You are on page 1of 26

Skenario

A newborn baby was referred to Moh Hoesin Hospital by a midwife-who helped his mother, Mrs.anas delivery-with chief complain dispnue. Mothers history was taken from the midwife that her pregnancy was full term. The baby was born 4 hours ago with Apgar score 5 for 1st minute and 9 for 5th minutes and body weight 3,5 kg. The mother had premature ruptured of membrane 3 days ago and had bad smell liquor. From the physical examination the baby was hypoactive and tachypnoe, without sucking reflex, and there was chest indrawing

Klarifikasi istilah
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Dispneu : sukar bernafas Tachypneu : frekuensi nafas >60x/m pada neonatus Premature ruptured of membrane : ketuban pecah sebelum masuk fase aktif kala 1 Bad smell liquor : cairan ketuban yang berbau busuk Hypoactive : gerakan neonatus kurang aktif Sucking reflex : reflex menghisap fisiologis pada neonatus Chest indrawing : gambaran permukaan thoraks yang terlihat pada dinding dada secara jelas / retraksi 8. Full term : cukup bulan (>37 minggu)

Identifikasi masalah
1. 2. 3. 4. Bayi Mrs. Ana cukup bulan 3,5kg mengalami dyspneu Bayi Mrs. Ana dilahirkan 4 jam lalu dengan apgar score menit 1 : 5, menit 5 : 9 Terjadi ketuban pecah sebelum waktunya 3 hari lalu dan air ketubannya berbau busuk Pemeriksaan fisik neonatus : hypoactive, tachypneu, sucking reflex (-), chest indrawing (+)

Analisis masalah
1. Apa etiologi dan factor risiko dyspneu pada neonatus? . Etiologi dyspneu: a. kelainan dari traktus respiratorius: 1. obstruksi jalan nafas: nasal stenosis, pieree robins sequence, vocal cord paralisis, choanala atresia, dll. 2. Kelainan dinding dada dan diafragma: kelainan dinding dada, congenital diaphragmatic hernia

3. Malformation of mediastinum dan lung paremcym : congenital cystic adenomatid malformation, congenital lobar emphysema, pulmonary arteriovenous malformation,dll 4. Air leak syndrome: pneumoperitoneum, pneumaocardiac, pneumotorax,dll 5. Pulmonal paremcymal : TTN, Meconium Aspirastion syndrome, HMD, Pneumonia, congenital alveolar proteonisis, pulmonary edema. 6. Vascular disease: Persistant pulmonary hypertension b. Kelainan diluar traktus respiratorius 1. Penyakit jantung : PDA, TGA, Tricuspid Atresia,pulmonal stenosis, dll 2. Penyakit neurologi: birth trauma, meningitis, intraventricula hemorage. 3. Penyakit lain : sepsis, anemia, hypothermia, hyperthermia,dll 2. Bagaimana interpretasi dari apgar score ?

APGAR score merupakan penilaian kemampuan neonatus beradaptasi pada lingkungan ekstrauterin. Penilaian dilakukan pada menit ke-1 dan ke-5. 0 3 : Asfiksia berat 4 7 : Asfiksia sedang 7 10 : Normal

TANDA Appearance / color Pulse Grimace Refleks Activity /

0 Biru,pucat Tidak teraba Tidak ada Lemas/lumpuh

1 Badan pucat,tungkai biru < 100 Lambat Gerakan sedikit/fleksi tungkai Lambat, teratur

2 Semuanya merah muda > 100 Menangis kuat Aktif/fleksi tungkai baik/reaksi melawan tidak Baik, menangis kuat

Respiratory

Tidak ada

Interpretasi

APGAR Score menit ke 1 = 5 Asfiksia sedang APGAR Score menit ke 5 = 9 normal/baik

3. Apa etiologi dan mekanisme dari KPSW ? enggar, shinta Etiologi KPD : a. cerviks inkompeten (kanalis sevikalis yang selalu terbuka karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, kuretase)) b. Ketegangan rahim berlebihan (tekanan intra uterine meningkat secara berlebihan/overdistensi uterus) : trauma, kehamilan ganda, hidramion. c. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah d. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi). e. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah (Amnionitis/ Korioamnionitis). f. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)

Mekanisme : a. Secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. b. Perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh. Ketidakseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks akan menyebabkan perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen sehinggaaktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. c. PPROM terjadi karena meningkatnya apoptosis dari komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu. Peningkatan enzim protease (MMP) untuk degradasi kolagen amnion dan penurunan inhibitor degradasi (TIMP-1) mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membran janin yang bermanifestasi sebagai PPROM. d. Pada sebagian besar kasus, berhubungan dengan infeksi (sampai 65%). Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system aktifitas dan inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin . Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/ amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

4. Apa etiologi air ketuban yang berbau busuk ? Cairan ketuban bau Cairan amnion normal: a. pada usia kehamilan cukup bulan, volume 1000-1500 cc. b. keadaan jernih agak keruh c. steril d. bau khas, agak manis dan amis e. terdiri dari 98-99% air, 1-2% garam-garam anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, vernix caseosa, dan sel-sel epitel. f. sirkulasi sekitar 500 cc/ja

Etiologi cairan amnion bau: a. Infeksi dan kuman yang sering ditemukan adalah Streptococcus, Staphylococcus (gram positif), E.coli (gram negatif), Bacteroides, Peptococcus (anaerob). b. ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar. c. infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion. d. mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal). e. tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya sebagai predisposisi infeksi. 5. Bagaimana hubungan KPSW dengan air ketuban yang berbau busuk ? Air ketuban yang berbau busuk merupakan akibat kemungkinan adanya amnionitis dimana amnionitis tersebut bisa menyebabkan korion menjadi rapuh. Korion yang rapuh merupakan salah satu factor penyebab terjadinya KPSW. 6. Bagaimana hubungan KPSW dan air ketuban berbau busuk dengan keluhan utama (dyspneu) ? Amnionitiskorion menjadi rapuhKPSWrentan ascending infectionmemperparah infeksi selain karena resiko dari amnionitisterjadi respon inflamasi dari saluran napasdipsnea 7. Apa dampak ketuban pecah 3 hari sebelum partus ? ( thdp anak saat pre,ante,post natal) Terhadap janin :

Hipoksia dan asfiksia Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.

Infeksi Prolaps tali pusat (jarang) Intrapartum :

Infeksi intrapartum (korioamnionitis) asendens dari vagina ke intrauterine. Infeksi intrapartum adalah infeksi yang terjadi dalam masa persalinan atau in partu. Pada ketuban pecah 6 jam, risiko meningkat 1 kali. Ketuban pecah 24 jam, resiko infeksi meningkat sampai 2 kali lipat. Post natal :

penyakit RDS/membrane hialin, hipoplasia paru dengan akibatnya, tidak tahan terhadap hipotermia, sering terjadi hipoglikemia, gangguan fungsi alat vital.

8. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik dan mekanisme abnormalnya ? No 1 Hasil temuan Hipoaktif Interpretasi Abnormal Mekanisme disebabkan oleh supplai O2 ke jaringan otot kurang. Dapat juga tanda terjadinya sepsis. PROMinfeksi ascenden chrorioamnionitis cairan amnion yg tidak steril terinhalasi Pneumonia peradangan di alveolus fungsi ventilasi O2 perfusi jaringan hipoaktif.

2 3.

Tachypneu Refleks menghisap (-)

Abnormal Abnormal

Kompensasi tubuh untuk memenuhi kekurangan O2 dalam tubuh, akibat fungsi ventilasi yang Pneumonia peradangan di alveolus fungsi ventilasi O2 perfusi ke system saraf pusat (saraf cranial 5,7,12) Refleks menghisap (-)

Chest indrawing

Abnormal

. Kompensasi tubuh sebagai upaya inspirasi yang lebih kuat untuk memenuhi kebutuhan O2

9. Mengapa pada usia kehidupan neonatus 4 jam masih di temukan ke abnormalan pada pemeriksaan fisik padahal apgar score pada menit ke 5 baik (9) ? Saat menit ke 5, skor APGAR sudah mencapai 9, berarti resusitasi adekuat dan fungsi pernapasan membaik. Namun pada 4 jam kehdupan neonatus, keadaannya memburuk, timbul dispnea. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penyakit lain yaitu perjalanan infeksi pneumonia yang masih berlanjut serta diperberat dengan sepsis karena belum ada diagnosis dan tindakan dari dokter yang menangani kasus ini. Oleh karena itu keadaannya masih buruk. 10. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan ? 1) Chest x-ray dilakukan untuk memastikan diagnosis bronkopneumonia pada bayi sekaligus mengetahui derajat keparahan penyakit tersebut sehingga dapat membantu dalam penilaian prognosis. a. Gambaran radiologi khas pada bronkopneumonia adalah honey comb appearance.

2) Kultur darah dilakukan untuk memastikan jenis agen penginfeksi penyebab korioamnionitis, bronkopneumonia, dan sepsis. Spesimen diambil dari darah bayi dan darah ibu. Setelah memastikan jenis agen penginfeksi, dokter dapat memberikan antibiotik yang sesuai dalam menatalaksana pasien ini. 3) Pungsi lumbal dilakukan untuk mengetahui luasnya penyebaran infeksi di tubuh bayi. Dengan melakukan pungsi lumbal, dapat diketahui apakah infeksi telah menyebar hingga ke otak. Tes ini juga dapat membantu dalam membuat prognosis. 4) Complete Blood Count dilakukan untuk memastikan tanda-tanda infeksi. Beberapa komponen darah yang perlu diperhatikan adalah Hb, WBC, hitung jenis. 5) CRP digunakan untuk menilai perkembangan infeksi dan fungsi hati. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay). CRP (C-Reactive Protein/ protein fase akut) merupakan protein yang disintesis di hati yang berperan dalam keadaan

inflamasi. Pada dasarnya, CRP akan berikatan dengan phosphocholine yang merupakan produk bakteri maupun sel-sel yang telah rusak. CRP akan mengikat sel yang mengekspresikan phosphocholine (opsonin) untuk kemudian menarik (chemotacting factor) sel-sel radang lainnya ke tempat terjadinya inflamasi. a. Konsentrasi normal dalam serum manusia normal adalah kurang dari 10 mg/L dengan sedikit peningkatan pada proses penuaan. Kadar yang lebih tinggi dapat ditemukan pada keadaan hamil, inflamasi ringan, infeksi virus (1040 mg/L), infeksi bakteri (40200 mg/L), infeksi bakteri parah dan luka bakar (>200 mg/L). 6) Gula darah dilakukan untuk memastikan bahwa lemahnya bayi dalam kasus ini tidak disebabkan oleh hipoglikemia. Selain itu, pemeriksaan gula darah juga dapat membantu penatalaksanaan agar memberikan infus yang tepat untuk bayi.

11. Apa saja diagnosis banding pada kasus ini ? Sign symptom Dispnea Hypoactive Tachypnue Sucking reflex Chest indrawing Ketuban berbau busuk Usia kehamilan FR Ketuban pecah lama : + + Aterm/preterm Aterm/preterm Aterm/preterm Aterm + + + + + + + +/+ and Pneumonia Sepsis neonatorum + + + + + +/+ + + +/+ + TTN HMD

12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

Apa working diagnosis dan bagaimana cara mendiagnosisnya ? Apa etiologi dan factor risiko pada kasus ini ? Apa epidemiologi pada kasus ini ? Apa pathogenesis dan patofisiologi pada kasus ini ? Apa manifestasi klinis pada kasus ini ? Bagaimana tatalaksana pada kasus ini ? Apa prognosis pada kasus ini ? Apa komplikasi pada kasus ini ? Apa kompetensi dokter umum nya ?

Hipotesis

: bayi Mrs ana, 3,5kg cukup bulan, mengalami respiratory distress pneumonia dengan suspect sepsis neonatorum et causa PROM.

Kerangka Konsep
Ibu amnionitis

Korion rapuh

Asfiksia neonatum

KPSW memperparah Resiko ascending infection > infeksi intrauterin

APGAR mnt ke 5 = 9

Resusitasi berhasil

Amnion bisa teraspirasi oleh bayi

Pneumonia

Gejala sistem pernapasan takipnea retraksi

FIRS

Gejala SSP

hipoaktif

reflek menghisap(-)

SEPSIS

Sintesis
A. Fisiologi Pernapasan Pada BBL (Bayi Baru Lahir) Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta. Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah disekitar alveoli. Arteri dan vena umbilikasis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang. Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan

tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri, dimana akan dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh. Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan.

B. Kehamilan Fullterm dan Keadaan Klinis Bayi Cukup bulan kulit kemerahan, tonus otot baik, posisi ekstremitas fleksi, gerakan esktremitas aktif dan simetris, wajah normal, menangis, BW 2500-4000 gr, BL 45-54, HC 33-37, lingkar dada 2 cm lebih kecil dari HC, diameter ubun-ubun 2,1 cm 1,5 cm, sutura tidak dapat dimasuki ujung jari, temp 36,5-37oC, RR 40-60x/menit, HR 120-160x/menit, bunyi napas bronkovesikuler, tebal jaringan lemak subkutan 0,25-0,5 cm, lanugo hilang, hepar teraba 2-3 cm di bawah arkus kosta kanan, limpa teraba 1 cm di bawah arkus kosta kiri, ginjal teraba setinggi umbilikus di antara garis tengah dan tepi abdomen, adanya refleks primitif seperti refleks rooting dan refleks isap serta refleks moro, tonic neck, withdrawal, plantar grasp, dan palmar grasp, yang paling penting jumlah sakus terminalis terus meningkat, sel epitel alveoli tipe I menjadi lebih tipis sehingga pembuluh kapiler di sekitarnya menonjol menjorok ke dalam rongga alveolus, hubungan yang erat antara sel epitel dan endotel ini membentuk sawar darah-udara, sel epitel alveoli tipe II juga mulai menghasilkan surfaktan yaitu suatu cairan kaya fosfolipid dan mampu menurunkan tegangan permukaan antar udara-alveolus, gerakan pernapasan dimulai sebelum lahir untuk merangsang perkembangan paru dan melatih otot-otot pernapasan, kemudian sebelum lahir, paru berisi cairan yang mengandung kadar Cl- yang tinggi, Na+, air, sedikit protein, sedikit mukus dari kelenjar bronkus, dan surfaktan dari sel epitel alveoli, ketika pernapasan dimulai pada saat alhir, sebagian besar cairan paru cepat diserap kembali oleh kapiler dan kelenjar getah being, sedangkan sejumlah kecil mungkin dikeluarkan melalui trakea dan bronkus selama proses kelahiran C. Ketuban Pecah Dini Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum persalinan mulai pada tahap kehamilan manapun. Pada ketuban pecah dini, ketuban pecah dan satu jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda awal persalinan. Sebagian besar terjadi mendekati kelahiran, tetapi jika ketuban pecah sebelum masa gestasi 37 minggu disebut preterm PROM (PPROM). KPD memanjang (Prolonged rupture of membrane) merupakan KPD lebih dari 24 jam yang berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi intra-amnion. Ada juga yang menyatakan KPD dalam ukuran pembukaan serviks pada kala I, misalnya ketuban yang pecah sebelum pembukaan serviks 3 cm pada primigravid dan 5 cm pada multigravid.

Insiden KPD berkisar 3% -18.5% dari semua kehamilan. Pada kehamilan aterm, 8% pasien mengalami ruptur membran sebelum masa persalinan dan akan diikuti dengan persalinan dalam waktu 24 jam selepas ruptur membran dalam 90% kasus. PPROM terjadi pada 1% kehamilan. KPD

lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau PPROM terjadi sekitar 34% semua kelahiran prematur. Bila PPROM yang terjadi pada minggu ke 28 hingga minggu ke-34, 50% pasien akan melahirkan dalam waktu 24 jam dan 80-90% pasien akan melahirkan dalam tempo waktu satu minggu. Jika pada minggu kurang dari 26 sering diikuti dengan persalinan dalam tempo waktu satu minggu.

Secara sistematis, faktor resiko ketuban pecah dini dibagi menjadi, antara lain : a. Faktor Umum : Infeksi STD Faktor Sosial : perokok, peminum, keadaan social ekonomi rendah.

b. Faktor Keturunan : Kelainan genetic Factor rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum

c. Faktor obstetric : Overdistensi Uterus i. Kehamilan kembar ii. Hidramnion Serviks inkompeten Serviks konisasi/menjadi pendek Terdapat sefalopelfik disproporsi i. Kepala janin belum masuk PAP ii. Kelainan letak janin, sehingga ketuban bagian terendah langsung menerima tekanan intrauteri yang dominan. iii. Pendular abdomen iv. Grandemultipara. d. Tidak diketahui sebabnya.

Faktor risiko ketuban pecah dini, yaitu : a. kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%) b. riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 4x c. tindakan senggama : tidak berpengaruh kepada risiko, kecuali jika higiene buruk, predisposisi terhadap infeksi d. perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x), trimester kedua/ketiga (20x)

e. bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%) f. pH vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%) g. cervix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs. 7%) h. flora vagina abnormal : risiko 2-3x i. fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%) j. kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm.

Etiologi KPD adalah berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh infeksi dari vagina dan serviks. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut : g. cerviks inkompeten (kanalis sevikalis yang selalu terbuka karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, kuretase)) h. Ketegangan rahim berlebihan (tekanan intra uterine meningkat secara berlebihan/overdistensi uterus) : trauma, kehamilan ganda, hidramion. i. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah j. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi). k. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah (Amnionitis/ Korioamnionitis). l. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)

Pathogenesis KPD Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban berhubungan dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini prematur sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten cervix, solusio plasenta.

Gambar 1. Gambaran struktur membran janin saat aterm

Gambar 2. Skema berbagai mekanisme yang diduga dapat menyebabkan Prematur Ruptur atau Preterm Prematur Ruptur of Fetal Membran

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Penelitian terbaru mengatakan PPROM terjadi karena meningkatnya apoptosis dari komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks extraselular amnion (terutama tipe I dan III yang dihasilkan oleh sel mesenkim). Degradasi kolagen dimediasi oleh matrix metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan tissue inhibitors of matrix metalloproteinases (TIMPs). MMP adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam remodelling jaringan dan degradasi dari kolagen. MMP-2, MMP-3 dan MMP-9 ditemukan dengan konsentrasi yang tinggi pada kehamilan dengan PPROM dan konsentrasi TIMPs ditemukan rendah dalam cairan amnionnya. Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Peningkatan enzim protease dan penurunan inhibitor mendukung teori tentang enzim-enzim ini yang mempengaruhi kekuatan dari membran fetal. Selain itu banyak penelitian yang mengatakan bahawa PPROM terjadi karena gabungan dari aktivasi aktititas degradasi kolagen dan kematian sel yang membawa kepada kelemahan dinding membran fetal. Diagnosis Tabel : Diagnosis Gejala & Tanda Selalu Ada Keluar cairan ketuban Gejala & Tanda Kadang-Kadang Ada Ketuban pecah tiba-tiba Cairan tampak di introitus Tidak ada his dalam 1 jam Riwayat keluarnya cairan Uterus nyeri Denyut jantung janin cepat Perdarahan per vaginam sedikit Gatal Keputihan Nyeri perut Disuria Nyeri perut Gerak janin berkurang Perdarahan banya Pembukaan & pendataran serviks Diagnosis Kemungkinan Ketuban pecah dini Amnionitis

Cairan vagina berbau Demam / menggigil Nyeri perut Cairan vagina berbau Tidak ada riwayat ketuban pecah

Vaginitis servisitis

Cairan vagina berdarah

Perdarahan antepartum Awal persalinan

Cairan berupa darah-lendir

Ada his (sumber : internet, 2008 blog cornelia : ketuban pecah dini (KPD) ) Diagnosis infeksi intrapartum febris di atas 38 C (kepustakaan lain 37.8 C) ibu takikardia (>100 denyut per menit) fetal takikardia (>160 denyut per menit) nyeri abdomen, nyeri tekan uterus cairan amnion berwarna keruh atau hijau dan berbau leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm3)

aterm preterm

atau

pemeriksaan penunjang lain : leukosit esterase (+) (hasil degradasi leukosit, normal negatif), pemeriksaan Gram, kultur darah.

Tatalaksana Alur tatalaksana untuk KPD adalah :

Komplikasi Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan, yaitu : a. Infeksi Infeksi ini melalui ascending fetoplasental infection atau melalui darah, usus, dan tuba. Infeksi dapat pula terjadi melalui infeksi intra uterin: Staphylococcus, Streptococcus, E. Coli, Klebsiella, jamur, virus, bakteri anaerob. Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi chorioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi chorioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering terjadi daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten. b. Persalinan premature Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggi persalinan terjadi dalam satu minggu. Ketuban yang pecah dapat merangsang janin untuk keluar. Ini dapat dicegah dengan pemberian tokolitik. c. Prolaps tali pusat Ketika kantung ketuban seorang ibu hamil tiba-tiba pecah, ada bahaya nyata dimana tali pusat menumbung berbarengan dengan keluarnya air ketuban. d. Hipoksia dan asfiksia Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat. e. Sindrom deformitas janin Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonar. f. Distosia Menyebabkan gesekan anak dan jalan lahir serta kontraksi uterus tidak simetris karena bentuk uterus tidak sesuai dengan bentuk janin. KOMPLIKASI Maternal BENTUK Antepartum : korioamniotis 30-60 %, solusio plasenta Intrapartum : trauma persalinan akibat induksi/operatif Kemungkinan retensio dari plasenta KETERANGAN Sepsis jarang terjadi karena pemberian antibiotic dan resusitasi. Trauma tindakan operasi : Trias komplikasi ( infeksi, trauma

Neonatus -

Postpartum : trauma tindakan operatif, infeksi masa nifas, perdarahan postpartum Semakin muda usia kehamilan dan semakin rendah BB janin, maka komplikasi akan semakin berat Komplikasi akibat prematuritas : mudah infeksi, mudah terjadi trauma akibat tindakan persalinan, mudah terjadi aspirasi air ketuban dan menimbulkan asfiksia sampai kematian. Komplikasi postpartum : penyakit RDS/membrane hialin, hipoplasia paru dengan akibatnya, tidak tahan terhadap hipotermia, sering terjadi hipoglikemia, gangguan fungsi alat vital. Komplikasi akibat oligohidramnion : gangguan tumbuh kembang yang menimbulkan deformitas, gangguan sirkulasi retroplasenter yang menimbulkan asfiksia, asidosis, retraksi otot uterus yang menimbulkan solusio plasenta. Komplikasi akibat ketuban pecah : prolaps bagian janin terutama tali pusat dengan akibatnya, mudah terjadi infeksi intrauteri dan neonatus.

tindakan, perdarahan ). Kejadian komplikasi yang dapat dijadikan indikasi terminasi kehamilan : prolaps tali pusat, infeksi intrauteri, solusio plasenta. Untuk membuktikan terjadi infeksi intrauteri dapat dilakukan amniosentesis dengan tujuan untuk : kultur cairan amnion, pemeriksaan glukosa, alfa fetoprotein, fiibronectin. Upaya untuk tirahh baring dan pemberian antibiotic dapat memperpanjang usia kehamilan sehingga BB janinnya lebih besar dan lebih mampu untuk hidup di luar kandungan.

Diagnosis Kerja
WD : pneumonia dengan suspect sepsi neonatorum et causa PROM. HTD : 1. riwayat infeksi. 2. gejala klinik dari gawat nafas 3. foto rontgen thorak utk diagnosis pasti pneumonia 4. kultur darah diagnosis pasti sepsis. 1. Anamnesis Riwayat kehamilan ibu (komplikasi selama kehamilan)? a. infeksi selama kehamilan, KPSW, dengan amnion berbau busuk infeksi, b. kehamilan cukup bulan tidak?? Riwayat penyakit ibu, pernah servisitis atau vaginitis?? Riwayat KPD sebelumnya?

Riwayat trauma? Sanitasi dan higienitas? Riwayat gizi dan nutrisi ibu? Ketuban pecah (jernih, mekonium, kering)?

2. Pemeriksaan Fisik Tanda vital bayi: hyperthermia atau hypothermia, bradikardia, tachypneu, Inspeksi: dyspneu, , pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar mata dan mulut, Retraksi sela iga, grunting, tampak gejala gawat nafas, Auskultasi: suara pernafassan mengeras (vesikuler mengeras) disertai ronki basah gelembung halus sampai sedang. Gejala klinis lain:: a. tidak ada refleks menghisap kondisi buruk, curiga sepsis b. hypoactive kondisi buruk, curiga sepsis Apgar score.

3. Pemeriksaan Tambahan Rontgen dada diagnosis pasti bronkopneumonia CBC (Hb, leukosit, DC, trombosit, CRP, LED) Kultur darah diagnosis pasti sepsis. Arterial blood gas Kadar gula darah Kadar bilirubin darah Pungsi lumbal (apabila kultur+ untuk membuktikan sepsis)

Tambahan : Diagnosis Sepsis: Menurut Buku Pedoman Integrated Management of Childhood Illnesses tahun 2000 mengemukakan bahwa kriteria klinis Sepsis Neonatorum Berat bila ditemukan satu atau lebih dari gejala-gejala berikut ini:55 Laju napas > 60 kali per menit Retraksi dada yang dalam Cuping hidung kembang kempis Merintih Ubun ubun besar membonjol

Kejang Keluar pus dari telinga Kemerahan di sekitar umbilikus yang melebar ke kulit Suhu >37,7C (atau akral teraba hangat) atau < 35,5C (atau akral teraba dingin) Letargi atau tidak sadar Penurunan aktivitas /gerakan Tidak dapat minum Tidak dapat melekat pada payudara ibu Tidak mau menetek. Interpretasi: Terduga/Suspek SepsisAdanya satu atau lebih kriteria FIRS disertai gejala klinis infeksi. Terbukti/Proven Sepsis Adanya satu atau lebih kriteria FIRS disertai bakteremia/kultur darah positif.

Laboratorium Leukositosis (> 34.000 x 109/L) Leukopenia (< 4.000 x 109/L) Netrofil muda > 10% Perbandingan netrofil immatur (stab) dibanding total (stab+segmen) atau I/T ratio > 0,2 Trombositopenia < 100.000 x 109/L) CRP > 10 mg/dl atau 2 SD dari normal

Divisi Neonatologi Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK.Unair/RSUD Dr.Soetomo membuat pedoman untuk menegakkan diagnosis sepsis neonatorum dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: 1. Keadaan umum Menurun (not doing well) malas minum ( poor feeding), hipertemia/hipotermia,sklerema, edema 2. Sistim susunan saraf pusatHipotoni, irritable, kejang, letargi, tremor, fontanela cembung, highpitched cry 3. Sistem saluran pernafasanPernafasan tidak teratur, apnea, takipnea ( >60/menit ), sesak, sianosis, 4. Sistem kardiovaskulerTakikardia (>160x/menit), bradikardi ( <100 x/menit ), akral dingin, syok

5. Sistem saluran pencernaanRetensi lambung, hepatomegali, mencret, muntah, perut kembung 6. Sistem hematologiKuning, pucat, splenomegali, petekiae, purpura, perdarahan Untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan septic work up yaitu dengan melakukan pemeriksaan: 1. Kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses ( atas indikasi ). 2. Pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal, ( jumlah sel, kimia, pengecatan gram). 3. Foto toraks 4. Darah lengkap Kenaikan jumlah lekosit tidak spesifik pada sepsis neonatorum, karena nilai normalnya berubah sesuai umurnya. Penurunan trombosit biasanya merupakan gejala yang lambat dan tidak spesifik, serta dipengaruhi oleh faktor maternal. Rasio stab dan netrofil lebih dari 0,2 serta jumlah lekosit kurang dari 5000 /mm3 dapat membantu diagnosis 5. Urine lengkap 6. Feses lengkap 7. Pemeriksaan serum CRP kuantitatif C-reactive protein atau CRP adalah suatu reaksi fase akut yang meningkat karena adanya proses inflamasi yang disebabkan oleh infeksi atau kerusakan jaringan. CRP disintesa di sel hepatosit, kadarnya akan meningkat dalam 4-6 jam setelah proses inflamasi dan meningkat dua kali setiap 8 jam. Kadar CRP mencapai puncaknya pada 36-50 jam dan terus meningkat selama proses inflamasi. Pada proses penyembuhan kadar CRP akan cepat turun dengan waktu paruh yang pendek, yaitu 4-7 jam (1). Pada pemeriksaan serial CRP 1-3 hari sensitivitasnya mencapai 75% 98%, spesifitas 90%, dan negative predictive value 99% (5). 8. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain- lain.

Diagnosis sepsis neonatorum di kategorikan menjadi : 1. Possible/suspect sepsis : bila terdapat 3 gejala klinik dari 6 kelompok gejala klinik. 2. Probable sepsis : terdapat 3 gejala klinik dan adanya kelainan laboratorium. 3. Proven sepsis : terdapat 3 gejala klinik dan kultur darah yang positif.

(BRONKOPNEUMONIA PADA NEONATUS a. Definisi Infeksi yang terjadi pada neonates yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan benda asing yang mengakibatkan Respiratory Distress b. Etiologi 1. Bakteri yang potensial pathogen diantaranya: Streptococcus B

E.Colli Streptococcus anaerob Spesies bakteroides

2. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik. 3. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. 4. Aspirasi benda asing. 5. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna. c. Faktor resiko Riwayat kelahiran Persalinan lama Persalinan dengan tindakan Ketuban pecah dini Air ketuban bau dan kental

Riwayat kehamilan Infeksi TORCH Ibu menderita eklampsia Ibu mempunyai penyakit bawaan

d. Manifestasi klinis Malas minum tidak ada reflex menghisap Gelisah, Letargi Frekuensi pernapasan meningkat Muntah, diare Suhu tubuh meningkat Pemeriksaan paru saat perkusi redup, saat auskultasi suara napas ronchi basah yang halus dan nyaring.

SUSPECT SEPSIS NEONATORUM a. Definisi Sepsis neonatorum merupakan sindrom klinis dari infeksi sistemik pada bayi yang terjadi pada bulan pertama kehidupan. b. Etiologi Penyebab sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur. Kebanyakan disebabkan oleh bakteri. Komplikasi pada kehamilan yang dapat menyebabkan terjadinya sepsis pada neonatus adalah: Perdarahan Demam yang terjadi pada ibu Infeksi pada uterus atau plasenta Ketuban pecah dini (senelum 37 minggu kehamilan) Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan) Proses kelahiran yang lama atau sulit

Mikroorganisme yang berasosiasi dengan early-onset infection : group B Streptococcuc, Escherichia coli, Haemophilus influenzae, dan Listeria monocytogenes. Pada late-onset (7 90 hari kehidupan) biasanya didapat dari infeksi nosokomial : coagulase negative staphylococci, Staphylococcus aureus, E.coli, Klebsiella, Pseudomonas,

Enterobacter, Candida, BGS, Serratia, Acinetobacter, dan bakteri anaerob c. Epidemiologi Terjadi kurang dari 1% bayi baru lahir tapi merupakan penyebab dari 30% kematian pada bayi baru lahir Infeksi bakteri 5x lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg Lebih sering pada bayi laki-laki Pada lebih dari 50%, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tapi kebanyakan munvul dalam waktu 72 jam setelah lahir. Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nosokomial d. Faktor resiko

BBLR, Advanced maternal age, PROM, Preterm rupture of membranes, Prematur, Infeksi traktus urinari pada ibu, Khorioamnionitis, Aborsi berulang, Kolonisasi GBS pada ibu, Malnutrisi ibu e. Manifestasi klinis Gejala umum : bayi tampak lemah, iritable, malas, tidak mau minum, sklerema, sianosis, merintih, keadaan umum memburuk, Suhu tubuh tidak stabil (< 35,5 0C atau > 37,5 0C) i. Laju nadi > 180 x/menit atau < 100 x/menit Laju nafas > 60 x/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen,apnea atau laju nafas Letargi Intoleransi glukosa : hiperglikemia (plasma glukosa >10 mmol/L atau >170 mg/dl) atau hipoglikemia (< 2,5 mmol/L atau < 45 mg/dl) Intoleransi minum Tekanan darah < 2 SD menurut usia bayi Tekanan darah sistolik < 50 mmHg (usia 1 hari) Tekanan darah sistolik < 65 mmHg (usia < 1 bulan) Pengisian kembali kapiler/capillary refill time > 3 detik Gejala susunan saraf pusat : letargi, iritable, tremor, hiporefleksi, hipotoni, kejang, apnea < 30x/menit

ii. Gejala saluran pernapasan : dispnea, takipnea, apnea, sianosis iii. Gejala gastrointestinal : muntah, diare, meteorismus, hepatomegali iv. Gejala hematologi : peteki, purpura, perdarahan lain, ikterus, splenomegali v. Gejala kardiovaskuler : pucat, sianosis, takikardi, hipotensi, edema vi. Laboratorium : Kriteria Leukositosis (> 34.000 x 109/L) Leukopenia (< 4.000 x 109/L) Netrofil muda > 10% Perbandingan netrofil immatur (stab) dibanding total (stab+segmen) atau I/T ratio > 0,2 Trombositopenia < 100.000 x 109/L) CRP > 10 mg/dl atau 2 SD dari normal

o o

Terduga/Suspek Sepsis Adanya satu atau lebih kriteria FIRS disertai gejala klinis infeksi. Terbukti/Proven Sepsis Adanya satu atau lebih kriteria FIRS disertai bakteremia/kultur darah positif

Patogenesis dan patofisiologi pada kasus Ketuban Pecah Dini memanjang (prolonged rupture of membrane) Ascending infection dari vagina ke rongga amnion Chorioamnionitis Cairan amnion menjadi septic Infeksi intrauterine Sepsis (Fetal inflammatory response syndrome) Awitan dini (lahir-3 hari) Setelah lahir Gangguan fungsi organ Letargi Refleks hisap buruk Takipneu Retraksi dinding dada Inflamasi jaringan paru (bronkopneumonia) Alveolus terisi eksudat & gagal mengembang Ekpansi paru inadekuat Asfiksia
Usaha kompensasi

Cairan amnion berbau busuk

Gangguan ventilasi Hipoksemia, PO2 Dispneu Takipneu

Takikardi Asfiksia Lemah Hipo/hipertermia Hipoglikemia/ hiperglikemia

Chest indrawing

TataLaksana a. Terapi Suportif Pertahankan suhu tubuh bayi tetap stabil bayi di incubator Beri Vitamin K1 0,5 mg IM ASI melalui NGT ( Parenteral feeding ) jika respiratory distress sudah teratasi

Terapi Oksigen intranasal 1-2 liter/menit bila sianosis

Terapi Nutrisi, cairan IVDF dekstrose 7,5 % atau 10% 500cc dalam NaCl 15% dengan jumlah yang sesuai

b. Terapi Simptomatif dengan sendirinya mengalami perbaikan setelah diterapi suportif & Kausatif nya. c. Terapi Kausatif Pada kasus ini, diberikan terlebih dahulu antibiotik spektrum luas, karena belum diketahui secara pasti mikroorganisme penyebab infeksi nya. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari IV dalam 3-4 dosis Gentamisin 2,5 mg/kgBB/18 jam IV bila BB > 2000 gram 2,5 mg/kgBB/24 jam IV bila BB < 2000 gram Bila umur > 7 hari berikan tiap 12-18 jam Lama pemberian antara 7 10 hari Bila tidak ada perbaikan dalam 2 hari, ganti antibiotika dengan ceftazidime dosis 50mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis d. Monitoring Vital sign : denyut nadi, sesak napas, warna kulit, perubahan suhu Monitoring input Monitoring output urine tiap jamuntuk mengetahui fungsi ginjal)

Prognosis
a. Pneumonia : baik. Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %. b. Sepsis neonatorum : Baik jika terdiagnosis dan terapi lebih dini. Kerusakan neurologis dapar terjadi 15-30 % dari bayi yang mengalami septic meningitis Dubia ad Bonam

Komplikasi:
a. Bronkopneumoni : Empyema, pleuritis, abses paru, bronkiektasis, otitis media akut b. Sepsis neonatorum : Meningitis

DAFTAR PUSTAKA
Kamus Kedokteran Dorland Matondang, Corry S, dkk. 2007. Diagnosis Fisik pada Anak Edisi Ke-2. Jakarta : CV Sagung Seto. Staf Pengajar IKA FKUI. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. FKUI

You might also like