You are on page 1of 11

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

Analisis Spektrofotometer Vis: Asam Salisilat

Nama Kelompok 2 : 1. 2. 3. 4. Fanny Kusuma Beatrice Ivana Go Stevanni Monica D Dian Novita Sari Golongan : R (2443010030) (2443010038) (2443011050) (2443010052)

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA 2013

1. Dasar Teori Spektrofotometri visible disebut juga spektrofotometri sinar tampak. Yang dimaksud sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia. Cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia adalah cahaya dengan panjang gelombang 400800 nm dan memiliki energi sebesar 299149 kJ/mol. Pada spektrofotometer sinar tampak, sumber cahaya biasanya menggunakan lampu tungsten yang sering disebut lampu wolfram. Wolfram merupakan salah satu unsur kimia, dalam tabel periodik unsur wolfram termasuk golongan unsur transisi tepatnya golongan VIB atau golongan 6 dengan simbol W dan nomor atom 74. Wolfram digunakan sebagai lampu pada spektrofotometri tidak terlepas dari sifatnya yang memiliki titik didih yang sangat tinggi yakni 5930 C. Dalam dunia analisis kimia dikenal suatu alat yang bernama Spektrofotometer visible. Alat ini berdasar hukum Lambert-beer : Jumlah radiasi yang diserap proporsional dengan ketebalan sel (b), konsentrasi analit (c), dan koefisien absorptivitas molekuler (a) dari suatu spesi (senyawa) pada suatu panjang gelombang

Panjang gelombang (nm) 400 435 435 480 480 490 490 500 500 560 560 580

Warna warna yang diserap

Warna komplementer (warna yang terlihat) Hijau kekuningan Kuning Jingga Merah Ungu kemerahan Ungu

Ungu Biru Biru kehijauan Hijau kebiruan Hijau Hijau kekuningan

580 595 595 610 610 800

Kuning Jingga Merah

Biru Biru kehijauan Hijau kebiruan

Logika prinsip dari alat spektro-vis adalah intensitas warna dari suatu larutan sebanding dengan jumlah cahaya yang serap. Semakin pekat warna, semakin banyak cahaya yang di serap. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah pada konsentrasi yang terlalu pekat, kurva deret standar menjadi tidak linier. Biasanya konsentrasi di atas 0.1 M. Hal ini karena pada konsentrasi yang tinggi, jarak antar partikel zat menjadi sangat rapat. Hal ini akan mempengaruhi distribusi muatan, dan mengubah cara molekul melakukan serapan. Oleh karena itu terkadang pada konsentrasi terlalu tinggi kurva tidak linier. Itulah sebabnya pada pembuatan deret standar, absorbansi dianjurkan tidak melebih 1,5. Jadi absorbansi deret standar ada di dalam range 0,2 - 1,5. a) Perbedaan kuvet sangat berpengaruh. Harap selalu gunakan satu kuvet yang sama untuk mengukur absorbansi. Apabila anda terlibat dengan sample yang jumlahnya banyak, dan anda menggunakan kuvet disposable, gunakan kuvet maksimal tiga kali pemakaian. Setelah itu pakai kuvet baru. b) Terkadang senyawa analit mengalami reaksi kimia yang lambat dan memerlukan waktu untuk mencapai kesetimbangan. Hal ini menyebabkan penyimpangan yang signifikan bila pembacaan absorbansi tidak dilakukan bersamaan. c) Lakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang maksimal. Jangan

sungkan untuk mencari terlebih dulu pada panjang gelombang berapa sample memberikan absorbansi maksimal. Hal ini untuk meningkatkan sensitifitas analisa.
Panjang gelombang yang digunakan untuk melakukan analisis adalah panjang gelombang dimana suatu zat memberikan penyerapan paling tinggi yang disebut maks. Hal ini disebabkan jika pengukuran dilakukan pada panjang gelombang yang sama, maka data yang diperoleh makin akurat atau kesalahan yang muncul makin kecil. Berdasarkan hukum Beer absorbansi akan berbanding lurus dengan konsentrasi, karena b atau l harganya 1 cm dapat diabaikan dan merupakan suatu tetapan.Artinya konsentrasi

makin tinggi maka absorbansi yang dihasilkan makin tinggi, begitupun sebaliknya konsentrasi makin rendah absorbansi yang dihasilkan makin rendah. (Hukum Lamber-Beer dan syarat peralatan yang digunakan agar terpenuhi hukum Lambert-Beer . Hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi akan linear (AC) apabila nilai absorbansi larutan antara 0,2-0,8 (0,2 A 0,8) atau sering disebut sebagai daerah berlaku hukum Lambert-Beer. Jika absorbansi yang diperoleh lebih besar maka hubungan absorbansi tidak linear lagi.

FAKTOR-FAKTOR ABSORBANCE DAN KONSENTRASI MENJADI TIDAK LINIER 1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko,

yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat pembentuk warna. 2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa,

namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik. 3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah

atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan). Zat yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri sinar tampak adalah zat dalam bentuk larutan dan zat tersebut harus tampak berwarna, sehingga analisis yang didasarkan pada pembentukan larutan berwarna disebut juga metode kolorimetri. Jika tidak berwarna maka larutan tersebut harus dijadikan berwarna dengan cara memberi reagen tertentu yang spesifik. Dikatakan spesifik karena hanya bereaksi dengan spesi yang akan dianalisis. Reagen ini disebut reagen pembentuk warna (chromogenik reagent).

SIFAT-SIFAT REAGEN PEMBENTUK WARNA 1. Kestabilan dalam larutan. Pereaksi-pereaksi yang berubah sifatnya dalam waktu beberapa jam, dapat menyebabkan timbulnya semacam cendawan bila disimpan. Oleh sebab itu harus dibuat baru dan kurva kalibarasi yang baru harus dibuat saat setiap kali analisis. 2. Pembentukan warna yang dianalisis harus cepat. 3. Reaksi dengan komponen yang dianalisa harus berlangsung secara stoikiometrik.

4. Pereaksi tidak boleh menyerap cahaya dalam spektrum dimana dilakukan pengukuran. 5. Pereaksi harus selektif dan spesifik (khas) untuk komponen yang dianalisa, sehingga warna yang terjadi benar-benar merupakan ukuran bagi komponen tersebut saja. 6. Tidak boleh ada gangguan-gangguan dari komponen-komponen lain dalam larutan yang dapat mengubah zat pereaksi atau komponen komponen yang dianalisa menjadi suatu bentuk atau kompleks yang tidak berwarna, sehingga pembentukan warna yang dikehandaki tidak sempurna. 7. Pereaksi yang dipakai harus dapat menimbulkan hasil reaksi berwarna yang dikehendaki dengan komponen yang dianalisa, dalam pelarut yang dipakai. LARUTAN YANG DITAMBAH REAGEN HARUS MEMILIKI LIMA SIFAT 1. Kestabilan warna yang cukup lama guna memungkinkan pengukuran absorbansi

dengan teliti. Ketidakstabilan, yang mengakibatkan menyusutnya warna larutan (fading), disebabkan oleh oksidasi oleh udara, penguraian secara fotokimia, pengaruh keasaman, suhu dan jenis pelarut. Namun kadang-kadang dengan mengubah kondisi larutan dapat diperoleh kestabilan yang lebih baik. 2. Warna larutan yang akan diukur harus mempunyai intensitas yang cukup tinggi (warna harus cukup tua) yang berarti bahwa absortivitas molarnya () besar. Hal ini dapat dikontrol dengan mengubah pelarutnya. Dalam hal ini dengan memilih pereaksi yang memiliki kepekaan yang cukup tinggi. 3. Warna larutan yang diukur sebaiknya bebas daripada pengaruh variasi-variasi

kecil kecil dalam nilai pH, suhu maupun kondisis-kondisi yang lain. 4. 5. Hasil reaksi yang berwarna ini harus larut dalam pelarut yang dipakai. Sistem yang berwarna ini harus memenuhi Hukum Lambert-Beer.

2. Dasar reaksi Asam Salisilat (FI III halaman 56) Pemerian : hablur ringan, tidak berwarna atau serbuk berwarna putih; hampir tidak berbau, rasa agak manis dan tajam. Kelarutan: larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%) P; mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P; larut dalam larutan amonium asetat P, dinatrium hidrogenfosfat P, kalium sitrat P dan natrium sitrat P.

Asam 2-hidroksibenzoat

Index of electronic spectra of tetracycline HCl A1%1cm Solvent 267 391 0,1 N HCl 355 0,1 N HCl 380 360 H2O

3. Cara kerja * Pembuatan larutan baku Menimbang 50 mg tetrasiklin HCl standard + etanol 10 ml Larutkan dalam labu takar dengan menambahkan aquadest ad 50ml (10 ppm) Baku 1: pipet 1ml baku induk + aquadest ad 50ml dalam labu takar (20ppm) Baku 2: pipet 2ml baku induk + aquadest ad 50ml dalam labu takar (30ppm) Baku 3: pipet 3ml baku induk + aquadest ad 50ml dalam labu takar (40ppm) Baku 4: pipet 4ml baku induk + aquadest ad 50ml dalam labu takar (50ppm) Baku 5: pipet 5ml baku induk + aquadest ad 50ml dalam labu takar Tetapkan max dengan salah satu baku Amati absorbansi kelima baku tersebut pada max

* Pembuatan sampel Menimbang 500mg sampel (3x) Larutkan dengan aquadest masing-masing ad 100ml Pipet 3ml dari tiap sampel masukkan dalam labu takar ad 100ml aquadest Amati absorbansi pada max dari tiap sampel II. Data pengamatan 1. Rentang A = 0,1 1,5

2. Rentang konsentrasi larutan baku = 2,77 ppm 41,67 ppm C = = = 2,77 ppm

C = = = 41,67 ppm 3. Baku induk 50 mg Tetrasiklin HCl + aquadest ad 100 ml 50 mg/100 ml = 500 ppm. C15 ppm = x = 1 ml C210 ppm = x = 2 ml C315 ppm = x = 3 ml C420 ppm = x = 4 ml C525 ppm = x = 5 ml 4. Penetapan kadar sampel - Timbang 500 mg sampel + air ad 100 ml - Pipet 3 ml, + aquadest ad 100 ml 5. Hasil pengamatan Penimbangan baku 0,0502 gram. Larutan baku Tetrasiklin HCl (pada = 276) Pengenceran C (ppm) 1 ml / 100 ml 5,02 2 ml / 100 ml 10,04 3 ml / 100 ml 15,06 4 ml / 100 ml 20,08 5 ml / 100 ml 25,1

Absorbansi 0,166 0,336 0,497 0,666 0,836

a : - 7,99 x 10-4 b : 0,0333 r :0,9999 Larutan baku Tetrasiklin HCl (pada = 359) Pengenceran C (ppm) 1 ml / 100 ml 5,02 2 ml / 100 ml 10,04 3 ml / 100 ml 15,06 4 ml / 100 ml 20,08 5 ml / 100 ml 25,1 a : 0,0173 b : 0,0303 r : 0,9996 Larutan sampel (pada = 276) Berat sampel C sampel 0,5043 gram 21,88 0,5042 gram 23,06 0,5013 gram 22,39 Larutan sampel (pada = 359) Berat sampel C sampel 0,5043 gram 22,069 0,5042 gram 23,059 0,5013 gram 22,597 C teoritis Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3

Absorbansi 0,163 0,324 0,483 0,625 0,773

Absorbansi 0,728 0,767 0,745 Absorbansi 0,686 0,716 0,702

Perhitungan kadar pada = 276 I II % Kadar = % Kadar =

III % Kadar = Perhitungan kadar pada = 359 I II


% Kadar =

% Kadar =

III % Kadar = Perhitungan 2,5 d dan 4 d Pada = 276 14,46 % 14,675 0,215

14,89 % 0,215 15,24 % Pada aturan 2,5 d 0,565 > (0,215) (2,5) data di tolak sehingga rata rata kadar 14,675% Pada =359 14,58 % 15,02 % 0,11 15,13 15,24 % 0,11

Pada aturan 2,5 d 0,55 > (0,11) (2,5) data di tolak sehingga rata rata kadar 15,13% 6. Kadar sebenarnya adalah 14,99 % 7. Persen kadar rata rata yang kami gunakan adalah 15,13% (pada = 359) Persen kesalahan :

III.

Pembahasan Pada percobaan kami terdapat kesalahan 0,93 %. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena :

1. Kurangnya homogenitas sampel. 2. Pada penimbangan bahan biasanya tidak bisa tepat sesuai yang diinginkan, umunya berlebihan. 3. Kurang bersih alat alat yang digunakan. 4. Kurang teliti dalam pengerjaan sehingga yang diperoleh agak menyimpang dari yang seharusnya. Saat mengutak-atik spektro, seharusnya kami juga memperhatikan profil spektrum yang mana akan menentukan kinerja kita sudah baik atau masih perlu dilakukan pengenceran sehingga hasil yang diperoleh bisa sesuai. Pada percobaan ini kami mengukur pada dua yaitu 276 dan 359. Pada teoritis yang di dapat pada pustaka terdapat max yaitu 380 sehingga data yang kami gunakan adalah data yang memilki = 359 karena paling mendekati dengan max teoritis. Pelarut untuk Tetrasiklin HCl ada 2 macam yaitu HCl 0,1 N dan H2O. Kami memilih H2O sebagai pelarutnya.Pada blangko juga digunakan H2O. Kami menggunakan H2O karena memiliki max yang tinggi yaitu 380, selain itu kami memilih H2O dengan alasan kemudahan penggunaan, serta lebih hemat dan efisien. IV. Kesimpulan

Persen kesalahan pada kelompok kami sebesar 0,93%. Rata rata persen kadar dari hasil praktikum ini adalah 15,13%. Dari hasil praktikum kami didapat kadar sampel dari 3 replikasi sebagai berikut: 1. 14,58 % 2. 15,02 % 3. 15,24 % Kemudian setelah dihitung menggunakan aturan 2,5d, hasilnya tidak memenuhi syarat sehingga data di reject.

You might also like