You are on page 1of 34

1

KASUS 1 Batuk Darah

Seorang laki-laki berusia 38 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan batuk darah sejak 5 hari yang lalu. Batuk darah kurang lebih banyaknya 2 sendok makan sehari. Pasien sering mengalami batuk yang kambuhan tetapi baru kali ini mengalami batuk berdarah. Pasien kadang merasa sesak tetapi tidak terusmenerus. Pasien tinggal di pemukiman padat dan kumuh. Pasien bekerja di pabrik yang memproduksi asbes sejak 5 tahun terakhir ini.

Step 1 1. Batuk darah : Suatu sekret yang dikeluarkan berupa lendir atau mukus yang bercampur darah akibat lesi yang berasal dari saluran pernafasan atas sampai bawah. 2. Sesak : Suatu upaya untuk mengambil nafas dikarenakan adanya perasaan sulit bernafas yang diakibatkan adanya penyakit kardiopulmonal. 3. Asbes : Bahan bangunan yang mempunyai kandungan senyawa campuran magnesium berbentuk serat asbes yang biasa dipakai untuk membuat atap dalam rumah. Step 2 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Bagaimana struktur anatomi, histologi dan fisiologi sistem pernafasan? Apa saja penyebab batuk berdarah? Bagaimana mekanisme batuk secara umum? Klasifikasi batuk berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan? Mekanisme batuk berdarah? Patogenesis batuk kambuhan menjadi batuk berdarah? Apa yang menimbulkan terjadinya sesak nafas? Hubungan batuk berdarah dengan sesak nafas? Hubungan batuk berdarah dengan lingkungan rumah sekitar dan lingkungan pekerjaan? 10. Penegakkan diagnosis batuk berdarah sesuai dengan kasus?

11. Penatalaksanaan batuk darah sesuai dengan kasus diatas? 12. Bagaimana prognosis dan komplikasi batuk berdarah pada kasus diatas? Step 3 1) Anatomi, histologi dan fisiologi sistem pernafasan 1. Fisiologi Respirasi mempunyai fungsi sebagai ventilasi pertukaran udara oksigen dan karbon dioksida, serta respirasi dibagi menjadi dua yaitu respirasi interna dan respirasi eksterna. Respirasi interna adalah proses respirasi atau pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang berada pada jaringan tubuh antara darah dan jaringan sekitarnya. Respirasi eksterna adalah proses repirasi yang berada pada paru-paru yang akan mengalami pertukaran oksigen dan karbon dioksida di alveolus dan pembuluh darah kecil pulmoner. Ada juga sebagai fungsi non-respirasi dimana akan membantu pembuangan air dan akan membantu venous return. 2. Anatomi Hidung faring laring trakhea bronkus primer bronkus sekunder bronkus tertius bronkiolus Bronkhiolus terminalis bronkhiolus repiratorius Duktus alveolaris antrum alveolaris sakus alveolaris alveolus. 3. Histologi Trakhea kartilago seperti tapal kuda, epitel kolumner

pseudokompleks berisilia bergoblet Bronkus primer kartilago dan epitel kolumner pseudokompleks bersilia bergoblet Bronkus sekunder Epitel kuboid, cincin tulang rawan penuh Bronkiolus otot polos tebal, epitel kuboid tipis, dan pendek serta tidak mempunyai kartilago Alveolus tersusun atas epitel gepeng atau pipih selapis.

2) Penyebab batuk berdarah Benda asing asbes, paparan debu, kelereng dan asap rokok, dimana ada penyakit yang diakibatkan oleh serat asbes yang disebut asbestosis. Dan untuk paparan debu dapat dibagi menjadi dua yaitu, organik dan anorganik dimana yang organik contohnya asbes dan anorganik debu kayu. Infeksi organisme seperti infeksi virus, bakteri, jamur, protozoa, dan cacing Neoplasma yang dapat menjadikan kanker paru Trauma/ cedera terbentuknya luka pada saluran pernafasan Penyakit kardiovaskular yang mengakibatkan batuk berdarah contohnya, emboli paru, stenosis mitral, malformasi vena-arteri dan sebagainya.

3) Mekanisme batuk secara umum Saluran nafas terganggu refleks batuk Apabila refleks bersin terdapat pada daerah cavum nasi sebagai perlindungan oleh saraf otonom Refleks batuk adalah refleks yang diatur oleh sistem mukosiliar yang berfungsi sebagai reseptor batuk akibat ada benda asing atau partikel mikron yang masuk kedalam sistem pernafasan. Lalu dari reseptor akan diteruskan ke sistem aferen, pusat batuk, eferen dan efektor sehingga timbulah respon batuk.

4) Klasifikasi batuk berdasarkan jumlah darah Bercak Hemoptisis 15% mengandung darah dan biasanya terjadi pada kanker paru Hemoptisis masif Batuk darah 600 mm/ 24 jam, batuk darah < 600 mm / jam tiap 200 mm Pseudohemoptisis karena luka dibagian mulut dan paru

5) Mekanisme batuk berdarah Infeksi saluran nafas memproduksi sekret berlebih batuk tekanan paru-paru meningkat kapiler darah pecah darah keluar bersama batuk.

6) Patogenesis batuk yang kambuh dan berdarah Debu atau serat asbes terhirup pasien terdesposisi traktus respiratorius atas (dinding bronkus) makrab memfagositosis debu atau serat asbes fagositosis tidak sempurna timbul reaksi pembekuan fibrosis (jaringan parut di paru) batuk berdarah bila debu yang terpapar banyak reaksi jaringan meningkat penyakit paru kronis progresif batuk non-produktif kambuh.

7) Penyebab sesak nafas Paru-paru sakit Penurunan sekret menimbulkan kolaps sesak Dari penyakit asma, bronkitis, emboli paru, pneumonia, pneumotoraks, trauma, neurologik penyakit 8) Tersumbatnya jalan nafas sesak

9) Hubungan keluhan dengan lingkungan: Lingkungan pekerjaan kerja di pabrik asbes pasien terpapar asbes asbes menyebabkan fibrosis (jaringan parut di paru). Bila pasien tidak menggunakan APD (masker) maka,akan menjadi faktor resiko Lingkungan padat penduduk faktor memperberat sesak nafas pasien oksigen akan digunakan banyak orang dan faktor penyebaran penyakit akan meningkat sehingga akan menimbulkan sesak nafas. Lingkungan kumuh rumah tidak sehat (kotor) ventilasi dan pencahayaan kurang, banyak asap rokok sehingga akan mengakibatkan sesak nafas juga.

10) Penegakkan diagnosis 1. Anamnesis. Riwayat penyakit sekarang batuk darah 5 hari 2 sendok makan / harinya, kadang sesak, dan sebelumnya batuk kambuhan, dan RPD batuk kambuhan Riwayat sosial mempunyai riwayat pekerja di pabrik asbes selama 5 tahun, tinggal di pemukiman yang pandat penduduk dan lingkungan kumuh. 2. Pemeriksaan fisik (PF) Inspeksi. Palpasi. Perkusi. Auskultasi. 3. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan seputum. Pemeriksaan darah. Step 4 Penyebab, klasifikasi, mekanisme batuk

Anatomi, histologi dan fisiologi traktus respiratorius Komplikasi dan Prognosis batuk darah Penatalaksanaan batuk berdarah Penegakkan diagnosis batuk darah

Patofisiologi traktus Respiratorius

Etiologi, mekanisme, klasifikasi batuk darah

Batuk Darah

Patogenesis batuk kambuhan menjadi batuk darah Hubungan batuk dengan sesak nafas

Hubungan batuk berdarah dengan lingkungan

Step 5 1. Anatomi, histologi, dan fisiologi traktus respiratorius? 2. Patofisiologi sistem respirasi? 3. Penyebab batuk berdarah? 4. Mekanisme batuk berdarah? 5. Penegakkan diagnosis? 6. Hubungan lingkungan pekerjaan dengan batuk darah? 7. Penatalaksanaan batuk darah? 8. Prognosis dan komplikasi batuk darah? Step 6 Belajar Mandiri

Step 7 1. Anatomi, histologi dan fisiologi traktus respiratorius Pengertian pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen, pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Menusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke lingkungan. Alat alat pernapasan pada manusia a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis) Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanae.

Gambar 1. Anatomi rongga dada

Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung. b. Faring (Tenggorokan) Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan. Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga percakapan. c. Batang Tenggorokan (Trakea) Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring bendabenda asing yang masuk ke saluran pernapasan. Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabangcabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk suara

bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus).

Gambar 2. Histologi trakea d. Pangkal Tenggorokan (laring) Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring. Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getarangetaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara.

10

Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katu membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.

Gambar 3. Histologi faring e. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus) Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.

11

Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-paru atau alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru. f. Paru-paru (Pulmo)

Gambar 4. Paru Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian

12

ujungnya mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus terminalis bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian menjadi duktus alveolaris. Pada dinding duktus alveolaris mangandung gelembung-gelembung yang disebut alveolus.

Gambar 5. Histologi paru Kapasitas Paru-Paru Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan pernapasan biasa disebut udara pernapasan (udara tidal). Volume udara pernapasan pada orang dewasa lebih kurang 500 ml. Volume udara tidal orang dewasa pada pernapasan biasa kira-kira 500 ml. ketika menarik napas dalam-dalam maka volume udara yang dapat kita tarik mencapai 1500 ml. Udara ini dinamakan udara komplementer. Ketika kita menarik napas sekuat-kuatnya, volume udara yang dapat diembuskan juga sekitar

13

1500 ml. Udara ini dinamakan udara suplementer. Meskipun telah mengeluarkan napas sekuat-kuatnya, tetapi masih ada sisa udara dalam paru-paru yang volumenya kira-kira 1500 mL. Udara sisa ini dinamakan udara residu. Jadi, Kapasitas paru-paru total = kapasitas vital + volume residu =4500 ml/wanita dan 5500 ml/pria. Pertukaran Gas dalam Alveolus Oksigen yang diperlukan untuk oksidasi diambil dari udara yang kita hirup pada waktu kita bernapas. Pada waktu bernapas udara masuk melalu saluran pernapasan dan akhirnyan masuk ke dalam alveolus. Oksigen yang terdapat dalam alveolus berdifusi menembus dinding sel alveolus. Akhirnya masuk ke dalam pembuluh darah dan diikat oleh hemoglobin yang terdapat dalam darah menjadi oksihemoglobin. Selanjutnya diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh. Oksigennya dilepaskan ke dalam sel-sel tubuh sehingga

oksihemoglobin kembali menjadi hemoglobin. Karbondioksida yang dihasilkan dari pernapasan diangkut oleh darah melalui pembuluh darah yang akhirnya sampai pada alveolus Dari alveolus karbon dioksida dikeluarkan melalui saluran pernapasan pada waktu kita mengeluarkan napas. Dengan demikian dalam alveolus terjadi pertukaran gas yaitu oksigen masuk dan karnbondioksida keluar. g. Proses Pernafasan Proses pernapasan meliputi dua proses, yaitu menarik napas atau inspirasi serta mengeluarkan napas atau ekspirasi. Sewaktu menarik napas, otot diafragma berkontraksi, dari posisi melengkung ke atas menjadi lurus. Bersamaan dengan itu, otot-otot tulang rusuk pun berkontraksi. Akibat dari berkontraksinya kedua jenis otot tersebut adalah mengembangnya rongga dada sehingga tekanan dalam rongga dada berkurang dan udara masuk. Saat mengeluarkan napas, otot diafragma dan otot-otot tulang rusuk melemas.

14

Akibatnya, rongga dada mengecil dan tekanan udara di dalam paru-paru naik sehingga udara keluar. Jadi, udara mengalir dari tempat yang bertekanan besar ke tempat yang bertekanan lebih kecil. Jenis Pernapasan berdasarkan organ yang terlibat dalam peristiwa inspirasi dan ekspirasi, orang sering menyebut pernapasan dada dan pernapasan perut. Sebenarnya pernapasan dada dan pernapasan perut terjadi secara bersamaan.(1) Pernapasan dada terjadi karena kontraksi otot antar tulang rusuk, sehingga tulang rusuk terangkat dan volume rongga dada membesar serta tekanan udara menurun (inhalasi).Relaksasi otot antar tulang rusuk, costa menurun, volume kecil, tekanan membesar (e kshalasi). (2) Pernapasan perut terjadi karena kontraksi /relaksasi otot diafragma ( datar dan melengkung), volume rongga dada membesar , paru-paru mengembang tekanan mengecil (inhalasi).Melengkung volume rongga dada mengecil, paruparu mengecil, tekanan besar/ekshalasi. Terdapat dua jenis respirasi, yaitu: 1. Respirasi internal (seluler), merupakan proses metabolisme

intraseluler, menggunakan O2 dan memproduksi CO2 dalam rangka membentuk energi dari nutrien 2. Respirasi eksternal, merupakan serangkaian proses yang melibatkan pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan luar dan sel tubuh. Tahap respirasi ekstrenal: a. Pertukaran udara atmosfir dan alveoli dengan mekanisme ventilasi b. Pertukaran O2 dan CO2 alveoli dan kapiler pulmonal melalui mekanisme difusi c. O2 dan CO2 ditranspor oleh darah dari paru ke jaringan d. Pertukaran O2 dan CO2 antara jaringan dan darah dengan proses difusi melintasi kapiler sistemik Tahap a & b oleh sistem respirasi, sedangkan tahap c & d oleh sistem
sirkulasi

15

Ventilasi paru Gerakan nafas dengan 2 cara: 1. Turun-naik diafragma yang merubah diameter toraks a. b. inspirasi: kontraksi diafragma ekspirasi: relaksasi diafragma superoinferior rongga

2. Depresi-elevasi iga, merubah diameter anteroposterior rongga toraks a. b. inspirasi: elevasi iga ekspirasi: depresi iga

Difusi paru Faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi gas pada membran respirasi: 1. Tebal membran 2. Luas permukaan membran 3. Koefisien difusi gas 4. Perbedaan tekanan pada kedua sisi membran

Pada radang jaringan paru dapat terjadi penurunan kapasitas difusi paru karena penebalan membran alveoli dan berkurangnya jumlah jaringan paru yang dapat berfungsi pada proses difusi gas Transportasi gas 1. Transpor O2 dalam darah. 97% O2 ditranspor dalam bentuk HbO2, 3% terlarut dalam cairan plasma dan sel. Rata-rata Hb dalam 100 ml darah dapat berikatan dengan 20 ml O2. 5 ml O2 dilepaskan ke jaringan oleh 100 ml darah. 2. CO2 ditranspor dalam bentuk terlarut dalam darah 7 %, ion bikarbonat 70%, gabungan CO2, Hb, dan protein plasma 20 %. Rasio ventilasi perfusi VA (ventilasi alveolus), Q (aliran darah) 1. 2. Rasio ventilasi perfusi normal (VA dan Q normal) VA/Q nol => VA nol tapi masih ada perfusi (Q)

16

3. 4. 5.

VA/Q tak terhingga => VA adekuat tapi Q nol VA/Q di bawah normal =>ventilasi tidak cukup VA/Q di atas normal => ventilasi besar tapi aliran darah alveolus rendah

Abnormalitas rasio ventilasi perfusi pada paru normal 1. Apeks paru pada posisi tegak => VA/Q 2,5 ideal, karena aliran darah lebih sedikit (ruang rugi fisiologik), tapi pada saat kerja aliran darah ke apeks paru meningkat sehingga ruang rugi fisiologik berkurang 2. Di dasar paru => VA/Q 0,6 ideal, karena ventilasi sangat kecil dibanding aliran darah sehingga sebagian darah tidak teroksigenasi Abnormalitas VA/Q pada penyakit paru obstruksi kronik pada perokok kronik terjadi abnormalitas VA/Q karena: 1. Sebagian bronkiolus tersumbat sehingga alveoli tidak terventilasi 2. Dinding alveolus rusak, aliran darah tidak adekuat sehingga ruang rugi fisiologik meningkat Sirkulasi paru terdiri dari sirkulasi pulmoner dan sirkulasi bronkial. Sirkulasi bronkial : o nutrisi pada paru dan saluran napas o tekanan pembuluh darah sistemik o cenderung terjadi perdarahan lebih hebat Sirkulasi pulmonar o mengatur pertukaran gas o tekanan rendah

2. Patofisiologi sistem respirasi a. Patofisiologi Batuk dan Batuk Darah Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang

17

lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. Pada proses lanjut infeksi post-primer, pada sebagian pasien akan mengalami pneumonia lobuler yang dalam perjalanannya mengalami perkejuan (perlunakan) dan berakhir dengan pembentukan rongga atau kavitas. Kavitas yang berdinding tebal dinamakan kaverne. Keradangan arteri yang terdapat di dinding kaverne akan menimbulkan aneurisma yang disebut aneurisma dari Rasmussen, pada arteri yang berasal dari cabang arteria pulmonalis (4%). Bila aneurisma ini pecah akan menimbulkan batuk darah. Lebih kurang 7,8% proses perkejuan dan perlunakan dapat menyebabkan fistula bronkopleura baik terbuka atau tertutup. Batuk darah jarang merupakan suatu tanda permulaan dari penyakit tuberculosis atau initial symptom karena batuk darah merupakan tanda telah terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas. Oleh karena itu, proses tuberculosis harus cukup lanjut untuk dapat menimbulkan batuk dengan ekspektorasi. Batuk bertambah berat karena setelah tiga minggu mulai keluar berbagai mediator dengan efek penting yaitu TNF berperan dalam merekrut monosit yang menandai respon granulomatosa. Hal ini terjadi karena granuloma yang terbentuk pada infeksi m. tuberculosa bertambah luas yang menyebabkan kerusakan jaringan paru yang hebat dengan pembentukan kavitas abses yang besar sehingga meningkatkan ruang rugi paru b. Dispnea Dispnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernafas dan merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonar. Seorang yang mengalami dispnea sering mengeluh nafasnya menjadi pendek atau merasa tercekik. Gejala objektif sesak napas termasuk juga penggunaan

18

otot-otot

pernafasan

tambahan

(sternokleidomastoideus,

scalenus,

trapezius,pectoralis mayor), pernafasan cuping hidung, tachypnea, dan hoiperventilasi. Sesak nafas tidak selalu menunjukkan adanya penyakit, orang normal akan mengalami hal yang sama setelah melakukan kegiatan fisik dalam tingkat-tingkat yang berbeda. Pemeriksa harus dapat membedakan sesak nafas dari gejala dan tanda lain yang mungkin memiliki perbedaan klinis mencolok. Takipnea adalah frekuensi pernafasan yang cepat, lebih cepat dari pernafasan normal (12 hingga 20 kali permenit) yang dapat muncul dengan atau tanpa dispnea. Hiperventilasi adalah ventilasi yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan pengeluaran ksarbon dioksida (CO2) normal, hal ini dapat diidentifikasi dengan memantau tekanan parsial CO2 arteri, atau tegangan PaCO2), yaitu lebih rendah dari angka normal (40 mm Hg). Dispnea sering dikeluhkan pada sindrom hiperventilasi yang sebenarnya merupakan seorang yang sehat dengan stres emosianal. Selanjutnya, gejala lelah yang berlebihan harus dibedakan dari dispnea. Seseorang yang sehat mengalami lelah yang berlebihan setelah melakukan kegiatan fisik dalam tingkat yang berbedabeda, dan gejala ini juga dialami pada penyakit kardiovaskular, neuromuskular, dan penyakit lain selain paru. Sumber penyebab dispnea termasuk : (1) reseptor-reseptor mekanik pada otot-otot pernafasan, paru, dan dinding dada; dalam teori teganganpanjang, elemen-elemen sensoris, gelondong otot pada khususnya, berperan penting dalam membandingkan tegangan dalam otot dengan derajat elastisitasnya; dispnea terjadi bila tegangan yang ada tidak cukup besar untuk satu panjang otot (volume nafas tercapai); (2) kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2 (PCO2 dan PO2) (teori utang oksigen); (3) peningkatan kerja pernafasan yang mengakibatkan sangat meningkatnya rasa sesak nafas; dan (4) ketidakseimbangan antara kerja pernafasan dengan kapasitas ventilasi. Mekanisme tegangan-panjang yang tidak sesuai adalah teori yang paling banyak diterima karena teori tersebut menjelaskan paling banyak kasus klinis dispnea. Faktor kunci yang

19

tampaknya menjelaskan apakah dispnea terjadi pada tingkat ventilasi atau usaha sesuai dengan derajat aktifitasnya. Pasien dengan gejala utama dispnea biasanya memiliki satu dari keadaan ini yaitu (1) penyakit kardiovaskular, (2) emboli paru, (3) Penyakit paru interstitial atau alveolar, (4) gangguan dinding dada atau otot-otot, (5) penyakit obstruktif paru, atau (6) kecemasan. Dispnea adalah gejala utama edema paru, gagal jantung kongestif, dan penyakit katup jantung.

c. Nyeri dada Ada berbagai penyebab nyeri dada, tetapi nyeri yang paling khas pada penyakit paru adalah nyeri akibat radang pleura (pleuritis). Hanya lapisan parietalis pleura yang merupakan sumber nyeri karena pleura viseralis dan parenkim paru dianggap sebagai organ yang tidak peka. Umumnya pleuritis terjadi mendadak, tetapi dapat juga timbul secara bertahap. Nyeri teradi pada tempat peradangan dan biasanya tempat peradangan dapat diketahui dengan tepat. Nyeri itu bagaikan teriris-iris dan tajam, diperberat dengan batuk, bersin dan nafas yang dalam; sehingga pasien sering bernafas cepat dan dangkal, serta menghindari gerakan-gerakan yang tidak diperlukan. Nyeri dapat sedikit diredakan dengan menekan daerah yang terkena peradangan tersebut. Penyebab utama nyeri pleuritik ini adalah infeksi paru atau infark, meskipun keadaan seperti itu juga dapat diderita tanpa timbulnya nyeri. Pasien dengan pneumotoraks atau atelektasis berat kadang-kadang dapat mengalami nyeri dada yang diduga akibat tarikan pada pleura parietalis karena adanya perlekatan dengan pleura. Nyeri pleura harus dibedakan dari penyebab nyeri dada yang lain, seperti iskemia miokardial, perikadritis, kostokondritis, dan herpes zoster.

20

3. Penyebab batuk berdarah a. Infeksi mikroorganisme Bakteri Virus Jamur Parasit

Tetapi perlu diketahui tuberkulosis adalah penyebab utama hemoptisis pada negara-negara dengan angka pasien tuberkulosis yang tinggi, misalnya Indonesia. Penyeab yang lain adalah bronkiektasis, abses paru, karsinoma paru, bronkitis kronis, dan sebagainya. b. Kelainan struktural pada organ respirasi, biasanya terjadi pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muskular dinding bronkus yang disebut bronkiektasis. c. Neoplasma Seperti neoplasma bronkogenik dan metastasik

d. Penyakit Kardiovaskular Seperti gagal jantung kongestif, embolus pulmonal, dan perikarditis e. Trauma f. Pola Hidup Kebiasaan merokok, paparan debu, gas-gas kimiawi akibat bekerja, dan polusi udara juga merupakan penyebab dari timbulnya hemoptisis.

4. Mekanisme batuk berdarah a. Batuk darah pada tuberculosis pada umumnya terjadi karena : Adanya Rasmussens aneurysm yang pecah (Thopson, 1992; wolfe, 1977) dimana terjadi perdarahan aneurisma dari Rasmussen ini telah lama di anut, tetapi beberapa laporan otopsi lebih memungkinkan terdapat hipervaskularisasi bronkus yang merupakan asal dari perdarahan. Setelah berkembangnya arteriografi dapat dibuktikan bahwa pada setiap proses paru terjadi hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkhialis yang berperan memberikan nutrisi pada jaringan paru bila

21

terdapat kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Oleh karena itu terdapatnya Rasmussen anenisma pada kaverna tuberculosis yang merupakan asal perdarahan diragukan. Adanya kekurangan protrombinyang disebabkan oleh toksemia dari baksil tuberculosa yang menginfeksi parenkim paru.

b. Batuk darah pada karsinoma paru Terjadi oleh karena erosi permukaan dalam lumen bronkus atau berasal dari jaringan tumor yang mengalami nekrosis, pecahnya pembuluh darah kecil pada area yang mengalami nekrosis, pecahnya pembuluh darah kecil pada area tumor atau invasi tumor ke pembuluh darah pulmoner. c. Batuk darah pada bronkiektasis Mukosa bronkus yang sembab mengalami infeksi dan trauma batuk menyebabkan perdarahan . Terjadi anastomase antara pembuluh darah bronchial dan pulmonal dan juga terjadi aneurisma, bila pecah terjadi perdarahan. Pecahnya bronkus yang mengalami ektasis. d. Batuk darah pada bronchitis kronis terjadi oleh karena mukosa yang sembab akibat radang terobek oleh mekanisme batuk. e. Batuk darah pada abses paru Pada abses kronik dengan kavitas berdinding tebal dan sukar menutup maka pembuluh darah pada dinding tersebut mudah pecah akibat trauma pada saat batuk. f. Batuk darah pada mitral stenosis dan gagal jantung kiri akut. Bila batuk darah ringan perdarahan terjadi secara perdiapedesis, karena tekanan dalam vena pulmonalis tiinggi menyebabkan rupture vena pulmonalis atau distensi kapiler sehingga butir darah merah masuk ke alveoli. Pada otopsi ternyata ada anastomose vena pulmonalis dan vena bronkhiolus yang hebat sehingga tampak seperti varises. g. Batuk darah pada infark paru terjadi karena adanya penutupan arteri maka terjadi anastomase,. Selain itu juga terjadi refleks spasme dari vena diderah tersebut, akibatnya terjadi daerah nekrosis dimana butir-butir darah masuk ke alveoli dan terjadi batuk darah.

22

5. Penegakkan diagnosis Anamnesis: a. Volume dan frekuensi batuk darah, dapat mengarahkan ke penyebab yang spesifik. b. Sumber, paling umum nasofaring. c. Riwayat penyakit sebelumnya yang dapat mempengaruhi perdarahan saluran nafas. d. Gejala lainnya yang berhubungan: Demam dan batuk produktif infeksi Timbul tiba-tiba karena sakit dan sesak di dada kemungkinan emboli paru atau infark miokard yang disertai gagal jantung kongestif Kehilangan berat badan yang signifikan kanker paru/ infeksi kronik seperti TB/ bronkiektasis Pemeriksaan Fisik: a. Vital sign: hipotensi dan takikardi: tanda darurat. Sebabnya dapat berupa kehilangan darah yang akut/ penyakit yang menyertainya. b. Pemeriksaan nasofaring: untuk mencari sumber perdarahan dan pada hemoptisis masif untuk memastikan bahwa saluran nafas masih terbuka. c. Pemeriksaan jantung: untuk mengevaluasi adanya hipertensi paru akut, kegagalan ventrikel kiri akut, endokarditis hemoptisis. d. Pemeriksaan dinding dan rongga dada: jarang menjadi penyebab hemoptisis, tapi bisa jadi petunjuk. Pemeriksaan penunjang rutin: a. Foto polos toraks, hitung darah lengkap, profil pembekuan. b. Biokimiawi ginjal, karena sbagian penyakit menyebabkan perdarahan paru dan gagal ginjal (sindrom paru-ginjal) seperti pada: penyakit goodpasture, granulomatosis wagener. c. Biokimiawi hati: untuk mencari tanda-tanda metastasis.

23

d. Pemeriksaan penunjang khusus: CT resolusi tinggi dada dan bronkoskopi. Laboratorium: a. Darah tepi lengkap: Peningkatan Hb dan Ht kehilangan darah yang akut Peningkatan sel darah putih infeksi Trombositopeni koagulopati Trombositosis kanker paru b. Kajian koagulasi dianjurkan bila dicurigai adanya koagulopati.

6. Hubungan lingkungan pekerjaan dengan batuk darah Hubungan pekerjaan dengan kasus. Paparan debu inorganik, dalam kasus ini pasien sudah 5 tahun bekerja di pabrik asbes dapat menimbulkan asbestosis, yaitu tertimbunnya partikel asbes dalam paru atau saluran nafas penderita. Patogenesis asbestosis: Debu inorganik melekat pada permukaan mukosa saluran nafas (bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus) makrofag memfagositosis debu dan membawa partikel debu ke bronkus terminalis dengan gerak mukosiliar debu diusahakan keluar dari paru sebagian partikel debu di angkut ke pembuluh limfe sampai limfonodi regionaldi hilus paru. Jika debu banyak, di mana gerak mukosiliar tidak mampu bekerja partikel akan tertumpuk di permukaan mukosa saluran nafas sehingga membentuk kolagen dan fibrin, yang menyebabkan saluran nafas menjadi kaku. Sehingga compliance paru berkurang dan fibrosis paru yang telah terjadi tidak dapat hilang. Partikel debu (asbes) mampu menembus interstisium sehingga alveolus dan kapiler paru yang berdekatan menjadi rusak dan diganti fibrosis atau kista. Kista membentuk bangunan seperti sarang lebah. Pada asbestosis terjadi penebalan fibrotik dan kalsifikasi pleura membentuk fibro calcific pleural plaques dan sering mengenai diafragma.

24

paparan debu

timbunan debu asbestosis sedikit

timbunan debu bertambah

reaksi jaringan terbatas

reaksi jaringan hebat

asbestosis

batuk nonproduktif & sesak

penyakit paru kronis (hipertrofi pembuluh darah & terjadi proses peradangan menyebabkan pembuluh darah pecah)

Hubungan tempat tinggal penderita dengan kasus: a. Kelembaban Udara Kelembaban udara adalah prosentase jumlah kandungan air dalam udara (Depkes RI, 1989). Kelembaban terdiri dari 2 jenis, yaitu 1) Kelembaban absolut, yaitu berat uap air per unit volume udara; 2) Kelembaban nisbi (relatif), yaitu banyaknya uap air dalam udara pada suatu temperatur terhadap banyaknya uap air pada saat udara jenuh dengan uap air pada temperatur tersebut.

25

Secara umum penilaian kelembaban dalam rumah dengan menggunakan hygrometer. Menurut indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara yang memenuhi syarat kesehatan dalam rumah adalah 40-60 % dan kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 40 % atau > 60 % (Depkes RI, 1989). Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, antara lain bakteri, spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara. Selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Bakteri mycobacterium tuberculosa seperti halnya bakteri lain, akan tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban tinggi karena air membentuk lebih dari 80 % volume sel bakteri dan merupakan hal yang essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri (Gould & Brooker, 2003). Selain itu menurut Notoatmodjo (2003), kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen termasuk bakteri tuberkulosis. b. Ventilasi Rumah Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang menyenangkan dan menyehatkan manusia (Lubis, 1989). Berdasarkan kejadiannya, maka ventilasi dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu: Ventilasi alam. Ventilasi alam berdasarkan pada tiga kekuatan, yaitu: daya difusi dari gas-gas, gerakan angin dan gerakan massa di udara karena perubahan temperatur. Ventilasi alam ini mengandalkan pergerakan udara bebas (angin), temperatur udara dan kelembabannya. Selain melalui jendela, pintu dan lubang angin, maka ventilasi pun dapat diperoleh dari pergerakan udara sebagai hasil sifat porous dinding ruangan, atap dan lantai. Ventilasi buatan

26

Pada suatu waktu, diperlukan juga ventilasi buatan dengan menggunakan alat mekanis maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantarana adalah kipas angin, exhauster dan AC (air conditioner). Persyaratan ventilasi yang baik adalah sebagai berikut: Luas lubang ventilasi tetap minimal 5 % dari luas lantai ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal 5 % dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan. Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik, knalpot kendaraan, debu dan lain-lain. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh barangbarang besar, misalnya lemari, dinding, sekat dan lain-lain. Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara

membandingkan antara luas ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan Role meter. Menurut indikator pengawaan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai rumah (Depkes RI, 1989). Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Menurut Azwar (1990) dan Notoatmodjo (2003), salah satu fungsi ventilasi adalah menjaga aliran udara di dalam rumah tersebuttetap segar. Luas ventilasi rumah yang < 10 % dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksigen dan bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media

27

yang baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis. Selain itu, fungsi kedua ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir (Notoatmodjo, 2003). Selain itu, menurut Lubis (1989), luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangngya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan. c. Pencahayaan Rumah Pencahayaan alami ruangan rumah adalah penerangan yang bersumber dari sinar matahari (alami), yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya cahaya matahari alamiah, misalnya melalui jendela atau genting kaca (Depkes Ri, 1989; Notoatmodjo, 2003). Cahaya berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: Cahaya Alamiah Cahaya alamiah yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya kuman TBC (Notoatmodjo, 2003). Oleh karena itu, rumah yang cukup sehat seyogyanya harus mempunyai jalan masuk yang cukup (jendela), luasnya sekurang-kurangnya 15 % - 20 %. Perlu diperhatikan agar sinar matahari dapat langsung ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini selain sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya. Selain itu jalan masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca. Cahaya Buatan Cahaya buatan yaitu cahaya yang menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan lainlain. Kualitas dari cahaya buatan tergantung dari terangnya sumber

28

cahaya (brightness of the source). Pencahayaan buatan bisa terjadi dengan 3 cara, yaitu direct, indirect, semi direct atau general dif using.Secara umum pengukuran pencahayaan terhadap sinar matahari adalah dengan menggunakan lux meter, yang diukur ditengah-tengah ruangan, pada tempat setinggi < 84 cm dari lantai, dengan ketentuan tidak memenuhi syarat kesehatan bila < 50 lux atau > 300 lux, dan memenuhi syarat kesehatan bila pencahayaan rumah antara 50-300 lux. Menurut Lubis dan Notoatmodjo (2003), cahaya matahari mempunyai sifat membunuh bakteri, terutama kuman mycobacterium tuberculosa. Menurut Depkes RI (2002), kuman tuberkulosa hanya dapat mati oleh sinar matahari langsung. Oleh sebab itu, rumah dengan standar pencahayaan yang buruk sangat berpengaruh terhadp kejadian

tuberkulosis. Menurut Atmosukarto dan Soeswati (2000), kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup pada tempat yang sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari sampai bertahun-tahun lamanua, dan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol, karbol dan panas api. Menurut Girsang (1999), kuman mycobacterium tuberculosa akan mati dalam waktu 2 jam oleh sinar matahari; oleh tinctura iodii selama 5 menit dan juga oleh ethanol 80% dalam waktu 2-10 menit serta mati oleh fenol 5% dalam waktu 24 jam. Menurut Atmosukarto & Soeswati (2000), rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari. d. Kepadatan Penghuni Rumah Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal (Lubis, 1989). Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan dalam m per orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk perumahan sederhana, minimum 10 m/orang. Untuk kamar tidur diperlukan minimum 3 m/orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni > 2 orang,

29

kecuali untuk suami istri dan anak dibawah dua tahun. Apabila ada anggota keluarga yang menjadi penderita penyakit tuberkulosis sebaiknya tidak tidur dengan anggota keluarga lainnya. Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan menggunakan ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni 10 m/orang dan kepadatanpenghuni tidak memenuhi syarat kesehatan bila diperoleh hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni 10 m/orang (Lubis, 1989). Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabakan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama tuberkulosis akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain (Lubis, 1989; Notoatmodjo, 2003). Menurut penelitian Atmosukarto dari Litbang Kesehtan (2000), didapatkan data bahwa : 1) rumah tangga yang penderita mempunyai kebiasaan tidur dengan balita mempunyai resiko terkena TB 2,8 kali dibanding dengan yang tidur terpisah; 2) Tingkat penularan TB di lingkungan keluarga penderita cukup tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam rumahnya; 3) besar resiko terjadinya penularan untuk tangga dengan penderita lebih dari 1 orang adalah 4 kali dibanding rumah tangga dengan hanya 1 orang penderita TB.

7. Penatalaksanaan batuk darah Prinsip penatalaksanaan hemoptisis: 1. Menjaga jalan napas dan stabilisasi penderita 2. Menentukan lokasi perdarahan 3. Memberikan terapi Prioritas tindakan awal penderita lebih stabil, kemudian mencari sumber dan penyebab perdarahan Mencegah risiko berulangnya hemoptisis

30

Penderita dengan hemoptisis masif harus dimonitor dengan ketat di instalasi perawatan intensif

Langkah langkah: Langkah I : menjaga jalan napas dan stabilisasi penderita o Menenangkan dan mengistirahatkan penderita o Menjaga jalan napas tetap terbuka o Resusitasi cairan dan bila perlu transfusi o Laksan (stool softener) o Obat sedasi ringan o Suplementasi oksigen o Instruksi cara membatukkan darah dengan benar o Penderita dengan keadaan umum berat dan refleks batuk kurang adekuat, maka posisi penderita Tredelenberg untuk mencegah aspirasi darah ke sisi yang sehat o Bronkoskopi serat optik lentur untuk evaluasi, melokalisir

perdarahan dan tindakan pengisapan (suctioning)

Langkah II : lokalisasi sumber dan penyebab perdarahan o Pemeriksaan radiologi (foto toraks, angiografi, CT Scan toraks) o Bronkoskopi (FOB maupun bronkoskop kaku) Langkah III : pemberian terapi spesifik 1. Bronkoskopi terapeutik a. Bilas bronkus dengan larutan garam fisiologis dingin (iced saline lavage) b. Pemberian obat topikal c. Tamponade endobronkial d. Fotokoagulasi laser (Nd-YAG Laser) 2. Terapi non-bronkoskopik a. Pemberian terapi medikamentosa Vasopresin intravena

31

Asam traneksamat (antifibrinolitik) Kortikosteroid sistemik pada autoimun Gonadotropin releasing hormon agonist (GnRH) atau danazol hemoptisis katamenial Antituberkulosis, antijamur ataupun antibiotik

b. Radioterapi 3. Embolisasi arteri bronkialis dan pulmoner, teknik ini terutama dipilih untuk penderita dengan penyakit bilateral, fungsi paru sisa yang minimal, menolak operasi ataupun memiliki kontraindikasi tindakan operasi 4. Bedah

8. Prognosis dan komplikasi batuk darah Prognosis a. Pada hemoptisis idiopatik, prognosisnya baik kecuali bila penderita mmengalami hemoptisis yang reccurens. Sedangkan, pada hemoptisis sekunder ada beberapa faktor yang menentukan prognosis. Tingkatan Hemoptisis: Hemoptisis yang terjadi pertamakali mempunyai prognosis yang lebih baik Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptisis Cepatnya kita bertindak, misalnya: bronkoskopi yang segera dilakukan untuk menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita. o Hemoptisis <200ml/24 jam prognosis baik o Profuse massive >600cc/24 jam prognosis buruk 85% Dengan bilateral far advance dan faal paru kurang baik Adanya kelainan jantung

b. Dengan penatalaksanaan yang tepat, kebanyakan penderita memiliki prognosis yang baik. c. Akibat keganasan dan gangguan pembekuan darah dapat juga memiliki prognosis yang baik.

32

d. Tingkat kematian akibat hemoptisis masif tergantung pada tingkat perdarahan dan etiologi. e. Hemoptisis lebih dari 1.000 mL per 24 jam dengan keganasan memiliki tingkat kematian 80 persen, sehingga hemoptisis masif memerlukan pendekatan yang lebih agresif. Pasien-pasien ini memerlukan perawatan intensif dan konsultasi awal dengan pulmonologist. f. Dalam kasus hemoptisis masif atau mengancam jiwa, diagnosis dan terapi harus dilakukan secara bersamaan. Pemeliharaan saluran napas sangat penting karena mekanisme utama kematian adalah sesak napas. g. Oksigen tambahan dan resusitasi cairan sangat penting. Konsultasi ahli bedah kardiotoraks harus dipertimbangkan karena darurat intervensi bedah mungkin diperlukan. h. Prognosis untuk kelangsungan hidup jangka lama yang bebas dari hemoptisis akibat mikobakteri lebih lanjut adalah memuaskan, dengan pasien bebas penyakit 58 tahun pasca bedah. Komplikasi a. Sufokasi, sering fatal karena tersumbatnya trakea atau saluran napas sentral/utama. b. Aspirasi, dimana terhisapnya darah ke bagian paru-paru yang sehat. c. Ateletaksis, karena tersumbatnya saluran napas sehingga bagian paru yang bagian distal bisa kolaps. d. Anemia karena darah yang dikeluarkan dalam frekuensi yang banyak. e. Adenoma bronkial, meskipun ganas, lambat tumbuh dan dapat bermanifestasi dengan pendarahan sesekali selama bertahun-tahun. Keganasan pada umumnya, terutama adenocarcinoma, dapat

menginduksi keadaan hiperkoagulasi, sehingga meningkatkan risiko emboli paru. f. Afiksia, kematian disebabkan afiksia apabila adanya bekuan darah di saluran pernapasan. Terjadinya afiksia ditentukan oleh: Besar frekuensi batuk darah Ansietas pasien untuk mengeluarkan darah

33

Siklus inspirasi yang dalam terjadinya pengumpulan darah dalam lumen bronkus Refleks batuk yang buruk memungkinkan terjadinya pembekuan darah di dalam lumen bronkus

g. Renjatan hipovolemik Adalah salah satu bentuk daripada renjatan hemoragik yang disebabkan oleh metabolisme seperti: Asidosis metabolik Penurunan kecepatan filtrasi glomerulus Terjadi vasokontriksi sebagai usaha memobilisasi darah

34

DAFTAR PUSTAKA Eroschenko V. P.2003 . Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional Edisi 9. EGC. Jakarta Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC. Jakarta Moore, Keith L. 2002. Anatomi Klinik Dasar. Hipokrates. Jakarta Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. EGC. Jakarta Sudoyo A.W, Setiyohadi B. Alwi idrus, Simadibrata M. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 4 jilid I&III. FKUI. Jakarta

You might also like