You are on page 1of 29

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 LATAR BELAKANG Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 1996 di dunia terdapat 120 juta penderita diabetes mellitus yang diperkirakan naik dua kali lipat pada tahun 2025. Kenaikan ini disebabkan oleh pertambahan umur, kelebihan berat badan (obesitas), dan gaya hidup. Di negara berkembang prevalensi kaki diabetik didapatkan jauh lebih besar dibandingkan dengan negara maju yaitu 2-4%, prevalensi yang tinggi ini disebabkan kurang pengetahuan penderita akan penyakitnya, kurangnya perhatian dokter terhadap komplikasi ini serta rumitnya cara pemeriksaan yang ada saat ini untuk mendeteksi kelainan tersebut secara dini. Di RSU dr Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetes masih merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut kaki diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing-masing sebesar 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi.4 Pengelolaan kaki diabetes mencakup pengendalian gula darah, debridemen/membuang jaringan yang rusak, pemberian antibiotik, dan obatobat vaskularisasi serta amputasi. Komplikasi kaki diabetik adalah penyebab amputasi ekstremitas bawah nontraumatik yang paling sering terjadi di dunia industri. Sebagian besar komplikasi kaki diabetik mengakibatkan amputasi yang dimulai dengan pembentukan ulkus di kulit. Risiko amputasi ekstremitas bawah 15 46 kali lebih tinggi pada penderita diabetik dibandingkan dengan orang yang tidak menderita diabetes mellitus.

1.2

RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan Diabetic foot? 1.3 TUJUAN

1.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan Diabetic foot. 1.4 MANFAAT 1.4.1 1.4.2 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya Diabetic foot. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah.

BAB II STATUS PENDERITA 2.1 IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis kelamin Pekerjaan Agama Alamat Status perkawinan Suku Tanggal MRS No. Reg 2.2 ANAMNESA 1. Keluhan utama : Luka kehitaman di kaki kiri 2. Riwayat penyakit sekarang Pasien dibawa ke UGD RSUD Kanjuruhan Kepanjen dengan keluhan terdapat luka kehitaman di kaki kiri sejak 2 minggu yang lalu, luka awalnya kecil, semakin lama lukanya semakin membesar, mengeluarkan bau tidak sedap dan tidak kunjung sembuh. Pasien mengaku awalnya telapak kaki sebelah kiri terdapat benjolan putih keras seperti kapalan berukuran 2 mm, lalu disudet menggunakan duri salak. Setelah disudet tidak ada cairan yang keluar dari kapalan tersebut. Keesokan harinya pasien datang menghadiri acara pernikahan tetangganya, disana pasien makan makanan yang tidak terkontrol. Setelah 3 hari berselang luka bekas sudetan terasa perih berwarna kemerahan, kaki terasa membesar. Pasien tidak mengalami panas, sehingga pasien hanya memberi obat merah untuk merawat lukanya tersebut. : Ny.Mujiati : 56 tahun : Perempuan : IRT : Islam : Wonosari : menikah : Jawa : 06 Maret 2013 : 314602

Pasien mengatakan luka bekas sudetan ditelapak kaki semakin melebar, berair, dan keluar nanah berwarna kekuningan. Anak pasien membawa ke mantri, kemudian di beri cairan berwarna ungu untuk membersihkan luka tersebut lalu diguyur menggunakan larutan infus kemudian ditutup kembali. Saat membersihkan luka anak pasien melihat jempol kaki semakin mengecil berwarna kehitaman, dikira efek dari larutan warna ungu tersebut. Kemudian setiap jam dilihat lukanya semakin melebar dan semakin banyak mengeluarkan nanah tetapi apabila dipegang/ dipencet pasien tidak merasakan sakit, kemudian jari kaki ke2 ikut memerah berwarna kehitaman, bengkak, jika dipegang ledeh/lunak dan mulai mengeluarkan bau yang tidak sedap selama seminggu. Pasien tidak mengeluh gatal, tetapi mulai seminggu ini badan pasien menjadi demam. Karena keadaan tersebut anaknya datang ke RS, saat di cek gula darahnya yakni 650 mg/dl. Pasien juga mengeluh badannya terasa lemah, nafsu makannya banyak tapi berat badannya semakin menurun, dan pasien sering merasa haus, minum 3,5 liter/hari. pasien juga mengatakan sering BAK (kencing lebih dari 4x/hr). Keluhan-keluhan tersebut timbul sejak 5 tahun ini. 3. Riwayat penyakit dahulu Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya Riwayat hipertensi Riwayat diabetes melitus Riwayat Asam Urat Riwayat alergi 4. Riwayat penyakit keluarga Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : disangkal Riwayat hipertensi Riwayat diabetes melitus Riwayat alergi : disangkal : (+) : disangkal :+ : sejak 5 tahun yang lalu, tetapi jarang :+ : disangkal

berobat ke dokter, dan tidak rutin minum obat.

5. Riwayat pengobatan: Pasien datang ke mantri di beri obat minum analgesik dan antibiotik, kemudian merawat luka pasien. 6. Riwayat Kebiasaan: Pasien sering menonton di depan TV, suka mengkonsumsi minuman berenergi, bersoda dan kemasan setiap hari. Pasien sering mengemil roti dan juga gorengan. 2.3 PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum : tampak lemah 2. Vital Sign tensi nadi RR suhu : 90/60 mmHg : 98 x/mnt : 18 x/mnt : 37 0C

3. Status Generalis Kepala Bentuk mesocephal Mata Conjunctiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-). Telinga Bentuk normotia (+/+), sekret (-/-), pendengaran berkurang (-/-). Hidung Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-). Mulut dan tenggorokan Bibir pucat (+), bibir cianosis (-), gusi berdarah (-), tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-). Leher JVP tidak meningkat, trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-). Paru Suara nafas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-).

Jantung Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-). Abdomen Perut tampak mendatar, tidak tampak adanya massa, nyeri tekan (-) 4. Status lokalis Regio ekstremitas sinistra Inspeksi : Regio Dorsalis Pedis sinistra tampak luka dengan ukuran 5 cm x 15 cm, bentuk tidak beraturan, ulkus (+), pus (+), oedem (+), hiperemi (+), kulit sekitar tepi luka berwarna hitam tidak rata, tengahnya hiperemi (+) serta phalang 1 dan 2 tampak kehitaman. Palpasi : nyeri tekan (-), pulsasi arteri femoralis +, arteri dorsalis pedis tidak dapat dievaluasi. 2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan darah lengkap Laboratorium darah Hemoglobin Lekosit Trombosit Hematokrit Albumin Globulin 2.5 RESUME Ny.M, 56 tahun, datang dengan keluhan terdapat luka di kaki kiri sejak 2 minggu yang lalu, lukanya awalnya kecil, semakin lama lukanya semakin membesar dan tidak kunjung sembuh. Riwayat telapak kaki kiri kapalan tersudet dengan duri salak. Luka berwarna merah kehitaman, luka tidak terasa sakit,
6

8,9 g/dl 31.200 sel/cmm 1.069.000 sel/cmm 27.6 % 650 mg/dl 2.04 g/dl 5.83 g/dl

[L: 13,5-15 P: 12-14] [4.000-11.000] [150.000-450.000] [ < 140]

Gula darah sewaktu

bernanah serta berbau tidak sedap, tidak gatal, kaki juga bengkak sejak 2 minggu ini.sejak seminggu ini badan pasien teraba demam. Pasien juga mengeluh badannya terasa lemah, nafsu makannya meningkat tapi berat badannya semakin turun, dan pasien sering merasa haus, sering BAK (kencing lebih dari 4x/hr). Keluhan-keluhan tersebut timbul sejak 5 tahun ini. Dari pemeriksaan generalis: Konjungtiva anemis (+/+), bibir pucat. Dari pemeriksaan lokalis pada regio pedis sinistra; Inspeksi: Regio Dorsalis Pedis Dextra tampak luka 5 cm x 15 cm,bentuk tidak beraturan, ulkus (+), pus (+), oedem (+), kulit sekitar tepi luka berwarna hitam tidak rata, tengahnya hiperemi (+). Dari pemeriksaan penunjang didapatkan hasil Glukosa darah sewaktu 650 mg/dl.

Gambar1: kondisi luka pada pedis sinistra

2.6 DIAGNOSA Diabetes mellitus type 2 dengan Ulkus pedis sinistra 2.7 PENATALAKSANAAN A. Non farmakologis Edukasi Mengatur pola makan/diet sesuai kebutuhan BB atau gizi penderita Olahraga Ceftriaxon IV 2 X 1 gr Ketorolac IV 3 X30 mg Metronidazol IV 3 X 500mg C. Operatif : - Pro: Debridement (pedis sinistra) Amputasi (pedis sinistra)

B. Farmakologi

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 DEFINIS DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus adalah salah satu penyakit metabolik berupa gangguan metabolisme karbohidrat, yakni penurunan penggunaan glukosa yang rendah sehingga mengakibatkan adanya penumpukan glukosa di dalam darah (hiperglikemia). Adapun penyebab terjadinya penimbunan kadar glukosa didalam darah tersebut ialah adanya gangguan berupa kurangnya sekresi enzim insulin pada pancreas (DM tipe 1), atau terjadi gangguan fungsi pada enzim insulin tersebut dalam metabolisme glukosa (DM tipe 2) maupun kedua-duanya. 1,2,3 3.2 DIAGNOSIS DIABETES MELLITUS Diagnosis DM umumnya akan dipikirkan dengan adanya gejala khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagi, lemas dan berat badan yang menurun. Gejala lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria serta pruritus vulvae pada pasien wanita.4 Pada kasus ini, seorang perempuan dengan usia 56 tahun yang dirawat dibangsal bedah RSUD kanjuruhan didiagnosis diabetes mellitus tipe 2 dengan gangren pedis sinistra. Diketahui kurang lebih 5 tahun pasien telah mengalami gejala khas dari DM namun tidak pernah periksa. Secara kebetulan karena luka dikakinya yang tidak sembuh, kurang lebih 2 minggu yang lalu pasien pernah di periksa kadar gulanya dan mencapai 650 mg/dL. 5 tahun sebelumnya, pasien mengaku makannya banyak karena sering lapar, sering haus, dan sering buang air kecil. Keluhan lain yang dirasakan adalah sering kesemutan pada kakinya, dan badan lemas. Hasil laboratorium didapatkan Gula Darah Puasa 329 mg/dL dan Gula Darah 2JPP 389 mg/dL. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan timbulnya gejala-gejala

khas, seperti frekwensi kencing meningkat, rasa haus, banyak makan ,serta mudah terkena penyakit infeksi.

Gambar 2. Algoritma diagnosis Diabetes Mellitus.

Diagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakkan jika 5 : 1. Kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL pada orang yang memilikitanda klinis diabetes mellitus, atau 2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dL. Puasa berarti tidak ada asupankalori selama 10 jam sebelum pengambilan sampel darah vena, atau

10

3. Kadar glukosa plasma >200 mg/dL, pada 2 jam sesudah pemberianbeban glukosa oral 75g. 3.3 ULKUS DIABETIKUM Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi diabetes mellitus yang berupa kematian jaringan akibat kekurangan aliran darah, biasanya terjadi dibagian ujung kaki atau tempat tumpuan tubuh. Gambaran luka berupa adanya ulkus diabetik pada punggung kaki kiri sudah mencapai tendon atau tulang dan juga didapatkan gangren pada ibu jari dan jari ke 2 sehingga kaki diabetik pada penderita ini mungkin dapat dimasukkan pada derajat IV klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner. Namun untuk menegakkan derajat kaki diabetik pada pasien ini diperlukan rontgen pada kaki kiri pasien yang mengalami ulkus untuk melihat kedalaman dan mengklasifikasikan derajat ulkus. Suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki, dengan gejala dan tanda sebagai berikut :3 1. 2. 3. 4. Sering kesemutan/gringgingan. Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil). Nyeri saat istirahat. Kerusakan jaringan (necrosis, ulkus). Salah satu komplikasi yang sangat ditakuti penderita diabetes adalah kaki diabetic (diabetic foot). Komplikasi ini terjadi karena terjadinya kerusakan saraf, pasien tidak dapat membedakan suhu panas dan dingin, rasa sakit pun berkurang.3

11

1.

Faktor Risiko Terjadinya diabetic foot Ada 3 alasan orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras. 1 Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi. 1Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada penderita diabetes sehingga meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara lain :1 Luka kecelakaan- Trauma sepatu Stress berulang - Trauma panas Iatrogenik Kondisi kulit atau kuku Faktor risiko demografis : Usia : Semakin tua semakin berisiko - Oklusi vaskular

12

Jenis kelamin: Laki-laki dua kali lebih tinggi. Mekanisme perbedaan jenis kelamin tidak jelas mungkin dari perilaku, mungkin juga dari psikologis

Situasi sosial : Hidup sendiri dua kali lebih tinggi

Faktor risiko lain : Ulserasi terdahulu (faktor risiko paling utama dari ulkus) Berat badan Merokok

2. Klasifikasi Menurut Wagner Klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner adalah sebagai berikut : 6,7,12 o Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh o Derajat I : Ulkus superficial, tanpa infeksi, terbatas pada kulit o Derajat II : Ulkus dalam disertai selulitis tanpa abses atau kehilangan tulang o Derajat III : Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luas yang dalam hingga mencapai tendon dan tulang, dengan atau tanpa osteomyelitis o Derajat IV : gangren terbatas, yaitu pada ibu jari kaki atau tumit o Derajat V : gangren seluruh kaki 3. Klasifikasi diabetic foot, modifikasi Brodsky
Kedalaman Luka 0 1 2 3 Luas Daerah Iskemik Definisi Kaki berisiko tanpa ulserasi Ulserasi superfisial, tanpa ulserasi Ulserasi yang dalam sampai mengenai tendon Ulserasi yang luas/abses Definisi

13

A B C D

Tanpa iskemik Iskemik tanpa gangrene Partial gangrene Complete foot gangrene
5

4.
Stadium I II IIa IIb III IV

Stadium dari Fontaine

Gejala dan Tanda Klinis Gejala tidak spesifik seperti kesemutan , rasa berat Claudicatio intermitten yaitu sakit bila berjalan, hilang bila istirahat Bila keluhan sakit pada jarak jalan >200 m Bila keluhan sakit pada jarak jalan <200 m Rest pain : sakit meskipun waktu istirahat (malam hari) Ulkus / gangrene

Gambar 3. Perkembangan Ulkus8

14

c. Patogenesis a. Sistem Saraf Neuropati diabetikum melibatkan baik saraf perifer maupun sistem saraf pusat. Neuropati perifer pada pasien DM disebabkan karena abnormalitas metabolisme intrinsik sel Schwan yang melibatkan lebih dari satu enzim. Nilai ambang proteksi kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal, rangsang nyeri yang diterima kaki cepat mendapat respon dengan cara merubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar. Pada penderita DM, adanya neuropati diabetikum akan menyebabkan seorang penderita DM kurang atau tidak merasakan adanya trauma, baik mekanik, kimia, maupun termis, keadaan ini memudahkan terjadinya lesi atau ulserasi yang kemudian masuknya mikroorganisme menyebabkan infeksi terjadilah selulitis atau gangren. Perubahan yang terjadi yang mudah ditunjukkan pada pemeriksaan rutin adalah penurunan sensasi (rasa raba, panas, dingin, nyeri), nyeri radikuler, hilangnya refleks tendon, hilangnya rasa vibrasi dan posisi, anhidrosis, pembentukan kalus pada daerah tekanan, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot, perubahan tulang dan sendi. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. neuropati juga dapat menyebabkan deformitas seperti Bunion, Hammer Toes (ibu jari martil), dan Charcot Foot. 3

Gambar 4. Salah satu bentuk deformitas pada kaki diabetik.

15

Gambar 5. Predileksi paling sering terjadinya ulkus pada kaki diabetik adalah bagian dorsal ibu jari dan bagian proksimal & dorsal plantar metatarsal.

Distribusi tempat terjadinya kaki diabetik secara anatomik :3 50% ulkus pada ibu jari 30% pada ujung plantar metatarsal 10 15% pada dorsum kaki 5 10% pada pergelangan kaki Lebih dari 10% adalah ulkus multipel

Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya neuropati ditentukan oleh Respon mekanisme proteksi sensoris terhadap trauma Macam, besar dan lamanya trauma Peranan jaringan lunak kaki Neuropati perifer pada kaki akan menyebabkan terjadinya kerusakan saraf baik saraf sensoris maupun otonom. Kerusakan sensoris akan menyebabkan penurunan sensoris nyeri, panas dan raba

16

sehingga penderita mudah terkena trauma akibat keadaan kaki yang tidak sensitif ini. 3Gangguan saraf otonom terutama diakibatkan oleh kerusakan serabut saraf simpatis. Gangguan saraf otonom ini akan mengakibatkan peningkatan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vaskuler. 3Hilangnya tonus vaskuler disertai dengan adanya peningkatan aliran darah akan menyebabkan distensi vena-vena kaki dan peningkatan tekanan parsial oksigen di vena. Dengan demikian peran saraf otonom terhadap timbulnya kaki diabetik neuropati dapat disimpulkan sebagai berikut : neuropati otonom akan menyebabkan produksi keringat berkurang, sehingga menyebabkan kulit penderita akan mengalami dehidrasi serta menjadi kering dan pecah-pecah yang memudahkan infeksi, dan selanjutnya timbulnya selullitis ulkus ataupun gangren. Selain itu neuropati otonom akan mengakibatkan penurunan nutrisi jaringan sehingga terjadi perubahan komposisi, fungsi dan keelastisitasannya sehingga daya tahan jaringan lunak kaki akan menurun yang memudahkan terjadinya ulkus.

Gambar 6. Gangren jari kaki.

b. Sistem Vaskuler Iskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada pasien DM. Dua kategori kelainan vaskuler :

17

1) Makroangiopati Makroangiopati yang berupa oklusi pembuluh darah ukuran sedang maupun besar menyebabkan iskemia dan gangren. Dengan adanya DM, proses aterosklerosis berlangsung cepat dan lebih berat dengan keterlibatan pembuluh darah multiple. Sembilan puluh persen pasien mengalami tiga atau lebih oklusi pembuluh darah dengan oklusi yang segmental serta lebih panjang dibanding non DM. Aterosklerosis biasanya proksimal namun sering berhubungan dengan oklusi arteri distal bawah lutut, terutama arteri tibialis anterior dan posterior, peronealis, metatarsalis, serta arteri digitalis. Faktor yang menerangkan terjadinya akselerasiaterogenesis meliputi kelainan metabolisme lipoprotein, hipertensi, merokok, faktor genetik dan ras, serta meningkatnya trombosit. 2) Mikroangiopati Mikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri kecil, arteriola, kapiler dan venula. Kondisi ini merupakan akibat hiperglikemia menyebabkan kedalam reaksi enzimatik basalis. dan non enzimatik glukosa darah. membrana Penebalan

membrana basalis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh

Gambar 7. Kaki Iskemik12

c. Sistem Imun.

18

Status hiperglikemi dapat mengganggu berbagai fungsi netrofil dan monosit (makrofag) (adherence), intraseluler (intracelluler Empat tahapan tersebut meliputi dan killing). diawali proses kemotaksis, ini perlekatan terutama fagositosis proses-bunuh Semua proses dengan mikroorganisme

penting untuk membatasi invasi bakteri piogenik dan bakteri lainnya. kemotaksis,kemudian fagositosis, dan mulailah proses intra seluler untuk membunuh kuman tersebut oleh radikal bebasoksigen (RBO=O2) dan hidrogen peroksida. Dalam keadaan normal kedua bahan dihasilkan dari glukosa melalui proses hexosemonophosphate shunt yang memerlukan NADPH (nicotinamideadenine dinucleotide phosphate). Pada keadaan hiperglikemia, glukosa tersebut oleh aldose reduktase (AR) diubah menjadi sorbitol, dan proses ini membutuhkan NADPH. Akibat dari proses ini sel akan kekurangan NADPH untuk membentuk O2 dan H2O2 karena NADPH digunakan dalam reaksi. Gangguan ini akan lebih parah apabila regulasi DM memburuk. d. Proses Pembentukan Ulkus Ulkus diabetikum merupakan suatu kaskade yang dicetuskan oleh adanya hiperglikemi. Tak satupun faktor yang bisa berdiri sendiri menyebabkan terjadinya ulkus. Kondisi ini merupakan akumulasi efek hiperglikemia dengan akibatnya terhadap saraf, vaskuler, imunologis, protein jaringan, trauma serta mikroorganisme saling berinteraksi menimbulkan ulserasi dan infeksi kaki. Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan

19

terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal menghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi di daerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya.8

DIABET ES MEL L IT US
Penyakit pembuluh darah tepi Aliran oksigen, nutr isi, antibiot ik Neuropati otonom Ker ingat Aliran darah Resorpsi tulang Kerusakan sendi Kerusakan kaki Neuropati perifer Indera raba Kehilangan rasa sakit Gerak

S umbatan

Atropi Kehilangan bantalan lemak

Kult kering, pecah L uka sulit sembuh

T r auma

T umpuan berat yang baru S indrom jari biru Gangren mayor INF EKS I Gangren UL KUS

AMPUT AS I

20

Gambar 8. Patogenesis Ulkus Diabetik12

d. Pengelolaan Berdasarkan patogenesisnya, maka langkah pertama yang harus dilakukan pada pasien diabetes mellitus adalah pengendalian glukosa darah. Tiga studi epidemiologi besar, Diabetes Control and ComplicationTrial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Study (UKPDS) membuktikan bahwa dengan mengendalikan glukosa darah, komplikasi kronik diabetes dapat dikurangi. 6 Pengendalian kadar glukosa darah dapat dilakukan antara lain dengan cara mengatur pola makan, latihan fisik teratur, serat dengan obat-obatan anti-hiperglikemi. Salah satu obat anti-hiperglikemi yang diberikan pada pasien ini adalah insulin. Pemberian secara regular insulin yaitu actrapid pada pasien ini dikarenakan pasien ini menderita DM yang disertai infeksi pada kaki kirinya. Menurut Tjokroprawiro (1992), indikasi penggunaan insulin antara lain:9 1. DM tipe I 2. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD 3. DM dengan kehamilan 4. Nefropati diabetic tipe B3(stadium III) dan Bc (stadium IV) 5. DM dengan gangguan faal hati yang berat 6. DM dan TB paru yang berat 7. DM dengan infeksi akut (sellulitis, gangren) 8. Ketoasidosis diabetik dan koma lain pada DM 9. DM dan operasi 10. DM dengan patah tulang 11. DM dengan underweight 12. DM dan penyakit gravid

21

Pada pasien ini untuk perawatan luka infeksi dilakukan dengan dressing menggunakan NaCl untuk membersihkan dan membilas lalu menggunakan semprotan metronidazole sebagai antibiotika topikal. Penanganan infeksi secara sistemik diberikan antibiotika broad spectrum dan narrow spectrum yang diberi secara kombinasi antara oral maupun secara injeksi seperti cefotaxime. Menurut adam (1998) pada keadaan infeksi berat, penggunaan antibiotika harus dilakukan semaksimal mungkin, dengan pemikiran bahwa infeksi berat umumnya disebabkan oleh lebih dari satu jenis kuman, disamping itu juga sering disertai kuman anaerob.6 Terapi simptomatik pada pasien dengan ulkus pedis diabetik meliputi semua tindakan medis yang bertujuan menghilangkan atau mengurangi gejala sekunder akibat peningkatan glukosa darah. Pada pasien diabetes melitus dengan ulkus pedis, seringkali ditemukan penyebaran infeksi melalui ulkus, demam, nyeri dan gangguan pencernaan.6, 10 Eradikasi total diabetik foot jarang terjadi. Meskipun dapat mengering, resiko timbulnya ulkus berulang tetap tinggi jika glukosa darah tidak terkendali. Oleh karena itu, edukasi pasien untuk beradaptasi dengan situasi tersebut menjadi sangat penting dalam pengelolaan diabetes mellitus dengan ulkus. Ward et al11 meneliti bahwa kepuasan pasien paska perawatan ulkus pedis diabetikum lebih tinggi pada mereka yang sebelumnya diberikan edukasi dan psikoterapi. Perlu penjelasan terhadap pasien tentang bahaya kurang atau hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki pada setiap pertemuan dengan dokter, dan perlunya evakuasi secara teratur terhadap kemungkinan timbulnya kembali ulkus pedis paska perawatan sebelumnya.12 e. Tindakan Bedah

22

Berdasarkan klasifikasi Wagner, dapat ditentukan tindakan yang tepat sesuai dengan derajat ulkus yang ada. Tindakan tersebut yaitu:7 - Derajat 0 - Derajat I-IV - Derajat V : tidak ada perawatan lokal secara khusus : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan

bedah mayor misalnya amputasi. Debridemen yang adekuat merupakan langkah awal tindakan bedah. Debridemen harus meliputi seluruh jaringan nekrotik dan kalus yang mengelilinginya sampai tampak tepi luka yang sehat dengan ditandai adanya perdarahan. Pasien bahkan dokter kadang ragu terhadap tindakan ini, namun akan terkejut saat melihat munculnya jaringan baru yang tumbuh. Secara teknis amputasi kaki atau mutilasi jari dapat dilakukan menurut tingkatan sebagai berikut: jari nekrotik: disartikulasi (tanpa pembiusan) mutilasi jari terbuka (pembiusan setempat) osteomioplasti: memotong bagian tulang diluar sendi amputasi miodesis (dengan otot jari/kaki) amputasi transmetatarsal amputasi syme Bila daerah gangren menyebar lebih kranial, maka dilakukan amputasi bawah lutut atau bahkan amputasi atas lutut. Tujuan amputasi atau mutilasi adalah : membuang jaringan nekrotik menghilangkan nyeri drainase nanah dan penyembuhan luka sekunder merangsang vaskularisasi baru. rehabilitasi yang terbaik8

23

f. Pencegahan Pemakaian sepatu harus pas dengan lebar serta kedalaman yang cukup untuk jari-jari. Sepatu kulit lebih dianjurkan karena mudah beradaptasi dengan bentuk kaki serta sirkulasi udara yang didapatkan lebih baik. Kaos kaki juga harus pas, tidak boleh melipat. Hindari pemakaian sandal atau alas kaki dengan jari terbuka. Jangan sekali kali berjalan tanpa alas kaki.Trauma minor dan infeksi kaki seperti terpotong, lecet-lecet, lepuh, dan tinea pedis bila diobati sendiri oleh pasien dengan obat bebas dapat menghambat penyembuhan luka. Membersihkan dengan hati-hati trauma minor serta aplikasi antibiotika topikal bisa mencegah infeksi lebih lanjut serta memelihara kelembaban kulit untuk mencegah pembentukan ulkus. Perawatan kaki yang dianjurkan antara lain: Inspeksi kaki tiap hari terhadap adanya lesi, perdarahan diantara jarijari. Gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan tumit. Cuci kaki tiap hari dengan air sabun dan keringkan, terutama diantara jari. Gunakan cream atau lotion pelembab Jangan gunakan larutan kimia/asam untuk membuang kalus. Potong kuku dengan hati-hati, jangan memotong melengkung jauh ke proksimal. Jangan merokok Hindari suhu ekstrem8

g. Prognosis Walaupun telah terdapat banyak obat-obatan yang efektif sebagai penurun kadar gula darah, pada penderita DM komplikasi jangka panjang tetap saja berlangsung , namun pada pasien dengan kadar gulanya tidak terkontrol dengan baik, komplikasi yang terjadi lebih serius dibandingkan dengan yang kadar gulanya terkontrol baik. Tingkat penyembuhan ulkus
24

tergantung kepada tingkat klasifikasi luka, sedangkan tinggi tingkat derajat luka semakin sulit suatu luka akan sembuh dengan demikian akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas

BAB IV KESIMPULAN Ny.M ,56 tahun, datang dengan keluhan terdapat luka di kaki kiri sejak 2 minggu yang lalu, lukanya awalnya kecil, semakin lama lukanya semakin membesar dan tidak kunjung sembuh. Riwayat telapak kaki kiri kapalan tersudet dengan duri salak. Luka berwarna merah kehitaman, luka tidak terasa sakit, bernanah serta berbau tidak sedap, tidak gatal, kaki juga bengkak sejak 2 minggu ini.sejak seminggu ini badan pasien teraba demam. Pasien juga mengeluh badannya terasa lemah, nafsu makannya meningkat tapi berat badannya semakin turun, dan pasien sering merasa haus, sering BAK (kencing lebih dari 4x/hr). Keluhan-keluhan tersebut timbul sejak 5 tahun ini. Dari pemeriksaan generalis: Konjungtiva anemis (+/+), bibir pucat. Dari pemeriksaan lokalis pada regio pedis sinistra; Inspeksi: Regio Dorsalis Pedis Dextra tampak luka 5 cm x 15 cm,bentuk tidak beraturan, ulkus (+), pus (+), oedem (+), kulit sekitar tepi luka berwarna hitam tidak rata, tengahnya hiperemi (+). Dari pemeriksaan penunjang didapatkan hasil Glukosa darah sewaktu 650 mg/dl. Pasien didiagnosa diabetes mellitus tipe 2 dengan Ulcus pedis sinistra, dengan penatalaksanaan regulasi gula darah, debridement, dan amputasi.

25

BAB V DAFTAR PUSTAKA


1. Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah, Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2004. Hal 571-705. 2. Isselbacher, Baraundwald, Wilson, Harrisons Principles of internal medicine, International edition, Mcgraw Hill Book Co.,Singapore,1994. 3. Staf Pengajar Bagian Bedah FK UI, Vaskuler, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara Jakarta, 1995; hal: 241-330 4. Sjamsuhidayat R, De Jong WD : Buku ajar ilmu bedah, EGC; Jakarta, 1997 5. Frykberg R.G. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management, American Family Physician, November 1, 2002. 6. Cunha BA: Diabetic foot infections. Emerg Med, 1997; 10: 115-24. 7. Author: Kenneth Patrick L Ligaray, MD, Fellow, Department of Endocrinology, Diabetes and Metabolism, St Louis University Coauthor(s): William L Isley, MD, Senior Associate Consultant, Associate Professor of Medicine, Division of Endocrinology, Diabetes, Metabolism, and Nutrition, Mayo Clinic of Rochester 8. Author: Burke A Cunha, MD, Professor of Medicine, State University of New York School of Medicine at Stony Brook; Chief, Infectious Disease Division, WinthropUniversity Hospital http://emedicine.medscape.com/article/237378-overview Diabetic Ulcers 9. Author: Richard M Stillman, MD, FACS, Honorary Medical Staff, Northwest Medical Center; Former Chief of Staff and Medical Director, Wound Healing Center, Department of Surgery, Northwest Medical Centerhttp://emedicine.medscape.com/article/460282-overview. 10. Karam JL. Pancreatic Hormon and Diabetes Mellitus, In : Greenspen FS (ED) Basic and Clinical Endocrinology, 5nd Connecticut, Appleton and Lange 1997; 605-62

26

11. Sarwono W. Kiat-Kiat Menghadapi Masalah Kaki Diabetes. Dalam : Siti S, Idrus A, Yoga IK, dkk, eds. Current Diagnosis and Treatment in Internal Medicine, Jakarta 2002:73-77. 12. Boulton AJM. The diabetic Foot. Journal of Family Practice,2000 13. Sutjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik Pada Kaki Diabetes. Dalam : Askandar T, Hendromarto, Sutjahjo, Hans T, eds. Naskah Lengkap Simposium Nasional Diabetes & Lipid 1994 Pusat Diabetes dan Nutrisi RSUD Dr. Sutomo FK UNAIR, Surabaya 1994 14. Cook RC. Complexity of the Diabetic foot. http/www.acofp.org/member-publications/1103-1.html Available from :

15. Valk GD, Kriegsman DMW, Assedelft WJJ. Patient Education for Preventing Diabetic foot Ulceration: A Systematic Review. In : Endocrinology And Metabolism Clinics. Departemant of General Practice Institute for Research in Extramural Medicine, Amsterdam 2002 ; 31 : 3 16. Morrison B.W, Lederman P.H Work-up of the Diabetic Foot. Radiologic Clinic of north America. Department of Radiology Thomas Jefferson University Hospital, Philadelphia, USA 2000 ; 40 : 5 17. Erman Fauzi, Dharma Lindarto, Chairul Bahri, dkk : Profil Diabetisi Rawat Inap di SMF Penyakit Dalam RSUP H.Adam Malik Medan dari Januari 1977 s/d Desember 1997. Kongres Persadia, Bali 1998. 18. Kadri. Gangrene Diabetik. Dalam : Piliang S, Nuraisyah, Kadri, eds. Naskah Lengkap Simposium Gangrene Diabetik, Medan 1985 : 104-114 19. Nuraisyah. Kaki, Daerah Rawan Pada Diabetes. Dalam : Piliang S, OK.Alfien S, Edi S, Harun A, eds. Kumpulan Makalah Peringatan Hari Diabetes, Medan 1996 : 51-6 20. Culleton JL. Preventing Diabetic Foot Complications: Tight Glucose Control and Patient Education are the Key. Postgrad Med 1999; 106 : 73-83 21. Palumbo PJ, Melton LJ. Perifer Vasculer Disease and Diabetes. Available from : http://www.diabetes.niddk.gov/dm/pubs/america/pdf/chapter 17.pdf 22. Lavin ME. Management of the Diabetic Foot : Preventing Amputation. South Med J 2002;95:10-20 23. Sumpio BE. Foot Ulcer. N Engl J Med 2000;343:787-92 24. Alfien S. penyakit Vaskular Periferal Diabetik. Dalam: OK. Alfien S, Alwinsyah A, Gontar A, eds; Kumpulan Makalah Simposium Diabetic Peripheral Vascular Disease and Its Management, Medan 2000 27

25. Stephens E. peripheral Vascular Disease. http://www.footcare4u.com/ailments/disease.html

Available

from:

26. Bhargava A. Problem, Pathophysiology and Examination of A Diabetic Foot. In: Office Management of Diabetic Foot. AAPM & Annual Assembly Orlando, 2002 27. Sri Hartini KSK. Pengelolaan Aterosklerosis Perifer pada Penderita Diabetes Melitus. KONAS VI PERKENI medan,2002 28. Armstrong DG, Lavery LA. Diabetic Foot Ulcers: Prevention, Diagnosis and Classification. American Family Physician, 2000 29. Power KB, Vacek JL, Lee S. Noninvasive Approaches to Periferal Vascular Disease. Postgraduate Medicine. Available from: http://www.postgradmed.com/issues/199/09 99/powers.htm 30. Watkins PJ. The Diabetic Foot. BMJ, 2003 ; 326 31. Hiat WR. Medical treatment of Periferal Arterial Disease and Claudication. Drug Therapy. N Engl.J Med, 2001;344;21;1608-21 32. Soliman E, Gellido C. diabetic Neuropathy. http://www.emedicine.com/neuro/topics 88.htm Available from:

33. Meliala L. Strategi Baru Penatalaksanaan Nyeri Neuropati Diabetika. KONAS VI PERKENI Medan,2002 34. Pham H, Armstrong DG, Harvey C, Harkles LB, Giurini JM, Vaves A. Screening Technique to Identify People at High Risk for Diabetic Foot Ulceration. Diabetes Care 2000;23;5:606-11 35. 27. Setter SM, Paton A, Camphel RK. Current and Future Therapies of Diabetic Neuropathy. Available from: http://www.Uspharmacist.com/oldformat.asp? url=nwelook/files/fear/acf3017.htm 36. 28. Warner W,Dowling JPF, Carroll R, Calhoun JH, Mader JT. In: Current Treatment Options in Infectious Diseases 2000, 2 : 214-225 37. Frykberg RG. Diabetic foot Ulsers: Pathogenesis and Management. American Family Physician,2002. 38. Oyibo SO, Jude FB, Tarawneh I, Nguyen HC, Lawrence LB, Boulton AJM. A Comparison of Two Diabetic Foot Ulcers Classification Systems. The Wagner and the University of Texas Wound Classification Systems. Diabetes Care 2001;24:8488.

28

29

You might also like