You are on page 1of 10

MENTERI KEUANGAN

REPUBLI/\ INDONESIA
SAUNAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
!'JOMOR 201 /PMKOn/2mO
TENTANG
KUAUTAS PIUTANG KEMENTERIAN NEGARA/ LEM13AGA
DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN
PTUTANG TfDAK TERTAGIH
DENGAN RAHMAT T(JUAN YANG MAI-IA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang <1. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Peraturan Pemerintah
Nornor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pernerintahan,
laporan keuangan pemerintah menggunakan basis akrual untuk
pengakuan aset;
b. bahwa aset berup<1 pill tang eli neraca harus terjaga agar nilainya
sarna dengan nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable
v(/lue);
c. bahw<1 untuk menY<1jikan pilltang kementerian negara/lembaga
dengan nilai bereih yang dapat direa!isasikan, diperlukan
penyesuaian dcngan rnernbentllk penyisihan piutang tidak tertagih
berdasarkan penggolongan kualitas piutang;
d. bahwa ketenluan mengenai kualitas piutang kernenterian
negara/lembaga dan pernbentukan penyisihan piutang tidak
tertagih selama ini belum diatut' dalam peratllran perundang
undangan;
e. bahwa berelasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalarn
huruf a, huruf h, huruf c, clan huruf ct perlu menetapkan Peraturan
Menteri Keuangan tentang Kualitas Piutang Kementerian
Negara/Lernbaga dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak
Tertagih;
Mengingat
1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 NomoI' 49, Tarnbahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran
Negara Republik Tndonesi,l Talum 2009 Nomor 62, Tambahan
Lembnran NCg'W3 Republik Indonesia Nomor 49(9);
DISTRIBUSI If
MENTEni I(EUANGAN
REPUBUI( INDONESIA
- 2
2.
3.
4.
5.
6
7.
8.
9
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Iti.donesia Nomor 3(12)
sebagaimana teJah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4661);
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1995 NomoI' 76, Tambahan
Lembaran Negara Repl!blik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang NomoI' 39 Tahun 2007
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 NomoI' lOS,
Tambahan Lembarnn Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
Undnng-Und:1I1g NOlllor 10 Ti,hun 1(N7 {C'nl<mg PRjnk
dengnn SurZlt rclksZI (l l'rnh,lrClll Ncgarl' Rf'Pllhlik TncimlPsin TC1hull
1997 Nomor 42, Tarnbahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
NomoI' 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia NomoI' 3987);
Undang-Undang ]\Jamar 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara
Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
NomoI' 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3(87);
Undang-Undang NomoI' 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara RepulJIik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembanm Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
Undang-Undang NomoI' 1 Ta1um 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (LemlJaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
5, Tambahan Lcmbnran NcgnrJ Repllblik TndOlwsiil Nomor 4:i55);
Peraturau Pemerlntah Nomar 22 Tahun 1997 tentang )enis clan
Penyetoran Pcnerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara
Republik TndonC'siCl Tahun 1997 Nomor 57, TJmbahan Lt)mbaran
Negara Republik Indonesia NomoI' 3694) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomar 52 Tahun 1998 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 85, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia NomoI' 3760);
Peraturan Pemerinlah ]\Jomar 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4614);
DISTRIBUSI H
MClletapkan
MENTEHlI(EUANGAN
AEPUfJUI( INDONESIA
3
10. Peraturan Pernerintah NomDr 55 Tahun 200H tcnt<mg Pcngen<lan
Bea Keluar Tethadap Barang Ekspor (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara
Republik fndonesia NomoI' L1886);
TI. Peraturan Pemerintah NomoI' 71 Tahun 2010 lentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5165);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KUALITAS
PIUTANG KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA DAN
PEMBENTUKAN PENYTSIHAN PIUTANG TIDAK TERTAGIH
BABI
KETENTUAN UMUM
Pasal .[
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
I. Piutang aclalnh jumlah uang yang wajib clibayar kepada
kementerian negara/lembaga dan/ atau hak kementerian
negara/lembaga yang dapat dinilai dengan wmg sebagai akibat
perjanjian atau akihat lainnya berclasarkan peraturan perundang
undangan yang berlakll iltau akibat lainnya yang iiah.
2. MenterijPimpinan Lembaga adabh pejabal )';11Ig
jEHvab at(ls p('ng(']nlcliHl kll1H'l1tui;lll III r,\llemhtli":\
yang bersangkutan.
3. Kementerian Negara/Lembaga adalah kementerian
negara/lembaga pemerintah non kementerian negara/lembaga
!'lcgara, tennasuk instnnsi vertikalnya.
4. Penyisihan Piutang Tidak Tertagih adalah cadangan yang harus
dibentl1k sebesar persentasC' tertentll clari akun piuL:mg ht'rdasarkan
penggolongan kualitas piutang.
5. Kualitas Piulang adalah hampiran atas ketertagihan piutang yang
diukur berdasarkan kepatllhan membayar kewajiban aleh debitor.
6. Debitol' adalah baclan atau orang yang berutang menurut peraturan,
perjanjian atau scbab apapun.
7. Restrukturisasi aclalah llpaYii perbaikan yang dilakukan
MenterijPimpirlClll T,embag.a terhadal) Debitor ",lnIY rnengalarni
) ) c) J
kesulitan Llntllk mernenl1hi kewajibannyi'l yang rncliptlti pemberian
keringanan hutang, persetujuan angsuran, atl.lU perselujuan
penundaan
!)lSTRIBLJSl 11
MENTEnll<EUANGAN
RI:PULlLII( INDONESIA
- 4
BAB II
KUALITAS PIUTANG
Pasa! 2
(1) Penyisihan Piutang Tidak Tertagih pada Kementerian
Negara/Lembaga wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati
hatian,
(2) Dalam rangka melaksanakan prinsip kehati-hatian sebagaimana
dimaksud pada ayat (I), Menteri/Pimpinan Lembaga wajib:
d. mcnilai Kualitas Piutang;
b. memantau dan mengambil langkah-Iangkah yang diperlukan
agar basil penagihan Pill tang yang telah disisihkan senantiasa
dapat direalisasikan.
(3) Penilaian Kualitas Piutang sebagaimana dimaksucl pacla ayat (2)
huruf a dilakukan dengan mempertimbangkan sekurang
kurangnya:
a. jatuh tempo Piutang; dan
b. upaya penagihan.
(4) Kementerian Negara/Lembaga yang melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana cliatur pada ayat (1) dim ayat (2)
dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Menteri
Keuangan.
Pasa13
(1) Kualitas Piutang ditetapkan dalam <1 (empat) golongan, yaitu
kuaJitas Jancar, kualitas kurang lancar, kualitas diragukan, dan
kllalitas macet.
(2) Penilaian Kllalitas Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan kondisi Piutang pada tang-gal laporan
keuangan.
Pased 4
Pi u tang diklasifikasikan menjad i:
a. Piutang penerimaan negara bukan pajak.
11. Piutang pnjak yang nwlipl1ti pilll',mg eli hichng:
'I) perplljakal1 y:lI1g dikt'lllL1 ()l('h Ilird,lor.ll,kndc'l,,! !'dj:lk,
2) kepabeanan dan cukai yang dikelola oJeh Direktorat Jenderal
Bea dan O.lkai.
c. Piutang Jainnya.
DISTRInUSr fI
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
MfNTEflI I<F.UANGAN
nEPUBLlI< INDONESIA
5
Pasal5
Penggolongan Kualitas Piut;:mg penerimaan negma bukan pajak
dilakukan dengan ketentuan:
a. kualitas lancl'lr apabila belum c1ilakukan pehmRsan
dengan tanggal ji'ltU h tcm;)o yang clitetapkl'ln;
sampai
b. kualitas kurang lancar apabila c1alam jangka waktu 1 (satu)
bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagih'ln Pertama tidak
dilakukan pelunasan;
c. kllalitas c1iragukan apabila dal[l1TI jilngka waktu '\ (gatu) bulan
terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Keduil tidal<: dilakukan
pelunasan; dan
d. kualitas macet apabila:
1) dalam jangkil waktll ] (satu) bulan terhitung sejak tanggal
Surat Tagihan Ketiga tidak dilakukan pelunasan; atau
2) Piutang telah diserahkan kepada [)aniLia Urusan Piutang
Negara/Direktorat Jcnderal Kekayaan Negara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggolongan Kllalitas Piutang:
a. pajak di b1dang perpajakan cliatur clengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak;
b. pajak eli bidang kepabeanan clan cukai di(llur dengan Peraturan
Direktur Jenderal13ea dan Cukai;
c. lainnya diatur dengan peraturan unit eselon I di lingkungan
Kementericlll Keuangan sesuai tugas dan fungsinya
sebagaimilna diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangall.
BABIn
PENYIS[HAN PIUTANG TIDAK TERT AGlIl
Pasa! 6
Kementerian Negara/Lembaga wajib mentbentuk Penyisihan
Piutang Tidak Tertagih yang umum dan yang khusus.
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang umum ditetapkan paling
sedikit sebesar 5%0 (lima permil) dari Piutang yang memiliki
kualitas lancar.
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yilng khu:ms dilerapkan sehesar:
DlSTRIBusr II
(4)
(5)
(6)
(1)
MENTERlI(EUANGAN
AEPUBLlI< INDONESIA
- 6
a. 10% (sepul11h perseratus) dad Piutang c1engan kualitas kurang
lancar setelah c1ikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang
sitaan;
b. 50% (lima puluh perseratus) dari Piutang dengan kualitas
diragukan setclah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai
barang sitaan; dan
c. 100% (seratus perseratus) dari Piutang dengan kualitas macet
setelah dikllrangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan.
Agunan atau barang sita;:m yang mempunyai nilai eli atas
Piutangnya cliperhihmgkan sama dengan sisa Piutang.
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih yang dibentuk berdasarkan
Piutang yang kllalitasnya menurun, dilakukan dengan mengabaikan
persentase Penyisihan Piutang Tidak Tertagih pada Kllalitas Piutang
sebel11mnva.
J
Kementerian Negara/Lcmbaga yang melakllkan pelanggaran
terhadap ketcntuan sebagilimana ciiatllf pnd(J .,yat (1) dikE'nakan
8anksl administrntif h('ml,a tertl'li8 oleh Mrntrri Kf'tWnpCln
h It
rasa17
Nitai agunan yang diperhitllngkan sebagai pengurang dalam
pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tcrtagih sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayal (3) ditetapkan sebesar:
a. 100% (seratus perseratus) dari agunan berupa sural berharga
yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, surat berharga negura
l
garansi baf1k, tabungan dan deposito yang diblokir pada bank,
emas clan logam mulia;
b. 80% (delapan puluh perseratus) dari nilai hak tanggungan atas
tanah bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan
(SHGB) berikul bangunan eli C1tasnya;
c. 60% (enam puluh perserC1tus) dari nilai jnal objck pajak atas
lanah bcrsl'rtifikal hak milik (STlM), hak guna bnngunan
(SHGB)I atC1u hak pakai, bcrikul bangunan eli alasnya yang tidak
diikal dengan hak tanggllngan;
d. 50
t
Yr) (lima puluh perseratlls) dari nilai jual objck pajak atas tanah
clengan bukti kejwmilikan bukti kepemihkan berupa Sural Girik
(letter C) atau bukti kepemilikan non sertifikat lainnya yang
dilampiri surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) terakhir;
e. 50% (lima pulnh perseratus) clari hipotik atas pesawat
udara dan kapal Iaut dcngan isi kotor paling scdikit 20 (dua
puluh) meter kubik;
f. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai janlinan fidusia atas
kendaraan bermotor; dem
DlSTRIBUSI II
MENTERI locUANCiAN
m:PUBLlJ( INDONESIA
- 7
(2)
(1)
(2)
(1)
(2)
(1)
g. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai atas pesawat udara, kapal
laut, dan kendaraan bermotor yang tidak diikat sesuai
ketentuan yang berlaku dan disertai bukh kepemilikan.
Agunan selain yang climaksucl pada ayat (1) dapat diperhitungkan
sebagai faktor pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang
Tidak Tertagih setelah mendnpat persetujuan dati Menleri Keuangan.
PasoI8
Nilai barang sitaan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam
pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) ditetapkan sebesar:
a. 100% (seratus perseratus) (bri agunan berupa sural berharga
yang cliterbitkan oleh Bank Indonesia, surat berharga negara,
tabungan dan deposito yang d iblokir pacla bank, emas dan
logam mlllia;
b. 60% (enam puluh perseratus) dari nilai jual objek pajak atas
tanah bersertifikat hak milik (SHM) , hak guna bangunan
(SHGB), atau hak pakai, berikut bangunan di atasnya;
c. 50% (lima puluh perseratus) dari nilai jual objek pajak ati:1S tanah
dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau
bukti kepemilikzll1 non sertifikat Iainnya yang dilampiri surat
pemberital1llan piljak terhutang (SPPT) terakhir; dan
d. 50% (lima puluh perscratus) dari nilai atas pesawat udara, kapal
laut, dan kendaraan bermotor yang disertai bukti kepemilikan.
Barang sitaan selain yang dimaksud pada ayat (1) tidak
diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Pcnyisihan
Piutang Tidak Tcrtagih.
Nilai agunan atan barang sitaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) hurnf g dan Pasa18 ayat (1) Imruf d bersumber dari
nilai yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
Dalam hal sumber nilai agunan atau barang sitaan sebagaimana
dimaks'ld pada ayat (1) tidak diperoleh, agunan atau barang sitaan
tidak diperhitungkan sebagili fflktor pengurang Penyisihan Piutang
Tidak Tertagih.
Pasatl0
Menteri Keuangan bcrwenang melakukan penilaian kembali atas
nilai agunan danl atau barang sitaan yang telah diperhitungkan
sebagai pengurang clalam pembentukan Pehyisihan Piutang Tidak
Tertagih apabila Kementerian Negara/Lernbaga tidak mernenuhi
ketentuan sebagaimana climClksud dalarn Pasal 7, Pased 0, clan Pasal 9,
DfSTRIBUSI II
MENTEAII<EUANGAN
AEPUBLlI< INDONESIA
- H -
(2) Kewenangan Menteri Keuangan melakukan penilaian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
kembali
kepada
BAB IV
RESTRUKTURISASI
Pasall1
Kcrnenterian Negara/Lembaga dapat melakukan Restrukturisasi
terhadap Debitor sesuai k.etentllan peraturan perundang-unclangan
dalam hal:
il. Debitor mengalami kf'sulilan pf'mbayaran; cI;m/ atim
b. Debitor memiiild prospek lIsaha yang baik dan diperkirakan
marnpu rnemenuhi kewajiban setelah dilakukan Restrukturisasi.
Pasal :12
(1) KuaJitas Piutang setelah persetujuan Restrukturisasi dapat diubah
oleh Kementerian Negara/ Lembaga:
a. setinggi-tingginya kllalitas huang lancar untuk Piutang yang
sebelum Restrukturisasi memiliki kualitas diragukan atau
kualitas macet; dan
b. tidak berubah, Jpabila Piutang yang sebelum Restrukturisasi
memiliki kualitaf: kurang lancar.
(2) Dalam hal kewajiban yang ditentukan dalam Resh'ukturisasi tidak
dipenllhi oleIt Debitor, Kualitas Piutang yang telah diubah
sebagaimana dimaksucl pada ayat (1), dinilai kembali seolah-01ah
tidak terclapat Restrukturisasi.
BABV
PENCATATAN PERUBAHAN JUMLAH PJUTANG
Pasal "J3
Dalam hal terdapat penghapusan, penambahan, atau pengurangan
jumlah Piutang sebagai akibat pelaksanaan ketentuan peraturan
pernndang-undangan, dilakukan pencatatan perubahan jumlah Piutang.
Pasal14
(1) Penghap1l88n Piutang oleh NegarZl/LcmbZlga
dilakukan terhaclap seluruh sisa Piutang reI' OLbilor yang mf'miliki
kualitas macet
(2) Penghapusan Piutang sebagaimana climaksud pacla ayat (1),
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
DISTRIBUSl II
MENTEni I(EUANOAN
AEPUBLlI( INDONESIA
- 9
(3) Perlakuan akuntansi penghapusan Piutang sebagnimana dimaksud
ayat (1) dilakukan dengan cara mengurangi akun Piutang dan akun
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih sebesar jumlah yang tercantum
dalam surat keputusnn.
Pasal15
(1) Dalam hal terdapat penambahan jumlah Piutang, pencatatan
perubahan jumlah Piutang dilakukan dL:ngclll eMil nWlIcUllb.. d1 akun
Piutang sebesar sclisilmyt1.
(2) Pencatatan penambahan jumJah Piutang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan segera setelah penerbitan surat
tagihan/ persehljuan/keputusan.
Pasal"l6
(1) Dalam hal terdapat pengnrangan jumlah Piutang, pencatatan
perubahan jumlah Piutang dilakukan dengan cara mengurangi akun
Piutang sebesar selisihnya.
(2) Pencatatan pengurangan jurnlah Piutang sebagaimana cIimaksud
pacIa ayat (1) dilakukan apabila:
a. surat tagihan/ persel"ujuan/keputusan telah t t ~ r b i t ; atau
b. Restrukturisasi telah selesai dilaksanakan.
BAH VI
KETENTUAN PERALIHAN
PasaJ 17
Ketentuan mengenai penilaian agunan atau barang sitaan yang
diperhitungkan sebagai pengurang dalam pef11bentukan Penyisihan
Piutang Tidak Tertagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8,
dan Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan ini dilaksanakan secara
bertahap dalam 5 (lima) tahun.
BABvn
KETENTUAN PENUTUP
Pasa! 18
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan in1 mulai berlaku, semua
peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan Penyisihan Piutang
Tidak Tertagih, sepanjang belum c1iganti dan tidak bertentangan dengan
Peraturan Menteri Keuangan ini, dinyatakan tetap berlaku.
DISTRIBlJSI IT
MENTErll I(EUANGAN
AEPUBUI( INDONESIA
- 10
Pasal19
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahl<an pengundangan
Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
PClda tanggal 23 November 2010
MENTER! KEUANGAN
. . ,
ttcl,
Diundangkan di Jakarta
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
pada tanggal 23 November 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
I
ttd.
l'ATRIALIS AKBAR
DfSTRlBUSI II

You might also like