You are on page 1of 5

BAB I PENDAHULUAN I.

1 Latar Belakang Meskipun mata telah mendapat perlindungan dari tulang orbita, bantalan lemak retrobulber, kelopak mata dengan bulu matanya, namun frekuensi kecelakaan mata tetap tinggi. Terlebih dengan bertambah banyaknya kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula. Dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan dijalan raya pun tinggi. Dan belum termasuk kecelakaan akibat perkelahian, peperangan dan lainnya yang menyebabkan trauma. Trauma pada mata membutuhkan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Trauma mata dibedakan : 1. trauma tumpul 2. luka akibat benda tajam 3. luka bakar Trauma Tumpul 1. Perdarahan di palpebra palpebra bengkak, warna kebiru-biruan, karena jaringan ikat palpebra halus.Pada perdarahan palpebra dini, bisa diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan dan menghilangkan sakit. Kalau sudah lama, diberikan kompres hangat untuk memudahkan absorbsi darah 2. Emfisema palpebra teraba sebagai pembengkakan dengan kripitasi, karena ada udara didalam jaringan palpebra yang longgar. 3. Hifema 4. Edema kornea keluhannya visus menurun disertai sakit dan silau. Dapat sembuh spontan. 5. Iridoplegia pupil midriasi, akibat parese serabut saraf yang mengurus otot sfingter pupil 6. Iridodialisis merupakan robekan pada akar iris, sehingga pupil agak ke pinggir letaknya 7. Kelainan lensa karena ruptur nya zonula Zinnii 8. Perdarahan badan kaca 9. Kelainan Retina dapat berupa edem retina dan ruptur retina 10. Perdarahan retina dapat timbul jika menyebabkan pecahnya pembuluh darah 11. Robekan sclera 12. Eksoftalmus 13. Enoftalmus Luka akibat Benda Tajam 1. Luka pada palpebra 2. Luka pada orbita 3. Luka mengenai bola mata I.2 TUJUAN Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai kajian keilmuan dalam hal penyakit mata yaitu neuritis optic, sehingga akhirnya dapat dihasilkan pemahaman materi secara lebih mendalam dalam rangka menunjang kegiatan praktek di lapangan dengan pasien. I.3 RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah definisi hifema, klasifikasi hifema, gejala hifema, faktor resiko hifema, diagnosis hifema, penatalaksanaan serta prognosis hifema. BAB II PEMBAHASAN II.1 Definisi Hifema adalah suatu keadaan dimana didalam bilik mata depan ditemukan darah. Darah didalam bilik mata depan yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan. dapat mengisi seluruh bilik mata atau hanya bagian bawah bilik mata depan. Darah didalam bilik mata depan biasa terdapat pada cedera mata, trauma bedah, discrasia darah (hemofilia) dan tumor intra kranial.

Gambar 1.: Hifema Sumber: http://makrofagku.blogspot.com/ II.2 Epidemiologi Angka kejadian dari hifema traumatic diperkirakan 12 kejadian per 100.000 populasi, dengan pria terkena tiga sampai lima kali lebih sering daripada wanita. Lebih dari 70 persen dari hifema traumatic terdapat pada anak-anak dengan angka kejadian tertinggi antara umur 10 sampai 20 tahun. II.3 Anatomi dan fisiologi Camera Oculi Anterior Gambar 2: Anatomi mata manusia Sumber: http://www.ohiovalleyeye.com/images/eye_G02_anatomy_label_600.jpg Kamera okuli anterior terletak pada persambungan kornea perifer dan akar iris. Ciri-ciri anatomi utama sudut ini adalah garis Schwalbe, jalinan trabekula ( yang terletak diatas kanalis Schlemm), dan taji-taji sclera. Gambar 3: Anatomi mata manusia Sumber: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/images/ency/fullsize/8867.jpg Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Jalinan trabekula berbentuk segitiga pada potongan melintang, yang dasarnya mengarah ke korpus siliare. Garis ini tersusun dari lembar-lembar berlobang jaringan kolagen dan elastic, yang membentuk suatu filter dengan memperkecil ukuran pori ketika mendekati kanalis Schlemm. Bagian dalam jalinan ini, yang menghadap ke kamera anterior, dikenal sebagai jalinan uvea: bagian luar, yang berada dekat kanalis Schlemm, disebut jalinan korenoskleral. Serat-serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam jalinan trabekula tersebut. Taji sclera merupakan penonjolan sclera kea rah dalam diantara korpus siliare dan kanalis Schlemm, tempat iris dan korpus siliare menempel. Saluran-saluran eferen dari kanalis Schlemm ( sekitar 300 saluran pengumpul dan 12 vena aquaeus) berhubungan dengan system vena episklera. Gambar 4: Kamera okuli anterior Sumber: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/images/ency/fullsize/8867.jpg II.4. PATOFISOLOGI Hifema dapat terjadi sesudah suatu trauma tembus ataupun tumpul pada mata, akan tetapi dapat juga terjadi secara spontan. Secara umum dianggap bahwa hifema berasal dari pembuluh darah iris dan badan siliar. Mungkin juga berasal dari pembuluh darah di kornea atau limbus karena terbentuknya neovaskularisasi pada bekas luka operasi atau pada rubeosis iridis. Trauma terhadap iris dapat mensyebabkan ruptura pembuluh darah, sehingga darah akan keluar dan mengisi rongga COA. Sedangkan pada neovaskularisasi pada bekas luka operasi atau pada robeosis iridis, ruptura bisa terjadi secara spontan karena rapuhnya dinding pembuluh darah. Gambar 5: Perdarahan yang terdapat pada hifema Sumber: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/images/ency/fullsize/8867.jpg Darah pada hifema dikeluarkan dari bilik mata depan dalam bentuk sel darah merah melalui kanalis Schlemm dan permukaan depan iris. Penyerapan melaui permukaan depan iris ini dipercepat dengan adanya kegiatan enzim fibrinolitik yang berlebihan didaerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukkan hemosiderin pada COA, hemosiderin dapat masuk kedalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi berwarna kuning, dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea. Imbibisi kornea dapat dipercepat terjadinya, disebabkan oleh hifema yang penuh disertai glaukoma. Adanya darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah menutupi COA dan trabekula, sehingga terjadi glaukoma. Gambar 6: Hifema pada kamera okuli anterior Sumber: Bleeding into anterior chamber Hyphaema Darah pada hifema bisa berasal dari badan siliar, yang mungkin dapat masuk ke dalam badan kaca (corpus vitreum). Sehingga pada punduskopi gambaran pundus tidak tampak, dan ketajaman penglihatan menurunnya lebih banyak. Bila hifema sedikit, ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokular masih normal. Sedangkan perdarahan yang mengisi setengah COA dapar menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intraocular, sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma. Gambar 7: Hifema pada Kamera okuli anterior Sumber: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/images/ency/fullsize/8867.jpg Hifema dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar ( corpus ciliaris ). Pasien akan mengeluh sakit, disertai epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadangkadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis. Gambar 8: Hifema, sebagai konsekuensi dari pembuluh darah abnormal yang timbul dengan tumor ( inflamasi kronik diabetes). Darahkeluar pada tempat lapisan yang terlihat pada bagian kamera okuli anterior. Sumber: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/images/ency/fullsize/8867.jpg Merupakan keadaan yang gawat. Sebaiknya dirawat, karena takut timbul perdarahan sekunder yang lebih hebat dari perdarahan primer, yang biasanya timbul pada hari kelima setelah trauma. Perdarahan sekunder ini terjadi karena bekuan darah terlalu cepat diserap, sehingga pembuluh darah tidak mendapat waktu cukup untuk regenerasi kembali, dan menimbulkan perdarahan lagi. Adanya darah di dalam COA dapat menghambat aliran aquos humor ke dalam trabekula , sehingga dapat menimbulkan glaucoma sekunder.Hifema dapat pula menyebabkan uveitis. Darah dapat terurai dalam bentuk hemosiderin, yang dapat meresap masuk

kedalam kornea, menyebabkan kornea berwarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea. Jadi penyulit yang harus diperhatikan adalah : glaucoma sekunder, uveitis, dan imbibisio kornea. Gambar 9: Temuan pada mata; termasuk trauma tumpul Sumber: Used with permission of Christopher P. Holstege, MD, Division of Medical Toxicology, Department of Emergency Medicine, University of Virginia, Charlottesville. Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan TIO normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA, dapat menyebabkan gangguan visus dan TIO, sehingga mata terasa sakit oleh glaucomanya. Jika hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit bertambah dan visus lebih menurun lagi, karena TIO bertambah pula. Zat besi didalam bola mata dapat menimbulkan sederosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan. Gambar 10: Hematokornea; infiltrasi darah diikuti oleh perdarahan yang menetap. (perdarahan pada hifema) Sumber: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/images/ency/fullsize/8867.jpg Gambar 11: Pada kamera okuli anterior pada posisi pukul 6, darah bewarna gelap dengan puncak yang datar dapat terlihat. Kornea membengkak karena peninggian IOP sebagai konsekuensi dari tumor iris. ( pada posisi pukul 8-11). Sumber: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/images/ency/fullsize/8867.jpg Gambar 12: Hifema pada Kamera okuli anterior Sumber: Handbook of Ocular Disease Management. II.5. ETIOLOGI Penyebab hifema adalah : Gaya-gaya akibat kontusif sering merobek pembuluh-pembuluh iris dan merusak sudut kamera okuli anterior biasanya pada trauma tumpul atau trauma tembus. Gambar 13: Hifema Traumatik Sumber: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/images/ency/fullsize/8867.jpg Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeosis iridis, tumor pada iris, retino blastoma, dan kelainan da rah. Perdarahan pasca bedah, bisa juga terjadi pada pasca bedah katarak kadang -kadang pembuluh darah baru yang terbentuk pada kornea dan limbus pada luka bekas operasi bedah katarak dapat pecah sehingga timbul hifema Gambar 14: Noda perdarahan pada kornea setelah hifema traumatic Sumber: Image courtesy of Carolyn Kloek, MD; Stacey Brauner, MD; and Teresa C. Chen, MD II.6. KLASIFIKASI Berdasarkan waktu terjadinya hifema, maka dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu : 1. Primer Perdarahan yang terjadi segera sesudah trauma : Gambar: Perdarahan pada Kamera okuli anterior Sumber: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/images/ency/fullsize/8867.jpg 2. Sekunder Biasanya timbul setelah 5-7 hari sesudah trauma. Perdarahan lebih hebat dari yang primer. Oleh karena itu seorang dengan hifema harus dirawa sedikitnya 5 hari. Perdarahan ulang terjadi pada 16 sampai 20% kasus dalam 2 sampai 3 hari. Perdarahan sekunder ini terjadi oleh karena resorbsi dari bekuan darah yang terjadi terlalu cepat, sehingga pembuluh darah tidak dapat waktu cukup untuk regenerasi kembali. II.7. DIAGNOSIS Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun, bila ditemukan kasus hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan mata luar. Hal ini penting mungkin saja pada riwayat trauma tunpul akan ditemukan kelainan berupa trauma tembus seperti : Gambar 16: Hifema Sumber: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/images/ency/fullsize/8867.jpg - ekimosis - laserasi kelopak - proptosis - enoftalmus - fraktur yang disertai gangguan gerakan mata - kadang-kadang kita menemukan kelainan berupa defek epitel, edem kornea dan imbibisi kornea bila hifema sudah terjadi lebih dari 5 hari. Ditemukan darah di dalam bilik mata bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik mata depan, perdarahan yang mengisi setengah bilik mata depan dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intraokuler, sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma. Jika hifema mengisi seluruh bilik mata depan, rasa sakit bertambah dan penglihatan lenih menurun lagi. Pada iris, dapat ditemukan robekan atau iridodialysis dan iridoplegia. Pada hifema karena trauma, jika ditemukan penurunan tajam penglihatan segera maka harus dipikirkan kerusakan seperti luksasi lensa, ablasi retina, udem macula. Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang berupa :

1. Tonometri Untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan tekanan intraokuler. Gambar 17: Pemeriksaan Tonometri Schiotz Sumber: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/images/ency/fullsize/8867.jpg 2. Fundus Kopi Untuk mengetahui akibat trauma pada segmen belakang bola mata, kadang-kadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada media refraksi disegmen belakang bola mata, yaitu pada badan kaca. Gambar 18: Pemeriksaan Funduskopi Sumber: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/images/ency/fullsize/8867.jpg II.8 Komplikasi Komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada kasus hifema adalah 1. Imbibisi kornea Darah yang terdapat pada hifema dikeluarkan dari bilik mata depan dalam bentuk sel darah merah melalui bilik mata (kanal schlem) dan permukaan depan iris. Penyerapan melalui permukaan depan iris ini dipercepat dengan adanya kegiatan enzim fibrinolitik yang berlebihan didaerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat hemosiderin yang berlebihan dalam bilik mata depan maka dapat terjadi penimbunan pigmen ini didalam lapisan-lapisan kornea yang berwarna kecoklat-coklatan yang disebut imbibisi kornea. Jika sudah terjadi seperti ini hanya dapat diperbaiki dengan keratoplasty. 2. Glaukoma Glaukoma akut terjadi apabila jaringan trabekular tersumbat oleh fibrin dan sel atau apabila pembentukan bekuan darah menyebabkan penyumbatan pupil. Hal ini terjadi akibat darah dalam bilik mata, karena unsur-unsur darah menutupi sudut bilik mata trabekula, sehingga hal ini akan menyebabkan tekanan intraocular. 3. Uveitis 4. Kebutaan Zat besi didalam mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan dapat menimbulkan fitsis bulbi dan kebutaan. II.9. PENATALAKSANAAN Prinsip pengobatan : 1. Menghentikan pendarahan atau mencegah pendarahan berulang 2. Mengeluarkan darah dari bilik mata depan 3. Mengendalikan tekanan bola mata 4. Mencegah imbibisi kornea 5. Mengatasi uveitis 6. Mendeteksi dini penyulit yang mungkin terjadi setelah hifema Pada perawatan dengan pasien hifema diharuskan bertirah baring, mata agar mata beristirahat, dan tidur dengan kepala diangkat dengan membentuk sudut 30 derajat lalu diberikan koagulansi dab tetes steroid dan sikloplegenik pada mata yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya pendarahan sekunder, glaukoma atau bercak darah di kornea akibat pigmen besi. Pendarahan ulang terjadi pada 16-20% kasus 2-3 hari. Jika timbul glaukoma, maka penatalaksanan mencakup pemberian timolol 0,25% atau 0,5% dua kali sehari; asetazolamid, 250 mg empat kali sehari, dan obat hiperosmotik (manitol, gliserol, dan sorbitol). Bila tekanan intraokuler tetap tinggi dapat dilakukan parasintesis yaitu mengeluarkan darah melalui sayatan di kornea. Hifema harus dievakuasi secara bedah apabila tekanan intraocular tetap tinggi (>35 mmHg selama 7 hari atau 50 mmHg selama 5 hari) untuk menghindari kerusakan saraf optikus dan pewarnaan kornea, pasien mengidap hemoglobinopati, besar kemungkinan cepat terjadi atrofi optikus glaucoma dan pengeluaran bekuan darah secara bedah harus dipertimbangkan lebih awal. Gambar 19: Parasintesis pada sisi limbus (Glaukomaoleh hifema) Sumber: http://www.rootatlas.com Instrument-instrumen vitrektomi digunakan untuk mengeluarkan bekuan di sentral dan lavase kamera anterior. Dimasukkan tonggak irigasi dan probe mekanis disebelah anterior limbus melalui bagian kornea yang jernih untuk menghindari kerusakan iris dan lensa. Tidak dilakukan usaha untuk mengeluarkan bekuan dari sudut kamera okuli anterior atau dari jaringan iris kemudian dilakukan dilakukan iridektomi perifer. Cara lain untuk membersihkan kamera interior adalah dengan evakuasi kolestik. Dibuat sebuah insisi kecil di limbus untuk menyuntikkan bahan viskolastik, dan sebuah insisi yang lebih besar 180 derajat berlawanan agar hifema dapat didorong keluar. II.10 PROGNOSIS Prognosis pada kasus hifema pada jumlah darah dalam bilik mata depan : 1. Bila darah sedikit maka darah ini akan hilang dan akan jernih sempurna 2. Bila darah lebih dari setengah tinggi bilik mata depan maka prognosisnya akan buruk dan disertai dengan penyulit. 3. Dan bila hifema yang penuh didalam bilik mata depan akan memberikan prognosis yang lebih buruk Hifema sekunder yang terjadi 5-7 hari sesudah trauma biasanya dapat memberikan rasa yang sakit. Pada hifema sekunder terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis buruk. DAFTAR PUSTAKA 1. Beyer TL, Hirst LW. Corneal blood staining at low pressures. Arch Ophthalmol 1985;103:654-655. 2. McDonnell PJ, Green WR, Stevens RE, Bargeron CB, Riquelme JL. Blood staining of the cornea. Ophthalmology 1985;92:16681674.

3. Messmer EP, Gottsch J, Font RL. Blood staining of the cornea: a histopathologic analysis of 16 cases. Cornea 1985;3:205-212. 4. Sankar PS, Chen TC, Grosskreutz CL, Pasquale LR. Traumatic hyphema. Int Ophthalmol Clin 2002;42:57-68. 5. Walton W, von Hagen S, Grigorian R, Zarbin M. Management of traumatic hyphema. Surv Ophthalmol 2002;47:297-334. 6.Vaughan D. G. Oftalmologi Umum. Widya Medika, Jakarta 2001. 7.Prof. Dr. Sidarta Ilyas, Atlas Ilmu Penyakit Mata, Sagung Seto, Jakarta 2001. 8.Prof. Dr. Sidarta Ilyas, Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 1996. 9.Prof. Dr. Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2001. 10.Prof. Dr. Sidarta Ilyas, Kedaruratan dalam Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2000.

You might also like