You are on page 1of 10

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Deterjen merupakan salah satu produk industri yang sangat berguna bagi masyarakat, dapat digunakan untuk melindungi kebersihan dan kesehatan tubuh manusia. Namun, jika deterjen tidak dikelola dengan baik dan benar akan mempengaruhi kualitas air limbah domestik dan industri. Penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan penambahan beban lingkungan dari pencemaran akibat limbah yang masuk langsung ke sumber air dan berlangsung secara terus-menerus. Dampak negatif lingkungan dari air limbah yang mengandung deterjen terkait dengan komposisi bahan kimia di dalamnya dan tingkat penggunaan deterjen. Menurut Budiawan (2001), air yang tercemar deterjen dalam jumlah banyak ternyata tidak mudah terurai dengan sistem instalasi yang ada seperti terlihat pada Gambar 1.1, sehingga diduga kuat senyawa tersebut masih terkandung dalam air bersih yang disalurkan ke rumahrumah penduduk. Hal ini mengkhawatirkan, karena senyawa tersebut dapat bersifat karsinogenik apabila terakumulasi dalam jangka waktu lama dalam tubuh. Karsinogenik merupakan pemicu penyakit kanker.

Gambar 1. 1 Kondisi Sungai yang Tercemar Limbah Deterjen (Sumber: Permana, 2009)

2 Deterjen terdiri dari beberapa komponen utama yaitu surfaktan (agen aktif permukaan), seperti Linear Alkyl Benzene Sulfonate (LAS) dan Alkyl Benzene Sulfonate (ABS). LAS termasuk dalam kategori surfaktan anionik yang lebih mudah didegradasi secara biologi daripada ABS. Akan tetapi menurut Sarialam (2009), LAS hanya terdegradasi sampai 50%, dan membutuhkan waktu sembilan hari. Builders, seperti trinatrium polifosfat (TSPP), trinatriumfosfat terklorinasi, DEA (dietanolamina), dan senyawa fosfat kompleks yang dapat menyebabkan eutrofikasi (pengkayaan unsur hara yang berlebihan). Selain komponen utama yang telah disebutkan sebelumnya, deterjen juga mengandung bahan aditif lainnya seperti alkali, bahan pengawet, bahan pemutih, dan bahan pewarna, bahan anti korosif dan enzim. Oleh karena itu diperlukan kontrol terhadap komponen utama dari deterjen yang memiliki potensi menyebabkan polusi lingkungan dengan tujuan pengurangan resiko pada lingkungan. Menurut pedoman KAN (Komite Akreditasi Nasional), deterjen merupakan salah satu produk yang seharusnya memiliki ekolabel. Selain deterjen, kriteria produk yang harus memiliki ekolabel yang lain adalah tekstil, produk tekstil, kulit jadi, dan sepatu kasual dari kulit. Ekolabel merupakan suatu program pelabelan lingkungan yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada konsumen dalam memilih produk yang ramah lingkungan. Ekolabel merupakan label yang mengidentifikasi keseluruhan preferensi lingkungan produk atau jasa berdasarkan pertimbangan daur hidup. Hal ini bertujuan untuk mendorong produsen deterjen memproduksi dan menawarkan produk deterjen yang ramah lingkungan dan menyadarkan konsumen untuk memilih deterjen yang ramah lingkungan. Salah satu latar belakang ekolabel adalah munculnya green consumerism, yaitu kelompok konsumen yang lebih memilih produk-produk, dimana bahan baku, proses produksi, dan produk sisa pakainya ramah terhadap lingkungan (Purwanti, 2008). Hal ini juga ditanggapi oleh beberapa industri yang sudah

3 mulai memahami green company. Menurut Hidayat (2009) perusahaan-perusahaan di Indonesia sudah mulai menerapkan green company, dari beberapa perusahaan manufaktur, telekomunikasi, pertambangan, konstruksi, transportasi, sebanyak 70,97% perusahaan menyatakan bahwa isu green company perlu segera ditindaklanjuti dalam program yang riil. Sektor industri merupakan sektor yang mendesak untuk segera memperhatikan isu lingkungan. Dari 48,39% perusahaan yang diteliti, isu green company menjadi perhatian. Sebagian besar perusahaan, sebanyak 93.55% memiliki program/produk/jasa yang secara khusus diciptakan untuk mendukung green company. Hasil survey yang dilakukan Hidayat (2009) dapat dilihat pada Gambar 1.2 sampai Gambar 1.5.

Gambar 1. 2 Pentingnya Isu Green Company Ditindaklanjuti Dalam Tindakan Riil (Sumber : Hidayat, 2009)

Gambar 1. 3 Sektor yang Mendesak Dalam Penerapan Green Company (Sumber : Hidayat, 2009)

Gambar 1. 4 Isu Green Company di Perusahaan (Sumber : Hidayat, 2009)

Gambar 1. 5 Perusahaan Memiliki Produk/Program/Jasa yang Khusus untuk isu Green Company (Sumber : Hidayat, 2009)

Salah satu wujud dari pelaksanaan green company adalah memasarkan produk yang memiliki efek lingkungan minimum. Berbagai merek deterjen ditawarkan oleh produsen, mulai dari yang berharga murah hingga yang mahal. Informasi lingkungan yang dapat ditemui pada kemasan deterjen yang ada di retail bervariatif. Beberapa diantaranya bahkan tidak dilengkapi dengan informasi yang seharusnya dicantumkan agar konsumen dapat lebih memilih produk deterjen yang ramah lingkungan. Tabel 1.1 merupakan tabel hasil pengamatan peneliti terhadap beberapa merek deterjen yang ada di retail.

6
Tabel 1.1. Informasi lingkungan yang terdapat pada kemasan deterjen
MERK ENVIRONMENTAL INFORMATION

Attack Colour, Attack Clean Bebas fosfat, Surfaktan biodegradable ramah Max, Attack lingkungan Softener, Attack Easy Mengandung enzyme dan hanya menggunakan surfaktan biodegradable . Dapat terurai oleh pengulah limbah dan proses alami Rinso Antinoda, Rinso Molto

B-29

Surfaktan anionik

Surf

So Klin Higienis Daia Total Boom

Linear Alk yl Benzene terurai dalam air Linear Alk yl Benzene lingkungan Linear Alk yl Benzene Linear Alk yl Benzene lingkungan

Sulfunate yang mudah Sulfunate (LAS) ramah Sulfunate Sulfunate (LAS) ramah

Untuk mencegah pencemaran, perlu adanya upaya dengan berbagai cara, antara lain membuat kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk produsen dan memberikan penyuluhan atau edukasi kepada masyarakat. Pemerintah sudah membuat kebijakan-kebijakan mengenai pemberian informasi yang harus ada pada label, hal ini sesuai dengan keputusan Kementerian Lingkungan Hidup mengenai ekolabel. Beberapa produsen

7 deterjen juga sudah berusaha mematuhi peraturan tersebut dengan mencantumkan kandungan kimia dari deterjen, seperti yang dapat dilihat dari Gambar 1.6. Pencantuman ekolabel dilakukan oleh produsen deterjen yang peduli terhadap lingkungan dan deterjen yang diproduksi benar-benar memiliki efek negatif yang minimum terhadap lingkungan.

Gambar 1.6 Informasi Lingkungan Pada Beberapa Kemasan Deterjen

Berdasarkan wawancara terbatas kepada 20 konsumen yang dilakukan peneliti, diketahui bahwa hampir seluruh konsumen tidak memahami informasi lingkungan yang ada pada kemasan deterjen. Berdasarkan wawancara lebih lanjut, beberapa faktor yang mempengaruhi ketidakpahaman konsumen adalah bahasa yang digunakan terlalu teknis sehingga masyarakat awam kurang memahami, tidak adanya penjelasan tentang efek bahan kimia tersebut kepada lingkungan, peletakan informasi lingkungan yang kurang tepat, selain itu juga penyampaian pesan yang kurang menarik (tidak ada gambar yang mendukung). Maka

8 dari itu, diperlukan penelitian lebih lanjut dengan melibatkan lebih banyak konsumen sesuai dengan kaidah-kaidah statistik untuk mengetahui pemahaman dan alasan mengapa konsumen tidak memahami informasi lingkungan di kemasan. Selain itu dibutuhkan informasi lingkungan yang menarik pada kemasan deterjen dan dapat dipahami oleh konsumen, sehingga konsumen deterjen dapat lebih bijak dalam keputusan membeli deterjen. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah mengetahui sejauh mana konsumen tahu dan paham informasi lingkungan yang ada pada kemasan saat ini dan bagaimana mendesain informasi lingkungan pada kemasan deterjen yang dapat dipahami oleh konsumen. 1.3. Tujuan Penelitian Dengan mengacu pada perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui tingkat pemahaman konsumen dan karakteristik konsumen. 2. Mengetahui alasan mengapa konsumen tidak paham dengan informasi lingkungan yang terdapat pada kemasan deterjen. 3. Mendesain informasi lingkungan yang menarik dan mudah dipahami oleh konsumen pada kemasan deterjen. 1.4. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini dapat dihasilkan desain informasi lingkungan pada kemasan deterjen sebagai bahan pertimbangan bagi produsen untuk memberikan informasi lingkungan yang dapat dipahami oleh konsumen dan melakukan edukasi. Sehingga konsumen dapat lebih bijak dalam melakukan pembelian suatu produk dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan. 1.5. Batasan Penelitian Batasan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

9 Obyek amatan adalah 8 merek deterjen. Obyek penelitian adalah wanita berusia minimal 18 tahun. Hasil penelitian hanya sampai pada fase perancangan, tidak sampai fase implementasi. Penjelasan mengenai pemilihan batasan dapat dilihat pada Bab III. 1.6. Sistematika Penulisan Penulisan Tugas Akhir ini terdiri dari beberapa bab dimana setiap bab memiliki keterkaitan dengan bab selanjutnya. Sistematika penulisan yang digunakan adalah sebagai berikut: Bab I. Pendahuluan Pada bab ini dijelaskan tentang latar belakang melakukan penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian serta sistematika penulisan. Bab II. Tinjauan Pustaka Pada bab ini dibahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian Tugas Akhir dan juga teori yang menunjang penelitian. Tinjauan pustaka yang dibahas antara lain tentang deterjen, ekolabel, desain kemasan, unsur-unsur visual kemasan, social marketing, green marketing, desain eksperimen, dan Critical Review terhadap penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dengan topik yang sesuai dengan penelitian ini. Bab III. Metodologi dan Metode Penelitian Pada bab ini dijelaskan langkah-langkah penelitian dan metode-metode yang digunakan dalam melakukan penelitian. Metodologi dan metode penelitian ini berguna sebagai acuan dalam melakukan penelitian, sehingga penelitian berjalan sistematis dan sesuai dengan tujuan.

10

Bab IV. Survey Tingkat Pemahaman Konsumen Pada bab ini dilakukan tahap observasi dengan desain kuisioner, lalu dilakukan pengumpulan data untuk mengetahui profil konsumen dan menghubungkan dengan pemahaman konsumen akan informasi lingkungan pada kemasan deterjen. Lalu dilakukan pengolahan data dengan crosstab dan analisa mengenai hasil yang didapat. Setelah didapatkan hasil pengolahan data maka dilakukan proses analisa. Bab V. Perancangan Informasi Lingkungan dengan Desain Eksperimen Pada bab ini dilakukan pengumpulan data, pengolahan dan analisa data mengenai desain eksperimen informasi lingkungan pada kemasan deterjen. Dilakukan proses pengolahan data dengan tools statistik untuk mendapatkan kombinasi desain unggulan. Bab VI. Verifikasi Hasil Rancangan Setelah didapatkan kombinasi yang sesuai maka dibuat prototype kemasan deterjen. Kemudian dilakukan Fokus Group Discussion (FGD) untuk design testing prototype. Dengan dilakukan FGD, maka akan diketahui emotional design pada informasi lingkungan ini. Selain emotional design dari kemasan, dibahas mengenai kepuasan dan pemahaman responden terhadap prototype kemasan. Langkah terakhir pada Bab V ini adalah dilakukan analisa terhadap hasil pengolahan data yang didapat. Bab VII. Kesimpulan dan Saran Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran yang sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan. Bab ini juga berisi rekomendasi untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.

You might also like