You are on page 1of 36

TONSILITIS

Titia rahmania g1a107066

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit.


Limfosit B membentuk kira-kira 50-60 % dari limfosit tonsilar. Limfosit T pada tonsil 40 % dan 3 % lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal.

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk differensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi.

Fungsi tonsil :
menangkap

dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.

Anatomi Tonsil

Tonsilla palatina mendapat vascularisasi dari : ramus tonsillaris cabang dari arteri facialis; cabang-cabang a. Lingualis; a. Palatina ascendens; a. Pharyngea ascendens. InnervasinyaN. Glossopharyngeus dan nervus palatinus minor. Pembuluh limfe masuk dalam nl. Cervicales profundi. Tonsila disusun oleh jaringan limfoid yang meliputi epitel skuamosa yang berisi beberapa kripta. Celah di atas tonsila merupakan sisa darin endodermal muara arkus bronkial kedua, di mana fistula bronkial/ sinus internal bermuara..

Struktur di sekitar tonsil: 1. Anterior : arcus palatoglossus 2. Posterior : arcus palatopharyngeus. 3. Superior : palatum molle. Disini tonsilla bergabung dengan jaringan limfoid pada permukaan bawah palatum molle. 4. Inferior :, tonsilla palatina menyatu dengan tonsilla lingualis. 5. Medial : ruang oropharynx. 6. Lateral : terdapat capsula yang dipisahkan dari m.constristor pharyngis superior oleh jaringan areolar longgar.

-T0 : bila sudah dioperasi T1 : ukuran yang normal ada T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah T3 : pembesaran mencapai garis tengah T4 : pembesaran melewati garis tengah

Tonsilitis akut

Tonsilitis peradangan pada tonsil terjadi mendadak pada anak-anak (insiden tertinggi 5-6 tahun)
streptococcus

beta hemolitikus grup A, streptococcus viridans dan pyogenes Virus

Faktor predisposisi
rangsangan kronik merokok Sistim imunitas yang tidak baik

pengobatan radang akut yang tidak adekuat tonsilits kronis

Higiene oral yang buruk

Tonsilitis bakterial vs tonsilitis viral

Manifestasi klinis
demam nyeri tonsil

tenggorok, nyeri sewaktu menelan Halitosis suara menjadi serak tidak nafsu makan, nyeri ditelinga,

membengkak, kripti tidak melebar hiperemis Detritus berbentuk folikel lacuna akan tertutup oleh membrane semu kelenjar submandibula bengkak dan nyeri tekan.

Tonsil membesar

hiperemis

diagnosa

Tes Laboratorium
untuk

menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien merupkan bakteri gru A, karena grup ini disertai dengan demam renmatik, glomerulnefritis, dan demam jengkering. Kultur dan uji resistensi bila diperlukan

penatalaksanaan

Berdasarkan etiologi
banyak istirahat, minum minuman hangat,vit.c Bakteri Antibiotik oral 10 hari
`virus

Tindakan operasi memenuhi kriteria

Tonsilitis kronis

etiologinya : sama dengan tonsilitis akut (streptococcus beta hemolitikus grup A, srteptococcus viridans dan piogenes dan pneumococcus), namun terkadang bakteri berubah menjadi bakteri golongan gram negatif.

PATOFISIOLOGI

proses radang berulang epitel mukosa dan jarinagn limfoid terkikis

proses penyembuhan diganti dengan jaringan parut.mengerut, ruang antara kelompok melebar diisi detritus

meluas hingga menembus kapsul timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.

Tonsilitis kronis
tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus melebar dan terisi detritus.

Penatalaksanaan : menjaga higienis mulut, menggunakan obat kumur, obat hisap dan dilakukan tonsilektomi.

Tonsilitis membranosa

Tonsilitis difteri etiologinya adalah Corynebacterium diptheriae. Patofisiologi


bakteri

masuk melalui mukosamelekat serta berkembang biak pada permukaan mukosa saluran pernapasan atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes ke limfemenyebar ke seluruh tubuh

Manifestasi klinis

biasanya pada anak-anak usia 2-5 tahun, suhu tubuh yang naik, nyeri tenggorok, nyeri kepala, nadi lambat, tidak nafsu makan, badan lemah dan lesu,

tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor melekat meluas menyatu membentuk membran semu, membran melekat erat pada dasar dan bila diangkat akan timbul perdarahan. Jika menutupi laring akan menimbulkan sesak dan stridor infasil. Bila menghebat akan terjadi sesak napas. Bila infeksi terbendung kelenjar limfe leher akan membengkak menyerupai leher sapi. Gejala eksotoksin akan menimbulkan kerusakan pada jantung berupa miokarditis sampai decompensasi cordis.

Tonsilitis difteri

tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor melekat meluas menyatu membentuk membran semu,

Diagnosis :
Pemeriksaan

preparat langsung diidentifikasi secara fluorescent antibody, teknik yang memerlukan seorang ahli. Diagnosis pasti dengan isolasi C. diptheriae dengan pembiakan pada media Loffler, dilanjutkan tes toksinogenesitas secara invitro dan invivo. Pemeriksaan dengan tes laboratorium (preparat kuman), tes Schick (tes kerentanan terhadap difteri).

Penatalaksanaan :
Anti

difteri serum dosisnya 20.000-100.000 unit, antitoksin (serum antidiptheria/ADS), antimikrobial (penisilin prokain 50.000-100.000 KI/BB/hari selama 7-10 hari, bila alergi beri eritromisin 40 mg/kg BB/ hari, kortikosteroid khusus pada pasien tonsilitis dengan obstruksi saluran napas.

Tonsilitis septik

Tonsilitis Septik : penyebabnya adalah S. hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi. * Angina Plaut Vincent : etiologinya adalah berkurangnya higienis mulut, def. vit C serta kuman Spirilium dan basil fusiform. Gejalanya yaitu

suhu 39 derajat celcius, nyeri kepala, badan lemah, gangguan pencernaan, hipersalivasi, nyeri di mulut, gigi gusi berdarah.

Diagnosis pemeriksaan mulut


terdapat mukosa dan faring yang hiperemis, membran putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan procc. alveolaris, mulut berbau kelenjar submandibula membesar.

Tonsilitis septik

diagnosis

dilakukan terapi mulut (terapi lokal) ditujukan pada higienis mulut dengan obat kumur Dilakukan juga kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan hapus tonsil. Pada pemeriksaan fisik menggunakan instrumen lampu untuk melihat kondisi tenggorokan termasuk kondisi tonsil, meraba leher untuk memeriksan kelenjar getah bening apakah ada pembengkakakn atau tidak, usap tenggorokan, pemeriksaan jumlah sel darah lengkap.

Penatalaksanaannya : memperbaiki higienis gigi dan mulut, antibiotik spektrum luas selama 1 minggu, pemberian vit. C dan B kompleks.

Komplikasi
Abses peritonsilar (quinsy) Abses parafaringeal Abses retrofaringeal
timbul pada pasien dengan tonsillitis berulang atau kronis yang tidak mendapat terapi yang adekuat.

Timbul jika infeksi atau pus (cairan abses) mengalir dari tonsil atau abses peritonsilar melalui otot konstriktor superior, sehingga formasi abses terbentuk di antara otot ini dan fascia servikalis profunda. Komplikasi ini berbahaya karena terdapat pada area di mana pembuluh darah besar berada dan menimbulkan komplikasi serius.

Keadaan ini biasanya disertai sesak nafas (dyspnea), ganggaun menelan, dan benjolan pada dinding posterior tenggorok, dan bisa menjadi sangat berbahaya bila abses menyebar ke bawah ke arah mediastinum dan paru-paru.

Tonsilolith Kista tonsil Komplikasi sistemik

Tonsilolith adalah kalkulus di tonsil akibat deposisi kalsium, magnesium karbonat, fosfat, dan debris pada kripta tonsil membentuk benjolan keras. Biasanya menyebabkan ketidaknyamanan, bau mulut, dan ulserasi (ulkus bernanah).

Umumnya muncul sebagai pembengkakan pada tonsil berwarna putih atau kekuningan sebagai akibat terperangkapnya debris pada kripta tonsil oleh jaringan fibrosa

Kebanyakan komplikasi sistemik terjadi akibat infeksi Streptokokus beta hemolitikus grup A. Di antaranya: radang ginjal akut (acute glomerulonephritis), demam rematik, dan bakterial endokarditis yang dapat menimbulkan lesi pada katup jantung

pencegahan

Pencegahan : diusahakan untuk banyak minum air terutama seperti sari buah misalnya pada waktu demam, jangan minum es/es krim dan makanan serta minuman yang dingin, jangan banyak makan gorengan dan makanan awetan/ yang berpengawet misalnya yang diasinkan atau manisan, berkumur dengan air garam hangat setiap hari, menaruh kompres hangat pada leher setiap hari, diberikan terapi antibiotik apabila ada infeksi bakteri dan untuk mencegah komplikasi. Cuci tangan sesering mungkin untuk mencegah penyebaran mikro-organisme yang dapat menimbulkan tonsilitis, menghindari kontak dengan penderita infeksi radang tenggorokan, setidaknya hingga 24 jam setelah penderita infeksi tenggorokan, hindari banyak bicara dan istirahat yang cukup.

tonsilektomi

tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada jaringan sekitarnya seperti uvula dan pilar

Indikasi tonsilektomi :

adanya sumbatan (hiperplasia tonsil dengan sumbatan jalan napas, gangguan menelan dan berbicara, sleep apnea, cor pulmonale), infeksi (infeksi telinga tengan berulang, rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsiler abses dan abses kelenjar limfe berulang, tonsilits kronis dengan gejala nyeri tenggorok yang menetap dan napas berbau), indikasi lainnya :

tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih, tonsilits terjadi sebanyak 5 kali atau lebih dalam kurun waktu 2 tahun, tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih dalam kurun waktu 3 tahun, tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.

Menurut The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi tonsilektomi :

1. Serangan tonsilitis lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah mendapatkan terapi yang adekuat. 2. Tonsil hipertropi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial. 3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertropi tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara dan cor pulmonale. 4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilar/peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan. 5. Napau berbau yang tidak berhasil dengan pengobatan. 6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri S. Beta Hemolitikus grup A. 7. Hipertropi tonsil yang dicurigai adanya keganasan. 8. Otitis media efusi/ otitis media supuratif.

kontraindikasi
absolut

relatif

Penyakit darah: leukemia, anemia aplastik, hemofilia dan purpura Penyakit sistemik yang tidak terkontrol: diabetes melitus, penyakit jantung dan sebagainya.

Anemia (Hb <10 gr% atau HCT <30%) Infeksi akut saluran nafas atau tonsil (tidak termasuk abses peritonsiler) Poliomielitis epidemik Usia di bawah 3 tahun (sebaiknya ditunggu sampai 5 tahun)

You might also like