You are on page 1of 36

LAPORAN MINGGUAN PENGERINGAN SINGKONG (Manihot esculenta)

Oleh : Nama NRP Kelompok Tanggal Percobaan Assisten : Annisa Khaira Wikaningtyas : 083020013 : III (Tiga) : 27 November 2010 : Elvi Rahmi

LABORATORIUM MESIN DAN PERALATAN INDUSTRI PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG 2010

I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: 1.1. Latar Belakang Percobaan, 1.2. Tujuan Percobaan, 1.3. Prinsip Percobaan, 1.4. Manfaat Percobaan, dan 1.5. Tempat Percobaan. 1.1. Latar Belakang Percobaan Proses pengeringan merupakan proses pangan yang pertama dilakukan untuk mengawetkan makanan. Selain untuk mengawetkan bahan pangan yang mudah rusak atau busuk pada kondisi penyimpanan sebelum digunakan, pengeringan pangan juga

menurunkan biaya dan mengurangi kesulitan dalam pengemasan, penanganan, pengangkutan, dan penyimpanan, karena dengan pengeringan bahan menjadi padat dan kering, sehingga volume bahan lebih ringkas, mudah dan hemat ruang dalam pengangkutan, pengemasan maupun penyimpanan (Wirakartakusumah, 1992). Istilah dehidrasi digunakan untuk menunjukan pengeringan buatan untuk membedakan dengan pengeringan penjemuran. Beberapa buku mendefinisikan pengeringan sebagai metoda untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkannya hingga kadar air seimbang dengan kondisi udara normal atau kadar air yang setara dengan nilai aktifitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi. Sedangkan dehidrasi adalah proses pengeluaran atau penghilangan air dari suatu bahan dengan cara menguapkannya

hingga kadar air yang sangat rendah hingga mendekati nol (Wirakartakusumah, 1992). 1.2. Tujuan Percobaan Tujuan percobaan pengeringan adalah untuk mengeluarkan sebagian air dari suatu bahan pangan yang menggunakan energi panas. Selain itu juga untuk mengurangi kadar bahan padat pada batas tertentu sehingga bahan tersebut tahan terhadap serangan mikroba, enzim dan insekta sehingga dapat memperpanjang umur simpan. 1.3. Prinsip Percobaan Prinsip pengeringan adalah berdasarkan adanya perbedaan kelembaban (humidity) antara udara kering dengan bahan pangan yang akan dikeringkan, berdasarkan jumlah kadar air bahan pangan, dan kecepatan pengeringan bahan pangan, serta berdasarkan adanya perpindahan panas dari udara pengering ke dalam bahan yang dikeringkan sehingga terjadi penguapan air bahan yang dikeringkan. 1.4. Manfaat Percobaan Manfaat dari percobaan pengeringan adalah mahasiswa dapat mengetahui proses-proses yang terjadi di dalam proses pengeringan, mengetahui alat-alat yang digunakan dalam proses pengeringan, dan dapat mengaplikasikan proses pengeringan bahan pangan.

1.5. Tempat Percobaan Percobaan ini dilaksanakan pada tangggal 27 November 2010 di laboratorium Mesin Peralatan Industri Pangan, Jurusan Teknologi Pangan, Universitas Pasundan Bandung, Jl. Setiabudhi No. 193.

II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan mengenai: 2.1. Pengertian Pengeringan, 2.2. Mekanisme Pengeringan, 2.3. Alat Pengeringan, 2.4. Faktorfaktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Pengeringan dan

2.5. Singkong. 2.1. Pengertian Pengeringan Pengeringan merupakan operasi pengurangan kadar air bahan padat sampai batas tertentu sehingga bahan tersebut bebas terhadap serangan mikroorganisme, enzim, dan insekta yang merusak. Secara lebih luas, pengeringan merupakan proses yang terjadi secara simultan (serempak) antara perpindahan panas dari udara

pengeringan ke bahan yang dikeringkan dan terjadi penguapan uap air dari bahan yang dikeringkan. Pengeringan dapat terjadi karena adanya perbedaan kelembapan (humidity) antara udara kering dengan bahan yang dikeringkan (Wirakartakusumah, 1992). Pengeringan adalah pemisahan air dari bahan yang

mengandung air dalam jumlah kecil dengan mengalirkan udara melalui bahan. Pengeringan adalah mengeluarkan atau

menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkan sebagian air yang terkandung dalam bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Penghilangan kadar air dengan tingkat kadar air yang sangat rendah mendekati kondisi bone dry (Suharto, 1998).

Pengeringan merupakan metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkannya hingga kadar air keseimbangan dengan kondisi udara normal atau kadar air yang setara dengan nilai aktifitas air yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi (Wirakartakusumah, 1992). 2.2. Mekanisme Pengeringan Mekanisme pengeringan adalah bagian terpenting dalam teknik pengeringan karena dengan mengetahui mekanisme

pengeringan dapat diperkirakan jumlah energi dan waktu proses optimum untuk tujuan pengawetan dengan pengeringan. Energi yang dibutuhkan dalam pengeringan terutama adalah berupa energi panas untuk meningkatkan suhu dan menambah tenaga pemindahan air. Waktu proses erat kaitannya dengan laju pengeringan dan tingkat kerusakan yang dapat dikendalikan akibat pengeringan

(Afrianti, 2008). Air dalam padat ada yang terikat baik atau tidak terikat. Ada dua metode untuk menghilangkan kadar air terikat: penguapan dan penguapan. Penguapan terjadi ketika tekanan uap dari kelembaban pada permukaan padat sama dengan tekanan atmosfer. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan suhu kelembaban ke titik didih. Fenomena semacam ini terjadi di pengering roller. Jika bahan kering adalah panas sensitif, maka temperatur di mana penguapan terjadi, yaitu, titik didih, dapat diturunkan dengan menurunkan tekanan

(penguapan vakum). Jika tekanan diturunkan di bawah titik tripel, maka tidak ada fase cair dapat eksis dan kelembaban dalam produk beku. Penambahan panas menyebabkan sublimasi es langsung ke uap air seperti dalam kasus pengeringan beku (Mujumdar, 2006). Kedua, dalam penguapan, pengeringan dilakukan dengan konveksi, yaitu, dengan melewatkan udara hangat di atas produk. Udara didinginkan oleh produk, dan kelembaban ditransfer ke udara dengan produk dan dibawa pergi. Dalam hal ini tekanan uap jenuh uap air di atas padat kurang dari tekanan atmosfir. Sebuah kebutuhan awal untuk pemilihan jenis yang cocok pengering dan desain dan ukuran sana adalah penentuan karakteristik pengeringan. Informasi juga diperlukan adalah karakteristik solid-penanganan,

keseimbangan kelembaban padat, dan kepekaan bahan terhadap suhu, bersama dengan batas-batas suhu dicapai dengan sumber panas tertentu. Perlakuan pengeringan padatan dapat dicirikan dengan mengukur hilangnya kadar air sebagai fungsi dari waktu. Metode yang digunakan adalah perbedaan kelembaban, terus berat, dan intermiten berat (Mujumdar, 2006). Produk yang mengandung air berperilaku berbeda pada pengeringan sesuai dengan kadar air mereka. Selama tahap pertama dari pengeringan laju pengeringan konstan. Permukaan berisi air bebas. Penguapan berlangsung dari sana, dan penyusutan beberapa mungkin terjadi sebagai kelembaban permukaan ditarik kembali ke permukaan padat. Dalam tahap pengeringan laju langkah

mengendalikan adalah difusi uap air di antarmuka udara kelembaban dan tingkat di mana permukaan untuk difusi akan dihapus. Menjelang akhir periode laju konstan, air harus diangkut dari bagian dalam solid ke permukaan oleh gaya kapiler dan laju pengeringan mungkin masih konstan. Ketika kadar air rata-rata telah mencapai kadar air kritis (Xcr), film permukaan air telah begitu dikurangi dengan penguapan yang menyebabkan lebih lanjut pengeringan bintik-bintik kering untuk bagaimanapun, tingkat muncul pada permukaan. Sejak, terhadap luas permukaan

dihitung

keseluruhan yang solid, laju pengeringan jatuh meskipun tarif per satuan luas permukaan basah padat tetap konstan. Hal ini menimbulkan ke tahap pengeringan kedua atau bagian pertama dari periode laju jatuh, periode pengeringan permukaan tak jenuh. hasil Tahap ini sampai film permukaan cairan sepenuhnya menguap. Ini bagian dari kurva mungkin hilang sepenuhnya, atau mungkin merupakan periode tingkat seluruh jatuh (Mujumdar, 2006). 2.3. Alat Pengeringan Macam-macam alat pengeringan adalah cabinet dryer, tunnel dryer, spray dryer, dan conveyor dryer. 2.3.1. Tray Dryer Alat pengering ini terdiri dari kabinet terisolasi dilengkapi dengan mesh dangkal atau baki berlubang, masing-masing berisi lapisan tipis (2-6 cm) makanan. Udara panas ditiupkan pada 0.5-5ms-1 melalui sistem saluran dan sekat untuk mempromosikan

distribusi udara yang seragam di atas dan / atau melalui baki masingmasing. pemanas tambahan mungkin ditempatkan di atas atau di samping baki untuk meningkatkan laju pengeringan. Pengering Baki digunakan untuk produksi skala kecil (1-20 hari atau untuk pekerjaan skala pilot. Tray dryer membutuhkan biaya yang rendah dalam pemeliharaan dan fleksibel dalam operasi untuk makanan yang berbeda. Namun, mereka memiliki kendali yang relatif rendah dan menghasilkan kualitas produk yang lebih bervariasi sebagai makanan pengeringan lebih cepat pada nampan yang terdekat dengan sumber panas (Fellows, 2000).

Gambar 1. Tray Dryer 2.3.2. Tunnel dryer Pengering tunnel pada dasarnya kelompok pengering truk dan baki banyak digunakan karena fleksibilitas mereka untuk komersial berskala besar pengeringan berbagai jenis buah-buahan dan sayuran. Dalam baki pengering bahan basah, ditumpuk di troli, bahan basah masuk pada salah satu ujung terowongan (kabinet lama) dan ketika kering mereka keluar dari ujung lain. Karakteristik pengeringan pengering ini tergantung pada pergerakan aliran udara relatif terhadap pergerakan truk, yang dapat bergerak sejajar satu

sama lain baik secara bersamaan atau countercurrently, masingmasing sehingga pola sendiri pengeringan dan properti produk (Mujumdar, 2006).

Gambar 2. Tunnel Dryer 2.3.3. Conveyor dryer Pengering konveyor yang berlanjutan memiliki panjang 20m dan lebar 3m. Makanan kering pada sabuk mesh di bed dryer 5-15 cm. Aliran udara yang awalnya diarahkan ke atas melalui bed dryer bawah makanan dan kemudian di tahap kemudian untuk mencegah makanan kering dari tiupan bed dryer. Dua atau tiga-tahap Pengering campuran dan re-tumpukan makanan sebagian dikeringkan menjadi bed dryer yang lebih dalam (untuk 15-25 cm dan kemudian 250-900 cm Pengering tiga-tahap). Hal ini meningkatkan keseragaman pengeringan dan menghemat ruang lantai. Makanan kering untuk kadar air 10-15% dan kemudian selesai dalam pengering bin. Peralatan ini memiliki kontrol yang baik atas kondisi pengeringan dan tingkat produksi yang tinggi. Hal ini digunakan untuk skala besar pengeringan makanan. Pengering mungkin memiliki komputer dikendalikan zona pengeringan independen dan loading dan

unloading

otomatis

untuk

mengurangi

biaya

tenaga

kerja

(Fellows, 2000). Sebuah aplikasi kedua pengering conveyor adalah busa pengeringan tikar di mana makanan cair yang dibentuk menjadi busa yang stabil dengan penambahan penstabil dan aerasi dengan nitrogen atau udara. busa ini tersebar pada sabuk berlubang hingga kedalaman 2-3mm, dan pesat dalam dua tahap oleh paralel dan kemudian kontra-saat ini mengalir udara. Pengeringan sekitar tiga kali lebih cepat dari pengeringan ketebalan serupa cair. Alas porus makanan kering kemudian ditumbuk menjadi bubuk yang mengalir bebas yang memiliki sifat rehidrasi yang baik (Fellows, 2000).

Gambar 3. Conveyor Dryer 2.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Pengeringan Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan terdiri dari dua bagian yaitu : 2.4.1. Faktor Internal a. Sifat bahan Sifat bahan yang dikeringkan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan. Jika dua bahan pangan

dengan ukuran dan bentuk yang sama dikeringkan pada kondisi yang sama, kedua potongan tersebut akan kehilangan air dengan kecepatan yang sama pada awal pengeringan. Jika kadar air dinyatakan dalam gram air per gram bahan kering, maka kecepatan pengeringan bahan A sekitar dua kali kecepatan pengeringan bahan B karena kadar padatan bahan A sekitar setengah kali kadar padatan bahan B (Wirakartakusumah, 1992). b. Ukuran Bahan Kecepatan pengeringan lempengan basah yang tipis

berbanding terbalik dengan kuadrat ketebalannya, jadi jika potongan bahan pangan dengan tebal satu pertiga dari semula dikeringkan akan mengalami pengeringan yang sama dengan kecepatan sembilan kali kecepatan asalnya (Wirakartakusumah, 1992). Peristiwa ini terjadi pada kondisi dimana resistensi internal terhadap pergerakan air jauh lebih besar daripada resistensi permukaan terhadap penguapan. Oleh karena itu waktu pengeringan dapat dipersingkat dengan pengurangan ukuran bahan yang dikeringkan. Keadaan ini diterapkan pada spray drying dimana diameter partikel atau penyemprotan hanya beberapa micron (Wirakartakusumah, 1992). c. Unit Pemuatan Beberapa hal penambahan muatan bahan basah pada rak pengeringan analog dengan meningkatkan ketebalan potongan

bahan,

sehingga

akan

mengurangi

kecepatan

pengeringan

(Wirakartakusumah, 1992). 2.4.2. Faktor eksternal a. Suhu Udara Jika depresi bola basah dijaga konstan pada berbagai suhu bola basah, kecepatan pengeringan tahap awal hampir sama. Tahap selanjutnya, kecepatan akan bertambah tinggi pada suhu udara yang lebih tinggi karena pada kadar air yang rendah pengaruh penguapan terhadap pendinginan udara dapat diabaikan dan pada suhu bahan mendekati suhu udara. Distribusi air dalam bahan yang

mempengaruhi kecepatan pengeringan pada tahap ini akan bertambah cepat dengan meningkatnya suhu. b. Kecepatan Aliran Udara Laju pengeringan bahan seperti halnya pada penguapan dari permukaan air tergantung kecepatan udara yang melewati bahan. Pengaruh perbedaan kecepatan sangat nyata pada kecepatan udara beberapa ratus kaki per menit. Peningkatan kecepatan udara pada kisaran 1000 kaki per menit kecil sekali pengaruhnya terhadap laju pengeringan (Wirakartakusumah, 1992). 2.5. Singkong Pengolahan ubi kayu menjadi tepung kasava relatif mudah dan dapat ditangani oleh kelompok tani. Rendemen yang diperoleh berkisar 27-30%. Tepung kasava cocok untuk substitusi terigu pada berbagai produk pangan. Ketiadaan gluten pada tepung kasava perlu

dilihat sebagai keunggulan sehingga secara kesehatan dapat digunakan untuk diet bagi penderita autis.

Gambar 4. Singkong Kemampuan substitusi tepung kasava pada mi dan kue kering/biskuit mencapai 50%, pada roti 25%, dan pada produk cake dapat mengganti 100% terigu. Peluang yang sangat besar dalam pengurangan impor gandum ini perlu didukung berbagai pihak. Peluang lain yang cukup prospektif adalah mengolah kasava menjadi gula cair. Teknologi pengolahan gula cair skala pedesaan yang dapat dioperasikan oleh kelompok tani telah tersedia. Bahan baku gula cair tidak harus berupa tepung kasava atau tapioka kering, tetapi dapat langsung dari pati basah. Gula cair yang dihasilkan melalui proses enzimatis berupa glukosa. Bioreaktor sederhana skala 100 liter mampu mengkonversi 40 kg pati basah (kadar air 40%) menjadi 21-25 kg gula cair dalam 3 hari proses. Semakin besar kapasitas peralatan, semakin ekonomis biaya produksinya (Prabawati, 2005).

III METODOLOGI PERCOBAAN Bab ini menguraikan mengenai: 3.1. Bahan yang Digunakan, 3.2. Alat yang Digunakan, dan 3.3. Metode Percobaan. 3.1. Bahan yang Digunakan Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah singkong, air, dan metabisulfit. 3.2. Alat yang Digunakan Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah : alat pengering (tray dryer), timbangan, humidifier, tray atau baki, dan oven. 3.3. Metode Percobaan Bahan yang akan dikeringkan terlebih dahulu ditentukan dahulu kadar airnya. Sebelum dilakukan pengeringan bahan, hidupkan pemanas yang terdapat pada alat pengering. Panaskan udara segar yang dihembuskan pemanAs sampai mencapai suhu 80 0C, dan tetukan humidity udara kering. Setelah suhu udara di dalam alat pengering mencapai 80 0C, timbang bahan yang akan dikeringkan dan tempatkan ke dalam tray. Terlebih dahulu berat tray harus sudah diketahui. Masukan bahan yang telah diketahui berat awalnya ke dalam ruang pengering dan tutup pintu alat pengering, proses pengeringan dilaksanakan dengan mengamati jumlah air yang menguap setiap interval waktu 30 menit, dan catat penyusutan berat bahan.

Catat suhu dan humidity udara jenuh uap air yang keluar dari alat pengering. Buat tabel pengamatan hubungan antar waktu pengeringan terhadap penyusutan berat bahan selang interval waktu 30 menit tersebut di atas. Buat grafik pengeringan dan tentukan laju dan waktu pengeringan serta jumlah panas yang berpindah selama proses pengeringan.

Gambar 5. Diagram Alir Pengeringan Singkong

IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Bab ini menguraikan mengenai: 4.1. Hasil Pengamatan dan 4.2. Pembahasan. 4.1. Hasil Pengamatan Berdasarkan percobaan pengeringan pada singkong

didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengeringan Singkong Xn ( kg air/ Rn Bahan RH Tw Td kg padatan (kg air/ (Kg) (%) (C) (C) kering) h.m) 0,232 38,4 29,5 41,2 1,4519 0,6243 0,207 44,6 31,25 40,6 1,2115 0,5244 0,186 42,0 31,0 41,5 1,0096 0,9490 0,148 45,0 32,5 44,8 0,6442 0,0249 0,147 48,7 33,3 44,3 0,6346 0,4737 0,128 62,3 30,0 35,1 0,4519 0,2745 0,117 72,7 34,5 38,5 0,3462 0,2997 0,105 0,092 0,089 0,084 0,081 0,081 68,7 55,4 62,1 81,6 81,6 70,7 26,5 33,2 37,6 24,5 27,0 30,1 42,1 44,5 27,4 28,5 45,7 0,2308 0,1058 0,0769 0,0288 0 0 0,3247 0,0751 0,1249 0,0748 0 0

t
(jam)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6

Sumber : Annisa K. W., Kelompok III, Meja 3, (2010).

Tabel 2. Hasil Pengamatan Gravimetri Keterangan Hasil W cawan Wc + Ws sebelum dikeringkan (awal) Wc + Ws sesudah dikeringkan (akhir) Kadar air
Sumber : Annisa K. W., Kelompok III, Meja 3, (2010).

31,02 35,30 32,94 55,14%

Grafik Hubungan antara Xn dengan t


2.0000 Xn (kg H2O / kg) 1.5000 1.0000 0.5000 0.0000 Tc

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6


t (h) Gambar 6. Grafik Hubungan Antara Kadar Air dan Waktu Kesimpulan : Berdasarkan grafik hubungan antara kadar air dan waktu, maka semakin lama waktu yang digunakan untuk pengeringan maka kadar air yang ada pada bahan pangan akan semakin berkurang. Proses pengeringan pada bahan mengalami penurunan berat bahan awal pada bahan disebabkan kadar air pada bahan pangan tersebut berkurang dan menguap.

Grafik Hubungan Antara R dan Xn


1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 R (kg / h . m2)

Xc

Xn (kg H2O / kg) Gambar 7. Grafik Laju Pengeringan Kesimpulan : Berdasarkan grafik laju pengeringan, maka kadar air bahan padat mencapai kadar air kritis pada 0,2368 kg H2O/kg padatan, maka lapisan cairan pada permukaan bahan telah berkurang karena penguapan. Setelah itu akan terjadi pengeringan periode menurun. Pada grafik tersebut di gambarkan laju pengeringan pada bahan mengalami penurunan dan yang terjadi kenaikan, suhu tersebut menjadi tidak stabil disebabkan sampel mengalami higroskopis. 4.2. Pembahasan Berdasarkan hasil percobaan pengeringan didapatkan hasil bahwa sampel singkong + metabisulfit yang dikeringkan dengan alat tray dryer mengalami penurunan berat sehingga mencapai berat yang konstan yaitu 0,081 setelah dikeringkan selama 6 jam. Penurunan berat bahan ini dikarenakan kandungan air dalam bahan pangan telah

teruapkan. Hal ini sesuai dengan prinsip dari pengeringan yaitu berdasarkan perpindahan panas dari udara panas pengering kedalam bahan yang dikeringkan sehingga terjadi penguapan. Selain itu perbedaan RH udara pengeringan dengan bahan yang akan dikeringkan juga menyebabkan air tertarik dan pengeringan akan terjadi. Suatu kadar air yang ada pada bahan pangan akan berkurang selama proses pengeringan. Kadar air bahan pangan tersebut dinyatakan dalam suatu basis basah atau basis kering. Istilah yang digunakan untuk menyatakan kadar air dalam suatu bahan padat, yaitu: a. Kadar air basis basah (Wet basis) ialah suatu persen air per berat bahan kering ditambah berat air atau Kg air/Kg bahan kering ditambah Kg air. b. Kadar air basis kering (dry basis), ialah suatu persen berat air per berat bahan kering atau Kg air/Kg bahan kering. c. Kadar air kesetimbangan , X* ialah kadar air dalam bahan yang setimbang dengan uapnya dalam fasa gas. d. Kadar air kritis, Xc adalah kadar air dalam bahan dimana air yang menyelimuti permukaan bahan konsenrasinya telah banyak

berkurang, dan kadar air kritis ini terjadi pada saat terakhir pengeringan laju tetap. Pada proses pengeringan yang harus diperhatikan adalah suhu udara pengeringan. Semakin besar perbedaan suhu udara

pengeringan jika dibandingkan dengan bahan, maka semakin besar pula kecepatan perpindahan panas sehingga bahan lebih cepat menguap. Air yang dikeluarkan dalam bentuk uap tersebut harus dijauhkan dari bahan agar tidak terjadi kejenuhan atmosfer pada permukaan bahan sehingga akan memperlambat proses pengeluaran air selanjutnya. Semakin lama waktu pengeringan berlangsung maka berat bahan yang akan dikeringkan juga akan semakin berkurang. Hal ini dikarenakan semakin banyak pula air yang teruapkan. Laju pengeringan merupakan besarnya laju penguapan air untuk tiap satuan luas dan satuan waktu. Prinsipnya, agar design proses pengeringan menjadi lebih tepat, maka diperlukan untuk mengetahui lebih dahulu waktu yang dibutuhkan untuk

mengeringkan suatu bahan dari kadar air tertentu samapai kadar air yang diinginkan pada kondisi tertentu (Geankoplis, 1997). Kurva laju pengeringan dalam periode laju pengeringan menurun berbeda-beda tergantung pada jenis bahan. Pengendalian laju pengeringan merupakan bagian optimasi proses dalam usaha mengendalikan mutu hasil pengeringan. Laju pengeringan yang terlalu cepat pada bahan pangan dengan laju pengeringan menurun, menyebabkan kerusakan fisik dan kimia pada bahan pangan. Terjadinya case hardening adalah bentuk kerusakan secara fisik akibat dari laju pengeringan yang kurang terkontrol. Hal ini disebabkan terjadinya kecepatan difusi dalam bahan pangan menuju

permukaan tidak dapat mengimbangi kecepatan penguapan air di permukaan bahan (Afrianti, 2008). Proses pengeringan akan menjadi lebih cepat apabila luas penampang diperbesar dengan proses pengecilan ukuran terlebih dahulu. Selain suhu, perbedaan kelembaban yang tinggi dapat mempercepat proses pengeringan. Penyusutan bahan dengan pengeringan alami lebih kecil daripada pengeringan buatan dengan menggunakan germinator. Penyusutan pada kentang lebih besar daripada ubi kayu karena air bebas yang terkandung pada kentang lebih banak daripada ubi kayu (Bertha, 2010). Alat pengering yang digunakan adalah tray dryer. Tray dryer biasanya diklasifikasikan berdasarkan bentuk arah pergerakan aliran udara, yaitu yang aliran udara panasnya searah dengan aliran bahan pangan yang akan dikeringkan, dan aliran udara panas yang berlawanan arah dengan aliran bahan pangan yang akan dikeringkan (Brennan, 1969).

Gambar 8. Tray Dryer

Percobaan yang dilakukan, laju pengeringan tidak konstan, karena pada kurva terlihat naik turun. Selainitu, waktu yang dibutuhkan hingga mencapai berat konstan cukup lama, yaitu setelah dikeringkan selama 6 jam. Hal ini disebabkan karena pada saat pengirisan bahan, digunakan pengiris bergelombang, dimana luas permukaan bahan satu dengan yang lainnya jadi berbeda-beda, sehingga pengeringannya pun berbeda-beda. Pada Tray dryer dibutuhkan biaya yang rendah dalam pemeliharaan dan fleksibel dalam operasi untuk makanan yang berbeda. Namun, alat ini memiliki kendali yang relatif rendah dan menghasilkan kualitas produk yang lebih bervariasi sebagai makanan pengeringan lebih cepat pada nampan yang terdekat dengan sumber panas itulah sebabnya waktu pengeringan singkong lebih lama dan laju pengeringannya pun tidak konstan. Selain itu, pada kelembaban relative yang cukup tinggi (70%) akan terjadi penyerapan molekul air secara multilayer dan akan diikuti dengan kondensasi kapiler dan terlihat pada grafiknya yang menaik (Ben, 2007). Perhitungan untuk mencari T w kita harus melihat pada grafik. Caranya yaitu tentukan titik Td pada grafik, lalu tarik garis ke atas. Kemudian lihat berapa % RH yang kita dapatkan pada saat percobaan, tarik garis yang sejajar dengan garis terdekat, penarikkan garis harus mencapai garis 100%. Kemudian perpotongan antara garis Tc dan RH diberi tanda. Tarik garis lurus sehingga diketahui Tw pada tabel tersebut.

Gambar 9. Grafik psikometrik

Fungsi dari larutan metabisulfit yaitu mencegah terjadinya oksidasi, sehingga dapat mempertahankan warna dari bahan yang dikeringkan. Singkong yang dicelupkan ke dalam metabisulfit tidak akan berubah warna coklat ketika dikeringkan (Marsudi, 2010). Bahan pangan yang mengalami proses pengeringan dan penyimpanan mempunyai kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan pangan yang tidak mengalami proses pengolahan. Perubahan utama yang diakibatkan oleh Bahan pangan yang mengalami proses pengeringan dan penyimpanan mempunyai kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan pangan yang tidak mengalami proses pengolahan. Perubahan utama yang diakibatkan oleh perubahan pada tekstur bahan pangan akan semakin besar, apabila proses pengeringan dilakukan secara cepat dan memakai suhu tinggi. Beberapa zat yang terdapat pada bahan pangan ketika dilakukan penghilangan air, zat tersebut akan mengalami perpindahan ke permukaan dengan mekanisme dan kecepatan yang spesifik. Suhu tinggi akan mengakibatkan perubahan yang kompleks pada zat di permukaan bahan pangan, sehingga terbentuk kulit yang keras. Perubahan tersebut terjadi secara kimiawi dan fisik (Fellows, 2000). Aroma yang ada pada singkong terlihat semakin lama

semakin menghilang. Hal ini dikarenakan ada senyawa-senyawa yang volatil pada suhu tersebut sehingga pada beberapa jam kemudian semakin lama akan semakin menghilang aromanya.

Tekstur pada singkong semakin lama pun semakin menciut. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan air dalam singkong tersebut yang lama-lama akan menguap hingga pada akhirnya bentuk dari singkong pun berubah menjadi keriput karena kandungan air di dalamnya semakin sedikit (Yuni, 2010). Selanjutnya, mengenai singkong yang diletakkan pada cabinet dryer 600C terjadi pula penurunan kadar air diikuti dengan perubahan warna, aroma, dan tekstur. Warna singkong yang awalnya putih menjadi putih agak coklat setelah enam jam. Warna coklat ini dapat disebabkan karena terjadinya reaksi maillard pada singkong. Reaksi maillard ini mungkin terjadi karena singkong tersebut mengandung gula dan protein yang diikuti dengan kehadiran O2 sehingga dapat memicu terjadinya warna coklat tersebut (Yuni, 2010). Pengeringan yang baik harus dapat memperhatikan karakteristik dan mutu dari bahan pangan tersebut sehingga bahan pangan tersebut masih dapat diterima dalam segi kesehatan maupun segi estetika oleh konsumen. Karakteristik yang dapat dipertahankan adalah warna bahan pangan yang perlu dipertahankan sehingga dapat menarik konsumen, aroma dari bahan pangan yang tidak

menimbulkan bau-bau tertentu yang dapat menghilangkan selera, dan tekstur dari bahan pangan yang tetap terjaga. Hal-hal tersebut harus diperhatikan dalam pengolahan bahan pangan, sehingga jika melakukan pengeringan terhadap bahan pangan harus diusahakan

agar suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi untuk mencegah proses-proses kimia yang tidak diinginkan, seperti reaksibr owning. Penggunaan suhu yang tidak terlalu tinggi diimbangi dengan waktu yang tidak sebentar agar mencapai kondis yang maksimal. Penggunaan suhu yang terlalu rendah harus dihindari agar bahan pangan tidak mengkerut dan jangan pula terlalu tinggi agar bahan pangan tidak mengalami kondisi pengeringan yang tidak merata. Selain itu, dalam pengeringan juga harus meminimalisasikan senyawa- senyawa yang volatil karena dengan terjadinya oksidasi khususnya lemak dapat menimbulkanr ancidity (Yuni, 2010).

V KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini menguraikan mengenai: 5.1. Kesimpulan dan 5.2. Saran. 5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan pengeringan adalah pada percobaan secara gravimetri didapatkan hasil kadar air awal singkong sebesar 55,14%. Percobaan dengan menggunakan alat tray dryer didapat laju pengeringan tidak konstan, dan bahan konstan setelah 6 jam berat singkong sebesar 0,081 kg.. Percobaan pengeringan singkong ini didapatkan hasil laju pengeringan yang tidak konstan pada singkong yang direndam dalam metabisulfit. 5.2. Saran Praktikum percobaan pengeringan sebaiknya dilakukan

dengan teliti baik pada analisis data maupun perhitungan agar diperoleh hasil yang baik dan dapat mempermudah dalam pembuatan grafik. Sebaiknya bahan yang akan dikeringkan diratakan

penyimpanannya pada tray sehingga dapat mempersingkat atau mempercepat proses pengeringan.

DAFTAR PUSTAKA Afrianti, Leni H., (2008), Teknologi Pengawetan Pangan, Alfabeta, Bandung. Ben, dkk., (2007), Studi awal Pemisaha Amilosa dan Anilopektin Pati Singkong dengan Fraksinasi ButanolAir, Melalui http://ffarmasi.unand.ac.id/pub/jstf_v12_1_07_elfi.pdf, diakses 29 November 2010. Bertha, (2010), Pengeringan, melalui http://btagallery.blogspot.com/2010/02/blog-post_12.html, diakses 29 oktober. Fellows P.J., (2000), Food Processing Technology, Second Edition, Ellis Horword Limited,England. Geankoplis, Christie J., (1997). Transport Process and Unit Operations, Prentice-Hall Private Limited, New Delhi. Marsudi, (2010), Pengaruh Cara Pengeringan dan Pencelupan dalam Dispol Natrium Metabisulfit, dan Magnesium Hidroksida terhadap Kualitas Bubuk Cabe Kering Giling, melalui http://images.institutyogyakarta.multiply.multiplycontent.com /attachment/0/SOq5tgoKCncAACJCrZM1/PENGARUH%20 CARA%20PENGERINGAN%20DAN%20PENCELUPAN% 20DALAM%20DIPSOL.pdf?nmid=116015951, diakses 1 November 2010. Mujumdar, Arun S., (2006), Handbook of industrial Drying, CRC Press, Singapore. Prabawati, (2007), Mendongkrak Pemanfaatan Sumber Pangan dengan Sentuhan Teknologi, melalui http://www.litbangdeptan.co.id/, diakses 29 Novenber 2010. Suharto, Ign, (1998)., Industri Pangan Dalam Sistem Rantai Makanan. Universitas Pasundan. Bandung.

Wirakartakusumah, Aman, (1992), Petunjuk Laboratorium Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yuni, (2010), Pengaruh Waktu Pengeringan terhadap Karakteristik Singkong dan Labu Siam, laporan penelitian Universitas Padjajaran, Bandung.

LAMPIRAN Sampel : Singkong Kondisi Lingkungan Td = 41,2C Tw = 29,5C RH = 38,4% Kadar Air Bahan Metode Gravimetri Wcawan = 31,02 gr Wcawan + Sampel = 35,30 gr W cawan + Sampel konstan = 32,94 gr % Kadar Air Kering = 55,14 % Ws = Wawal bahan (Wawal bahan x % kadar air bahan kering) = 0,232 kg (0,232 x 55,14 % ) = 0,104 kg Kadar Air Bebas Bahan (X) X0 = = = X0,5 = = = X1 = = = W0 -Wcp Ws 0,232 0,082 0,104 1,4519 kg air/ kg padatan kering W0,5 Wcp Ws 0,207 0,081 0,104 1,2115 kg air/ kg padatan kering W1 - Wcp Ws 0,186 0,081 0,104 1,0096 kg air/ kg padatan kering

X1,5

= =

W1,5 Wcp Ws 0,148 0,081

0,104 = 0,6442 kg air/ kg padatan kering X2 = = = X2,5 = = W2 Wcp Ws 0,147 0,081 0,104 0,6346 kg air/ kg padatan kering W2,5 Wcp Ws 0,128 0,081 0,104 = 0,4519 kg air/ kg padatan kering X3 = = W3 - Wcp Ws 0,077 0,03 0,016 = 2.938 kg air/ kg padatan kering X3,5 = = W3,5-Wcp Ws 0,105 0,081 0,104 = 0,2308 kg air/ kg padatan kering

X4

= =

W4 Wcp Ws 0,092 0,081

0,104 = 0,1058 kg air/ kg padatan kering X4,5 = = W4 Wcp Ws 0,089 0,081 0,104 = 0,0769 kg air/ kg padatan kering X5 = = W4 Wcp Ws 0,084 0,081 0,104 = 0,0288 kg air/ kg padatan kering X5,5 = = W4 Wcp Ws 0,081 0,081 0,104 = 0 kg air/ kg padatan kering X6 = = W4 Wcp Ws 0,081 0,081 0,104 = 0 kg air/ kg padatan kering

R=

Ws Xn x Atray t

A tray = 0,080089 m2

Ws = 1,2986 Atray
R0 = 1,2986 x

1,4519 1,2115 0,5

= 0,6243 kg air/hm2 = 0,5244 kg air/hm2 = 0,9490 kg air/hm2 = 0,0249 kg air/hm2 = 0,4737 kg air/hm2 = 0,2745 kg air/hm2 = 0,2997 kg air/hm2 = 0,3247 kg air/hm2 = 0,0751 kg air/hm2 = 0,1249 kg air/hm2

R0,5 = 1,2986 x R1 = 1,2986 x

1,2115 1,0096 0,5


0,5

1,0096 0,6442

R1,5 = 1,2986 x R2 = 1,2986 x

0,6442 0,6346 0,5


0,5

0,6346 0,4519

R2,5 = 1,2986 x R3 = 1,2986 x

0,4519 0,3462 0,5


0,5 0,2308 0,1058 0,5

0,3462 0,2308

R3,5 = 1,2986 x R4 = 1,2986 x

0,1058 0,0769 0,5 0,0769 0,0288 0,5

R4,5 = 1,2986 x

R5 = 1,2986 x

0,0288 0 0,5
0 0 0,5

= 0,0748 kg air/hm2

R5,5 = 1,2986 x R6 = 1,2986 x

= 0 kg air/hm2 = 0 kg air/hm2

0 0 0,5

Grafik Hubungan antara Xn dengan t


2.0000 Xn (kg H2O / kg) 1.5000 1.0000 0.5000 0.0000 Tc

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6


t (h)

Grafik Hubungan Antara R dan Xn


1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 R (kg / h . m2)

Xc

Xn (kg H2O / kg)

You might also like