You are on page 1of 16

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Meningitis adalah penyakit infeksi dari cairan yang mengelilingi otak dan spinal cord (Meningitis Foundation of America). Classic triad dari meningitis adalah demam, leher kaku, sakit kepala, dan perubahan di status mental (van de Beek, 2004). Sistem saraf pusat manusia dilindungi dari benda-benda asing oleh Blood Brain Barrier dan oleh tengkorak, sehingga apabila terjadi gangguan pada pelindung tersebut, sistem saraf pusat dapat diserang oleh benda-benda patogen (van de Beek, 2010). Angka kejadian meningitis mencapai 1-3 orang per 100.000 orang (Centers for Disease Control and Prevention). Penyebab paling sering dari meningitis adalah Streptococcus pneumonie (51%) dan Neisseria meningitis (37%) (van de Beek, 2004). Vaksinasi berhasil mengurangi meningitis akibat infeksi Haemophilus dan Meningococcal C (Tidy, 2009). Faktor resiko meningitis antara lain: pasien yang mengalami defek dural, sedang menjalani spinal procedure, bacterial endocarditis, diabetes melitus, alkoholisme, splenektomi, sickle cell disease, dan keramaian (Tidy, 2009). Patogen penyebab meningitis berbeda pada setiap grup umur. Pada neonatus, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Group B beta-haemolitic streptococcus, Listeria monocytogenes, dan Escherichia coli. Pada bayi dan anak-anak, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Haemophilus influenza (bila lebih muda dari 4 tahun dan belum divaksinasi), meningococcus (Neisseria meningitis), dan Streptococcus pneumonie (pneumococcus). Pada orang remaja dan dewasa muda, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah S. pneumonie, H. influenza, N. meningitis, gram negative Bacilli, Streptococci, dan Listeria monocytogenes. Pada dewasa tua dan pasien immunocompromised, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah Pneumococcus, Listeria monocytogenes, tuberculosis, gram negative organis, dan Cryptococcus. Sedangkan penyebab meningitis bukan infeksi yang paling sering antara lain sel-sel malignan (leukemia, limpoma), akibat zat-zat kimia (obat intratekal, kontaminan), obat (NSAID, trimetoprim), Sarkoidosis, sistemis lupus eritematosus (SLE), dan Bechets disease (Tidy, 2009). Meningitis juga dapat disebabkan oleh tindakan medis. 0,8 sampai 1,5% pasien yang menjalani craniotomy mengalami meningitis. 4 sampai 17% pasien yang memakai I.V. Cath. 1

mengalami meningitis. 8% pasien yang memakai E. V. Cath. mengalami meningitis. 5% pasien yang menjalani lumbar catheter mengalami meningitis. Dan meningitis terjadi 1 dari setiap 50.000 kasus pasien yang menjalani lumbar puncture (van de Beek, 2010).

B. Tujuan 1. Tujuan Umum Menjelaskan tentang Meningitis dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan kasus Meningitis. 2. Tujuan khusus a. Menjelaskan tentang Meningitis. b. Menjelaskan tentang etiologi dari Meningitis. c. Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari Meningitis. d. Menjelaskan tentang patofisiologi dari Meningitis. e. Menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang untuk Meningitis. f. Menjelaskan tentang komplikasi Meningitis. g. Menjelaskan tentang penatalaksanaan Meningitis. h. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Meningitis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar 1. Definisi Meningitis adalah infeksi cairan otak dan disertai proses peradangan yang mengenai piameter, araknoid dan dapat meluas ke permukaan jaringan otak dan medula spinalis yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa yang terdapat secara akut dan kronis. Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur (Smeltzer, 2001). Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme Pneumococcus, Meningococcus, Stafilococcus, Streptococcus, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996). Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001). Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai

piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi kapita selekta,1996).

2. Klasifikasi

1. Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis). Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernafasan. Jenis organisme yang sering menyebabkan meningitis bacterial adalah streptokokus pneumonia dan neisseria meningitis. Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial yang sering terjadi pada daerah penduduk yang padat, spt: asrama, penjara. Klien yang mempunyai kondisi spt: otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis . Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, spt: AIDS dan defisiensi imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang 3

terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.

2. Meningitis Virus (Meningitis aseptic) Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler. Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps, herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic. 3. Meningitis Jamur Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental.

B. Etiologi Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang. 1. Bakteri a) Mycobacterium tuberculosa. b) Haemophillus influenzae (tipe B). c) Nesseria meningitis (meningococcal). d) Diplococcus pneumoniae (pneumococcal). e) Streptococcus, grup A. f) Staphylococcus aureus.

g) Escherichia coli h) Klebsiella i) Proteus j) Pseudomonas 2. Virus. Infeksi karena virus ini biasanya bersifat self-limitting dimana akan mengalami penyembuhan sendiri dan penyembuhan bersifat sempurna. a) Jamur : Candidiasis, Aspergillus, Cryptococcus. b) Faktor Predisposisinya : 1) Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan. 2) Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin. 3) Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persyarafan

C. Manifestasi Klinis Keluhan pertama biasanya Nyeri kepala. Rasa nyeri ini dapat menyebar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi, kesadaran menurun. Tanda Kernig&Brudzinsky positif. (Arief Mansjoer : 2000) Terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan, kejang, nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi diare, biasanya disertai septicemia dan pneumonitis. Kejang terjadi pada lebih kurang 44% anak dengan penyebab hemofilus influenza, 25% streptokok pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok. Gangguan kesadaran berupa apati, letargi, renjatan, koma. Selain itu dapat terjadi koagulasi intravaskularis diseminata. Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig brudzinski dan fontanela menonjol untuk sementara waktu belum timbul. Pada anak yang lebih besar dan

orang dewasa, permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung. Biasa dimulai dengan gangguan saluran pernapasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi dan taki kardi karena septicemia. Gangguan kesadaran berupa letargi sampai koma yang dalam dapat dijumpai pada penderita. Nyeri kepala dapat hebat sekali, rasanya seperti mau pecah dan bertambah hebat bila kepala digerakkan. Nyeri kepala dapat disebabkan oleh proses radang pembuluh darah. Meningeal, tetapi juga dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan intracranial yang disertai fotofobi dan hiperestesi, suhu badan makin meningkat, tetapi jarang disertai gemetar (chills). (Harsono : 1996)

D. Patofisiologi Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen / langsung menyebar di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia) dan jantung

(endokarditis), selain itu per kontinuitatum di peradangan organ / jaringan di dekat selaput otak misalnya abses otak, otitis media, martoiditis dan trombosis, sinus kavernosus. Invasi kuman (meningokok, pneumokok, hemofilus influenza, streptokok) ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus. Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi, dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu ke 2 sel-sel plasma. Eksudat terbentuk dan terdiri dari dua lapisan, yaitu bagian luar mengandung leukosit, polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag. Peradangan menyebabkan cairan cerebrospinal meningkat sehingga terjadi obstruksi, selanjutnya terjadi hydrocephalus dan peningkatan intrakranial. Organisme masuk melalui sel darah merah, dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan, atau kelainan sistem saraf pusat. Efek patologis yang terjadi adalah hiperemia meningens, edema jaringan otak, eksudasi. Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Dengan demikian meningitis dapat dianggap sebagai ensefalitis superfisial. Trombosis serta 6

organisasi eksudat perineural yang fibrino purulen menyebabkan kelainan nervi kraniales (Nn. III, IV, VI, VII, & VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran dan absorbsi CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikans. (Harsono : 1996) Mikroorganisme penyebab dapat masuk mencapai membran meningen dengan berbagai cara antara lain : a) Hematogen atau limpatik. b) Perkontuinitatum. c) Retograd melalui saraf perifer d) Langsung masuk cairan serebrospinal Efek peradangan tersebut dapat mengenai lapisan meningen dan ruang-ruang yang berada diantara lapisan. Tidak jarang pula infeksi mengenai jaringan otak. Kondisi ini disebut meningo-encephalitis. Efek patologis yang terjadi antara lain : a) Hyperemia Meningens. b) Edema jaringan otak. c) Eksudasi Perubahan-perubahan tersebut akan memberikan dampak terhadap peningkatan tekanan intra kranial dan hydrocephalus (pada anak-anak). Hydrocephalus terjadi bila eksudat (lebih sering terjadi pada infeksi bakteri) menyumbat sirkulasi cairan cerebrospinal juga eksudat tadi dapat menetap di jaringan otak dan menyebabkan abses otak. (Depkes : 1995)

E. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan cairan otak melalui pungsi lumbal, didapatkan: a) Tekanan b) Warna cairan otak: pada keadaan normal cairan otak tidakberwarna. Pada menigitis purulenta berwarna keruh sampai kekuning-kuningangan. Sedangkan pada meningitis tuberkulosis cairan otak berwarna jernih. c) Protein ( 0,2-0,4 Kg ) pada miningitis meninggi d) Glukosa dan klorida 2. None pandi 3. 4. Pemeriksaan darah Uji tuberkulin positif dari kurasan lambung untuk meningitis tuberkulosis

5. Pemeriksaan radiologi a) CT Scan 7

b) Rotgen kepala c) Rotgen thorak 6. Elektroensefalografi ( EEG ), akan menunjukkan perlambatan yang menyeluruh di kedua hemisfer dan derajatnya sebanding dengan radang.

F. Komplikasi 1. Hidrosefalus obstruktif. 2. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia ). 3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral). 4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone ). 5. Efusi subdural. 6. Kejang. 7. Edema dan herniasi serebral. 8. Cerebral palsy. 9. Gangguan mental. 10. Gangguan belajar. 11. Attention deficit disorder.

G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu mempersiapkan dengan standar pengobatan sesuai tempat kerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis.penatalaksanaan pengobatan meningitis meliputi: Pemberian antibiotik yang mampu melewati barier darah otak ke ruang subarakhonoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri. Biasanya menggunakan sefaloposforin generasi keempat atau sesuai dengan hasil resistensi antibiotik agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan. 1. Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa): a. isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam,oral,2x sehari maksimal 500mg selama 1 setengah tahun b. rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam,oral,1xsehari selama 1 tahun c. streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam,IM,1-2x sehari selama 3 bulan 2. Obat anti infeksi (meningitis bakterial) 8

a. sefalosporin generasi ke tiga b. amfisilin 150-200 mg(400 mg)/kgBB/24 jam IV 4-6x sehari c. kloranfenikol 50mg/kgBB/24jam IV 4xsehari. (arif muttaqin)

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian 1. Identitas pasien. 2. Keluhan utama. sakit kepala dan demam 3. Riwayat penyakit sekarang. Harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti sakit kepala, demam, dan keluhan kejang. Kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk, bagaimana sifat timbulnya, dan stimulus apa yang sering menimbulkan kejang. 4. Riwayat penyakit dahulu. Riwayat sakit TB paru, infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya perlu ditanyakan pada pasien. Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic). 5. Riwayat psikososial, Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. B. Pemeriksaan fisik 1. B1: Peningkatan kerja pernapasan pada fase awal 2. B2: TD meningkat, nadi menurun, tekanan nadi berat (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada pusat vasomotor), takikardia, disritmia (pada fase akut) seperti disritmia sinus 3. B3: afasia/ kesulitan dalam berbicara, mata (ukuran/ reaksi pupil), unisokor atau tidak berespon terhadap cahaya (peningkatan TIK) 10

nistagmus (bola mata bergerak-gerak terus menerus), kejang lobus temporal, otot mengalami hipotonia/ flaksid paralysis (pada fase akut meningitis), hemiparese/ hemiplegi, tanda Brudzinski (+) dan atau tanda kernig (+) merupakan indikasi adanya iritasi meningeal (fase akut), refleks tendon dalam terganggu, babinski (+), refleks abdominal menurun/ tidakl ada, refleks kremastetik hilang pada laki-laki 4. B4: Adanya inkontinensia dan/atau retensi 5. B5: Muntah, anoreksia, kesulitan menelan 6. B6: Turgor kulit jelek C. Analisa Data No 1. Data DS : pusing. DO: - TD -bradikardi -malaise -nausea Etiologi Masalah Kep.

Infeksi jalan nafas bagian Perubahan perfusi atas jaringan otak Invasi kuman ke jaringan serebral Reaksi peradangan serebral Gangguan metabolisme serebral Trombus daera korteks & aliran daerah serebral Krskan adrenal, kolaps sirkulasi, krskan endotel & nekrosis pmblh drh Infeksi jaringan otak Iritasi meningen Prbhan fisiologis intrakranial permebialitas drh otak 11

Bradikardi Perubahan perfusi jaringan otak 2. DS: sesak napas DO: -sesak napas -frekuensi napas (n: 18-20) -mengi -ronkhi -retraksi ICS permebialitas drh otak Ketidakefektifan pola pernapasan Prbhn sistem pernapasan: Cheyne-stokes Ketidakefektifan pola pernapasan

3.

DS: sakit kepala DO: - TD -bradikardi -malaise -nausea

Perubahan perfusi jaringan otak Sakit kepala & demam Hipertermi Nyeri

Nyeri

D. Diagnosa keperawatan 1. Perubahan perfusi jaringan otak yang b.d peradangan dan edema pada otak dan selaput otak. 2. Nyeri kepala yang b.d iritasi selaput dan jaringan otak. 3. Ketidakefektifan pola pernapasan yang b.d perubahan tingkat kesadaran, depresi pusat napas otak.

12

E. Rencana Asuhan Keperawatan No. 1. Diagnosa Kep. Perubahan perfusi jaringan otak yang b.d peradangan dan edema pada otak dan selaput otak. Tujuan Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi perfusi jaringan otak meningkat. Kriteria hasil: tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar, disorientasi negatif, konsentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenasi baik, tanda-tanda vital dalam batas normal, dan syok dapat dihindari Intervensi 1.Monitor klien dengan ketat terutama setelah lumbal pungsi. Rasional 1.Untuk mencegah nyerin kepala yang menyertai perubahan tekanan intra kranial

2.Untuk mendeteksi tanda-tanda syok,yang 2.Monitor tanda- harus di laporkan ke tanda peningkatan dokter untuk intervensi TIK selama awal. perjalanan penyakit 3.Perubahan ini menandakan ada perubahan tekanan 3.Monitor tanda- intrakranial dan penting tanda vital dan untuk intervensi awal neurologis tiap 5-30 menit catat dan 4.Untuk mencegah laporkan peningkatan tekanan intrakranial

4.Hindari posisi tungkai di tekuk atau 5.Untuk mengurangi gerakan-gerakan tekanan intrakranial klien,anjurkan untuk tirah baring. 5.Tinggikan sedikit kepala klien dengan hati-hati,cegah gerakan yang tibatiba dan tidak perlu dari kepala dan leher. Nyeri kepala Dalam waktu 3x24 1.Usahakan yang b.d iritasi jam setelah membuat lingkungan selaput dan dilakukan yang aman dan tenang. jaringan otak. tindakan,nyeri berkurang /rasa

2.

1. menurunkan reaksi terhadap rangsangan eksternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan klien untuk beristirahat.

13

3.

2. dapat menyebabkan vasokontraksi pembuluh Dengan kriteria 2.kompres dingin(es) darah otak. hasil:klien dapat pada kepala. tidur dengan tenang,wajah rileks 3.lakukan 3. membantu Dan klien penatalaksanaan menurunkan(memutuskan) memverbalisasikan nyeri dengan metode stimulasi sensasi nyeri. dan penurunan rasa distraksi relaksasi nafas sakit. dalam. 4. dapat membantu 4.lakukan latihan relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat gerak aktif atau pasif menurunkannyeri/rasa sesuai kondisi tidak nyaman. dengan lembut dan hati-hati 5. mungkin di perlukan untuk menurunkan rasa 5.kolaborasi sakit . pemberian analgetik bunyi 1.Membantu mengatasi Ketidakefektifan Dalam waktu 3x24 1.Kaji paru,adanya bunyi komplikas potensial. pola pernapasan jam setelah di nafas tambahan, yang b.d berikan perubahan irama dan perubahan tingkat tindakan,jalan nafas perubahan, kembali efektif. kesadaran, penggunaan otot-otot depresi pusat aksesori. Dengan kriteria napas otak. 2.Peninggian kepala hasil:sesak nafas 2.Atur posisi fowler tempat tidur memudahkan pernafasan berkurang,frekuensi dan semifowler nafas 163.Ajarkan cara batuk 3.Klien berada pada resiko 20x/menit,tidak efektif. tinggi bila tidak dapat menggunakan otot batuk dengan efektif. bantu nafas,retraksi ICS 4.Terapi fisik dada berkurang,ronchi 4.Lakukan fisiotrapi membantu meningkatkan batuk lebih efektif berkurang,mengi (- dada ),dapat hidrasi 5.Pemenuhan cairan dapat mendemonstrasikan 5.Penuhi cairan via oral mengencerkan mukus cara batuk efektif seperti minum air yang kental dan dapat putih dan membantu penurunan pertahankan asupan cairan yang banyak keluar cairan 2500ml/hari dari tubuh

sakit terkendali.

14

BAB IV PENUTUP

A Kesimpulan Meningitis adalah Infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak dan medula spinalis). Infeksi ini dapat disebabkan oleh : a) Bakteri, seperti pneumococcus, meningecoccus, stapilococcus, streptococcus, salmonella, dll. b) Virus, seperti Hemofilus influenza dan herpes simplex. (Depkes : 1995) Meningitis / Radang selaput otak adalah Infeksi pada cairan serebrospinal (CSS) disertai radang pada pia dan araknoid; ruang subaraknoid, jaringan superficial otak dan medulla spinalis, kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruang subaraknoid dan dengan cepat sekali menyebar ke bagian yang lain, sehingga leptomening medulla spinalis terkena. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal. (Harsono : 1996)

B Saran 1. Menghindari faktor predisposisi serta faktor pencetus Meningitis. 2. Deteksi sejak dini tanda dan gejala Meningitis, terutama pada bayi dan balita. 3. Segera periksakan ke dokter atau tenaga medis lainnya jika terdapat tanda dan gejala yang mengarah kepada Meningitis.

15

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E, dkk.Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC. 1999. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University Press. 1996. Muttaqqin, Arif. Buku Ajar Asuhan keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. 2008. Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC. 2001. Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994. Long, Barbara C. perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan; 1996

16

You might also like