You are on page 1of 54

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Proses seseorang dari usia dewasamenjadi usia tua meruakan suatu proses yang harus dijalani dan disyukuri. Proses ini biasanya menimbulkan suatu beban karena menurunnya fungsi organ tubuh orang tersebut sehingga menurunkan khualitas hidup seseorang akan tetapi

banyak juga seseorang yang menginjak usia senja juga mengalami kebahagiaan. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Hurlock (1992) dalam Purnama (2009) mengatakan bahwa masa lanjut usia terdiri dari masa usia lanjut awal yang berkisar antara 60 tahun hingga usia tahun 70 tahun dan masa usia lanjut dengan rentang usia dari 70 tahun sampai akhir kehidupan seseorang, sedangkan Haditono (1998) dalam Hikmawati (2009) menyatakan bahwa rentang usia 65 tahun keatas adalah termasuk dalam masa usia lanjut.

Manusia usia lanjut

akan mengalami proses menghilangnya

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994), karena itu didalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degenerative yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999). Bandiyah (2009), menyatakan saat ini, diseluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Angka rata-rata harapan hidup manusia di dunia telah meningkat secara dramatis. Diperkirakan angka harapan hidup maksimum mencapai 125 tahun pada wanita dan lebih singkat pada pria. Kemajuan teknologi dan perbaikan dalam pelayanan kesehatan masyarakat mengakibatkan meningkatnya sejumlah besar pasien yang selamat dari kondisi yang dapat menimbulkan kematian. Fenomena ini mengakibatkan perpanjangan usia hidup dan peningkatan pupulasi lansia. Yeni dan Hermawan (2005) menyebutkan tahun 1996 -2025 populasi lansia di dunia yang berusia 65 tahun atau lebih diperkirakan mengalami peningkatan dari 17% menjadi 82%. Tahun 2025 populasi lansia di dunia diperkirakan melebihi 1 milyar, di mana kebanyakan dari

mereka hidup di negara-negara sedang berkembang. Indonesia sendiri memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam percepatan penambahan lansia di dunia. Pada tahun 1971 jumlah lanjut usia di Indonesia sebanyak 5,3 juta jiwa atau 4,48 persen dari jumlah total penduduk Indonesia, pada tahun 2000 meningkat menjadi 14,4 juta jiwa (7,18%), dan pada tahun 2020 diperkirakan 28,8 juta jiwa (11,34%). Peningkatnya angka harapan hidup dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: majunya pelayanan kesehatan, menurunnya angka kejadian bayi dan anak. Perbaikan gizi dan sanitasi, meningkatnya pengawasan terhadap penyakit infeksi. Sumampouw (2002) dalam skripsi supardi (2012) Peningkatan usia harapan hidup (UHH) pada lansia menimbulkan berbagai

permasalahan khusus yang dapat terjadi pada usia lanjut yaitu proses penuaan. Proses penuaan yang terjadi secara alami dengan konsekuensi timbulnya masalah fisik, mental, dan sosial. Komisi nasional lansia (2011) menyatakan pada saat ini penduduk lanjut usia di Indonesia telah mengalami peningkatan dari sebelumnya yaitu berjumlah sekitar 24 juta dan tahun 2020 diperkirakan akan meningkat sekitar 30-40 juta jiwa. Nugroho (2008) mengatakan bahwa meningkatnya populasi ini akan dapat menimbulkan munculnya masalah masalah penyakit pada usia lanjut. Menurut Departemen Kesehatan tahun 1998, terdapat 7,2 % populasi usia lanjut 60 tahun keatas untuk kasus demensia. Kira kira sebanyak 5 %

usia lanjut 65 70 tahun menderita demensia dan akan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45% pada usia diatas 85 tahun. Sumijatun (2005) dalam Kartikasari (2012) menyatakan bahwa demensia merupakan suatu gangguan fungsi daya ingat yang terjadi perlahan lahan, dan dapat mengganggu kinerja dan aktivitas kehidupan sehari hari orang yang terkena. Gangguan kognitif (proses berpikir) tersebut adalah gangguan mengingat jangka pendek dan mempelajari hal hal baru, gangguan kelancaran berbicara (sulit menyebutkan nama benda dan mencari kata kata untuk diucapkan), keliru mengenai tempat - waktu orang atau benda, sulit hitung menghitung, tidak mampu lagi membuat rencana, mengatur kegiatan, mengambil keputusan, dan lain lain. Boustani, (2007) dalam Aisyah (2009) menyatakan bahwa demensia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Demensia akan mengganggu kegiatan sehari-hari lansia maupun hubungan sosial lansia dengan lingkungannya, bahkan demensia menjadi salah satu penyebab kematian yang semakin meningkat setiap tahun seiring meningkatnya umur harapan hidup. Verghese (2003) dalam Aisyah (2009) menyatakan bahwa beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan demensia berkaitan dengan aktivitas fisik, dan latihan kecerdasan. Aktivitas untuk mengisi waktu senggang pada lansia dapat menurunkan risiko demensia. Jenis aktivitas tersebut melibatkan fungsi kognitif dan fisik. Pada lansia yang

melakukan aktivitas melibatkan fungsi kognitif dapat menurunkan risiko terkena demensia sebesar 0.93 kali (CI 95%: 0.90-0.97). kuntaraf (1996) dalam Aisyah (2009) menyatakan bahwa pada penelitian lain yang dipimpin oleh Dr. R. W. Bowers dari Universitas Bowling Green menunjukkan setelah 10 minggu berjalan atau jogging, pada mereka yang semula hanya duduk saja, ternyata meningkatkan daya ingat dan daya pikir lebih tajam. Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat (2012) menyatakan jumlah penduduk lanjut usia yang tercatat menjapai 3,4 juta orang atau setara dengan delapan persen dari penduduk Jawa Barat saat ini. Pemprov Jawa barat pun menyatakan akan terus meningkatkan angka harapan hidup di Jawa barat dan kesejahteraan Lansia. Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa barat Lex Laksamana saat membacakan sambutan Gubernur dalam acara peringatan Hari Lansia di Halaman Parkir Belakang Gedung Sate, Jalan Cilamaya, Rabu (8/6/2011). Menurut data yang dilansir oleh Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan RI, dalam kurun waktu tahun 2005-2010, jumlah penduduk lanjut usia nasional meningkat sebesar 7,1 juta jiwa atau 1,99 persen dari total penduduk Indonesia. Pada tahun 2020, diproyeksikan penduduk lansia nasional mencapai 28,8 juta jiwa atau 11,34 persen.

Dinas kesehatan kota Cirebon (2013) mengatakan bahwa jumlah lansia di kota Cirebon ada sekitar 14.373 jiwa pada tahun 2011, dan pada tahun 2012 jumlah lansia meningkat menjadi 22.543 jiwa. Sudibjo (2009) mengatakan bahwa Demensia atau pikun adalah suatu sindrom penurunan progresif kemampuan intelektual yang menyebabkan deteorisasi kognisi dan fungsional sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktifitas sehari-hari. Secara gampang, demensia atau pikun dapat diartikan sebagai kemunduran fungsi luhur (global) yang didapat setelah lahir, akibat suatu penyakit organik otak, yang mengakibatkan gangguan fungsi sosial dan pekerjaan. Wilson (2009) dalam pipit festi (2010) mengatakan, seiring dengan angka peningkatan orang usia lanjut, maka angka lansia yang mengalami penurunan fungsi kognitif juga meningkat. Menurut organisasi kesehatan dunia WHO mencatat penurunan fungsi kognitif lansia

diperkirakan 121 juta manusia,dari jumlah itu 5,8 % laki-laki dan 9,5 % perempuan (Ahmad Djojosugito, 2002). Dalton dan Hewson (2008) dalam pipit festi (2010) mengatakan bahwa penurunan fungsi kognitif pada lansia dapat meliputi berbagai aspek yaitu orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi, memori dan juga bahasa. Penurunan ini dapat mengakibatkan masalah antara lain memori panjang dan proses informasi, dalam memori panjang lansia akan kesulitan dalam mengungkapkan kembali cerita atau

kejadian yang tidak begitu menarik perhatiannya dan informasi baru atau informasi tentang orang. Demensia (pikun) adalah kemunduran kognitif yang sedemikian berat sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari- hari dan aktivitas sosial. Kemunduran kognitif pada demensia biasanya diawali dengan kemunduran memori atau daya ingat (pelupa). http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/111/jtptunimus-gdl-sitiaminah-55273-babiip-f.pdf tanggal 4 april 2013. Dikutip dari rubrik Kilas Iptek - koran Kompas, belum lama ini telah dilakukan sebuah penelitian yang dirilis oleh jurnal BMC Medicine. Melalui kegiatan mengisi Teka - Teki Silang (TTS), membaca peta, dan membuat kerajinan tangan bisa mengurangi resiko dan memperlambat kepikunan alias demensia pada orang lansia. Dari hasil penelitian pelatihan kognitif tersebut, menunjukkan aktivitas mental dapat mengurangi resiko demensia. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Aktivitas Kognitif Dengan Daya Ingat Pada Lansia Di Panti Wreda Kasih Kota Cirebon Tahun 2013.

1.2 RUMUSAN MASALAH Adakah hubungan antara aktifitas kognitif dengan daya ingat pada lansia umur 60 74 tahun di panti wreda kasih kota cirebon.

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan aktivitas kognitif dengan daya ingat pada lansia ( 60 - 74 ) di panti wreda kasih kota cirebon. 1.3.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi aktifitas kognitif pada lansia? 2. Mengidentifikasi gambaran daya ingat pada lansia ( 60 74 ) 3. Mengidentifikasi hubungan aktivitas kognitif dengan daya ingat pada lansia ( 60 - 74 ) di panti wreda kasih kota cirebon.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Untuk Panti werda Sebagai masukan dalam menerapkan dan memutuskan kebijakan dalam upaya membantu memperlambat kehilangan daya ingat pada lansia ( 60 74 ). 1.4.2 Untuk Keperawatan Perawat atau petugas kesehatan diharapkan hasil studi ini memiliki informasi tentang pengetahuan tentang memperlambat daya ingat pada lansia ( 60 74 ) tahun, sehingga menjadi landasan untuk memberi penyuluhan pada lansia untuk mengurangi kejadian penurunan daya ingat pada lansia.

1.4.3

Untuk Stikes Mahardika Untuk menambah literature hasil penelitian dan dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan.

1.4.4

Bagi Peneliti Merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga dalam melaksanakan dan menyusun laporan hasil penelitian dalam bentuk karya ilmiyah ini.

1.4.5

Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi / data dasar bagi penelitian selanjutnya yang berminat meneliti yang berhubungan dengan memperlambat penurunan daya ingat pada lansia.

1.4.6

Keaslian Penelitian 1. Musrifatul Uliyah, Siti Aisyah, Yulia Rahmina dengan judul hubungan usia dengan penurunan daya ingat (demensia) pada lansia di panti sosial tresna werdha budi sejahtera landasan ulin kota banjarbaru kalimantan selatan. Persamaannya dengan peneliti ini adalah sama-sama meneliti tentang penurunan daya ingat pada lansia, sedangkan perbedaannya dengan penelitian ini adalah metode yang di gunakan berbeda, peneliti ini menggunakan metode penelitian korelasion.

10

2. Pipit Festi dengan judul pengaruh Brain Gym terhadap peningkatan fungsi kognitif lansia dikarang werdha peneleh Surabaya. Persamaan dengan peneliti ini adalah sama-sama meneliti tentang fungsi kognitif, sedangkan perbedaannya dengan peneliti ini adalah penelitian yang digunakan berbeda Pipit Festi meneliti tentang Brain Gym sedangkan peneliti meneliti tentang daya ingat.

11

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1 KONSEP LANSIA 2.1.1 Pengertian Lansia Beberapa istilah dikenal masyarakat untuk menyebut orang lanut usia, antara lain lansia yang merupakan singkatan dari lanjut usia. Istilah lain adalah manula yang merupakan singkatan dari manusia usia lanjut, dan dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat ada istilah usila singkatan dari usia lanjut. Masa usia lanjut merupakan tahapan paling akhir dalam perjalanan hidup manusia. Proses menua tersebut selain merupakan proses perkembangan yang terus berlangsung hingga akhir hidup manusia, yang ditandai dengan adanya kemunduran secara fisik dan psikis. Menurut badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Menurut yaumil agoes achir dari fakultas psikologi Indonesia lanjut usia juga disebut sebagai seseorang yang digolongkan ke kelompok usia lanjut yang berpedoman pada usia kalendernya, yang lazim nya bila dia menginjak usia 50-60

12

tahun. Akan tetapi setiap orang mengira dirinya sudah tua tergantung dengan situasi dan kondisi yang ada pada dirinya seperti kondisi tubuh dan kondisi psikologinya atau pun penilaian orang lain terhadap dirinya serta pengaruh norma social budaya yang ada. Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga

tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu didalam tubuh akan

menumpuk makin banyak distorsi metabolic dan structural disebut penyakit degenerative yang menyebab kan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999). 2.1.2 Batasan-Batasan Usia Lanjut Siti bandiyah (2009) menyatakan bahwa batasan-batasan usia lanjut meliputi: 1. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 49 tahun. b. Lanjut usia (elderly) = antara 60 dan 74 tahun c. Lanjut usia tua (old) = antara 75 dan 90 tahun d. Usia sangat tua (very old) = di atas 90 tahun

13

2. Menurut Prof Dr. Ny Sumiati Ahmad Mohamad Prof Dr. Ny Sumiati Ahmad Mohamad (Alm) Guru besar Universitas Gajah mada pada Fakultas Kedokteran, membagi periodisasi biologis perkembangan manusia sebagai berikut: a. 0 1 tahun = masa bayi b. 1 6 tahun = masa prasekolah c. 1 6 10 tahun = masa sekolah d. 10 20 tahun = masa pubertas e. 40 65 tahun = masa setengah umur ( prasenium) f. 65 tahun keatas = masa lanjut usia ( senium ) 2.1.3 Masa Usia Lanjut berbicara mengenai usia, biasanya yang diaksud adalah usia kronologisnya, yaitu berapa tahun kehidupan yang telah dilalui sejak ia dilahirkan. Di samping usia kronologisnya terdapat usia biologis, misalnya memberikan tafsiran dari posisi individu saat ini sehubungan dengan potensi jangka hidupnya. Usia biologis, dilihat dari kondisi biologis seseorang, dari fungsi-fungsi berbagai sistem organ tubuhnya, jika dibandingkan dengan orang lain pada umur kronologis yang sama. Usia psikologis menunjukan bagaiman kapasitas adaptif individu dibandingkan dengan orang lain pada umur kronologis yang sama. Kemampuan belajar, intelegensi, ingatan, emosi, motivasi, perhatian dan sebagainya dapat diukur untuk memprediksi sejauh mana seseorang

14

mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan. Usia fungsional mengukur tingkat kemampuan individu untuk keberfungsian dalam masyarakat, dibandingkan dengan orang lain pada umur kronologis yang sama. Apakah ia masih mampu hidup mandiri atau melakukan pekerjaan. Monks dkk, (2002) dalam eny hikmawati, mengatakan bahwa pada masa usia lanjut terjadi perubahan yang cepat dan tidak dapat kembali, yang selanjutnya menuju pada kemunduran tersebut tidak dapat dipastikan hanya oleh karena bertambahnya usia, tetapi karena ada factor lain yang mempengaruhi antara lain dari segi medis, biologis, social, ekonomi dan sejarah kehidupan dan psikologis. Factor tersebut akan dapat mempengaruhi individu sehingga akan membentuk citra menuju lanjut usia yang berbeda. Berdasarkan uraian di atas pada masa usia lanjut adalah masa terjadinya perubahan yang cepat dan tidak daqpat kembali lagi yang selanjutnya menuju perubahan dan penurunan fungsi. Kemunduran tersebut dapat terjadi karena factor medis, biologis, social, ekonomi, sejarah kebudayaan dan factor psikologis. 2.1.4 Teori Usia Lanjut Ada beberapa teori mengenai masa usia lanjut antara lain: 1. Teori Aktivitas Havighurst dalam Higmawati (2009) mengatakan bahwa Teori aktivitas hanya dengan terus melakukan aktivitas, para lanjut

15

usia dapat memperoleh kepuasan dan kebahagiaan. Maksudnya dengan tahap aktif dan berprestasi serta merasa tetap dibutuhkan oleh orang lain membuat para lanjut usia dapat menikmati kebahagiaan di masa usia lanjut. Mereka yang merasa tidak dibutukan lagi akan merasa tidak puas dan tidak bahagia. 2. Teori Disenaagement Atau Teori Pelepasan Menurut teori yang di kemukakan oleh Cumning dan Henry dalam monk, dkk (2002), proses menjadi tua ditentukan menjadi dua arah. Disatu pihak orang yang menjadi tua makin tidak terlibat secara emosional dengan dunia disekitarnya. Individu makin melapaskan dirinya dari berbagai ikatan. Sebaliknya individu dilepaskan oleh kehidupan bersama pada waktu pension. Pelepasan diri yang ditentukan oleh dua arah yang berbeda, menurut teori ini merupakan proses yang wajar dalam kehidupan lanjut usia, manusia menjadi tua dan mengalami pelepasan menjadi lebih bahagia dengan kebebasan yang didapat, kewajibankewajiban nya akan berkurang terhadap lingkungan social dan kehidupan bersama. 3. Teori keterikatan yang selektif Munich (dalam monks dkk, 2002) mengungkapkan bahwa seseorang yang telah memasuki masa usia lanjut dan tidak mempunyai peranan dalam masyarakat atau kehilangan aktifitas

16

sosialnya, maka seseorang akan berusaha memasuki lingkungan social yang lain, namun lebih terbatas akan memberikan peran yang baru bagi mereka. Mereka akan melakukan dengan rasa senang dan puas karena merasa mempunyai banyak waktu untuk melakukan kegiatan baru yang sesuia dengan kemampuan nya. Sebagai contoh seorang kakek yang pension, kemudian memilih tinggal dirumah dengan mengasuh cucunya. Ketiga teori menunjukan bahwa ada beberapa cara untuk mencapai kebahagiaan hidup pada masa usia lanjut, yaitu dengan cara mencari aktifitas lain, dengan membiarkan masa itu berlalu karena memang sudah dinanti, juga dengan cara memilih kegiatan apa yang sesuai dengan kemampuan nya Hikmawati (2009). 2.1.5 Ciri-Ciri Yang Dijumpai Di Usia Lanjut 1. Fisik a. Penglihatan dan pendengaran menurun b. Kulit tampak mengendur c. Aktifitas tubuh menurun. d. Penumpukan lemak di bagian perut dan panggul 2. Psikologi a. Merasa kurang percaya diri b. Sering merasa kesepian c. Merasa sudah tidak dibutuhkan lagi dan tidak berguna

17

Merujuk kembali pada hasil ASEAN Teaching Seminar On Psychogeriatric Problems yang dikutip dari Yaumil Agoes Achir dari Fakultas Psikologi UI, persoalan dan keluhan pada usia lanjut meliputi: 1. Organo-biologik, misalnya: dementia,gangguan fungsi afektif, sulit tidur, diabetes mellitus, hipertensi, dan lain-lain. 2. Psiko edukatif seperti perasaan kesepian, kehilangan, di tolak dan tidal ( disenangi, hubungan yang tegang dengan sanak saudara, apatis, dan lain-lain). 3. Sosio- ekonomik dan budaya misalnya: kesulitan keuangan, kesulitan mendapat pekerjaan, tidak punya rumah tempat menetap, dan lain sebagainya. Sebelum seseorang menjadi tua dari segi fisiknya, orang cenderung mengelak bahwa dirinya sudah menjadi tua, akan tetapi dengan seiringnya waktu setelah seseorang sudah melakukan berbagai usaha untuk menjadikan dirinya tetap muda tidak ada perubahan kemudian tetap muncul cirri-ciri penuaan pada dirinya seperti menurun nya kecekatan tubuh, berkurang nya konsentrasi, berkurangnya daya ingat dan fungsi psiko-motorik lainnya biasanya orang tersebut baru menyadarinya bahwa dia tidak lagi seperti dulu dilihat dari segi fisiknya. Pada usia lanjut yang belum menerima keadaan nya biasanya terjadi krisis identitas. Akan tetapi berbahagialah bagi mereka yang mengerti dan mau menerima

18

keadaan dirinya, oleh sebab itu dibutuhkan reaksi yang lebih sesuai untuk dirinya dan seusia nya. 2.1.6 Perubahan- Perubahan Yang Terjadi Pada Usia Lanjut 1. Fisik Secara fisik seseorang yang mengalami usia lanjut terjadi deklinasi sexual prowess, walaupun tidak nampak dari luar tubuhnya karena telah terjadi perubahan penurunan pada produksi secret dan proses spermatogenesisnya. Rasa kecemasan dan ragu mengenai kemampuan seksual nya merupakan gejala awal yang muncul hal tersebuh adalah umum bagi laki-laki yang menginjak lansia, gejala tersebut menyebabkan tidak idealnya kehidupan laki-laki tersebut. Sedangkan pada perempuan munculnya gejala dari segi seksual merupakan hal yang ditakuti seperti menopous atau berhentinya haid sehingga menimbulkan gangguan psikologis, biasanya sebelum munculnya gejala tersebut wanita sudah mulai menduga-duga tentang kemungkinan buruk yang terjadi pada dirinya. 2. Psikologis Dan Hubungan Seksual Dilihat dari segi kejiwaan, individu yang menginjak lanjut usia biasanya labil apabila mendapat penolakan, penghinaan atau rasa kasian yang tidak sesuai dengan keadaan nya, oleh karena itu biasanya para lansia menginginkan untuk tidak tergantung dengan orang lain dengan usaha mereka sendiri walaupun biaya hidup tidak menjadi

19

jaminan untuk dia mampu memenuhi kebutuhan nya. Hal tersebut dilakukan karena dia ingin dihargai, dicintai, diinginkan kehadiran nya dan ingin hidup lebih bermakna dan bermanfaat bagi orang lain di masa tua nya. Seseorang yang telah menginjak lansia biasanya muncul sikap yang tidak disadari oleh dirinya,sendiri seperti cerewet, pelupa, sering mengeluh, bersikap egois, berkurangnya kelenturan dalam menghadapi perubahan dll. Biasanya lansia tersebut akan bisa merasa diterima bila anak cucunya (keluarganya) menerima segala

kekurangannya, lebih memperhatikan dan dimengerti walaupun mungkin itu sulit diterimabagi semua keluarga akan tetapi dengan pemahaman bahwa setiap orang kelak ketika dia menginjak lanjut usia akan menunjukkan sifat yang sama. 3. Segi Agama Fitrah (2010) menyatakan bahwa lanjut usia sangat mendambakan kasih sayang dan penerimaan social akan tetapi dilain pihak dia juga membutuhkan ketenangannya untuk beribadah, beramal dan berbuat baik dengan cara mendekatkan diri dengan agama dan Tuhan Yang Maha Esa, hal tersebut menyebabkan kebutuhan lanjut usia bergeser dari kebutuhan biologic dan self survival digantikan oleh kebutuhan lain yaitu kebutuhan religious, (fitrah, vina dwi w. 2010. Memahami kesehatan pada lansia. Jakarta: TIM.

20

2.1.7

Mitos - Mitos Lnjut Usia dan Kenyataannya Sheiera saul (1974) dalam Siti bandiyah (2009) menyatakan bahwa: 1. Mitos Kedamaian dan Ketenangan Lanju usia dapat santai menikmati kerja dan jerih payah di masa muda dan dewasanya. Badai dan berbagai goncangan kehidupan seakan-akan sudah berhasil dilewati. Kenyataan: a. Seting ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena penyakit. b. Depresi c. Kekhawatiran d. Paranoid e. Masalah psikotik 2. Mitos Konservatisme dan Kemunduran Pandangan bahwa lanjut usia pada umumnya: a. Konservatif b. Tidak kreatif c. Menolak inovasi d. Berorientasi ke masa silam e. Merindukan masa lalu f. Kembali ke masa anak-anak

21

g. Susah berubah h. Keras kepala dan i. Cerewet Kenyataan: Tidak semua lanjut usia bersikap dan berpikiran demikian. 3. Mitos Berpenyakitan Lanjut usia dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai oleh berbagai penderitaan akibat bermacam penyakit yang menyertai proses menua (lanjut usia merupakan masa berpenyakitan dan kemunduran). Kenyataan: a. Memang proses penuaan disertai dengan menurun nya daya tahan dan metabolsme sehingga rawan terhadap penyakit. b. Tetapi banyak penyakit yang amsa sekarang dapat dikontrol dan diobati. 4. Mitos Senilitas Lanjut usia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh kerusakan bagian otak (banyak yang tetap sehat dan segar). Banyak cara untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan daya ingat. 5. Mitos Tidak Jatuh Cinta Lanjut usia tidak lagi jatuh cinta dan gairah kepada lawan jenis tidak ada.

22

2.2 Konsep Daya Ingat Para psikologi yang meneliti bagaimana fungsi mental berubah saat menjadi tua telah menemukan bahwa terdapat perubahan yang bertahap dalam cara kerja ingatan kita. Salah satunya adalah kemampuan untuk mengingat sederetan angka untuk jangka waktu yang pendek. Sementara orang-orang yang masih muda dapat mengingat sedereten tujuh atau delapan angka dalam waktu satu atau dua menit, maka sebagian besar orang yang usia nya 60 tahun atau lebih hanya bisa mengingat 5 atau 6 angka saja untuk waktu yang sama. Kapasitas untuk mengingat nama tampaknya sangat rentan terhadap dampak usia ini. Namun ketika kita hendak mengingat informasi yang faktual, seperti mengatakan dalam suatu percakapan, isi program radio atau televisi atau bagaimana cara melakukan sesuatu, umumnya orang yang berusia lanjut dapat melakukan nya dengan sangat baik. Orang-orang usia lanjut yang mengalami kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan mengingat mereka, harus mempertimbangkan

kenyataan bahwa ingatan mereka berisi lebih banyak daripada ingatan yang dimiliki orang-orang yang masih muda. Pada usia 70 tahun tempat penyimpanan arsip dalam ingatan berisi informasi yang dikumpulkan dalam jangka waktu dua kali lebih lama dibandingkan yang ada dalam ingatan orang-orang yang berusia 35 tahun. Tidaklah mengejutkan bahwa orangorang yang berusia lanjut lebih lambat untuk mengingat kembali dan

23

menyerap fakta-fakta baru. Jadi, jangan cemas dengan ingatan anda. Bandingkanlah kemampuan dengan sebaya dengan anda, daripada dengan orang yang lebih muda. Christopher (2002). Memori menghubungkan masa lalu dengan masa kini.Memori membuat kita mampu menginterpretasi dan berakasi terhadap pedini pada perjalanan penyakitnya. Meresepsi yang baru dengan mengacu kepada pengalaman lampau. Evaluasi yang akurat dan tepat dari fumgsi memori merupakan salah satu bidang yang paling penting dalam evaluasi neuropsikologi pada manula. Pada usia lanjut perubahan fungsi memori dapat disebabkan oleh faktor neurologic, psikiatrik atau proses menua (usia). Demensia ditandai oleh gangguan memori dan fungsi intelektual. Pada amnesi fungsi memori terganggu dengan latar belakang fungsi intelektual terpelihara. 2.2.1 Pengertian Daya Ingat Musami (2011) dalam Fuhroh (2013) mengatakan bahwa ingatan adalah pengalaman pengalaman masa lalu yang tersimpan, dan pengalaman yang telah tersimpan tersebut bisa dipanggil atau diingat kembali sewaktu-waktu. 2.2.2 Penyebab Penurunan Daya Ingat Setyaningsih (2009) mengatakan bahwa penyebab penurunan daya ingat adalah 1. Merokok Obesitas 2. Hipertensi

24

3. Penyakit Jantung 4. DM 5. Peminum Alkohol 6. STROKE 2.2.2 Jenis Ingatan (Memori) Mustomi (2011) dalam Fuhroh (2013) menyatakan bahwa ingatan atau memori menjadi salah satu pokok bahasan dalam psikologi kognitif yang memusatkan perhatian pada cara kita merasakan, mengolah, menyimpan dan merespon informasi. Atkinson (1983) dalam Fuhroh (2013) menyatakan bahwa ingatan terbagi ke dalam dua jenis, yaitu ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang, namun Atkinson dan Shiffrin (1993) dalam Fuhroh (2013) membagi ingatan dalam tiga jenis, yaitu ingatan sensoris (sensory memory), ingatan jangka pendek (short-term memory) dan ingatan jangka panjang (long-term memory). 2.2.3 Proses Ingatan Dalam proses mengingat informasi terdapat 3 tahapan yaitu memasukan informasi (encoding), penyimpanan (storage), dan

mengingat (retrieval stage). Hal ini sesuai dengan ungkapan para ahli psikologi Atkinson (1983) yang membagi tiga tahapan ingatan, yaitu encoding, storage, dan retrieval.

25

1. Encoding (Pengkodean) Pada tahap Encoding terjadi proses memasukan informasi yang ada dengan mengubah informasi tersebut ke dalam bentuk yang sesuai dengan sifat-sifat organisme. Menurut wade dan travis (2007) dalam Fuhroh (2013) encoding ini disebut juga penyandian informasi, yakni mengubah informasi menjadi bentuk yang dapat diproses atau digunakan oleh otak seseorang. Proses perubahan informasi pada tahap encoding dapat terjadi dengan 2 cara, yang pertama tidak sengaja, yaitu apabila halhal yang diterima oleh indera dimasukan dengan tidak sengaja ke dalam ingatan, seperti, jika dipukul akan sakit. Informasi tersebut akan disimpan sebagai pengertian-pengertian, sedangkan yang kedua sengaja, yaitu bila individu dengan sengaja memasukan pengalaman dan pengetahuan ke dalam ingatannya, seperti dalam menyebutkan nama-nama benda secara benar. 2. Storage (Proses Penyimpanan) Storage merupakan proses penyimpanan informasi yang teah diproses pada tahap encoding. Dalam proses ini informasi akan dipertahankan selama mungkin. Proses storage disebut juga retensi, yaitu proses pengendapan yang diterima dalam suatu tempat tertentu. System penyimpanan ini sangat mempengaruhi jenis memori (memori sensori, memori jangka pendek, dan memori jangka

26

panjang). Setiap proses belajar akan meninggalkan jejak-jejak dan bisa ditimbulkan kembali. Jejak-jejak ini bisa disebut juga dengan nama memory traces. Meski disimpan namun jika tidak sering digunakan memori traces ini akan sulit untuk ditimbulkan kembali bahkan bisa saja hilang, jika hal ini sampai terjadi maka timbul fenomena yang sering disebut lupa. 3. Retrival (Proses Mengingat) Retrival adalah proses mengingat kembali apa yang pernah disimpan pada tahap sebelumnya. Retrival merupakan suatu proses mencari dan menemukan informasi yang disimpan dalam memori untuk suatu kebutuhan atau keperluan. Seorang ahli psikologi Hilgard dalam musami (2011) dalam Furhan (2013) menyebutkan tiga proses mengingat: a. Recall yaitu proses mengingat kembali informasi yang dipelajari di masa lalu tanpa petunjuk yang dihadapkan pada organisme. Contohnya mengingat sebuah merk barang tertentu misalnya sepatu, tanpa adanya sepatu yang sedang diingatnya tersebut. Recall biasanya mengeluarkan bagian spesifik dari informasi yang diarahkan dengan cues (isyarat). b. Recognition yaitu proses mengenal kembali informasi yang sudah dipelajari melalui satu petunjuk yang dihadapkan pada organism. Contohnya mengingat nama seseorang disaat dia berjumpa

27

dengan orang yang bersangkutan. Proses ini lebih komplek dibandingkan dengan recall. c. Redintegrative yaitu proses mengingat dengan menghubungkan dengan berbagai informasi menjadi suatu konsep atau cerita yang cukup komplek. Contoh dari proses redintegrative ini adalah ketika sebuah nama disebutkan kepada seseorang, maka orang itu akan teringat banyak hal dari nama tersebut karena suatu peristiwa misalnya. 2.3.4 Alat Ukur Penurunan Daya Ingat Gallo (1998) mengatakan bahwa alat ukur demensia menggunakan Mini Mental State Examination yang diambil dari buku Journal of Psychiatric Research yang terdiri dari 30 pertanyaan dan dikelompokkan menjadi 5 macam, yaitu : orientasi (tahun, musim, tanggal, hari, bulan, negara, desa, kota, kecamatan dan tempat tinggal), registrasi (menamai tiga objek), perhatian dan kalkulasi (mengeja kata dunia dari belakang ke depan), mengingat (menanyakan tiga objek yang telah di sebutkan tadi diatas), dan bahasa. Dari pertanyaan diatas bisa dikatakan demensia jika seseorang tidak mampu menjawab 24 pertanyaan dengan benar dan dikatakan tidak demensia jika seseorang mampu menjawab 24 pertanyaan atau lebih dengan benar yang di unggah dari http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/111/jtptunimus-gdlropiahg2a0-5519-4-bab2.pdf pada tanggal 6 April 2013.

28

2.3 Konsep Demensia 2.3.1 Pengertian demensia Sumijatun (2005) dalam Kartikasari (2012) menyatakan bahwa demensia merupakan suatu gangguan fungsi daya ingat yang terjadi perlahan lahan, dan dapat mengganggu kinerja dan aktivitas kehidupan sehari hari orang yang terkena. Gangguan kognitif (proses berpikir) tersebut adalah gangguan mengingat jangka pendek dan mempelajari hal hal baru, gangguan kelancaran berbicara (sulit menyebutkan nama benda dan mencari kata kata untuk diucapkan), keliru mengenai tempat - waktu orang atau benda, sulit hitung menghitung, tidak mampu lagi membuat rencana, mengatur kegiatan, mengambil keputusan, dan lain lain. Boustani, (2007) dalam Aisyah (2009) menyatakan bahwa demensia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Demensia akan mengganggu kegiatan sehari-hari lansia maupun hubungan sosial lansia dengan lingkungannya, bahkan demensia menjadi salah satu penyebab kematian yang semakin meningkat setiap tahun seiring meningkatnya umur harapan hidup. 2.3.2 Tiga Stadium Gejala Penurunan Daya Ingat Setyaningsih (2009) mengatakan bahwa stadium gejala penurunan daya ingat ada 3 yaitu:

29

1. Stadium Amnesia (Lupa) = Awal 2. Stadium Konfuse (Kacau) = Menengah 3. Stadium Demensia (Pikun) = Lanjut 2.3.3 Gejala Demensia Demensia Tahap Awal 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kesulitan berbahasa (cari kata2 tepat ) Lupa ( baru terjadi, hari, tanggal) Tersesat di tempat yg dikenal baik Kesulitan mengambil keputusan Kurang inisiatif dan motivasi Tampak sedih murung, mudah marah Hilang minat terhadap hobi dan aktivitas Gejala

2.3.4 Demensia Tahap Menengah 1. Sangat pelupa (baru terjadi, nama, orang) 2. Tidak bisa hidup mandiri (ADL) 3. Sulit berbicara 4. Perilaku tidak wajar (keluyuran, tersesat) 5. Halusinasi 2.3.5 Demensia Tahap Lanjut 1 2 Sukar makan, minum, berjalan Tidak mengenali keluarga dekat, kawan, obyek familiar

30

3 4 5 6

Tidak paham kejadian sekeliling Tersesat meskipun dalam rumah Perilaku tidak sopan/wajar Aktivitas terbatas

2.3.6 Penyebab Demensia Setyaningsih (2009) mengatakan bahwa penyebab demensia adalah 1. Penyakit Alzheimer 2. Demensia vascular 3. Kekurangan vitamin B 12, B6 4. Kel. Tiroid yg tdk bekerja sempurna 5. Cedera pada kepala 6. Infeksi = Ensefalitis 7. Penyakit degeneratif otak lainnya 2.3.7 Pikun dapat dideteksi dan ditentukan dengan cara : Sudibjo (2009) mengatakan bahwa pikun dapat dideteksi dan ditentukan dengan cara: 1. Anamnesis / wawancara 2. Pemeriksaan klinis terhadap pasien 3. Neuropsikologi : MMSE,CDT, Hachinski ischaemi scale, formal neuropsychological ass.(WAIS),dll 4. Neuroimaging (CT, MRI, PET, SPECT)

31

5. Lain-lain : a. Lab. Darah, LCS b. X-foto thoraks c. Genetik d. biopsi e. TCD f. EKG 2.3.8 Pendekatan Yang Dilakukan Dapat Secara Non Farmakologik Dan Farmakologik. Sudibjo (2009) mengatakan bahwa ada 2 pendekatan terhadap lansia antara lain: Pendekatan non farmakologik (bukan dengan obat-obatan) meliputi: 1. Informasi dan edukasi caregiver 2. Dukungan keluarga 3. Pelatihan : L U P A, OR, Brain fitness 4. Rehabilitasi medik 5. Modikifasi gaya hidup / lifestyle 6. Pengaturan diit 7. Perawatan : - Penanganan perilaku 8. Perawatan aktifitas sehari-hari Adapun pendekatan farmakologik (dengan obat-obatan) meliputi:

32

1. Penyebab demensia 2. Gangguan perilaku 3. Perbaikan fungsi kognitif (Aricept) 4. Penyakit penyerta 2.3.9 Pencegahan Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajamman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak seperti ; 1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan. 2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari. 3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif. Seperti kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.tetap berintraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki persamaan minat atau hobi. 4. Mengurangi stres dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat (Hurley, 1998).

1. Beri makan otak Anda

33

adalah yang anda makan. Kalau banyak makan junk food, maka otak kita jadi sampah juga. Lemak dalam makanan berkadar lemak tinggi bisa berimbas buruk pada sinaps otak. Sinaps adalah bagian yang menghubungkan neuron otak dan penting untuk belajar serta mengingat. Untuk menyehatkan bagian ini, makan makanan yang mengandung aga bisa meningkatkan daya ingat, berfikir lebih jernih dan mengurangi resiko penyakit kognitif. Sebab olah raga akan mengurangi tekanan pada tubuh, memompa energi lebih banyak ke otak. Aktifitas ini juga memicu pelepasan bahan kimia yang menguatkan neuron. Cukup setengah saja setiap hari, jangan lupa lakukan peregangan otot. 2. Olah Otak Mengisi TTS, main games memori, ternyata juga olah otak yang mencegah kepikunan.aktivitas ini menstimulasi otak sehingga otak kita terlatih untuk mengingat-ingat selalu alias tidak malas berfikir. Semua itu membuat sistem otak kita selalu siap bekerja kapan saja, tidak mogok. 3. Trik Memori Kegiatan ini membiasakan kita mengingat - ingat danmengontrol daya ingat. Membuat prediksi juga bisa membantu proses daya ingat. Latihan ini berguna sebab kadang saat kita punya suatu ide, kita lupa data-data lain yang bisa mendukung ide tersebut.

34

4. Istirahatkan Walau otak kita jenius, kalau di pakai terus juga akan lemah. Maka beri istirahat agar kelak bisa bekerja lebih baik lagi. Sebuah studi mengatakan, tidur 90 menit di siang hari bisa membantu kinerja otak (Hurley, 1998). http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17277/4/Chapter%2 0II.pdf di unga tanggal 4 April (2013).

2.4 Konsep Aktivitas Kognitif Adetruna (2012) menyatakan bahwa Kompetensi kognisi diartikan sebagai bentuk kecerdasan atau inteligensi. Bidang ilmu yang mempelajari kognisi bervariasi, antara lain; psikologi, filsafat, komunikasi, neurosains, serta kecerdasan buatan. Pelatihan kognitif mampu meningkatkan pemikiran, ingatan, dan bahasa orang lansia yang sehat. Dan diprediksi pada 2050 jumlah orang berusia lebih dari 65 tahun meningkat 1,1 miliar jiwa di seluruh dunia, dan 37 juta orang akan mengalami demensia. Berbicara mengenai kecerdasan buatan, dikutip dari rubrik Kilas Iptek - koran Kompas, belum lama ini telah dilakukan sebuah penelitian yang dirilis oleh jurnal BMC Medicine. Melalui kegiatan mengisi TTS, membaca peta, dan membuat kerajinan tangan bisa mengurangi resiko dan memperlambat kepikunan alias demensia pada orang lansia. Dari hasil penelitian pelatihan kognitif tersebut, menunjukkan aktivitas mental dapat mengurangi resiko demensia, namun pengaruh bagi

35

kesehatannya masih minim untuk dipahami. Makanya, para peneliti di Cina tersebut mengamati manfaat pelatihan kognitif untuk melawan penurunan mental bagi para lansia yang hidup mandiri. Melalui cara menghimpun orang lansia yang berusia antara 65-75 tahun dengan meneliti indera penglihatan, pendengaran, dan keterampilan serta komunikasi yang baik. Semua lansia diberikan kegiatan mengisi TTS, membaca peta, dan membuat kerajinan tangan. Sesi penelitian pelatihan kognitif berlangsung selama 12 minggu, dengan pembagian waktu 2 kali per minggu. Untuk kemudian dilakukan lagi pengetesan 6 bulan kemudian. Dilansir dari Science Daily, hasilnya, menunjukkan orang lansia sehat yang mengikuti pelatihan kognitif kesehatan mentalnya mengalami peningkatan. 2.4.1 Fungsi Kognitif Usia Lanjut 1. Kecerdasan pada Usia Lanjut Perubahan yang terjadi di otak lanjut usia adalah: a. Otak menjadi atrofis, beratnya berkurang 5-10%, ukurannya mengecil, terutama di bagian parasagital, frontal dan parietal; b. Jumlah neuron berkurang dan tak dapat diganti baru; c. Terjadi pengurangan neurotransmitter; d. Terbentuknya struktur abnormal di otak dan terakumulasi pikmen organikmineral seperti lipofuscin, amyloid, plak dan

neurofibrilliary tangle;

36

e. Perubahan biologis lain nya yang mempengaruhi otak seperti gangguan indera telinga, mata, gangguan kardi ovaskular,

gangguan kelenjar thyroid dan kortikosteroid. f. Berat otak menurun dengan melanjutnya usia. Berat otak pada usia 90 tahun berkurang 10% dari waktu masih muda. Jumlah sel syaraf berkurang sebanyak kira-kira 100.000 se l sehari. Pada usia dasawarsa ke delapan, 30-50% sel-sel syaraf sudah hilang pada bagian tertentu dari otak, namun ada daerah lain yang hilangnya berbeda, misalnya batang otak biasanya tetap utuh. Bila dibandingkan dengan usia 25 tahun, usia 75 tahun menunjukkan kemunduran sebesar 20-40% dalam kecepatan menulis tangan, memasang kancing dan memotong dengan pisau. Umumnya usia lanjut mempunyai energi yang menurun dan inisiatifnya berkurang. Mereka cenderung bersikap lebih hati-hati, biasanya mereka mengalami kesulitan bila menyelesaikan masalah baru yang rumit dan kompleks. 2. Perubahan Intelektual memori dan variabel psikologi lainnya sudah banyak diteliti pada usia lanjut yang normal. Berbagai penelitian yang telah dilakukan didapatkan beberapa hal: a. Kinerja intelektual sebagaimana yang diukur dengan tes

kemampuan verbal dalam bidang vokabular (kosa kata), informasi

37

dan komprehensi mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun dan kemudian menetap sepanjang hidup, setidak- tidaknya sampai usia pertengahan 80-an tahun, bila tidak ada penyakit; dan b. Kemampuan melaksanakan tugas yang diberi batas waktu, yang terkait waktu, yang membutuhkan kecepatan, misalnya kecepatan mengolah informasi, mencapai puncaknya pada usia sekitar 20 tahun, kemudian menurun lambat laun sepanjang hidup. Walaupun sebagian dari penurunan kecepatan ini diakibatkan oleh perubahan dalam bidang motorik dan kemampuan persepsi, didapat bukti bahwa kecepatan pemrosesan di pusat saraf menurun dengan meningkatnya usia. Perubahan ini dialami oleh hampir semua orang yang mencapai usia 70-an. Namun didapatkan juga penyimpangan, yaitu beberapa orang usia 70 tahun

melaksanakannya lebih baik daripada yang berusia 20 tahun. c. Bertambahnya atau melanjutnya usia terjadi kelambanan dalam banyak segi. Perlambatan terjadi pada tugas motorik yang sederhana seperti: lari dan mengetuk jari, pada persepsi sensorik, pada tugas kompleks yang membutuhkan pemrosesan sentral, kecepatan menyalin kata-kata, kecepatan menambah hitungan. Namun, pada beberapa tes terlihat bahwa usia lanjut bersikap lebih hati-hati dan membuat lebih sedikit kesalahan.

38

2.5 Kerangka Teori


Faktor-faktor yang mempengaruhi Daya ingat : Tingkat Daya ingat pada lansia

1.Umur 2.Asupan Gizi 3.Jenis kelamin 4.Konsumsi Nikotin atau Merokok 5.Aktifitas fisik dan olahraga 6.Tekanan darah 7.Faktor Sosial dan ekonomi 8.Gangguan Neorologis 9.Faktor sikologi
Faktor faktor yang meningkatkan Daya ingat: - aktivitas kognitif 1. merajut 2. membaca peta 3. mengisi teka-teki silang - aktivitas fisik - pola makan

Sumber : (Ikhsan, 2012 ;)

2.6 Kerangka Konsep Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Hurlock (1992) dalam Hikmawati (2009) mengatakan bahwa masa lanjut usia terdiri dari masa usia lanjut awal yang

39

berkisar antara 60 tahun hingga usia tahun 70 tahun dan masa usia lanjut dengan rentang usia dari 70 tahun sampai akhir kehidupan seseorang. Daya ingat menurut Musami (2011) dalam Fuhroh (2013) mengatakan bahwa ingatan adalah pengalaman pengalaman masa lalu yang tersimpan, dan pengalaman yang telah tersimpan tersebut bisa dipanggil atau diingat kembali sewaktu-waktu. Berdasarkan uraian diatas gambaran kerangka konsep penelitian ini disusun sebagai berikut: Bagan 2.6 Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Aktivitas Kognitif Dengan Daya Ingat Pada Lansia Di Panti Werda Kasih Kota Cirebon Tahun 2013

Aktivitas kognitif

Daya ingat

2.7 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara atas pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan. Hipotesis dalam penelitian keperawatan terdiri atas hipotesis nol dan hipotesis alternatif. Hipotesis alternatif menyatakan adanya hubungan antar variabel sedangkan hipotesis nol menyatakan tidak ada antar variabel. Alimul (2007) dalam Suastri (2012). Adapun rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut :

40

Ha : Ada hubungan antara perilaku oral hygiene dan pola makan dengan kejadian karies gigi. Ho : Tidak ada hubungan antara perilaku oral hygiene dan pola makan dengan kejadian karies gigi.

3.1 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional 3.1.1 Definisi Konseptual 1. Musami (2011) dalam Fuhroh (2013) mengatakan bahwa ingatan adalah pengalaman pengalaman masa lalu yang tersimpan, dan pengalaman yang telah tersimpan tersebut bisa dipanggil atau diingat kembali sewaktu-waktu. 2. Aktivitas kognitip dikutip dari rubrik Kilas Iptek - koran Kompas, belum lama ini telah dilakukan sebuah penelitian yang dirilis oleh jurnal BMC Medicine. Melalui kegiatan mengisi Teka-teki silang, membaca peta, dan membuat kerajinan tangan bisa mengurangi resiko dan memperlambat kepikunan alias demensia pada orang lansia. 3.1.2 Definisi Operasional Definisi Operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati sehingga

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran

41

secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena Alimul, (2007) dalam Sulastri (2012).

42

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan kohort dengan metode pendekatan re and post . Penelitian kohort atau sering disebut enelitian rosektif adalah suatu enelitian survei (nonekserimen) yang aling baik dalam mengkaji hubungan antara faktor risiko dengan efek (penyakit). 3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang tinggal di panti werda kasih dan panti siti khodijah di kota cirebon dengan jumlah lansia 30 orang 3.2.2 Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah lansia panti werdha kasih kota cirebon dengan cara proporsional. a. Besar sampel Diperoleh dengan rumus (Notoatmodjo, 2002) yang terpilih dengan cara proporsional.
42

43

n=

Keterangan : N : Besar populasi (30) n : Jumlah sampel d : Tingkatkepercayaan(10%). Dengan penghitungan sebagai berikut: n=

n=

n=

n=

n = 29,91 dibulatkan 30 berdasarkan penghitungan di atas diperoleh sebanyak 30 siswa. b. Tekhnik pengumpulan data Pengumpulan data ini dilakukan sendiri di panti yang akan diteliti di panti werdha kasih dan panti khodijah kota cirebon, data penelitian ini diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner kepada
43

44

responden, yang harus di isi dengan cara ceklis dengan bentuk variabel-variabel yang akan diteliti. c. Cara penentuan sampel Penentuan sampel dilakukan dengan cara Proporsional random sampling adalah random sampling berdasarkan proporsi atau jumlah populasi yang ada dibandingkan deangan sampel yang dibutuhkan (Praktiknya, 2001).

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini di lakukan di panti werdha kasih dan panti siti khodijah di kota Cirebon. 3.3.2 Waktu Penelitian Adapun waktu penelitian ini akan dilaksanakan setelah pengajuan proposal 3.3.3 Variabel Penelitian Notoatmodjo (2002) menegaskan bahwa variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan pada satuan penelitian tentang sesuatu konsep, dalil, atau pengertian tertentu.
44

45

1. Variabel Independen (Bebas) Variabel bebas adalah suatu variabel yang variasinya mempengaruhi variabel lain (Badriah Dewi Lailatul, 2006). Dalam penelitian ini variabel independennya adalah perilaku aktivitas kognitif. 2. Variabel Dependen (Terikat) Varibel terikat adalah variabel penelitian yang diukur untuk mengetahui besaenya efek atau pengaruh variabel lain (Badriah Dewi Lailatul, 2006). demensia. 3.3.4 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional 1. Definisi Konseptual a. Pengertian daya ingat adalah Musami (2011) dalam Fuhroh (2013) mengatakan bahwa ingatan adalah pengalaman pengalaman masa lalu yang tersimpan, dan pengalaman yang telah tersimpan tersebut bisa dipanggil atau diingat kembali sewaktu-waktu. b. Aktivitas kognitip dikutip dari rubrik Kilas Iptek - koran Kompas, belum lama ini telah dilakukan sebuah penelitian yang dirilis oleh jurnal BMC Medicine. Melalui kegiatan mengisi
45

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

46

Teka-teki silang, membaca peta, dan membuat kerajinan tangan bisa mengurangi resiko dan memperlambat kepikunan alias demensia pada orang lansia 3.3.5 Definisi Operasional Definisi Operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Tabel 2 Definisi Operasional. Alat No Variabel Definisi ukur 1 Daya ingat Pengertian Musami (2011) Kuesio dalam Fuhroh (2013) ner Hasil ukur ukur tidak interval dimensi a jika 24 pertany aan - dimensia jika < Skala

mengatakan bahwa ingatan adalah pengalaman masa lalu dan telah bisa

pengalaman yang

tersimpan, yang tersebut

pengalaman tersimpan

46

47

dipanggil

atau

diingat

24 pertany aan

kembali sewaktu-waktu.

Aktivitas 1. Aktivitas kognitif

kognitip observa

Ordinal

dikutip dari rubrik Kilas si Iptek - koran Kompas, belum lama ini telah dilakukan sebuah

penelitian yang dirilis oleh jurnal BMC Melalui

Medicine.

kegiatan mengisi TTS, membaca membuat peta, dan

kerajinan

tangan bisa mengurangi resiko memperlambat kepikunan alias dan

demensia pada orang l

47

48

3.4 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan alat bantu pengumpulan data tentang variabel-variabel yang diteliti. Jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, yang digunakan untuk menilai hubungan aktivitas kognitif dengan daya ingat pada lansia yang meliputi faktor yang mempengaruhi demensia : Umur, genetik atau keturunan, jenis kelamin, pendidikan, keluarga dengan sindrom down, fertilitas yang kurang, kandungan alumunium pada air minum, defisiensi kalsium. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini dirancang .

3.5 Pengolahan Data dan Analisa Data 3.5.1 Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan (data mentah) kemudian diolah. Pengolahan data dimaksudkan sebagai suatu proses untuk memperoleh data ringkasan dan data mentah dengan menggunakan cara atau rumus tertentu. (Ikbal, 2001).Proses pengolahan data dilakukan melalui tahap: 1. Editing (koreksi) Merupakan kegiatan untuk mengecek kelengkapan pemgisian kuesionar, apakah jawaban yang ada dikuesioner telah terisi semua dengan lengkap, apakah tulisan dari jawaban pertanyaan cukup jelas
48

49

terbaca, jawaban yang tertulis apakah sudah cukup relevan dengan pertanyaanya, apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi dari jawabanya sudah cukup konsisten. 2. Coding (pengkodean) Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data dalam bentuk angka atau bilangan. Kegunaanya adalah untuk mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat entry data. 3. Proccesing (Pemrosesan data) Setelah kuesioner terisi lengkap dan benar dan juga telah melewati pengkodingan maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuesioner kepaket program komputer yaitu SPSS for windows. 4. Cleaning (Pembersihan data) Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data-data yang telah dimasukan ke program komputer agar data yang sudah diproses terbebas dari kesalahan sebelum dilakukan analisa data.

49

50

3.5.2 Analisa Data Analisis data akan dilakukan dengan program SPSS for windows, dan uji statistik dengan menggunakan uji univariat dan bivariat. 1. Analisa univariat Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui distribusi dari variable-variabel yang diamati dan di sajikan dalam bentuk label dan analisis persentase. Analisis yang bersifat univariat ini untuk melihat kelayakan data, gambaran data yang di kumpulkan, apakah dalam keadaan optimal atau tidak untuk di analisis selanjutnya.

P= x100%

Keterangan : P = Prosentase F = Frekuensi N = Jumlah Responden 100 = Bilangan Tetap

50

51

(Sugiyono, 2007) 2. Analisa bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mendeskripsikan tabulasi silang antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat yang diduga mempunyai hubungan atau korelasi. Analisis bivariat yang di gunakan adalah uji statistik ChiSquare. Adapun rumus uji Chi-Square :

Keterangan: = nilai chi square fo - frekuensi observasi fh = frekuensi harapan Dengan kriteria penerimaan dan penolakan Ho : Bila nilai P >0,05(a), berarti Ho diterima dan Ha ditolak artinya antara kedua variabel tidak terdapat hubungan. Dan Bila nilai P <0,05 (a), berarti Ho ditolak dan Ha diterima, artinya antara kedua variabel terdapat hubungan. sendiri oleh peneliti. Instrumen ini terdiri dari 15 pertanyaan.
51

52

3.6

Etika Penelitian 3.6.1 Informed Consent Informed Consent diberikan sebelum melakukan penelitian. Informed Consent ini berupa lembar peesetujuan untuk menjadi responden. Pemberian Informed Consent ini bertujuan agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya. Jika responden bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati keputusan tersebut. 3.6.2 Anonimity Anonimity berarti tidak perlu mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data (kuesioner). Peneliti hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data tersebut. 3.6.3 Confidentiality Subbab ini menjelaskan masalah-masalah responden yang harus dirahasiakan dalam penelitian. Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan dalam hasil penelitian (Aziz Alimul, 2007: 58-59).
52

53

DAFTAR PUSTAKA

Setyaningsih, Indarwati. 2009. Waspadai Mudah Lupa. Yogyakarta di unggah tanggal 31 maret 2013 http://ebookbrowse.com/gdoc.php?id=40622831&url=be7dfe3a891a30db63f87 647bc37d342

Jumlah Lansia Jabar Capai 3,4 Juta Orang http://bdguptodate.com/index.php?page=view&class=Berita&id=11060816203 http://www.adetruna.com/2012/04/penelitian-pelatihan-kognitif.html Martyn, Christopher N, & Catharine R, Gale 2002. Pikun dan pelupa. Jakarta: Dian Rakyat

Sudibjo, prijo. 2009.

Narasi Kegiatan Penyuluhan Demensia Pada Pertemuan

Kelompok Lansia (Lanjut Usia) Rumah Sakit Condong Catur Yogyakarta Tahun 2009.skripsi Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta

53

54

http://news.detik.com/bandung/read/2011/06/08/112923/1655671/486/8-persenpenduduk-jawa-barat-adalah-lansia?g771108fvt fifit pesti http://www.fik.umsurabaya.ac.id/jurnal/pengaruh-brain-gym-terhadap-

peningkatan-fungsi%20kognitif-lansia-dikarang-werdha-peneleh-surabaya.pdf

54

You might also like