You are on page 1of 8

Daya Tahan Lapisan Finishing Eksterior

DAYA TAHAN LAPISAN FINISHING EKSTERIOR BEBERAPA JENIS KAYU TERHADAP PENGARUH CUACA Durability of Exterior Finishing Layer in Several Wood Species under Weather Exposure
Wayan DARMAWAN1 dan Itan Iskova PURBA2
Corresponding Author : wayandar@indo.net.id

ABSTRACT Wood products exposed outdoor could be weathered, especially in the tropical region with high in sun light intensity, rain intensity, and relative humidity. An effort that could be done to protect and enhance wood performance is finishing. The purpose of this research is to understand the durability of finishing layer of the finished wood exposed outdoor. The effects of surface condition of boards (planed and unplaned), sawing pattern (quarter sawn and plain sawn), and type of wood finishes (Ultran Lasur UV and Ultran Politur P-03 UV) were studied. The experimental results showed that finishing layer of Meranti batu was the lowest in durability. The results also indicated that durability of finishing layer depicted by unplanned and plain sawn boards were lower than that of the planed and quarter sawn board. The finishing layer was considered to provide a good protection to the surfaces of board against failures. The presence of failure due to microbial disfigurement and cracking on the surfaces of the finished samples (in average) were 15% and 18% consecutively. On the other hand, the percentages of failure were observed to be 95% due to microbial disfigurement and 81% due to cracking for the unfinished wood. Comparing the two exterior wood finishes used in this experiment, it was found that Ultran Politur P-03 UV provided almost the same protection against microbial disfigurement and cracking compared to Ultran Lasur UV. Keywords : Exterior finishing layer, microbe stain, surface crack, surface check

PENDAHULUAN Latar Belakang Finishing adalah kegiataan untuk melaburkan berbagai bahan-bahan finishing (cat, pernis, stain) pada permukaan

1 2

Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor Alumnus Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor

produk kayu untuk melindungi, memelihara penampilan dan memungkinkan permukaan untuk dibersihkan. Meskipun kayu dapat digunakan didalam maupun diluar ruangan tanpa difinishing, banyak permukaan kayu yang tidak di-finishing bila terkena pengaruh cuaca akan berubah warna karena terjadi pencucian zat-zat ekstraktif, serangan jamur, dan menjadi kasar karena terkena sinar matahari dan pecah permukaan yang lambat laun akan terdegradasi (Feist 1982). Penggunaan kayu sebagai bahan struktural maupun bahan perkakas rumah tangga (furniture) belum dapat tergantikan seluruhnya sampai sekarang. Kayu merupakan bahan hayati yang awet, meskipun ditanam dalam tanah, dipaparkan terhadap cuaca terbuka, atau disimpan dalam makam-makam kuno, namun kayu dapat bertahan selama bertahun-tahun. Hal ini dapat dipertegas oleh banyaknya bangunan-bangunan peninggalan jaman dulu yang terbuat dari kayu masih bertahan sampai sekarang (Hoadley 2000). Selain kuat dan awet, kayu juga memiliki penampilan yang menarik dengan corak dan pola khas yang tidak dapat dijumpai pada bahan lain. Namun demikian, kayu yang terdiri dari bahan organik (selulosa, hemiselulosa, lignin, dan zat ekstraktif) dapat terdegradasi oleh pengaruh lingkungan baik secara fisik karena perubahan kadar air yang terus-menerus maupun secara kimiawi karena pengaruh radiasi ultra violet (Kalnins dan Feist 1993). Kayu yang ditempatkan di dalam atau di luar ruangan membutuhkan perlindungan dari bahan kimia, panas, goresan, sinar matahari dan hujan. Salah satu cara untuk menjaga agar daya tahan kayu seperti kekuatan dan penampilannya tetap terpelihara adalah dengan mengaplikasikan bahan finishing ke permukaan kayu. Produk-produk kayu (kayu gergajian, kayu lapis, papan serat, papan partikel, balok laminasi) dapat di-finishing dengan berbagai bahan finishing kayu. Karakteristik hasil finishing dipengaruhi oleh substrat kayu (pola serat, tekstur, warna, dan aspek kimia), sifat-sifat bahan finishing (kualitas & kuantitas), dan metode pelaburan (Williams 1999). Salah satu persyaratan untuk mendapatkan penampilan kayu yang memuaskan dari bahan finishing adalah sifat melekat bahan finishing yang baik pada permukaan kayu. Kemampuan kayu untuk mempertahankan bahan finishing dipengaruhi oleh karakteristik alami setiap jenis kayu (sifat anatomi, fisis, dan

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): 1-8(2009)

Darmawan dan Purba

kimia) dan tekstur permukaan (papan tangensial, papan radial). Faktor-faktor alami kayu yang mempengaruhi hasil finishing sangat bervariasi, tidak hanya antar jenis tetapi juga pada satu pohon dari jenis yang sama. Kondisi struktur anatomi kayu menjadi penyebab pertama tekstur permukaan kayu (trakeida atau diameter vesel dan tebal dinding sel). Penyebab tekstur kedua adalah metode pemesinan kayu (bekas gigitan bilah gergaji pita atau pisau mesin ketam). Penyebab ketiga ditentukan oleh variasi dalam metoda pemesinan karena vibrasi, kesalahan setting dan mata gergaji yang tumpul, (Richter et al. 1995). Dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan, belum diperoleh informasi yang cukup untuk mengetahui tekstur permukaan yang paling baik untuk ketahanan dan penampilan optimum karena perlakuan finishing. Tekstur permukaan kayu dapat berupa permukaan kasar hasil penggergajian (rough-sawn lumber) dan permukaan halus karena diserut (smooth-sawn lumber). Papan yang dihasilkan dari penggergajian gergaji pita tidak persis berupa papan radial (quarter sawn) ataupun papan tangensial (plain sawn), tetapi yang sering dihasilkan adalah kombinasi dari kedua jenis papan tersebut (bastard-sawn). Dengan memperhatikan kenyataan ini dan fakta bahwa Indonesia memiliki berbagai macam jenis kayu yang penampilan dan daya tahannya rendah, serta memiliki kondisi iklim yang mendukung terjadinya degradasi, maka perlu dilakukan penelitian khusunya daya tahan finishing eksterior terhadap pengaruh cuaca. Salah satu bahan finishing yang dapat membentuk lapisan tipis pada permukaan kayu adalah pernis (varnish). Penampilan alami corak kayu masih nampak jelas melalui penggunaan pernis transparan (clear vanishes). Namun pernis membutuhkan perawatan yang lebih sering untuk menjaga penampilan kayu, dan kemampuan lapisan pernis menolak air masih terbatas karena sinar ultra violet (UV) dapat menembus lapisan pernis secara perlahan. Dengan pertimbangan bahwa banyak jenis pernis saat ini dijual dipasaran, maka melalui penelitian ini dicobakan dua jenis pernis terbaru dari kelompok Ultran UV. Pada penelitian ini, pekerjaan difokuskan pada pengaplikasian dua jenis bahan finishing eksterior jenis Ultran UV (Ultran Lasur dan Ultran Politur) pada kayu kamper, keruing dan meranti batu dari jenis penampang radial dan tangensial baik yang diketam maupun tidak diketam. Daya tahan lapisan finishing yang terbentuk diujikan dengan jalan memaparkannya pada cuaca terbuka selama enam bulan. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk melihat daya tahan lapisan finishing eksterior terhadap pengaruh cuaca luar untuk jenis kayu kamper, keruing, dan meranti batu dengan penampang radial dan tangensial baik diketam maupun tidak diketam; 2) membandingkan daya tahan lapisan finishing yang terbentuk dari dua jenis bahan

finishing eksterior (Ultran Lasur UV dan Ultran Politur P-03 UV) terhadap pengaruh cuaca. BAHAN DAN METODE Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan adalah kayu kamper (Dryobalanops spp.), keruing (Dipterocarpaceae spp.), dan meranti batu (Shorea spp.) dalam bentuk papan dengan ketebalan anatar 2-3 cm dengan penampang radial dan tangensial. Bahan lain yang digunakan adalah kertas amplas No. 240 dan 400, sealer (Ultran Penetran UPT-851), dan dua jenis cat akhir (Ultran Lasur UV dan Ultran Politur P-03 UV). Alat yang digunakan adalah table circular saw, mesin ketam, kain lap, timbangan digital, moisture meter, kaliper, orbital sander, kuas (brittle brush) dan lup. Metode Penelitian Persiapan Contoh Uji dan Bahan Finishing Contoh uji dibuat berdasarkan standar American Society for Testing and Materials ( ASTM) D 358-98 dengan kondisi harus bebas cacat. Contoh uji dibuat dari papan lebar melalui pemotongan dengan circular saw sampai berukuran 30 x 15 x 2 cm. Contoh uji lalu dikondisikan hingga kadar airnya relatif seragam yaitu sebesar 20%. Dengan memberikan 4 kali ulangan untuk masing-masing kombinasi perlakuan antara penampang kayu (radial dan tangensial), kondisi permukaan (diketam dan tidak diketam), dan pemakaian jenis bahan finishing (Ultran Lasur UV dan Ultran Politur P-03 UV), maka jumlah contoh uji yang dibuat adalah sebanyak 32 buah untuk setiap jenis kayu. Contoh uji kontrol dibutuhkan sebanyak 4 buah, sehingga total contoh uji yang dibutuhkan adalah sebanyak 36 buah untuk setiap jenis kayu. Pengerjaan Finishing Contoh Uji Kayu Permukaan contoh uji dibersihkan secara manual dengan menggunakan kertas ampelas No. 240 dan kain lap. Bahan finishing yang pertama kali diaplikasikan pada permukaan contoh uji adalah Ultran Penetran UPT-851. Lapisan pertama yang telah kering diampelas kembali menggunakan kertas ampelas No. 400. Selanjutnya bahan finishing akhir (top coating) dilaburkan menggunakan kuas di atas lapisan pertama dari setiap contoh uji dengan berat labur disesuaikan dengan standar pemakaian bahan finishing eksterior dari kedua produk yang dikeluarkan oleh PT. Propan Raya. Pemakaian Ultran Lasur UV ditetapkan sebesar 60 g/m2 dan Ultran Politur P-03 sebesar 100 g/m2. Pada penelitian ini pelaburan top coating pada permukaan contoh uji dilakukan sebanyak dua kali dengan tujuan mendapatkan warna dan tebal lapisan yang seragam. Setelah di-finishing contoh uji tersebut dikondisikan pada tempat yang bersih dan bebas dari debu

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): 1-8 (2009)

Daya Tahan Lapisan Finishing Eksterior

selama satu minggu. Kemudian contoh uji yang telah di-finishing dipaparkan dibawah pengaruh cuaca langsung. Pengujian Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap Pengaruh Cuaca Contoh uji kayu yang telah di-finishing digantungkan secara vertikal di luar ruangan Laboratorium Kayu Solid Fahutan, IPB Bogor. Contoh uji ini dievaluasi sebulan sekali selama enam bulan sesuai dengan metode yang ditetapkan pada standar ASTM. Khusus untuk kayu kamper pengamatan dilanjutkan hingga 15 bulan. Evaluasi dilakukan terhadap besarnya persentase permukaan bercacat akibat serangan mikroba (microbial disfigurement), dan retak (cracking). Kondisi permukaan karena serangan mikroba (jamur atau alga) dievaluasi menggunakan ASTM D 3274-95, dan kerusakan karena retak dievaluasi berdasarkan ASTM D 661-93. Adanya serangan mikroba dicirikan oleh adanya noda-noda berwarna gelap pada permukaan lapisan finishing. Metode evaluasi yang digunakan di atas menggunakan standar fotografik sebagai alat pembanding. Selanjutnya kondisi lapisan finishing setiap contoh uji kayu dirangking berdasarkan sebelas kelas sesuai dengan persentase cacat yang terjadi. Pengelompokan daya tahan lapisan finishing sesuai ASTM D 3274-95 dan D 661-93 disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rating mikroba dan retak pada permukaan lapisan cat Microbial and Cracking Rating 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Percentage of defective finishing layer due to Microbial and Cracking (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

kamper dan keruing mulai mengalami kerusakan setelah tiga bulan pemaparan, dan nampak bahwa perkembangan cacat akibat mikroba dan retak tersebut terjadi secara perlahan-lahan. Hasil pada Gambar 1 tersebut juga memperlihatkan bahwa kayu meranti batu memiliki rating daya tahan yang paling rendah baik terhadap mikroba maupun retak. Kerusakan lapisan finishing akibat kedua jenis cacat tersebut mulai muncul setelah satu bulan pemaparan. Kerusakan akibat retak berkembang sangat cepat sehingga ratingnya akibat retak mencapi kelas 3,3. Akibat cacat retak ini maka jamur dapat masuk pada lapisan finishing untuk tumbuh dan menyebar di bawah lapisan finishing kayu meranti batu. Hasil ini mengindikasikan bahwa, persentase permukaan lapisan finishing bercacat akibat cacat mikroba dan retak pada kayu meranti batu lebih tinggi daripada kayu lain.
10 9
Microbial R ating

8 7 6 5 4 3 0 1 2 3 4 5 6 Exposure Time (months) Kamper Keruing Meranti Batu

10 9

Cracking Rating

8 7 6 5 4 3 0 1 2 3 4 5 Exposure Time (months) 6 Kamper Keruing Meranti Batu

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Jenis Kayu terhadap Daya Tahan Lapisan Finishing Perkembangan rating daya tahan lapisan finishing akibat perlakuan jenis kayu selama enam bulan pengamatan disajikan pada Gambar 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rating daya tahan lapisan finishing terhadap mikroba (microbial disfigurement) bagi jenis kayu kamper dan keruing hampir sama yaitu sebesar 8,8 pada akhir pengamatan, dan daya tahan lapisan finishing kedua jenis kayu tersebut terhadap checking adalah sebesar 9,0. Lapisan finishing pada kayu

Gambar 1. Daya tahan lapisan finishing terhadap mikroba (atas) dan retak (bawah) selama 6 bulan pemaparan

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): 1-8(2009)

Darmawan dan Purba

Hasil pada Gambar 1 juga memperlihatkan bahwa selama enam bulan pemaparan pada cuaca terbuka jenis kayu kamper dan keruing masih mampu mempertahankan rating daya tahan lapisan finishing yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua jenis kayu tersebut dapat dipergunakan untuk tujuan eksterior dengan masa pakai cukup lama. Penurunan daya tahan lapisan finishing setelah tiga bulan pemaparan disebabkan karena pengaruh cuaca khususnya hujan dan penyinaran matahari yang intensitasnya berfluktuasi yang dapat mendegradasi lapisan finishing melalui pelapukan (weathering). Menurut Williams (1999) perubahan cuaca saat pemaparan dapat menyebabkan degradasi pada semua bahan organik termasuk bahan finishing yang terdiri dari polimer organik, yang diakibatkan oleh adanya perubahan kelembaban (relative humidity) yang cepat dan radiasi ultra violet pada permukaan kayu. Beberapa hasil penelitian yang dirangkum oleh Feist (1982) menunjukkan bahwa lapisan finishing berupa pernis mulai mengalami kerusakan setelah dipaparkan pada cuaca terbuka selama satu tahun pada kondisi pemaparan yang ekstrim, dan untuk mempertahankan fungsi perlindungan lapisan finishing tersebut maka harus dilakukan kegiatan finishing ulang. Rendahnya daya tahan lapisan finishing terhadap mikroba dan retak pada kayu meranti batu diduga karena berat jenis kayu meranti batu (0,86) lebih tinggi daripada berat jenis kayu kamper (0,79) dan kayu keruing (0,76). Meranti batu mengalami kembang-susut paling besar sehingga diduga tegangan yang terjadi pada lapisan finishing kayu meranti batu juga lebih besar dibanding tegangan yang terjadi pada lapisan finishing kayu yang lain. Perubahan dimensi dalam bentuk penyusutan dan pengembangan ini telah dilaporkan mengakibatkan terjadinya tegangan pada lapisan finishing dan dapat menjadi penyebab awal rusaknya lapisan finishing (Willliams 1999). Selanjutnya Williams (1994) dalam tulisannya melaporkan bahwa jenis kayu dengan berat jenis tinggi cenderung menyebabkan kerusakan retak (cracking) pada lapisan cat lebih parah dibandingkan dengan kayu berat jenis rendah. Pengaruh Kondisi Permukaan terhadap Daya Tahan Lapisan Finishing Rata-rata rating daya tahan lapisan finishing terhadap cacat mikroba dan retak untuk kayu diketam (planed) dan tidak diketam (unplaned) selama enam bulan pemaparan disajikan pada Gambar 2. Hasil penelitian pada Gambar 2 memperlihatkan bahwa rating daya tahan terhadap mikroba dan retak memiliki pola perkembangan yang relatif sama untuk kayu yang diketam dan tidak diketam. Pada akhir pengamatan, contoh uji yang diketam maupun tidak diketam rata-rata mencapai rating di atas nilai 8. Namun hasil pada Gambar 2 mengindikasikan bahwa rating daya tahan terhadap cacat mikroba maupun terhadap cacat retak untuk kayu yang diketam sedikit lebih baik dibandingkan dengan kayu yang tidak diketam. Semakin besar cacat retak pada lapisan finishing maka akan mengakibatkan mikroba dapat tumbuh

dan berkembang lebih cepat menembus ke permukaan kayu. Hasil pada Gambar 2 memberi indikasi bahwa munculnya cacat retak lapisan cat dan cacat mikroba terjadi dalam waktu yang relatif sama yaitu setelah satu bulan pemaparan. Namun demikian rating daya tahan kayu yang diketam dan tidak diketam diakhir bulan keenam masih tinggi.

10,0 9,5

Microbial Rating

9,0 8,5 8,0 7,5 0 1

Planed Unplaned

Exposure Time (months)

10,0 9,5
Cracking Rating

9,0 8,5 8,0 7,5 0 1

Planed Unplaned

Exposure Time (months)


Gambar 2. Rata-rata daya tahan lapisan finishing pada kayu diketam dan tidak diketam terhadap mikroba (atas) dan retak (bawah) selama 6 bulan pemaparan Adanya kecenderungan bahwa daya tahan lapisan finishing kayu yang diketam lebih baik dibandingkan lapisan kayu tidak diketam dapat disebabkan oleh terbentuknya ketebalan lapisan cat yang seragam pada permukaan kayu yang diketam. Pengetaman dapat menghasilkan permukaan

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): 1-8 (2009)

Daya Tahan Lapisan Finishing Eksterior

kayu yang lebih rata dan halus, sehingga ketebalan lapisan bahan finishing yang terbentuk pada permukaan yang rata dan halus ini lebih seragam. Dengan ketebalan bahan finishing yang seragam, fungsi perlindungan lapisan finishing terhadap perubahan kelembaban akan lebih baik sehingga stabilitas dimensi kayu dapat terjaga. Richter et al. (1995) menyatakan bahwa daya tahan lapisan finishing terhadap retak lebih baik pada permukaan kayu yang diketam daripada permukaan yang tidak diketam. Dalam laporannya juga dinyatakan bahwa bahan finishing transparan dan cat alkyd yang membentuk lapisan tipis berfungsi lebih baik pada kayu dengan permukaan yang halus dan rata. Williams (1999) menambahkan bahwa permukaan kayu yang kasar atau tidak diketam akan menyerap bahan finishing yang lebih banyak sehingga lebih boros akan bahan cat. Pengaruh Jenis Penampang Kayu terhadap Daya Tahan Lapisan Finishing

10,0 9,5 9,0 8,5 8,0 7,5 0 1 2 3 4 5 6 Exposure Time (months)


10,0 9,5

Hasil pengamatan rata-rata rating daya tahan lapisan finishing terhadap mikroba dan retak pada kayu berpenampang radial (quarter sawn) dan tangensial (plain sawn) disajikan pada Gambar 3. Hasil pada Gambar 3 menunjukkan bahwa pola perkembangan daya tahan lapisan finishing terhadap mikroba pada kayu berpenampang radial maupun tangensial dalam masa pemaparan enam bulan relatif sama. Namun demikian terlihat pada Gambar 3 (bawah) bahwa daya tahan lapisan finishing terhadap retak dari kayu radial lebih baik dibandingkan dengan kayu tangensial. Setelah bulan ke tiga lapisan cat pada kayu tangensial mengalami retak lebih banyak dibandingkan kayu radial. Hal ini diduga karena kayu tangensial mengalami kembang-susut yang melebihi kayu radial. Karena itu, kayu radial dari jenis yang sama dan dengan tingkat pertumbuhan yang sama akan lebih baik dalam kemampuannya menahan cat dibandingkan dengan kayu tangensial. Namun demikian untuk masa pemaparan selama enam bulan, persentase cacat mikroba yang terjadi pada kayu berpenampang radial dan tangensial masih terhitung rendah dan pengaruh jenis penampang belum menunjukkan perbedaan daya tahan lapisan finishing yang signifikan. Pengaruh Jenis Bahan Finishing terhadap Daya Tahan Lapisan Finishing Hasil pengukuran rata-rata rating daya tahan lapisan finishing terhadap mikroba dan retak karena pengaruh jenis bahan finishing disajikan pada Gambar 4. Hasil pada Gambar 4 memperlihatkan bahwa pola perkembangan daya tahan lapisan finishing Ultran Lasur UV sama dengan Ultran Politur P-03 UV baik untuk cacat mikroba maupun retak. Namun demikian, pola perkembangan yang berbeda ditemukan pada contoh uji yang tidak di-finishing (unfinished). Rating daya tahan terhadap cacat-cacat mikroba dan retak menurun dengan menyolok mulai dari bulan pertama pemaparan. Pada masa pemaparan selama enam bulan, kerusakan yang terjadi pada permukaan kayu yang tidak di-finishing terlihat sangat nyata bila dibandingkan dengan kayu yang dilindungi dengan lapisan finishing. Hal ini mengindikasikan bahwa lapisan finishing eksterior mampu memberikan perlindungan pada kayu dan secara tidak langsung akan mampu memperpanjang masa pakai kayu untuk penggunaan di luar ruangan. Hasil penelitian pada Gambar 4 menunjukkan bahwa setelah enam bulan pemaparan daya tahan lapisan finishing terhadap cacat mikroba dan retak baik yang menggunakan Ultran Lasur UV maupun Ultran Politur P-03 UV pada umumnya sangat baik. Namun pada akhir bulan keenam permukaan kayu yang tidak di-finishing telah mengalami kerusakan yang sangat berarti akibat cacat mikroba dan retak. Persentase permukaan bercacat pada kayu yang tidak di-finishing masing-masing sebesar 95% karena cacat mikroba dan 81% karena cacat retak. Hal ini mengindikasikan dengan jelas bahwa kayu yang tidak dilindungi lapisan finishing akan terkena dampak langsung dari perubahan cuaca yang mengakibatkan permukaan kayu menjadi kasar akibat dari

Cracking Rating

Quarter-sawn Plain-sawn

Microbial Rating

9,0 8,5 8,0 7,5 0 1 2 3 4 5 Exposure Time (months) 6 Quarter-sawn Plain-sawn

Gambar 3. Rata-rata daya tahan lapisan finishing pada kayu berpenampang radial dan tangensial terhadap mikroba (atas) dan retak (bawah) selama 6 bulan pemaparan

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): 1-8(2009)

Darmawan dan Purba

serat-serat kayu terangkat dan munculnya retak-retak pada permukaan tersebut. Permukaan kayu yang tidak di-finishing nampak kotor karena tertutup debu, dan warna menjadi gelap karena jamur (Gambar 5). Pemakaian bahan finishing telah dapat menghambat terjadinya kerusakan permukaan kayu, sehingga masa pakai kayu akan menjadi lebih lama. Masa pakai kayu bahkan dapat dipertahankan dengan melakukan pemeliharaan berupa kegiatan finishing ulang pada permukaan kayu begitu tanda-tanda kerusakan mulai terlihat. Feist (1982), menganjurkan bahwa pengecatan ulang sebaiknya dilakukan bila lapisan finishing telah mencapai rating 5 bagi cacat-cacat mikroba dan retak.

10 8
Microbial R ating

6 4 2 0 0 1 2 3 4 5 6 Exposure Time (months)


10 8

Ultran Lasur UV Ultran Politur Controll Unfinished

6 4 2 0 0 1 2 3 4 5 6 Exposure Time(months)
Ultran Lasur UV Ultran Politur Unfinished Controll

Gambar 4. Rata-rata daya tahan lapisan finishing dari bahan ultran lasur dan ultran politur terhadap mikroba (atas) dan retak (bawah) selama 6 bulan pemaparan

Pada penelitian ini, masa pemaparan hingga 15 bulan hanya dapat dipertahankan pada contoh uji jenis kayu kamper, sedangkan contoh uji jenis lainnya telah ditemukan rusak akibat gangguan oleh faktor diluar cuaca. Rata-rata rating daya tahan lapisan finishing Ultran Lasur dan Ultran Politur kayu kamper terhadap mikroba dan retak selama 15 bulan pemaparan disajikan pada Gambar 5. Pada gambar tersebut disertakan juga rata-rata rating papan contoh (papan radial dan papan tangensial) terhadap mikroba dan retak. Hasil pada Gambar 5 memperlihatkan bahwa rating daya tahan terhadap mikroba telah mencapai nilai dibawah 5, namun rating daya tahan terhadap retak masih ada diatas nilai 6. Hasil ini mengindikasikan bahwa laju penurunan rating karena mikroba lebih cepat dibandingkan karena retak. Meskipun serangan mikroba tersebut masih pada lapisan cat dan belum sampai pada permukaan kayu, namun karena retak lapisan cat sudah semakin hebat maka mikroba akan lebih mudah dan cepat dapat masuk kepermukaan kayu. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa lapisan cat ini (Ultran Lasur dan Ultran Politur) sudah seharusnya dilapisi kembali dengan lapisan baru sebelum masa pemaparan mencapai 2 tahun, sehingga kualitas dan penampilan kayu akan tetap terjaga. Pada Gambar 5 nampak pula bahwa lapisan cat pada papan radial lebih tahan terhadap retak dibandingkan papan tangensial. Akibatnya lapisan cat pada papan radial mampu melindungi permukaan kayu terhadap mikroba lebih lama dibandingkan dengan pada papan tangensial. Kayu yang tidak di-finishing mengalami proses pelapukan dengan cepat mulai dari bulan pertama pemaparan hingga bulan kelima belas. Setelah 9 bulan pemaparan, mikroba telah tersebar hampir di seluruh permukaan kayu, juga kayu telah mengalami retak-retak sepanjang permukaannya. Penampilan permukaan contoh uji Kamper yang difinishing Ultran Politur dan tidak di-finishing sebelum dan setelah 15 bulan pemaparan disajikan pada Gambar 6. Pada Gambar 6 nampak bahwa lapisan finishing contoh uji berwarna kuning kecoklatan sebelum pemaparan namun setelah pemaparan selama enam bulan, dapat diamati terjadinya perubahan warna menjadi lebih pudar. Nampak perbedaan yang menyolok antara penampilan kayu tidak di-finishing (unfinished) dan kayu yang di-finishing. Penampilan warna kayu kontrol menjadi keabu-abuan setelah dipaparkan selama enam bulan. Penampilan ini mengindikasikan bahwa permukaan kayu yang tidak di-finishing sudah mengalami pelapukan permukaan yang cukup berarti. Williams (1999) menjelaskan bahwa terjadinya perubahan warna alami kayu disebabkan oleh menguapnya bahan ekstraktif dalam beberapa menit setelah pemaparan. Sedangkan kayu yang difinishing belum mengalami kerusakan yang berarti setelah enam bulan pemaparan, meskipun telah terjadi pemudaran warna pada lapisan finishingnya. Hal ini mengindikasikan bahwa lapisan cat tersebut sudah mulai menipis karena terjadinya foto-degradasi terhadap komposisi polimer organik bahan finishing terutama oleh sinar ultra violet. Hasil yang sama juga telah dikemukakan oleh Feist (1982) bahwa

Cracking Rating

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): 1-8 (2009)

Daya Tahan Lapisan Finishing Eksterior

perubahan warna yang terjadi akibat rusaknya zat ekstraktif dan lignin dapat terjadi hanya dalam beberapa bulan setelah kayu dipaparkan di bawah sinar matahari.
10 8
Microbial Rating

6 4

Finished
2 0 0 3 6 9 12 15 Exposure Time (months)
sawn Planed Quarter Quaeter-sawn sawn Unplaned Quarter Quaeter-sawn Planed Plain-sawn Unplaned Plain-sawn Unfinished Controll

Unfinished

Before Exposure

10 8

Finished
Cracking Rating

Unfinished

6 4 2 0 0 3 6 9 12 Exposure Time (months) 15

After 15 months of Exposure Gambar 6. Penampilan permukaan kayu Kamper tanpa difinishing (unfinished) dan di-finishing (finished) dengan Ultran Politur P-03 UV sebelum pemaparan (atas) dan setelah 15 bulan pemaparan (bawah). KESIMPULAN Berdasarkan pada data hasil pengukuran dan pengamatan terhadap contoh uji yang dipaparkan selama enam bulan maka dapat disarikan beberapa kesimpulan berikut: Lapisan finishing dari bahan Ultran Lasur UV dan Ultran Politur P-03 UV secara nyata dapat melindungi permukaan kayu dari degradasi baik oleh cacat mikroba (microbial disfigurement) maupun retak (cracking). Meranti batu dengan berat jenis paling tinggi memiliki daya tahan lapisan finishing paling rendah dibandingkan dengan jenis kayu kamper dan keruing.

Quarter sawn Planed Quaeter-sawn Quarter sawn Unplaned Quaeter-sawn Planed Plain-sawn Unplaned Plain-sawn Unfinished Controll

Gambar 5. Rata-rata rating daya tahan lapisan finishing pada kayu kamper terhadap mikroba (atas) and retak (bawah) selama 15 bulan pemaparan.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): 1-8(2009)

Darmawan dan Purba

Kayu yang diketam memperlihatkan daya tahan lapisan finishing sedikit lebih baik daripada kayu yang tidak diketam Kayu dengan penampang radial menunjukkan daya tahan lapisan finishing lebih baik dibandingkan dengan penampang tangensial. DAFTAR PUSTAKA [ASTM] American Society for Testing and Materials. 1993. ASTM D 661-93: Standard Test Method for Evaluating Degree of Cracking of Exterior Paints. West Conshohocken. [ASTM] American Society for Testing and Materials. 1995. ASTM D 3274-95: Standard Test Method for Evaluating Degree of Surface Disfigurement of Paint Films by Microbial (Fungal or Algal) Growth or Soil and Dirt Accumulation. West Conshohocken. [ASTM] American Society for Testing and Materials. 1998. ASTM D 358-98: Standard Specification for Wood to Be Used as Panels in Weathering Tests of Coatings. West Conshohocken.

Feist WC. 1982. Weathering of wood in structural uses. Di dalam Feist RW, Kelogg MK, editor. Structural Use of Wood in Adverse Environment. Australia: Van Nostrand Reinhold Company. pp 156-179. Hoadley RB. 2000. Understanding Wood: A craftsmans guide to wood technology. United States of America: The Taunton Press. Kalnins MA, Feist WC. 1993. Increase in Wettability of Wood with Weathering. Forest Products Journal 43 (2): 55-57. Richter K, Feist WC, Knaebe MT. 1995. The Effect of Surface Roughness on the Performance of Finishes. Forest Products Journal 45 (7/8): 91-97. Williams RS, Knaebe MT, Feist WC. 1996. Finishes for Exterior Wood. Madison: Forest Products Laboratory. Williams RS. 1999. Finishing of Wood. Wood Handbook: Wood as an Engineering Material. Madison: U.S. Department of Agriculture. pp 15-37.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2(1): 1-8 (2009)

You might also like