You are on page 1of 22

MENINGITIS

ITA VERS I N

Disusun Oleh : Adi Prabowo. S.Ked Dinda Dwi A. S.Ked Pembimbing : dr. Wahyu Sasono Sp.S dr. Erawati Armayani

SMF ILMU PENYAKIT SARAF RSUD NGANJUK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA 2011

S
SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 1

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkat-Nya tugas referat kami dengan judul MENINGITIS sebagai syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di SMF SARAF RSUD NGANJUK dapat terselesaikan. Referat ini disusun secara singkat dari berbagai sumber buku, artikel, serta jurnal yang ada di internet yang kami rangkum dan olah sedemikian rupa sehingga seyogyanya dapat menjadi lebih singkat dan lebih dimengerti. Penulisan referat ini ditujukan untuk dapat meningkatkan pengetahuan kita tentang infeksi pada susunan saraf pusat, serta dapat memenuhi tugas kepaniteraan di SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD Nganjuk Tentu saja dalam penyelesaian tugas referat ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu ijinkan kami mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Dr. Wahyu Sasono, Sp.S, selaku Kepala dan Pembimbing di SMG Ilmu Penyakit Saraf RSUD Nganjuk. 2. Dr. Erawati Armayani, selaku pembimbing kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Saraf RSUD Nganjuk. 3. Segenap paramedis yang bertugas di SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD Nganjuk. 4. Seluruh teman dokter muda yang saat ini sedang menjalani kepaniteraan di RSUD Nganjuk. 5. Serta semua pihak yang telah berpartisipasi dalam menyelesaikan tugas ini. Dari hasil yang kami kerjakan, kami mengakui banyak sekali kekurangan dalam hal tata cara penulisan, serta kaidah penulisan suatu karya ilmiah, namun demikian, kami berusaha sebisa mungkin untuk dapat menyelesaikan tinjauan kepustakaan ini, agar dapat lebih dimengerti serta dapat berguna bagi seluruh rekan dokter muda yag sedang menjalani kepaniteraan klinik di RSUD Nganjuk. Nganjuk, Agustus 2011

Penyusun

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 2

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2 DAFTAR ISI ................................................................................................................... 3 BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 4 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 5 2.1 DEFINISI ........................................................................................................ 5 2.2 KLASIFIKASI ................................................................................................ 5 2.3 FAKTOR PREDISPOSISI .............................................................................. 6 2.4 ETIOLOGI ....................................................................................................... 6 2.5 PATOLOGI ..................................................................................................... 7 2.6 PATOGENESIS .............................................................................................. 8 2.7 GEJALA KLINIS ............................................................................................ 8 2.8 DIAGNOSIS .................................................................................................. 9 2.9 KOMPLIKASI ............................................................................................... 14 2.10 DIAGNOSA BANDING ............................................................................ 16 2.11 PENATALAKSANAAN ............................................................................ 16 2.12 PROGNOSIS .............................................................................................. 20 BAB III KESIMPULAN .............................................................................................. 21 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 22

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 3

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Diantaranya adalah meningistis purulenta yang juga merupakan penyakit infeksi yang perlu mendapat perhatian kita. Disamping angka kematian yang masih tinggi, banyak penderita yang menjadi cacat akibat keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan. Meningitis purulenta

merupakan keadaan gawat darurat. Pemberian antibiotika yang cepat dan tepat serta dengan dosis yang memadai penting untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah terjadinya cacat. Setiap dokter wajib mengetahui sedini mungkin gejala gejala dan tanda tanda meningits purulenta serta penatalaksanaannya. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang patofisiologis, kemungkinan penyebab meningitis, diagnosa, serta terapi yang cepat dan adekuat . Selain hal hal tersebut, yang tidak kalah penting juga untuk dimiliki seorang dokter dalam menangani kasus ini adalah bagaimana

memberikan perhatian dan kewaspadaan terhadap meningitis, serta bagaimana melakukan tindakan preventif.

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piamater, araknoid dan dalam derajad yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial. Sedang yang dimaksud Meningitis Purulenta adalah infeksi akut selaput otak yang disebabkan oleh bakteri dan menimbulkan reaksi purulent pada cairan otak. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak dari pada orang dewasa.

2.2 KLASIFIKASI Berdasarkan lapisan selaput otak yang mengalami radang maka meningitis dibagi menjadi : 1. Pakimeningitis 2. Leptomeningitis : yang mengalami radang adalah duramater. : yang mengalami radang adalah araknoid dan piamater.

Selanjutnya yang dimaksud meningitis adalah leptomeningitis.

Gambar 1. Lapisan selaput otak

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 5

Berdasarkan penyebabnya meningitis dibagi menjadi : 1. Meningitis karena bakteri 2. Meningitis karena virus 3. Meningitis karena riketsia 4. Meningitis karena jamur 5. Meningitis karena cacing 6. Meningitis karena protozoa. Meningitis karena bakteri selanjutnya dibagi lagi berdasakan kuman penyebabnya, misalnya meningitis karena meningokokus, meningitis karena pneumokokus, meningitis karena hemofilus influenza, meningitis tuberkulosa dan lain lain.

2.3 FAKTOR PREDISPOSISI Beberapa keadaan merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya meningitis purulenta, yaitu : 1. Sepsis. 2. Kelainan yang berhubungan dengan penekanan reaksi imunologik misalnya agamaglobinemia. 3. Pemirauan Ventrikel (Ventrikulo Peritoneal Shunt) pada Hidrosefalus. 4. Pungsi lumbal dan anasthesia spinal 5. Infeksi parameningeal Bila terdapat meningitis purulenta yang sering kambuh, harus dipikirkan keadaan keadaan tersebut diatas.

2.4 ETIOLOGI Tiap organisme yang masuk kedalam tubuh mempunyai kesempatan untuk menimbulkan meningitis. Terdapat bakteri bakteri tertentu yang menimbulkan kecenderungan untuk menyebabkan meningitis pada umur umur tertentu. Penyebab paling banyak meningitis pada beberapa golongan umur : 1. Neonatus : Eserichia colli Steptococcus beta hemolitikus

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 6

Listeria monocytogenes 2. Anak dibawah 4 tahun : Haemofilus influenzae Meningococcus Pneumococcus 3. Anak diatas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus Pneumococcus

2.5 PATOLOGI Perubahan patologik pada semua jenis meningitis purulenta adalah sama. Pada stadium dini satu satunya kelainan yang dilihat adalah pembendungan pembuluh pembuluh darah otak yang superfisial dan pembuluh pembuluh darah pada piamater setra pembesaran pleksus koroideus. Kemudian timbul

eksudat pada ruang subaraknoidea, permukaan otak. Eksudat yang purulen bisa juga terdapat pada ventrikel, ruang subaraknoidea medula spinalis sepanjang otak dan saraf spinalis. Setelah beberapa minggu terjadi pelebaran ventrikel, sering pula terjadi sembab otak yang bila hebat dapat menyebabkan herniasi jaringan otak.

Gambar 2 Gambaran otak normal dan otak yang terkena meningitis

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 7

Secara mikroskopis tampak subaraknoidea terisi fibrin dan eksudat purulent yang sebagian besar mengandung leukosit PMN (polymorphonucelar) dan sedikit limfosit serta monosit. Sebagian besar pembuluh pembuluh darah melebar, di dalam beberapa diantaranya terbentuk trombus, sedang yang lainnya pecah. Kuman dapat ditemukan didalam dan diluar leukosit. Radang dapat pula mengenai pleksus koroideus dan ependim yang melapisi ventrikel serta terus meluas sampai ke jaringan subependim. Pada neonatus ventrikel dapat menjadi sumber bakteri.

2.6 PATOGENESIS Kuman dapat mencapai selaput otak dan ruang subaraknoidea melalui : 1. Implantasi langsung, misalnya melalui luka terbuka di kepala, atau luka operasi. 2. Perluasan langsung dari infeksi telinga tengah dan sinus paranasalis (Perkontuinatum). 3. Lewat aliran darah pada keadaan sepsis (Hematogen). 4. Penyebaran dari abses ekstradural, abses subdural dan abses otak. 5. Lamina kribosa osis ethmoidalis pada keadaan rhinorea. 6. Penyebaran dari radang paru (Pneumonia). 7. Penyebaran dari infeksi kulit.

2.7 GEJALA KLINIS Pada permulaan gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus karena inflamasi pembuluh darah meningeal, mual dan muntah. Disamping itu terdapat hilangnya nafsu makan, kelemahan umum, dan rasa nyeri pada punggung serta sendi. Setelah 12 24 jam timbul gambaran klinis meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda tanda rangsangan selaput otak, seperti kaku kuduk, tanda kernig, dan tanda brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam, tanda tanda rangsangan selaput otak akan menghilang. Penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan. Kejang jarang

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 8

dijumpai pada orang dewasa, dan anak yang lebih besar, namun sering sekali terjadi pada anak kecil, baik kejang umum maupun kejang fokal. Kejang terjadi karena terdapatnya inflamasi kortikal dan edema otak. Kadang kadang dijumpai kelumpuhan nervus VI, VII, dan VIII. Dapat terjadi juga peninggian refleks fisiologis dan timbulnya refleks patologis. Penderita sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukkan perubahan mental seperti bingung dan hiperaktif. Akhirnya pada keadaan yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.

2.8 DIAGNOSIS Diagnosis meningitis terutama ditegakkan atas dasar gejala gejala klinis seperti yang disebutkan diatas, dan dengan melakukan pemeriksaan fisik untuk melihat tanda rangsangan meningeal. Adapun cara cara pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Kaku kuduk Kepastian tentang ada tidaknya tanda kaku kuduk didapatkan melalui pemeriksaan sebagai berikut : penderita berbaring terlentang diatas tempat tidur. Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala difleksikan dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat kepala tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik kebelakang. Sedangkan pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu menekukkan kepala. Untuk mengetahui adanya kaku kuduk pada penderita dengan kesadaran yang menurun, sebaiknya kepala difleksikan pada waktu pernafasan ekspirasi, sebab bila dilakukan dalam keadaan inspirasi biasanya kita mendapatkan sedikit tahanan dan dapat menyebabkan salah penafsiran. Pada kaku kuduk oleh rangsang selaput otak atau meningen tahanan didapatkan bila kita memfleksikan kepala, sedang bila kepala dirotasi biasanya

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 9

dapat dilakukan dengan mudah dan umumnya tahanan tidak bertambah. Demikian juga gerak hiperekstensi dapat dilakukan. Untuk menilai keadaan ekstensi kepala angkat bahu pasien dan lihat apakah kepala dapat jatuh dengan mudah ke belakang. Adanya tahanan saat rotasi kepala, dapat dinilai dengan cara tangan pemeriksa diletakkan pada dahi pasien kemudian secara lembut dan perlahan lahan pemeriksa memutar kepala pasien dari satu sisi ke sisi lainnya dan dinilai tahanannya. Pada iritasi meningeal pemutaran kepala dapat dilakukan dengan mudah dan tahanan tidak bertambah, test rotasi kepala dan hiperekstensi kepala biasanya tidak terganggu sedangkan pada keadaan penyakit lain seperti miositis otot kuduk, arthritis servikalis, tetanus, parkinsons biasanya terganggu. 2. Kernig sign Tanda kernig didapatkan melalui pemeriksaan sebagai berikut: Pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 900. Setelah itu dilakukan ekstensi pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 1350 terhadap paha. Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 1350 maka dikatakan kernig sign positif.

Gambar 3. Kernigs Signs

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 10

3. Brudzinski sign Tanda brudzinski meliputi tanda leher menurut brudzinski, tanda tungkai kontralateral menurut brudzinski, tanda pipi menurut brudzinski dan tanda simphisis pubis menurut brudzinski. Istilah ini sering disalah gunakan dengan sebutan brudznzki 1 (brudzinskis neck sign), tanda brudzinski 2 (brudzinskis kontralateral leg sign),dst. a. Tanda leher menurut Brudzinski Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, tangan pemeriksa yang satu lagi ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test ini positif jika gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.

Gambar 4. Brudzinskis Neck Sign

b. Tanda tungkai kontralateral menurut Brudzinski

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 11

Pasien berbaring terlentang, tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut. Dan kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul berarti test ini positif. c. Tanda pipi menurut Brudzinki Cara ini dilakukan dengan menekan pipi kedua sisi tepat dibawah os zygomatikus yang akan disusul oleh gerakan fleksi secara reflektorik di kedua siku dengan gerakan reflektorik ke atas sejenak keatas dari kedua lengan. d. Tanda simpisis pubis menurut Brudzinski Penekanan pada simpisis pubis akan disusul oleh timbulnya gerakan fleksi secara reflektorik pada kedua tungkai di sendi lutut dan tungkai.

Selanjutnya

untuk

memastikan

diagnosis

meningitis

dilakukan

pemeriksaan mikroskopik likuor serebrospinalis yang didapatkan dengan pungsi lumbal pada saat pasien masuk rumah sakit. Diagnosis dapat diperkuat dengan hasil positif pemeriksaan langsung sediaan berwarna dibawah mikroskop dan hasil biakan. Namun hasil negatif dari dua jenis pemeriksaan tersebut tidak merupakan indikasi kontra terhadap pengobatan secara meningitis purulenta. Pada pemeriksaan cairan likuor serebrospinalis biasanya didapatkan : a. Tekanan cairan otak meningkat diatas 180 mmH2O. b. Cairan likuor mulai dari keruh sampai purulent, bergantung pada jumlah selnya. c. Jumlah leukosit meningkat antara 1000 10.000/ml, dan 95% terdiri dari sel PMN. Setelah pengobatan dengan antibiotika perbandingan jumlah sel MN terhadap sel PMN meningkat. d. Kadar protein meningkat, biasanya diatas 75/100ml, kadang kadang sampai 500mg/100ml atau lebih. e. Kadar gula menurun biasanya lebih rendah dari 40mg/100ml. f. Kadar klorida menurun kurang dari 700mg/100ml.

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 12

Selain pemeriksaan tersebut diatas pemeriksaan dan pembenihan (kultur) merupakan pemeriksaan yang dapat dipercaya, namun pemriksaan tersebut biasanya memerlukan waktu yang agak lama. Permeriksaan ini terbagi atas : a. Sediaan Basah Cara ini merupakan pengamatan langsung terhadap mikroorganisme yang masih hidup yang terdapat dalam cairan likuor serebrospinal, namun pada pemeriksaan ini biasanya kuman penyebab jarang ditemukan. b. Pewarnaan hapusan likuor Pada pemeriksaan ini dilakukan pewarnaan pada sediaan sebelum diamati. Untuk likuor yang purulen digunakan pengecatan gram, sedangkan untuk likuor yang jernih dipakai pengecatan gram dan pengecatan tahan asam (ziehl neelsen). c. Pemeriksaan pada biakan Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang akurat untuk menemukan bakteri penyebab meningitis, sayangnya dapat terjadi kontaminasi dari tabung dan lain lain. Pemberian antibiotika sebelumnya juga akan menyulitkan penemuan kuman penyebab.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk membantu mendiagnosa meningitis purulenta antara lain: a. Pemeriksaan antigen bakteri pada cairan otak Antigen bakteri tertentu dalam cairan otak dapat diketahui dengan cepat yaitu dalam waktu satu jam atau kurang. Walaupun demikian pemulasan gram dan biakan cairan otak tetap tidak boleh ditinggalkan. Namun sama seperti pemulasan gram dan biakan cairan otak, pemberian antibiotik sebelumnya dapat menyebabkan hasil negatif. Jenis jenis pemeriksaan antigen adalah : Immuno elektroforesis arus kontra (countercurrent immunoelectrophoresis) Aglutinasi lateks (Latex aglutinations)

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 13

Uji imun enzim (Enzyme immunoassay) Test pembengkakan (Quellung test) Lisat amebosit limulus (Limmulus amebocit lysate) b. Pemeriksaan darah tepi Biasanya terdapat kenaikan jumlah leukosit dan pada hitung jenis terdapat pergeseran kekiri. c. Pemeriksaan elektrolit darah Gangguan elektrolit sering terjadi karena dehidrasi. Disamping itu hiponatremia dapat terjadi akibat pengeluaran hormon ADH (anti diuretik hormon) yang menurun. d. Pemeriksaan radiologi Pada foto thorax, mungkin dijumpai sumber infeksi misalnya radang paru atau abses paru. Pada foto tengkorak mungkin dijumpai sinusitis, mastoiditis. Sutura yang melebar pada anak perlu dicuragai adanya efusi subdural atau abses otak. Scan tomografi pada meningitis purulenta mungkin akan menunjukkan adanya sembab otak dan hidrosefalus. Scan tomografi ini akan berguna untuk mengetahui adanya komplikasi seperti abses otak atau efusi subdural. e. Pemeriksaan EEG Pemeriksaan dengan elektroensefalografi akan menunjukkan

perlambatan yang menyeluruh di kedua hemisfer dan derajadnya sebanding dengan beratnya radang.

2.9 KOMPLIKASI a. Subdural effusion Terjadi 30% pada anak-anak. Terutama pada anak umur kurang dari 2 tahun. Keadaan ini dapat menimbulkan kompresi sehingga mengakibatkan pergeseran atau pendesakan substansi otak. Sebagian besar asimptomatik, hanya dapat diagnosis melalui Transluminasi, USG dan lain-lain. Gejala: anak iritable

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 14

febris fontanel cembung lingkar kepala membesar penurunan kesadaran papiledema b. Lesi saraf kranial Saraf otak yang paling sering terkena adalah N.VIII, 8-24% mengalami tuli permanen. Selain itu yang sering adalah lesi pada N.VI dan N.III. c. Cerebral Infark Disebabkan oleh trombophlebitis atau arteritis. Thrombosis dari vena vena kecil didaerah kortikal menimbulkan infark dan secara klinis timbul gejala neurologis fokal seperti hemiparese atau kejang. Oklusi arteri besar intrakranial dapat terjadi, dan puncaknya pada hari ketiga dan ke empat. d. Kejang Komplikasi kejang terjadi pada 20% - 50% kasus. Bentuk kejang dapat fokal atau umum. Sering terjadi pada hari kedua sampai hari ke tiga. Patogenesa dari kejang ini tidak diketahui. Kejang dapat disebabkan karena toksik atau sekunder terhadap adanya vaskulitis, iritasi kortikal, panas, gangguan elektrolit atau proses immunologis. e. SIADH Hiponatremi dapat terjadi pada 20% kasus meningitis pada anak-anak. Pada beberapa kasus berhubungan dengan pemberian cairan yang berlebihan, dan yang lain berhubungan dengan adanya gangguan pengeluaran hormon antidiuretik oleh hipotalamus (inappropiate antidiuretics hormone) f. Gangguan intelektual Dari beberapa kasus dilaporkan pada sejumlah anak setelah mengalami meningitis purulenta di temukan bahwa mereka mempunyai tingkat kepandaian (IQ) yang rendah. g. Hidrosefalus Terjadi akibat sumbatan pada jalannya atau resorbsi atau produksi likuor serebrospinalis yang berlebihan.

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 15

h. Gejala neurolgis sisa (sequelle) Dapat berupa paresis atau paralisis sampai deserebrasi (hilangnya fungsi otak).

2.10 DIAGNOSIS BANDING Perdarahan subarachnoid Meningitis viral Meningitis tuberkulosa Meningitis karena jamur Abses otak Meningismus

Tabel 1. Perbandingan gejala meningitis dilihat dari penyebabnya


Test Tekanan likuor Warna Jumlah sel Jenis sel Kadar protein Kadar glukosa Kadar klorida Meningitis purulenta (bakterial) Meningkat Keruh purulent 1000 / ml Predominan PMN Sedikit meningkat Normal / menurun Menurun, < 700mg/dl Meningitis serosa (tuberkulosa) Bervariasi Xanthochromia Bervariasi Predominan MN Meningkat Rendah Menurun Meningitis virus Biasanya normal Jernih < 100 / ml Predominan MN Normal / meningkat Biasanya normal Normal

2.11 PENATALAKSANAAN 1. Perawatan umum a. Penderita dirawat di rumah sakit. b. Mula mula cairan diberikan secara infus dalam jumlah yang cukup dan jangan berlebihan. c. Bila gelisah diberi sedativa seperti Fenobarbital atau penenang. d. Nyeri kepala diatasi dengan analgetika. e. Panas diturunkan dengan : Kompres es

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 16

Paracetamol Asam salisilat Pada anak dosisnya 10 mg/kg BB tiap 4 jam secara oral f. Kejang diatasi dengan : Diazepam Dewasa : dosisnya 10 20 mg IV Anak : dosisnya 0,5 mg/kg BB IV

Fenobarbital Dewasa : dosisnya 6 120 mg/hari secara oral Anak : dosisnya 5 6 mg/kg BB/hari secara oral

Difenil hidantoin Dewasa : dosisnya 300 mg/hari secara oral Anak : dosisnya 5 9 mg/kg BB/hari secara oral

g. Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis purulenta diberantas dengan obat obatan atau dengan operasi h. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan : Manitol Dosisnya 1 1,5 mg/kg BB secara IV dalam 30 60 menit dan dapat diulangi 2 kali dengan jarak 4 jam Kortikosteroid Biasanya dipakai deksametason secara IV dengan dosis pertama 10 mg lalu diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam. Kortikosteroid masih menimbulkan pertentangan. Ada yang setuju untuk memakainya tetapi ada juga yang mengatakan tidak ada gunanya. Pernafasan diusahakan sebaik mungkin dengan membersihkan jalan nafas. i. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau (shunting). j. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25 30 cc setiap hari selama 2 3 minggu, bila gagal dilakukan operasi. k. Fisiotherapi diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 17

2. Pemberian Antibiotika. Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa menunggu hasil biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan antibiotika yang sesuai. Pada terapi meningitis diperlukan antibiotika yang jauh lebih besar daripada konsentrasi bakterisidal minimal, oleh karena : Dengan menembusnya organisme ke dalam ruang sub araknoid berarti daya tahan host telah menurun. Keadaan likuor serebrospinalis tidak menguntungkan bagi leukosit dan fagositosis tidak efektif. Pada awal perjalanan meningitis purulenta konsentrasi antibodi dan komplemen dalam likuor rendah. Pemberian antibiotika dianjurkan secara intravena yang mempunyai spektrum luas baik terhadap kuman gram positif, gram negatif dan anaerob serta dapat melewati sawar darah otak (blood brain barier). Selanjutnya antibiotika diberikan berdasarkan hasil test sensitivitas menurut jenis bakteri. Antibiotika yang sering dipakai untuk meningitis purulenta adalah : a. Ampisilin Diberikan secara intravena Dosis : Neonatus Umur 1 2 bulan : 50 100 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 kali pemberian. : 100 200 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 kali pemberian. Umur > 2 bulan : 300 400 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian. Dewasa : 8 12 gram/hari dibagi dalam 4 kali pemberian. b. Gentamisin Diberikan secara intravena Dosis : Prematur : 5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 kali pemberian.

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 18

Neonatus

: 7,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 kali pemberian.

Bayi dan dewasa

: 5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 kali pemberian.

c. Kloramfenikol Diberikan secara intravena Dosis : Prematur : 25 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 kali pemberian. Bayi genap bulan : 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 kali pemberian. Anak : 100 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian. Dewasa : 4 8 gram/hari dibagi dalam 4 kali pemberian. d. Sefalosporin Diberikan secara intravena Sefotaksim Dosis : Prematur & neonatus : 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 kali pemberian. Bayi & anak : 50 200 mg/kg BB/hari dibagi dalam 24 kali pemberian. Dewasa : 2 gram tiap 4 6 jam.

Bila fungsi ginjal jelek, dosis diturunkan. Sefuroksim Dosis : Anak : 200 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian. Dewasa : 2 gram tiap 6 jam

Bila dilakukan kultur dan bakteri penyebab dapat ditemukan, biasanya antibiotika yang digunakan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 19

Tabel 2. Pilihan antibiotik berdasakan kuman penyebab


No 1. 2. 3. 4. 5. Kuman penyebab H. influenzae S. pneumoniae N. meningitidis S. aureus S. epidermitis Enterobacteriaceae Pilihan pertama Ampisilin Penisillin G Penisillin G Nafosillin Sefotaksim Alternatif lain Cefotaksim Kloramfenikol Kloramfenikol Vancomisin Ampisillin bila sensitif dan atau ditambah aminoglikosida secara intrateca. 6. Pseudomonas Pipersillin + Tobramisin 7. Streptococcus Group A / B 8. Streptococcus Group D 9. L monocytogenes Ampisillin + Gentamisin Ampisillin Trimetoprim Sulfametoksasol Penicillin G Vankomisin Sefotaksim

2.12 PROGNOSIS Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada : 1. Umur : Anak Dewasa 2. Kuman penyebab 3. Lama penyakit sebelum diberikan antibiotika 4. Jenis dan dosis antibiotika yang diberikan 5. penyakit yang menjadi faktor predisposisi. Pada banyak kasus, penderita meningitis yang ringan dapat sembuh sempurna walaupun proses penyembuhan memerlukan waktu yang lama. Sedangkan pada kasus yang berat, dapat terjadi kerusakan otak dan saraf secara permanen, dan biasanya memerlukan terapi jangka panjang. - Makin muda makin jelek prognosisnya - Makin tua makin jelek prognosisnya

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 20

BAB III KESIMPULAN

Meningitis Purulenta adalah infeksi akut selaput otak yang disebabkan oleh bakteri dan menimbulkan reaksi purulent pada cairan otak. Kuman dapat mencapai selaput otak dan ruang subaraknoidea melalui implantasi langsung, hematogen, atau perkontuinatum. Pada permulaan, gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus karena inflamasi pembuluh darah meningeal, mual dan muntah. Disamping itu terdapat hilangnya nafsu makan, kelemahan umum, dan rasa nyeri pada punggung serta sendi. Setelah 12 24 jam timbul gambaran klinis meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda tanda rangsangan selaput otak, seperti kaku kuduk, tanda kernig, dan tanda brudzinski. Diagnosa penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan gejala gejala klinis yang tampak, disertai dengan pemeriksaan fisik untuk melihat adanya tanda tanda meningitis. Akan lebih baik bila ditunjang dengan berbagai pemeriksaan , seperti pemeriksaan dan pembenihan (kultur) cairan likuor serebrospinal, pemeriksaan antigen bakteri pada cairan otak, dan lain - lain. Pemberian terapi pada penyakit ini dilakukan secara supportif dan farmakologis dengan memberikan antibiotika. Khusus pada pemberian antibiotika, antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa menunggu hasil biakan, baru setelah didapat bakteri penyebab melalui hasil biakan, diberikan antibiotika yang spesifik dengan dosis yang tepat. Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penyakit ini seperti subdural effusion, lesi saraf kranial, cerebral infark, kejang, SIADH, gangguan intelektual, hidrosefalus, dan lain lain. Prognosis tergantung dari usia, kuman penyebab, lama penyakit sebelum diberikan antibiotika, jenis dan dosis antibiotika yang diberikan, dan penyakit yang mejadi faktor predisposisi.

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 21

DAFTAR PUSTAKA

Alatas H,Hasan R.Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Purulenta.Jakarta:Infomedika Jakarta,2005;558-562

Anak;Meningitis

Baozier F,Anggraeni R,Hartono H,Sugianto P.Pedoman Dianosis dan Terapi UPF Ilmu Penyakit Saraf 2004;Meningitis Bakterial.Surabaya:RSUD Dokter Suetomo,2004;81-87 Japardi I : Meningitis Meningococcus. Dalam situs internet : http://library.usu.ac.id/modules.php?op=modload&name=Downloads&file=in dex&req=getit&lid=135. Japardi I : Meningitis Purulenta. Dalam situs internet : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi22.pdf Mansjoer Arif. Kapita selekta kedokteran,Jilid II, Ilmu Penyakit Saraf;Meningitis Purulenta. Ed III. Jakarta:Media Aescaliptus,2000;12-14 Marjono M,Shidarta P.Neurologi Klinis Dasar.Jakarta:Dian Rakyat,2006;318-319 Yoes Ronny.Kapita Selekta Neurologi:Meningitis Purulenta.Ed 2.Jogjakarta:Gajah Mada University Press,2003;169-179.

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 22

You might also like