You are on page 1of 142

Public Disclosure Authorized

67534

Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Public Disclosure Authorized

Public Disclosure Authorized

Public Disclosure Authorized

Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pembangunan di Bumi Nyiur Melambai

KANTOR BANK DUNIA JAKARTA Gedung Bursa Efek Indonesia Menara II Lt. 12-13 Jln. Jenderal Sudirman, Kav. 52-53 Jakarta 12190 Telp. (+6221) 5299 3000 Fax. (+6221) 5299 3111 Dicetak pada Bulan Agustus 2011 Foto Sampul: Hak Cipta Bastian Zaini: Latar Belakang, Pojok kanan, Pojok kiri. Hak Cipta Guntur Sutiyono: Foto tengah. Foto Dalam: Hak Cipta Bastian Zaini: Bab 1, Bab 2, Bab 3, Bab 4. Hak Cipta Guntur Sutiyono: Rangkuman Eksekutif, Bab 6, Lampiran, Halaman antar Bab. Hak Cipta Indira Maulani Hapsari: Bab 5. Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011. Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pembangunan di Bumi Nyiur Melambai merupakan kerjasama tim peneliti Universitas Sam Ratulangi, Pemerintah Daerah Sulawesi Utara, dan staf Bank Dunia. Temuan, interpretasi, dan kesimpulan dalam laporan ini tidak mencerminkan pendapat Dewan Eksekutif Bank Dunia maupun pemerintah yang mereka wakili. Bank Dunia tidak menjamin keakuratan data yang terdapat dalam laporan ini. Batasan, warna, angka, dan informasi lain yang tercantum pada setiap peta dalam laporan ini tidak mencerminkan penilaian Bank Dunia tentang status hukum suatu wilayah atau merupakan bentuk pengakuan dan penerimaan atas batasan tersebut. Untuk pertanyaan lebih lanjut tentang laporan ini, silakan hubungi Bastian Zaini (bzaini@worldbank.org).

Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pembangunan di Bumi Nyiur Melambai

Ucapan Terima Kasih

Laporan ini disusun atas kerja sama antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi, pemerintah Kanada lewat CIDA, dan Bank Dunia.Terima kasih kepada tim peneliti yang dikepalai oleh Veckie Masinambow, beranggotakan Vekie Rumate, Agus Tony Poputra, Lendy Siar, Margaretha Bolang, Richard Tumilaar, Caroline Pakasi, Magdalena Wullur, Victor Lengkong, Bobby Hamenda, Patrick Wauran, dan Bode Lumanauw.Tim data FE Unsrat yang dikoordinasi oleh Bobby Hamenda, beranggotakan Raymond Dirks, Feyne Kairupan, Meiggy Irooth, dan Gita Randang, telah membantu menyiapkan data fiskal untuk kebutuhan penulisan. Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi (FE UNSRAT) di bawah koordinasi Bapak David Paul E. Saerang dibantu saudara Joy Elly Tulung telah mengelola administrasi dan pelaporan.Tim Bank Dunia dipimpin oleh Guntur Sutiyono dan Bastian Zaini, dibantu oleh Erryl Davy, Ihsan Haerudin, Indira Maulani Hapsari, Chandra Sugarda, Magda Galingging, dan Adrianus Hendrawan. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada anggota Project ManagementCommittee(PMC) yang secara aktif berpartisipasi memberi masukan selama proses pembuatan laporan, dinas-dinas dan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara yang berkontribusi dalam pengumpulan data. Secara khusus, tim menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya atas kerja keras dan dukungan yang diberikan oleh Kepala BAPPEDA Provinsi Sulawesi Utara sebagai Ketua PMC, Bapak Noldy Tuerah dan Bapak Lucky Longdong, Kepala Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Utara sebagai sekretaris PMC, Bapak Praseno Hadi, serta Bapak Charles Kepel dari Pokja Forum Kawasan Timur Indonesia. Proses pembuatan laporan ini diarahkan oleh Daan Pattinasarany dan Amin Subekti.Terima kasih kepada Wolfgang Fengler, Bill Wallace, Soekarno Wirokartono, Cut Dian Rahmi, Ahya Ihsan, Elaine A. Tinsley, serta rekan-rekan dari World Bank dan CIDA atas saran dan masukannya. Terima kasih juga kami berikan kepada Sarah Sagitta Harmoun dan Sandra Buana Sari atas dukungan logistiknya. Tak lupa apresiasi kami sampaikan untuk Caroline Tupamahu dan Yayasan BaKTI yang memfasilitasi PEACH di Sulawesi Utara.

ii
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Kata Pengantar
Provinsi Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi termaju di Kawasan Timur Indonesia. Banyak perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Saat ini Provinsi Sulawesi Utara memiliki angka Indeks Pembangunan Manusia kedua tertinggi di Indonesia dengan angka kemiskinan yang rendah dibanding dengan provinsi-provinsi lain. Dalam sepuluh tahun terakhir PDRB riil per kapita meningkat dua kali lipat dan belanja Pemerintah Daerah meningkat dengan signifikan. Namun demikian, masih ditemukan berbagai tantangan pembangunan yang harus diatasi serta berbagai peluang/potensi yang dapat dimanfaatkan. Walaupun secara umum Pengelolaan Keuangan Daerah memiliki kinerja yang cukup baik, namun masih terlihat adanya kesenjangan kinerja dan kapasitas baik antara satuan kerja di dalam pemerintah daerah maupun antara pemerintah daerah di Sulawesi Utara. Dengan ketersediaan sumber daya fiskal yang terus meningkat, pemerintah daerah di Sulawesi Utara harus memastikan bahwa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan-evaluasi anggaran sesuai dengan karakteristik, kebutuhan, dan arah pembangunannya. Dalam rangka mengatasi tantangan, memanfaatkan peluang, serta meningkatkan kinerja pembangunan tersebut, Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara, khususnya Pemerintah Provinsi perlu berupaya lebih keras dalam memanfaatkan sumber daya fiskal yang dimilikinya. Upaya dalam memperjelas visi, misi, indikator dan target pembangunan perlu dilakukan dan diiringi dengan upaya yang lebih keras untuk menyusun anggaran yang lebih terarah, serta merumuskan program dan kegiatan yang lebih berkualitas dan konsisten dengan target yang dicanangkan. Laporan ini merupakan sebuah upaya untuk membantu Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Utara dalam meningkatkan kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah, meningkatkan kualitas perencanaan dan penganggaran, dan pada akhirnya berkontribusi dalam kinerja pembangunannya. Laporan ini merupakan hasil kerjasama yang erat antara Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Utara, Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi, serta dukungan dari CIDA, AusAID, dan Bank Dunia. BAPPEDA Provinsi Sulawesi Utara berperan penting dalam memfasilitasi seluruh proses pembuatan laporan ini. Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Utara, Pemerintah Daerah lainnya, dan Pemerintah Pusat sebagai alat acuan untuk upaya meningkatkan kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah serta proses pembangunan daerah. Akhirnya, kami berharap laporan ini dapat berkontribusi kepada pengelolaan keuangan daerah dan tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan efektif.

S.H. Sarundajang Gubernur Provinsi Sulawesi Utara

Stefan G. Koeberle Kepala Perwakilan Bank Dunia Indonesia

iii
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Daftar Isi
Ucapan Terima Kasih Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Istilah Ringkasan Eksekutif Bab 1 Pendahuluan 1.1 Sekilas Provinsi Sulawesi Utara 1.2 Kondisi Demografi, Tenaga Kerja, dan Kemiskinan 1.3 Perekonomian Sulawesi Utara 1.4 Keunggulan Kompetitif Sulawesi Utara di Kawasan Timur Indonesia Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah 2.1 Pendahuluan 2.2 Kerangka Peraturan Perundangan Daerah 2.3 Perencanaan dan Penganggaran 2.4 Pengelolaan Kas, Pengadaan, Pengelolaan Aset, serta Hutang dan Investasi Daerah 2.5 Akuntansi dan Pelaporan, Internal Audit, serta Audit dan Pengawasan Eksternal 2.6 Rekomendasi Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan 3.1 Pendapatan Daerah Sulawesi Utara 3.1.1 Gambaran Umum Pendapatan Daerah Sulawesi Utara 3.1.2 Pendapatan Asli Daerah 3.1.3 Dana Alokasi Umum (DAU) 3.1.4 Dana Alokasi Khusus (DAK) 3.1.5 Dana Bagi Hasil (DBH) 3.2 Pembiayaan 3.3 Kesimpulan dan Rekomendasi Bab 4 Belanja Daerah 4.1 Gambaran Umum Belanja Daerah 4.2 Belanja Menurut Klasifikasi Ekonomi 4.3 Belanja Menurut Sektor 4.4 Hubungan Belanja dan Gender 4.5 Kesimpulan dan Rekomendasi Bab 5 Analisis Sektor Strategis 5.1 Sektor Kesehatan 5.1.1 Analisis Belanja Sektor Kesehatan 5.1.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Kesehatan 5.1.3 Analisis Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara 5.1.4 Respon Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan ii iii iv xi 1 9 10 13 17 21 23 24 25 26 28 30 31 33 34 34 37 40 41 42 43 44 45 46 48 50 53 56 57 58 58 60 61 64

iv
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Daftar Isi

5.1.5 Kesimpulan dan Rekomendasi 65 5.2 Sektor Pendidikan 65 5.2.1 Belanja Pendidikan 65 5.2.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Pendidikan 67 5.2.3 Analisa kabupaten/kota di Sulawesi Utara 70 5.2.4 Respon Masyarakat Terhadap Pelayanan Pendidikan 72 5.2.5 Kesimpulan dan Rekomendasi 72 5.3 Sektor Infrastruktur 73 5.3.1 Belanja Infrastruktur 73 5.3.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Infrastruktur 74 5.3.3 Analisa kabupaten/kota di Sulawesi Utara 77 5.3.4 Respon Masyarakat Terhadap Pelayanan Infrastruktur 79 5.3.5 Kesimpulan dan Rekomendasi 79 5.4 Sektor Pertanian dan Perkebunan 80 5.4.1 Belanja Sektor Pertanian dan Perkebunan 80 5.4.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Pertanian dan Perkebunan 81 5.4.3 Kesimpulan dan Rekomendasi 83 Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Pintu Gerbang Indonesia menuju Asia Timur dan Pasifik 85 6.1 Potensi yang Dimiliki Sulawesi Utara 86 6.1.1 Geografi dan Aksesibilitas 86 6.1.2 Produk Jasa dan Perkebunan 87 6.1.3 Kualitas Sumber Daya Manusia 89 6.2 Aspek Gender dalam Pembangunan di Sulawesi Utara 90 6.3 Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Sulawesi Utara di Masa Datang 93 Daftar Pustaka 95 Lampiran 97 Lampiran A. Apakah yang dimaksud dengan Analisis Belanja Pemerintah Sulawesi Utara? 98 Lampiran B. Catatan Metodologi 99 Lampiran C. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi 101 Lampiran D. Budget Master Table 106 Lampiran E. Indikator-indikator Gender 114 Lampiran F. Tabel SWOT Sulawesi Utara sebagai Pusat Pertumbuhan di Kawasan Timur Indonesia 117

v
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Daftar Isi

Daftar Gambar
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3 Sulawesi Utara berkembang seiring dengan perkembangan provinsi-provinsi lain 2 Seperti provinsi lain di Indonesia, masih ada ketimpangan yang terjadi di Sulawesi Utara 3 Provinsi Sulawesi Utara memiliki lokasi yang strategis 10 Sulawesi Utara berkembang seiring dengan perkembangan provinsi-provinsi lain 11 Hampir seluruh Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara mengalami penurunan angka kemiskinan dalam kurun waktu 2005-2009 12 Gambar 1.4 Seperti provinsi lain di Indonesia, masih ada ketimpangan yang terjadi di Sulawesi Utara12 Gambar 1.5 Walaupun tingkat pengangguran menurun, namun masih relatif tinggi 15 Gambar 1.6 Kemiskinan di Sulawesi Utara tergolong yang paling rendah dibandingkan Provinsi lain di Indonesia 16 Gambar 1.7 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara terus meningkat 17 Gambar 1.8 Sektor pertanian masih merupakan kontributor terbesar terhadap perekonomian Sulawesi Utara 18 Gambar 1.9 PDRB riil per kapita Sulawesi Utara masih yang tertinggi dibanding dengan provinsi lain di Sulawesi 18 Gambar 1.10 Sub-sektor bangunan, perdagangan besar dan kecil, serta pengangkutan memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB dan pertumbuhan 19 Gambar 1.11 Sejak tahun 2005, Sulawesi Utara telah berusaha mengejar ketertinggalan tingkat pertumbuhan dengan provinsi-provinsi lain di Sulawesi 20 Gambar 1.12 Tingkat harga di Manado cenderung lebih rendah dibandingkan dengan harga di kota besar lainnya di Sulawesi 20 Gambar 2.1 Skor PKD Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Utara 24 Gambar 2.2 Kinerja Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara dalam Bidang Peraturan Perundangan Daerah 26 Gambar 2.3 Kinerja Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara dalam Bidang Perencanaan dan Penganggaran 27 Gambar 2.4 Kinerja Daerah dalam Empat Bidang Terkait Pelaksanaan Anggaran 30 Gambar 3.1 Perbandingan Pendapatan Perkapita Daerah per Provinsi di Indonesia tahun 2009 34 Gambar 3.2 Perkembangan Pendapatan Daerah Riil, 2005-2009 34 Gambar 3.3 Komposisi Pendapatan Daerah Sulawesi Utara 2005-2009 35 Gambar 3.4 Perbedaan Komposisi Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Sulawesi Utara tahun 2008 35 Gambar 3.5 Komposisi Pendapatan Per Kapita Daerah Sulawesi Utara per Kabupaten/Kota tahun 2009 37 Gambar 3.6 Perkembangan Komposisi Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Utara 2005-2009 37 Gambar 3.7 Perbandingan Komposisi Pendapatan Asli Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Sulawesi Utara tahun 2009 38 Gambar 3.8 Perbandingan PAD per kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara tahun 2009 39 Gambar 3.9 Perbandingan PAD per kapita antara Daerah yang mengalami Pemekaran dan Non-Pemekaran 40

vi
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Daftar Isi

Gambar 3.10 Gambar 3.11 Gambar 3.12 Gambar 3.13 Gambar 3.14 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3 Gambar 5.4 Gambar 5.5 Gambar 5.6 Gambar 5.7 Gambar 5.8 Gambar 5.9 Gambar 5.10 Gambar 5.11 Gambar 5.12 Gambar 5.13 Gambar 5.14 Gambar 5.15 Gambar 5.16 Gambar 5.17 Gambar 5.18

Perkembangan DAU Sulawesi Utara selama 2005-2010 berdasarkan Level Pemerintahan Perkembangan DAU Per Kapita Kabupaten/kota selama 2005-2009 Perkembangan DAK Provinsi dan Kabupaten/Kota 2005-2009 Perkembangan Total DBH Sulawesi Utara periode 2005-2009 Surplus dan defisit anggaran di Provinsi Sulawesi Utara Perkembangan Belanja Daerah Sulawesi Utara (termasuk Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan) tahun 2005-2009 Belanja Riil Perkapita Provinsi di Indonesia tahun 2009 Belanja Per kapita Kabupaten/kota di Sulawesi Utara tahun 2009 Belanja Perkapita Kabupaten Hasil Pemekaran dan Non Pemekaran tahun 2009 Perkembangan Belanja Daerah Sulawesi Utara berdasarkan Klasifikasi Ekonomi, tahun 2005-2009 Porsi Belanja Klasifikasi Ekonomi di Tingkat Provinsi dan Kabupaten kota, tahun 2005-2009 Belanja Konsolidasi Provinsi+Kabupaten/Kota Berdasarkan Sektor, 2005-2009 Kategori Anggaran Responsif Gender (Sharp and Budlender, 1985) Belanja kesehatan Sulawesi Utara cenderung meningkat, ketergantungan terhadap transfer pusat juga berkurang Jumlah dan komposisi belanja modal meningkat pesat. Mayoritas belanja provinsi dialokasikan untuk pegawai, sementara di kabupaten untuk belanja modal. Jumlah masyarakat Sulawesi Utara yang menggunakan fasilitas kesehatan publik merupakan yang terendah di Sulawesi Proporsi masyarakat berpendapatan rendah yang memilih pengobatan modern lebih besar dari proporsi yang memilih pengobatan lain Kabupaten kepulauan memiliki belanja kesehatan per kapita terbesar Kabupaten kepulauan memiliki angka keluhan sakit terendah di Sulawesi Utara Akses ke fasilitas kesehatan gratis dan rasio tenaga kesehatan tidak menunjukkan pola yang serupa Cakupan kelahiran yang dibantu tenaga medis di wilayah perkotaan lebih baik Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan kesehatan pemerintah Belanja pendidikan Sulawesi Utara secara stabil meningkat dengan proporsi di atas 20 persen dari total belanja Belanja pegawai sektor pendidikan di Sulawesi Utara sangat tinggi Pembagian peran antara provinsi dan kabupaten/kota dalam urusan pendidikan tercermin dari komposisi belanjanya Perkembangan angka melek huruf di Sulawesi 2003-2009 Angka melek huruf berdasarkan kelompok umur di Sulawesi Angka partisipasi murni setiap jenjang pendidikan di Sulawesi Utara Angka melek huruf perempuan untuk berbagai kelompok umur di Sulawesi Angka partisipasi murni perempuan di Sulawesi

40 41 42 43 43 46 47 47 48 49 49 50 54 58 59 59 60 61 62 62 63 64 64 66 66 67 68 68 69 69 70

vii
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Daftar Isi

Gambar 5.19 Seperti halnya belanja kesehatan, belanja pendidikan di Sulawesi Utara didominasi oleh kabupaten kepulauan 70 Gambar 5.20 Angka partisipasi murni kabupaten/kota di Sulawesi Utara 71 Gambar 5.21 Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan pendidikan di Sulawesi Utara 72 Gambar 5.22 Belanja infrastruktur di Sulawesi Utara meningkat empat kali lipat selama 5 tahun, terutama didorong belanja kabupaten/kota 73 Gambar 5.23 Komposisi belanja pegawai di tingkat provinsi dan kabupaten/kota menurun 74 Gambar 5.24 Capaian indikator infrastruktur dasar di Sulawesi 74 Gambar 5.25 Perbandingan akses air bersih dan sanitas di Sulawesi berdasarkan kelompok pendapatan 75 Gambar 5.26 Arus barang di pelabuhan utama Sulawesi Utara meningkat sementara arus penumpang cenderung fluktuatif 76 Gambar 5.27 Belanja infrastruktur terbesar terdapat di kabupaten yang baru terbentuk 77 Gambar 5.28 Masih terdapat kesenjangan cakupan infrastruktur dasar antara kota dan kabupaten di Sulawesi Utara 78 Gambar 5.29 Sebagian masyarakat berpendapatan rendah di Sulawesi Utara memiliki akses ke sanitasi78 Gambar 5.30 Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan infrastruktur di Sulawesi Utara 79 Gambar 5.31 Separuh dari belanja pertanian di Sulawesi Utara bersumber dari transfer pusat 80 Gambar 5.32 Belanja pegawai di tingkat kabupaten/kota menurun yang diikuti peningkatan belanja modal 81 Gambar 5.33 Belanja pertanian tertinggi justru berada di wilayah perkotaan 83 Gambar 6.1 Kontribusi sektor jasa di Sulawesi Utara terhadap PDRB meningkat 88 Gambar 6.2 Tingkat hunian hotel dan kontribusi sektor jasa di Sulawesi Utara (angka konstan tahun 2000) 88 Gambar 6.3 Indeks Pembangunan Gender Indonesia Tahun 2005 2008 90 Gambar 6.4 Jenis Pekerjaan Perempuan per-Provinsi 91 Gambar 6.5 Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan Indeks Pembangunan Gender (IPG) di Sulawesi Utara tahun 2005 - 2008 91 Gambar 6.6 Perbandingan IPM dan IPG antara tahun 2005 dan 2008 di Sulawesi 92 Gambar 6.7 Indeks Pemberdayaan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008 92

viii
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Daftar Isi

Daftar Tabel
Tabel 1.1 Tabel 1.2 Tabel 1.3 Tabel 1.4 Tabel 2.1 Penduduk Sulawesi Utara terkonsentrasi di wilayah-wilayah perkotaan 13 Tenaga Kerja Menurut Sektor Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2006 Februari 2010 14 Pengangguran terbanyak terdapat di Kota Manado 15 Sulawesi Utara memiliki angka IPM yang tertinggi di Kawasan Indonesia Timur 21 Skor Kapasitas PKD antar Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara Berdasarkan Bidang Strategis. 2010 25 Tabel 2.2 Skor Persepsi Responden terhadap Berbagai Indikator Musrenbang Berdasarkan Tahapan. 28 Tabel 2.3 Hasil Audit BPK Provinsi dan Kabupaten serta Kota di Sulawesi Utara 2007 2009 31 Tabel 3.1 Komposisi Pendapatan Fiskal Sulawesi Utara 2005-2009 36 Tabel 4.1 Belanja Pemerintah Provinsi Berdasarkan Sektor (Dalam Rp. Miliar dan Proporsi terhadap Total Belanja), 2005-2009 51 Tabel 4.2 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota Berdasarkan Sektor (Dalam Rp. Miliar dan Proporsi terhadap Total Belanja), 2005-2009 52 Tabel 4.3 Anggaran yang Berkaitan dengan Pemberdayaan Perempuan pada APBD Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, 2008 2009 55 Tabel 5.1 Capaian indikator kesehatan dasar di Sulawesi 60 Tabel 5.2 Tingkat melek huruf di kabupaten/kota di Sulawesi Utara dari berbagai kelompok umur 71 Tabel 5.3 Jumlah penumpang dan barang yang melewati Bandar Udara Sam Ratulangi meningkat 75 Tabel 5.4 Terjadi penambahan proporsi jalan berkualitas baik di Sulawesi Utara 77 Tabel 5.5 Luas lahan panen dan produksi komoditas pertanian di Sulawesi Utara 82 Tabel 5.6 Luas lahan panen dan produksi komoditas perkebunan di Sulawesi Utara 82 Tabel 6.1 Jarak Pelabuhan Laut Bitung dengan beberapa pelabuhan laut internasional di Pasifik 86 Tabel C.1 Agenda dan Usulan Program Peningkatan Kapasitas PKD di Provinsi Sulut 101 Tabel C.2 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Penerimaan dan Belanja 102 Tabel C.3 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Sektoral 103 Tabel C.4 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Sulawesi Utara 105 Tabel D.1.1 Pendapatan Berdasarkan Sumber (dalam Juta Rupiah) 106 Tabel D.1.2 Belanja berdasarkan Klasifikasi Ekonomi (dalam Juta Rupiah) 107 Tabel D.1.3 Belanja berdasarkan Sektor (dalam Juta Rupiah) 108 Tabel D.2.1 Belanja Pemerintah Pusat yang Terdekonsentrasi ke Provinsi Sulawesi Utara (dalam Juta Rupiah) 109 Tabel D.3.1 Pendapatan Riil Perkapita Daerah berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2009 (dalam Rupiah) 110 Tabel D.3.2 Belanja Riil Perkapita Daerah berdasarkan Klasifikasi Ekonomi, per Kabupaten/Kota tahun 2009 (dalam Rupiah) 111 Tabel D.3.3 Belanja Riil Perkapita Daerah berdasarkan Urusan, per Kabupaten/Kota tahun 2009 (dalam Rupiah) 112 Tabel E.1 Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 2005 - 2008 114 Tabel E.2 Indeks Pembangunan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008 115 Tabel E.3 Indeks Pemberdayaan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008 116

ix
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Daftar Isi

Tabel F.1 Tabel F.2 Tabel F.3 Tabel F.4 Tabel F.5 Tabel F.6

Opportunities (O) and Strengths (S) Weaknesses (W) Opportunities (O) and Strengths (S) Opportunities (O) and Weaknesses (W) Threats (T) and Strengths (S) Weaknesses (W) Threats (T) and Strengths (S) Threats (T) and Weaknesses (W)

117 119 121 123 125 126

Daftar Kotak
Kotak 6.1 Kotak 6.2 Kotak 6.3 87 89 93

x
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Daftar Istilah
APBD APEC APM ASB ASEAN Bawasda BIMP-EAGA BKPRS BLUD Bolmong Boltim Bolmut Bolsel BPK BP Kapet BUMD CTI DAK DAU DBH DPA DPPKAD IHP IDG IPG IPM KEK KUA/PPA MICE Minut Minsel Mitra MLO Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Asia-Pacific Economic Cooperation Angka Partisipasi Murni Analisis Standar Belanja Association of South East Asia Nation Badan Pengawas Daerah Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area Badan Kerja Sama Pembangunan Regional Sulawesi Badan Layanan Umum Daerah Bolaang Mongondow (kabupaten) Bolaang Mongondow Timur (kabupaten) Bolaang Mongondow Utara (kabupaten) Bolaang Mongondow Selatan (kabupaten) Badan Pemeriksa Keuangan Badan Pengelola Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Badan Usaha Milik Daerah Coral Triangle Initiative Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Umum Dana Bagi Hasil Dokumen Pelaksanaan Anggaran Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah International Hub Port Indeks Pemberdayaan Gender Indeks Pembangunan Gender Indeks Pembangunan Manusia Kawasan Ekonomi Khusus Kebijakan Umum Anggaran/Prioritas dan Plafon Anggaran Meeting Incentives Convention Event Minahasa Utara (kabupaten) Minahasa Selatan (kabupaten) Minahasa Tenggara (kabupaten) Main Lane Operator

xi
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Daftar Istilah

Musrenbang PBJ PDB PDRB Perda Perkada PKD PLTP Posyandu PUG Puskesmas Renja Renstra RKPD RPJMD SB SDKI SiKPA SiLPA Sitaro SKPD Susenas UMP WDP WOC WTP

Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pengadaan Barang dan Jasa Produk Domestik Bruto Produk Domestik Regional Bruto Peraturan Daerah Peraturan Kepala Daerah Pengelolaan Keuangan Daerah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Pos Pelayanan Terpadu Pengarus-Utamaan Gender Pusat Kesehatan Masyarakat Rencana Kerja Rencana strategis Rencana Kerja Pemerintah Daerah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Standar Biaya Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Selisih Kurang Penggunaan Anggaran Selisih Lebih Penggunaan Anggaran Siau Tagulandang Biaro (kabupaten) Satuan Kerja Perangkat Daerah Survey Sosial Ekonomi Nasional Upah Minimum Provinsi Wajar Dengan Pengecualian World Ocean Conference Wajar Tanpa Pengecualian

xii
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Ringkasan Eksekutif

Ringkasan Eksekutif

Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi termaju di Kawasan Timur Indonesia. Sebagai sebuah provinsi perbatasan, Sulawesi Utara memiliki lokasi yang strategis sebagai penghubung ke Asia Timur dan kawasan Maluku serta Papua. Provinsi ini dikaruniai sumber daya alam, khususnya kekayaan alam laut. Jumlah penduduknya sebesar 2,2 juta jiwa tersebar di kawasan pulau Sulawesi dan kawasan kepulauan di utara pulau Sulawesi. Dari segi sumber daya manusia, kondisinya relatif lebih baik dibandingkan provinsiprovinsi lain di Kawasan Timur Indonesia. Sulawesi Utara mengalami perkembangan pesat dalam 10 tahun terakhir. Dalam kurun waktu tersebut, perekonomian Sulawesi Utara berkembang dua kali lipat dan belanja pemerintah daerah meningkat hampir sepuluh kali lipat. Peningkatan belanja pemerintah daerah merupakan karakteristik dari proses desentralisasi fiskal. Pada tahun 2009, walaupun tingkat pendapatan per kapita masih dibawah ratarata provinsi secara nasional, namun tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara lebih kecil dibanding tingkat kemiskinan nasional. Walaupun hal ini juga dipengaruhi oleh berpisahnya Provinsi Gorontalo yang dulu merupakan bagian dari Sulawesi Utara sebagai Kabupaten Gorontalo peningkatan kinerja ini disebabkan juga oleh kemajuan-kemajuan yang dimiliki oleh Provinsi Sulawesi Utara. Gambar 1 Sulawesi Utara berkembang seiring dengan perkembangan provinsi-provinsi lain

PDRB 1999 Per Kapita

Belanja Pemerintah Daerah per Kapita tahun 1999 (Rp. Juta)

PDRB 2008 Per Kapita

Belanja Pemerintah Daerah per Kapita tahun 2009 (Rp. Juta)

Sumber: Database PEA Sulawesi Utara Catatan: Angka kemiskinan (BPS, 2009); PDRB per kapita (BPS, 2008); Konsolidasi Belanja Per Provinsi per kapita (Kementrian Keuangan, 2008)

Sumber daya manusia atau human capital merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki oleh Sulawesi Utara. Sulawesi Utara memiliki nilai IPM paling tinggi di antara seluruh provinsi yang ada di kawasan timur Indonesia dan juga menduduki peringkat kedua secara nasional setelah DKI Jakarta. Nilai IPM provinsi terus mengalami peningkatan selama beberapa tahun terakhir di mana pada tahun 2009 tercatat sebesar 75,7. Angka kemiskinan provinsi lebih rendah di bandingkan dengan rata-rata provinsi di Indonesia dan merupakan yang terendah di Kawasan Timur Indonesia. Tingginya nilai IPM dan rendahnya angka kemiskinan menunjukkan bahwa pembangunan sosial-ekonomi di Sulawesi Utara relatif lebih baik dibanding Kawasan Indonesia Timur. Sulawesi Utara sedang berada dalam transisi ekonomi. Disatu pihak, provinsi ini mengalami pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat secara stabil dengan rata-rata 5,1 persen pertahun dalam delapan tahun terakhir hingga mencapai 7,9 persen ditahun 2009. Pertumbuhan ini sebagian besar disumbangkan oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa transportasi dan komunikasi. Disaat yang sama, sektor pertanian yang merupakan kontributor terbesar terhadap ekonomi dan menyerap tenaga kerja terbesar justru mengalami pertumbuhan yang rendah dan serapan tenaga kerjanya cenderung menurun.

2
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Ringkasan Eksekutif

Tantangan pembangunan yang dihadapi oleh Sulawesi Utara adalah pembangunan wilayah yang belum merata. Seperti di provinsi-provinsi lain di Indonesia, pembangunan yang belum merata terlihat di antara Kab/Kota di Sulawesi Utara. Daerah yang memiliki akses lebih baik terhadap kegiatan perekonomian berkembang jauh lebih cepat dibandingkan daerah yang terbatas aksesnya. Secara umum, Kab/Kota di Sulawesi Utara bisa dikelompokkan menjadi Kab/Kota yang memiliki belanja pemerintah daerah per kapita tinggi dan rendah. Namun demikian, kab/kota dengan belanja per kapita tinggi belum tentu memiliki kondisi yang lebih baik, hal ini terlihat dari relatif lebih tingginya tingkat kemiskinan pada kab/kota dengan belanja per kapita tinggi dibanding kab/kota dengan belanja per kapita rendah. Gambar 2 Seperti provinsi lain di Indonesia, masih ada ketimpangan yang terjadi di Sulawesi Utara

Sumber: Database PEA Sulawesi Utara Catatan: Angka kemiskinan Kabupaten Kota ditunjukkan oleh ukuran lingkaran dan angka didalamnya.

Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) secara umum baik, namun masih banyak ditemukan kesenjangan kinerja dan kapasitas. Kinerja PKD di Sulawesi Utara secara umum berada di atas rata-rata. Namun masih terlihat ada berbagai aspek yang masih perlu diperbaiki atau ditingkatkan seperti kerangka peraturan daerah, pengelolaan aset, serta pelaporan. Lebih jauh lagi, perbandingan antara pemerintah daerah menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan kapasitas yang cukup besar antar daerah pada bidang perencanaan dan penganggaran. Pendapatan pemerintah daerah masih belum merata dan masih tergantung kepada pemerintah pusat. Pendapatan pemerintah daerah Sulawesi Utara terus meningkat, baik secara jumlah maupun dalam per kapita. Sebagian besar dari pendapatan tersebut merupakan dana perimbangan dari pemerintah pusat. Seiring dengan terus meningkatnya dana perimbangan dari pemerintah pusat, ketergantungan itu semakin jelas terlihat. Sebagai daerah yang mengalami transisi dari sektor pertanian ke arah perdagangan dan jasa, masih banyak potensi-potensi pendapatan yang belum optimal dimanfaatkan. Selain itu, pendapatan per

3
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Ringkasan Eksekutif

kapita pemerintah daerah masih belum merata. Kabupaten kepulauan cenderung memiliki pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah di bagian selatan, khususnya daerah-daerah yang baru dimekarkan. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas belanja pemerintah daerah. Walaupun komposisi belanja secara umum mengalami perbaikan dimana porsi belanja modal terus meningkat, namun komposisi belanja terbesar masih didominasi oleh belanja pegawai. Porsi belanja untuk sektor-sektor yang strategis juga masih relatif kecil. Belanja pemerintah daerah yang dialokasikan untuk sektor pertanian, perikanan dan kelautan, serta pariwisata masih dibawah 5 persen walaupun sektor-sektor tersebut merupakan sumber penghidupan sebagian besar penduduk, khususnya yang tinggal di kawasan pedesaan.

Kinerja sektor strategis


Secara umum, sektor-sektor strategis (Kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan pertanian) memiliki kinerja yang baik dibandingkan dengan provinsi lain di Kawasan Timur Indonesia. Dalam hal kesehatan dan pendidikan, kinerja tersebut memang sudah dimiliki sejak dulu. Dampak meningkatnya belanja pemerintah daerah secara umum belum memberikan hasil yang optimal walaupun ada kecenderungannya peningkatan kinerja, khususnya dalam hal peningkatan capaian-capaian sektoral.

Kesehatan
Indikator kesehatan di Sulawesi Utara secara garis besar baik. Secara umum dapat dikatakan kondisi Sulawesi Utara lebih baik dari propinsi tetangganya di Sulawesi dan rata-rata nasional. Ini terlihat dari berbagai indikator capaian kesehatan. Yang menjadi tantangan bagi sektor kesehatan adalah distribusi pelayanan diantara Kab/Kota yang memiliki karakteristik berbeda. Untuk daerah perkotaan output dan capaian relatif merata, tetapi di kabupaten yang lebih luas wilayahnya terutama kabupaten kepulauan, capaian sektor kesehatan beragam. Untuk kabupaten kepulauan, akses terhadap tenaga kesehatan seringkali terkendala faktor transportasi dan geografi. Belanja pemerintah daerah untuk kesehatan meningkat walaupun masih rendah porsinya. Secara riil, belanja kesehatan meningkat dua kali lipat dari tahun 2005-2009. Namun, proporsi belanja kesehatan terhadap total belanja (Provinsi maupun Kab/Kota) mayoritas masih di bawah 10 persen. Belanja kesehatan di tingkat Provinsi sebagian besar dialokasikan untuk belanja pegawai. Pada level kabupaten/kota didominasi oleh belanja pegawai dan belanja modal dengan porsi yang seimbang (49 persen). Belanja kesehatan per kapita di kabupaten kepulauan lebih tinggi dengan daerah lain di Provinsi Sulawesi Utara.

Pendidikan
Kualitas capaian pendidikan di Sulawesi Utara merupakan yang tertinggi di Indonesia, seperti yang ditunjukkan oleh indikator-indikator pendidikan seperti angka partisipasi murni sekolah dan tingkat melek huruf. Capaian indikator pendidikan tersebut juga tersebar relatif merata di tiap kab/kota di Sulawesi Utara, tidak hanya terfokus di wilayah perkotaan atau ibukota provinsi saja. Peningkatan kualitas capaian pendidikan cenderung rendah karena capaian yang dimiliki sudah relatif tinggi. Selain itu, ketimpangan indikator pendidikan di Sulawesi Utara relatif kecil, baik antar kab/kota, dari kelompok usia, maupun jenis kelamin. Hal ini merupakan salah satu karakteristik provinsi ini yang telah ada sejak dulu. Belanja sektor pendidikan di Sulawesi Utara meningkat lebih dari dua kali lipat dalam lima tahun, dan porsinya rata-rata selalu berada di atas 20 persen. Meski demikian, kenaikan itu juga diikuti oleh

4
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Ringkasan Eksekutif

kenaikan belanja pegawai yang juga mencapai dua kali lipat. Di tingkat kabupaten kota, porsi belanja pendidikan hampir seluruhnya di atas 20 persen, bahkan di 2 kabupaten mencapai 40 persen. Namun ada catatan bahwa ketergantungan Sulawesi Utara terhadap belanja pendidikan dari pusat semakin meningkat, ini ditunjukkan dari meningkatnya dana dekonsentrasi sektor pendidikan setiap tahun.

Infrastruktur
Permasalahan utama infrastruktur adalah akses ketersediaan air bersih. Dari tiga infrastruktur dasar, cakupan air bersih merupakan yang terendah dibandingkan akses ke sanitasi dan cakupan listrik. Masih dijumpai ketimpangan antar kabupaten dan antar kelompok pendapatan. Ketimpangan tersebut dapat dijumpai di beberapa kabupaten seperti yang baru terbentuk seperti Minahasa Tenggara, Bolaang Mongondow Utara, dan Kepulauan Sitaro. Selain akses terhadap air bersih, tantangan infrastruktur berikutnya adalah ketersediaan sarana transportasi bagi daerah-daerah kepulauan. Ketiga kepulauan di Sulawesi Utara yang juga merupakan daerah terluar memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap angkutan laut, khususnya pelayaran perintis yang sangat terbatas jumlahnya dan sangat rentan terhadap perubahan cuaca. Walaupun jumlah penumpang angkutan laut menurun karena pergeseran moda transportasi ke angkutan udara, angkutan laut tetap masih akan menjadi andalan masyarakat di kepulauan. Pemerintah daerah menyadari bahwa infrastruktur adalah kebutuhan penting bagi pembangunan Sulawesi Utara. Hal ini diperlihatkan oleh belanja sektor infrastruktur meningkat empat kali lipat selama lima tahun terakhir. Selain itu, proporsi belanja pemerintah pusat pada belanja infrastruktur di Sulawesi Utara juga meningkat dari tahun ke tahun.

Pertanian
Kinerja komoditas di sektor pertanian masih bervariasi. Produksi padi di Sulawesi Utara meningkat hampir 100 ribu ton (24 persen) dalam waktu 5 tahun. Produksi jagung meningkat lebih tinggi, 161 persen dalam waktu 5 tahun. Produktifitas lahan jagung meningkat hampir 50 persen sementara produktifitas lahan padi cenderung stagnan di 4,9 ton per hektar. komoditas perkebunan yang potensial, pala dan kakao menunjukkan peningkatan produksi antara tahun 2005-2008. Produksi cengkeh cenderung fluktuatif disebabkan siklus panen raya cengkeh yang tidak terjadi setiap tahun. Walaupun produksi kelapa pada tahun 2008 meningkat dibanding tahun 2005, trennya menurun sejak tahun 2006. Peningkatan belanja pertanian belum dimanfaatkan secara optimal. Belanja pertanian di Sulawesi Utara meningkat lebih dari 2 kali lipat selama kurun waktu 2005-2009, hampir separuhnya berasal dari dana dekonsentrasi pemerintah pusat. Belanja pertanian mengambil proporsi sebesar 6 persen dari total belanja pemerintah daerah, dimana separuhnya dialokasikan untuk belanja pegawai. Secara umum, ada penurunan porsi belanja pegawai yang diikuti oleh peningkatan belanja modal. Namun mayoritas belanja modal ini diperuntukkan untuk pembangunan gedung-gedung pemerintahan.

Pemberdayaan/Pengarusutamaan Gender
Walaupun angka capaian gender cenderung tinggi, namun itu belum dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang gender di Sulawesi Utara. Indeks Pembangunan Gender dan Indeks Pemberdayaan Gender provinsi Sulawesi Utara berada diatas provinsi lain di Sulawesi, bahkan diatas rata-rata nasional. Hal ini seiring dengan kondisi sumber daya manusia Sulawesi Utara yang cenderung lebih baik dibandingkan dengan provinsi lain di Sulawesi. Wawancara dengan para pihak menunjukkan bahwa ada permasalahan

5
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Ringkasan Eksekutif

perdagangan perempuan dan anak di provinsi ini. Namun data jumlah kasus masih sulit untuk didapat, karena minimnya kasus yang terdeteksi atau dilaporkan. Anggaran responsif gender di Sulawesi Utara masih relatif kecil. Walaupun secara umum permasalahan terkait gender di Sulawesi Utara relatif sedikit, provinsi ini dihadapkan pada permasalahan trafficking. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dan permasalahan terkait gender lainnya, pemerintah provinsi telah mengalokasi anggaran. Namun besarnya anggaran tersebut masih terbatas. Perlu ada peningkatan alokasi belanja yang dapat membantu pengembangan perdayaan perempuan dalam pembangunan ekonomi Sulawesi Utara sehingga dapat meningkatkan derajat kehidupan kaum perempuan.

Pembangunan Regional
Sulawesi Utara berpeluang untuk memimpin pembangunan di Kawasan Timur Indonesia. Ada tiga aspek yang memungkinkan Sulawesi Utara untuk berperan lebih besar dalam pembangunan di KTI: (i) lokasi provinsi Sulawesi Utara yang strategis sebagai penghubung dengan kawasan Asia Pasifik serta penghubung wilayah Maluku dan Papua dengan kawasan Indonesia lainnya; (ii) perekonomian yang sedang dalam transisi dari pertanian ke sektor perdagangan dan jasa; serta (iii) kualitas sumber daya manusia yang lebih kompetitif dibandingkan daerah lain di Kawasan Timur Indonesia. Namun, peluang-peluang tersebut masih belum optimal dimanfaatkan. Penyebabnya bukan hanya keterbatasan sumber daya dan kapasitas, namun juga karena masih dibutuhkan perencanaan pembangunan daerah yang sesuai dengan karakteristik dan kemampuan provinsi. Walaupun memiliki lokasi yang strategis, perlu dipertimbangkan apakah keunggulan Sulawesi Utara adalah sebagai pusat pertumbuhan atau sebagai daerah penghubung. Pergeseran kegiatan ekonomi dari pertanian ke perdagangan dan jasa juga membutuhkan jenis infrastruktur pendukung yang berbeda.

Agenda Pembangunan
Sulawesi Utara memiliki beberapa keunggulan dan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh para pembuat kebijakan untuk mengatasi berbagai tantangan yang ada. Keunggulan tersebut berupa potensi sumber daya manusia, posisi geografis, serta perekonomian yang mulai mengarah pada perdagangan dan jasa. Sementara itu, pemerintah Daerah di Sulawesi Utara masih menghadapi tiga tantangan pembangunan yang utama: (i) meningkatkan kualitas PKD dengan fokus pada kapasitas, area yang bermasalah, dan proses perencanaan dan penganggaran yang lebih efektif; (ii) meningkatkan kualitas anggaran dan pelayanan publik dengan menggeser fokus lebih ke arah peningkatan kualitas pelayanan serta akses/distribusi; serta (iii) strategi pembangunan wilayah yang sesuai dengan karakteristik dan kekuatan provinsi.

Peningkatan Kualitas PKD


Pemerintah Provinsi perlu memfasilitasi proses peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan daerah di Sulawesi Utara. Pemerintah provinsi serta Sangihe, Minahasa, dan Kotamobagu masing-masing memiliki keunggulan pada satu atau lebih bidang lainnya. Keunggulan tersebut merupakan modal dasar untuk mendorong proses saling-belajar dalam rangka mempersempit kesenjangan kapasitas antar-daerah dalam berbagai bidang terkait PKD. Memperbaiki mekanisme perencanaan dan penganggaran partisipatif (bottom-up) di tingkat kabupaten/kota. Mekanisme Musrenbang tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten/kota merupakan

6
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Ringkasan Eksekutif

mekanisme yang tersedia untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran. Namun demikian, kualitas dan efektifitasnya masih perlu ditingkatkan.

Peningkatan kualitas belanja dan pelayanan publik


Memperbaiki komposisi belanja (spending mix) pemerintah daerah. Masih besarnya porsi belanja pegawai menunjukkan bahwa diperlukannya upaya untuk merasionalisasi jumlah pegawai pemerintah daerah secara bertahap. Hal ini bisa dilaksanakan dengan: (1) pengurangan jumlah pegawai secara alami yaitu melakukan penerimaan pegawai dengan jumlah yang lebih kecil dari jumlah pegawai yang pensiun; (2) melakukan penerimaan pegawai yang berkualitas serta pelatihan yang sesuai untuk meningkatkan produktivitas pegawai; dan (3) melakukan realokasi pegawai dari bidang yang kelebihan pegawai ke bagian yang kekurangan untuk mencegah penerimaan pegawai yang tidak diperlukan. Memperbaiki kualitas dan akses pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan. Hasil pembangunan di Sulawesi Utara di kedua sektor tersebut cukup baik, namun beberapa kebijakan masih perlu prioritaskan seperti : (i) meningkatkan jumlah tenaga kesehatan untuk meningkatkan akses kesehatan penduduk di daerah kepulauan dan daerah pedalaman Sulawesi Utara; (ii) meningkatkan kualitas hasil pendidikan atau lulusan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan pembangunan Sulawesi Utara (misalnya melalui revitalisasi pendidikan kejuruan atau pelatihan di bidang pertanian, pariwisata, perdagangan, dan jasa),

Prioritas belanja infrastruktur perlu diarahkan pada peningkatan akses masyarakat miskin terhadap sanitasi dan penyediaan sarana transportasi bagi daerah kepulauan. Peningkatan belanja sebanyak empat kali lipat dalam lima tahun terakhir menunjukkan adanya komitmen pemerintah daerah terhadap pembangunan infrastruktur. Namun demikian, prioritasnya ke depan perlu diarahkan pada upaya : (i) memperbaiki pelayanan terhadap akses infrastruktur dasar masyarakat berpendapatan rendah, terutama penyediaan air bersih dan akses sanitasi; (iv) mendukung pelayaran perintis, dikarenakan jalur-jalur ini sulit diminati pelayaran swasta. Meningkatkan dan memperbaiki prioritas belanja pertanian. Salah satu isu krusial di bidang pertanian adalah tingginya resiko gagal panen pada komoditas pertanian seperti padi dan palawija yang rentan akibat perubahan iklim. Pemerintah daerah di Sulawesi Utara harus menyiapkan program pendampingan dan penyadaran petani untuk mengadaptasi perubahan iklim tersebut. Belanja modal untuk pembangunan gedung pemerintahan sepatutnya sudah dikurangi untuk memberi porsi yang lebih besar bagi belanja program-program pendampingan dan penyuluhan pertanian yang dapat berdampak langsung pada kinerja sektoral. Memperbaiki sistem pencatatan dan pelaporan serta sistem pengumpulan data korban kekerasan. Perhatian masyarakat terhadap fenomena kekerasan terhadap perempuan di Sulawesi Utara sangat tinggi, namun belum disertai sistem pencatatan dan pendataan mengenai korban kekerasan, terutama di Biro Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (bekerjasama dengan kepolisian dan kejaksaan). Diperlukan upaya lebih serius untuk memperbaiki sistem pelaporan, pencatatan, dan pendataan agar dapat mempermudah akses para pengguna data dan informasi secara cepat, akurat, dan periodik, untuk penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan perempuan dan anak.

7
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Ringkasan Eksekutif

Strategi Pembangunan wilayah yang sesuai dengan karakteristik dan kekuatan provinsi Sulawesi Utara
Meningkatkan belanja pemerintah daerah yang berkaitan langsung dengan pembangunan ekonomi daerah. Belanja pemerintah daerah yang dialokasikan untuk sektor-sektor unggulan Sulawesi Utara sangat kecil. Sektor pertanian hanya dialokasikan dana sekitar 3 persen, pariwisata sekitar 0,5 persen, serta perikanan dan kelautan sekitar 1 persen. Oleh sebab itu, perlu dilakukan program-program yang tepat dan efisien, termasuk pembangunan ketrampilan dan etos kerja pekerja di sektor-sektor tersebut, yang dibiayai secara memadai agar sektor-sektor unggulan tersebut dapat mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat. Kebijakan tersebut juga harus diselaraskan dengan kebijakan industri pertanian untuk menambah nilai tambah produk perkebunan Sulawesi Utara. Strategi pembangunan wilayah harus sesuai dengan keunggulan kompetitif daerah. Karena lokasinya yang strategis, strategi pembangunan wilayah sebaiknya berfokus pada peran provinsi Sulawesi sebagai daerah penghubung yang menjadi pintu masuk dan keluar arus barang dan jasa dari dan ke Kawasan Timur Indonesia, khususnya wilayah Maluku dan Papua, dan ke wilayah Asia Pasifik. Diperlukannya kajian mendalam tentang potensi sumber daya alam dan potensi pajak dan retribusi di Sulawesi Utara. Dalam kajian tersebut harus dipertimbangkan aspek konektifitas, yaitu hubungan wilayah antara Sulawesi Utara sebagai sebuah provinsi; Sulawesi Utara sebagai bagian dari Sulawesi; dan Sulawesi Utara sebagai bagian dari Kawasan Timur Indonesia dengan kawasan lain di Indonesia.

8
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 1

Pendahuluan

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Sekilas Provinsi Sulawesi Utara


Provinsi Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi awal yang mengalami Pemekaran. Pada awalnya Provinsi Sulawesi Utara terbentuk melalui Undang-Undang (UU) Nomor 13 tahun 1964 dengan Manado sebagai ibukotanya. Hingga awal tahun 2000, wilayah administrasi Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari lima kabupaten dan tiga kotamadya. Pada tahun 2000, Provinsi Sulawesi Utara dimekarkan menjadi dua provinsi, yaitu Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Gorontalo berdasarkan UU Nomor 38 tahun 2000 dengan ibukota masing-masing adalah Kota Manado dan Kota Gorontalo. Sejak itu, beberapa kabupaten di Sulawesi Utara mengalami pemekaran. Pada tahun 2010, Provinsi Sulawesi Utara memiliki empat kota yaitu Kota Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon, dan Kotamobagu, sebelas Kabupaten yaitu Minahasa, Minahasa Utara, Talaud, Sitaro, Minahasa Selatan, Minahasa Tenggara, Sangihe, Bolaang Mongondow, Bolaang Mongondow Utara, Bolaang Mongondow Selatan, dan Bolaang Mongondow Timur. Gambar 1.1 Provinsi Sulawesi Utara memiliki lokasi yang strategis

Luas Wilayah Populasi Angka kemiskinan PDRB per kapita (konstan tahun dasar 2000) Jumlah Kabupaten/Kota

15.359 km2 (BPS, 2009) 2.228.856 (BPS, 2009) 9,79 persen (BPS, 2009) Rp 6.987.000 (BPS, 2009) 11 Kabupaten, 4 kota (BPS, 2009)

10
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 1 Pendahuluan

Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi perbatasan. Provinsi Sulawesi Utara terletak antara 015 534 Lintang Utara dan antara 12307 12710 Bujur Timur. Di Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi, Filipina,dan Laut Pasifik dan di Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini. Di sebelah timur berbatasan dengan Laut Maluku dan di sebelah barat dengan Provinsi Gorontalo.Luas wilayah provinsi adalah 15.273 km2. Bolaang Mongondow merupakan kabupaten terluas dengan luas wilayah 3.547km2 atau 23 persen dari seluruh wilayah Sulawesi Utara dan Kota Manado memiliki wilayah terkecil dengan hanya 1 persen. Sebagai sebuah provinsi perbatasan, Sulawesi Utara memiliki lokasi yang strategis sebagai penghubung ke Asia Pasifik dan kawasan Maluku serta Papua. Gambar 1.2 Sulawesi Utara berkembang seiring dengan perkembangan provinsi-provinsi lain

PDRB Tahun 1999

1999

Sumber: Database PEA Sulawesi Utara Catatan: Angka kemiskinan (BPS, 2009); PDRB per kapita (BPS, 2008); Konsolidasi Belanja Per Provinsi per kapita (Kementrian Keuangan, 2008)

Sulawesi Utara telah berkembang dalam 10 tahun terakhir seiring dengan provinsi lain pasca desentralisasi. Dalam kurun waktu tersebut, perekonomian Sulawesi Utara berkembang dua kali lipat dan belanja pemerintah daerah meningkat hampir sepuluh kali lipat. Peningkatan belanja pemerintah daerah merupakan karakteristik umum daerah paska desentralisasi fiskal. Pada tahun 2009, wlaupun tingkat pendapatan per kapita masih dibawah rata-rata provinsi secara nasional, namun tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara lebih kecil dibanding tingkat kemiskinan nasional. Walaupun hal ini juga dipengaruhi oleh berpisahnya Provinsi Gorontalo yang dulu merupakan bagian dari Sulawesi Utara sebagai Kabupaten Gorontalo peningkatan kinerja ini disebabkan juga oleh kemajuan-kemajuan yang dimiliki oleh Provinsi Sulawesi Utara. Akibatnya, Sulawesi Utara sering disebut sebagai salah satu provinsi yang paling berkembang dan maju di Kawasan Timur Indonesia. Kecuali kota Manado, tingkat kemiskinan di berbagai kabupaten/kota di Sulawesi Utara menunjukkan penurunan dalam 5 tahun terakhir. Meskipun dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Sulawesi Utara, Minahasa Tenggara merupakan daerah yang berhasil menurunkan tingkat kemiskinan diatas rata-rata daerah lainnya (turun hampir 5 basis poin dalam 5 tahun terakhir). Kota Manado merupakan satu-satunya daerah yang justru menunjukkan kenaikan tingkat kemiskinan dalam 5 tahun terakhir. Di lihat dari distribusi penduduk miskin, sebagian besar penduduk miskin berada di daerah dengan tingkat kemiskinan yang sedang dan rendah, dengan besaran penurunan tingkat kemiskinan yang tidak terlalu berarti (bahkan meningkat) seperti Bolmong, Kota Manado, Minahasa, dan Minahasa Selatan. Hal ini menggambarkan pentingnya upaya untuk memberi perhatian tidak hanya pada daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, tapi juga pada daerah dengan jumlah penduduk miskin yang tinggi.

PDRB Tahun 2008

11
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 1 Pendahuluan

Gambar 1.3 Hampir seluruh Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara mengalami penurunan angka kemiskinan dalam kurun waktu 2005-2009

Sumber : Badan Pusat Statistik

Gambar 1.4 Seperti provinsi lain di Indonesia, masih ada ketimpangan yang terjadi di Sulawesi Utara

Sumber: Database PEA Sulawesi Utara Catatan: Angka kemiskinan Kabupaten Kota ditunjukkan oleh ukuran lingkaran dan angka didalamnya.

Tantangan pembangunan yang dihadapi oleh Sulawesi Utara adalah distribusi pembangunan yang belum berimbang. Seperti di provinsi-provinsi lain di Indonesia, pembangunan belum merata terlihat di antara Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara. Daerah yang memiliki akses lebih baik terhadap kegiatan perekonomian berkembang jauh lebih cepat dibandingkan daerah yang terbatas aksesnya. Kota Manado dan Kota Bitung adalah dua kota yang paling maju di Sulawesi Utara dengan kegiatan ekonominya dan pelabuhannya. Kota Manado memiliki PDRB Per Kapita lebih dari tiga kali lipat dibandingkan dengan Kota

12
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 1 Pendahuluan

Kotamobagu walaupun angka kemiskinan di kedua kota tersebut adalah yang terendah di tahun 2009. Selain kedua kota tersebut, Kabupaten/Kota lainnya bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu Kabupaten/Kota yang memiliki belanja pemerintah daerah per kapita yang tinggi dan yang rendah. Belanja per kapita yang tinggi umumnya karena daerah tersebut memiliki angka kemiskinan yang relatif tinggi.

1.2 Kondisi Demogra, Tenaga Kerja, dan Kemiskinan


Pertumbuhan penduduk Provinsi Sulawesi Utara tergolong rendah. Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Utara adalah 2,2 juta di tahun 2009 dengan pertumbuhan penduduk sekitar 0,7 persen pertahun sejak tahun 2004. Tingkat pertumbuhan penduduk ini masih lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan penduduk nasional yang sebesar 1,3 persen. Penduduk Provinsi Sulawesi Utara terkonsentrasi di Kota Manado. Daerah di Sulawesi Utara yang memiliki jumlah penduduk terbesar pada tahun 2009 adalah Kota Manado, yaitu sebanyak 435 ribu jiwa atau 20 persen dari penduduk total Sulawesi Utara. Sebaliknya, daerah yang memiliki jumlah penduduk terkecil adalah Bolaang Mongondow Selatan yang hanya 2 persen dari penduduk total Sulawesi Utara (Tabel 1.1). Dikaitkan dengan luas wilayah yang ada, terlihat adanya ketimpangan penyebaran penduduk di Sulawesi Utara di mana penduduk Kota Manado yang merupakan 20 persen jumlah penduduk Sulawesi Utara hanya mendiami 1 persen luas wilayah Sulawesi Utara. Di sisi lain, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan yang memiliki penduduk sebesar 2 persen, mendiami 12 persen wilayah provinsi. Tabel 1.1 Penduduk Sulawesi Utara terkonsentrasi di wilayah-wilayah perkotaan
No. 01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 71 72 73 74 Nama Kabupaten/Kota Bolaang Mongondow Minahasa Kepulauan Sangihe Kepulauan Talaud Minahasa Selatan Minahasa Utara Bolaang Mongondow Utara Kepulauan Sitaro Minahasa Tenggara Bolaang Mongondow Selatan Bolaang Mongondow Timur Manado Bitung Tomohon Kotamobagu Sulawesi Utara Tahun 2004 463.145 834.640 193.110 78.944 n.a n.a n.a n.a n.a n.a n.a 416.771 167.625 n.a n.a 2.154.234 2005 474.908 288.539 191.102 74.512 275.997 165.758 n.a n.a n.a n.a n.a 405.715 163.837 80.649 n.a 2.121.017 2006 485.222 293.081 191.631 74.660 276.928 170.340 n.a n.a n.a n.a n.a 417.654 169.243 81.882 n.a 2.160.641 2007 298.271 296.142 130.129 74.786 182.017 172.690 79.042 61.576 95.002 n.a n.a 424.111 174.003 82.684 116.357 2.186.810 2008 302.393 298.179 130.290 74.892 182.292 174.455 80.134 61.652 95.145 n.a n.a 429.149 178.266 83.200 117.965 2.208.012 2009 196.263 300.226 130.449 74.997 182.818 176.480 80.508 61.781 95.525 52.122 59.401 434.845 180.618 83.718 119.105 2.228.856

Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara

13
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 1 Pendahuluan

Penduduk produktif Sulawesi Utara terus meningkat. Jumlah tenaga kerja di Sulawesi Utara meningkat dari tahun ke tahun. Pada Februari 2006 tenaga kerja di seluruh sektor ekonomi sebanyak 855 ribu orang, meningkat menjadi 962 ribu orang pada Februari 2010 atau meningkat rata-rata 1,5 persen per semester (Tabel 1.2). Ini didukung dengan struktur usia Sulawesi Utara yang berbentuk piramida. Kelompok umur 5-9 tahun merupakan kelompok umur terbanyak dibandingkan dengan kelompok umur yang lain. Secara umum juga penduduk perempuan lebih banyak dari pada laki-laki. Sebagian besar tenaga kerja diserap oleh sektor pertanian1 walaupun cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir. Sebagian besar tenaga kerja tersebut berada pada sub-sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Pada bulan februari 2006, 47 persen tenaga kerja bekerja di sektor tersebut. Namun, tenaga kerja di sektor tersebut cenderung menurun dengan rata-rata 2 persen per semester. Pada Februari 2010, tenaga kerja yang bekerja untuk sektor pertanian turun menjadi 37 persen. Di lain pihak, penurunan porsi tenaga kerja di sektor pertanian menimbulkan kenaikan di sektorsektor lainnya. Kenaikan yang terbesar terlihat di sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami peningkatan sebesar 26 persen per semester (Tabel 1.2) Tabel 1.2 Tenaga Kerja Menurut Sektor Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2006 Februari 2010
Sektor Ekonomi Feb Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan Total 403.179 2006 Agust 341.347 Feb 378.631 2007 Agust 373.329 Feb 363.771 2008 Agust 362.615 Feb 386.873 2009 Agust 345.595 2010 Feb 332.981

4.756 49.813 3.123 40.168 154.952 73.350

10.402 42.273 3.888 65.268 131.614 111.385

18.229 65.290 2.872 54.819 174.127 89.220

8.703 44.497 1.338 61.209 164.718 86.287

14.806 61.270 3.223 56.406 144.155 136.047

12.804 43.846 3.915 67.121 163.693 90.561

19.048 57.094 4.312 53.091 175.012 102.115

18.301 57.520 4.048 68.843 173.432 93.012

31.052 57.452 4.747 57.296 178.341 97.458

12.254

12.021

12.900

15.627

10.127

13.850

14.496

16.546

19.300

113.705

110.352

148.547

152.795

127.558

153.757

150.586

162.876

183.021

855.300 828.550 944.635 908.503 917.363 912.198

962.627 940.173 961.648

Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara

Sektor pertanian mencakup sub-sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan.

14
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 1 Pendahuluan

Gambar 1.5 Walaupun tingkat pengangguran menurun, namun masih relatif tinggi

Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara

Tidak ada preferensi khusus antara berwirausaha atau bekerja kepada orang lain. Sebanyak 31 persen penduduk Sulawesi Utara memiliki usaha sendiri sedangkan yang bekerja untuk orang lain adalah 30 persen. Di daerah perkotaan, sebagian besar bekerja untuk orang lain (45 persen) sedangkan yang memiliki usaha sendiri sebesar 31 persen. Di daerah rural lebih banyak penduduk yang memiliki usaha sendiri (30 persen) dibandingkan yang bekerja dengan orang lain (21 persen). Apabila dilihat dari aspek gender, lakilaki tidak memiliki kecenderungan untuk berwirausaha dimana 31 persen dari populasi memiliki usaha sendiri, dibandingkan penduduk yang merupakan pekerja (29 persen). Namun, bagi perempuan, ada kecenderungan untuk menjadi pekerja (35 persen) dibandingkan dengan wirausaha (29 persen). Hal ini bisa dilihat dari dua sudut pandang, yang pertama, secara budaya perempuan memang terbatas kesempatan untuk berwirausaha karena harus bertanggung jawab mengurus keluarga, dan yang kedua, ada keterbatasan akses perempuan terhadap sumber-sumber pembiayaan yang dibutuhkan dalam berwirausaha. Tingkat pengangguran di Sulawesi Utara cenderung berkurang namun masih tergolong tinggi. Tingkat pengangguran di Sulawesi Utara cenderung menurun selama periode 2006-2009. Pada tahun 2006, tingkat pengangguran terbuka Sulawesi Utara sebesar 13,7 persen dan menurun menjadi 10,6 persen pada tahun 2009. Namun demikian, tingkat pengangguran tersebut relatif lebih tinggi dibanding Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Nasional (gambar 1.3). Tabel 1.3 Pengangguran terbanyak terdapat di Kota Manado
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Kabupaten/Kota Kabupaten Bolaang Mongondow Kabupaten Minahasa Kabupaten Sangihe Kabupaten Talaud Kabupaten Minahasa Selatan Kabupaten Minahasa Utara Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Kabupaten Sitaro Kabupaten Minahasa Tenggara Kota Manado Kota Bitung Kota Tomohon Kota Kotamobagu 2007 8,06 11,46 12,16 9,17 9,34 13,68 13,68 13,85 9,84 2008 5,16 10,49 13,32 9,71 9,54 13,20 7,47 8,46 7,26 14,97 12,91 8,45 9,13 2009 6,95 9,45 10,68 9,64 9,30 11,95 7,77 6,20 7,08 15,38 11,86 10,29 9,42

Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara

15
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 1 Pendahuluan

Tingginya pengangguran juga dipengaruhi oleh faktor-faktor selain keterbatasan lapangan pekerjaan. Pada tingkat Kabupaten/Kota, angka pengangguran tertinggi adalah Kota Manado dengan 15persen di tahun 2009. Hal ini disebabkan oleh adanya pergeseran lapangan pekerjaan dari pertanian ke sektor lain seiring dengan menurunnya tenaga kerja yang berlibat di sektor pertanian. Hal ini merupakan salah satu ciri dari perubahan struktur perekonomian (structural change) yang terjadi dimana ada perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor manufaktur atau produksi. Selain itu, tingginya angka pengangguran di Kota Manado juga disebabkan oleh meningkatnya arus urbanisasi dan juga migrasi penduduk dari provinsi lain yang tertarik dengan perkembangan ekonomi yang tercermin oleh standar Upah Minimum Provinsi (UMP) dan standar kesejahteraan yang relatif lebih tinggi. Tingginya pengangguran di Sulawesi Utara tidak dipengaruhi oleh kemiskinan. Berbagai kajian memperlihatkan adanya hubungan positif antara tingkat pengangguran dan kemiskinan, dimana daerah yang miskin cenderung memiliki angka pengangguran yang besar. Namun tidak demikian di Provinsi Sulawesi Utara. Walaupun memiliki angka pengangguran yang relatif tinggi dibandingkan provinsi lain, angka kemiskinan Sulawesi Utara adalah yang paling rendah (gambar 1.6). Di tahun 2006, tingkat kemiskinan Sulawesi Utara sebesar 10,8 persen dan menurun menjadi 9,8 persen di tahun 2009. Tingkat kemiskinan provinsi ini lebih rendah dibandingkan dengan Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Nasional. Sebaliknya, tingkat pengangguran Sulawesi Utara lebih tinggi dibandingkan dengan dua provinsi lainnya dan nasional. Fenomena rendahnya tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara tidak terlepas dari disebabkan oleh rendahnya ketergantungan provinsi terhadap pertanian. Porsi tenaga kerja di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan di Sulawesi Utara relatif lebih rendah dibanding Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. Sektor ini pada umumnya memiliki tingkat pengangguran tersembunyi2 yang tinggi. Data Badan Pusat Statistik masing-masing provinsi memperlihatkan bahwa pada Februari 2009, porsi tenaga kerja Sulawesi Utara di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan sebesar 35 persen. Di lain pihak, porsi tenaga kerja sektor tersebut di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah jauh lebih tinggi, yaitu 51 persen dan 68 persen. Gambar 1.6 Kemiskinan di Sulawesi Utara tergolong yang paling rendah dibandingkan Provinsi lain di Indonesia

Sumber: Badan Pusat Statistik

Tenaga kerja yang dianggap tidak menganggur namun sesungguhnya tidak menggunakan waktu kerja secara optimal sehingga pendapatan yang diperoleh sangat terbatas

16
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 1 Pendahuluan

1.3 Perekonomian Sulawesi Utara


Sulawesi Utara mengalami peningkatan PDRB yang stabil. Dalam 8 tahun terakhir secara riil PDRB Sulawesi Utara sebesar 53 persen atau 5,1 persen pertahun. Data juga menunjukkan kalau pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara mengalami percepatan dari sekitar 4 persen di tahun 2002 menjadi hampir 7,9 persen di tahun 2009. Perbaikan dalam pertumbuhan ekonomi ini terutama disumbangkan oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yang pada periode 2001-2009 tumbuh rata-rata sebesar 7,4 persen, sektor bangunan yang tumbuh rata-rata sebesar 7 persen, dan sektor pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh rata-rata sebesar 7,7 persen. Pertumbuhan sektor pertanian sebagai kontributor terbesar PDRB Sulawesi Utara tergolong rendah. Pertumbuhannya secara rata-rata adalah 4,1 persen untuk kurun waktu yang 2001-2009. Pertumbuhan sektor pertanian berhubungan dengan peningkatan produktivitas sektoral, dalam hal ini ekstensifikasi atau intensifikasi pertanian. Situasi ini menjadi tantangan bagi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk memikirkan strategi bagi sektor pertanian bisa memberikan kontribusi yang lebih besar lagi bagi perekonomian Sulawesi Utara, misalnya dengan meningkatkan nilai tambah komoditas sektor pertanian. Upaya pengembangan sektor pertanian tidak terbatas pada peningkatan hasil produksi, melainkan juga pada pemasarannya. Oleh sebab itu, dibutuhkan strategi untuk memperkuat pemicu dari sisi permintaan sehingga hasil produksi dapat terserap yang pada gilirannya akan mendorong semangat petani dan nelayan untuk meningkatkan kegiatan produksi mereka. Pemicu untuk meningkatkan permintaan hasil produksi sektor tersebut di antaranya pariwisata dan perdagangan antar pulau maupun ekspor. Gambar 1.7 Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara terus meningkat

Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara

Pertumbuhan yang rendah pada sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan telah menyebabkan terjadinya pergeseran tenaga kerja sektor tersebut ke sektorsektor ekonomi yang lain. Kondisi ini juga menyebabkan terjadi penurunan kontribusi sektor tersebut dalam PDRB sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 1.8 Pada tahun 2001, kontribusi sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan terhadap PDRB Sulawesi Utara sebesar 21,3 persen dan menurun menjadi 19,3 persen pada 2009 atau mengalami penurunan rata-rata 1,2 persen per tahun. Terjadinya penurunan kontribusi terhadap PDRB, rendahnya tingkat petumbuhan, dan migrasi tenaga kerja ke sektor ekonomi yang lain, mengindikasi perlunya strategi dan program pembenahan yang tepat. Upaya tersebut perlu dilakukan karena lebih dari sepertiga tenaga kerja di Sulawesi Utara masih berada di sektor ini.

17
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 1 Pendahuluan

Gambar 1.8 Sektor pertanian masih merupakan kontributor terbesar terhadap perekonomian Sulawesi Utara

Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara

Sulawesi Utara merupakan salah satu kekuatan ekonomi di Indonesia Timur. PDRB riil per kapita Sulawesi Utara relatif lebih tinggi dibanding Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, serta rata-rata provinsi di Pulau Sulawesi. Namun, nilai per kapita tersebut masih lebih rendah dibanding PDB Nasional. Ini mengindikasikan, bahwa kinerja perekonomian Sulawesi Utara masih di bawah rata-rata nasional. PDRB riil per kapita Sulawesi Utara pada 2009 sebesar Rp 7,0 juta, sebaliknya PDB Nasional sebesar Rp 9,1juta. Gambar 1.9 PDRB riil per kapita Sulawesi Utara masih yang tertinggi dibanding dengan provinsi lain di Sulawesi

Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia

Subsektor bangunan, perdagangan, dan pengangkutan merupakan subsektor yang berkinerja tinggi. Pemetaan potensi ekonomi sub sektoral Sulawesi Utara dilakukan dengan menggunakan tingkat pertumbuhan rata-rata dan kontribusi terhadap PDRB riil total dari tiap sub sektor ekonomi selama kurun waktu 2005-2009. Hasil pemetaan tersebut memperlihatkan, bahwa sub sektor bangunan, perdagangan besar dan eceran, serta pengangkutan yang berada pada kuadran II merupakan beberapa sub sektor bintang yang memberikan sumbangsih besar terhadap PDRB riil Sulawesi Utara. Di sisi lain, sub-sub sektor yang ditekuni kebanyakan masyarakat Sulawesi Utara, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan,

18
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 1 Pendahuluan

perkebunan, dan perikanan masih berada di kuadran III, yaitu memiliki kontribusi relatif besar terhadap PDRB namun pertumbuhannya rendah. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara ke tingkat lebih tinggi, sub-sub sektor ini perlu lebih diberdayakan lewat suatu kesatuan dengan agro-industry. Gambar 1.10 Sub-sektor bangunan, perdagangan besar dan kecil, serta pengangkutan memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB dan pertumbuhan
Kontribusi terhadap PDRB Total (%) Rendah Tinggi Kuadran I Kuadran II Penggalian (3,78:7,74) Bangunan (15,98:7,29) Listrik (0,60:10,80) Perdagangan Besar & Eceran (12,22:8,46) Hotel (1,52:16,47) Pengangkutan (10,62:9,23) Restoran (1,44:6,86) Komunikasi (1,40:13,64) Bank (3,33:7,55) Lembaga Keuangan tanpa Bank (0,34:8,77) Jasa Perusahaan (0,86:8,87) Kuadran IV Kuadran III Peternakan dan Hasil-hasilnya (2,06:6,67) Perikanan (4,50:4,60) Kehutanan (0,32:-0,59) Industri Tanpa Migas (7,82:6,18) Pertambangan tanpa Migas (1,3:-0,28) Tanaman Bahan Makanan (6,36:4,99) Air Bersih (0,16:4,52) Tanaman Perkebunan (7,61:2,85) Sewa Bangunan (2,04:6,09) Pemerintahan Umum (10,02:3,49) Swasta (4,71:6,79) 4,50 6,86

Pertumbuhan Ekonomi (%)

Rendah

Tinggi

Sumber: Diolah dari Data Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara Keterangan: Angka pertama dalam kurung adalah kontribusi terhadap PDRB (%), angka kedua adalah pertumbuhan ekonomi (%)

Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara melampaui pertumbuhan rata-rata nasional. Ditahun 2006, pertumbuhannya masih dibawah rata-rata nasional dan daerah lain di Sulawesi. Namun di tahun-tahun berikutnya, Sulawesi Utara berusaha mengejar ketertinggalannya. Pada tahun 2009, capaian pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara mengalami peningkatan menjadi 7,9 persen. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada beberapa tahun terakhir terutama dipicu oleh peningkatankualitas infrastruktur dasar dari pemerintah dan infrastruktur perdagangan dari kalangan swasta. Peningkatan kualitas infrastruktur tersebut merupakan dampak dari pemekaran wilayah administrasi pemerintahan dan penyelenggaran perlehatan internasional di bulan Mei 2009, yakni World Ocean Conference (WOC) dan Coral Initiative Triangle (CTI) di Sulawesi Utara. Namun masih ada tantangan infrastruktur lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Peningkatan kualitas infrastruktur dasar dan perdagangan yang menjadi modal utama untuk pembangunan ekonomi Sulawesi Utara karena menjadi daya tarik investasi Sulawesi Utara di masa mendatang. Namun demikian, tantangan terbesar dalam pembangunan infrastruktur adalah penyediaan listrik secara memadai untuk mengantisipasi peningkatan investasi di masa mendatang. Tantangan lainnya muncul sebagai konsekuensi Sulawesi Utara sebagai provinsi kepulauan, yaitu pembangunan infrastruktur di pulau terpencil yang sulit untuk memperoleh skala keekonomian yang diharapkan.

19
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 1 Pendahuluan

Gambar 1.11 Sejak tahun 2005, Sulawesi Utara telah berusaha mengejar ketertinggalan tingkat pertumbuhan dengan provinsi-provinsi lain di Sulawesi

Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia

Dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, tingkat inflasi masih relatif terkendali. Pada periode 2006-2009, tingkat inflasi Sulawesi Utara relatif lebih rendah dibanding Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan nasional, kecuali untuk tahun 2007. Secara rata-rata, tingkat inflasi Sulawesi Utara selama empat tahun tersebut tercatat 6,8 persen, sedangkan Sulawesi Tengah sebesar 8,2 persen, Sulawesi Selatan sebesar 7,0 persen, dan nasional sebesar 6,8 persen (gambar 1.12). Relatif rendahnya inflasi di Manado mengindikasikan adanya kestabilan harga yang relatif lebih baik dibanding dua kota lainnya, dan bahkan nasional. Kestabilan harga dalam bebarapa tahun terakhir terutama disebabkan semakin banyaknya pelaku bisnis dalam bidang perdagangan di Sulawesi Utara yang memicu persaingan harga sehingga harga bisa terkendali. Selain itu, perbaikan dan penambahan infrastruktur perhubungan telah memperlancar distribusi barang dan jasa. Rendahnya inflasi di Sulawesi Utara menyebabkan inflasi tidak terlalu mempengaruhi daya beli masyarakat setempat. Namun, tantangan dihadapi oleh Sulawesi Utara di masa depan adalah bagaimana menekan harga barang dan jasa di wilayah kepulauan terkait masih adanya masalah infrastruktur perhubungan di daerah-daerah terpencil. Gambar 1.12 Tingkat harga di Manado cenderung lebih rendah dibandingkan dengan harga di kota besar lainnya di Sulawesi
14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 2006 2007 2008 2009 5,09 2,31 2,78 6,60 6,59 Manado Palu Makassar Nasional 10,13 11,06 9,71

Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara

20
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 1 Pendahuluan

1.4 Keunggulan Kompetitif Sulawesi Utara di Kawasan Timur Indonesia


Perkembangan yang Sulawesi Utara yang pesat disebabkan oleh keunggulan kompetitif yang dimilikinya: 1. Sulawesi Utara memiliki nilai IPM paling tinggi di antara seluruh provinsi yang ada di kawasan timur Indonesia sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 1.5 dan juga menduduki peringkat kedua secara nasional setelah DKI Jakarta. Nilai IPM provinsi terus mengalami peningkatan selama beberapa tahun terakhir di mana pada tahun 2008 tercatat sebesar 75,2. Tingginya nilai IPM mengindikasikan bahwa Sulawesi Utara memiliki sumber daya manusia relatif lebih baik sehingga menunjang kegiatan pembangunan di Sulawesi Utara. Tabel 1.4 Sulawesi Utara memiliki angka IPM yang tertinggi di Kawasan Indonesia Timur
Provinsi Sulawesi Utara Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Papua Maluku Utara Maluku Irian Jaya Barat Gorontalo Indonesia
Sumber: Badan Pusat Statistik

2004 73,40 66,70 67,30 67,80 64,40 60,90 66,40 69,00 63,70 65,40 68,70

2005 74,21 67,52 68,47 68,06 65,72 62,08 66,95 69,24 64,83 67,46 69,57

2006 74,37 67,80 68,85 68,81 67,06 62,75 67,51 69,69 66,08 68,01 70,10

2007 74,68 68,32 69,34 69,62 67,72 63,41 67,82 69,96 67,28 68,83 70,59

2008 75,16 69,00 70,09 70,22 68,55 64,00 68,18 70,38 67,95 69,29 71,17

2. Posisi geografis Sulawesi Utara yang sangat strategis, yaitu: (a) berada di tengah antara Indonesia dan Australia dengan negara-negara di kawasan Pasifik; dan (b) merupakan provinsi perbatasan terdepan Indonesia dengan negara-negara di Asia Pasifik. Dengan posisi strategis ini, Sulawesi Utara dapat menjadi: (a) pusat hubungan transportasi Indonesia dan Australia di sebelah selatan dengan negaranegara maju di Asia Pasifik di utara; dan (b) menjadi Pintu Gerbang Indonesia Ke Asia Pasifik. 3. Sulawesi Utara memiliki pelabuhan alam yang memiliki laut yang dalamdan dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi International Hub Port (IHP) untuk mendukung perekonomian kawasan timur Indonesia dan Indonesia secara keseluruhan. 4. Kehidupan bermasyarakat dan berorganisasi di Sulawesi Utara tidak memperlihatkan diskriminasi gender sebab semangat kesetaraan dalam budaya dominan setempat, bahkan beberapa pemimpin daerah di Sulawesi Utara datang dari kaum wanita. Selain itu, Sulawesi Utara merupakan provinsi pertama di Indonesia yang menetapkan Peraturan Daerah Anti Perdagangan Wanita.

21
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 2

Pengelolaan Keuangan Daerah

Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah

2.1 Pendahuluan
Analisa pengelolaan keuangan daerah didasarkan pada hasil penilaian PKD. Pengelolaan keuangan daerah (PKD) merupakan serangkaian proses mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, sampai evaluasi dan pertanggungjawaban keuangan. Penilaian kapasitas PKD bertujuan untuk melihat sejauh mana PKD di Provinsi Sulawesi Utara sesuai dengan mandat peraturan perundangan yang berlaku atau mengarah pada praktek terbaik pengelolaan keuangan publik. Penilaian PKD di Sulawesi Utara dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2010 meliputi 1 pemerintah provinsi dan 11 pemerintah kab/kota. Alat penilaian yang digunakan adalah alat yang dikembangkan oleh Departemen Dalam Negeri dan Bank Dunia berupa penilaian balance scorecard pada 9 bidang strategis PKD, yakni kerangka peraturan perundangan daerah; perencanaan & penganggaran; pengelolaan kas; pengadaan barang/jasa; akuntansi & pelaporan; pengawasan internal; hutang & investasi publik; pengelolaan asset; serta audit & pengawasan eksternal. Secara umum kapasitas PKD Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara sudah baik, namun masih perlu ditingkatkan. Sebagian besar pemerintah daerah memiliki kapasitas PKD yang cukup diatas 60 persen. Pencapaian kinerja tertinggi diperoleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Sangihe, sementara terendah diperoleh Kabupaten Minahasa Utara dan Talaud. Meskipun kinerja PKD cukup baik, namun nilai berdasarkan masing-masing bidang menunjukkan adanya variasi. Secara rata-rata, pemerintah kabupaten/kota masih perlu meningkatkan kinerjanya terutama pada bidang kerangka peraturan daerah, pengelolaan aset, serta pengelolaan hutang dan investasi publik. Gambar 2.1 Skor PKD Pemerintah Daerah di Provinsi Sulawesi Utara

Sumber: Database PEA Sulawesi Utara, Unsrat 2010 Catatan: Panjang batang dalam diagram pada masing-masing bidang hanya untuk keperluan ilustrasi (belum menunjukkan nilai sebenarnya); Angka persentase pada ujung gambar batang adalah skor total kapasitas PKD.

Pemerintah Provinsi memiliki nilai lebih tinggi dari rata-rata kabupaten/kota pada hampir seluruh bidang PKD. Sebagaimana terlihat pada table 2.1, hanya pada bidang audit dan pengawasan eksternal pemerintah provinsi memiliki nilai yang lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota. Meskipun masih terdapat beberapa indikator yang belum terpenuhi, Pemerintah Provinsi telah berhasil mencapai kapasitas sangat baik (> 80 persen) pada bidang pengelolaan kas, akuntansi dan pelaporan, serta pengelolaan

24
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah

hutang dan investasi. Namun, Pemerintah Provinsi memiliki tantangan pengembangan kapasitas untuk mempersempit kesenjangan kinerja PKD antar kabupaten/kota. Beberapa kabupaten/kota sudah bisa dijadikan sebagai contoh baik (good practices) untuk daerah lainnya pada bidang-bidang tertentu. Kabupaten Sangihe memperoleh nilai yang paling tinggi diantara 12 pemerintah daerah yang di survey pada bidang peraturan perundangan daerah, pengadaan barang dan jasa, pengelolaan aset, serta audit dan pengawasan eksternal. Sementara itu, dibanding daerah lainnya, Kabupaten Minahasa memperoleh skor kinerja tertinggi pada bidang perencanaan dan penganggaran, dan Kota Kotamobagu pada bidang pengawasan internal. Meskipun masih terdapat beberapa indikator yang belum terpenuhi, ketiga kabupaten/kota diatas (bersama pemerintah provinsi) dapat dijadikan contoh bagi kabupaten/kota dalam beberapa bidang-bidang PKD. Tabel 2.1 Skor Kapasitas PKD antar Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara Berdasarkan Bidang Strategis. 2010
Pemerintah Daerah Bitung Bolmong Kotamobagu Manado Minahasa Utara Sangihe Talaud Minahasa Minahasa Selatan Tomohon Sitaro Rata-rata Kab./Kota Provinsi Sulawesi Utara Kode Bidang Strategis PKD (%) 1 70 58 18 42 53 70 53 68 63 53 53 55 63 2 72 39 64 76 65 66 53 83 82 41 71 65 68 3 72 88 81 87 78 71 62 77 65 73 76 75 94 4 61 66 66 66 42 81 67 66 67 61 66 64 80 5 71 46 73 81 46 58 81 65 69 77 63 66 92 6 72 63 84 56 69 53 53 63 78 75 81 68 78 7 71 67 43 22 50 80 57 83 67 50 40 57 90 8 47 58 53 83 56 89 28 43 59 53 69 58 78 9 69 61 61 69 56 81 75 74 75 66 44 66 63 Skor PKD 67 61 60 65 57 72 59 69 69 61 63 64 78

Keterangan Kode Bidang Strategis PKD:


1 2 3 Kerangka Peraturan Perundangan Daerah Perencanaan & Penganggaran Pengelolaan Kas 4 5 6 Pengadaan Akuntansi & Pelaporan Pengawasan Intern 7 8 9 Hutang & Investasi Publik Pengelolaan Aset Audit & Pengawasan Eksternal

Sumber: Database PEA Sulawesi Utara, Unsrat 2010

2.2 Kerangka Peraturan Perundangan Daerah


Otonomi daerah menuntut daerah untuk menyusun kerangka hukum yang memadai untuk melandasi pengelolaan keuangannya. Penilaian atas bidang peraturan perundangan daerah didasarkan pada tiga sasaran : (i) adanya kerangka peraturan perundangan daerah terkait pengelolaan keuangan sesuai dengan mandat peraturan perundangan nasional; (ii) adanya organisasi yang efektif; dan (iii) adanya kerangka hukum untuk melaksanakan prinsip transparansi dan partisipasi.

25
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah

Bidang peraturan perundangan daerah merupakan bidang dengan skor paling rendah. Baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, nilai bidang peraturan perundangan daerah menempati urutan paling rendah dengan kesenjangan kapasitas tertinggi (70 persen vs 18 persen). Rendahnya kinerja dalam bidang ini antara lain disebabkan oleh belum terpenuhinya beberapa indikator oleh sebagian besar daerah, seperti : Perda tentang Penanaman Modal Daerah; Perda tentang Badan Layanan Umum Daerah (BLUD); Perkada tentang Standar Biaya (SB) dan Analisa Standar Belanja (ASB); serta kerangka hukum terkait transparansi dan partisipasi. Meskipun kinerja bidang peraturan perundangan belum baik, terdapat beberapa perkembangan yang cukup menggembirakan. Beberapa kemajuan positif tersebut antara lain : (i) telah disahkannya RPJMD pada seluruh pemda (100 persen) yang disurvei; (ii) lebih dari 90 persen pemda juga telah menyusun KUA/PPA serta mengesahkan APBD secara tepat waktu setiap tahunnya; dan (iii) Sebanyak 80 persen pemda juga sudah mengesahkan Perda tentang Pokok-Pokok Keuangan Daerah. Selain itu, 7 dari 12 daerah sudah melakukan penggabungan menyeluruh organisasi keuangan daerah kedalam satu organisasi yang terpadu (terdiri dari bagian pendapatan, anggaran, akuntansi & pelaporan, aset daerah, dan bendahara). Sementara itu, 2 daerah baru mengintegrasikan secara parsial, dan 3 daerah (yakni Manado, Minahasa Selatan, dan Provinsi Sulawesi Utara) samasekali belum melakukan upaya penggabungan organisasi. Gambar 2.2 Kinerja Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara dalam Bidang Peraturan Perundangan Daerah

Sumber: Database PEA Sulawesi Utara, Unsrat 2010

2.3 Perencanaan dan Penganggaran


Kesenjangan kapasitas antar-daerah dalam bidang Perencanaan dan Penganggaran masih tinggi. Bidang perencanaan dan penganggaran menyoroti tiga hal: (i) tersusunnya perencanaan dan penganggaran multi-tahun; (ii) target anggaran yang layak dan berdasarkan proses penyusunan anggaran yang realistis; dan (iii) sistem pemantauan dan evaluasi partisipatif dalam proses perencanaan dan penganggaran. Minahasa dan Minahasa Selatan memiliki kinerja tertinggi dengan kinerja yang bisa dianggap sangat baik, namun Tomohon dan Bolmong masih sangat rendah sehingga kesenjangan kapasitas antara-daerah dalam bidang ini masih tinggi.

26
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah

Kualitas dokumen perencanaan dan penganggaran masih perlu ditingkatkan. Meskipun sebagian besar daerah sudah memiliki dokumen RPJMD, RENSTRA, dan RENJA SKPD yang telah mencantumkan program/kegiatan dengan pagu indikatif dan memperhatikan kendala anggaran, namun sebagian besar daerah masih belum berhasil membuat standar analisa belanja setiap tahunnya. Hal ini mengakibatkan pagu yang disusun masih belum didasarkan pada efesiensi-ekonomis dan efektivitas belanja (value for money) untuk mencapai target kinerja yang diharapkan dan kewajaran belanja dalam satu tahun anggaran. Gambar 2.3 Kinerja Pemerintah Daerah di Sulawesi Utara dalam Bidang Perencanaan dan Penganggaran

Sumber: Database PEA Sulawesi Utara, Unsrat 2010

Selain melalui survei kapasitas PKD, asesmen di bidang perencanaan juga dapat dilihat dari hasil survey kualitas pelaksanaan Musrenbang. Musyarawah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) merupakan forum untuk menyepakati rencana kegiatan pemerintah daerah (RKPD) tahun anggaran berikutnya yang melibatkan stakeholder masyarakat mulai dari tingkat desa sampai tingkat pusat. Survei pelaksanaan Musrenbang dilakukan dengan metode wawancara di setiap kabupaten/kota terhadap masing-masing 3 responden peserta Musrenbang pada 3 tahapan (desa, kecamatan, dan kabupaten/ kota). Masing-masing responden diminta untuk memberikan penilaian dalam skala 0 s.d. 100 terhadap 14 indikator. Secara umum, pada tingkat desa aspek yang menonjol adalah kurangnya keterlibatan elemenelemen dalam masyarakat; pada tingkat kecamatan, terlalu pendeknya waktu pelaksanaan Musrenbang dan masih lemahnya keterwakilan berbagai elemen masyarakat; dan pada tingkat kabupaten/kota, masih pendeknya waktu pelaksanaan Musrenbang. Kehadiran DPRD dalam Musrenbang dipandang perlu oleh sebagian besar responden. Meskipun terdapat pandangan bahwa perencanaan dan penganggaran merupakan domain eksekutif, namun 80 persen responden memandang perlu DPRD hadir dalam proses Musrenbang. Hal ini untuk memastikan bahwa aspirasi yang disampaikan masyarakat dalam Musrenbang dapat terus dimonitor oleh anggota DPRD sebagai wakil masyarakat dalam proses pembahasan dan penetapan anggaran. Dalam kenyataannya, hanya 20 persen responden yang menyatakan DPRD hadir dalam Musrenbang Desa, dan 30 persen responden yang menyatakan DPRD hadir di Musrenbang Kecamatan.

27
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah

Tabel 2.2 Skor Persepsi Responden terhadap Berbagai Indikator Musrenbang Berdasarkan Tahapan.
Indikator Pemahaman Proses Perencanaan Pembangunan Pemahaman Terhadap Pokok-Pokok Pembahasan Merasa Dilibatkan dalam Musrenbang Melibatkan Seluruh Elemen Masyarakat Terlibat dan Berperan Aktif Seluruh Elemen Masyarakat Terlibat dan Berpartisipasi Aktif Mewakili Seluruh Elemen Kapasitas/Kemampuan Peserta Musrenbang Adanya Transparansi (dapat diakses banyak orang) Kebebasan Menyampaikan Pendapat Terakomodasikan Seluruh Sumbang Saran Sepakat Dengan Hasil Musrenbang Kesepakatan Seluruh Peserta Ketersediaan Waktu Pelaksanaan Musrenbang Rata-Rata Skor Musrenbang Desa/Kelurahan 72,73 77,05 71,59 65,00 68,64 53,86 72,27 63,41 77,27 77,73 62,05 77,05 68,64 54,55 68,70 Skor Musrenbang Kecamatan 74,12 75,29 77,35 66,36 72,21 59,71 67,35 64,41 75,00 78,24 71,97 67,35 58,94 56,03 68,88 Skor Musrenbang Kabupaten./Kota 81,25 77,50 79,30 71,10 76,10 66,40 69,60 65,70 77,50 77,50 61,40 77,50 62,30 57,90 71,50

Sumber: Data Diolah dari Hasil Survei/Wawancara Langsung dengan Peserta Musrenbang

Proses perencanaan bottom-up masih belum berjalan optimal. Beberapa kendala dalam pelaksanaan perencanaan bottom up antara lain adalah : (i) belum semua desa menjalankan musrenbang karena kurangnya dana operasional untuk pelaksanaan; (ii) masih lemahnya pemahaman masyarakat terhadap prioritas pembangunan pemerintah yang terdapat dalam berbagai dokumen perencanaan; (iii) usulan masyarakat yang dihasilkan melalui Musrenbang sangat jarang yang diakomodasi dalam anggaran; (iv) tidak ada klarifikasi atas hasil Musrenbang yang tidak diakomodasi dalam anggaran; dan (v) jangka waktu yang terlalu pendek dalam proses Musrenbang3.

2.4 Pengelolaan Kas, Pengadaan, Pengelolaan Aset, serta Hutang dan Investasi Daerah
Pengelolaan Kas merupakan bidang dengan skor paling tinggi diantara bidang lainnya. Pengelolaan kas merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dari penentuan besaran kas yang dianggarkan, pelaksanaan (realisasi) anggaran kas, sampai pertanggungjawaban atas kas tersebut. Skor kinerja rata-rata daerah dalam bidang ini merupakan skor tertinggi diantara 9 bidang PKD. Empat daerah memiliki kapasitas sangat baik adalah Provinsi Sulawesi Utara, Bolmong, Manado, dan Kotamobagu. Relatif tingginya nilai yang diperoleh masing-masing daerah karena pada umumnya daerah telah memiliki kebijakan, prosedur dan pengendalian pengelolaan kas yang baik . Kecuali Minahasa Utara, kinerja daerah pada umumnya cukup baik pada bidang pengadaan barang dan jasa. Pengadaan barang dan jasa diatur dalam Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 (direvisi menjadi Peraturan Presiden No. 54 tahun 2010) yaitu tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/ jasa pemerintah yang mewajibkan proses pengadaan barang/jasa dilaksanakan secara efisien, efektif,
3 Hasil wawancaran dengan stakeholder perencanaan dan penganggaran.

28
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah

terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel. Kecuali Minahasa Utara, daerah pada umumnya telah mampu memenuhi lebih dari 60 persen indikator yang terkait pengadaan barang dan jasa. Meskipun demikian bukan berarti bahwa proses pengadaan barang dan jasa sudah betul-betul melaksanakan semua prinsip-prinsip diatas. Hal ini karena yang diteliti baru terbatas pada pemenuhan prosedur formal, bukan pada investigasi menyeluruh yang dapat mengidentifikasi praktek-pratek inefisiensi dalam PBJ seperti KKN. Kesenjangan kapasitas antar-daerah dalam bidang pengelolaan aset masih cukup tinggi. Kegiatan pengelolaan barang milik daerah mencakup keseluruhan siklus pengelolaan barang yang meliputi: perencanaan kebutuhan, penganggaran; pengadaan; penggunaan; pemanfaatan; pemeliharaan; penilaian; penghapusan; pemindahtanganan; penatausahaan; serta pengawasan/ pengendalian. Berdasarkan hasil survey, hanya terdapat 4 daerah yang mendapatkan nilai diatas 60 persen sedangkan 8 daerah lainnya masih dibawah 60 persen. Beberapa hal yang masih jarang dipenuhi oleh daerah adalah : (i) belum adanya keputusan kepala daerah tentang status penggunaan barang; (ii) belum adanya aturan yang tegas tentang sanksi terhadap pengelola/pembantu pengelola/pengguna/kuasa penguna dalam pengelolaan barang atas perbuatan yang merugikan daerah; dan (iii) pembuatan kode lokasi dan kode barang pada setiap aset daerah. Pemerintah kabupaten/kota perlu melengkapi berbagai peraturan terkait dengan hutang, hibah, dan investasi publik. Hasil survey menunjukkan bahwa pemerintah provinsi memiliki kerangka aturan yang jauh lebih lengkap terkait hutang, dan investasi publik dibanding rata-rata kabupaten/kota. Berikut gambaran kinerja daerah di Sulawesi Utara terkait hutang dan investasi publik : 1. Pinjaman (Hutang) Daerah. Pinjaman daerah merupakan alternatif sumber pembiayaan APBD atau untuk menutup kekurangan kas. Dalam hal akan melakukan pinjaman, daerah wajib membuat kebijakan pengelolaan pinjaman sebagaimana dimandatkan oleh PP 54/2005. Dari 6 daerah yang pernah melalukan pinjaman, 4 daerah telah membuat kebijakan sesuai yang dimandatkan, sementara 2 daerah belum membuat peraturan tersebut. Hibah. Dalam hal menerima hibah, daerah dimandatkan untuk menetapkan kebijakan, prosedur, dan pengelolaan pendapatan hibah. Dari 10 daerah yang menerima hibah pada tahun 2010, 6 daerah telah memiliki peraturan mengenai peneriman, pencatatan, pengelolaan, dan pelaporan hibah, sementara 4 daerah lainnya (Manado, Talaud, Tomohon dan Sitaro) belum memilikinya. Hal yang paling banyak tidak dipenuhi daerah dalam pengelolaan hibah adalah pencantuman dana pendamping hibah dalam DPA-SKPD. Investasi Daerah. Dalam hal akan melakukan investasi, daerah perlu memperoleh persetujuan dari DPRD serta membuat kebijakan, prosedur serta pengendalian investasi daerah dengan memperhitungkan resiko. Hasil survey yang ada menunjukkan daerah Kotamobagu, Manado, Sitaro dan Bitung perlu memperkuat kebijakan mengenai pengelolaan investasi yang disesuaikan dengan kerangka kebijakan nasional, menyajikan investasi ke BUMD dalam Laporan keuangan, dan mendapatkan persetujuan DPRD atas transaksi investasi jangka panjang .

2.

3.

29
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah

Gambar 2.4 Kinerja Daerah dalam Empat Bidang Terkait Pelaksanaan Anggaran

Sumber: Database PEA Sulawesi Utara, Unsrat 2010

2.5 Akuntansi dan Pelaporan, Internal Audit, serta Audit dan Pengawasan Eksternal
Kinerja akuntansi dan pelaporan menunjukkan nilai yang baik, namun masih menghadapi kendala SDM. Dalam bidang ini, Provinsi Sulawesi Utara memiliki kinerja terbaik dibanding seluruh pemerintah daerah di Sulawesi Utara dengan nilai sangat baik (diatas 90 persen), sementara Sangihe, Bolmong dan Minahasa Utara masih dibawah 60 persen. Tingginya kinerja akuntansi dan keuangan Provinsi Sulawesi Utara tidak terlepas dari dukungan SDM yang sudah relatif memadai, sudah tersedianya sistem informasi akuntansi yang terintegrasi, dan adanya pencatatan untuk seluruh transaksi dan saldo keuangan. Hal ini berbeda dengan kinerja tingkat kabupaten/kota yang secara rata-rata masih lemah dalam hal SDM, yakni masih minimnya pegawai berlatarbelakang pendidikan akuntansi pada posisi-posisi penting seperti kepala bagian dalam DPPKAD atau Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) di masing-masing SKPD. Fungsi internal audit masih perlu didukung oleh SDM dan sumberdaya yang memadai. Beberapa indikator bidang audit internal yang sudah dapat dipenuhi oleh sebagian besar daerah pada umumnya terkait dengan pemenuhan prosedur dan tindaklanjut audit internal. Namun demikian, sebagian besar daerah masih menghadapi kendala sumber daya pendukung operasional. Rata-rata daerah menganggarkan kurang dari 1 persen APBD untuk fungsi audit internal. Selain itu, fungsi audit internal juga kurang didukung oleh SDM yang memadai. Dari 12 daerah yang disurvei, hanya 33 persen daerah yang memiliki dukungan SDM fungsional auditor atau berlatar belakang akuntansi lebih dari 50 persen staff pada instansi seperti BAWASDA (Badan Pengawas Daerah). Sebagian besar daerah masih terkendala oleh laporan hasil audit eksternal yang masih berstatus Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Kinerja pemerintah dalam audit dan pengawasan eksternal tidak terlepas dari kinerja laporan keuangan yang diaudit BPK, sosialisasi dan tindaklanjut dari hasil-hasil tersebut, serta peran DPRD dalam pengawasan pelaksanaan APBD. Berdasarkan hasil survey, pada tahun 2009, baru Pemprov Sulawesi Utara yang telah memiliki status kinerja keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), 8 daerah berstatus Wajar Dengan Pengeculian (WDP), 2 daerah berstatus Tidak Wajar, dan 1 daerah berstatus Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Berdasarkan hasil survey, disamping masih lemah dalam hal status laporan audit BPK, sebagian besar daerah juga masih lemah dalam memperkuat peran DPRD dalam pengawasan anggaran.

30
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah

Tabel 2.3 Hasil Audit BPK Provinsi dan Kabupaten serta Kota di Sulawesi Utara 2007 2009
No Nama Daerah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 WTP WDP Prov. Sulawesi Utara Kab. Bolaang Mongondow Kab. Bolaang Mongondow Selatan Kab. Bolaang Mongondow Utara Kab. Minahasa Kab. Minahasa Selatan Kab. Minahasa Tenggara Kab. Minahasa Utara Kab. Kep. Sangihe Kab. Kep. Siau Tagulandang Biaro Kab. Kep. Talaud Kota Bitung Kota Kotamobagu Kota Manado Kota Tomohon Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified) Wajar Dengan Pengecualian (Qualified) TW TMP TMP WDP WDP TMP TMP WDP TMP WDP WDP TW TMP WDP WDP WDP TMP WDP WDP WDP TW WDP TW WDP TMP WDP WDP TW 2007 WDP WDP 2008 WDP WDP 2009 WTP WDP WDP WDP WDP

Sumber: Iktisar Hasil Pemeriksaan Semester I BPK, tahun 2010

Tidak Wajar (Adverse) Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer)

2.6 Rekomendasi
Pemerintah Provinsi perlu memfasilitasi proses peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan daerah di Sulawesi Utara. Pemerintah provinsi serta Sangihe, Minahasa, dan Kotamobagu masing-masing memiliki keunggulan pada satu atau lebih bidang lainnya. Keunggulan tersebut merupakan modal dasar untuk mendorong proses saling-belajar dalam rangka mempersempit kesenjangan kapasitas antar-daerah dalam berbagai bidang terkait PKD. Beberapa agenda peningkatan kapasitas yang diperlukan antara lain terangkum dalam tabel berikut. Agenda dan Usulan Program Peningkatan Kapasitas PKD di Provinsi Sulawesi Utara
Bidang Peraturan Perundangan Daerah Rekomendasi Melengkapi berbagai aturan yang melandasi praktek pengelolaan keuangan daerah yang baik sesuai mandat peraturan perundangan dari pusat, antara lain : (i) Perda tentang Penanaman Modal dan BLUD; (ii) Perkada tentang Standar Biaya dan Analisis Standar Belanja untuk mendukung anggaran berbasis kinerja; dan (iii) Berbagai peraturan perundangan daerah lain yang lebih teknis untuk pengelolaan keuangan daerah Menyusun peraturan daerah untuk mendorong pelaksanaan prinsip transparansi dan partisipasi Usulan Program (i) Pelatihan tentang kerangka peraturan daerah yang komprehensif terkait Pengelolaan Keuangan Daerah (ii) Pendampingan Teknis untuk melengkapi berbagai peraturan daerah yang belum dibuat dan disahkan

31
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 2 Pengelolaan Keuangan Daerah

Bidang Perencanaan & Penganggaran

Rekomendasi

Usulan Program Pelatihan DPRD tentang Perencanaan dan Penganggaran Pelaithan dan pendampingan teknis untuk penyusunan Standar Biaya dan Analisa Standar Belanja Pelatihan dan pendampingan teknis untuk penyusunan indikator dan target yang layak pada berbagai dokumen perencanaan dan penganggaran

Meningkatkan kapasitas dan keterlibatan DPRD dalam (i) perencanaan dan penganggaran Menyusun dokumen perencanaan (RPJMD, RENSTRASKPD, RKPD, RENJA-SKPD) dan dokumen anggaran (ii) (KUA/PPA, RKA-SKPD, APBD) yang lebih terukur dan berorientasi pada pencapaian target kinerja serta memperkuat sinkronisasi dokumen perencanaan dan penganggaran (iii) Menyusun peraturan tentang Standar Biaya dan Analisa Standar Belanja

Pengelolaan kas,aset dan pengadaan

Meningkatkan kapasitas dalam manajemen pendapatan Mempertahankan kinerja dalam pengelolaan dan pengendalian pendapatan dan pembayaran kas serta surplus kas temporer dikelola yang sudah cukup baik Mempertahankan dan meningkatkan kinerja dalam bidang pengadaan barang dan jasa

(i)

Pelatihan dan Pendampingan Teknis untuk sistem administrasi dan penagihan pendapatan (ii) Melengkapi aturan pengadaan barang dan jasa didaerah sesuai dengan kerangka peraturan perundangan pusat yang baru (i) Pelatihan dan Pendampingan Teknis dibidang akuntansi (ii) Pendampingan teknis untuk sistem informasi akuntansi yang terintegrasi (iii) Peningkatan jumlah SDM berlatar belakang akuntansi (iv) Pelatihan dan pendampingan teknis untuk memperkuat fungsi audit internal dan penambahan SDM auditor fungsional

Akuntansi& Pelaporan

Meningkatkan kapasitas SDM berlatarbelakang pendidikan akuntansi pada posisi penting pengelolaan keuangan daerah Mempertahankan sistem informasi yang sudah terintegrasi di beberapa daerah dan mendorong penerapan hal yang sama di kabupten Bolmong Meningkatkan peran audit internal dalam pengelolaan keuangan daerah melalui peningkatan sumberdaya anggaran serta SDM auditor fungsional yang berkualitas Meningkatkan komunikasi untuk mendukung audit eksternal serta tindaklanjut temuan audit eksternal

Audit Internal, serta Audit dan Pengawasan Eksternal

Memperbaiki mekanisme perencanaan dan penganggaran partisipatif (bottom-up) di tingkat kabupaten/kota. Mekanisme Musrenbang tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten/kota merupakan mekanisme yang tersedia untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran. Namun demikian, pelaksanaannya masih harus ditingkatkan melalui : (i) pemberdayaan masyarakat untuk terlibat dalam Musrenbang (misalnya melalui sosialisasi mengenai pentingnya Musrenbang serta manfaatnya bagi pembangunan daerah/kecamatan/desa); (ii) memberikan kepastian anggaran yang bisa dijadikan patokan bagi perencanaan desa/kecamatan sebelum Musrenbang Desa/Kecamatan dilaksanakan (misalnya melalui penyepakatan pagu indikatif Kecamatan/Desa antara Kepala Daerah dan DPRD sehungga jumlah dana untuk direncanakan melalui Musrenabang Desa dan Kecamatan dapat diketahui sebelumnya); (iii) meningkatkan kuantitas dan kualitas keterlibatan DPRD dalam Musrenbang sesuai dengan daerah pemilihan yang diwakilinya; (iv) membuat mekanisme klarifikasi kepada masyarakat terkait program/ kegiatan yang tidak dapat diakomodasi dalam APBD sebagai bentuk transparansi kebijakan.

32
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 3

Pendapatan dan Pembiayaan

Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan

3.1 Pendapatan Daerah Sulawesi Utara


3.1.1 Gambaran Umum Pendapatan Daerah Sulawesi Utara
Pendapatan daerah perkapita Sulawesi Utara berada di atas rata-rata nasional mencapai Rp. 2,8 juta pada tahun 2009. Meskipun demikian, pendapatan perkapita ini masih berada dibawah kebanyakan provinsi di Kawasan Indonesia Timur lainnya seperti Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara. Pendapatan daerah perkapita nasional pada tahun 2009 mencapai Rp. 1,5 juta. Gambar 3.1 Perbandingan Pendapatan Perkapita Daerah per Provinsi di Indonesia tahun 2009

Sumber: Data Anggaran APBD Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, 2009

Pendapatan daerah Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan yang stabil selama lima tahun terakhir dengan sebagian besar pendapatan dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Pendapatan daerah Sulawesi Utara meningkat dari Rp 3 triliun pada 2005 menjadi sekitar Rp 6,5 triliun pada 2009, dengan rata-rata pertumbuhan sekitar 28 persen setiap tahunnya. Sebagian besar pendapatan ini dikelola oleh Kabupaten/kota, mencapai 84 persen dari total pendapatan daerah tahun 2009. Pendapatan Provinsi meningkat dari Rp 634 miliar pada 2005 menjadi Rp 1,02 triliun pada 2009 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 15,4 persen per tahun, sedangkan pendapatan Kabupaten dan Kota meningkat dari Rp 2,45 triliun pada 2005 menjadi Rp 5,5 triliun pada 2009 atau rata-rata 31 persen per tahun. Gambar 3.2 Perkembangan Pendapatan Daerah Riil, 2005-2009

(Persen terhadap Total Pendapatan)

(Persen terhadap Total Pendapatan)

Sumber : Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010 Catatan : Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P

34
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan

Dana Alokasi Umum merupakan sumber utama pendapatan daerah Sulawesi Utara, baik di level Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/kota. Pada tahun 2009, 55 persen pendapatan daerah di level provinsi dan 64 persen pendapatan daerah di level kabupaten/kota didominasi oleh DAU. Namun, terdapat perbedaan yang signifikan antara komposisi pendapatan di level Pemerintah Provinsi dengan Kabupaten/ kota. Sumber pendapatan terbesar kedua di level Provinsi berasal dari Pendapatan Asli Daerah, sebesar 32 persen dari total pendapatan, sedangkan Dana Alokasi Khusus merupakan sumber pendapatan daerah terbesar kedua untuk level pemerintah kabupaten/kota, sebesar 15 persen dari total pendapatan daerah. Gambar 3.3 Komposisi Pendapatan Daerah Sulawesi Utara 2005-2009

Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010 Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P

Dalam lima tahun terakhir, transfer dari pemerintah pusat mendominasi pendapatan daerah Sulawesi Utara. Sumber transfer ini merupakan Dana Alokasi Umum, yang mempunyai porsi sebesar rata-rata 65 persen dari total pendapatan. Selain itu, terdapat kecenderungan Dana Alokasi Khusus yang meningkat, yaitu dari 5 persen pada tahun 2005 menjadi 14 persen dari total pendapatan pada tahun 2009. Dana DAK ini digunakan untuk memfasilitasi perbaikan pelayanan publik dalam bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, fasilitas infrastruktur dasar, keluarga berencana, dan lain-lain. Gambar 3.4 Perbedaan Komposisi Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Sulawesi Utara tahun 2008
Provinsi 2% DAU 4% DAK 32% Dana Bagi Hasil PAD Lain -Lain 15% 64% 6% 12% DAU DAK Dana Bagi Hasil PAD Lain -Lain 5% Kabupaten/Kota

55% 6%

Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2009

35
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan

Pada tingkat Provinsi, sumber pendapatan dari PAD mengalami penurunan secara signifikan sementara pendapatan dari DAU mengalami peningkatan dan menguasai lebih dari 50 persen pendapatan provinsi Sulawesi Utara. Pada tahun 2005, 51 persen (sebesar Rp. 322 miliar) dari pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara berasal dari DAU, dan meningkat menjadi 55 persen (sebesar Rp. 558,6 miliar) pada tahun 2009. Sementara itu, pendapatan asli daerah menurun dari 41 persen menjadi 32 persen dari total pendapatan pemerintah provinsi. Sumber pendapatan dari DAK baru dimulai sejak tahun 2008 dan cenderung stabil seperti juga pendapatan dari dana bagi hasil. Di tingkat Kabupaten/kota, pendapatan transfer pun mendominasi pendapatan kabupaten/kota dan mengalami peningkatan selama 2005-2009. Porsi pendapatan dari DAK meningkat dari 6 persen di tahun 2005 menjadi 15 persen di tahun 2009. PAD, seperti halnya dengan provinsi, mengalami penurunan dari 5,5 persen di tahun 2005 menjadi 4 persen di tahun 2009. Sementara itu, pendapatan dari DAU dan bagi hasil juga mengalami penurunan walaupun tidak sebesar porsi penurunan PAD. Tabel 3.1 Komposisi Pendapatan Fiskal Sulawesi Utara 2005-2009
Provinsi DAU DAK Bagi Hasil PAD Lain-Lain Total Kabupaten DAU DAK Bagi Hasil PAD Lain-Lain Total 2005 Miliar Rupiah 322,0 0,0 34,7 258,7 18,6 634,0 2005 Miliar Rupiah 1.675,6 142,8 170,2 135,8 328,1 2.452,4 % 68,3 5,8 6,9 5,5 13,4 100 % 50,8 0,0 5,5 40,8 2,9 100 2006 Miliar Rupiah 499,8 0,0 46,9 261,2 0,0 807,9 2006 Miliar Rupiah 2.911,0 388,8 245,8 146,0 99,7 3.791,3 % 76,8 10,3 6,5 3,9 2,6 100 % 61,9 0,0 5,8 32,3 0,0 100 2007 Miliar Rupiah 501,8 0,0 55,5 283,2 65,7 906,2 2007 Miliar Rupiah 2.746,2 677,8 233,0 178,1 387,6 4.222,7 % 65,0 16,1 5,5 4,2 9,2 100 % 55,4 0,0 6,1 31,3 7,2 100 2008 Miliar Rupiah 545,2 28,7 53,8 330,0 29,7 987,4 2008 Miliar Rupiah 2.964,0 659,1 252,1 173,7 499,1 4.548,0 % 65,2 14,5 5,5 3,8 11,0 100 % 55,2 2,9 5,4 33,4 3,0 100 2009 Miliar Rupiah 558,6 52,9 62,8 331,1 18,0 1.023,3 2009 Miliar Rupiah 3.492,6 836,4 302,6 203,0 659,2 5.493,8 % 63,6 15,2 5,5 3,7 12,0 100 % 54,6 5,2 6,1 32,4 1,8 100

Kapasitas fiskal kabupaten/kota di Sulawesi Utara sangat beragam dan timpang. Berdasarkan data APBD tahun 2009, Kabupaten Kepulauan Sitaro mempunyai kapasitas fiskal terbesar mencapai Rp. 5,2 juta per kapita, sedangkan Kab. Bolaang Mongondow Timur mempunyai kapasitas fiskal paling sedikit sebesar Rp. 1,1 juta per kapita. Sumber pendapatan kabupaten ini paling besar berasal dari dana DAU pemerintah pusat.

36
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan

Gambar 3.5 Komposisi Pendapatan Per Kapita Daerah Sulawesi Utara per Kabupaten/Kota tahun 2009

Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2009 Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P

3.1.2 Pendapatan Asli Daerah


Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Utara secara absolut mengalami peningkatan selama periode 2005-2010 walaupun peningkatan ini tetap mengalami penurunan secara proporsional terhadap total pendapatan Sulawesi Utara. PAD Sulawesi Utara selama 2005-2009 meningkat dari Rp 394,4 miliar menjadi Rp 534,1 miliar. Sumber PAD tersebut didominasi oleh komponen Pajak Daerah, yang mengalami peningkatan dari Rp. 259,5 miliar di tahun 2005 menjadi Rp 364,8 miliar di tahun 2009. Gambar 3.6 Perkembangan Komposisi Pendapatan Asli Daerah Sulawesi Utara 2005-2009

Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010 Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P Data Komposisi Pendapatan untuk Provinsi dan Kabupaten/kota merupakan data 2009

37
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan

Namun, secara proporsi, pendapatan asli daerah ini menurun signifikan, khususnya dari tahun 2005 ke tahun 2006. Porsi PAD terhadap total pendapatan daerah ini menurun dari 13 persen di tahun 1005 menjadi 9 persen terhadap total pendapatan di tahun 2006. Setelah itu, porsi PAD cenderung stabil sebesar 9 persen dari total pendapatan hingga tahun 2008 sebelum akhirnya turun lagi menjadi 8 persen dari total pendapatan di tahun 2009. Penurunan porsi PAD yang signifikan ini terjadi ketika jumlah DAU dan DAK untuk Sulawesi Utara meningkat signifikan pada tahun yang sama, sedangkan total PAD hanya meningkat sebesar 3 persen. Pajak merupakan komponen terbesar pendapatan asli daerah Sulawesi Utara. Pendapatan dari pajak menguasai sekitar 66 persen total PAD 2005 dan 68 persen total PAD 2009. Porsi Pajak ini bahkan mencapai 72 persen dari total PAD pada tahun 2008. Sumber kedua terbesar PAD merupakan Retribusi, dan diikuti oleh keuntungan dari perusahaan daerah. Namun, porsi kedua komponen PAD ini semakin menurun selama 2005-2009. Sumber pajak terbesar di Sulawesi Utara berasal dari pajak kendaraan bermotor. Gambar 3.7 Perbandingan Komposisi Pendapatan Asli Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Sulawesi Utara tahun 2009

Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P Data Komposisi Pendapatan untuk Provinsi dan Kabupaten/kota merupakan data 2009

Sumber pendapatan pajak ini sebagian besar berasal dari Pemerintah Provinsi. Pajak merupakan sumber utama pendapatan asli daerah pada kedua tingkat pemerintahan baik Provinsi maupun kabupaten/ kota. Namun, terlihat perbedaan komposisi PAD yang sangat signifikan antara pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/kota. Di level provinsi, hampir seluruh PAD (sekitar 87 persen) bersumber dari Pajak, sementara di level kabupaten/kota, porsi pajak (meskipun masih tetap paling besar) tidak berbeda jauh dengan porsi pendapatan dari retribusi maupun pendapatan asli daerah lainnya. Di tingkat Kabupaten/ kota bahkan pendapatan asli daerah lainnya merupakan sumber PAD terbesar kedua setelah pajak. PAD lainnya ini, sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004, mencakup penjualan aset yang dikuasai pemerintah daerah, piutang bunga, dan piutang pengelolaan barang dan jasa. Kabupaten Kepulauan Sangihe mempunyai pendapatan asli daerah perkapita tertinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya. PAD percapita kabupaten tersebut mencapai Rp. 190 ribu, diikuti oleh Kota Manado sebesar Rp. 166 ribu, serta Kabupaten Kepulauan Sitaro sebesar Rp. 137 ribu. Ketimpangan PAD di Sulawesi Utara juga cukup besar. Kabupaten Bolaang Mongondow Timur sebagai salah satu kabupaten hasil pemekaran selama lima tahun terakhir mempunyai PAD terendah sebesar Rp. 10 ribu.

38
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan

Gambar 3.8 Perbandingan PAD per kapita Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara tahun 2009

Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P Data Komposisi Pendapatan untuk Provinsi dan Kabupaten/kota merupakan data 2009

Di tingkat Kabupaten/Kota, retribusi mempunyai peranan lebih besar dibandingkan pajak sebagai sumber PAD. Selain itu, khusus untuk Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Sitaro, sumber PAD ini juga lebih banyak bersumber dari PAD lainnya. Pada tahun 2009, khusus untuk kedua Kabupaten tersebut, PAD ini sebagian besar bersumber dari bunga bank dan pengembalian atas temuan BPK.

Perbandingan PAD Daerah Pemekaran dan Non-Pemekaran


Kabupaten/kota hasil pemekaran mempunyai peningkatan PAD per kapita yang cukup pesat dibandingkan kabupaten/kota non-pemekaran. Kabupaten dan Kota yang dikelompokkan ke dalam daerah hasil pemekaran adalah Kabupaten dan Kota yang baru dipisahkan dari Kabupaten induknya untuk lima tahun terakhir. Kabupaten dan Kota tersebut meliputi Kota Kotamobagu, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara, dan Kabupaten Kepulauan Sitaro. PAD kabupaten/kota hasil pemekaran meningkat pesat dan mengalahkan PAD perkapita kabupaten/ kota non-pemekaran tahun pada tahun 2009. Pada tahun 2008, PAD per kapita kabupaten/kota hasil pemekaran hanya sebesar Rp. 19 ribu dan meningkat menjadi Rp. 54 ribu pada tahun 2009. Sedangkan untuk Kabupaten/kota non-pemekaran, pada tahun 2008 mempunyai PAD perkapita sebesar Rp. 41 ribu dan meningkat menjadi Rp. 44 ribu pada tahun 2009. Menariknya, sumber PAD perkapita untuk kab/kota hasil pemekaran didominasi oleh PAD lainnya. Seperti halnya pola pendapatan secara keseluruhan, sumber PAD lainnya untuk kabupaten pemekaran berasal dari penjualan aset daerah dan bunga bank.

39
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan

Gambar 3.9 Perbandingan PAD per kapita antara Daerah yang mengalami Pemekaran dan NonPemekaran

Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P Data Komposisi Pendapatan untuk Provinsi dan Kabupaten/kota merupakan data 2009

3.1.3 Dana Alokasi Umum (DAU)


Ketergantungan Sulawesi Utara terhadap DAU meningkat selama 2005-2009, khususnya pada tahun 2006. Namun, porsi DAU terhadap pendapatan total daerah mengalami penurunan pada tahun 2007, sebelum akhirnya relatif stabil sekitar 63 persen dari total pendapatan daerah. DAU meningkat lebih dari dua kali lipat dari sebesar Rp 1,9 triliun pada 2005 menjadi Rp 4 triliun pada 2009. Peningkatan tajam terjadi pada tahun 2006, seperti umumnya trend daerah-daerah lain di Indonesia, yang disebabkan oleh adanya penurunan subsidi BBM pada tahun 2005. Pada tahun 2006, rata-rata transfer DAU pada pemerintah daerah meningkat sebesar 65 persen untuk seluruh Indonesia (Bank Dunia, 2008). Terlihat jelas bahwa di Sulawesi Utara, DAU lebih ditargetkan untuk pemerintah di level Kabupaten/ kota. Lebih dari 80 persen dari total DAU dialokasikan untuk pemerintah Kabupaten/Kota pada tahun 2005, dan porsi ini meningkat setiap tahunnya mencapai 86 persen pada tahun 2009. Pada tahun 2005 DAU meningkat dari Rp. 322 miliar (Provinsi) dan Rp. 1,7 triliun (Kabupaten/kota) menjadi Rp. 559 miliar (Provinsi) dan Rp. 3,5 triliun (kabupaten/kota). Selama periode 2005-2009, DAU mengalami peningkatan sebesar ratarata 18 persen per tahun untuk provinsi dan rata-rata 27 persen per tahun untuk kabupaten/kota. Gambar 3.10 Perkembangan DAU Sulawesi Utara selama 2005-2010 berdasarkan Level Pemerintahan

Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P Data Komposisi Pendapatan untuk Provinsi dan Kabupaten/kota merupakan data 2009

40
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

RP. Miliar

Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan

Transfer DAU untuk Kabupaten/kota di Sulawesi Utara cukup bervariasi, dengan Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan Kabupaten/kota dengan rata-rata DAU per kapita tertinggi. Pada tahun 2009, Kepulauan Talaud mempunyai DAU perkapita mencapai Rp. 3,5 juta, dengan perbedaan yang cukup signifikan dibandingkan dengan Bolaang Mongondow Timur yang DAU perkapitanya hanya mencapai Rp. 835 ribu. Sepertinya transfer dari pemerintah pusat kurang dapat mengatas kesenjangan pendapatan antara kab/kota di Sulawesi Utara. Gambar 3.11 Perkembangan DAU Per Kapita Kabupaten/kota selama 2005-2009

Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P Data Komposisi Pendapatan untuk Provinsi dan Kabupaten/kota merupakan data 2009

3.1.4 Dana Alokasi Khusus (DAK)


Selama 2005-2009, telah terjadi peningkatan pesat transfer DAK di Sulawesi Utara dengan sedikit perlambatan pada pada 2008. Pada tahun 2005, total DAK adalah sebesar Rp 143 miliar dan meningkat menjadi Rp 889 miliar pada 2009. Khusus untuk Provinsi, transfer DAK dari pemerintah pusat baru dimulai sejak tahun 2008. Di sisi lain, DAK riil Kabupaten dan Kota mengalami peningkatan signifikan, yaitu dari Rp 143 miliar pada 2005 menjadi Rp 836 miliar pada 2009. Seperti halnya transfer DAU, transfer DAK juga lebih difokuskan pada pemerintah Kabupaten/ kota. Pada tahun 2009, pangsa DAK Provinsi adalah sebesar 6 persen, sedangkan Kabupaten dan Kota sebesar 94 persen dari total DAK di Sulawesi Utara. Pada tingkatan kabupaten dan Kota, lima penerima DAK terbesar pada 2009 adalah: Kabupaten Kepulauan Sangihe Rp 104,8 miliar; Kabupaten Minahasa Rp 76 miliar; Kabupaten Bolaang Mongondow Rp. 74,8 miliar; Kabupaten Kepulauan Sitaro Rp. 72 miliar; dan Kota Kotamobagu Rp 63,4 miliar. Sebagian besar dana DAK ini digunakan untuk dana pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara. Pembangunan infrastruktur ini mencakup perbaikan pada sarana jalan, irigasi, serta akses terhadap air bersih. Namun, pembangunan fasilitas jalan sebagai penghubung antara kabupaten/kota ataupun antar desa didalam kabupaten/kota yang sama merupakan alokasi terbesar, sebesar Rp. 112 miliar atau sekitar 26 persen dari total DAK di tahun 2008.

41
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan

Gambar 3.12 Perkembangan DAK Provinsi dan Kabupaten/Kota 2005-2009

Infrastruktur Pendidikan Kesehatan Perikanan Pertanian Lain-lain

Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P

Kabupaten Bolaang Mongondow Timur juga merupakan kabupaten/kota dengan pendapatan DAK perkapita terendah tahun 2009. DAK perkapita antar kabupaten/kota di Sulawesi Utara ini juga begitu timpang dengan DAK perkapita tertinggi mencapai Rp. 1,2 juta untuk Kabupaten Kepulauan Sitaro, dan terendah sebesar Rp. 63 ribu oleh kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Sebagai kabupaten hasil pemekaran, kedua kabupaten (Bolaang Mongondow Timur dan Selatan) mempunyai transfer DAK yang sangat rendah.

3.1.5 Dana Bagi Hasil (DBH)


Secara absolut, terdapat peningkatan DBH selama periode 2005-2009, khususnya pada tahun 2006. Namun, jumlah peningkatan ini tetap lebih kecil dari peningkatan total pendapatan Sulawesi Utara, sehingga porsi DBH selama 2005-2009 mengalami penurunan, khususnya pada tahun 2007. Dari 2005 ke 2009 terjadi peningkatan sebesar 79 persen. Pada tahun 2005 total DBH sebesar Rp 205 miliar meningkat menjadi Rp 366 miliar pada 2009. Seperti halnya sumber dana perimbangan lain, DBH lebih banyak dihasilkan oleh Kabupaten/kota. Apabila dilihat dari perbandingan Provinsi dengan gabungan Kabupaten dan Kota maka pangsa DBH Provinsi pada tahun 2009 sebesar 17 persen, sementara pangsa Kabupaten/Kota adalah sebesar 83 persen pada tahun yang sama. Dana Bagi Hasil terdiri dari dana bagi hasil pajak dan dana bagi hasil bukan pajak (sumber daya alam). Kecuali untuk tahun 2009, klasifikasi dana bagi hasil ini digabung untuk pajak dan non pajak. Selama periode 2005-2008, sumber DBH ini lebih banyak berasal dari DBH pajak dibandingkan nonpajak dengan perbandingan DBH pajak hampir menguasai seluruh pendapatan DBH (99 persen) dan DBH non-pajak (SDA) sebesar kurang dari satu persen. Pendapatan DBH per kapita di Sulawesi Utara juga cukup bervariasi. Kota Tomohon mempunyai sumber pendapatan DBH tertinggi pada tahun 2009 dengan nilai mencapai Rp. 352 ribu, dengan perbedaan cukup besar dibadingkan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur sebagai kabupaten dengan DBH perkapita terendah sebesar Rp. 76 ribu. Kabupaten Bolaang Mongondow Timur secara umum mempunyai pendapatan per kapita daerah paling rendah dibandingkan kabupaten/kota lainnya.

42
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan

Gambar 3.13 Perkembangan Total DBH Sulawesi Utara periode 2005-2009

Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010 Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P

3.2 Pembiayaan
Selama 2005-2009, Sulawesi Utara mengalami surplus pendapatan daerah kecuali pada tahun 2005. Pada tahun 2005, terdapat defisit pendapatan daerah sebesar Rp. 85,8 miliar, sebelum akhirnya surplus selama 4 tahun berikutnya hingga mencapai surplus tertinggi pada tahun 2008 sebesar Rp. 380 Miliar. Surplus ini mencapai 6,8 persen pada tahun 2008 dan mengindikasikan adanya ketidak mampuan pemerintah menyerap anggaran yang ada. Pada tahun 2009, sebagian besar surplus dalam APBD digunakan untuk pengeluaran investasi jangka pendek. Penggunaan surplus ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2004. Surplus dalam APBD dapat digunakan untuk pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo; penyertaan modal (investasi daerah); atau transfer ke rekening dana cadangan. Sedangkan dalam kasus defisit, pada tahun 2005 kekurangannya didanai sebagian besar dari sisa lebih penghitungan anggaran yang ditetapkan tahun lalu (SiLPA). Sesuai UU 32 Tahun 2004, sumber pembiayaan ini dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu (SiLPA); transfer dari dana cadangan; hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan pinjaman daerah. Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 pasal 28 ayat 5 menyebutkan Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran. Gambar 3.14 Surplus dan defisit anggaran di Provinsi Sulawesi Utara

Sumber : Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010 Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P

43
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 3 Pendapatan dan Pembiayaan

Pada tahun 2009, Pemerintah provinsi mengalami deficit sedangkan pemerintah kabupaten/kota mengalami surplus pendapatan daerah. Defisit yang dialami Pemerintah Provinsi dapat ditutupi oleh pendapatan pembiayaan sehingga mendapatkan Selisih Lebih Hasil Perhitungan Anggaran (SiLPA). Pada tingkat pemerintahan Kabupaten dan Kota, terdapat surplus serta pembiayaan neto positif sehingga SILPA yang diperoleh lebih besar dari surplus yang mereka alami. Bila ditinjau lebih dalam lagi yang memiliki SILPA terbesar adalah Kabupaten Minahasa Utara, sebaliknya yang memiliki Selisih Kurang Perhitungan Anggaran (SiKPA) terbesar adalah Kabupaten Kepulauan Talaud karena melakukan pembayaran hutang pada pihak ketiga.

3.3 Kesimpulan dan Rekomendasi


PAD Kabupaten dan Kota di Sulawesi Utara relatif rendah dan ketergantungan pendapatan akan transfer dari pemerintah pusat semakin besar. Hal ini kurang selaras dengan tujuan otonomi daerah. Oleh sebab itu dibutuhkan upaya meningkatkan kajian tentang potensi pajak dengan dasar pajak (tax base) yang luas, meningkatkan pengawasan untuk meminimalisasi kebocoran pendapatan pajak dan retribusi daerah, serta meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di bidang perpajakan. Namun perlu diperhatikan bahwa pengenaan pajak yang berlebihan dapat menjadi disinsentif bagi kegiatan ekonomi, sehingga pengenaan pajak harus dicermati agar tidak menghambat pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Sumber Dana Bagi Hasil dari non-pajak (Sumber Daya Alam) masih sangat kecil dibandingkan dengan DBH pajak, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah potensi SDA di Sulawesi Utara belum dimanfaatkan secara maksimal. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang potensi SDA di Sulawesi Utara yang dapat menjadi salah satu sumber pendapatan daerah. Ketimpangan pendapatan perkapita daerah antar kabupaten/kota masih tinggi. Beberapa kabupaten hasil pemekaran sepertinya masih mempunyai sumber pendapatan yang sangat rendah (Kabupaten Bolaang Mongondow Timur). Dibutuhkan dukungan dari pemerintah, misalnya melalui transfer dari pemerintah pusat, untuk memulai pengembangan kabupaten/kota baru hasil pemekaran melalui peningkatan posisi fiskal kabupaten/kota tersebut. Pemerintah Provinsi dan kebanyakan Kabupaten dan Kota di Sulawesi Utara memiliki SILPA yang besar. Ini menggambarkan bahwa Pemerintah Daerah kurang dapat menyerap anggaran yang ada dan masih bisa melakukan program dan kegiatan yang penting dalam pelayanan kepada masyarakat. Bilamana pelayanan pada masyarakat telah maksimal maka Pemerintah Daerah dapat melakukan investasi tambahan untuk memanfaatkan dana yang ada. Sebaliknya, masih terdapat beberapa daerah yang mengalami SiKPA. Dalam menghadapi SiKPA, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam pengelolaan keuangan di tahun berikutnya karena resiko bawaan yang terjadi pada saat terjadi SIKPA tahun berjalan.

44
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 4

Belanja Daerah

Bab 4 Belanja Daerah

4.1 Gambaran Umum Belanja Daerah


Total belanja daerah Sulawesi Utara meningkat selama 2005-2009. Pada tahun 2005, total belanja Sulawesi Utara (termasuk dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan/TP) sebesar Rp. 3,7 triliun dan dalam empat tahun meningkat sebesar Rp. 3,4 triliun (menjadi Rp. 7,1 triliun) pada tahun 2009. Total belanja Sulawesi Utara naik dengan rata-rata 23,5 persen per tahun selama 2005-2009. Sebagian besar belanja daerah Sulawesi Utara ini dikelola oleh Pemerintah Kabupaten/kota. Porsi belanja yang dikelola pemerintah kabupaten/kota ini juga meningkat semenjak tahun 2005. Pada tahun 2005, sebesar 69 persen belanja daerah dikelola kabupaten/kota, dan meningkat menjadi 75 persen pada tahun 2009. Pemerintah provinsi mengelola sebesar 13 persen total belanja Sulawesi Utara, dan sisanya merupakan belanja pemerintah pusat yang berada di daerah, yaitu sebesar 12 persen. Belanja di level Kabupaten/kota ini sebagian besar ditujukan untuk belanja pegawai, khususnya pada urusan pemerintahan umum. Belanja ini digunakan untuk belanja gaji dan tunjangan, yaitu: gaji pokok pegawai (belanja terbesar), tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, tunjangan fungsional, tunjangan umum, tunjangan khusus, serta tambahan penghasilan pegawai (berdasarkan prestasi kerja). Gambar 4.1 Perkembangan Belanja Daerah Sulawesi Utara (termasuk Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan) tahun 2005-2009

Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010 Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P Data Belanja Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan merupakan kalkulasi Staf Bank Dunia berdasarkan data dari Departemen Keuangan

Total belanja pemerintah daerah per kapita Sulawesi Utara berada diatas tingkat rata-rata nasional pada tahun 2009. Dengan menggunakan data anggaran Departemen Keuangan, total belanja daerah per kapita Sulawesi Utara pada tahun 2009 adalah sebesar Rp. 2,8 juta, secara signifikan lebih besar dari belanja perkapita nasional sebesar Rp. 1,7 juta. Dibandingkan provinsi lainnya di Sulawesi, belanja per kapita ini cukup tinggi walaupun masih berada dibawah Sulawesi Tenggara sebesar Rp. 3,1 juta rupiah. Belanja perkapita tertinggi dimiliki oleh Provinsi Papua Barat sebesar Rp. 10 juta rupiah.

46
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 4 Belanja Daerah

Gambar 4.2 Belanja Riil Perkapita Provinsi di Indonesia tahun 2009

Sumber: Data diambil dari Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan. Data merupakan data anggaran. Data Populasi didapat dari BPS, 2009

Serupa dengan pola pendapatan per kapita di Sulawesi Utara, Kabupaten Bolaang Mongodow Timur sebagai salah satu kabupaten hasil pemekaran merupakan kabupaten dengan belanja perkapita terendah. Belanja perkapita kabupaten/kota di Sulawesi Utara cukup bervariasi dan timpang. Belanja perkapita tertinggi ditempati oleh Kabupaten Kepulauan Sitaro (yang juga mempunyai pendapatan perkapita tertinggi) sebesar Rp. 4,5 juta. Sementara itu, perbedaan belanja perkapita ini cukup tinggi dengan Kabupaten Bolaang Mongodow Timur dengan belanja perkapita sebesar Rp. 1,2 juta. Bolaang Mongodow Timur dan Bolaang Mongodow Selatan adalah kabupaten paling muda yang dimekarkan pada tahun 2009. Ini merupakan salah satu alasan mengapa kabuapten tersebut mempunya pendapatan dan belanja per kapita terendah. Kedua kabupaten tersebut masih baru menata pemerintahannya dan bertransisi menjadi pemerintahan baru, selain itu fasilitas infrastruktur di kabupaten ini juga masih minim sehingga kegiatan ekonomi agak terhambat. Gambar 4.3 Belanja Per kapita Kabupaten/kota di Sulawesi Utara tahun 2009

Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2009 Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P

47
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 4 Belanja Daerah

Belanja Perkapita Kabupaten Hasil Pemekaran dan Non-Pemekaran


Berbeda dengan pola pendapatan perkapita antara kabupaten/kota pemekaran dan non-pemekaran, belanja perkapita kabupaten/kota hasil pemekaran secara signifikan lebih tinggi dari kabupaten/ kota non-pemekaran, terutama pada belanja modal perkapita. Pada tahun 2009, belanja perkapita kabupaten pemekaran mencapai Rp. 2,8 juta sedangkan belanja perkapita kabupaten non-pemekaran kurang lebih sepertiga kabupaten pemekaran, sebesar Rp. 1 juta. Belanja modal perkapita merupakan belanja dengan perbedaan terbesar antara kabupaten pemekaran dan non-pemekaran. Belanja modal perkapita kabupaten pemekaran mencapai Rp. 1,2 juta sedangkan kabupaten non-pemekaran hanya sebesar Rp. 273 ribu. Selain itu, belanja modal merupakan belanja terbesar kabupaten pemekaran pada tahun 2009, sedangkan kabupaten non-pemekaran didominasi oleh belanja pegawai pada tahun 2009. Kabupaten pemekaran sepertinya lebih banyak mengalokasikan belanja daerahnya untuk pembangunan infrastruktur kabupaten, seperti pembangunan sekolah dan kantor-kantor pemerintah baru, yang termasuk dalam belanja modal. Gambar 4.4 Belanja Perkapita Kabupaten Hasil Pemekaran dan Non Pemekaran tahun 2009

Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2009 Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P

4.2 Belanja Menurut Klasikasi Ekonomi


Belanja pegawai merupakan sumber belanja terbesar untuk pemerintah daerah Sulawesi Utara selama 2005-2009. Porsi belanja pegawai memang mengalami penurunan selama 2005-2009, namun porsi ini tetap menjadi belanja terbesar pemerintah daerah Sulawesi Utara. Pada tahun 2009, porsi belanja pegawai daerah Sulawesi Utara mencapai 47 persen dari total belanja, lebih kecil dibandingkan porsinya pada tahun 2005 sebesar 56 persen. Belanja pegawai secara absolut meningkat dari Rp. 1,5 triliun di tahun 2005 menjadi Rp. 2,8 triliun di tahun 2009. Namun, terdapat peningkatan yang cukup signifikan pada porsi belanja modal Sulawesi Utara. Belanja modal pemerintah Sulawesi Utara meningkat 3.5 kali lipat selama 2005-2009 dari Rp. 420 miliar di tahun 2005 menjadi Rp. 1,9 triliun di tahun 2009. Porsi belanja modal pemerintah daerah ini juga meningkat signifikan dari yang paling rendah pada tahun 2005 dibandingkan belanja ekonomi lainnya (modal dan pegawai), yaitu sebesar 14 persen dari belanja total, menjadi belanja ekonomi terbesar kedua pada tahun 2009 sebesar 31 persen. Pada tahun 2009, Sulawesi Utara menjadi tuan rumah atas World Ocean Conference (WOC), dan hal ini berdampak positif pada pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara. Terdapat pembangunan infrastruktur seperti terminal baru dan perpanjangan landasan pacu Bandara

48
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 4 Belanja Daerah

Internasional Sam Ratulangi, perluasan jalan dari Kota Manado ke bandara, perbaikan prasarana dan sarana penyeberangan ke Pulau Bunaken, terbangunnya jalan lingkar luar (ring road), serta terbangunnya fasilitas pada objek-objek wisata dan perbaikan pada akses ke objek-objek wisata4. Gambar 4.5 Perkembangan Belanja Daerah Sulawesi Utara berdasarkan Klasifikasi Ekonomi, tahun 2005-2009

Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010 Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P

Perubahan porsi belanja pegawai relatif lebih kecil dan stabil dibandingkan dengan porsi belanja modal dan belanja barang dan jasa. Porsi belanja pegawai masih berfluktuasi tidak terlalu tajam selama periode 2005-2009, yaitu berkisar antara 47-56 persen. Di pihak yang lain, porsi belanja barang dan jasa (goods and services) mengalami penurunan tajam pada kurun waktu yang sama, yaitu 27 persen pada 2005 menjadi 17 persen pada 2009. Berdasarkan perubahan porsi ketiga kelompok belanja tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kenaikan porsi belanja modal merupakan pergeseran dari belanja barang dan jasa, bukannya dari belanja pegawai. Gambar 4.6 Porsi Belanja Klasifikasi Ekonomi di Tingkat Provinsi dan Kabupaten kota, tahun 20052009
Provinsi
100% 80% 60% 28% 40% 20% 0% 2005 2006 2007 2008 2009 37% 36% 39% 40% 29% 6% 19% 36% 18% 0% 27% 24% 17% 20% 23% 23% 22% 21% 100% 80% 60% 40% 20% 0% 32% 2005 2006 2007 2008 2009 57% 49% 49% 51% 48% 2% 16% 24%

Kabupaten/Kota
11% 14% 25% 8% 26% 17% 5% 27% 16% 4% 32% 16%

Pegawai Modal

Barang dan Jasa Lain - lain

Pegawai Modal

Barang dan Jasa Lain - lain

Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010 Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P 4 Badan Kerja Sama Pembangunan Regional Sulawesi, Dampak WOC bagi Pengembangan Sulawesi Utara, 24 Maret 2009, http:// www.bkprs-news.com/index.php?option=com_content&task=view&id=190&Itemid=117

49
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 4 Belanja Daerah

Di level Provinsi, belanja pegawai juga merupakan belanja ekonomi terbesar pemerintah Sulawesi Utara. Nampak bahwa dari tahun ke tahun belanja pegawai (personnel) mengambil porsi terbesar yaitu 37 persen pada 2005 dan 32 persen pada 2009 sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 4.5. Porsi jenis belanja tersebut berfluktuatif namun masih di atas 30 persen. Pada 2005, belanja modal memiliki proporsi terkecil dari semua jenis belanja yang ada yaitu sebesar 6 persen. Namun demikian, terdapat peningkatan belanja modal dari tahun ke tahun dan sejak 2007 proporsi belanja modal mengalami kenaikan signifikan hingga pada 2009 mencapai 23 persen dari total belanja, sama dengan belanja barang dan jasa. Pemerintah Kabupaten/kota nampaknya mempunya pola belanja yang serupa dengan pola belanja pemerintah provinsi, di mana belanja pegawai (personnel) memiliki porsi terbesar. Belanja modal merupakan belanja terbesar kedua dengan porsi 32 persen dari total belanja pada tahun 2009. Porsi belanja modal mengalami peningkatan yang cukup tinggi, khususnya di tahun 2007 dari 14 persen menjadi 26 persen dari total belanja. Namun, serupa dengan pola belanja keseluruhan pemerintah Sulawesi Utara, sepertinya peningkatan belanja modal ini dibarengi dengan penurunan belanja barang dan jasa, sementara belanja pegawai tetap memiliki porsi terbesar dari total belanja kab/kota Sulawesi Utara tahun 2009 sebesar hampir setengahnya.

4.3 Belanja Menurut Sektor


Meskipun dengan proporsi yang menurun, belanja pemerintahan umum masih mendominasi belanja pemerintah daerah (konsolidasi provinsi + kabupaten/kota) di Sulawesi Utara. Secara riil, belanja gabungan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk sektor pemerintahan umum pada periode 2005-2009 menunjukkan peningkatan yang cukup konsisten dari Rp. 950 miliar (2005) menjadi Rp. 2 triliun (2009). Peningkatan ini mengakibatkan belanja pemerintahan umum masih tetap mendominasi meskipun mengalami penurunan proporsi dari 37 persen (2005) menjadi 33 persen (2009). Belanja infrastruktur cenderung meningkat pesat meskipun masih lebih kecil dibanding sektor pendidikan yang merupakan kedua terbesar. Belanja kesehatan dan pertanian cenderung berfluktuasi, sementara belanja kelautan dan perikanan masih sangat kecil dengan proporsi rata-rata sebesar 1 persen. Gambar 4.7 Belanja Konsolidasi Provinsi+Kabupaten/Kota Berdasarkan Sektor, 2005-2009

Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010 Catatan: Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P

50
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 4 Belanja Daerah

Pada tingkat provinsi, belanja untuk sektor pemerintahan umum masih diatas 50 persen. Belanja pemerintah provinsi untuk sektor pemerintahan umum meningkat dari Rp 418 miliar ( 2005) menjadi Rp 566 miliar (2009) atau tumbuh rata-rata 9 persen per tahun sehingga belanja sektor tersebut masih mendominasi (diatas 50 persen). Belanja provinsi untuk infrastruktur dan pendidikan mengalami peningkatan dengan proporsi tahun 2009 hampir 2 kali lipat dari proporsi tahun 2005. Sementara untuk sektor kesehatan, meskipun secara riil meningkat, namun secara proporsi stagnan pada 5 persen. Tabel 4.1 Belanja Pemerintah Provinsi Berdasarkan Sektor (Dalam Rp. Miliar dan Proporsi terhadap Total Belanja), 2005-2009
Kabupaten Pemerintahan Umum Infrastruktur Pendidikan Kesehatan Pertanian Kelautan dan Perikanan Kehutanan Sosial dan Pemberdayaan Perempuan Perindutrian dan Perdagangan Ketenagakerjaan Kependudukan dan Transmigrasi Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Pariwisata Energi dan Sumber Daya Mineral Lingkungan Hidup Penanaman Model Perumahan Pemuda dan Olah Raga Penataan Ruang Pertahanan Total 2005 Miliar Rupiah 418 65 18 30 17 5 12 4 5 8 0 4 10 4 2 2 0 0 0 0 605 % 69,2 10,8 3,1 4,9 2,8 0,9 2,1 0,7 0,8 1,3 0,0 0,6 1,6 0,6 0,3 0,3 0,0 0,0 0,0 0,0 100 2006 Miliar Rupiah 507 98 49 39 29 9 16 6 7 10 0 6 14 6 3 5 0 0 0 0 803 % 63,1 12,2 6,0 4,8 3,6 1,1 2,0 0,8 0,9 1,3 0,0 0,7 1,7 0,7 0,4 0,6 0,0 0,0 0,0 0,0 100 2007 Miliar Rupiah 474 167 56 47 51 9 8 6 7 11 0 7 8 7 3 6 0 1 0 0 870 % 54,5 19,2 6,5 5,5 5,9 1,1 0,9 0,7 0,8 1,3 0,0 0,8 0,9 0,8 0,4 0,7 0,0 0,1 0,0 0,0 100 2008 Miliar Rupiah 546 150 52 46 50 10 9 8 8 12 0 7 8 6 3 5 0 13 1 0 935 % 58,4 16,1 5,6 4,9 5,3 1,1 1,0 0,9 0,9 1,2 0,0 0,7 0,8 0,7 0,3 0,6 0,0 1,4 0,1 0,0 2009 Miliar Rupiah 566 198 54 54 58 13 10 11 8 14 0 9 14 6 4 5 0 9 0 0 % 54,7 19,1 5,2 5,2 5,7 1,2 1,0 1,1 0,8 1,4 0,0 0,9 1,4 0,6 0,4 0,5 0,0 0,8 0,0 0,0 100

100 1.034

Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010

Masih tingginya belanja pemerintahan umum di tingkat provinsi terutama disumbang oleh meningkatnya belanja transfer bagi hasil. Berbeda dengan belanja sektor pada umumnya, disamping belanja pegawai, barang-jasa, dan modal, belanja sektor pemerintahan umum juga meliputi belanja transfer5. Pada periode 2007-2009, belanja transfer rata-rata mencapai 42 persen dari belanja sektor
5 Belanja transfer meliputi belanja hibah, subsidi, bantuan sosial, bantuan keuangan kepada kabupaten/kota, dan belanja tidak terduga. Berbeda dengan peraturan sebelumnya dimana setiap SKPD diperbolehkan menganggarkan dan menatausahakan belanja transfer, berdasarkan Permendagri 13/2006, belanja tersebut hanya dialokasikan pada PPKD, yakni satuan kerja yang berada pada sektor pemerintahan umum.

51
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 4 Belanja Daerah

pemerintahan umum provinsi dan sebagian besar dialokasikan untuk belanja bagi hasil, diikuti oleh hibah dan bantuan kepada kabupaten/kota. Meskipun demikian, belanja sektor pemerintahan umum diluar belanja transfer tetap merupakan belanja dengan proporsi terbesar dibanding infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Hal ini menunjukkan belum adanya pergeseran prioritas belanja yang berarti dari sektor pemerintahan umum ke sektor-sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Hampir sama dengan tingkat provinsi, belanja pemerintah kabupaten/kota juga didominasi oleh sektor pemerintahan umum. Urusan yang mendominasi belanja Pemerintah Kabupaten dan Kota sama dengan yang yang ada pada provinsi, yaitu urusan pemerintahan umum, dengan pertumbuhan yang cukup tinggi, yakni dari Rp 704 miliar (2005) menjadi Rp 1,5 triliun (2009). Sektor lain yang cukup dominan belanjanya adalah pendidikan (rata-rata diatas 30 persen) diikuti oleh infrastruktur dan kesehatan. Sektor intrastruktur merupakan sektor dengan peningkatan proporsi yang cukup signifikan pada kurun waktu 2005-2009 yakni dari 5 persen (2005) menjadi 19 persen (2009). Tabel 4.2 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota Berdasarkan Sektor (Dalam Rp. Miliar dan Proporsi terhadap Total Belanja), 2005-2009
Kabupaten/Kota Pemerintahan Umum Infrastruktur Pendidikan Kesehatan Pertanian Kelautan dan Perikanan Kehutanan Sosial dan Pemberdayaan Perempuan Perindutrian dan Perdagangan Ketenagakerjaan Kependudukan dan Transmigrasi Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Pariwisata Energi dan Sumber Daya Mineral Lingkungan Hidup Penanaman Modal Perumahan Pemuda dan Olah Raga Penataan Ruang Pertahanan Total 2005 Miliar Rupiah 704 119 808 199 39 19 14 32 16 7 17 5 7 6 12 2 104 1 38 0 2.362 % 29,8 5,0 34,2 8,4 1,6 0,8 0,6 1,4 0,7 0,3 0,7 0,2 0,3 0,3 0,5 0,1 4,4 0,0 1,6 0,0 100 2006 Miliar Rupiah 1.162 493 879 355 107 37 22 33 22 55 22 8 15 9 19 5 161 0 0 0 3.400 % 34,2 14,5 25,8 10,4 3,1 1,1 0,6 1,0 0,6 1,6 0,7 0,2 0,4 0,3 0,5 0,1 4,7 0,0 0,0 0,0 100 2007 Miliar Rupiah 1.511 596 1.240 278 137 48 18 14 26 11 17 13 11 11 40 6 13 14 10 0 4.014 % 37,6 14,9 30,9 6,9 3,4 1,2 0,4 0,3 0,7 0,3 0,4 0,3 0,3 0,3 1,0 0,1 0,3 0,3 0,3 0,0 100 2008 Miliar Rupiah 1.300 702 1.416 325 131 50 21 19 32 13 23 13 12 12 49 11 7 23 13 1 4.172 % 31,2 16,8 33,9 7,8 3,1 1,2 0,5 0,5 0,8 0,3 0,6 0,3 0,3 0,3 1,2 0,3 0,2 0,6 0,3 0,0 100 2009 Miliar Rupiah 1.580 1.015 1.689 424 157 73 28 28 50 14 23 13 18 14 53 8 19 11 28 2 5.246 % 30,1 19,3 32,2 8,1 3,0 1,4 0,5 0,5 1,0 0,3 0,4 0,2 0,3 0,3 1,0 0,2 0,4 0,2 0,5 0,0 100

Sumber: Diolah dari APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2005-2010 Catatan : Khusus APBD Tomohon 2009 adalah APBD-P

52
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 4 Belanja Daerah

4.4 Hubungan Belanja dan Gender


Anggaran Responsif Gender (ARG)
Pengarusutamaan Gender di Kementerian/Lembaga (K/L) baik pusat maupun daerah merupakan implementasi Inpres No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Sesuai dengan Inpres tersebut K/L berkewajiban untuk mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program, dan kegiatan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Inpres Nomor 9 Tahun 2000 diacu oleh Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2010-2014, yang menetapkan Kebijakan Pengarusutamaan Gender (PUG) lintas Bidang pembangunan, sebagai salah satu prinsip dan landasan operasional bagi seluruh pelaksanaan pembangunan (RPJMN 2010-2014). Pengarusutamaan gender dalam pembangunan adalah strategi yang digunakan untuk mengurangi/menghilangkan kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dalam mengakses dan mendapatkan manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi keduanya dalam pengambilan keputusan dan penguasaan terhadap sumberdaya pembangunan, seperti misalnya pengetahuan, keterampilan, informasi, kredit.

Anggaran Responsif Gender di Provinsi Sulawesi Utara


Di Sulawesi Utara, anggaran responsif gender mencakup: Kategori anggaran khusus bagi perempuan dan anak, yaitu: anggaran untuk pemenuhan kebutuhan prioritas perempuan dalam pelayanan publik (kesehatan, pendidikan, dan kesra); anggaran untuk kesehatan, pendidikan dan perlindungan anak perempuan dan atau anak laki-laki; anggaran untuk peningkatan keadaan ekonomi perempuan miskin; serta dana untuk anak yang dibayarkan untuk membiayai perawatan anak di keluarga-keluarga miskin. Kategori alokasi anggaran untuk affirmative action bagi kelompok marginal, yaitu: anggaran untuk kelompok-kelompok marginal (seperti : kelompok miskin, etnis minoritas, suku terasing, dll); anggaran untuk program-program pelatihan pemerintah yang mengutamakan keseimbangan gender; anggaran untuk mewujudkan keseimbangan gender dalam sektor-sektor kepegawaian publik; anggaran untuk penyediaan payung hukum untuk pelaksanaan affirmative action atau upaya mewujudkan kesetaraan kesempatan bagi laki-laki dan perempuan di sektor-sektor publik. Kategori alokasi anggaran untuk pengarusutamaan gender, yaitu: anggaran untuk program-program PUG; anggaran untuk keperluan analisis gender termasuk penyediaan data terpilih; anggaran untuk pelaksanaan pelatihan gender dan penyediaan modul-modul untuk PUG sesuai dengan sektor; anggaran untuk penelitian dan evaluasi terhadap dampak program atau proyek terhadap laki-laki dan perempuan.

53
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 4 Belanja Daerah

Gambar 4.8 Kategori Anggaran Responsif Gender (Sharp and Budlender, 1985)
Kategori

Kategori I Alokasi Anggaran Gender specific targeted Belanja Yang Diperlukan bagi perempuan atau laki-laki dalam komunitas untuk memenuhi kebutuhan khususnya

Kategori II Alokasi Anggaran untuk Meningkatkan kesempatan setara dalam pekerjaan Sebagai affirmative action untuk mewujudkan kesempatan yang setara antar laki-laki dan perempuan terutama dalam lingkungan pemerintahan atau dunia kerja lainnya Contoh: Alokasi anggaran untuk pelatihan teknologi pertanian bagi perempuan, alokasi anggaran untuk fasilitas penitipan anak di tempat kerja

Kategori III Alokasi Anggaran Umum yang Mainstreaming Alokasi anggaran umum yang menjamin agar pelayanan publik dapat diperboleh dan dinikmati oleh semua anggota masyarakat (laki-laki dan perempuan) Contoh: Alokasi anggaran untuk fasilitas umum (wc umum) antara laki-laki dan perempuan yang proporsional, alokasi anggaran untuk angkutan masing-masing khusus perempuan dan laki-laki.

Contoh: Alokasi Anggaran untuk Kesehatan reproduksi perempuan, alokasi anggaran untuk penyediaan alat kontrasepsi bagi laki-laki, alokasi anggaran untuk pap smear, alokasi anggaranuntuk penderita kanker prostan, alokasi anggaran untuk sunatan masal

Kategori

Anggaran responsif gender di Sulawesi Utara pada tahun 2009 sebesar Rp 19,3 miliar atau 2,2 persen dari total anggaran provinsi. Anggaran ini berkurang dari tahun sebelumnya (2008) yaitu sebesar Rp. 29,2 miliar. Penyebab berkurangnya anggaran yang terkait gender di tahun 2009 tidak diketahui, apakah karena ada pengalihan anggaran atau anggaran tersebut sudah digabungkan dalam program lain yang tidak dirinci. Rincian mengenai belanja pemberdayaan perempuan dapat dilihat pada Tabel 4.3. Sebagian besar anggaran pemberdayaan perempuan dialokasikan untuk anggaran kategori perempuan dan anak, yaitu sebesar Rp 17.548 juta (91 persen). Di lain pihak, alokasi anggaran untuk affirmative action bagi kelompok marginal dan pengarusutamaan, masing-masing sebesar Rp 1.346 juta (7 persen) dan Rp 416 juta (2 persen). Namun, porsi anggaran ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan total APBD Provinsi Sulawesi Utara pada 2009. Alokasi anggaran khusus untuk perempuan dan anak hanya sebesar 2 persen, affirmative action bagi kelompok marginal sebesar 0,15 persen, dan 0,05 persen untuk pengarusutamaan gender.

54
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 4 Belanja Daerah

Tabel 4.3 Anggaran yang Berkaitan dengan Pemberdayaan Perempuan pada APBD Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, 2008 2009
Program Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera Keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas Anak dan Perempuan Pendidikan Anak Usia Dini Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun Pembinaan Anak Terlantar Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan Pendidikan Non Formal Peningkatan Peran Serta dan Kesetaraan Gender Dalam Pembangunan Pembinaan Eks Penyandang Penyakit Sosial (eks Narapidana, PSK, Narkoba dan Penyakit Sosial) - Pemberian Penyuluhan tentang Bahaya Narkoba bagi Masyarakat Peningkatan Penanggulangan Narkoba, PMS termasuk HIV/AIDS Manajemen Pelayanan Pendidikan Peningkatan Mutu Pendidikan Standarisasi Pelayanan Kesehatan Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah Pendidikan Menengah Upaya Kesehatan Masyarakat Biro Pemberdayaan Perempuan Keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas Anak dan Perempuan Pembinaan Anak Terlantar Pembinaan Eks Penyandang Penyakit Sosial (eks Narapidana, PSK, Narkoba dan Penyakit Sosial lainnya) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Peningkatan Peran Serta Kepemudaan - Penyuluhan Pencegahan Penggunaan Narkoba di Kalangan Generasi Muda Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pembinaan Panti Asuhan/Panti Jompo Peningkatan Peran Perempuan di Perdesaan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Perbaikan Gizi Masyarakat Pengembangan Bahan Informasi tentang Pengasuhan dan Pembinaan Tumbuh Kembang Anak Wajib Belajar Dua Belas Tahun Pembinaan Seni, Bakat, Kreativitas dan Prestasi Siswa Balai Penyantunan Anak dan Remaja TOTAL
Sumber: Diolah dari Data APBD Realisasi Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara, 2008-2009

Anggaran (Juta Rp) 2008 2009 1.196 322 205 40 95 165 608 707 347 1.188 68 968 705 111 113 359 115 1.111 449 210

373 322 3.262 13.746 45 455 1.730 1.727 1.345 83 811 40 111 373

334 111

5.896 4.386

231 1.214 213 651 740 47 319 44 94 1.333 2.350 200 19.309

29.213

55
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 4 Belanja Daerah

4.5 Kesimpulan dan Rekomendasi


Belanja pegawai masih sangat mendominasi. Oleh karena itu, ke depan perlu dilakukan: (1) pengurangan jumlah pegawai secara alami yaitu melakukan penerimaan pegawai dengan jumlah yang lebih kecil dari jumlah pegawai yang pension; (2) melakukan penerimaan pegawai yang berkualitas serta pelatihan yang sesuai untuk meningkatkan produktivitas pegawai; dan (3) melakukan realokasi pegawai dari bidang yang kelebihan pegawai ke bagian yang kekurangan untuk mencegah penerimaan pegawai yang tidak diperlukan. Belanja pemerintah daerah yang dialokasikan untuk sektor-sektor unggulan Sulawesi Utara sangat kecil. Sektor pertanian hanya dialokasikan dana sekitar 3 persen, pariwisata sekitar 0,5 persen, serta perikanan dan kelautan sekitar 1 persen. Oleh sebab itu, perlu dilakukan program-program yang tepat dan efisien, termasuk pembangunan ketrampilan dan etos kerja pekerja di sektor-sektor tersebut, yang dibiayai secara memadai agar sektor-sektor unggulan tersebut dapat mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat. Selain itu, perlu ada upaya mengarahkan tren belanja pada keseimbangan antara belanja pegawai dan belanja infrastruktur. Belanja kesehatan yang hanya 8 persen perlu lebih ditingkatkan seiring meningkatnya biaya kesehatan dan relatif tingginya angka kemiskinan dan pengangguran. Anggaran responsif gender di Sulawesi Utara juga masih sangat kecil. Perlu ada peningkatan alokasi belanja yang dapat membantu pengembangan perdayaan perempuan dalam pembangunan ekonomi Sulawesi Utara.Perlu diperluas akses perempuan dalam sektor-sektor ekonomi sehingga dapat meningkatkan derajat kehidupan kaum perempuan. Alokasi anggaran untuk pemberdayaan perempuan dan anak dapat dilakukan sesuai kebutuhan. Perlu disediakan anggaran yang cukup untuk pembiayaan korban traficking, perkosaan, kehamilan yang tidak di inginkan, anak-anak terlantar termasuk pendampingan (bantuan) hukum. Perlu adanya alokasi belanja yang lebih baik untuk kesejahteraan kaum Lansia.

56
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5

Analisis Sektor Strategis

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

5.1 Sektor Kesehatan


Provinsi Sulawesi Utara mentargetkan untuk menyelesaikan sejumlah masalah kesehatan seperti yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi SULAWESI UTARA 2005-2010 Permasalahan tersebut diantaranya: besarnya disparitas status kesehatan antara kelompok masyarakat, rendahnya jumlah, kualitas, pemanfaatan, keterjangkauan sarana, prasarana kesehatan, pelayanan kesehatan kepada kelompok masyarakat miskin/terpencil, terbatasnya jumlah sumber daya tenaga kesehatan, distribusi tidak merata, perilaku masyarakat untuk menumbuhkan budaya hidup bersih/sehat berdasarkan sumberdaya lokal, kondisi sanitasi lingkungan pemukiman dan lingkungan kerja

5.1.1 Analisis Belanja Sektor Kesehatan


Ketergantungan belanja kesehatan Provinsi Sulawesi Utara terhadap transfer pusat semakin berkurang. Belanja kesehatan Provinsi Sulawesi Utara mengalami peningkatan, tahun 2005 sebesar Rp. 203 miliar meningkat lebih dua kali lipat menjadi Rp. 426 miliar pada Tahun 2009. Dibanding tahun 2005, porsi belanja kesehatan yang bersumber dari APBD meningkat pesat yaitu sebanyak 90 persen dari keseluruhan belanja kesehatan. Belanja kesehatan Sulawesi Utara terlihat fluktuatif. Peningkatan cukup tinggi terjadi di tahun 2006, yaitu 60 persen dari tahun sebelumnya. Tetapi besaran belanja kesehatan menurun selama 3 tahun sebelum meningkat kembali di tahun 2009. Gambar 5.1 Belanja kesehatan Sulawesi Utara cenderung meningkat, ketergantungan terhadap transfer pusat juga berkurang.

Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi

Sebagian besar peningkatan belanja kesehatan disebabkan meningkatnya belanja pegawai dan belanja modal. Gambar 5.2 menunjukkan secara nominal belanja pegawai meningkat dari Rp. 99 miliar menjadi 203 miliar pada tahun 2009. Meski demikian, proporsinya dibanding 5 tahun sebelumnya relatif tetap (48 persen). Peningkatan signifikan terjadi pada belanja modal yaitu dari Rp. 26 miliar menjadi Rp. 175 miliar, yang sebelumnya hanya 13 persen menjadi 41 persen dari porsi belanja kesehatan.

58
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

RP. Miliar

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

Gambar 5.2 Jumlah dan komposisi belanja modal meningkat pesat.

Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi

Mayoritas belanja kesehatan tingkat provinsi dialokasikan untuk belanja pegawai, sementara di tingkat kabupaten porsi belanja pegawai dan belanja modal berimbang. Hampir 70 persen belanja provinsi dibelanjakan untuk pegawai sementara alokasi belanja barang dan jasa, dan modal masing-masing hanya 19 persen dan 12 persen. Jika dibandingkan dengan daerah studi PEA lain yang baru saja dilakukan, yaitu Provinsi Maluku, komposisi belanja kesehatan provinsinya lebih berimbang, di mana mayoritas dikeluarkan untuk belanja barang dan jasa (44 persen). Di tingkat kabupaten, belanja modal dan belanja pegawai berimbang. Ini disebabkan kabupaten memang memiliki tanggung jawab lebih dalam menyediakan fasilitas infrastruktur kesehatan dibanding provinsi. Komposisi serupa juga bisa ditemui pada kasus studi PEA Maluku di mana belanja modal memiliki porsi cukup tinggi (36 persen). Gambar 5.3 Mayoritas belanja provinsi dialokasikan untuk pegawai, sementara di kabupaten untuk belanja modal.
Lingkar luar: Provinsi Lingkar Dalam: Kabupaten/kota

RP. Miliar

12%

Pegawai 19% 45% 45% Barang dan Jasa Modal

69% 10%

Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi

59
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

5.1.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Kesehatan


Kualitas kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara lebih baik dari provinsi lain di Sulawesi dan rata-rata nasional. Angka kelahiran yang dibantu tenaga medis di Sulawesi menunjukkan ketimpangan yang tinggi. Tujuh puluh enam persen kelahiran di Sulawesi Utara ditangani oleh tenaga medis profesional, sementara yang terendah yaitu di Sulawesi Barat hanya tercakup 29 persen. Bagi Sulawesi Utara, angka ini masih lebih tinggi dari Sulsel dan rata-rata nasional. Cakupan imunisasi di Sulawesi Utara juga yang tertinggi bila dibandingkan dengan Sulawesi dan rata-rata nasional. Tabel 5.1 Capaian indikator kesehatan dasar di Sulawesi
Wilayah Sulawesi Utara Sulteng Sulawesi Selatan Sultra Gorontalo Sulbar Indonesia Cakupan imunisasi bayi (%) 79 73 76 77 75 68 77 Kelahiran yang dibantu tenaga medis profesional (%) 76 46 59 36 37 29 65 Morbiditas (%) 36 38 32 36 48 38 34

Akses masyarakat kepada fasilitas kesehatan publik di Sulawesi Utara, merupakan yang terendah di Sulawesi. Terlepas dari tingginya indikator kesehatan Provinsi Sulawesi Utara, ternyata akses kepada fasilitas kesehatan publik cukup rendah. Rata-rata akses tersebut hanya 7 persen untuk Sulawesi Utara atau sama dengan rata-rata nasional, sementara Gorontalo memiliki angka rata-rata tertinggi yaitu sebesar 11 persen. Angka ini dapat pula berarti masyarakat Sulawesi Utara banyak yang memilih fasilitas kesehatan yang disediakan oleh swasta. Jika dilihat dari penggunanya, kelompok masyarakat berpendapatan rendah di Sulawesi Utara memiliki akses yang paling besar kepada fasilitas kesehatan publik. Gambar 5.4 Jumlah masyarakat Sulawesi Utara yang menggunakan fasilitas kesehatan publik merupakan yang terendah di Sulawesi

Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009

60
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

Masyarakat berpendapatan rendah di Sulawesi Utara memilih metode pengobatan modern dibanding metode lainnya. Hal ini dapat dilihat dari porsi masyarakat berpendapatan rendah (kuintil 1 dan kuintil 2) yang memilih menggunakan metode pengobatan modern daripada metode pengobatan tradisional dan metode lainnya (mengobati sendiri). Dari ketiga macam metode pengobatan, 37 persen adalah masyarakat berpendapatan rendah yang memilih pengobatan modern. Sementara yang memilih pengobatan tradisional sebesar 34 persen dan metode pengobatan lainnya 29 persen. Mayoritas masyarakat yang memilih metode pengobatan lainnya justru berasal dari kelompok pendapatan menengah ke atas (kuintil 4 dan kuintil 5) sebesar 51 persen. Gambar 5.5 Proporsi masyarakat berpendapatan rendah yang memilih pengobatan modern lebih besar dari proporsi yang memilih pengobatan lain
100% 21% 80% 21% 60% 23% 40% 18% 16% 0% Tradisional Modern Lainnya 19% 16% 18% 13% 18% 19% Kuintil 2 20% Kuintil 1 25% 28% Kuintil 5 Kuintil 4 Kuintil 3 20% 23%

Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009

5.1.3 Analisis Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara


Kabupaten-kabupaten kepulauan mendominasi belanja kesehatan terbesar di Sulawesi Utara. Kabupaten Sitaro adalah kabupaten dengan belanja kesehatan per kapita terbesar yaitu Rp. 392 ribu diikuti Kabupaten Sangihe, akan tetapi Kabupaten Sangihe memiliki porsi belanja kesehatan terbesar dengan 11,5 persen. Kota Manado, Kab Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) dan Bolaang Mongondow Timur (Boltim) adalah kabupaten/kota dengan belanja kesehatan per kapita terendah di Sulawesi Utara Kabupaten-kabupaten dengan belanja kesehatan tertinggi sebaliknya memiliki angka keluhan kesehatan (morbidity) yang terendah. Kabupaten-kabupaten kepulauan seperti Sangihe, Talaud, dan Sitaro yang belanja kesehatan per kapitanya tertinggi, memiliki keluhan kesehatan yang terendah di Provinsi Sulawesi Utara. Akses ke fasilitas kesehatan di Kabupaten Sangihe juga termasuk yang tertinggi (8 persen). Data Dinas Kesehatan tahun 2009, menyebutkan jumlah kematian ibu di propinsi Sulawesi Utara tertinggi di Kabupaten Bolmong dgn jumlah 16 kasus/1000 kelahiran hidup dan pada beberapa kab/kota dibawah 5 kasus/1000 kelahiran hidup.

61
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

Gambar 5.6 Kabupaten kepulauan memiliki belanja kesehatan per kapita terbesar

Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi

Kabupaten hasil pemekaran cenderung memiliki belanja kesehatan per kapita yang rendah. Empat kabupaten hasil pemekaran terakhir yaitu kabupaten hasil pemekaran Bolaang Mongondow Bolmut, Bolsel, Boltim dan Minahasa Tenggara (Mitra). Pengecualian terlihat pada Mitra yang justru belanja kesehatannya terbesar keempat di Sulawesi Utara. Kabupaten baru hasil pemekaran cenderung banyak membelanjakan anggarannya untuk administrasi pemerintahan atau belanja modal berbentuk pembangunan gedung atau perkantoran pemerintahan. Gambar 5.7 Kabupaten kepulauan memiliki angka keluhan sakit terendah di Sulawesi Utara

Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009

Ketimpangan dalam ketersediaan tenaga kesehatan di Provinsi Sulawesi Utara masih terlihat, wilayah perkotaan umumnya memiliki ketersediaan yang lebih baik. Hal ini terutama terlihat pada rasio dokter per 10.000 penduduk yang ketimpangannya lebih tinggi daripada rasio bidan per 10.000 penduduk. Rasio dokter tertinggi dapat ditemui di Kota Manado (13,5) dan Kota Tomohon (7,8). Tomohon juga memiliki rasio

62
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

bidan yang cukup tinggi di Sulawesi Utara, yaitu 9,9 per 10.000 penduduk. Kabupaten Kepulauan Talaud menunjukkan performa penyediaan bidan yang terbaik di Sulawesi Utara (10,7 per 10.000 penduduk), sementara rasio dokternya adalah tertinggi keempat (4,4 per 10.000 penduduk). Hal ini melanjutkan kinerja baik dari Talaud yang memiliki belanja kesehatan per kapita tertinggi ketiga dan angka keluhan kesehatan terendah kedua di Provinsi Sulawesi Utara. Tetapi ketersediaan tenaga kesehatan tidak berbanding lurus dengan tingkat akses masyarakat ke kesehatan gratis. Kota Manado dan Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) memiliki tingkat akses ke kesehatan gratis tertinggi (18 persen), meskipun Kabupaten Bolmong memiliki rasio dokter yang terendah di Sulawesi Utara. Akses kepada kesehatan gratis lebih banyak dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas seperti Puskesmas dan Posyandu, di mana Kabupaten Bolmong merupakan kabupaten dengan jumlah Puskesmas (21 unit) dan Posyandu (251 unit) terbanyak di Sulawesi Utara. Gambar 5.8 Akses ke fasilitas kesehatan gratis dan rasio tenaga kesehatan tidak menunjukkan pola yang serupa

Sumber: Estimasi Bank Dunia dan tim PEA Sulawesi Utara dari Podes 2008

Cakupan imunisasi di Provinsi Sulawesi Utara relatif merata, sementara kelahiran yang dibantu tenaga medis professional menunjukkan ketimpangan. Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) memiliki tingkat kelahiran yang dibantu tenaga medis yang terkecil (33 persen). Dari Gambar 5.7 Dan 5.8 di atas dapat dilihat bahwa Kabupaten Bolmut juga memiliki angka morbiditas tertinggi, sementara rasio tenaga kesehatan dan akses ke fasilitas kesehatan gratisnya termasuk yang terendah di Provinsi Sulawesi Utara. Hubungan antara output (rasio dokter dan bidan per 10.000 penduduk) dengan capaian (cakupan imunisasi dan kelahiran dibantu tenaga medis) beragam. Untuk daerah perkotaan output dan capaian relatif merata, tetapi di kabupaten yang lebih luas wilayahnya terutama kabupaten kepulauan, capaian sektor kesehatan beragam. Kabupaten Sitaro memiliki rasio bidan yang tinggi, dan rasio dokter yang sangat rendah, sehingga cakupan imunisasi di Sitaro termasuk yang terendah tetapi kelahiran dibantu tenaga medisnya lebih baik. Sementara di Talaud, walaupun rasio bidannya tertinggi, kelahiran dibantu tenaga medisnya termasuk yang terendah di Sulawesi Utara. Hal ini disebabkan distribusi dan akses tenaga kesehatan di kabupaten kepulauan masih banyak terkendala transportasi dan lokasi geografis.

63
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

Gambar 5.9 Cakupan kelahiran yang dibantu tenaga medis di wilayah perkotaan lebih baik

Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009

5.1.4 Respon Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan


Tim peneliti PEA Sulawesi Utara melakukan survey untuk mendapatkan gambaran persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik di sejumlah sektor. Survey ini dilakukan dengan mewawancarai responden dari seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Utara.
Untuk mengevaluasi respon pelayanan publik pada bidang kesehatan, terdapat 8 (Delapan) indikator pelayanan kesehatan, yaitu: kemudahan dan kepastian mendapatkan pelayanan, terdapat prosedur tetap, kewajaran biaya pengobatan, kehandalan penyedia layanan, kelengkapan dan kebersihan peralatan/ruangan, penggunaan fasilitas kesehatan, pelayaan kepada pasien, dan penilaian mengenai realisasi program pemerintah.

Dari delapan indikator persepsi yang ditanyakan kepada masyarakat, indikator Prosedur Pelayanan mendapat persepsi terbaik. Sementara masyarakat menilai kelengkapan dan kebersihan alat dan ruangan kesehatan sebagai hal yang masih kurang dari pelayanan kesehatan. Gambar 5.10 Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan kesehatan pemerintah

100 80 60 40 20 0

Sumber: Database PEA Sulawesi Utara, Universitas Sam Ratulangi

64
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

5.1.5 Kesimpulan dan Rekomendasi


Indikator kesehatan di Sulawesi Utara secara umum lebih baik dari propinsi tetangganya di Sulawesi dan rata-rata nasional. Yang masih perlu diperhatikan adalah distribusi di antara kabupaten/kota. Oleh karena itu Kabupaten perlu memiliki tenaga kesehatan yang memadai dilengkapi dengan akses untuk menjangkau penduduk. Proporsi belanja kesehatan terhadap total Belanja (Provinsi maupun Kabupaten/Kota) mayoritas masih di bawah 10 persen. Belanja kesehatan di tingkat Provinsi sebagian besar dialokasikan untuk belanja pegawai. Pada level kabupaten/kota didominasi oleh belanja pegawai dan belanja modal dengan porsi yang seimbang (49 persen). Belanja kesehatan per kapita di kabupaten kepulauan lebih tinggi dengan daerah lain di Provinsi Sulawesi Utara. Proporsi belanja kesehatan terhadap total Belanja (Provinsi maupun Kabupaten/Kota) masih perlu ditingkatkan. Hal ini penting untuk meningkatkan alokasi belanja pemerintah daerah pada masyarakat. Hubungan antara output (rasio dokter dan bidan per 10.000 penduduk) dengan capaian (cakupan imunisasi dan kelahiran dibantu tenaga medis) beragam. Untuk daerah perkotaan output dan capaian relatif merata, tetapi di kabupaten yang lebih luas wilayahnya terutama kabupaten kepulauan, capaian sektor kesehatan beragam. Untuk kabupaten kepulauan, akses terhadap tenaga kesehatan seringkali terkendala faktor transportasi dan geografi. Kabupaten kepulauan perlu mendapat perhatian khusus dalam hal akses dan mobilitas tenaga kesehatan. Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap pelayanan kesehatan relatif baik, tetapi penyedia jasa kesehatan perlu meningkatkan standar kebersihan alat dan fasilitasnya.

5.2 Sektor Pendidikan


Pemerintah Sulawesi Utara menjamin semua anak mempunyai akses yang sama mendapatkan pendidikan berkualitas. Rencana strategis Dinas Pendidikan Nasional Sulawesi Utara Tahun 20052010 disusun sebagai pedoman dalam rangka mempercepat pencapaian sasaran pembangunan yaitu: pemerataan dan perluasan pendidikan yang bermutu agar dapat menjamin bahwa menjelang Tahun 2015 semua anak, termasuk anak perempuan, anak kurang beruntung dan minoritas etnik, mempunyai akses yang sama dan dapat menyelesaikan pendidikan dasar yang bebas dan wajib dengan berkualitas yang baik (Kerangka Aksi Dasar Pendidikan Untuk Semua).

5.2.1 Belanja Pendidikan


Belanja Pendidikan di Sulawesi Utara berkisar di atas 20 persen tiap tahunnya, meningkat lebih dari dua kali lipat dalam 5 tahun. Tidak seperti halnya figur belanja kesehatan yang fluktuatif, belanja pendidikan cenderung meningkat stabil. Pertumbuhan tertinggi terjadi di tahun 2007, meningkat 40 persen dari tahun sebelumnya. Porsi belanja pendidikan yang bersumber dari transfer pusat cenderung meningkat. Hal ini terlihat dari meningkatnya dana dekonsentrasi yang diperuntukkan untuk pendidikan yang meningkat hampir 4 kali lipat dari Rp. 128 miliar di tahun 2005 sampai Rp. 431 miliar di tahun 2009. Porsi belanja pendidikan yang bersumber dari APBD semakin berkurang dari 85 persen menjadi 78 persen di tahun 2009. Pendidikan dasar dan menengah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, sementara pendidikan tinggi menjadi tanggung jawab pemerintah pusat lewat dana dekonsentrasi. Meningkatnya dana dekonsentrasi dapat diartikan semakin tinggi pula peran pemerintah pusat dalam menyediakan pelayanan pendidikan tinggi di Sulawesi Utara.

65
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

Gambar 5.11 Belanja pendidikan Sulawesi Utara secara stabil meningkat dengan proporsi di atas 20 persen dari total belanja

Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi

Belanja pegawai di sektor pendidikan sangat tinggi. Selama periode tahun 2005-2009 komponen belanja pegawai mengalami peningkatan hampir 2 kali lipat dari Rp. 657 miliar menjadi Rp 1,2 triliun. Proporsi belanja pegawai memang mengalami penurunan dari 88 persen pada tahun 2005 menjadi 77 persen di tahun 2009. Meski demikian, angka ini masih terbilang tinggi. Sebagai pembanding, studi analisis belanja publik di Maluku menunjukkan bahwa proporsi belanja pegawai di Maluku pada tahun 2009 adalah 69 persen. Penurunan di belanja pegawai diimbangi dengan kenaikan proporsi belanja modal. Kenaikannya secara proporsi sangat besar, yaitu dari hanya 3 persen menjadi 17 persen. Gambar 5.12 Belanja pegawai sektor pendidikan di Sulawesi Utara sangat tinggi

Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi

66
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

Pemerintah provinsi mengalokasikan belanja pendidikan paling besar pada komponen barang dan jasa, sedangkan kabupaten/kota pada belanja pengawai. Besarnya komponen belanja pegawai dikarenakan untuk membayar gaji guru SD dan SMP di masing-masing kabupaten/kota. Terdapat perbedaan mencolok belanja barang dan jasa antara pemerintah provinsi dengan gabungan kabupaten/ kota. Pemerintah provinsi mengalokasikan sebesar 59 persen sebaliknya gabungan kabupaten/kota hanya sebesar 5 persen. Perbedaan lainnya pada alokasi belanja pengawai, dimana pemerintah Provinsi mengalokasikan sebesar 37 persen sebaliknya gabungan Kabupaten/Kota sebesar 78 persen. Hasil studi PEA di provinsi lain menunjukkan pola serupa seperti di Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Gorontalo. Gambar 5.13 Pembagian peran antara provinsi dan kabupaten/kota dalam urusan pendidikan tercermin dari komposisi belanjanya

Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi

5.2.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Pendidikan


Provinsi Sulawesi Utara memiliki capaian pendidikan yang sangat baik di Indonesia. Tingkat melek huruf di Sulawesi Utara umumnya selalu yang terbaik di Indonesia. Jika dibandingkan dengan provinsi tetangganya di Sulawesi dan rata-rata nasional, terlihat bahwa angka melek huruf Sulawesi Utara jauh lebih baik. Provinsi-provinsi lain yang biasanya memiliki tingkat melek huruf tinggi di Indonesia antara lain Maluku dan DKI Jakarta, yang pada tahun 2009 masing-masing memiliki angka melek huruf sebesar 97,4 dan 98,9. Angka melek huruf di Sulawesi Utara pun lebih merata antar kelompok umur. Gambar 5.15 menunjukkan bahwa relatif tidak banyak perbedaan antara kelompok usia produktif (15-60 tahun) dan usia non produktif (60 tahun ke atas). Lazimnya, tingkat melek huruf yang lebih rendah akan dijumpai pada tingkat usia 60 tahun ke atas, seperti pada Provinsi Sulawesi Selatan (55,6 persen) dan Sulawesi Barat (58,6 persen). Provinsi Sulsel juga memiliki ketimpangan angka melek huruf terbesar di Sulawesi.

67
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

Gambar 5.14 Perkembangan angka melek huruf di Sulawesi 2003-2009

Sumber: Estimasi Bank Dunia dan tim PEA Sulawesi Utara dari Susenas 2009

Gambar 5.15 Angka melek huruf berdasarkan kelompok umur di Sulawesi

Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009

Angka partisipasi murni untuk setiap tingkat pendidikan di Sulawesi Utara adalah yang tertinggi bila dibandingkan dengan rata-rata nasional dan provinsi lain di Sulawesi. Untuk tingkat pendidikan dasar, APM di Sulawesi cukup merata, namun di tingkat pendidikan menengah, Sulawesi Utara memiliki APM yang tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan di Sulawesi Utara lebih merata di tiap jenjang. Jarak antara APM SD (97,9 persen) dan APM SMP (87,2 persen) tidak terlampau jauh, dapat dikatakan bahwa upaya pemerintah Sulawesi Utara menerapkan wajib belajar 9 tahun sudah mendekati targetnya.

68
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

Gambar 5.16 Angka partisipasi murni setiap jenjang pendidikan di Sulawesi Utara

Sumber: Estimasi Bank Dunia dan tim PEA Sulawesi Utara dari Susenas 2009

Perempuan di Sulawesi Utara memiliki pendidikan yang lebih baik jika dibandingkan dengan perempuan di provinsi tetangganya. Di Sulawesi Utara tidak terlihat ketimpangan angka melek huruf di antara kelompok umur. Selain itu APM untuk seluruh tingkat pendidikan Di Sulawesi Utara juga merupakan yang tertinggi di Sulawesi. Gambar 5.17 Angka melek huruf perempuan untuk berbagai kelompok umur di Sulawesi

Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009

69
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

Gambar 5.18 Angka partisipasi murni perempuan di Sulawesi

Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009

5.2.3 Analisa kabupaten/kota di Sulawesi Utara


Seperti halnya belanja kesehatan, alokasi belanja pendidikan per kapita di kabupaten kepulauan juga mendominasi di Sulawesi Utara. Pola yang sama juga dapat terlihat pada kabupaten dengan belanja terendah yaitu Bolmut, Bolsel, dan Boltim. Ketiga kabupaten tersebut merupakan kabupaten baru yang mekar pada tahun 2008. Dengan pengecualian kabupaten Mitra, kabupaten hasil pemekaran dari Bolmong memiliki belanja pendidikan dan kesehatan yang rendah. Proporsi belanja pendidikan kabupaten/kota di Sulawesi Utara termasuk tinggi. Mayoritas belanja pendidikan di Sulawesi Utara pada tahun 2009 mengambil proporsi di atas 30 persen dari total belanja. Kabupaten Minahasa memiliki proporsi tertinggi dengan 45 persen. Sementara proporsi terendah ditemui di Kabupaten Bolmut. Kabupaten baru biasanya mengalokasikan belanja untuk pembangunan fisik fasilitas perkantoran pemerintahan, sehingga memiliki alokasi belanja untuk kebutuhan dasar yang lebih rendah. Gambar 5.19 Seperti halnya belanja kesehatan, belanja pendidikan di Sulawesi Utara didominasi oleh kabupaten kepulauan

Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi

70
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

Jika dibandingkan dengan belanja di provinsi lain, proporsi belanja pendidikan di kabupaten/kota di Sulawesi Utara terbilang tinggi. Sebagai contoh Provinsi Maluku yang memiliki indikator pendidikan sangat baik di Indonesia. Belanja pendidikan di Maluku mencapai 40 persen di Kota Ambon dan 38 persen di Kabupaten Maluku Tengah. Sementara mayoritas justru berada di bawah 20 persen. Ini menunjukkan bahwa peningkatan capaian pendidikan di Sulawesi Utara lebih merata daripada di Maluku yang lebih didorong oleh indikator Kota Ambon. Capaian yang merata tersebut dapat dilihat pada tabel 5.2, yang menunjukkan tingkat melek huruf pada berbagai kelompok usia. Perbedaan yang relatif kecil baru terlihat pada kelompok usia di atas 60 tahun, hal ini dapat dimaklumi karena generasi terdahulu belum tentu memiliki akses pendidikan seperti saat ini. Tabel 5.2 Tingkat melek huruf di kabupaten/kota di Sulawesi Utara dari berbagai kelompok umur
Usia 15-29 tahun Laki-laki Bolmong Minahasa Sangihe Talaud Minsel Minut Bolmut Sitaro Mitra Manado Bitung Tomohon Kotamobagu 99,4% 100,0% 100,0% 100,0% 99,6% 100,0% 98,3% 100,0% 100,0% 100,0% 99,5% 99,0% 98,7% Perempuan 99,6% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 99,8% 100,0% 30-44 tahun Laki-laki 99,3% 99,5% 99,7% 99,3% 99,7% 100,0% 99,0% 100,0% 100,0% 100,0% 99,9% 99,2% 100,0% Perempuan 99,3% 99,7% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 98,5% 100,0% 99,5% 99,6% 98,1% 99,3% 99,6% 45-59 tahun Laki-laki 99,6% 100,0% 98,7% 98,5% 99,1% 100,0% 98,1% 100,0% 98,7% 99,0% 100,0% 99,4% 100,0% Perempuan 97,2% 100,0% 98,4% 98,3% 99,5% 100,0% 95,4% 99,4% 100,0% 99,5% 99,9% 99,5% 99,5% 60 tahun ke atas Laki-laki 93,9% 100,0% 93,8% 99,0% 97,3% 97,6% 93,8% 96,5% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% Perempuan 82,9% 97,9% 90,9% 98,4% 97,6% 95,8% 91,2% 95,3% 98,4% 96,7% 97,6% 99,1% 98,6%

Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009

Angka partisipasi sekolah untuk tingkat pendidikan dasar di Sulawesi Utara sudah merata, walaupun masih ada kesenjangan untuk pendidikan menengah atas. Kepulauan Talaud merupakan kabupaten dengan angka partisipasi murni tingkat SMA yang tertinggi di Sulawesi Utara (67,5 persen) diikuti Kota Tomohon (64,7 persen). Angka ini juga mendukung komitmen Talaud di pendidikan yang terlihat dari alokasi anggarannya. Perbedaan APM SD dengan APM SMP di Talaud juga termasuk yang terkecil di Sulawesi Utara, menunjukkan bahwa pendidikan wajib 9 tahun relatif dapat dipenuhi. Gambar 5.20 Angka partisipasi murni kabupaten/kota di Sulawesi Utara

Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009

71
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

5.2.4 Respon Masyarakat Terhadap Pelayanan Pendidikan


Tim peneliti PEA Sulawesi Utara melakukan survey untuk mendapatkan gambaran persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik di sejumlah sektor. Survey ini dilakukan dengan mewawancarai responden dari seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Utara.
Untuk mengevaluasi respon pelayanan publik pada bidang pendidikan yang diberikan Pemerintah Kabupaten/Kota di SULAWESI UTARA, terdapat 7 (Tujuh) indikator pelayanan pendidikan, yaitu: kemudahan mendaftar, terdapat prosedur tetap, kewajaran biaya, pendidikan bebas pungutan, keterlibatan orang tua, pengelolaan BOS, dan penyelenggaraan pendidikan.

Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap pelayanan pendidikan relatif baik. Dari hasil survey, diketahui bahwa masyarakat Sulawesi Utara relatif puas dengan pendidikan bebas pungutan yang diprogramkan pemerintah. Masyarakat Sulawesi Utara juga berpendapat bahwa keterlibatan orang tua murid dan prosedur pelayanan pendidikan relatif baik. Gambar 5.21 Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan pendidikan di Sulawesi Utara

Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi

5.2.5 Kesimpulan dan Rekomendasi


Kualitas capaian pendidikan di Sulawesi Utara merupakan yang tertinggi di Indonesia, seperti yang ditunjukkan oleh indikator-indikator pendidikan seperti angka partisipasi murni sekolah dan tingkat melek huruf. Capaian indikator pendidikan tersebut juga tersebar relatif merata di tiap kabupaten/kota di Sulawesi Utara, tidak hanya terfokus di wilayah perkotaan atau ibukota provinsi saja. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan atau lulusan sehingga mendukung penciptaan lapangan kerja dan mengurangi angka pengangguran. Ketimpangan indikator pendidikan di Sulawesi Utara relatif kecil, baik antar kabupaten/kota, dari kelompok usia, maupun jenis kelamin. Pemerataan akses pendidikan di kabupaten kepulauan dalam hal mobilisasi murid dan guru masih perlu diperhatikan. Belanja sektor pendidikan di Sulawesi Utara meningkat lebih dari dua kali lipat dalam lima tahun, dan porsinya rata-rata selalu berada di atas 20 persen. Meski demikian, kenaikan itu juga diikuti oleh kenaikan belanja pegawai yang juga mencapai dua kali lipat. Di tingkat kabupaten kota, porsi belanja pendidikan hampir seluruhnya di atas 20 persen, bahkan di 2 kabupaten mencapai 40 persen. Proporsi

72
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

belanja pegawai di sektor pendidikan masih perlu diturunkan. Proporsi belanja pegawai ini termasuk tinggi bila dibandingkan dengan belanja pegawai sektor pendidikan di beberapa daerah studi PEA. Ketergantungan Sulawesi Utara terhadap belanja pendidikan dari pusat semakin meningkat, ini ditunjukkan dari meningkatnya dana dekonsentrasi sektor pendidikan setiap tahun. Meningkatnya dana dekonsentrasi pendidikan berarti semakin kuat pula peran pemerintah pusat dalam penyediaan pendidikan tinggi di Sulawesi Utara. Rekomendasi lainnya adalah perguruan tinggi di Sulawesi Utara harus meningkatkan kualitas dan kemandirian sehingga mengurangi pada transfer dari pusat, misalnya melalui output akademik berupa penelitian atau pelatihan.

5.3 Sektor Infrastruktur


Keberadaan Provinsi Sulawesi Utara yang strategis di bibir pasifik semestinya dapat dimanfaatkan untuk mendorong perannya dalam perdagangan dan arus lintas barang dan jasa. Salah satu syarat mutlak tercapainya tujuan tersebut adalah penyediaan infrastruktur yang berkualitas.

5.3.1 Belanja Infrastruktur


Terjadi peningkatan belanja infrastruktur sebanyak empat kali lipat antara 2005 hingga 2009. Peningkatan yang cukup signifikan terlihat pada belanja kabupaten/kota pada tahun 2006 dan 2009, yang disebabkan munculnya kabupaten-kabupaten baru pada kedua tahun tersebut. Hal itu juga mendorong peningkatan proporsi belanja infrastruktur di Sulawesi Utara dari 6 persen pada tahun 2005 menjadi 19 persen. Namun perlu dicermati jika peningkatan ini disebabkan oleh kemunculan kabupaten baru, maka belanja infrastruktur yang tinggi kemungkinan banyak terserap di pembangunan fasilitas pemerintahan. Seiring meningkatnya belanja tingkat kabupaten/kota, ketergantungan pada transfer pusat pun menurun. Separuh dari belanja infrastruktur pada tahun 2005 merupakan transfer pusat lewat dana dekonsentrasi. Angka tersebut berkurang drastis pada tahun-tahun berikutnya hingga menjadi hanya 14 persen di tahun 2009. Gambar 5.22 Belanja infrastruktur di Sulawesi Utara meningkat empat kali lipat selama 5 tahun, terutama didorong belanja kabupaten/kota

Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi

73
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

Komposisi belanja pegawai di sektor infrastruktur semakin menurun. Di level provinsi, proporsi belanja pegawai turun dari 42 persen menjadi 22 persen, sementara di kabupaten proporsinya turun dari 21 persen menjadi hanya 7 persen. Di sisi lain kenaikan proporsi belanja modal sangat besar terutama setelah tahun 2007 Gambar 5.23 Komposisi belanja pegawai di tingkat provinsi dan kabupaten/kota menurun

Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi

5.3.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Infrastruktur


Secara umum akses kepada infrastruktur dasar di Sulawesi Utara adalah yang terbaik di Sulawesi. Berdasarkan Susenas 2009 terlihat bahwa cakupan tiga indikator infrastruktur dasar di Sulawesi Utara lebih tinggi dari provinsi lain di Sulawesi. Dua provinsi terakhir yang terbentuk di Sulawesi memiliki tingkat akses ke sanitasi dan akses air bersih yang lebih kecil. Hal ini bisa disebabkan provinsi-provinsi baru tersebut merupakan daerah yang dahulunya relatif tertinggal. Sementara penyediaan listrik masih lebih banyak didominasi oleh kewenangan pusat. Gambar 5.24 Capaian indikator infrastruktur dasar di Sulawesi

Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009

74
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

Masih ada ketimpangan antar kelompok pendapatan dalam mengakses infrastruktur dasar di Sulawesi dan Sulawesi Utara. Dari seperlima penduduk berpendapatan terendah di Sulawesi Utara, baru 18 persen di antaranya yang memiliki akses ke air bersih dan 51 persen yang memiliki akses ke sanitasi layak. Kecuali seperlima penduduk termakmur, akses air bersih di kelompok pendapatan lain tidak mencapai 50 persen, ini berarti terlepas dari tingkat kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Utara, separuhnya tidak memiliki akses ke air bersih yang layak. Pada seperlima penduduk termakmur, 76 persen di antaranya memiliki akses ke air bersih dan hampir seluruhnya (99 persen) memiliki akses ke sanitasi. Ketimpangan juga tertlihat di provinsi lain. Untuk akses ke sanitasi, Sulawesi Utara tidak memiliki ketimpangan sebesar Gorontalo misalnya. Hanya 20 persen dari penduduk berpendapatan terendah di Gorontalo yang memiliki akses ke sanitasi, dibandingkan dengan 90 persen dari masyarakat berpendapatan tertinggi. Untuk akses ke air bersih, Gorontalo dan Sulbar terlihat memiliki ketimpangan yang lebih besar. Dari 80 persen penduduk di Sulbar cakupan akses air bersihnya tidak sampai 30 persen, sementara dari 20 persen masyarakat berpendapatan tinggi 68 persen memiliki akses air bersih. Ketimpangan seperti ini perlu mendapat perhatian Pemprov Sulawesi Utara, terutama dalam penyediaan dan pengawasan kualitas air bersih. Gambar 5.25 Perbandingan akses air bersih dan sanitas di Sulawesi berdasarkan kelompok pendapatan

Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009

Di sektor transportasi, terjadi peningkatan pada penggunaan moda angkutan udara baik untuk pergerakan manusia maupun barang. Data BPS Provinsi Sulawesi Utara tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah penumpang maupun barang yang keluar masuk lewat Bandar Udara Sam Ratulangi meningkat. Dalam waktu lima tahun jumlah penumpang meningkat 22 persen, jumlah total kargo yang dilayani meningkat 27 persen, dan jumlah pengiriman lewat pos udara meningkat lebih dari 2 kali lipat (122 persen). Tabel 5.3 Jumlah penumpang dan barang yang melewati Bandar Udara Sam Ratulangi meningkat
2004 Penumpang (jiwa) Bagasi (Kg) Kargo (Kg) Pos (Kg) 1.042.002 14.278.850 8.687.025 214.333 2005 802.371 13.720.566 7.911.961 160.928 2006 1.139.334 14.898.766 9.553.703 170.478 2007 1.132.657 14.758.286 9.866.495 229.292 2008 1.275.405 16.016.042 11.004.635 475.136

Sumber: Sulawesi Utara Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik

75
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

Penumpang yang menggunakan transportasi laut berkurang, tetapi arus barang tetap meningkat. Mobilitas manusia di Sulawesi Utara diukur dari dua pelabuhan utama yaitu Pelabuhan Bitung dan Pelabuhan Manado, sementara arus barang diukur dari pelabuhan utama barang yaitu Pelabuhan Bitung. Selama kurun waktu 15 tahun, secara umum pengguna jasa kapal menurun dari total 524 ribu penumpang menjadi 491 ribu penumpang. Walalaupun pada akhir 1990-an dan awal 2000-an terlihat tren peningkatan jumlah penumpang, tetapi peningkatan jasa angkutan udara relatif membuat jumlah penumpang angkutan laut berfluktuatif dan cenderung menurun. Tidak demikian halnya dengan arus barang, meskipun arus barang yang keluar dari Sulawesi Utara cenderung menurun sejak tahun 2005, terjadi peningkatan yang besar pada arus barang yang masuk ke Sulawesi Utara. Dalam 15 tahun, total arus barang yang dilayani Pelabuhan Bitung meningkat hampir 2 kali lipat. Jika tren ini terus berlangsung, Pemerintah Sulawesi Utara perlu mempertimbangkan kapasitas dan kualitas layanan pelabuhan serta infrastruktur pendukung seperti jalan raya. Gambar 5.26 Arus barang di pelabuhan utama Sulawesi Utara meningkat sementara arus penumpang cenderung fluktuatif

Sumber: Sulawesi Utara Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik

Pelayaran di kabupaten kepulauan masih bergantung pada layanan kapal perintis. Undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran menyebutkan bahwa Pelayaran- Perintis adalah pelayanan angkutan di perairan pada trayek-trayek yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk melayani daerah atau wilayah yang belum atau tidak terlayani oleh angkutan perairan karena belum memberikan manfaat komersial. Kabupaten kepulauan seperti Sangihe dan Talaud masih sangat bergantung pada layanan pelayaran perintis yang hingga 2008 hanya memiliki 3 unit. Dalam UU Pelayaran juga disebutkan bahwa

76
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

wewenang dan pembiayaan operasional kapal perintis dapat berada pada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah. Kualitas jalan nasional di Sulawesi Utara menurun, sementara jalan provinsi lebih baik. Salah satu infrastruktur dasar pendukung mobilitas barang dan manusia dari pelabuhan laut dan udara adalah jalan raya. Berdasarkan data BPS Sulawesi Utara, terlihat penurunan kualitas jalan nasional yang berkategori mantap sebesar 10 persen. Sementara jalan nasional berstatus kritis meningkat dari 4 persen menjadi 7 persen. Sebaliknya pada jalan provinsi yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, terjadi peningkatan panjang jalan yang berkategori mantap hampir 2 kali lipat. Melihat tren peningkatan arus barang dan manusia di Sulawesi Utara, sudah selayaknya perhatian diberikan pada kualitas jalan sebagai pendukung utama. Tabel 5.4 Terjadi penambahan proporsi jalan berkualitas baik di Sulawesi Utara
Jalan Nasional 2003 Mantap (Km) Tidak Mantap (Km) Kritis (Km) persen Mantap 655,06 116 38,36 81% 2007 893,44 272,95 101 70,5% 2003 408,69 649,77 252,06 31% Jalan Provinsi 2007 511,82 273,7 47,5 61%

Sumber: Sulawesi Utara Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik

5.3.3 Analisa kabupaten/kota di Sulawesi Utara


Umumnya kabupaten/kota yang baru terbentuk memiliki belanja infrastruktur yang lebih besar. Hal ini lazim ditemui di berbagai daerah dikarenakan kabupaten/kota yang baru terbentuk akan membelanjakan anggarannya untuk pembangunan gedung-gedung pemerintahan baru. Di Provinsi Sulawesi Utara hal ini ditunjukkan dari 4 kabupaten/kota dengan belanja infrastruktur terbesar baik secara per kapita maupun persentase terhadap total belanja merupakan kabupaten/kota yang relatif baru terbentuk. Gambar 5.27 Belanja infrastruktur terbesar terdapat di kabupaten yang baru terbentuk

Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi

77
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

Daerah perkotaan di Sulawesi Utara umumnya memiliki akses terhadap air bersih yang tinggi, tetapi beberapa kabupaten masih jauh tertinggal. Kabupaten-kabupaten yang umumnya memiliki tingkat akses yang rendah adalah kabupaten kepulauan dan kabupaten yang baru saja terbentuk. Permasalahan lain adalah kesenjangan antar kelompok pendapatan, meskipun hal tersebut ditemui juga di perkotaan seperti Kota Kotamobagu. Di Kabupaten Bolmut dan Sitaro, dari 20 persen penduduk termakmur sepertiganya memiliki akses ke air bersih. Tetapi dari 80 persen penduduk sisanya, kurang dari 10 persen saja yang memiliki akses air bersih. Dari 40 persen masyarakat berpendapatan terendah, yang memiliki akses ke air bersih rata-rata 28 persen, jauh lebih rendah dari angka rata-rata kota sebesar 63 persen Gambar 5.28 Masih terdapat kesenjangan cakupan infrastruktur dasar antara kota dan kabupaten di Sulawesi Utara

Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009

Pada umumnya rakyat berpendapatan rendah di Sulawesi Utara memiliki akses ke sanitasi yang layak. Jika diambil 2 kelompok masyarakat berpendapatan terendah di Sulawesi Utara, mayoritas di atas 90 persen dari mereka memiliki akses sanitasi. Beberapa daerah yang memiliki yang masih rendah angka aksesnya adalah Bolmong, Sangihe, Bolmut, dan Kotamobagu. Hanya 40 persen dari penduduk berpendapatan terendah di Kotamobagu yang memiliki sanitasi layak, sementara rata-rata di kota tersebut mencapai 80 persen. Di Bolmong, persentase akses sanitasi masyarakat berpendapatan rendah hampir sama dengan rata-rata kabupaten. Kedua contoh tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan yang tinggi di Kotamobagu sementara di Bolmong, secara keseluruhan akses sanitasi layak memang rendah. Gambar 5.29 Sebagian masyarakat berpendapatan rendah di Sulawesi Utara memiliki akses ke sanitasi

Sumber: Estimasi Bank Dunia dari Susenas 2009

78
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

5.3.4 Respon Masyarakat Terhadap Pelayanan Infrastruktur


Untuk mengevaluasi respon pelayanan publik khususnya pada pelayanan infrastruktur dasar terdapat 7 (Tujuh) indikator, yaitu persepsi masyarakat atas kualitas jalan dan jembatan, ketersediaan irigasi, ketersediaan drainase, ketersediaan sanitasi, ketersediaan air bersih dan air baku, ketersediaan listrik, ketersediaan telekomunikasi.

Persepsi masyarakat terhadap pelayanan infrastruktur relatif rendah jika dibandingkan dengan pelayanan kesehatan dan pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata skor penilaian yang diberikan responden sebesar 62 (skala 1 sampai 100) dibandingkan rata skor pelayanan kesehatan yang di atas 70. Dari penyediaan infrastruktur yang ditanyakan, persepsi masyarakat terbaik diberikan pada ketersediaan telekomunikasi, meskipun untuk penyediaan jasa ini hampir seluruhnya disediakan swasta. Indikator lain yang mendapat persepsi relatif baik adalah ketersediaan air bersih, walaupun hal ini bertentangan dengan hasil capaian berdasarkan Susenas 2009 yang menunjukkan bahwa cakupan akses air bersih di Sulawesi Utara tidak lebih baik dari akses sanitasi dan listrik. Hal ini bisa disebabkan responden yang dipilih berada pada wilayah perkotaan atau ibukota kabupaten, atau berada pada kelompok pendapatan yang lebih tinggi. Gambar 5.30 Persepsi masyarakat Sulawesi Utara terhadap layanan infrastruktur di Sulawesi Utara
100 50 0

Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi

5.3.5 Kesimpulan dan Rekomendasi


Belanja sektor infrastruktur meningkat 4 kali lipat selama 5 tahun terakhir, komposisi belanja pegawai juga cenderung menurun. Meski demikian, proporsi belanja pusat pada belanja infrastruktur di Sulawesi Utara juga meningkat dari tahun ke tahun. Empat Kabupaten/Kota hasil pemekaran di Sulawesi Utara mendominasi besaran belanja di sektor infrastruktur. Mayoritas belanja infrastruktur yang berasal dari kabupaten hasil pemekaran harus diperhatikan, sebab hal ini tidak serta merta mencerminkan penyediaan layanan dasar yang lebih baik. Dari tiga infrastruktur dasar, cakupan air bersih merupakan yang terendah dibandingkan dengan akses ke sanitasi dan cakupan listrik. Masih dijumpai ketimpangan antar kabupaten dan kelompok pendapatan. Ketimpangan tersebut dapat dijumpai di beberapa kabupaten seperti yang baru terbentuk seperti Mitra, Bolmut, dan Sitaro. Rekomendasinya adalah pelayanan terhadap akses infrastruktur dasar difokuskan pada masyarakat berpendapatan rendah, terutama penyediaan air bersih dan akses sanitasi. Terjadi pergeseran moda transportasi untuk arus penumpang dari angkutan laut ke angkutan udara. Hal ini disebabkan makin meningkatnya pariwisata di Sulawesi Utara disertai peran Sulawesi Utara yang

79
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

makin penting dalam penyediaan jasa MICE, di mana mayoritas konsumennya adalah pengguna angkutan udara. Sementara itu, angkutan laut masih menjadi pilihan untuk transportasi barang. Rekomendasi utama adalah perlunya peningkatan kapasitas tampung dan kualitas layanan di pelabuhan udara untuk mengantisipasi pertumbuhan penumpang. Rekomendasi lainnya adalah peningkatan efisiensi layanan bongkar muat di pelabuhan harus dilakukan untuk mengantisipasi pertumbuhan arus barang dan meningkatkan daya saing dengan pelabuhan lain. Masyarakat Sulawesi Utara yang tinggal di kabupaten terluar masih sangat bergantung kepada pelayaran perintis, tetapi jumlah kapal perintis di Sulawesi Utara masih sangat sedikit. Walaupun jumlah penumpang angkutan laut menurun, angkutan laut tetap masih akan menjadi andalan masyarakat di kepulauan. Tetapi layanan transportasi di kabupaten terluar terkendala frekuensi dan cuaca. Rekomendasi yang penting diperhatikan adalah perlunya alokasi belanja infrastruktur khusus untuk mendukung pelayaran perintis, dikarenakan jalur-jalur ini sulit diminati pelayaran swasta.

5.4 Sektor Pertanian dan Perkebunan


Komoditi tanaman perkebunan yang potensial di Sulawesi Utara adalah kelapa, cengkeh, pala, kopi dan coklat. Akan tetapi output dari sub-sektor perkebunan ini terlihat tidak konsisten. Tanaman kelapa sebagai primadonanya masyarakat Sulawesi Utara dari tahun ke tahun tidak mengalami peningkatan yang signifikan, baik dari segi luas tanam maupun produksi. Hal yang sama terjadi pada tanaman cengkeh yang justru pada tahun 2008 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Di sisi lain produksi pertanian seperti padi dan palawija seperti jagung, kacang tanah, dan kedelai, meningkat.

5.4.1 Belanja Sektor Pertanian dan Perkebunan


Belanja sektor pertanian cenderung meningkat tiap tahunnya walaupun proporsinya masih sangat kecil. Belanja pertanian pada tahun 2009 meningkat lebih dari 2 kali lipat dibanding tahun 2005, dengan proporsi 6 persen dibanding 3 persen pada tahun 2005. Komitmen pemerintah daerah dalam belanja sektor ini belum dapat dikatakan maksimal sebab 43 persen dari belanja pertanian bersumber dari transfer pemerintah pusat. Dari Rp. 192 miliar belanja pertanian pemerintah Sulawesi Utara tahun 2009, 49 persen atau Rp. 94 miliar dialokasikan untuk belanja pegawai. Gambar 5.31 Separuh dari belanja pertanian di Sulawesi Utara bersumber dari transfer pusat

Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi

80
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

Belanja pegawai sektor pertanian di Sulawesi Utara masih tinggi, terutama di tingkat pemerintah provinsi. Gambar 5.32 menunjukkan belanja pegawai di provinsi rata-rata di atas 60 persen, berbeda dengan tingkat kabupaten yang menunjukkan penurunan porsi belanja pegawai dari 65 persen menjadi 42 persen. Pada sektor pertanian, umumnya program-program terkait ketahanan pangan, atau peningkatan produksi berada dalam alokasi belanja barang dan jasa. Belanja barang dan jasa di tingkat kabupaten meningkat dari hanya Rp. 6 miliar (19 persen dari belanja pertanian) di tahun 2005 menjadi Rp. 31 miliar di tahun 2009 (22 persen dari belanja pertanian). Meski demikian, belanja barang dan jasa juga memasukkan biaya perjalanan dinas. Proporsi belanja modal di tingkat kabupaten meningkat dari 8 persen (Rp. 3 miliar) pada tahun 2005 menjadi 36 persen (Rp. 50 miliar) 5 tahun berikutnya. Akan tetapi untuk sektor pertanian, seringkali belanja modal ini digunakan untuk pembangunan atau pengadaan barang pada perkantoran pemerintahan. Gambar 5.32 Belanja pegawai di tingkat kabupaten/kota menurun yang diikuti peningkatan belanja modal

8%

10%

9%

12%

9%

12%

Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi

5.4.2 Keluaran dan Hasil Pencapaian Sektor Pertanian dan Perkebunan


Produksi padi di Sulawesi Utara meningkat, tetapi produktifitasnya cenderung stagnan dalam 3 tahun terakhir. Komoditas pertanian yang konsisten meningkat adalah padi, jagung, kacang-kacangan. Produktifitas padi di Sulawesi Utara juga meningkat dalam 5 tahun terakhir dari 4,7 ton per hektar menjadi 4,97 ton per hektar, meskipun dalam 3 tahun terakhir cenderung stagnan. Sulitnya meningkatkan produktifitas padi dikarenakan metode penanaman dan kualitas input sudah hampir mencapai titik maksimal pada saat ini. Sementara tanaman padi yang membutuhkan air dalam jumlah besar sangat terpengaruh oleh faktor iklim, misalnya curah hujan yang tinggi dapat membanjiri lahan pertanian dan menambah kadar air dalam gabah sehingga sulit untuk dikeringkan dan menurunkan kualitas beras yang dihasilkan. Melihat luas lahan padi yang terus bertambah dan produktifitas yang relatif stagnan, kebijakan yang dilakukan pemerintah di Sulawesi Utara untuk meningkatkan produksi padi masih terbatas pada ekstensifikasi lahan. Produksi jagung di Sulawesi Utara meningkat hampir tiga kali lipat dan produktifitasnya naik 50 persen dalam kurun waktu 5 tahun. Produksi jagung meningkat dari 195 ton pada tahun 2005 menjadi 509 ton di tahun 2009. Pada tahun 2007 jumlah lahan meningkat pesat menjadi 115 ribu hektar dari 82 ribu hektar pada tahun sebelumnya, hal ini diikuti oleh kenaikan produksi 68 persen di tahun 2007. Dilihat dari peningkatan produksi dan produktifitas jagung di Sulawesi Utara, tampak bahwa pemerintah di Sulawesi

81
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

Utara menitikberatkan produksi jagung dalam 5 tahun terakhir. Program peningkatan serupa juga ditemui di sejumlah provinsi lain di Sulawesi seperti Gorontalo dan Sulawesi Selatan. Tabel 5.5 Luas lahan panen dan produksi komoditas pertanian di Sulawesi Utara
2005 Padi Sawah Padi Ladang Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kacang tanah Kedelai Kacang Hijau 88.772 6.174 71.644 6.695 4.457 5.668 3.179 1.417 Lahan (Hektar) 2006 89.159 5.558 82.189 6.058 3.755 5.821 3.321 1.506 2007 94.528 38.020 5.709 3.618 5.756 2.662 1.614 2008 11.535 6.388 4.278 6.573 5.227 1.791 2009 10.858 5.907 5.430 6.450 5.652 2.123 2005 14.966 68.463 38.670 6.267 4.113 1.463 Produksi (Ton) 2006 13.328 82.919 37.345 7.206 4.875 2.079 2007 92.957 74.406 35.485 7.553 4.573 2.153 2008 28.014 83.654 42.059 8.639 7.217 2.381 2009 27.657 79.471 39.980 8.896 7.342 2.553

98.416 103.887 417.659 441.573 473.940 492.177 516.522

115.664 131.791 126.349 195.305 242.713 406.759 466.041 509.261

Sumber: Sulawesi Utara Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik

Selain pala dan kakao, produksi perkebunan di Sulawesi Utara cenderung menurun. Berbeda dengan tanaman pangan seperti padi dan palawija, tanaman perkebunan (cash crop) sangat dipengaruhi oleh harga komoditas tersebut. Walaupun pemerintah telah menetapkan harga beli nasional, harga beli di tingkat petani lokal sering lebih rendah. Selain itu ada pula komoditas yang panen besarnya setiap 2 tahun sekali seperti cengkeh. Pala dan kakao sebagai komoditas unggulan di Sulawesi Utara terlihat meningkatkan produksinya. Produktifitas lahan pala meningkat dari 0,26 ton per hektar di tahun 2005 menjadi 0,7 ton per hektar di tahun 2008. Tidak dijadikannya vanila sebagai tanaman prioritas menyebabkan turunnya produksi secara drastis dalam kurun waktu 2005-2008. Tabel 5.6 Luas lahan panen dan produksi komoditas perkebunan di Sulawesi Utara
Kelapa Cengkeh Pala Kopi Kakao Vanila Lahan (Hektar) 2005 262.347 70.721 11.330 9.689 10.556 5.239 2006 259.306 68.106 13.814 9.579 9.743 5.273 2007 267.652 72.248 12.319 9.488 10.071 5.755 2008 272.137 74.383 13.774 9.143 11.695 5.404 2005 187.719 12.672 2.946 5.929 3.144 1.165 Produksi (Ton) 2006 246.262 8.862 4.815 5.951 3.069 2007 229.613 19.329 1.887 3.323 1.924 717 2008 209.995 285 9.646 3.305 5.141 436

Sumber: Sulawesi Utara Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik

Belanja per kapita sektor pertanian tertinggi terdapat di wilayah perkotaan. Kota Tomohon dan Kota Kotamobagu adalah wilayah dengan belanja pertanian per kapita terbesar pertama dan ketiga di Sulawesi Utara. Kota Tomohon dikenal sebagai penghasil sayuran di Sulawesi Utara. Data BPS Sulawesi Utara menunjukkan pada tahun 2008 Kotamobagu memiliki produktifitas lahan padi tertinggi di Sulawesi Utara, sebesar 5 ton per hektar. Dari kedua kota ini terlihat bahwa komitmen anggaran ditujukan untuk peningkatan komoditas pertanian. Beberapa kabupaten hasil pemekaran juga memiliki belanja pertanian yang tinggi seperti Bolmut. Meskipun kabupaten baru, data tahun 2008 menunjukkan Bolmut sebagai penghasil beras terbesar ke lima dan penghasil jagung terbesar ke empat di Sulawesi Utara.

82
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 5 Analisa Sektor Strategis

Gambar 5.33 Belanja pertanian tertinggi justru berada di wilayah perkotaan

Sumber: Database Sulawesi Utara PEA, Universitas Sam Ratulangi

5.4.3 Kesimpulan dan Rekomendasi


Belanja pertanian di Sulawesi Utara meningkat lebih dari 2 kali lipat selama kurun waktu 2005-2009, hampir separuhnya berasal dari dana dekonsentrasi pemerintah pusat. Belanja pertanian mengambil proporsi sebesar 6 persen dari total belanja, di mana separuhnya dialokasikan untuk belanja pegawai. Menurunnya belanja pegawai di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. diikuti peningkatan belanja modal. Namun mayoritas belanja modal ini diperuntukkan untuk pembangunan gedung-gedung pemerintahan. Rekomendasi yang utama adalah mengurangi belanja modal untuk pembangunan gedung sementara di sisi lain belanja program-program pendampingan dan penyuluhan pertanian yang biasanya terdapat di belanja barang dan jasa perlu ditingkatkan. Produksi padi di Sulawesi Utara meningkat hampir 100 ribu ton (24 persen) dalam waktu 5 tahun. Produksi jagung meningkat lebih tinggi, 161 persen dalam waktu 5 tahun. Produktifitas lahan jagung meningkat hampir 50 persen sementara produktifitas lahan padi cenderung stagnan di 4,9 ton per hektar. Komoditas pertanian seperti padi dan palawija rentan terhadap perubahan iklim, pemerintah Sulawesi Utara harus menyiapkan program pendampingan dan penyadaran petani untuk mengadaptasi perubahan iklim. Dari beberapa komoditas perkebunan yang potensial di Sulawesi Utara, pala dan kakao menunjukkan peningkatan produksi antara tahun 2005-2008. Produksi cengkeh cenderung fluktuatif disebabkan siklus panen raya cengkeh yang tidak terjadi setiap tahun. Walaupun produksi kelapa pada tahun 2008 meningkat dibanding tahun 2005, trennya menurun sejak tahun 2006. Sulawesi Utara perlu mengambil kebijakan strategis berfokus pada produk perkebunan tertentu untuk meningkatkan keunggulan. Kebijakan tersebut juga harus diselaraskan dengan kebijakan industri pertanian untuk menambah nilai tambah produk perkebunan Sulawesi Utara.

83
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 6

Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Pintu Gerbang Indonesia menuju Asia Timur dan Pasik

Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur

Untuk berkembang lebih cepat, Sulawesi Utara tidak dapat hanya tergantung pada keunggulan sektor pertanian yang selama ini mendominasi atau sebagai penggerak utama ekonomi daerah. Untuk mempercepat gerak ekonomi daerah, dibutuhkan transformasi pembangunan ekonomi daerah, melalui penguatan industri berbasis pertanian dan perikanan yang sudah berkembang, serta melakukan terobosan untuk mempercepat gerak perkembangan sektor jasa dan kegiatan terkait lainnya. Potensi sumber daya daerah, posisi strategis di Pasifik, serta didukung dengan sumberdaya manusia yang memadai, menjadi modal utama untuk mengembangkan Sulawesi Utara menjadi pintu gerbang Indonesia menuju kawasan Asia Timur dan Pasifik. Visi ini tertuang dalam rancangan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 yang dipresentasikan oleh Kementrian koordinasi Perekonomian di Bogor pada tanggal 21 Februari 2011. Di dalam Master Plan tersebut, Sulawesi Utara berperan pada sektor perikanan dan kelautan yang diandalkan dalam koridor ekonomi Sulawesi. Dan kedua, dalam isu konektifitas nasional, Pelabuhan Bitung diarahkan untuk menjadi pelabuhan penghubung global di Indonesia. Bab ini memetakan potensi pendukung Sulawesi Utara sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi baru di KTI, sekaligus melihat tantangan yang dihadapi baik dari internal Sulawesi Utara maupun secara nasional.

6.1 Potensi yang Dimiliki Sulawesi Utara


6.1.1 Geogra dan Aksesibilitas
Secara geografis Provinsi Sulawesi Utara berada dekat dengan Samudera Pasifik. Kedekatan ini dapat dimanfaatkan untuk menarik lalu lintas barang dari kawasan Asia Timur jika didukung oleh sejumlah kemudahan akses laut, akses darat, dan birokrasi dalam transportasi. Badan Pengelola Kawasan Ekonomi Terpadu (BP KAPET) Manado-Bitung membuat estimasi perbedaan jarak, waktu tempuh, dan selisih biaya sewa kapal dari beberapa pelabuhan di Pasifik menuju Pelabuhan Bitung jika harus melewati Tanjung Priok dan jika langsung menuju Bitung, seperti ditunjukkan Tabel 6.1. Tabel 6.1 Jarak Pelabuhan Laut Bitung dengan beberapa pelabuhan laut internasional di Pasifik
Pelabuhan Negara Tujuan Kaohsiung, Taiwan Jarak dengan Bitung via Tanjung Priok (Mil Laut) Jarak langsung dengan Bitung(Mil Laut) Estimasi beda jarak dibanding via Tanjung Priok (Mil Laut) Estimasi beda waktu tempuh dibanding via Tanjung Priok (Jam) Estimasi beda hari dibanding via Tanjung Priok (Hari) Selisih Biaya Charter Kapal (ribu US$) 3.526 1.346 2.180 346,46 14,44 2.887 Hong Kong, Cina 3.365 1.423 1.942 336,11 14,00 2.801 Shanghai, Cina 4.142 1.901 2.241 349,11 14,55 2.909 Busan, Korea 4.408 2.113 2.295 351,46 14,64 2.929 Tokyo, Los Angeles, Jepang A.S 3.429 2.220 1.209 364,24 15,18 3.035 9.574 6.651 2.923 378,76 15,78 3.156

Sumber: Badan Pengelola (BP KAPET) Manado-Bitung, 2008. Catatan: Asumsi kecepatan Kapal Ocean going 23 knot Asumsi kecepatan kapal feeder domestik 10 knot Asumsi waktu transit di Tanjung Priok adalah 3 hari.

86
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur

Lalu lintas barang melalui laut dan darat menuju Sulawesi Utara bertambah, kualitas jalan provinsi juga meningkat. Dari Gambar 5.26 diketahui bahwa volume barang yang melalui pelabuhan laut dan udara cenderung meningkat. Tabel 5.4 juga menunjukkan persentase jalan provinsi yang berkualitas baik bertambah dalam kurun waktu 5 tahun. Dikarenakan tidak adanya angkutan kereta, maka kualitas jalan yang menghubungkan pelabuhan laut dan udara dengan pasar domestik di Sulawesi Utara menjadi sangat vital untuk mendukung transportasi barang dan penumpang yg meningkat. Untuk meningkatkan peran Pelabuhan Laut Bitung, perlu dukungan dari sisi regulasi. Undangundang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran yang didukung oleh Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 2009 tentang Pelabuhan, diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan badan usaha pelabuhan. Terbitnya kedua aturan tersebut memberi peluang untuk terciptanya kompetisi dalam penyediaan layanan pelabuhan, yang pada akhirnya meningkatkan produk dan kualitas layanan. Kotak 6.1
Tahun 2001, pemerintah Sulawesi Utara melalui Badan Pengelola Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Manado-Bitung melakukan inisiatif bekerjasama dengan SWIRE Shipping Company membuka pelayaran kontainer langsung dari Bitung ke Singapura. Pelayaran ini sebagai perintis reguler yang membuka pelayaran langsung ke Singapura dimulai dengan 3 kontainer dan selang hampir 2 tahun jumlah kontainer 20 kaki berkembang menjadi lebih dari 200 kontainer sekali angkut setiap 2 minggu. Jumlah kontainer untuk tujuan luar negeri dari pelabuhan Bitung jauh lebih besar. Karena sebagian pabrik perikanan tetap menggunakan jalur konventional yaitu tetap melalui Tanjung Priok atau Tanjung Perak. Umumnya yang menggunakan jasa pelayaran langsung ini adalah eksportir kelas menengah dan kecil. Dibandingkan dengan pengiriman melalui Jakarta atau Surabaya biaya pengiriman lebih murah, selisihnya bervariasi antara USD 250-USD 300 per kontainer 20 kaki. PT. Pelindo IV memberikan keringanan untuk pembayaran sewa container yard. Hanya saja insentif ini tidak berlangsung lama, sekitar 3 bulan. Insentif yang diberikan oleh PT. Pelindo IV tidak sebanding dengan biaya untuk mereposisi ocean going container dari Singapura ke Bitung. Pelayaran langsung ini berlangsung kurang dari 3 tahun, disebabkan pelayanan dan insentif diberikan pelabuhan Bitung kalah bersaing dengan pelabuhan Madang (Papua New Guinea) di mana jalur pelayaran Madang-Bitung-Singapura ini berawal. Sementara proses perluasan pelabuhan kontainer tahap II berjalan, dan dikeluarkannya UU no. 17/2008 dan PP no 61/2009, Pemprov Sulawesi Utara terus berupaya untuk mengajak para Main Lane Operators (MLO) untuk turut serta dalam pemanfaatan pelabuhan Bitung. Yang sudah menunjukkan minat antara lain adalah Maersk Line Singapore. Tindak lanjut pelaksanaan masih menunggu kejelasan pelaksanaan teknis dari PP no. 61/2009.

Pengembangan Pelabuhan Bitung dapat membantu mengurangi biaya pengangkutan dan distribusi produk-produk ekspor dari kawasan timur Indonesia. Kawasan timur Indonesia memiliki hasil sumber daya alam yang berorientasi ekspor, misalnya hasil perikanan dari perairan Banda dan hasil perkebunan unggulan seperti kakao dan rempah-rempah. Mayoritas hasil laut dan perkebunan ini diekspor melalui pelabuhan-pelabuhan utama di Jawa yang berujung pada meningkatkan biaya transportasi produk tersebut. Mendukung perkembangan pusat-pusat pertumbuhan baru di kawasan timur Indonesia, dalam hal ini Sulawesi Utara, diharapkan dapat membantu mengurangi biaya dan menjaga kualitas produk yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing produk kita di pasar internasional.

6.1.2 Produk Jasa dan Perkebunan


Sumbangan sektor jasa terhadap PDRB Sulawesi Utara meningkat dalam 10 tahun terakhir. Gambar 6.1 menunjukkan bahwa kontribusi sektor jasa (gabungan jasa pemerintahan, jasa keuangan dan asuransi, dan jasa lainnya) meningkat, sementara sektor pertanian relatif menurun.

87
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur

Gambar 6.1 Kontribusi sektor jasa di Sulawesi Utara terhadap PDRB meningkat

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara, 2010.

Jika kontribusi jasa pemerintahan dipisahkan, jasa non pemerintah menyumbang 39 persen terhadap PDRB Sulawesi Utara pada tahun 2008, di mana sektor perdagangan, hotel, dan restauran tumbuh 14 persen antara tahun 2001 dan 2008. Pertumbuhan tersebut didukung oleh tingkat hunian hotel yang meningkat pesat dari 35 persen menjadi 55 persen. Jumlah wisawatan mancanegara yang berkunjung ke Sulawesi Utara dalam 5 tahun (2003-2008) meningkat 64 persen, jika memperhitungkan World Ocean Conference (WOC) dan Coral Triangle Initiative (CTI) pada tahun 2009, angka kunjungan dan tingkat hunian hotel akan jauh meningkat. Gambar 6.2 Tingkat hunian hotel dan kontribusi sektor jasa di Sulawesi Utara (angka konstan tahun 2000)

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara, 2006 dan 2009. Jasa non pemerintah adalah kontribusi sektor terkait terhadap PDRB; mencakup sektor perdagangan, hotel, dan restauran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa tanpa jasa pemerintahan. Tingkat hunian hotel mencakup seluruh hotel kelas berbintang.

Pariwisata dapat menjadi unggulan dalam sektor jasa di Sulawesi Utara, meski demikian pemanfaatannya masih terbatas pada obyek wisata tertentu. Sejak awal tahun 1980an, industri pariwisata hanya terfokus mengeksploitasi keunikan dan kekayaan bawah laut taman nasional Bunaken, sehingga berkembang sangat cepat dan menjadi ikon tujuan wisata bawah laut di Indonesia, sehingga saat ini menunjukkan gejala kepadatan pengunjung. Belum banyak digarap potensi industri pariwisata lainnya seperti wisata memancing, hiking dan trekking, olahraga pantai, community based eco-tourism, dan

88
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur

sebagainya. Tren wisata di Sulawesi Utara saat ini adalah jasa MICE (Meeting, Incentive, Convention, Event) yang sangat bergaung sejak penyelenggaraan WOC dan CTI tahun 2009. Kotak 6.2
Pada tahun 2009 Sulawesi Utara menjadi tuan rumah penyelenggaraan World Ocean Conference (WOC) dan Coral Triangle Initiative (CTI) Summit yang dihadiri dari 76 negara, 12 lembaga internasional, dan 6 kepala negara. Kedua perhelatan internasional tersebut dilaksanakan pada bulan Mei dan dihadiri lebih dari 6000 orang, dan menghasilkan suatu kesepakatan pengelolaan kelautan yang disebut Manado Ocean Declaration. Kedua perhelatan tersebut kemudian dilanjutkan dengan Sail Bunaken pada bulan Agustus yang diikuti dari 33 negara. Sail Bunaken mencatat sejarah dengan diizinkannya kapal perang milik Amerika Serikat USS. George Washington masuk dalam perairan Indonesia dan melakukan manuver di teluk Manado bersama dengan kapal-kapal perang dari negara peserta lainnya. Helatan ini dihadiri lebih dari 10.000 pengunjung luar negeri, domestik, dan lokal. Setelah menyelenggarakan beberapa perhelatan akbar selang waktu 2006-2009, Sulawesi Utara menjadi salah satu tujuan MICE internasional di Indonesia, walaupun sebelumnya Manado sudah dikenal pelancong dunia dengan taman laut Bunaken dan Selat Lembeh. Marine tourism industries ditetapkan pemerintah daerah menjadi backbone pengembangan industri pariwisata di Sulawesi Utara. Saat ini kota Manado dan wilayah sekitarnya sedang dipersiapkan oleh pemerintah provinsi untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan acara dalam forum ASEAN 2011 dan APEC 2013. Pada bulan Maret 2011, Sulawesi Utara menjadi tuan rumah pelaksanaan Management Disaster Exercise yang akan dihadiri oleh 26 negara peserta dan sejumlah negara peninjau yang memiliki wilayah pantai. Pelaksanaan kegiatan ini merupakan kolaborasi kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang.

Nilai ekspor bersih Sulawesi Utara meningkat setiap tahunnya.6 Meskipun nilai eskpor bersih (setelah dikurangin impor) Sulawesi Utara tidak terlalu besar, jumlahnya meningkat setiap tahun. Ekspor bersih Sulawesi Utara pada tahun 2008 adalah Rp. 1,5 miliar atau setara dengan 10 persen dari PDRB (atas dasar harga konstan tahun 2000). Angka ini naik dari Rp. 1,03 miliar pada tahun 2004 yang setara dengan 14,5 persen PDRB. Turunnya kontribusi ekspor terhadap PDRB disebabkan tidak berkembangnya komoditas ekspor Sulawesi Utara, sementara arus barang masuk dari daerah lain cenderung meningkat pesat. Ekspor dari Sulawesi Utara didominasi oleh produk perkebunan dan olahannya. Sektor perkebunan yang didominasi oleh komoditas tradisional seperti kopra, minyak kelapa kasar (crude coconut oil), bungkil, dan arang tempurung, masih tetap memiliki kontribusi terbesar terhadap total ekspor Sulawesi Utara sampai saat ini. Walaupun Sulawesi Utara tidak memiliki perkebunan sawit, bahan baku disuplai dari beberapa daerah di Sulawesi Tengah, Maluku, dan Papua Barat. Proses pengolahan dilakukan di 2 pabrik di Bitung untuk sekaligus diekspor lewat pelabuhan Bitung. Komoditas ekspor terbesar kedua adalah hasil produk perikanan. Keterbatasan produk yang dapat diekspor hanya pada produk agro industri berbasis kelapa dan perikanan. Untuk mengatasinya diperlukan inovasi dan penguasaan teknologi untuk menghasilkan produk turunan (pertanian dan perkebunan) berbasis teknologi tinggi.

6.1.3 Kualitas Sumber Daya Manusia


Capaian pendidikan dan kesehatan di Sulawesi Utara menunjukkan kualitas sumber daya manusia yang tinggi. Gambar 5.14 dan 5.16 menunjukkan angka melek huruf dan partisipasi sekolah di Sulawesi Utara adalah yang tertinggi di Sulawesi. Capaian Sulawesi Utara di kedua indikator tersebut juga lebih baik dari rata-rata nasional. Hal serupa terlihat pada capaian kesehatan, Tabel 5.1 menunjukkan cakupan imunisasi dan kelahiran yang dibantu tenaga medis profesional di Sulawesi Utara lebih baik dari provinsi lain di Sulawesi dan rata-rata nasional.
6 Terminologi ekspor dan impor yang digunakan mencakup perdagangan domestik dengan daerah lain di Indonesia.

89
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur

Bias gender di Sulawesi Utara relatif kecil. Gambar 5.17 dan 5.18 memperlihatkan bahwa capaian pendidikan perempuan di Sulawesi Utara tidak timpang dengan angka provinsi. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) terakhir pada tahun 2007 juga memperlihatkan 96 persen wanita di Sulawesi Utara mendapat layanan kesehatan paska melahirkan, angka ini lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 93 persen. Dari sisi lapangan pekerjaan, Gambar 6.4 menunjukkan persentase perempuan yang bekerja sebagai profesional atau di level manajerial sebanyak 14 persen, sementara yang bekerja di bidang jasa dan penjualan sebanyak 49 persen. Hali ini mengindikasikan pendidikan perempuan di Sulawesi Utara yang baik. Persentase tertinggi perempuan yang menikah yang memiliki andil dalam keputusan rumah tangga terdapat di Sulsel yaitu 86 persen, Sulawesi Utara memiliki angka tertinggi kedua sebanyak 81 persen. Angka ini jauh di atas rata-rata nasional sebesar 66 persen.

6.2 Aspek Gender dalam Pembangunan di Sulawesi Utara


Indeks Pembangunan Gender (IPG) di Sulawesi Utara menduduki posisi tertinggi di Sulawesi dan berada diatas rata-rata Indeks Pembangunan Gender Nasional. Pada tahun 2005, IPG Sulawesi Utara sebesar 64,1, diatas IPG Nasional yang 63,9. Tahun 2006, IPG Sulawesi Utara sedikit lebih rendah dari IPG Nasional yaitu 64,9 dan 65,1, namun di tahun berikutnya (2007) IPG Sulawesi Utara meningkat lagi menjadi 66, sementara IPG Nasional 65,3. Demikian pula dengan tahun berikutnya 2008, dimana IPG Sulawesi Utara mencapai angka 67,3, sementara IPG nasional 66,4. Dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia, Indeks Pembangunan Gender Sulawesi Utara menempati posisi ke-empat, setelah DKI Jakarta, Yogyakarta dan Bali7. Gambar 6.3 Indeks Pembangunan Gender Indonesia Tahun 2005 2008

Sumber: Pembangunan berbasis Gender, Kementerian PP&PA bekerjasama dengan BPS.

Tingginya Indeks Pembangunan Gender di Sulawesi Utara merupakan cerminan tingginya angka harapan hidup dan angka melek huruf yang sudah dibahas sebelumnya, serta angkatan kerja di provinsi ini. Dibandingkan dengan provinsi lain di Sulawesi, 47,8 persen perempuan di Sulawesi Utara bekerja di bidang jasa dan perdagangan, angka ini lebih tinggi dari angka pekerja perempuan di bidang yang sama pada provinsi lain di Sulawesi. Hal yang sama terlihat pada bidang profesional dan manajerial yang lebih membutuhkan skill. Sebanyak 14 persen pekerja perempuan di Sulawesi Utara bekerja di bidang profesional dan manajerial; tertinggi dibanding dengan provinsi lain di Sulawesi.
7 Lihat lampiran Indeks Pembangunan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008

90
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur

Gambar 6.4 Jenis Pekerjaan Perempuan per-Provinsi

Sumber: IDHS 2007.

Namun IPG Sulawesi Utara yang berada diatas rata-rata nasional, masih berada dibawah angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di provinsi ini. Hal ini menunjukkan masih adanya kesenjangan pembangunan antara laki-laki dan perempuan di provinsi ini. Kesenjangan ini bisa dilihat pada tahun 2005, saat IPG Sulawesi Utara 64,1, IPM di provinsi ini mencapai angka 73,4. Demikian pula di tahun-tahun berikutnya, 2006 dan 2007, saat IPG Sulawesi Utara berada di angka 64,9 dan 66, IPM berada di angka 74,2 dan 74,4. Kondisi yang sama juga terjadi di tahun 2008. Gambar 6.5 Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan Indeks Pembangunan Gender (IPG) di Sulawesi Utara tahun 2005 - 2008

Sumber: Pembangunan berbasis Gender, Kementerian PP&PA bekerjasama dengan BPS.

Kesenjangan gender juga masih terjadi di provinsi lain di Sulawesi, bahkan di tingkat nasional. Di Sulawesi, kesenjangan gender paling besar terdapat di provinsi Gorontalo, dimana pada tahun 2005 nilai IPM vs IPG nya adalah 65,4 dan 50,2 atau selisih 15,2 poin. Sementara di tahun 2008, selisih IPM dan IPG Gorontalo masih berada di angka 14. Kesenjangan paling kecil terdapat di Sulawesi Barat yang selisihnya berkisar pada angka 4,3 poin.

91
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur

Gambar 6.6 Perbandingan IPM dan IPG antara tahun 2005 dan 2008 di Sulawesi

Sumber: Pembangunan berbasis Gender, Kementerian PP&PA bekerjasama dengan BPS.

Sementara itu, sama halnya dengan Indeks Pembangunan Gender, Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Sulawesi Utara menduduki posisi tertinggi di Sulawesi dan berada diatas rata-rata Nasional. Bahkan untuk tahun 2005 dan 2006, Sulawesi Utara menduduki posisi tertinggi nasional yaitu 62,7 dan 63,6; angka ini berada diatas angka rata-rata nasional 59,7 dan 61,3 di tahun yang sama. Tahun 2007 dan 2008, IDG Sulawesi Utara masih berada diatas rata-rata angka nasional yaitu 64,2 dan 65,5, namun provinsi ini menduduki posisi kedua setelah Kalimantan Tengah8. Gambar 6.7 Indeks Pemberdayaan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008

Sumber: Pembangunan berbasis Gender, Kementerian PP&PA bekerjasama dengan BPS.

Meski Sulawesi Utara memiliki angka Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) yang tinggi, bahkan berada diatas rata-rata nasional, namun masih tingginya kasus kekerasan dan perdagangan perempuan di provinsi ini, masih perlu mendapat perhatian khusus pemerintah setempat. Hal inilah yang diduga menjadi penyebab IPG Sulawesi Utara berada dibawah IPM-nya atau masih terjadi kesenjangan gender di provinsi ini. Data LSM Swara Parangpuan Sulawesi Utara menyoroti banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan di provinsi ini. Tahun 2002, terdapat 376 kasus, tahun 2003 meningkat drastis menjadi 577 kasus, sementara di tahun 2004 angka itu menurun lagi menjadi 334 kasus, masih terlalu tinggi untuk kasus kekerasan. Tiga kasus dominan dalam kasus-kasus kekerasan adalah penganiayaan, perkosaan dan pencabulan.
8 Lihat lampiran Indeks Pemberdayaan Gender Tahun 2005 2008

92
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Bab 6 Pembangunan Sulawesi Utara sebagai Kawasan Pertumbuhan di Indonesia Timur

Sementara kasus trafficking atau perdagangan perempuan dan anak, juga cukup menonjol di provinsi ini. Kasus trafficking di Sulawesi Utara terbagi menjadi 3 macam, yaitu: Kasus perempuan yang dijual untuk menjadi pelayan bar atau restoran Kasus pengiriman penari ke Jepang dengan visa entertainment, lalu dijadikan wanita penghibur setibanya di negara tujuan. Untuk kasus ini tercatat di tahun 2003, sebanyak 500 perempuan Sulawesi Utara yang dijual ke Jepang dengan modus ini. Kasus perdagangan bayi. Namun mencari data yang akurat mengenai kekerasan terhadap perempuan maupun trafficking, bukanlah hal yang mudah. Tidak semua kasus terdeteksi. Tidak semua kasus dilaporkan. Misalnya, kepolisian mencatat tahun 2002-2007, ada sebanyak 170 kasus trafficking. Sementara satu LSM menemukan 500 perempuan diperdagangkan ke Jepang pada tahun 2003 saja. Kotak 6.3
Indeks Pembangunan Manusia (IPM): pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup. untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Disebut juga Human Development Index (HDI) Indeks Pembangunan Gender (IPG) adalah indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang sama seperti IPM dengan memperhitungkan ketimpangan gender. IPG dapat digunakan untuk mengetahui kesenjangan pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender terjadi apabila nilai IPM sama dengan IPG. Disebut juga Gender-related Development Index (GDI) Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) adalah indeks komposit yang mengukur peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik. Peran aktif perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik mencakup partisipasi berpolitik, partisipasi ekonomi dan pengambilan keputusan serta penguasaan sumber daya ekonomi. Disebut juga Gender Empowerment Measure (GEM)

6.3 Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Sulawesi Utara di Masa Datang
Anggaran responsif gender di Sulawesi Utara masih relatif kecil.Walaupun secara umum permasalahan terkait gender di Sulawesi Utara relatif sedikit, provinsi ini dihadapkan pada permasalahan trafficking. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dan permasalahan terkait gender lainnya, pemerintah provinsi telah mengalokasi anggaran. Namun besarnya anggaran tersebut masih terbatas. Perlu ada peningkatan alokasi belanja yang dapat membantu pengembangan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan ekonomi Sulawesi Utara sehingga dapat meningkatkan derajat kehidupan kaum perempuan. Walaupun angka capaian gender cenderung tinggi, namun itu belum dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang gender di Sulawesi Utara. Indeks Pembangunan Gender dan Indeks Pemberdayaan Gender provinsi Sulawesi Utara berada diatas provinsi lain di Sulawesi, bahkan diatas rata-rata nasional. Hal ini seiring dengan kondisi sumber daya manusia Sulawesi Utara yang cenderung lebih baik dibandingkan dengan provinsi lain di Sulawesi. Wawancara dengan para pihak menunjukkan bahwa ada permasalahan perdagangan perempuan dan anak di provinsi ini. Namun data jumlah kasus masih sulit untuk didapat, karena minimnya kasus yang terdeteksi atau dilaporkan. Kerja sama tingkat regional dapat dijadikan peluang bagi provinsi yang dilibatkan secara aktif oleh pemerintah pusat. Kerja sama seperti BIMP-EAGA (Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East

93
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

ASEAN Growth Area, merupakan salah satu contoh bentuk kerja sama di mana pemerintah pusat melibatkan beberapa provinsi di Sulawesi untuk menjadi pemangku kepentingan. Meski demikian, komitmen pemerintah daerah dalam kerja sama ini juga perlu direspon pemerintah pusat dalam menetapkan regulasi yang mendukung seperti di bidang kepelabuhanan, imigrasi, dan bea cukai. Salah satu contoh adalah rencana menetapkan Bitung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Komitmen untuk menjaga kualitas infrastruktur diperlukan, termasuk yang berada di bawah tanggung jawab pemerintah pusat. Infrastruktur yang dimaksud seperti jalan nasional, ketenagalistrikan, pelabuhan, bandar udara, dan sebagainya. Tabel 5.4 menunjukkan bahwa persentase jalan nasional yang berkualitas baik di Sulawesi Utara justru menurun, berbanding terbalik dengan kualitas jalan provinsi. Beberapa layanan infrastruktur seperti penyediaan tenaga listrik sebagian memang telah didesentralisasikan, tetapi mekanisme penjualan dan distribusinya masih berada di tingkat pusat. Dukungan infrastruktur diperkuat dengan direncanakannya Pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan penghubung global di Indonesia seperti yang dituangkan dalam rancangan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 milik Kementrian Koordinasi Perekonomian. Pemerintah daerah di Sulawesi Utara perlu mengembangkan sektor pariwisata dan jasa di Sulawesi Utara. Provinsi Sulawesi Utara memiliki keunggulan di sektor jasa dan pariwisata. Keunggulan tersbeut didukung terutama oleh kualitas SDM yang memadai, penyedia jasa perhotelan yang berkembang setelah WOC dan CTI, serta infrastruktur yang baik. Ekonomi Sulawesi Utara di masa depan dapat didorong oleh industri pariwisata yang saat ini belum berkembang secara optimal. Stimulus fiskal dan regulasi dari pemerintah daerah sangat dibutuhkan. Misalnya dengan promosi parwisata, menggiatkan pariwisata berbasis partisipasi masyarakat, menggiatkan eko-wisata, membenahi dan menerapkan standar kualitas biro perjalanan, dan sebagainya. Pemerintah daerah harus mendukung industri energi yang ramah lingkungan. Kebutuhan energi listrik di luar Jawa-Bali sangat tinggi, tetapi penyediaannya sangat terbatas. Saat ini mayoritas energi ramah lingkungan di Sulawesi Utara bersumber dari tenaga panas bumi, dan telah dimanfaatkan lewat PLTP Lahendong di Tomohon. Ke depannya, pemerintah daerah bisa memberikan insentif baik pajak maupun bukan pajak untuk industri energi terbarukan, atau kepada industri yang memproduksi barang secara ramah lingkungan. Industri pendidikan menjadi penopang dan penggerak utama berkembangnya industri daerah. Salah satu keunggulan Provinsi Sulawesi Utara adalah di bidang pendidikan. Pendidikan yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi negeri dan swasta harus mampu mendukung pengembangan industri-industri yang diidentifikasi diatas. Selanjutnya perlu dibangun kerjasama pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan sektor industri untuk meningkatkan keahlian tenaga kerja bidang industri turunan kelapa, perikanan, industri pariwisata bahari dan pariwisata ekologis, industry energi, dan teknologi informasi. Sehingga tercipta hubungan permintaan dan penawaran yang seimbang antara tenaga kerja dan pencari kerja, dan pada akhirnya mampu mengurangi tingkat pengangguran di Sulawesi Utara. Membangun kerjasama dan jaringan dengan provinsi tetangga mutlak dilakukan. Kerjasama dengan provinsi tetangga berupa meningkatkan perdagangan antara daerah, dan kerjasama promosi daerah bersama. Misalnya dengan memanfaatkan forum-forum yang sudah ada seperti BKPRS atau Forum Kepala Bappeda sebagai wadah komunikasi dan keselarasan kebijakan kawasan. Salah satu contoh yaitu provinsi tetangga juga dapat memanfaatkan pelabuhan Bitung sebagai pintu utama untuk ekspor dan impor daerah dengan biaya yang jauh lebih murah dibandingkan menggunakan pelabuhan Tanjung Perak dan Tanjung Priok di pulau Jawa. Implikasinya, diharapkan produk petani dan nelayan di kawasan sekitar dapat menjadi lebih kompetitif di pasar internasional

94
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Daftar Pustaka
Badan Pengelola KAPET Manado-Bitung. Kajian Strategis Pelabuhan Bitung Sebagai International Hub Port. Manado (2007). Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara (2009). Sulawesi Utara Dalam Angka 2009. BPS, Manado. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara (2006). Sulawesi Utara Dalam Angka 2006. BPS, Manado. Badan Kerja Sama Pembangunan Regional Sulawesi. Dampak WOC bagi Pengembangan Sulut, diakses pada 24 Maret 2009, http://www.bkprs-news.com/index.php?option=com_content&task=view&id=190&Itemid=117 Badan Pusat Statistik (2009). Kajian Awal Penyusunan Indeks Pembangunan Regional. CV. Nario Sari, Jakarta Hamel. G., dan Prahalad, C.K., (1995). Kompetisi Masa Depan. Strategi-Strategi Terobosan untuk Merebut Kendali Atas Industri anda dan Menciptakan Pasar Masa Depan. Binarupa Aksara. Jakarta. Kasali. R., (2005). Change!. Tak Peduli Berapa Jauh Jalan Salah Yang Anda Jalani, Putar Arah Sekarang Juga. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Lasserre. P., and Shutte. H., (2006). Strategies For Asia Pasific. Meeting New Challenges. Third Edition. Palgrave Macmillan. New York. Prabawa. T.S., (2010). The Tourism Indutry Under Crisis. The Struggle of Small Tourism Enterprises in Yogyakarta (Indonesia). Vrije Universiteit, Netherland. __________(2009) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan. World Bank (2010). Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pelayanan Publik di Provinsi Seribu Pulau. Analisis Pengeluaran Publik Provinsi Maluku. World Bank Technical Report. World Bank (2007). Gorontalo Public Financial Management Survey. World Bank Technical Report. Ratulangi, G.S.S.J, (1981). Indonesia di Pasifik. Sinar Harapan. Jakarta. The Asia Foundation, 2008. Biaya Transportasi Barang. Angkutan, Regulasi, dan Pungutan Jalan di Indonesia. Jakarta. __________(2008) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran. Wahyuningsih, Rina., (tidak ada tahun). Potensi dan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi di Indonesia. Pusat Sumber Daya Geologi. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. __________(2011) Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Kementrian Koordinasi Perekonomian

95
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

Lampiran

Lampiran A. Apakah yang dimaksud dengan Analisis Belanja Pemerintah Sulawesi Utara?
Melihat pengalaman dari pelaksanaan analisis belanja Pemerintah dan Penyelarasan Kemampuan (PEACH) di berbagai daerah di kawasan timur Indonesia Pemerintah Sulawesi Utara (Sulut) berinisiatif untuk melakukan program serupa. Pengalaman PEACH di provinsi lain menunjukkan bahwa analisis partisipatif atas belanja pemerintah merupakan titik awal yang baik untuk memperbaiki kualitas pengelolaan belanja pemerintah untuk melaksanakan fungsi dan tanggung jawab yang baru diperoleh pemerintah daerah di indonesia yang mulai terdesentralisasi. Sebagai tanggapan, Bank Dunia bekerja sama dengan tim peneliti yang diorganisasi Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi melakukan analisis menyeluruh atas pengelolaan belanja pemerintah, yang dihubungkan dengan suatu program kegiatan untuk memperkuat kapasitas pemerintah-pemerintah daerah. Tujuan yang diharapkan dari PEACH Sulut adalah perbaikan alokasi sumber daya anggaran yang mengarah pada penyediaan barang umum yang lebih baik di tingkat daerah yang disesuaikan dengan preferensi dan pertimbangan di tingkat daerah. Hal tersebut dapat dicapai dengan keterlibatan para pengambil keputusan di tingkat daerah serta para pemangku kepentingan lainnya dalam pengidentifkasian prioritas belanja pemerintah dan pengelolaan keuangan. Tujuan utama dari komponen PEA adalah: memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang pengelolaan belanja pemerintah di suatu provinsi khususnya sehubungan dengan proses perencanaan dan penganggaran parsitipatif dan pemberian layanan dasar. (ii) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang reformasi kepegawaian negeri sipil yang saat ini sedang dijalankan, khususnya sehubungan dengan pelaksanaan tunjangan kesejahteraan Daerah; (iii) mengembangkan strategi-strategi untuk memperbaiki pengelolaan keuangan Sulawesi Utara untuk mencapai layanan umum dan penanaman modal umum yang lebih baik untuk merangsang pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. (iv) membentuk sistem yang lebih baik untuk menganalisis dan mengawasi anggaran daerah. Sistem tersebut dapat berupa: membentuk jaringan rekan imbangan dari universitas-universitas lokal di Sulawesi Utara dan instansi pemerintah daerah yang akan memimpin pelaksanaan PEACH Sulawesi Utara dan dengan demikian akan membangun kapasitas untuk dapat melaksanakan analisis belanja pemerintah secara mandiri di masa mendatang; memberikan bantuan teknis/peningkatan kapasitas pada jaringan ini untuk melakukan analisis serupa di masa mendatang. (i)

98
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

Lampiran B. Catatan Metodologi


B.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah atau APBD adalah anggaran tahunan yang dialokasikan dan/ atau dibelanjakan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Anggaran tersebut terdiri dari dua kategori: rencana (untuk disetujui oleh DPR) dan realisasi (pengeluaran yang sebenarnya atau laporan pertanggungjawaban dari kepala daerah). Rentang data dari tahun 2005 hingga 2009, diperoleh dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Departemen keuangan memberikan data sebagai perbandingan skala nasional.

B.2 Kerangka kerja Pengelolaan Keuangan Publik (PFM): Bidang Strategis, Hasil, dan Indikator
Bank Dunia dan Kementerian Dalam Negeri Pemerintah indonesia akan menilai kapasitas pengelolaan keuangan dari pemerintah kabupaten/kota dalam mengembangkan kerangka kerja PFM. Kerangka kerja tersebut terbagi dalam sembilan bidang yang menjadi kunci pengelolaan keuangan pemerintah oleh pemerintah kabupaten/kota: (1) Kerangka Peraturan Perundangan Daerah, (2) Perencanaan dan Penganggaran, (3) Pengelolaan Kas, (4) Pengadaan, (5) Akuntansi dan Pelaporan, (6) Pengawasan Intern, (7) Hutang dan Investasi Publik, (8) Pengelolaan Aset, dan (9) Audit dan Pengawasan Eksternal. Setiap bidang strategis dibagi menjadi antara 1 sampai 5 hasil, dan daftar indikator dicantumkan untuk setiap hasil. Hasil mewakili pencapaian yang dikehendaki dalam setiap bidang strategis, dan indikator digunakan untuk menilai bagaimana kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam bidang tersebut. Perlu dicatat bahwa praktik-praktik-praktik internasional yang terbaik belum diterapkan untuk menetapkan dasar-dasar bagi hasil-hasil tersebut karena pada praktiknya, jarak antara hasil-hasil tersebut dan kenyataan yang ada saat ini terlalu besar untuk dapat membuahkan hasil yang nyata. Para responden diminta untuk menjawab ya atau tidak untuk setiap pernyataan yang diwakili oleh masing-masing indikator. Jawaban setuju ditambahkan untuk setiap hasil, dan skor dihitung berdasarkan persentase jawaban ya. Beberapa bidang strategis memiliki indikator lebih banyak daripada bidang-bidang lainnya, sehingga bidang-bidang tersebut memiliki bobot lebih dalam hasil keseluruhan. Misalnya, perencanaan dan penganggaran mencakup 49 indikator, tetapi hutang dan investasi publik meliputi hanya 8 indikator. Indikator strategis lainnya yang berbobot lebih termasuk pengadaan (41 indikator) dan pengelolaan uang (31 indikator).

99
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

Lokasi survey kerangka kerja PFM diterapkan di Sulawesi Utara, dan meliputi pemerintah provinsi dan 15 kabupaten/kota. universitas Sam Ratulangi dilibatkan dalam penelitian untuk survei tersebut. Pada akhir tahun 2007, survei PFM telah diadakan di sekitar 60 kabupaten/kota di seluruh indonesia.

Metodologi
Hasil diperoleh melalui wawancara dan FGD (diskusi kelompok terfokus) dengan perwakilan pemerintah daerah dari departemen terkait. Diskusi-diskusi ini melibatkan bappeda, departemen keuangan; DPRD, dinas pendapatan daerah; kantor bendahara daerah; badan pekerjaan umum; dan badan pengawas pemerintah daerah. untuk menjamin akurasi data, maka setiap jawaban ya harus didukung dengan dokumen terkait dan/atau diperiksa silang dengan responden tambahan.

Interpretasi hasil
skor diberikan untuk setiap bidang strategis dan lokasi survei, dan skor menyeluruh diberikan untuk setiap lokasi survei. untuk perbandingan dan evaluasi, skor bidang strategis dapat dinilai sesuai dengan kategori berikut ini. akan tetapi, interpretasi hasil berisiko menimbulkan subyektivitas, karena hasilnya sangat bergantung pada interpretasi pihak yang mengadakan survei. Saat ini, Bank Dunia dan Kementerian Dalam Negeri bekerja sama untuk memperbaiki survei tersebut, khususnya mencoba memperkecil risiko subyektivitas.

Skor menyeluruh (%)


80100 sempurna/dapat diterima sepenuhnya 6079 sangat baik/sangat dapat diterima 4059 baik/dapat diterima 2039 sedang/cukup dapat diterima 019 kurang/tidak dapat diterima

100
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

Lampiran C. Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi


Tabel C.1 Agenda dan Usulan Program Peningkatan Kapasitas PKD di Provinsi Sulut
Bidang
Peraturan Perundangan Daerah

Rekomendasi
Melengkapi berbagai aturan yang melandasi praktek pengelolaan keuangan daerah yang baik sesuai mandat peraturan perundangan dari pusat, antara lain : (i) Perda tentang Penanaman Modal dan BLUD; (ii) Perkada tentang Standar Biaya dan Analisis Standar Belanja untuk mendukung anggaran berbasis kinerja; dan (iii) Berbagai peraturan perundangan daerah lain yang lebih teknis untuk pengelolaan keuangan daerah Menyusun peraturan daerah untuk mendorong pelaksanaan prinsip transparansi dan partisipasi Meningkatkan kapasitas dan keterlibatan DPRD dalam perencanaan dan penganggaran Menyusun dokumen perencanaan (RPJMD, RENSTRA-SKPD, RKPD, RENJA-SKPD) dan dokumen anggaran (KUA/PPA, RKA-SKPD, APBD) yang lebih terukur dan berorientasi pada pencapaian target kinerja serta memperkuat sinkronisasi dokumen perencanaan dan penganggaran Menyusun peraturan tentang Standar Biaya dan Analisa Standar Belanja

Usulan Program
(i) Pelatihan tentang kerangka peraturan daerah yang komprehensif terkait Pengelolaan Keuangan Daerah (ii) Pendampingan Teknis untuk melengkapi berbagai peraturan daerah yang belum dibuat dan disahkan (i) Pelatihan DPRD tentang Perencanaan dan Penganggaran (ii) Pelaithan dan pendampingan teknis untuk penyusunan Standar Biaya dan Analisa Standar Belanja (iii) Pelatihan dan pendampingan teknis untuk penyusunan indikator dan target yang layak pada berbagai dokumen perencanaan dan penganggaran (i) Pelatihan dan Pendampingan Teknis untuk sistem administrasi dan penagihan pendapatan (ii) Melengkapi aturan pengadaan barang dan jasa didaerah sesuai dengan kerangka peraturan perundangan pusat yang baru (i) Pelatihan dan Pendampingan Teknis dibidang akuntansi (ii) Pendampingan teknis untuk sistem informasi akuntansi yang terintegrasi (iii) Peningkatan jumlah SDM berlatar belakang akuntansi (iv) Pelatihan dan pendampingan teknis untuk memperkuat fungsi audit internal dan penambahan SDM auditor fungsional

Perencanaan & Penganggaran

Pengelolaan kas,aset dan pengadaan

Meningkatkan kapasitas dalam manajemen pendapatan Mempertahankan kinerja dalam pengelolaan dan pengendalian penerimaan dan pembayaran kas serta surplus kas temporer dikelola yang sudah cukup baik Mempertahankan dan meningkatkan kinerja dalam bidang pengadaan barang dan jasa Meningkatkan kapasitas SDM berlatarbelakang pendidikan akuntansi pada posisi penting pengelolaan keuangan daerah Mempertahankan sistem informasi yang sudah terintegrasi di beberapa daerah dan mendorong penerapan hal yang sama di kabupten Bolmong

Akuntansi & Pelaporan

Audit Internal, serta Audit dan Pengawasan Eksternal

Meningkatkan peran audit internal dalam pengelolaan keuangan daerah melalui peningkatan sumberdaya anggaran serta SDM auditor fungsional yang berkualitas Meningkatkan komunikasi untuk mendukung audit eksternal serta tindaklanjut temuan audit eksternal

101
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

Tabel C.2 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Penerimaan dan Belanja
Penerimaan Kesimpulan
PAD Kabupaten dan Kota di Sulawesi Utara relatif rendah dan ketergantungan pendapatan akan transfer dari pemerintah pusat semakin besar. Hal ini kurang selaras dengan tujuan otonomi daerah.

Rekomendasi
Oleh sebab itu dibutuhkan upaya meningkatkan kajian tentang potensi pajak dengan dasar pajak (tax base) yang luas, meningkatkan pengawasan untuk meminimalisasi kebocoran pendapatan pajak dan retribusi daerah, serta meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di bidang perpajakan.

Sumber Dana Bagi Hasil dari non-pajak (Sumber Daya Alam) Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang potensi SDA masih sangat kecil dibandingkan dengan DBH pajak, sehingga di Sulawesi Utara yang dapat menjadi salah satu sumber menimbulkan pertanyaan apakah potensi SDA di Sulawesi Utara pendapatan daerah. belum dimanfaatkan secara maksimal. Ketimpangan pendapatan perkapita daerah antar kabupaten/ kota masih tinggi. Beberapa kabupaten hasil pemekaran sepertinya masih mempunyai sumber pendapatan yang sangat rendah (Kabupaten Bolaang Mongondow Timur). Dibutuhkan dukungan dari pemerintah, misalnya melalui transfer dari pemerintah pusat, untuk memulai pengembangan kabupaten/kota baru hasil pemekaran melalui peningkatan posisi fiskal kabupaten/kota tersebut.

Pemerintah Provinsi dan kebanyakan Kabupaten dan Kota di Bilamana pelayanan pada masyarakat telah maksimal maka Sulawesi Utara memiliki SILPA yang besar. Ini menggambarkan Pemerintah Daerah dapat melakukan investasi tambahan untuk bahwa Pemerintah Daerah kurang dapat menyerap anggaran memanfaatkan dana yang ada. yang ada dan masih bisa melakukan program dan kegiatan yang penting dalam pelayanan kepada masyarakat.

Belanja Kesimpulan
Belanja pegawai masih sangat mendominasi.

Rekomendasi
(1) Pengurangan jumlah pegawai secara alami yaitu melakukan penerimaan pegawai dengan jumlah yang lebih kecil dari jumlah pegawai yang pensiun. (2) Melakukan penerimaan pegawai yang berkualitas serta pelatihan yang sesuai untuk meningkatkan produktivitas pegawai. (3) Melakukan realokasi pegawai dari bidang yang kelebihan pegawai ke bagian yang kekurangan untuk mencegah penerimaan pegawai yang tidak diperlukan.

Belanja pemerintah daerah yang dialokasikan untuk sektor- (1) Perlu dilakukan program-program yang tepat dan efisien, sektor unggulan Sulawesi Utara sangat kecil. Sektor pertanian termasuk pembangunan ketrampilan dan etos kerja pekerja hanya dialokasikan dana sekitar 3%, pariwisata sekitar 0,5%, di sektor-sektor tersebut, yang dibiayai secara memadai serta perikanan dan kelautan sekitar 1%. agar sektor-sektor unggulan tersebut dapat mempercepat pencapaian kesejahteraan masyarakat. (2) Perlu ada upaya mengarahkan tren belanja pada keseimbangan antara belanja pegawai dan belanja infrastruktur. (3) Belanja kesehatan yang hanya 8% perlu lebih ditingkatkan seiring meningkatnya biaya kesehatan dan relatif tingginya angka kemiskinan dan pengangguran. Anggaran responsif gender di Sulawesi Utara juga masih sangat (1) Perlu ada peningkatan alokasi belanja yang dapat kecil. membantu pengembangan perdayaan perempuan dalam pembangunan ekonomi Sulawesi Utara. (2) Perlu diperluas akses perempuan dalam sektor-sektor ekonomi sehingga dapat meningkatkan derajat kehidupan kaum perempuan. (3) Perlu disediakan anggaran yang cukup untuk pembiayaan korban traficking, perkosaan, kehamilan yang tidak di inginkan, anak-anak terlantar termasuk pendampingan (bantuan) hukum. (4) Perlu adanya alokasi belanja yang lebih baik untuk kesejahteraan kaum Lansia.

102
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

Tabel C.3 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Bab Sektoral


Kesehatan Kesimpulan Rekomendasi
Indikator kesehatan di Sulut secara umum lebih baik dari Oleh karena itu Kabupaten perlu memiliki tenaga kesehatan propinsi tetangganya di Sulawesi dan rata-rata nasional. Yang yang memadai dilengkapi dengan akses untuk menjangkau masih perlu diperhatikan adalah distribusi di antara kabupaten/ penduduk. kota. Proporsi belanja kesehatan terhadap total Belanja (Provinsi maupun Kabupaten/Kota) mayoritas masih di bawah 10%. Belanja kesehatan di tingkat Provinsi sebagian besar dialokasikan untuk belanja pegawai. Belanja kesehatan per kapita di kabupaten kepulauan lebih tinggi dengan daerah lain di Provinsi Sulut. Hubungan antara output (rasio dokter dan bidan per 10.000 penduduk) dengan capaian (cakupan imunisasi dan kelahiran dibantu tenaga medis) beragam. Untuk daerah perkotaan output dan capaian relatif merata, tetapi di kabupaten terutama kabupaten kepulauan, capaian sektor kesehatan beragam. Akses terhadap tenaga kesehatan di kabupaten kepulauan seringkali terkendala faktor transportasi dan geografi. Proporsi belanja kesehatan terhadap total Belanja (Provinsi maupun Kabupaten/Kota) masih perlu ditingkatkan. Hal ini penting untuk meningkatkan alokasi belanja pemerintah daerah pada masyarakat.

Kabupaten kepulauan perlu mendapat perhatian khusus dalam hal akses dan mobilitas tenaga kesehatan. Persepsi masyarakat Sulut terhadap pelayanan kesehatan relatif baik, tetapi penyedia jasa kesehatan perlu meningkatkan standar kebersihan alat dan fasilitasnya.

Pendidikan Kesimpulan Rekomendasi


Kualitas capaian pendidikan di Sulut merupakan yang tertinggi Rekomendasi yang dapat diberikan adalah untuk meningkatkan di Indonesia. Capaian indikator pendidikan tersebut juga kualitas hasil pendidikan atau lulusan sehingga mendukung tersebar relatif merata di tiap kabupaten/kota di Sulut. penciptaan lapangan kerja dan mengurangi angka pengangguran. Ketimpangan indikator pendidikan di Sulut relatif kecil, baik antar kabupaten/kota, dari kelompok usia, maupun jenis kelamin. Belanja sektor pendidikan di Sulut meningkat lebih dari dua kali lipat dalam lima tahun, dan porsinya rata-rata selalu berada di atas 20%. Kenaikan itu juga diikuti oleh kenaikan belanja pegawai yang juga mencapai dua kali lipat. Di tingkat kabupaten kota, porsi belanja pendidikan hampir seluruhnya di atas 20%. Pemerataan akses pendidikan di kabupaten kepulauan dalam hal mobilisasi murid dan guru masih perlu diperhatikan. Proporsi belanja pegawai di sektor pendidikan masih perlu diturunkan. Proporsi belanja pegawai ini termasuk tinggi bila dibandingkan dengan belanja pegawai sektor pendidikan di beberapa daerah studi PEA.

Ketergantungan Sulut terhadap belanja pendidikan dari Rekomendasi lainnya adalah perguruan tinggi di Sulut harus pusat semakin meningkat. Ini berarti semakin kuat pula peran meningkatkan kualitas dan kemandirian sehingga mengurangi pemerintah pusat dalam penyediaan pendidikan tinggi di Sulut. pada transfer dari pusat, misalnya melalui output akademik berupa penelitian atau pelatihan.

Infrastruktur Kesimpulan Rekomendasi


Belanja sektor infrastruktur meningkat 4 kali lipat selama 5 tahun Mayoritas belanja infrastruktur yang berasal dari kabupaten terakhir, komposisi belanja pegawai juga cenderung menurun. hasil pemekaran harus diperhatikan, sebab hal ini tidak serta Empat Kabupaten/Kota hasil pemekaran di Sulut mendominasi merta mencerminkan penyediaan layanan dasar yang lebih baik. besaran belanja di sektor infrastruktur. Dari tiga infrastruktur dasar, cakupan air bersih merupakan yang Rekomendasinya adalah pelayanan terhadap akses infrastruktur terendah dibandingkan dengan akses ke sanitasi dan cakupan dasar difokuskan pada masyarakat berpendapatan rendah, listrik. Masih dijumpai ketimpangan antar kabupaten dan terutama penyediaan air bersih dan akses sanitasi. kelompok pendapatan terutama pada kabupaten baru.

103
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

Terjadi pergeseran moda transportasi untuk arus penumpang Rekomendasi utama adalah perlunya peningkatan kapasitas dari angkutan laut ke angkutan udara. Sementara itu, angkutan tampung dan kualitas layanan di pelabuhan udara untuk laut masih menjadi pilihan untuk transportasi barang. mengantisipasi pertumbuhan penumpang. Rekomendasi lainnya adalah peningkatan efisiensi layanan bongkar muat di pelabuhan harus dilakukan untuk mengantisipasi pertumbuhan arus barang dan meningkatkan daya saing dengan pelabuhan lain. Masyarakat Sulut yang tinggal di kabupaten terluar masih Rekomendasi yang penting diperhatikan adalah perlunya alokasi sangat bergantung kepada pelayaran perintis, tetapi jumlah belanja infrastruktur khusus untuk mendukung pelayaran kapal perintis di Sulut masih sangat sedikit. perintis, dikarenakan jalur-jalur ini sulit diminati pelayaran swasta.

Pertanian Kesimpulan
Belanja pertanian di Sulut meningkat lebih dari 2 kali lipat selama kurun waktu 2005-2009, hampir separuhnya berasal dari dana dekonsentrasi pemerintah pusat. Belanja pertanian mengambil proporsi sebesar 6% dari total belanja, di mana separuhnya dialokasikan untuk belanja pegawai. Produksi padi di Sulut meningkat hampir 100 ribu ton (24%) dalam waktu 5 tahun. Produksi jagung meningkat lebih tinggi, 161% dalam waktu 5 tahun. Produktifitas lahan jagung meningkat hampir 50% sementara produktifitas lahan padi cenderung stagnan di 4,9 ton per hektar. Dari beberapa komoditas perkebunan yang potensial di Sulut, pala dan kakao menunjukkan peningkatan produksi antara tahun 2005-2008. Walaupun produksi kelapa pada tahun 2008 meningkat dibanding tahun 2005, trennya menurun sejak tahun 2006.

Rekomendasi
Rekomendasi yang utama adalah mengurangi belanja modal untuk pembangunan gedung sementara di sisi lain belanja program-program pendampingan dan penyuluhan pertanian yang biasanya terdapat di belanja barang dan jasa perlu ditingkatkan. Komoditas pertanian seperti padi dan palawija rentan terhadap perubahan iklim, pemerintah Sulut harus menyiapkan program pendampingan dan penyadaran petani untuk mengadaptasi perubahan iklim. Sulut perlu mengambil kebijakan strategis berfokus pada produk perkebunan tertentu untuk meningkatkan keunggulan. Kebijakan tersebut juga harus diselaraskan dengan kebijakan industri pertanian untuk menambah nilai tambah produk perkebunan Sulut.

104
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

Tabel C.4 Matriks Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Sulawesi Utara
Kesimpulan
Anggaran responsif gender di Sulawesi Utara masih relatif kecil.Walaupun secara umum permasalahan terkait gender di Sulawesi Utara relatif sedikit, provinsi ini dihadapkan pada permasalahan trafficking.

Rekomendasi
Perlu ada peningkatan alokasi belanja yang dapat membantu pengembangan perdayaan perempuan dalam pembangunan ekonomi Sulawesi Utara sehingga dapat meningkatkan derajat kehidupan kaum perempuan

Walaupun angka capaian gender cenderung tinggi, namun Perlu ada studi perbandingan indikator dalam IPG dan IPM itu belum dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang untuk mengetahui dengan pasti kesenjangan yang terjadi (di gender di Sulawesi Utara. bidang apa saja) dan setelah itu melakukan langkah tertentu untuk mempersempit kesenjangan yang ada. Kerja sama tingkat regional dapat dijadikan peluang bagi provinsi yang dilibatkan secara aktif oleh pemerintah pusat. Komitmen dan kerja sama pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam menetapkan regulasi yang mendukung seperti di bidang kepelabuhanan, imigrasi, dan bea cukai.

Komitmen untuk menjaga kualitas infrastruktur diperlukan, Harus ada peningkatan kualitas pada infrastruktur yang termasuk yang berada di bawah tanggung jawab pemerintah menunjang aktifitas ekonomi seperti bandar udara, pelabuhan, pusat. jalan, kelistrikan, dan sebagainya. Pemerintah daerah di Sulut perlu mengembangkan sektor Stimulus fiskal dan regulasi dari pemerintah daerah sangat pariwisata dan jasa di Sulut. dibutuhkan. Misalnya dengan promosi parwisata, menggiatkan pariwisata berbasis partisipasi masyarakat, menggiatkan ekowisata, membenahi dan menerapkan standar kualitas biro perjalanan, dsb. Pemerintah daerah harus mendukung industri energi yang Ke depannya, pemerintah daerah bisa memberikan insentif baik ramah lingkungan. Kebutuhan energi listrik di luar Jawa-Bali pajak maupun bukan pajak untuk industri energi terbarukan, sangat tinggi, tetapi penyediaannya sangat terbatas. atau kepada industri yang memproduksi barang secara ramah lingkungan. Industri pendidikan menjadi penopang dan penggerak utama Perlu dibangun kerjasama pemerintah daerah, perguruan tinggi, berkembangnya industri daerah. dan sektor industri untuk meningkatkan keahlian tenaga kerja bidang industri turunan kelapa, perikanan, industri pariwisata bahari dan pariwisata ekologis, industry energi, dan teknologi informasi. Membangun kerjasama dan jaringan dengan provinsi tetangga Memanfaatkan forum-forum yang sudah ada seperti BKPRS mutlak dilakukan. atau Forum Kepala Bappeda sebagai wadah komunikasi dan keselarasan kebijakan kawasan.

105
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

Lampiran D. Budget Master Table


Lampiran D.1 Konsolidasi Anggaran Pemerintah Sulawesi Utara
Tabel D.1.1 Pendapatan Berdasarkan Sumber (dalam Juta Rupiah)
Provinsi PAD Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah DANA PERIMBANGAN Dana Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus BAGIAN LAIN-LAIN PENERIMAAN YANG SAH Pendapatan Hibah Dana Darurat Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya Bagi Hasil Bukan Pajak dari Propinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya Pendapatan lainnya TOTAL PENDAPATAN Kabupaten/Kota PAD Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah DANA PERIMBANGAN Dana Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Bukan Pajak Dana Alokasi Umum 2005 258.686 205.752 10.563 33.373 8.998 356.746 34.642 100 322.003 0 18.567 0 0 0 0 0 0 0 633.998 2005 135.761 53.819 51.721 11.245 18.976 1.988.548 165.183 4.977 1.675.550 2006 261.186 206.191 10.272 30.787 13.936 546.750 46.406 541 499.804 0 0 0 0 0 0 0 0 0 807.936 2006 145.968 62.103 49.492 9.043 25.330 3.545.670 182.706 63.138 2.911.000 2007 283.220 238.424 5.302 30.311 9.183 557.289 55.451 0 501.838 0 65.663 0 40.408 0 22.449 2.806 0 0 906.172 2007 178.078 77.265 47.371 13.720 39.722 3.657.013 207.978 25.053 2.746.160 2008 330.032 294.955 6.331 13.201 15.545 627.740 53.786 0 545.227 28.728 29.670 0 28.647 0 0 0 0 1.023 987.442 2008 173.704 66.700 51.940 10.542 44.522 3.875.255 250.802 1.275 2.964.050 2009 331.084 289.215 7.567 16.369 17.933 674.268 62.754 0 558.635 52.879 17.998 0 0 0 17.998 0 0 0 1.023.349 2009 202.969 75.605 57.160 7.931 62.273 4.631.587 302.574 0 3.492.574

106
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

Kabupaten/Kota Dana Alokasi Khusus BAGIAN LAIN-LAIN PENERIMAAN YANG SAH Pendapatan Hibah Dana Darurat Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya Bagi Hasil Bukan Pajak dari Propinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya Pendapatan lainnya TOTAL PENDAPATAN

2005 142.838 328.125 0 0 0 0 0 0 0 2.452.435

2006 388.825 99.683 0 0 0 0 0 0 0 3.791.322

2007 677.823 387.646 19.643 121.896 68.521 165.439 0 2.909 9.238 4.222.737

2008 659.129 499.066 46.286 89.521 82.736 214.857 21.951 13.788 29.925 4.548.025

2009 836.439 659.247 42.539 64.663 137.803 285.315 65.727 40.847 22.352 5.493.803

Keterangan: Data diambil dari realisasi anggaran daerah Sulawesi Utara, 2005-2010 (riil tahun dasar 2009) Khusus untuk Tomohon tahun 2009 menggunakan APBD-P

Tabel D.1.2 Belanja berdasarkan Klasifikasi Ekonomi (dalam Juta Rupiah)


Provinsi Belanja pegawai - Tidak langsung - Langsung Belanja barang & jasa - Barang & jasa - Perjalanan dinas - Pemeliharaan Belanja modal Belanja lain-lain 2005 223.549 0 0 172.173 76.640 22.689 72.844 34.528 174.275 2006 292.218 0 0 218.900 111.819 36.588 70.492 0 292.081 2007 337.084 269.717 67.367 209.487 0 0 0 155.122 167.808 2008 376.161 300.717 75.445 188.620 0 0 0 161.371 208.944 2009 335.167 297.466 37.701 236.257 0 0 0 241.284 221.720

Kabupaten/Kota Belanja pegawai - Tidak langsung - Langsung Belanja barang & jasa - Barang & jasa - Perjalanan dinas - Pemeliharaan Belanja modal
Belanja lain-lain

2005 1.340.998 0 0 578.611 297.619 99.080 181.912 385.435


57.312

2006 1.679.041 0 0 854.964 393.038 143.198 318.728 480.245


385.977

2007 1.950.867 1.674.886 275.981 700.572 0 0 0 1.055.598


306.679

2008 2.135.423 1.873.269 262.154 676.420 0 0 0 1.144.036


215.709

2009 2.540.743 2.279.056 261.688 826.537 0 0 0 1.690.853


188.347

Keterangan: Data diambil dari realisasi anggaran daerah Sulawesi Utara, 2005-2010 (riil tahun dasar 2009) Khusus untuk Tomohon tahun 2009 menggunakan APBD-P.

107
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

Tabel D.1.3 Belanja berdasarkan Sektor (dalam Juta Rupiah)


Provinsi Sektor Pemerintahan Umum Infrastruktur Pendidikan Kesehatan Pertanian Kelautan dan Perikanan Kehutanan Sosial dan Pemberdayaan Perempuan Perindutrian dan Perdagangan Ketenagakerjaan Kependudukan dan Transmigrasi Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Pariwisata Energi dan Sumber Daya Mineral Lingkungan Hidup Penanaman Model Perumahan Pemuda dan Olah Raga Penataan Ruang Pertahanan Total 2005 418.403 64.995 18.476 29.542 16.894 5.450 12.485 4.169 4.852 7.769 0 3.810 9.580 3.918 2.090 2.091 0 0 0 0 604.525 2006 506.778 98.367 48.532 38.898 28.690 8.655 16.339 6.257 7.206 10.151 0 5.698 14.054 5.672 2.994 4.904 0 0 0 0 803.199 2007 473.746 167.038 56.251 47.405 50.945 9.361 8.172 6.254 6.851 11.135 0 7.379 7.786 6.886 3.235 6.378 0 680 0 0 869.501 2008 545.796 150.251 52.225 46.117 49.818 10.014 9.373 8.235 8.243 11.687 0 6.655 7.919 6.162 3.259 5.335 0 13.370 635 0 935.096 2009 566.058 197.910 53.987 53.915 58.452 12.850 10.225 11.187 8.162 14.413 215 8.805 14.167 6.198 4.080 5.241 0 8.518 45 0 1.034.428

Kabupaten/Kota Sektor Pemerintahan Umum Infrastruktur Pendidikan Kesehatan Pertanian Kelautan dan Perikanan Kehutanan Sosial dan Pemberdayaan Perempuan Perindutrian dan Perdagangan Ketenagakerjaan Kependudukan dan Transmigrasi Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Pariwisata Energi dan Sumber Daya Mineral Lingkungan Hidup Penanaman Model Perumahan Pemuda dan Olah Raga Penataan Ruang Pertahanan Total

2005 703.826 118.986 808.341 198.801 38.737 18.844 13.942 32.002 15.631 7.052 16.933 4.997 7.083 5.943 11.690 1.921 103.985 987 38.034 52 2.362.356

2006 1.161.697 492.742 878.788 354.740 106.726 36.518 21.555 32.975 21.888 54.784 22.337 8.109 14.831 8.607 18.622 4.696 160.612 0 0 0 3.400.228

2007 1.510.709 596.184 1.240.227 277.985 136.974 48.441 17.502 13.613 26.349 11.018 17.397 12.517 11.026 10.919 39.827 5.858 13.375 13.596 10.198 0 4.013.717

2008 1.299.571 701.786 1.415.790 325.420 131.227 49.745 21.398 18.778 31.971 12.710 23.029 13.178 11.787 12.206 48.555 11.036 6.660 23.474 12.610 656 4.171.588

2009 1.580.388 1.014.713 1.688.736 424.495 157.105 73.067 27.863 27.541 49.981 14.029 23.210 12.723 17.652 14.220 53.033 8.113 19.437 10.750 27.583 1.842 5.246.480

Keterangan: Data diambil dari realisasi anggaran daerah Sulawesi Utara, 2005-2010 (riil tahun dasar 2009) Khusus untuk Tomohon tahun 2009 menggunakan APBD-P.

108
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

Lampiran D.2 Belanja Pemerintah Pusat Ke Provinsi Sulawesi Utara


Tabel D.2.1 Belanja Pemerintah Pusat yang Terdekonsentrasi ke Provinsi Sulawesi Utara (dalam Juta Rupiah)
PELAYANAN UMUM PERTAHANAN KETERTIBAN DAN KEAMANAN EKONOMI LINGKUNGAN HIDUP PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM KESEHATAN PARIWISATA DAN BUDAYA AGAMA PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN DAN PERLINDUNGAN SOSIAL 2005 28.588 910 100 221.497 6.279 92.569 66.811 4.791 12 166.738 40.995 277.525 55.266 21.566 113.407 4.773 278.255 39.211 7 179.792 2006 47.284 311 173.085 1.841 44.866 93.849 4.250 311.871 20.966 2007 12.494 389 207.975 2.359 104.697 33.168 3.626 430.574 18.551 2008 6.144 551 217.337 4.918 145.063 49.006 7.430 2009 3.167

Keterangan: Data diambil Dari Direktorat Perimbangan Keuangan, Departemen Keuangan Data merupakan data realisasi (riil tahun dasar 2009).

109
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

110
Lampiran
Kota Manado Kab.Minut 66.613 10.504 18.480 37.628 1.917.540 121.379 1.453.499 342.662 262.034 170.622 323.174 42.042 59.847 131.455 227.200 365.216 491.737 312.048 799.672 803.532 327.373 49.281 215.768 1.529.155 3.401.343 2.151.782 3.277.912 1.166.006 493.408 16.186 13.758 256.464 126.300 265.886 114.131 222.561 1.967.504 4.466.901 3.069.445 4.666.478 22.215 28.754 76.609 98.650 19.131 1.806.690 150.748 1.274.674 381.267 309.156 34.604 274.553 7.438 7.929 12.706 13.334 86.659 24.257 12.510 11.442 40.877 3.307.320 197.762 2.436.233 673.324 706.924 61.729 645.195 12.945 12.333 20.515 14.317 1.125 9.737 47.866 54.421 191.222 137.223 40.695 62.056 10.101 3.535 3.199 3.367 975.769 76.962 835.458 63.349 179.744 126.261 Kab.Boltim 166.508 103.089 38.342 2.754 22.323 1.197.436 101.794 967.592 128.050 124.334 86.642 10.276 218.924 205.345 363.199 35.688 75.547 77.326 164.707 62.660 280.892 440.525 265.628 254.611 243.996 599.381 532.253 253.386 1.501.643 2.445.012 1.616.497 1.239.344 134.091 352.456 123.268 90.146 1.879.729 3.396.850 2.272.018 1.582.876 29.273 6.570 20.878 22.649 7.462 11.945 6.193 21.813 25.263 16.333 21.889 34.593 39.745 14.359 28.363 93.140 83.523 51.570 79.095 Kota Bitung Kota Tomohon Kota Kotamobagu Kab. Minahasa Kab. Minsel Kab. Kepulauan Talaud Kab. Bolmong Kab. Bolmut Kab. Kepulauan Sangihe Kab. Kepulauan Sitaro Kab.Bolsel 27.129 5.100 19.247 2.782 1.284.003 149.176 1.062.631 72.196 201.450 153.486 47.964 Kab.Mitra 40336.2994 8264.85213 20499.6074 0 11571.8398 2864351.4 124501.933 0 2152286 587563.465 498749.856 94216.1738 41873.855 67710.6517 284480.712 0 1.488.277 2.253.762 3.920.898 2.589.216 1.916.582 27.416 38.262 61.668 29.743 2.246.187 2.380.585 73.236 5.013.058 62.323 3.588.039 77.946 129.054 5.297.110 2.156.541 4.076.301 53.484 1.165.614 1.512.583 0 10468.4638 3403437.55

Lampiran D.3 Anggaran Daerah Berdasarkan Provinsi dan Kabupaten Kota

Tabel D.3.1 Pendapatan Riil Perkapita Daerah berdasarkan Kabupaten/Kota tahun 2009 (dalam Rupiah)

Provinsi Sulut

PAD

148.544

Pajak Daerah

129.759

Retribusi Daerah

3.395

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

7.344

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yangS ah

8.046

DANA PERIMBANGAN

302.517

Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Dana Bagi Hasil Pajak

28.155

Dana Bagi Hasil Bukan Pajak

Dana Alokasi Umum

250.638

Dana Alokasi Khusus

23.725

BAGIAN LAIN-LAIN PENERIMAAN YANG SAH

8.075

Pendapatan Hibah

Dana Darurat

Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya

Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus

8.075

Bantuan Keuangandari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya

Bagi Hasil Bukan Pajak dari Propinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya

Pendapatanl ainnya

TOTALPENDAPATAN

459.137

Keterangan: Data diambil dari realisasi anggaran daerah Sulawesi Utara, 2005-2010 (riil tahun dasar 2009) Khusus untuk Tomohon tahun 2009 menggunakan APBD-P.

Tabel D.3.2 Belanja Riil Perkapita Daerah berdasarkan Klasifikasi Ekonomi, per Kabupaten/Kota tahun 2009 (dalam Rupiah)
Kota Bitung Kota Tomohon 1.058.186,83 2.810,50 8.245,79 66.418,56 52.008,39 2.172,94 105.354,09 12.287,57 20.596,36 90.728,67 38.289,45 56.762,87 36.693,34 43.059,03 31.992,79 23.292,48 16.582,01 2.831,20 10.341,12 65.639,05 87.081,22 105.215,40 49.972,81 28.915,28 33.415,93 30.044,81 1.505.323,15 843.324,47 1.014.949,36 961.422,80 1.059.050,62 1.662.262,68 1.579.079,96 1.347.775,99 877.562,99 794.478,80 621.918,35 6.144,68 10.760,76 704.630,65 3.837,15 27.147,85 Kota Kotamobagu Kab. Minahasa Kab. Minut Kab. Minsel Kab. Kepulauan Talaud Kab. Kepulauan Sangihe Kab. Kepulauan Sitaro Kab. Bolmong Kab. Bolmut Kab. Boltim Kab. Bolsel Kab. Mitra

Belanja Menurut Klasifikasi Ekonomi

Provinsi Sulut

Kota Manado

Belanja tidak langsung

885.859,25 27.260,82 107.692,23 -

Pegawai -

133.461,29

885.498,10

Bunga

Hibah/subsidi

9.896,22

25.538,12

Bantuan Sosial

24.551,24

63.753,80

Bagi Hasil ke Daerah Bawahan 8.280,46 165.999,17 353.639,46 535.884,91 2.199.465,69 4.085.135,88 2.391.296,78 1.817.021,34 2.323.503,74 2.377.273,47 1.130.254,56 1.106.902,36 512.814,29 805.758,50 452.769,24 1.002.699,87 3.826.880,17 933.171,49 328.811,07 197.538,17 320.065,98 585.512,45 702.750,86 360.864,16 80.870,52 33.782,71 83.178,29 79.742,05 223.508,82 119.552,96 378.064,77 1.236.295,66 3.565.356,16 179.256,09 730.297,51 2.025.615,78 4.554.557,14 1.791,73 51,88 10.939,84 16.000,64 5.366,07 24.847,72 25.084,21 2.518,79 34.457,38 85.330,77 73.640,28 105.088,00 153.732,22 72.596,46 2.547,60 126.436,09 278.272,93

61.326,48

249,59

Bantuan ke Daerah Bawahan

2.691,96

77.401,00 1.846,72 206.379,00 795.237,44

15.004,80 3.577,38 110.886,69 182.950,86

9.592,88 7.674,30 117.204,83 206.276,63

83.280,82 4.899,24

Tidak Terduga

1.011,22

2.299,50

Bantuan kepada Lembaga Vertikal

Belanja langsung

19.745,25 589.653,31 703.372,04 1.779.732,83 58.458,21 2.121.696,18 3.718.536,53 1.209.701,73 456.651,33 1.533.015,61 1.679.823,45 3.498.214,36

Pegawai

16.914,76

99.956,32

Barang dan Jasa

105.999,44

181.257,83

Modal

108.254,48

335.987,17

Total

464.107,09

1.594.540,42

Keterangan: Data diambil dari realisasi anggaran daerah Sulawesi Utara, 2005-2010 (riil tahun dasar 2009) Khusus untuk Tomohon tahun 2009 menggunakan APBD-P

Lampiran

Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

111

112
Lampiran
Kota Bitung 636.751 1.037.637 221.692 258.789 18.171 23.619 16.267 20.740 57.832 11.118 28.581 14.693 7.118 10.736 12.162 503 13.441 18.521 48.657 25.805 6.595 18.044 7.223 24.035 24.232 62.487 38.004 11.405 15.252 41.581 48.394 24.313 51.807 25.101 34.037 31.964 7.384 28.211 18.052 76.567 33.246 54.518 30.468 53.913 7.316 28.888 28.275 29.638 12.096 10.964 4.707 56.067 11.237 1.147 28.385 590.047 640.313 288.599 355.424 344.888 526.671 483.363 1.132.127 361.946 1.228.354 7.119 3.189 68.789 34.034 33.664 17.729 217.194 193.479 156.371 203.785 178.959 295.867 411.309 439.892 204.660 202.093 591.381 817.592 711.432 831.970 1.283.969 1.232.320 1.157.638 650.980 549.891 246.963 48.765 117.960 44.187 16.191 5.960 13.569 412.214 75.113 302.921 19.526 28.381 17.196 10.308 18.334 Kota Kota Tomohon Kotamobagu Kab. Minahasa Kab. Minut Kab. Minsel Kab. Kepulauan Talaud Kab. Kepulauan Sangihe Kab. Kepulauan Sitaro Kab. Bolmong Kab. Bolmut Kab. Boltim Kab. Bolsel Kab. Mitra 669.013 270.264 1.296.584 5.584 22.246 13.658 23.723 7.342 4.720 16.732 109 17.474 2.384 16.796 5.339 18.295 34.451 28.221 12.772 4.151 16.475 27.940 23.381 9.628 15.282 19.789 21.093 13.128 13.641 11.073 11.531 4.807 25.523 19.787 17.631 21.930 24.161 5.454 6.291 3.642 1.495 15.454 5.795 15.718 5.587 11.621 8.184 2.260 1.203 14.164 3.452 12.560 14.854 7.375 11.010 963 13.466 2.360 1.257 12.937 5.861 16.020 3.341 1.437 10.669 3.520 12.011 10.043 5.526 17.152 5.849 3.796 1.120 2.154 1.384 7.114 5.895 576 20.241 6.091 12.904 14.704 -

Tabel D.3.3 Belanja Riil Perkapita Daerah berdasarkan Urusan, per Kabupaten/Kota tahun 2009 (dalam Rupiah)

Belanja Menurut Urusan

Provinsi Sulut

Kota Manado

URUSAN WAJIB

URUSAN PENDIDIKAN

22.847

639.414

URUSAN KESEHATAN

24.189

81.664

URUSAN PEKERJAAN UMUM

82.255

204.088

URUSAN PERUMAHAN RAKYAT

10.538

Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

URUSAN PENATAAN RUANG

20

14.406

URUSAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

3.951

15.090

URUSAN PERHUBUNGAN

6.540

30.430

URUSAN LINGKUNGAN HIDUP

1.831

29.372

URUSAN PERTANAHAN

URUSAN KEPENDUDUKAN DAN CATATAN SIPIL

7.269

URUSAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

544

URUSAN KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

92

10.445

URUSAN SOSIAL

4.475

6.873

URUSAN KETENAGAKERJAAN

6.467

6.658

URUSAN KOPERASI DAN UKM

3.951

4.826

URUSAN PENANAMAN MODAL

2.352

URUSAN KEBUDAYAAN

1.375

19.002

URUSAN KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA

3.822

3.914

Belanja Menurut Urusan

Provinsi Sulut

Kota Manado

Kota Bitung

Kota Kota Tomohon Kotamobagu

Kab. Minahasa

Kab. Minut

Kab. Minsel

Kab. Kepulauan Talaud 20.933 43.951 73.052 23.078 39.108 12.012 21.657

Kab. Kepulauan Sangihe

Kab. Kepulauan Sitaro

Kab. Bolmong

Kab. Bolmut

Kab. Boltim

Kab. Bolsel

Kab. Mitra

URUSAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK DALAM NEGERI 53.609 116.065 27.858 15.670 41.620 23.638 663.812 1.393.127 572.444 334.460 644.241 709.903 1.210.447 859.154 1.033.411 581.126 1.040.995 602.427 510.453 -

4.853

41.375

31.929

URUSAN PEMERINTAHAN UMUM -

238.207

419.246

862.499 -

-URUSAN KEPEGAWAIAN 10.169 23.900 13.804 9.952 34.955 45.244 15.916 56.786 17.507 81.614

URUSAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA 12.293 12.385 30.005 57 12.814 27.851 18.381 20.558 77 21.313 9.323 10.775 28.319 14.056 25.929 16.715 31.299 4.544 11.876 9.842 10.551 28.209 23.488 3.633 7.759 6.063 8.544 26.932 19.530 19.530 46.639 17.103 19.227 9.901 148.282 121.221 45.809 84.029 88.438 102.055 16.302 556 65.534 9.464 267 5.581 5.406 11.962 17.958 8.598 98.241 4.333 16.074 8.985 84.135 27.834 1.576 8.229 1.300 2.197 2.692 6.478 794 5.720 7.138 29.546 13.111 109.984 13.120 27.205 21.177 151.238 22.263 24.369 10.106 30 280 498 1.032 1.083 3.535 12.039 1.175 9.023 62.938 20.013 6.932 7.460 28.113 6.437 10.850 -

2.119

5.192

55.747

29.382

URUSAN STATISTIK

13.999 18.693 135.968 37.771 33.289 8.615 89.627 5.145 23.273 1.988

35.058 10.861 52.064 2.411 1.401 1.343 16.186 -

8.983 61.991 42.327 9.082 61.376 22.100 -

URUSAN KEARSIPAN

31

1.994

URUSAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA -

1.461

5.530

PERPUSTAKAAN

3.255

KETAHANAN PANGAN

2.741

6.421

URUSAN PILIHAN

URUSAN PERTANIAN -

23.483

13.664

URUSAN KEHUTANAN

4.587

URUSAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

2.781

URUSAN PARIWISATA

6.356

URUSAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

5.765

10.153

URUSAN PERDAGANGAN -

3.238

6.974

URUSAN INDUSTRI

424

URUSAN KETRANSMIGRASIAN

97

Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Keterangan: Data diambil dari realisasi anggaran daerah Sulawesi Utara, 2005-2010 (riil tahun dasar 2009) Khusus untuk Tomohon tahun 2009 menggunakan APBD-P

Lampiran

113

Lampiran

Lampiran E. Indikator-indikator Gender


Tabel E.1 Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Tahun 2005 - 2008
Propinsi/ Kabupaten/ Kota 1. Nanggroe Aceh Darussalam 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Jambi 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Bangka Belitung 10. Kepulauan Riau 11. DKI Jakarta 12. Jawa Barat 13. Jawa Tengah 14. Yogyakarta 15. Jawa Timur 16. Banten 17. Bali 18. Nusa Tenggara Barat 19. Nusa Tenggara Timur 20. Kalimantan Barat 21. Kalimantan Tengah 22. Kalimantan Selatan 23. Kalimantan Timur 24. Sulawesi Utara 25. Sulawesi Tengah 26. Sulawesi Selatan 27. Sulawesi Tenggara 28. Gorontalo 29. Sulawesi Barat 30. Maluku 31. Maluku Utara 32. Irian Jaya Barat 33. Papua INDONESIA IPM 2005 68,7 71,4 70,5 72,2 70,1 69,6 69,9 68,4 69,6 70,8 75,8 69,1 68,9 72,9 62,2 69,2 69,1 60,6 62,7 65,4 71,7 66,7 72,2 73,4 67,3 67,8 66,7 65,4 64,4 69 66,4 63,7 60,9 68,7 2006 69 72 71,2 73,6 71 70,2 71,1 68,8 70,7 72,2 76,1 69,9 69,8 73,5 68,4 68,8 69,8 62,4 63,6 66,2 73,2 67,4 72,9 74,2 68,5 68,1 67,5 67,5 65,7 69,2 67 64,8 62,1 69,6 2007 69,4 72,5 71,6 73,8 71,3 71,1 71,3 69,4 71,2 72,8 76,3 70,3 70,3 73,7 69,2 69,1 70,1 63 64,8 67,1 73,4 67,7 73,3 74,4 68,8 68,8 67,8 68 67,1 69,7 67,5 66,1 62,8 70,1 2008 70,76 73,29 72,96 75,09 71,99 72,05 72,14 70,3 72,19 74,18 77,03 71,12 71,6 74,88 70,38 69,7 70,98 64,12 66,15 68,17 73,88 68,72 74,52 75,16 70,09 70,22 69 69,29 68,55 70,38 68,18 67,95 64 71,17

Sumber: Pembangunan Berbasis Gender 2006.2007 & 2008, Kementerian PP&PA bekerjasama BPS

114
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

Tabel E.2 Indeks Pembangunan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008


Propinsi/ Kabupaten/ Kota 2005 1. Nanggroe Aceh Darussalam 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Jambi 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Bangka Belitung 10. Kepulauan Riau 11. DKI Jakarta 12. Jawa Barat 13. Jawa Tengah 14. Yogyakarta 15. Jawa Timur 16. Banten 17. Bali 18. Nusa Tenggara Barat 19. Nusa Tenggara Timur 20. Kalimantan Barat 21. Kalimantan Tengah 22. Kalimantan Selatan 23. Kalimantan Timur 24. Sulawesi Utara 25. Sulawesi Tengah 26. Sulawesi Selatan 27. Sulawesi Tenggara 28. Gorontalo 29. Sulawesi Barat 30. Maluku 31. Maluku Utara 32. Irian Jaya Barat 33. Papua INDONESIA 59,3 61,7 62,3 61,2 58,6 57 62,3 58 54,3 55,1 67,7 58,2 59,8 69,9 58,1 56,7 64,3 52,1 58,6 57,9 60,8 60,7 54,2 64,1 55,6 56,9 59,1 50,2 60,1 61,9 59,6 51,4 57,4 63,9 2006 59,6 63 63 62 59,6 58,5 63,9 59,5 55,4 56,7 68,1 59,8 60,8 70,2 59,7 58,1 66 53,9 59,6 58,8 62,3 61,8 54,9 64,9 56,8 57,4 60 52,3 61,5 62,5 60,3 52,6 58,6 65,1 IPG 2007 62,8 66,7 66,3 64 61,1 62,4 65,3 60,4 57,8 60,5 71,3 60,8 63,7 70,3 60,5 59 66 54,6 61,3 61 67,3 62,2 56,6 66 59,8 59 61,4 53,6 63,6 64,6 60,5 56,1 59,3 65,3 2008 64,12 68,87 67,46 65,41 62,49 64,8 67,05 62,18 59,69 62,5 72,7 61,81 64,66 71,5 62,97 61,49 67,08 55,6 63,44 62,78 68,31 63,8 58,12 67,32 61,42 61,04 62,48 55,25 64,18 66,75 62,87 57,36 61,4 66,38

Sumber: Pembangunan Berbasis Gender 2006.2007 & 2008, Kementerian PP&PA bekerjasama BPS

115
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

Tabel E.3 Indeks Pemberdayaan Gender Indonesia Tahun 2005 - 2008


IDG Propinsi/ Kabupaten/ Kota 2005 1. Nanggroe Aceh Darussalam 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Jambi 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Bangka Belitung 10. Kepulauan Riau 11. DKI Jakarta 12. Jawa Barat 13. Jawa Tengah 14. Yogyakarta 15. Jawa Timur 16. Banten 17. Bali 18. Nusa Tenggara Barat 19. Nusa Tenggara Timur 20. Kalimantan Barat 21. Kalimantan Tengah 22. Kalimantan Selatan 23. Kalimantan Timur 24. Sulawesi Utara 25. Sulawesi Tengah 26. Sulawesi Selatan 27. Sulawesi Tenggara 28. Gorontalo 29. Sulawesi Barat 30. Maluku 31. Maluku Utara 32. Irian Jaya Barat 33. Papua INDONESIA 42,1 49,5 55,3 43,6 56,1 56,1 56,4 59,3 39,6 35,6 57,8 49,2 56,5 62,3 56,8 40,1 56 53,2 56,3 48,7 57,1 57,4 43,8 62,7 58,3 49,2 53 51,3 60,2 51,4 40,1 41 57,1 59,7 2006 46,5 51,2 55,8 47,3 55,7 57,1 58,8 60,6 40,2 37,7 57,9 53 56,9 62,4 57,6 45,4 57,7 54,3 57,3 49,4 60,1 57,4 46,5 63,6 59,6 50 53,4 53,5 60,6 52,2 44,1 50,5 61,9 61,3 2007 49,7 54,8 59,1 49,9 58 60,1 60 61,4 42,4 42,8 62 54,4 59,3 62,4 58 46,5 57,8 54,5 59 51,3 65,1 57,7 48,9 64,2 62,5 51,8 55,3 54,1 62,8 53,9 44,1 55 63,5 61,8 2008 50,67 56,95 59,56 51,91 60,18 62,46 62,05 62,81 44,11 43,71 63,37 55,51 59,76 62,87 59,81 49,02 58,95 55,32 61,14 53,96 66,45 59,86 49,74 65,48 63,23 52,96 55,56 55,63 63,06 56,28 46,63 55,89 64,56 62,27

Sumber: Pembangunan Berbasis Gender 2006.2007 & 2008, Kementerian PP&PA bekerjasama BPS

116
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

Lampiran F. Tabel SWOT Sulawesi Utara sebagai Pusat Pertumbuhan di Kawasan Timur Indonesia
Analisis Strategi Pengembangan Sulawesi Utara Menjadi Pintu Gerbang Indonesia Ke Asia Timur Dan Pasik
Tabel F.1 Opportunities (O) and Strengths (S) Weaknesses (W)
STRENGTHS (S) Posisi geografi strategis terhadap Asia Timur dan Samudera Pasifik; Posisi semenanjung wilayah Sulawesi Utara yang terletak di tepian samudra Pasifik, diapit Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II dan ALKI II; Situasi keamanan yang terkendali dengan masyarakat berpikiran terbuka, hidup rukun dalam perbedaan agama dan budaya; Kekayaan sejarah sebagai pusat perdagangan rempah di dunia; Kekayaan alam baik di laut maupun di darat seperti terumbu karang, satwa endemik, rempah-rempah, laut dalam, dsb; Industri yang telah ada: kelapa, perikanan, ekoturisme, pariwisata kelautan; Infrastruktur yang ada: misalnya pelabuhan udara/laut internasional, sekolah tinggi khusus pengolahan kelapa; Kepemimpinan SHS dengan dianugerahi Bintang Mahaputra. WEAKNESSES (W) Kesiapan SDM minim: kurangnya pengetahuan dan pelatihan (aktifitas sasaran misalnya pariwisata dan industri pengolahan kelapa); Kerja sama institusi lokal antara politisi dan birokrat; Akses permodalan untuk dunia usaha; Kurangnya pendanaan baik dari donor maupun investor untuk proyek-proyek besar; Lokal: infrastruktur pelabuhan, landasan bandara, suplai listrik; Nasional: perpajakan, pandangan umum tentang korupsi; Dukungan pengelolaan keuangan Pemkab/Pemkot

117
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

OPPORTUNITIES (O) - Pusat pertumbuhan ekonomi dunia telah bergeser dari wilayah Atlantik ke wilayah Asia Timur dan Pasifik. - Keunggulan jangka pendek: momentum WOC; dukungan presiden misalnya untuk landas pacu bandara; ketertarikan perusahaan besar Maersk; minat politik dari luar negeri duta besar dan konsul Amerika Serikat. - Rekonsiliasi nasional dan otonomi daerah/ desentralisasi. - Kiprah BPD menuju asset 1T - Keberadaan tiga universitas negeri dan beberapa PTS terkemuka di KTI. - Kebutuhan untuk memperpendek jarak Indonesia-Asia Pasifik (PP). - Momentum Pemerintah Nasional untuk mengembangkan wilayah perbatasan dan pinggiran (periphery). - Sulut dan wilayah sekitarnya banyak memiliki komoditi eksport - Kebjakan Pemeritah Nasional untuk mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan, dan pintu gerbang Indonesia selain Jakarta, dan Bali.

SO STRATEGY Strategi Peningkatan Industri dan Perdagangan 1. Mewujudkan peran aktif Indonesia (melalui Sulawesi Utara) di kawasan Asia Timur dan Pasifik. 2. Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat konsolidasi dan distribusi kontainer dari Indonesia ke pasar Asia Timur dan Pasifik dan kontainer dari Asia Timur dan Pasifik masuk ke Indonesia. - Meningkatkan kerjasama regional dalam perdagangan dengan provinsi tetangga (Gorontalo, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, and Papua) - Kerjasama regional seperti BIMP-EAGA, ASEAN, EAST ASIA, dan APEC melalui regional integration arrangement. - Menjadikan pusat operasional dan distribusi kapal kontainer untuk pasar Asia Timur dan Pasifik; - Menjadikan Sulut sebagai basis regional bagi perusahaan bisnis dan jasa di kawasan timur Indonesia Strategi Peningkatan Infrastruktur - Peningkatan pelabuhan bitung/bandara Sam Ratulangi - Menjadi salah satu pelabuhan penguhubung skala internasional di Indonesia. - Menjadikan bandara Sam Ratulangi sebagai salah satu penhubung udara; - Pembangunan infrastruktur dasar dan fasilitas pendukung melalui Pemerintah Nasional .

WO STRATEGY Strategi Peningkatan Kualitas SDM - Program Pelatihan SDM; diarahkan kepada aktifitas pariwisata, industri pengolahan kelapa, dsb; - Meningkatkan pemahaman tentang Pintu Gerbang Pertumbuhan kepada masyarakat melalui sosialisasi. - Membangun keahlian spesifik misalnya pelatihan kewirausahaan untuk mahasiswa, pengalaman keahlian yang diperoleh dari lulusan luar negeri; - Keterlibatan peran akademisi. - Peningkatan peran Institusi pendidikan Strategi Peningkatan Industri dan Perdagangan - Membangun industri pengangkutan untuk distribusi logistik dengan asumsi telah terciptanya integrasi dan kolaborasi - Membangun industri berbasis potensi lokal yang mampu memenuhi skala keekonomisan, misalnya dengan tenaga kerja terlatih di produksi kelapa kita bisa mengembangkan industri tersebut;

Strategi Peningkatan Kewirausahaan - Membangun usaha lokal masyarakat dengan perencanaan ekspansinya; - Membangun UKM dengan Strategi Peningkatan Pariwiasata dukungan kewirausahaan 1. Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat (meningkatkan kuantitas dan distribusi wisatawan wisata bahari dan ecomemperluas jangkauan); wisata masuk dan keluar di kawasan timur - Meningkatkan jiwa Indonesia. entrepreneurship baik itu 2. Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai Pusat Kaintrapreneurship maupun jian Kelautan dan Pusat Kajian Industri Wisata interpreneurship masyarakat. Bahari dan Community Based Eco-Tourism. Keterlibatan peran perbankan. 3. Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) di Kawasan Timur Indonesia. Strategi Good Government Governance 4. Mewujudkan Sulawesi Utara pusat belanja, hiburan, makanan khas lokal, dan pembelaja- - Membangun kepercayaan, komitmen, dan tindakan; kerjasama ran kerukunan antar umat beragama. tingkat lokal antara institusi publik (politik dan birokrasi); - Membangun tanpa korupsi

118
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

Analisis Strategi Pengembangan Sulawesi Utara Menjadi Pintu Gerbang Indonesia ke Asia Timur dan Pasik
Tabel F.2 Opportunities (O) and Strengths (S)
OPPORTUNITIES (O) - Pusat pertumbuhan ekonomi dunia telah bergeser dari wilayah Atlantik ke wilayah Asia Timur dan Pasifik. STRENGTHS (S) Posisi geografi strategis terhadap Asia Timur dan Samudera Pasifik; SO STRATEGY Strategi Peningkatan Industri dan Perdagangan melalui - Mewujudkan peran aktif Indonesia (melalui Sulawesi Utara) di kawasan Asia Timur dan Pasifik. - Kerjasama regional seperti BIMP-EAGA, ASEAN, EAST ASIA, dan APEC melalui regional integration arrangement. - Menjadikan Sulut sebagai basis regional bagi perusahaan bisnis dan jasa di kawasan timur Indonesia. Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat konsolidasi dan distribusi kontainer dari Indonesia ke pasar Asia Timur dan Pasifik dan kontainer dari Asia Timur dan Pasifik masuk ke Indonesia. Meningkatkan kerjasama regional dalam perdagangan dengan provinsi tetangga (Gorontalo, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, and Papua). Peningkatan Infrastruktur; Peningkatan pelabuhan bitung/badara Sam Ratulangi; International hub port in Eastern part of Indonesia. Pembangunan infrastruktur dasar dan fasilitas pendukung melalui Pemerintah Nasional .

- Kebijakan Pemeritah Nasional untuk mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan, dan pintu gerbang Indonesia selain Jakarta, dan Bali. - Momentum Pemerintah Nasional untuk mengembangkan wilayah perbatasan dan pinggiran (periphery). - Kebutuhan untuk memperpendek jarak IndonesiaAsia Pasifik (PP). - Keunggulan jangka pendek: momentum WOC; dukungan presiden misalnya untuk landas pacu bandara; ketertarikan perusahaan besar Maersk; minat politik dari luar negeri duta besar dan konsul Amerika Serikat.

Posisi semenanjung wilayah Sulawesi Utara yang terletak di tepian samudra Pasifik, diapit ALKI II dan ALKI II. Infrastruktur yang ada: misalnya pelabuhan udara/laut internasional, sekolah tinggi khusus pengolahan kelapa

Situasi keamanan yang terkendali dengan masyarakat berpikiran terbuka, hidup rukun dalam perbedaan agama dan budaya; Adanya hubungan baik pemerintah daerah dengan pemerintah nasional, khususnya kepemimpinan SHS dengan SBY

Meningkatkan aktivitas MICE di SULUT (10% MICE di Indonesia). Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) di Kawasan Timur Indonesia. Mewujudkan Sulawesi Utara pusat belanja, hiburan, makanan khas lokal, dan pembelajaran kerukunan antar umat beragama

119
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

OPPORTUNITIES (O) - Rekonsiliasi nasional dan otonomi daerah/ desentralisasi

STRENGTHS (S) Kepemimpinan SHS dengan dianugerahi Bintang Mahaputra Predikat WTP satu-satunya provinsi di Indonesia

SO STRATEGY Strategi Good Government Governance - Membangun kepercayaan, komitmen, dan tindakan; kerjasama tingkat lokal antara institusi publik (politik dan birokrasi) - Membangun Tanpa Korupsi dalam mewujudkan Good Government Governance - Pro Job, Poor, and Growth Memfasilitasi pihak penyedia jasa keuangan dengan pebisnis, khususnya UMKM. Kemitraan dengan pihak perbankan dalam pembagunan infrastruktur. Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat distribusi wisatawan wisata bahari dan ecowisata masuk dan keluar di kawasan timur Indonesia. Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai pusat distribusi wisatawan wisata bahari dan ecowisata masuk dan keluar di kawasan timur Indonesia Kemitraan dengan universitas dalam mewujudkan Sulawesi Utara sebagai Pusat Kajian Kelautan dan Pusat Kajian Industri Wisata Bahari dan Community Base EcoTourism. Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai Pusat Kajian Kelautan dan Pusat Kajian Industri Wisata Bahari dan Community Based EcoTourism.

- Kiprah BPD menuju asset 1T - Keberadaan tiga universitas negeri dan beberapa PTS terkemuka di KTI. - Sulut dan wilayah sekitarnya banyak memiliki komoditi eksport. - SULUT memiliki potensi pariwisata.

Kekayaan sejarah sebagai pusat perdagangan rempah di dunia; Kekayaan alam baik di laut maupun di darat seperti terumbu karang, satwa endemik, rempah-rempah, laut dalam, dsb; Industri yang telah ada: kelapa, perikanan, ekoturisme, pariwisata kelautan Meningkatnya aktivitas bisnis retail di Manado 5 tahun terakhir, yang melibatkan pebisnis dari beberapa daerah di luar SULUT.

120
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

Analisis Strategi Pengembangan Sulawesi Utara Menjadi Pintu Gerbang Indonesia ke Asia Timur kan Pasik
Tabel F.3 Opportunities (O) and Weaknesses (W)
OPPORTUNITIES (O) WEAKNESSES (W) -Pemerintah daerah belum mengoptimalkan kerjasama regional seperti BIMP-EAGA, ASEAN, EAST ASIA, dan APEC melalui regional integration arrangement. Kurangnya pendanaan baik dari donor maupun investor untuk proyek-proyek besar. WO STRATEGY Strategi Peningkatan Industri dan Perdagangan melalui - Mewujudkan peran aktif Indonesia (melalui Sulawesi Utara) di kawasan Asia Timur dan Pasifik. - Kerjasama regional seperti BIMP-EAGA, ASEAN, EAST ASIA, dan APEC melalui regional integration arrangement. - Menjadikan Sulut sebagai basis regional bagi perusahaan bisnis dan jasa di kawasan timur Indonesia.

Pusat pertumbuhan ekonomi dunia telah bergeser dari wilayah Atlantik ke wilayah Asia Timur dan Pasifik.

Kebijakan Pemeritah Nasional untuk mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan, dan pintu gerbang Indonesia selain Jakarta, dan Bali. Momentum Pemerintah Nasional untuk mengembangkan wilayah perbatasan dan pinggiran (periphery). Kebutuhan untuk memperpendek jarak IndonesiaAsia Pasifik (PP).

Pemerintah daerah belum memprioritaskan pengembangan ekonomi perbatasan. SULUT Tidak memiliki perusahaan skala besar atau kantor pusat. KABIMA, KEK, KAPET belum optimal sebagai suatu kawasan bisnis terpadu. Belum tersedia Cargo Air, HIP (Local: infrastructure- port, airport runway, power).

Strategi Peningkatan Industri dan Perdagangan - Membangun industri pengangkutan untuk distribusi logistik dengan asumsi telah terciptanya integrasi dan kolaborasi - Membangun industri berbasis potensi lokal yang mampu memenuhi skala keekonomisan, misalnya dengan tenaga kerja terlatih di produksi kelapa kita bisa mengembangkan industri tersebut; - Mengembangkan ekonomi perbatasan. - SULUT menjadi surge investor melalui perbaikan iklim investasi. - Mengoptimalkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. - Peningkatan infrastruktur, bandara dan pelabuhan.

Keunggulan jangka pendek: momentum WOC; dukungan presiden misalnya untuk landas pacu bandara; ketertarikan perusahaan besar Maersk; minat politik dari luar negeri duta besar dan konsul Amerika Serikat.

Kesiapan SDM minim: kurangnya pengetahuan dan pelatihan (aktifitas sasaran misalnya pariwisata dan industri pengolahan kelapa)).

- Mendorong percepatan dukungan pemerintah pusat untuk merealisasikan gateway, dalam bentuk perudangundangan. - Kemitraan dengan investor (BOT) dalam pembangunan infrastruktur.

121
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Lampiran

OPPORTUNITIES (O)

WEAKNESSES (W) Kurangnya dukungan pengelolaan keuangan Pemkab/Pemkot; Kerja sama institusi lokal antara politisi dan birokrat. Nasional: perpajakan, pandangan umum tentang korupsi. Akses permodalan untuk dunia usaha; Kemitraan Pemerintah Daerah dengan Universitas belum maksimal.

WO STRATEGY Strategi Good Government Governance - Membangun kepercayaan, komitmen, dan tindakan; kerjasama tingkat lokal antara institusi publik (politik dan birokrasi) - Membangun Tanpa Korupsi dalam mewujudkan Good Government Governance - Pro Job, Poor, and Growth Strategi Peningkatan Kualitas SDM - Program Pelatihan SDM; targeted activities e.g. tourism, coconut industri etc) - Meningkatkan pemahaman Gateway kepada masyarakat melalui sosialisasi. - Membangun keahlian spesifik misalnya pelatihan kewirausahaan untuk mahasiswa, pengalaman keahlian yang diperoleh dari lulusan luar negeri; - Keterlibatan peran akademisi. - Peningkatan peran Institusi pendidikan Strategi Peningkatan Kewirausahaan - Membangun usaha lokal masyarakat dengan perencanaan ekspansinya; - Membangun UKM dengan dukungan kewirausahaan (meningkatkan kuantitas dan memperluas jangkauan); - Meningkatkan jiwa entrepreneurship baik itu intrapreneurship maupun interpreneurship masyarakat. - Keterlibatan peran perbankan. Strategi Peningkatan Pariwisata - Mengefektifkan pemasaran dan pencitraan Sulawesi Utara. - Meningkatkan pegelaran budaya dan promosi daerah. - Pembangungan industry pariwisata yang berkelanjutan. - Penegakan aturan lingkungan hidup - Meningkatkan belanja pariwisata - Kualitas infrastruktur angkutan udara , ketersediaan kursi, dan penerbangan internasional. - Meningkatkan jumlah operator penerbangan. - Infrastruktur angkutan darat, kualitas jalan,

Rekonsiliasi nasional dan otonomi daerah/ desentralisasi

Kiprah BPD menuju asset 1T Keberadaan tiga universitas negeri dan beberapa PTS terkemuka di KTI. Sulut dan wilayah sekitarnya banyak memiliki komoditi eksport. SULUT memiliki potensi pariwisata.

122
Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

Analisis Strategi Pengembangan Sulawesi Utara Menjadi Pintu Gerbang Indonesia ke Asia Timur dan Pasik
STRENGTHS (S) WEAKNESSES (W)

Tabel F.4 Threats (T) and Strengths (S) Weaknesses (W)

Kesiapan SDM minim: kurangnya pengetahuan dan pelatihan (aktifitas sasaran misalnya pariwisata dan industri pengolahan kelapa); Kerja sama institusi lokal antara politisi dan birokrat; Akses permodalan untuk dunia usaha; Kurangnya pendanaan baik dari donor maupun investor untuk proyek-proyek besar; Lokal: infrastruktur pelabuhan, landasan bandara, suplai listrik; Nasional: perpajakan, pandangan umum tentang korupsi; Dukungan pengelolaan keuangan Pemkab/Pemkot

Posisi geografi strategis terhadap Asia Timur dan Samudera Pasifik; Posisi semenanjung wilayah Sulawesi Utara yang terletak di tepian samudra Pasifik, diapit Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II dan ALKI II; Situasi keamanan yang terkendali dengan masyarakat berpikiran terbuka, hidup rukun dalam perbedaan agama dan budaya; Kekayaan sejarah sebagai pusat perdagangan rempah di dunia; Kekayaan alam baik di laut maupun di darat seperti terumbu karang, satwa endemik, rempah-rempah, laut dalam, dsb; Industri yang telah ada: kelapa, perikanan, ekoturisme, pariwisata kelautan; Infrastruktur yang ada: misalnya pelabuhan udara/laut internasional, sekolah tinggi khusus pengolahan kelapa; Kepemimpinan SHS dengan dianugerahi Bintang Mahaputra

Lampiran

Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

123

124
Lampiran

THREATS (T) -

ST STRATEGY

WT STRATEGY

1.

2.

Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

3.

Pulau Morotai (Maluku Utara ) memiliki infrastruktur potensial untuk menjadi penghubung udara. Kemauan politik untuk membangun kawasan timur Indonesia. Paradigma Kebijakan Pembangunan. -

Strategi Penguatan Regulasi - Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai salah satu simpul kunci memperkuat daya saing ekonomi nasional. - Merubah paradigm dan meyakinkan pemerintah nasional (pusat) pentingnya gateway. - Mendapatkan dukungan kebijakan dengan peraturan hukum, untuk menunjang pembangunan gateway bukan hanya pada saat pemerintahan SHS, sehingga membawa arah kebijakan pembangunan gateway. - Kekayaan sejarah sebagai pusat perdagangan rempah di dunia, jika didukung kemauan politik untuk membangun kawasan timur Indonesia. Strategi Promosi Gateway - Meningkatkan pemahaman Gateway kepada masyarakat melalui sosialisasi. Sehingga melalui pengetahuan ini akan memberikan arah yang lebih baik menanggapi national political. - Situasi keamanan yang terkendali dengan masyarakat berpikiran terbuka, hidup rukun dalam perbedaan agama dan budaya selama masih ada Paradigma Kebijakan Pembangunan. -

Menyiapkan SDM melalui peningkatan aktivitas DIKLAT terkait dengan gateway. Mendapatkan dukungan dari pemerintah nasional dan daerah sekitar mengenai keunggulan geoposition SULUT dalam mewujudkan gateway. Mendapatkan dukungan pemerintah daerah di KTI dan Pemerintah Nasional. Menawarkan insentif dan regulasi khususnya dalam bidang kepelabuhanan, kebandaraan, imigrasi, dan bea cukai kepada mitra/investor. Kesiapan infrastruktur; Gateway bandara internasional Sam Ratulangi, pelabuhan hub internasional Bitung, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung perlu mendapatkan kebijakan khusus oleh pemerintah nasional melalui penetapan Undang Undang khusus seperti pemerintah nasional telah lakukan untuk Pelabuhan Bebas Sabang dan Kawasan Perdagangan Bebas Batam, Bintan, dan Karimun, sejak masa orde baru sampai masa transisi. Regulasi daerah berkaitan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, Bandara, dan Pelabuhan, Prosedur Investasi dan Promosi Daerah, Lingkungan, Kawasan Strategis Nasional dan Daerah, Strategi Pembangunan Infrastruktur Daerah, mendesak untuk segera diwujudkan oleh masing-masing pemerintah daerah. Reformasi birokrasi yang selama ini belum sepenuhnya tuntas dilaksanakan oleh masing-masing pemerintah daerah perlu menjadi prioritas untuk terus dilanjutkan pelaksanaannya. Program tersebut termasuk perampingan struktur pemerintah daerah dan jumlah pegawai daerah, pelayanan administrasi publik dan investasi terpadu, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur dasar. Pengembangan industri daerah kedepan perlu diarahkan pada pengembangan produk turunan perikanan dan kelautan, industri jasa pengelolaan kepelabuhanan dan kebandaraan, industri pariwisata bahari, industri skala kecil dan menengah berbasis knowledge and technology, industri mikro dan kecil penghasil kerajinan tangan, makanan, dan minuman, dan industri kreatif yang dapat memperkuat produk dan ekspor daerah serta dapat mempengaruhi berkembang kegiatan ekonomi baru lainnya di daerah. Perbaikan pengelolaan keuangan Pemkab/Pemkot. Peningkatan promosi dan pencitraan daerah dalam segala aspek. Mendesak pemerintah nasional dengan dukungan daerah-daerah sekitar (KTI) untuk mengubah paradigm pembangunan yang hanya terfokus di Pulau Jawa dan Bali. Mempertahankan stabilitas keamanan daerah dan regional dari bahaya teroris, trafficking, peredaran obat terlarang yang dapat memperburuk pencitraan SULUT.

Analisis Strategi Pengembangan Sulawesi Utara Menjadi Pintu Gerbang Indonesia ke Asia Timur dan Pasik
STRENGTHS (S) ST STRATEGY

Tabel F.5 Threats (T) and Strengths (S)

THREATS (T)

1. Pulau Morotai (Maluku Utara ) memiliki infrastruktur potensial untuk menjadi penghubung udara. 2. Kemauan politik untuk membangun kawasan timur Indonesia. 3. Paradigma Kebijakan Pembangunan -

Posisi geografi strategis terhadap Asia Timur dan Samudera Pasifik; Posisi semenanjung wilayah Sulawesi Utara yang terletak di tepian samudra Pasifik, diapit Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II dan ALKI II; Infrastruktur yang ada: misalnya pelabuhan udara/ laut internasional, sekolah tinggi khusus pengolahan kelapa. Situasi keamanan yang terkendali dengan masyarakat berpikiran terbuka, hidup rukun dalam perbedaan agama dan budaya; Adanya hubungan baik pemerintah daerah dengan pemerintah nasional, khususnya kepemimpinan SHS dengan SBY

Strategi Penguatan Regulasi - Mewujudkan Sulawesi Utara sebagai salah satu simpul kunci memperkuat daya saing ekonomi nasional. - Merubah paradigma dan meyakinkan pemerintah nasional (pusat) pentingnya gateway. - Mendapatkan dukungan kebijakan dengan peraturan hukum, untuk menunjang pembangunan gateway bukan hanya pada saat pemerintahan SHS, sehingga membawa arah kebijakan pembangunan gateway. - Kekayaan sejarah sebagai pusat perdagangan rempah di dunia, jika didukung kemauan politik untuk membangun kawasan timur Indonesia. Strategi Promosi Gateway - Meningkatkan pemahaman Gateway kepada masyarakat melalui sosialisasi. Sehingga melalui pengetahuan ini akan memberikan arah yang lebih baik menanggapi national political. - Situasi keamanan yang terkendali dengan masyarakat berpikiran terbuka, hidup rukun dalam perbedaan agama dan budaya selama masih ada Paradigma Kebijakan Pembangunan.

Lampiran

Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

125

126
Lampiran

Analisis Strategi Pengembangan Sulawesi Utara Menjadi Pintu Gerbang Indonesia ke Asia Timur dan Pasik
WEAKNESSES (W) WT STRATEGY

Tabel F.6 Threats (T) and Weaknesses (W)

THREATS (T)

Analisis Keuangan Publik Provinsi Sulawesi Utara 2011

1. Pulau Morotai (Maluku Utara ) memiliki infrastruktur potensial untuk menjadi penghubung udara. 2. Kemauan politik untuk membangun kawasan timur Indonesia. 3. Paradigma Kebijakan Pembangunan -

Kesiapan SDM minim: kurangnya pengetahuan dan pelatihan (aktifitas sasaran misalnya pariwisata dan industri pengolahan kelapa); Kerja sama institusi lokal antara politisi dan birokrat; Akses permodalan untuk dunia usaha; Kurangnya pendanaan baik dari donor maupun investor untuk proyekproyek besar; Lokal: infrastruktur pelabuhan, landasan bandara, suplai listrik; Nasional: perpajakan, pandangan umum tentang korupsi; Dukungan pengelolaan keuangan Pemkab/ Pemkot -

Menyiapkan SDM melalui peningkatan aktivitas DIKLAT terkait dengan gateway. Mendapatkan dukungan dari pemerintah nasional dan daerah sekitar mengenai keunggulan geoposition SULUT dalam mewujudkan gateway. Mendapatkan dukungan pemerintah daerah di KTI dan Pemerintah Nasional. Menawarkan insentif dan regulasi khususnya dalam bidang kepelabuhanan, kebandaraan, imigrasi, dan bea cukai kepada mitra/investor. Kesiapan infrastruktur; Gateway bandara internasional Sam Ratulangi, pelabuhan hub internasional Bitung, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung perlu mendapatkan kebijakan khusus oleh pemerintah nasional melalui penetapan Undang Undang khusus seperti pemerintah nasional telah lakukan untuk Pelabuhan Bebas Sabang dan Kawasan Perdagangan Bebas Batam, Bintan, dan Karimun, sejak masa orde baru sampai masa transisi. Regulasi daerah berkaitan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, Bandara, dan Pelabuhan, Prosedur Investasi dan Promosi Daerah, Lingkungan, Kawasan Strategis Nasional dan Daerah, Strategi Pembangunan Infrastruktur Daerah, mendesak untuk segera diwujudkan oleh masing-masing pemerintah daerah. Reformasi birokrasi yang selama ini belum sepenuhnya tuntas dilaksanakan oleh masing-masing pemerintah daerah perlu menjadi prioritas untuk terus dilanjutkan pelaksanaannya. Program tersebut termasuk perampingan struktur pemerintah daerah dan jumlah pegawai daerah, pelayanan administrasi publik dan investasi terpadu, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur dasar. Pengembangan industri daerah kedepan perlu diarahkan pada pengembangan produk turunan perikanan dan kelautan, industri jasa pengelolaan kepelabuhanan dan kebandaraan, industri pariwisata bahari, industri skala kecil dan menengah berbasis knowledge and technology, industri mikro dan kecil penghasil kerajinan tangan, makanan, dan minuman, dan industri kreatif yang dapat memperkuat produk dan ekspor daerah serta dapat mempengaruhi berkembang kegiatan ekonomi baru lainnya di daerah. Perbaikan pengelolaan keuangan Pemkab/Pemkot. Peningkatan promosi dan pencitraan daerah dalam segala aspek. Mendesak pemerintah nasional dengan dukungan daerah-daerah sekitar (KTI) untuk mengubah paradigm pembangunan yang hanya terfokus di Pulau Jawa dan Bali. Mempertahankan stabilitas keamanan daerah dan regional dari bahaya teroris, trafficking, peredaran obat terlarang yang dapat memperburuk pencitraan SULUT.

Laporan ini dicetak menggunakan kertas daur ulang

You might also like