You are on page 1of 17

MAKALAH TAFSIR AYAT-AYAT EKONOMI ANTI-PENIMBUNAN

Disusun Oleh:
Nama Nim Jurusan : : : Fatimah Rasyid Siregar 26101007 Ekonomi Perbankan Syariah A

FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN

Kata Pengantar
Kata ekonomi berasal dari bahasa yunani yakni oikos dan nomos. Oikos berarti rumah tangga, sedangkan nomos berarti aturan atau pengolahan. Membicarakan ekonomi berarti membicarakan aturan, kaidah dan cara mengelola susatu rumah tangga manusia. Karena manusia hidup dalam kelompok masyarakat yang terdiri dari rumah tangga, aturan, kaidah dan cara mengelola rumah tanggaitu secara keseluruhan membentuk suatu sistem ekonomi. Pembahasan tentang ekonomi islam akan menyangkut aspek yang luas sekali, oleh karena itu untuk keperluan pembelajaran yang efektif. Karena itulah makalah ini disusun dengan baik, meskipun belum sempurna. Dan saya masih mengharapkan adanya kritik dan saran dari teman sekalian yang dapat membangun dan memperbaiki makalah saya ini. Saya mengucapkan terimah kasih banyak kepada teman-teman saya yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah saya ini. Karena dengan bantuan dan dukungan merekalah makalah saya ini dapat saya selesaikan. Dan juga tak lupa pada dosen mata kuliah tafsir ayat ekonomi yang telah memberikan bimbingan pada saya.

Akhirnya, saya ucapkan terima kasih. Semoga makalah saya ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Wassalam. Medan, 19 April 2011 Fatimah Rasyid Siregar

I.

Pendahuluan

Penimbunan

merupakan perilaku ekonomi yang merugikan orang lain. Terlebih

dengan sengaja menyimpan bahan kebutuhan pokok yang mengakibatkan kelangkaan komoditas di pasar sehingga harga barang menjadi naik lebih mahal (ikhtikar). Menimbun jelas merugikan banyak orang sehingga disalahkan oleh RASULULLAH SAW, Hendaklah seseorang tidak menimbun kecuali ia adalah orang yang bersalah. (HR. Muslim dan Ahmad). Begitu juga perilaku memperkaya diri dengan tidak menafkahkan harta bendanya di jalan allah juga diharamkan. Perilaku menimbun harta telah jelas dilarang oleh para ekonom muslim. Karena distribusi kekayaan termasuk masalah yang sangat penting, maka Islam memberikan juga berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal ini. Mekanisme distribusi kekayaan terwujud dalam sekumpulan hukum syara yang ditetapkan untuk menjamin pemenuhan barang dan jasa bagi setiap individu rakyat. Mekanisme ini dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab kepemilikan (misalnya, bekerja) serta akad-akad muamalah yang wajar (misalnya jual-beli dan ijarah). Namun demikian, perbedaan potensi individu dalam masalah kemampuan dan pemenuhan terhadap suatu kebutuhan, bisa menyebabkan perbedaan distribusi kekayaan tersebut di antara mereka. Selain itu perbedaan antara masing-masing individu mungkin saja menyebabkan terjadinya kesalahan dalam distribusi kekayaan. Kemudian kesalahan tersebut akan membawa konsekuensi terdistribusikannya kekayaan kepada segelintir orang saja, sementara yang lain kekurangan, sebagaimana yang terjadi akibat penimbunan alat tukar yang fixed, seperti emas dan perak. sebagaimana telah dijelaskan dalam QS. At-Taubah Ayat 34-35.

II.

Teks Ayat dan Terjemahan


QS. At-Taubah Ayat 34-35

Terjemahan
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orangorang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan allah. Dan orangorang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menfkahkannya pada jalan allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, (QS. At-Taubah 34).

Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu. (QS. At-Taubah 35).

III. Makna Kosa Kata yang Penting


Amwal Batil Yaknizuna Dzahaba Fidhdhata Yunfiqu : : : : : : Harta Batil Menyimpan Emas Perak Menafkahkan

IV. Makna Ijmali (Global)


Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orangorang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menfkahkannya pada jalan allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, (QS. At-Taubah 34). Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dhi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu. (QS. At-Taubah 35).

Setelah menjelaskan sekelumit dari keburukan dan kesesatan kaum musyrikin dan Ahl al-kitab, yang berkaitan dengan sikap mereka kepada ALLAH SWT, kini diuraikan keburukan mereka menyangkut masalah duniawi, yakni loba dan tamak serta menumpuk harta benda. Kaum muslimin diajak oleh ayat ini untuk menghindari keburukan itu dengan berpesan Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib, yakni ulama-ulama Nasrani, yang benar-benar memakan, yakni mengambil dan menggunakan harta orang lain dengan jalan yang batil, antara lain dengan menerima sogok, memanipulasi ajaran untuk mendapatkan keuntungan materi. Mereka menampakkan diri sebagai agamawan yang dekat kepada tuhan dan mementingkan kehidupan akhirat tetapi hakikat mereka tidak demikian, dan disamping itu meraka juga menghalang-halangi manusia dari jalan Allah dengan berbagai uraian dan penafsiran yang mereka ajarkan. Harta benda yang mereka peroleh dari yang batil itu dan yang mereka simpan dan timbun itu kelak akan menyiksa mereka. Dan orang-orang yang menghimpun dan menyimpan emas dan perak lagi tidak menafkahkannya pada jalan Allah, yakni sesuai dengan ketentuan dan tuntutan-Nya, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan disiksa dengan siksa yang pedih.

V.

Makna Rinci
Menurut Tafsir Quran Karim orang-orang yang menyimpan uang emas dan perak, baik dalam peti atau dalam bank dan tiada dibelanjakannya pada jalan allah (tidak dikeluarkannya zakatnya), maka berilah ia kabar suka (duka) dengan siksa yang pedih, yang menimpanya pada hari kiamat. Waktu itu dipanaskan emas dan perak yang disimpannya itu (atau yang seumpanya) dalam api neraka, hingga menjadi panas, lalu digosokkan kedahinya, kerusuknya dan kepunggungnya, seraya dikatakan padanya, Inilah harta benda yang kamu simpan selama ini

untuk dirimu, maka rasailah olehmu siksaan sebagai balasan, karena kamu menyimpannya dahulu. Dalam ayat ini diterangkanlah, bahwa menyimpan uang emas dan perak haram hukumnya, jika tidak dikeluarkan zakatnya. Tetapi jika tidak dikeluarkan zakatnya pada tiap-tiap tahun, yaitu 2 %, maka tiadalah haram. Berkata Nabi Muhammad SAW, harta-harta yang dibayarkan zakatnya, tiadalah dinamakan menyimpannya. Sebab itu salah sekali orang yang berpendapat, bahwa ayat ini melarang menyimpan uang emas dan perak, lebih dari keperluan makan yang mesti dan wajib membelanjakan semua harta benda pada jalan allah (termasuk nafkah yang perlu untuk anak, istri dsb). Dalam hadist Arabi (Arab Badwi yang datang bertanya kepada nabi) Apakah kewajiban saya selain zakat itu? Berkata Nabi SAW Tidak ada, kecuali bersedekah sunat. Menurut Tafsir Rahmat Banyak rahib-rahib dan pendeta-pendeta yang memakan harta dengan jalan haram, dengan mengatakan dosa orang diampuninya dan meminta pembayaran. Mereka akan menerima balasan azab yang berat.

Menurut Tafsir Ruhul Bayan ya ayyuhal ladzina amanu inna katsiram minal ahbari (wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar ahbar), yaitu para ulama kaum yahudi yang sebagian besar merupakan anak cucu Harun a.s. War ruhbani (dan ruhban), mereka adalah para penghuni biara dari kalangan nasrani. Ruhban jamak dari rahib sebagaimana telah dibahas didepan. Layakuluna amwalan nasi bil bathili (benar-benar memakan harta manusia dengan batil). Mereka mengambil harta itu melalui suapan sebagai

imbalan atas pengubahan hukum-hukum dan syariat, meringankannya dan sangat permisif (toleran) atas hukumnya. Mereka menciptakan image dikalangan manusia bahwa mereka sebagian orang cerdik dan ahli dalam menawilkan ayat dan menerangkan tujuan Allah swt, dalam ayat. Penulis berkata: Demikian pula perbuatan para mufti dan hakim yang lalim dizaman sekarang. Mereka mengeluarkan fatwa sesuai dengan selera pemesannya, menetapkan hukum dengan berdasarkan pendapat yang lemah bahkan kontradiktifdengan penjelasan. Mereka beranggapan bahwa pendapat itu merupakan sandaran yang kuat. Mudah-mudahan Allah swt melenyapkan mereka. Dalam ayat itu kata mengambil diungkapkan demgan memakan padahal yang dicela dari mereka adalah semata-mata mengambilnya dengan cara yang batil, yaitu dengan cara menyuap, baik mereka mengambilnya untuk dimakan, atau tidak dimakan. Hal itu didasarkan pada kenyataanbahwa tujuan utama mengambil itu untuk dimakan. Wa yashudduna an sabilillahi (dan mereka menghalang-halangi manusia dari jalan Allah), yaitu dari agama islam, atau mereka memalingkan dirinya sendiri dari agama Islam disebabkan mereka makan harta dengan cara yang batil. Wal ladzina yaknizunadz dzahaba wal fidldlata (dan orang-orang yang mengumpulkan emas dan perak), yakni mengumpul-ngumpul keduanya dan memeliharanya, baik dengan cara ditimbun didalam tanah atau dengan cara lain. Dalam perkataan orang arab, al-kanzu artinya: kumpulan dan perkara yang sebagian disatukan dengan sebagian yang lain, maka perkara itu disebut maknuz (yang dikumpulkan). Dikatakan: Hadza jismun muktanizul ajza-I, bila sosok itu merupakan kumpulan dari beberapa bagian. Emas disebut dzahab karena ia suksa pergi (dzahaba) dan tak tersisa. Perak disebut fidldlah karena ia suka berceraiberai dan tidak bersisa. Cukuplah bagimu petunjuk kefanaan keduanya dan bahwasanya ia tidak kekal dan lenyap.

Dikatakan: Tatkala Adam a.s. keluar dari surga, maka menangislah segala segala perkara yang ada disurga kecuali pohon, mas dan perak. Allah swt berfirman: kalaulah dalam kalbu kalian (mas, perak dan pohon) ada belas kasihan, niscaya kalian akan menangis karena takut kepada-Ku, namun karena kekerasan kalbunya, aku membakarnya dengan api. Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, tidaklah kalian dicetak menjadi kalung, dinar dan dirham serta gelang melainkan dengan cara dibakar terlebih dahulu. Sedangkan engkau wahai pohon senantiasa berada dalam apidan bersedih hingga hari kiamat. Yang dimaksud dengan alladzina mencakup banyak orang, yaitu para ulama yahudi dan nasrani serta ulama kaum muslimin. Adapun alldzina (orangorang yang) menumpuk mas dan perak yang tidak menginfakkan, maka menjadi mubtada, sedangkan khabarnya ialah kata fabasysyirhum. Wa la yunfiqunaha fi sabilillahi (dan mereka tidak menginfakkannya dijalan allah), yakni mereka tidak menginfakkan sebagiannya. Yakni tidak membayar zakatnya, dan tidak mengeluarkan hak allah dari mas dan perak itu. Kemudian dibuang min yang menunjukkan bagian (asalnya: yunfiquna minha) dan dikehendaki penetapannya sebab dalam firman lain pun ditetapkan keberadaannya, yaitu dalam ayat khudz min awwalihim shadaqatan.. nabi saw. Bersabda:

Dua ratus dirham zakatnya lima dirham dan nas 20 mitsqal zakatnya setengah mitsqal. (H.R. Ahmad)

Andaikan maksudnya wajib menginfakkan seluruh harta, tentu perkiraan ayat ini tidak ada, seperti kata al-Haddadi. Dalam ayat itu dikatakan: dengan mereka tidak menginfakkan sebagiannya, padahal yang diceritakan itu dua perkara (mas dan perak) tiada lain yang karena yang dimaksudkan oleh keduanya adalah dinar dan dirham yang banyak. Pendapat lain mengatakan: Kata ganti pada yunfiqunaha kembali ke al-amwal atau ke al-kunuz yang ditunjukkan oleh kata kerja atau kembali ke al-fidldlah. Kata itulah yang lebih dekat ke yunfiqunaha, kemudian dianggap cukup dengan menyebutkan salah satunya saja untuk mengetahuinya, sebagaimana kata ganti ha dalam ayat wa lazar a-au tijaratan au lahwan infadldlu ialiha (semestinya dikatakan ilaihima. Yang dirujukkan pun kata tujaratan dan lahwan). Demikian pula halnya dengan kata alaiha dalam penggalan berikutnya. Fa basysyirhum bi adzabin alim (maka gembiralah mereka dengan siksa yang pedih). Ancaman siksaan atad mereka ditempatkan dalam berita gembira meraih kenikmatan karena mereka tidak menginfakkan sebagian hartanya. Yauma yuhma alaiha fi nari jahannama (pada hari ia emas dan perak dipanaskan dalam neraka jahannam). Dikatakan: Hamiyatun naru, artinya: Api itu panas sekali. Makna ayat: pada hari emas dan perak itu dinmyalakan dengan api yang sangat panas, dalam neraka jahannam. Fa tukwa biha jibahuhum wa junubuhum wa zhuhuruhum (lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka). Ketiga anggota tubuh yang dibakar bukan anggota tubuh yang lain, karena orang kaya, apabila melihat orang miskin yang meminta zakat, dia bermuka masam. Bila si miskin meminta dengan sangat, dia memalingkan badannya. Dan bila si miskin mendesak memintanya, si kaya akan berpaling membelakang dengan punggungnya dan tidak memberinya apa pun juga atau karena tujuan sipenimbun/penumpuk harta ialah untuk mencari kebanggan dengan kenyataan itu, maka tukwa bertaalluq ke

(berhubungan dengan) anggota badan muka bagian atas, yaitu dahi. Dan tatkala kekayaan itu ditujukan untuk meraih kesenangan makanan yang diinginkan sehingga dengan makanan itu dilambungnya membengkak serta untuk meraih kesenangan pakaian yang dikenakan dipunggungnya, maka tukwa pun ditaalluqkan ke jibah dan junub. Ketika dibakar pada hari tersebut, dikatakan pada mereka. Hadza ma kanaztum li anfusikum (inilah perkara yang kalian tumpuktumpukkan, ketika hidup di dunia, untuk diri kalian), yakni untuk kesengan diri, yang kemidian berubah menjadi wujud kesengsaraan dan penyebab dideritanya siksaan. Fa bzuqu ma kuntum taknizun (maka rasakanlah perkara yang dahulu kalian tumpuk-tumpuk), yakni. Rasakanlah sekarang bencana dari harta simpananmu itu. Mereka merasakan diakhirat karena ketika mereka di dunia mereka berada dalam tidur yang melalaikan dari urusan akhirat. Orang yang tidur tenti saja tidak merasakan pedihnya setrikaan, ketika ia tidur, namun merasakannya ketika ia terjaga. Selama di dunia manusisa tertidur, dan apabila dalam sebuah hadist dikatakan: Apapun yang dimiliki berupa tumpukan barang yang tidak dizakati, melainkan pemiliknya akan dipanaskan didalam jahannam, kemudian dijadikan lempengan-lempengan. Lempengan itu disetrikakan ke lambung dan dahinya hingga Allah memutuskan persoalan diantara para hamba-Nya pada suatu hari yang kadarnya 50 ribu tahun. Barulah dia mengetahui jalannya. Apakah menuju kesurga atau keneraka? Dan tidaklah seseorang yang memiliki unta yang tidak ditunaikan zakatnya melainkan berderetlah untaunta yang pernah ia miliki sambil mengeram dan menerjangnya. Setelah unta terakhir berlalu, deretan itu diawali dengan unta pertama. (kejadian tersebut terus berlangsung) hingga Allah memutuskan perkara diantara para hambaNya dalam saru hari yang kadarnya 50 ribu tahun. Setelah itu barulah ia

melihat jalannya, apakah jalannya menuju kesurga atau neraka? Ditunaikan zakatnya melainkan domba-domba itu, sebanyak yang pernah ia miliki, akan berderet serta menerjangnya dengan kakinya dan menubruknya dengan tanduk-tanduknyayang tidak akan pernah retak dan patah. Setelah domba terakhir berlalu, maka diawali lagi dengan domba yang pertama tadi. (kejadian tersebutu terus berlanjut) hingga Allah memutuskan perkara diantara para hamba-Nya dalam saru hari yang kadarnya 50 ribu tahun menurut perhitungan kalian. Kemudian barulah diperlihatkan jalannya, apakah kesurga atau keneraka? (H.R. Muslim).

Ketahuilah bahwa zakat merupakan pernyataan syukur atas nikmat harta kekayaan, sebagaimana shaum, shalat dan haji merupakan pernyataan syukur atas nikmat anggota badan. Oleh karena itu shalat dhula menjadi perbuatan pernyataan syukur atas kenikmatan 360sendi tulang tubuh. Uang 200 dirham zakatnya ialah lima dirham yang diberikan kepada fakir yang muslim, dengan niat karena allah swt dan untuk meraih keridhoan-Nya. Pemberian zakat dengan mengharapkan balasan pengganti, bukanlah zakat namanya. Orang yang mengurus anak yatim, bila memberinya dari zakatnya, maka sah saja, namun menurut ajaran islam, perawatan anak yatim dipersysaratkan untuk tidak dengan maksud memiliki. Bilamana pengurus menyerahkan makanan kepada anak yatim, berarti menyerahkan harta zakat yang dikelolanya. Bila dia tidak menyerahkannya, tidaklah sah karena tiada unsur pemberian hak milik. Demikianlah pemberian zakat hendaklah tidak pakai pernyataan seperti agar anak yatim menjadi pelayan pengurusnya. Bila seseorang memberikan sebagian zakatnyakepada seorang khadam yang bukan budaknya dengan mengharapkan balasan, yaitu berupa layanan si khadam, maka pemberian zakat itu tidak bermotivasikan untuk mencari ridho Allah dan ini banyak disepelekan oleh mayoritas orang. Apabila seseorang memberikan infak kepada kerabatnya dengan niat zakat, maka zakat itu sah adanya, kecuali infak untuk kerabat itu sudah ditetapkan sebagai kewajibannya. Sebagian ulama mengatakan: yang paling baik itu zakat diberikan kepada saudara-saudaranya, paman-paman dan bibi-bibinya, barulah kepada kerabat jauh, para

tetangga, penduduk sekampung, kemudian kepada penduduk kota dimana dia bermukim. Menurut Tafsir Al-Ahkam Kata yaknizun berasal dari kata kanaza yang artinya mengumpul, menyimpan, dan menumpuk sesuatu, biar yang disimpan itu emas atau perak maupun yang lainnya. Menurut keterangan muawwiyah, ayat ini diturunkan hanya kepada pendeta-pendetayang memakan harta orang dengan jalan yang batil dan menghalangi jalan Allah. Menurut zahirnya, ayat ini ditujukan kepada mereka yang mengumpulkan kekayaan sebanyak mungkin, dan tidak mau mengeluarkannya pada jalan Allah. Kepada mereka dijannjikan azab yang sangat menyakitkan, siksa yang mengerikan oleh karena mereka menumpuk harta benda lebih dari semestinya. Sebenarnya kelakuan seperti itu adalah tidak sah menurut syariat islam, karena pada banyak ayat, Allah menegaskan, bahwa orang mukmin ialah yang mau mengeluarkan apa yang diberikan Allah kepadanya sebagai rezeki, dan pada harta itu ada hak orang miskin, orang meminta-minta, yang telah ditentukan. Menurut Tafsir Al-Misbah Kata taknizun dipahami dalam arti

menghimpun sesuatu dalam wadah, baik wadah itu berada dalam tanah maupun dipermukaan bumi. Ayat ini hanya menyebut dua macam yang dihimpun, yaitu emas dan perak, karena biasanya kedua hal itulah yang menjadi ukuran nilai atau yang umumnya disimpan. Asy-Syrawi mengemukakan bahwa salah satu aspek kemukjijatan AlQuran adalah uraian ayat ini dimana Allah swt. Menguraikan tentang emas dan perak, dua jenis barang tambang yang dijadikan Allah sebagai dasar penetapan nilai uang dan alat tukar dalam perdagangan. Kendati ada barang tambang lainnya yang lebih mahal dan berharga. Tetapi demikianlah, keadaannya hingga kini diseluruh dunia kedua barang tambang itu masih tetap menjadi dasar bagi perdagangan dan nilai uang setiap negara.

Ayat ini tidak mengecam semua yang mengumpulkan harta apalagi yang menabungnya untuk masa depan. Kecaman ditujukan kepada mereka yang menghimpun tanpa menafkahkannya dijalan Allah, yakni tidak melaksanakan fungsi sosial dari harta, antara lain zakat, dan itulah yang dinamai ayat ini kanz. Atas dasar itu, mereka yang telah menginfakkan hartanya dan menabung sisanya tidak lah dinamai taknizun. Ayat ini sangat teliti dan objektif. Ia tidak menyatakan bahwa seluruh pemimpin yahudi dan nasrani bermoral bejat, tetapi hanya sebagian besar dari mereka. Memang Al-Quran selalu memerhatikanhal tersebut dalam mengecam kelompok tertentu itu jika ditemukan kecaman dengan menggunakan redaksi yang bersifat umum, pasti ditemukan sesudahnya pengecualian. Misalnya QS. al-Maidah 5 : 59

VI. Pesan Hukum Ayat Ekonomi

Penimbunan

merupakan perilaku ekonomi yang merugikan orang lain.

Terlebih dengan sengaja menyimpan bahan kebutuhan pokok yang mengakibatkan kelangkaan komoditas di pasar sehingga harga barang menjadi naik lebih mahal (ikhtikar). Menimbun jelas merugikan banyak orang sehingga disalahkan oleh RASULULLAH SAW, Hendaklah seseorang tidak menimbun kecuali ia adalah orang yang bersalah. (HR. Muslim dan Ahmad). Begitu juga perilaku memperkaya diri dengan tidak menafkahkan harta bendanya di jalan allah juga diharamkan. Perilaku menimbun harta telah jelas dilarang oleh para ekonom muslim.

VII. Pesan Ayat dan Konteks Tualisasinya dengan Persoalan Ekonomi


Pesan yang terdapat dalam ayat ini dalam konteks tualisasi dengan persoalan ekonomi adalah janganlah kita melakukan penimbunan terhadap harta (emas dan perak) atau pun yang lainnya, yang dapat merugikan banyak orang. Ulama memahaminya bahwa menyimpan harta dalam jumlah yang berlebihan dari kebutuhan keluarga adalah haram .Karena sebenarnya bukan orang lain saja yang rugi tapi kita juga akan merugi, karena kita akan mendapat balasannya di hari akhir kelak.

VIII. Kesimpulan dan Penutup


Penimbunan harta yang dicintai seperti emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan allah merupakan perilaku ekonomi yang diharamkan. Terlebih bila harta tersebut diperoleh dari jalan yang batil seperti riba. Semua perbuatan tersebut akan menyebabkan siksa yang pedih. Oleh karena itu, sirkulasi harta mesti perputar dimasyarakat supaya tidak terkumpul disegolongan orang kaya saja. Harta rampasan fai yang diberikan allah kepada rasulnya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk allah, rasul, kerabat (rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan untuk orng-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu. Apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada allah. Sungguh, allah sangat keras hukumannya. (QS. Al-Hasyr : 7)

IX. Footnote
Kata taknizun dipahami dalam arti menghimpun sesuatu dalam wadah, baik wadah itu berada dalam tanah maupun dipermukaan bumi.1 Kata yaknizun berasal dari kata kanaza yang artinya mengumpul, menyimpan, dan menumpuk sesuatu, biar yang disimpan itu emas atau perak maupun yang lainnya.2

Catatan: 1. Tafsir Al-Ahkam 2. Tafsir Al-Misbah

X.

Referensi
M. Quraish Shihab, 2009, Tafsir Al-Misbah: Pesum, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Leritera Hati, Jakarta. Prof. Dr. Hamka Tafsir Al-Azhar. PT PUSTAKA PANJIMAS, Jakarta 1994 Ahmad mustafa Al-Maraghi, 1989, Tafsir Al-Maraghi, CV. Toha Putra, Semarang. Suwiknyo, Dwi, SEI., MSI. 2010. Kompilaasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Al-Ahkam

You might also like