D. H., dkk, 2004, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Edisi 1. IDAI, Jakarta. Shann F. 2006. Drug Doses 13 edition.