You are on page 1of 30

BAB II TINJUAN PUSTAKA

A. Konsep Perilaku 1. Pengertian Perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, persepsi, minat, keinginan dan sikap. Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri yang disebut juga faktor internal sebagian lagi terletak di luar dirinya atau disebut dengan faktor eksternal yaitu faktor lingkungan ( Notoatmodjo, 1997 ). Menurut WHO, yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), perubahan perilaku dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu : 1. Perubahan alamiah ( natural change), ialah perubahan yang dikarenakan perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun ekonomi dimana dia hidup dan beraktifitas. 2. Perubahan terencana ( planned change), ialah perubahan ini terjadi, karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. 3. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change), ialah perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-program baru, maka yang terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban.Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda.
9

Tim ahli WHO (1984), menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku ada empat alasan pokok, yaitu : 1. Pemikiran dan perasaan Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap dan lainlain. 2. Orang penting sebagai referensi Apabila seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia katakan dan lakukan cendrung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok referensi seperti : guru, kepala suku dan lain-lain. 3. Sumber-sumber daya Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya : waktu, uang, tenaga kerja, ketrampilan dan pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif. 4. Kebudayaan Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku. Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa, alasan seseorang berperilaku. Oleh sebab itu, perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat berbeda-beda penyebab atau latar belakangnya. Perilaku yang optimal akan memberi dampak pada status kesehatan yang optimal juga. Perilaku yang optimal adalah seluruh pola kekuatan, kebiasaan pribadi atau

masyarakat, baik secara sadar ataupun tidak yang mengarah kepada upaya pribadi atau masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dari masalah kesehatan. Pola

kelakuan/kebiasaan yang berhubungan dengan tindakan promotif, preventif harus ada pada setiap pribadi atau masyarakat. Perilaku dapat dibatasi sebagai jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap dan sebagainya) (Notoatmodjo,1999). Untuk memberikan respon terhadap situasi di tersebut. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan). 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan Menurut L.W.Green,di dalam Notoatmodjo ( 2003 ) faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor perilaku dan faktor non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu : 1. Faktor-faktor Predisposisi ( Predisposing Factors) Adalah faktor yang terwujud dalam kepercayaan, kayakinan, niali-nilai dan juga variasi demografi, seperti : status ekonomi, umur, jenis kelamin dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu tersebut. a. Pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sngat penting untuk terbentuknya perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

1) Awareness (kesadaran) Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). 2) Interest (merasa tertarik) Tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah muali timbul. 3) Evaluation (menimbang-nimbang) Menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4) Trial Dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai apa yang dikehendaki oleh stimulus. 5) Adoption Dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. b. Keyakinan Keyakinan adalah pendirian bahwa suatu fenomena atau objek benar atau nyata. Kebenaran adalah kata-kata yang sering digunakan untuk mengungkapkan atau menyiratkan keyakinan agar terjadi perubahan perilaku. 1) Seseorang harus yakin bahwa kesehatannya terancam

2) Orang tersebut harus merasakan potensi keseriusan kondisi itu dalam bentuk nyeri atau ketidaknyamanan, kehilangan waktu untuk bekerja, kesulitan ekonomi. 3) Dalam mengukur keadaan tersebut, orang yang bersangkutan harus yakin bahwa manfaat yang berasal dari perilaku sehat melebihi pengeluaran yang harus dibayarkan dan sangat mungkin dilaksanakan serta berada dalam kapasitas jangkauannya. 4) Harus ada isyarat kunci yang bertindak atau suatu kekuatan pencetus yang membuat orang itu merasa perlu mengambil tindakan. c. Nilai Secara langsung bahwa nilai-nilai perseorangan tidak dapat dipisahkan dari pilihan perilaku. Konflik dalam hal nilai yang menyangkut kesehatan merupakan satu dari delema dan tantangan penting bagi para penyelenggara pendidikan kesehatan. d. Sikap Sikap merupakan salah satu di antara kata yang paling samar namun paling sering digunakan di dalam kamus ilmu-ilmu perilaku. Sikap sebagai suatu kecenderung jiwa atau perasaan yang relatif tetap terhadap kategori tertentu dari objek, atau situasi ( Notoatmodjo, 2003). 2. Faktor-faktor Pemungkin (Enambling Factors ) Adalah faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, termasuk di dalamnya adalah berbagai macam sarana dan prasarana, misal : dana, transportasi, fasilitas, kebijakan pemerintah dan lain sebagainya.

a. Sarana adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja. b. Prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana. 1) Dana merupakan bentuk yang paling mudah yang dapt digunakan untuk menyatakan nilai ekonomis dan karena dana atau uang dapat dengan segera dirubah dalam bentuk barang dan jasa. 2) Transportasi adalah pemindahan manusia, hewan atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia dan atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari. 3) Fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat mempermudah upaya dan memperlancar kerja dalam rangka mencapai suatu tujuan. 4) Kebijakan Pemerintah adalah yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi

3. Faktor-faktor Pendukung (Reinforcing Factors) Adalah faktor-faktor ini meliputi : faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, undang-undang peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. a. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi, atau kelompok. b. Tokoh Masyarakat adalah orang yang dianggap serba tahu dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap masyarakat . Sehingga segala tindak-tanduknya merupakan pola aturan patut diteladani oleh masyarakat. c. Tokoh Agama adalah panutan yang merepresentasikan kegalauan umatnya dan persoalan yang sudah diungkap oleh para tokoh agama menjadi perhatian untuk diselesaikan dan dicarikan jalan keluarnya. d. Petugas Kesehatan merupakan tenaga profesional, seyogyanya selalu menerapkan etika dalam sebagian besar aktifitas sehari-hari. Etika yang merupakan suatu norma perilaku

atau biasa disebut dengan asas moral, sebaiknya selalu dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat kelompok manusia ( Notoatmodjo, 2003 ). B. Praktek Buang Air Besar 1. Pengertian Praktek menurut Bartsmet (1994) di pengaruhi oleh kehendak sedangkan kehendak dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk mentaati pendapat tersebut. Terbentuknya praktik terutama pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif (pengetahuan) dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa objek diluarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap subjek terhadap objek yang diketahui. Secara lebih operasional praktik dapat diartiakan sebagai suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulasi) dari luar objek tersebut. Respons manusia tersebut dapat bersifat pasif yang meliputi pengetahuan, persepsi dan sikap, sedangkan yang bersifat aktif merupakan tindakan yang nyata atau practice. Stimulus atau rangsangan terdiri dari 4 unsur pokok yakni sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan dan lingkungan (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Becker (1987, Notoatmodjo 2007) Praktek buang air besar adalah perilaku-perilaku seseorang yang berkaitan dengan kegiatan pembuangan tinja meliputi, tempat pembuangan tinja dan pengelolaan tinja yang memenuhi syaratsyarat kesehatan dan bagaimana cara buang air besar yang sehat sehingga tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan Menurut Notoadmodjo (2007), Praktik memiliki beberapa tingkatan, yaitu a. Persepsi Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yangakan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. b. Respon terpimpin Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indicator praktik tingkat dua. c. Mekanisme Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka dia sudah mencapai praktik pada tingkat tiga. d. Adaptasi Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi

kebenaran tingkatannya tersebut. Adaptasi praktek (tindakan) memiliki beberapa indikator, antara lain: a. Tindakan (praktek) sehubungan dengan penyakit Tindakan ini mencakup antara lain: 1) Pencegahan penyakit, misalnya mengimunisasikan anak. 2) Penyembuhan penyakit, misalnya minum obat sesuai petunjuk dokter. b. Tindakan (praktek) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Tindakan atau perilaku ini mencakup antara lain: mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, melakukan olahraga secara teratur, dan praktek perawatan kesehatan sebagainya. c. Tindakan (praktek) Kesehatan Lingkungan. Perilaku ini mencakup buang air besar di jamban, membuang sampah pada tempatnya. Secara lebih terperinci praktik manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gajala kajiwaan, seperti pengetahuan, dukungan, fasilitas, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya. 2. Mekanisme Buang Air Besar Semua makanan yang masuk ke dalam tubuh, akan di cerna oleh organ pencernaan. Selama proses pencernaan makanan di hancurkan menjadi zat-zat sederhaa yang dapat diserap dan di gunakan oleh sel dan jaringan tubuh kemudian sisa-sisa pembuangan akan dikeluarkan oleh tubuh berupa tinja , urine atau gas

karbondioksida. Akhir dari proses pencernaan yang di keluarkan berupa tinja di sebut buang air besar ( Notoatmodjo, 2003 ) Seseorang yang mempunyai kebiasaan teratur, akan merasa kebutuhan membuang air besar pada kira-kira waktu yang sama setiap hari. Hal ini di sebabka oleh reflek gastro kolika yang biasanya bekerja sesudah sarapan pagi. Makanan yang sudah sampai lambung akan merangsang peristaltic di dalam usus, merambat ke kolon sisa makanan yang dari hari sebelumnya, yang waktu malam mencapai sekum, mulai bergerak isi kolon dan terjadi persaan di daerah perineum. Tekanan intra abdominal bertambah dengan penutupan glottis, kontraksi diafragma dan otot abdominal, spinter anus mengendor, dan kerjanya berakhir. Kerja defekasi dipengaruhi oleh factor kebisaan ( Notoatmodjo, 2003 ) Seseorang hendaknya berlatih untuk buang air besar tiap pagi, sebelum kesibukan hari tertunda menyebabkan konstipasi (sembelit). Beberapa orang buang air besar sebelum sarapan pagi, atau ada juga yang sesudahnya. Ada yang harus keluar rumah pagi-pagi buang air besar setelah pulang kerja, ada pula yang pada malam hari karena mmebutuhkan waktu yang tenang untuk memenuhi kebutuhannya. Ada yang satu kali sehari, ada yang lebih sering, yang lain lagi dua hari sekali atau dengan jangka waktu lebih panjang. Jadi frekuen buang air besar tiap orang berbeda-beda. Seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata 330 gram sehari. Tinja ini berisi bakteri, lepasan epithelium usus, nitrogen, gram, zat besi, selulosa dan sisa zat makanan lain yang tidak larut dalam air ( Notoatmodjo, 2007 ) .

3. Permasalahan Praktek Buang Air Besar dan Akibat yang ditimbulkan Sejak dahulu sampai kapan pun, masalah pembuangan ktoran manusia selalu menjadi perhatian kesehatan lingkungan. Dengan pertambahan penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman. Masalah pembuangan tinja semkin meningkat tinja merupakan sumber penyebaran penyakit yang multi kompleks yang harus sedini mungkin diatas. Pembuangan tinja yang tidak sanitasi dapat menyebabkan berbagai penyakit, karenanya perilaku buang air besar

sembarangan, sebaiknya segera dihentikan. Keluarga masih banyak yang berperilaku tidak sehat dengan buang air besar di sungai. Pekarangan rumah atau tempat-tempat yang tidak selayaknya. Selain mengganggu udara segar karena bau yang tidak sedap juga menjadi peluang awal tempat berkembangnya vektor penyebab penyakit akibat kebiasaan perilaku manusia sendiri ( Notoatmodjo, 2003 ) Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan pembuangan tinja dengan disertai cepatnya pertambahan penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang di tularkan melalui tinja. Untuk mencegah sekurangkurangya mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus disuatu tempat tertentu atau jamban yang sehat ( Notoatmodjo, 2003 )

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Praktek Buang Air Besar a. Pengetahuan 1). Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman, juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, didapat dari buku, atau media massa dan elektronik Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang ( Over Behavior). Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi ( Notoatmodjo, 2003 ). Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahaun dapat ditingkatkan melalui penyuluhan, baik secara individu maupun kelompok, untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal. 2). Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan mempunyai 6 (enam) tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know) Diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tabu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefinisikan dan mengatakan. b. Pemahaman (Comprehension) Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah memahami terhadap objek atau materi atau harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Aplication ) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode, prinsip dlam konteks atau situasi lain. Misalnya adalah dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian dan dapat

menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasuskasus yang diberikan.

d. Analisis (Analysis ) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, yaitu : dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis merujuk kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyususun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentkan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada. 3). Faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan Faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) yaitu:

a.

Tingkat Pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka dia akan lebih mudah dalam menerima hal hal baru sehingga akan lebih mudah pula untuk menyelesaikan hal hal baru tersebut.

b.

Informasi Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan memberikan pengetahuan yang jelas.

c.

Budaya Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena informasi informasi baru akan di saring kira kira sesuai dengan tidaknya dengan kebudayaan yang ada dan agama yang dianut.

d.

Pengalaman Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman akan luas sedang umur semakin banyak (bertambah tua).

e.

Sosial Ekonomi Tingkatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup disesuaikan dengan penghasilan yang ada, sehingga menuntut pengetahuan yang dimiliki harus dipergunakan semaksimal mungkin. Begitupun dalam mencari bantuan ke sarana kesehatan yang ada. Mereka sesuaikan dengan pendapatan keluarga.

b. Pendidikan 1). Pengertian Merupakan hasil atau prestasi yang dicapai oleh perkembangan manusia dan usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuan untuk tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai suatu kesatuan ( Budiono, 1998 ). Disamping itu pendidikan juga dikatakan sebagai pengembangan diri dari individu dan kepribadian yang dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung jawab. Untuk meningkatkan pengetahuan sikap dan ketrampilan serta nilai-nilai sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan ( yusuf, 1992 ). Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik pula tingkat pengetahuannya, bahwa ibu yang berpendidikan relatife tinggi cenderung memiliki kemampuan untuk menggunakan sumberdaya keluarga. Yang lebih baik dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah. Karena pengetahuan buang air besar yang sering kurang dipahami oleh keluarga yang tingkat pendidikannya rendah. Sehingga memberi dampak dalam mengakses pengetahuan khususnya di bidang kesehatan untuk penerapan dalam kehidupan keluarga terutama pada keluarga yang berperilaku buang air besar di sembarang tempat (Notoatmojo, 2003). 2). Ruang lingkup pendidikan Ruang lingkup pendidikan terdiri dari pendidikan informal, non formal, dan formal. Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang dirumah dalam lingkungan keluarga. Pendidikan informal berlangsung tanpa organisasi, yakni tanpa orang tertentu yang diangkat atau ditunjuk sebagai

pendidik tanpa suatu progam yang harus disesuaikan dalam jangka waktu tertentu dan tanpa evaluasi yang formal berbentuk ujian, sementara itu pendidikan non formal meliputi berbagai usaha khusus yang diselenggarakan secara terorganisasi terutama generasi muda dan orang dewasa, yang tidak dapat sepenuhnya atau sama sekali tidak berkesempatan mengikuti pendidikan sekolah dapat memiliki pengetahuan praktis dan ketrampilan dasar yang mereka perkirakan sebagai warga masyarakat yang produktif. Sedangkan pendidikan formal adalah pendidikan yang mempunyai bentuk atau organisasi tertentu seperti terdapat disekolah atau universitas (Notoatmojo, 2003 3). Jenjang Pendidikan formal Menurut Undang-Undang Republik Indonesia tentang pendidikan No.20 Tahun 2003, jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi. Pendidikan dasar yaitu jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah seperti SD,MI, SMP, dan MTS atau bentuk lain yang sederajat. Sementara itu pendidikan menengah yaitu lanjutan pendidikan dasar yang terdiri dari pendidikan menengah kejurusan seperti SMA, MA, SMK, dan MAK atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup progam pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi ( Kartono, 1992 ).

4). Faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat pendidikan Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan terbagi menjadi 3 yaitu a. faktor umur, b. faktor tingkat social ekonomi dan c. faktor lingkungan, d. faktor umum merupakan indikator kedewasaan seseorang. Semakin bertambah umur pendidikan yang didapat akan lebih banyak. Baik itu pendidikan formal maupun pendidikan non formal yang diinginkan adalah terjadinya perubahan kemampuan, penampilan atau perilaku. Selanjutnya perubahan perilaku didasari adanya perubahan atau penambahan pengetahuan, sikap atau ketrampilannya (Notoatmojo,2003). Faktor tingkat sosial ekonomi ini sangat mempengaruhi perbaikan pendidikan dan perbaikan pelayanan kesehatan yang inginkan oleh masyarakat. Rata-rata keluarga dengan sosial ekonomi yang cukup baik akan memilih tingkat pendidikan dan sarana kesehatan yang bagus dan bermutu (Effendy, 1998). Sedangkan faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang besar dalam pendidikan seseorang seperti contoh orang yang berada dalam lingkungan keluarga yang mendukung serta mengutamakan pendidikan mereka akan lebih termotivasi untuk belajar sehingga pengetahuan yang mereka peroleh akan lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang keluarganya tidak mendukung untuk merasakan bangku sekolah (Effendy,1998). c. Sarana 1). Pengertian Sarana adalah adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam pelaksanaan

pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja. Jamban keluarga atau tempat pembuangan kotoran adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia yang lazim disebut kakus/WC dan memenuhi syarat jamban sehat atau baik. Manfaat jamban keluarga adalah untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dan kotoran manusia ( Salimmadjid, 2009 ). 2). Menentukan letak pembuangan kotoran Untuk menentukan letak pembuangan kotoran, terlebih dahulu kita harus memperhatikan ada atau tidaknya sumber-sumber air. Kita perlu

mempertimbangkan jarak dari tempat pembuangan kotoran ke sumber-sumber air terdekat. Pertimbangan jarak yang harus diambil antara tempat pembuangan kotoran dan sumber air, kita harus memperhatikan bagaimana keadaan tanah, kemiringannya, permukaan air tanah, pengaruh banjir pada musim hujan, dan sebagainya. ( Mubarak, 2009 ) 3). Beberapa macam tempat pembuangan kotoran Menurut konstruksi dan cara mempergunakannya, dikenal bermacammacam tempat pembuangan kotoran: a. Jamban cemplung Bentuk kakus ini adalah yang paling sederhana yang dapat dianjurkan kepada masyarakat. Nama ini digunakan karena bila orang mempergunakan kakus

macam ini, maka kotorannya langsung masuk jatuh kedalam tempat penampungan ( Mubarak, 2009 ). b. Jamban plengsengan Plengsengan juga berasal dari bahasa Jawa Melengseng yang berarti miring. Nama ini digunakan karena dari lubang tempat jongkok ke tempat penampungan kotoran dihubungkan oleh suatu saluran yang miring. Jadi, tempat jongkok dari kakus ini tidak dibuat persis di atas tempat penampungan, tetapi agak jauh. c. Jamban bor Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan mempergunakan Bor. Bor yang dipergunakan adalah bor tangan yang disebut Bor Auger dengan diameter antara 30-40 cm. Sudah barang tentu lubang yang dibuat harus jauh lebih dalam dibandingkan dengan lubang yang digali seperti pada jamban cemplung dan kakus plengsengan, karena diameter jamban bor jauh lebih kecil. d. Angsatrine (Water Seal Latrine) Jamban ini dibawah tempat jongkoknya ditempatkan atau dipasang suatu alat yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi mencegah timbulnya bau. Kotoran yang berada di tempat penampungan tidak tercium baunya, karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang melengkung.

e.

Jamban di atas balong (Empang) Membuat jamban di atas Balong (yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah cara pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk menghilangkannya, terutama di daerah yang terdapat banyak balong. Sebelum kita berhasil mengalihkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang harapkan, dapatkah cara tersebut diteruskan dengan memberikan persyaratan tertentu ( Mubarak, 2009 ), antara lain : a. Air dari balong tersebut jangan dipergunakan untuk mandi b. Letak jamban harus sedemikian rupa, sehingga kotoran selalu jatuh di air c. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak di bak balong tersebut atau yang sejajar dengan jarak 15 meter d. Aman dalam pemakaiannya f. Jamban septic tank Jamban Septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara anaerobic. Kita pergunakan nama septic tank karena dalam pembuangan kotoran terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang sifatnya anaerobic. Septic tank bisa terjadi dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan mengatur sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat atau tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di dalam bak tersebut ( Mubarak, 2009 ).

Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan persyaratan sebagai berikut : 1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekelilingi jamban tersebut 2. Tidak mengotori air permukaan disekitarnya 3. Tidak mengotori air tanah dan di sekitarnya 4. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan binatang 5. Tidak menimbulkan bau 6. Mudah digunakan dan dipelihara 7. Sederhana desaianya 8. Murah ( Notoatmodjo, 2003 ). Agar persyaratan persyaratan ini dapat dipenuhi maka perlu diperhatikan antara lain : 1. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban terlindung dari panas dan hujan, sehingga binatang binatang lain terlindung dari pandangan orang dan sebagainya. 2. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak yang kuat dan sebaiknya. 3. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak menganggu pandangan, tidak menimbulkan bau dan sebagainya. 4. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau sikat WC ( Notoatmodjo, 2003 ).

d. Dukungan Keluarga 1). Pengertian Keluarga merupakan sebagai unit terkscil dalam masyakat merupakan klien keperawatan atau sebagai penerima asuhan keperawatan keluarga sangatberperan dalam menentukan cara asuhan yang di perlukan anggota keluarga yang sakit. Bila dalam keluarga tersebut salah satu anggotanya mengalami masalah kesehatan maka sistem dalam keluarga akan terpengaruh. (Friedman, 1998) 2). Struktur Keluarga Struktur kekuatan keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi,

kemampuan keluarga untuk saling berbagi, kemampuan sistem pendukung di antara anggota keluarga, kemampuan perawatan diri, dan kemampuan menyelesaikan masalah Menurut Effendy (1995), struktur keluarga ada bermacam-macam diantaranya adalah : a. Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah. b. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu. c. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal beserta bersama keluarga sedarah istri.

d. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal beserta bersama keluarga sedarah suami. e. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri. 3). Fungsi Keluarga Menurut Friedman (1999), lima fungsi dasar keluarga adalah sebagai berikut: a. Fungsi afektif. Adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh, dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung. b. Fungsi sosialisasi. Adalah proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan belajar berperan di lingkungan sosial. c. Fungsi reproduksi. Adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. d. Fungsi ekonomi. Adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti sandang, pangan, dan papan. e. Fungsi perawatan kesehatan.

Adalah kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan. 4). Jenis Dukungan Keluarga Terdapat empat jenis atau dimensi dukungan ( Friedman, 1998 ) yaitu: a. Dukungan emosional Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi, meliputi empati, kepedulian, dan perhatian terhadap anggota keluarga yang masih buang air besar misalnya umpan balik, penegasan. b. Dukungan penghargaan ( penilaian ) Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas anggota. Yang terjadi lewat ungkapan hormat ( penghargaan ) positif untuk perilaku BAB, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif perilaku BAB dengan yang lain yaitu : orang orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya.( menambah penghargaan diri ) c. Dukungan instrumental Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan kongkrit. Mencakup bantuan langsung seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu, modifikasi, lingkungan, maupun menolong dengan pelajaran waktu mengalami stres.

d. Dukungan informative Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminato ( penyedia) Informasi tentang dunia mencakup memberi nasehat, petunjuk-petunjuk,sarana-sarana, atau umpan balik. Bentuk dukungan yang diberikan oleh keluarga adalah dorongan semangat, pemberian nasihat, atau pengawasan tentang perilaku BAB sehari-hari. Dukungan keluarga juga merupakan perasaan individu yang dapat perhatian, disenangi, dihargai, dan termasuk bagian dari masyarakat ( Utami, 2003 ). 5). Hubungan dukungan keluarga dengan kesehatan Keluarga harus dilibatkan dalam progam pendidikan dan penyuluhan agar mereka mampu mendukung usaha keluarga yang masih buang air besar di sembarang tempat. Bimbingan/penyuluhan dan dorongan secara terus menerus biasanya diperlukan agar keluarga yang buang air besar sembarangan tersebut mampu melaksanakan rencana yang dapat diterima dan mematuhi peraturan. Keluarga selalu dilibatkan dalam progam pendidikan sehingga mereka dapat memperingati bahwa buang air besar sembarangan dapat berdampak penyakitpenyakit (Brunner dan Suddart, 2001)

C. Kerangka Teori

Faktor Predisposisi : Pengetahuan Pendidikan Sikap Kepercayaan Nilai-nilai

Faktor Pemungkin : Praktek Buang Air Besar Ketersediaan sumber daya Sarana

Faktor Penguat : Perilaku Petugas Dukungan keluarga

Skema 2.1 kerangka teori Sumber : L. W Green, di dalam Notoatmodjo, 2003

D. Kerangka Konsep Variabel Bebas Pengetahuan Variabel Terikat

Pendidikan Praktek buang air besar Sarana

Dukungan Keluarga

Skema 2.2 kerangka konsep

E. Variabel Penelitian Variabel-variabel yang di teliti meliputi : 1. Variabel Independen : pengetahuan, pendidikan, sarana dan dukungan keluarga 2. Variabel Dependen : Praktek buang air besar

F. Hipotesa 1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan praktek buang air besar pada keluarga di Desa Bleboh Kecamatan Jiken Kabupaten Blora 2. Ada hubungan antara pendidikan dengan praktek buang air besar pada keluarga di Desa Bleboh Kecamatan Jiken. Kabupaten Blora

3. Ada hubungan antara sarana dengan praktek buang air besar pada keluarga di Desa Bleboh Kecamatan Jiken. Kabupaten Blora 4. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan praktek buang air besar pada keluarga didesa Bleboh Kecamatan Jiken Kabupaten Blora

You might also like