You are on page 1of 12

ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIK

DEFINISI Anemia sering dijumpai pada pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis maupun keganasan. Anemia ini umumnya ringan atau sedang, disertai oleh rasa lemah dan penurunan berat badan dan disebut anemia pada penyakit kronis.1 Anemia ini sangat mirip dengan anemia defisiensi besi tetapi pada anemia ini terjadi sekuestrasi besi di dalam sistem RES karena inflamasi. Pada anemia jenis ini, terjadi sekuestrasi besi di dalam makrofag. Sekuestrasi ini berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme dependen besi atau untuk memperkuat aspek imunitas pejamu.2

Anemia penyakit kronis merupakan bentuk anemia derajat ringan sampai sedang yang terjadi akibat: infeksi kronis, peradangan, trauma dan penyakit neoplastik yang telah berlangsung 12 bulan dan tidak disertai penyakit hati, ginjal dan endokrin. Jenis anemia ini ditandai dengan kelainan metabolisme besi, sehingga terjadi hipoferemia dan penumpukan besi di makrofag. Secara garis besar patogenesis anemia penyakit kronis dititikberatkan pada 3 abnormalitas utama: ketahanan hidup eritrosit yang memendek akibat terjadinya lisis eritrosit lebih dini, respon sumsum tulang karena respon eritropoetin yang terganggu atau menurun, dan gangguan metabolisme berupa gangguan reutilisasi besi.4 Anemia penyakit kronis sering bersamaan dengan anemia defisiensi besi dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Oleh karena itu penentuan parameter besi yang lain diperlukan untuk membedakannya.5 Pemeriksaan rutin yang dilakukan untuk menentukan defisiensi besi akan menemui kesulitan bila berkaitan dengan anemia penyakit kronis. Pemeriksaan khusus seperti pengecatan sumsum tulang untuk menentukan cadangan besi dengan pewarnaan Prussian Blue bersifat invasif, oleh karena itu diperlukan metode untuk menentukan parameter besi lain yang praktis dengan nilai diagnostik yang tinggi guna membedakannya.

Penyakit kronis sering menyebabkan anemia, terutama pada penderita usia lanjut. Keadaan-keadaan seperti infeksi, peradangan dan kanker, menekan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang.

Karena cadangan zat besi di dalam tulang tidak dapat digunakan oleh sel darah merah yang baru, maka anemia ini sering disebut anemia penggunaan ulang zat besi.

Anemia ini dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with reticuloendothelial siderosis. Anemia pada penyakit kronik merupakan jenis anemia terbanyak kedua setelah anemia defisiensi yang dapat ditemukan pada orang dewasa di Amerika Serikat.

PENYEBAB Pada semua penderita, infeksi (bahkan infeksi yang ringan) dan peradangan (misalnya artritis dan tendinitis) dapat menghambat pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang, sehingga jumlah sel darah merah berkurang. Tetapi keadaan tersebut baru akan menimbulkan anemia jika sifatnya berat atau berlangsung dalam waktu yang lama (kronik). o Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi seperti infeksi ginjal, paru (bronkiektasis, abses, empiema, dll). o Inflamasi kronik, seperti artritis reumatoid o Neoplasma seperti limfoma malignum, dan nekrosis jaringan.

Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan anemia berat atau moderat. Sebagian besar disebabkan oleh inflamasi kronik, kanker dan penyakit hati. Anemia pada gagal ginjal kronik mempunyai patofisiologi yang berbeda dan gejalanya lebih berat. Yang mendasari patogenesis anemia pada penyakit kronik adalah survival sel darah merah yang menurun dan gagalnya sumsum tulang mengkompensasi kekurangan dengan meningkatkan produksi sel darah merah. Kegagalan peningkatan produksi sel darah merah sebagian besar disebabkan oleh sequestration besi pada sisitem retikuloendotelial. Penurunan eritropoietin jarang menjadi penyebab penurunan produksi eritrosit selain pada gagal ginjal. Semua proses diatas diduga karena adanya perubahan sitokin-sitokin pada pasien yang menderita penyakit kronik. Etiologi : Blok penggunaan kembali besi pada eritropoiesis.

Survival eritrosit yang menurun. Inhibisi langsung eritrosit. Defisiensi eritropoietin. (Hematologi Hoffman)

Terdapat beberapa diagnosa banding pada anemia karena penyakit kronis, di antaranya : 1. Penyakit hati kronis Adanya gangguan produksi lipid menyebabkan bentukan sel target, makrositik, dan akantosit pada sel darah merah. Bila terjadi kehilangan darah akibat perdarahan gastrointestinal, bisa terlihat hipokrom mikrositik. Sedangkan jika terjadi hipertensi portal dapat terlihat makrositik.

2. Keganasan Ini terjadi bisa dikarenakan infiltrasi sel ganas ke dalam sumsum tulang (myelophthisis), akibat dari terapi yang diberikan seperti kemoterapi dan radioterapi, adanya defisiensi nutrisi, perdarahan gastrointestinal, terjadinya anemia hemolitik, dan hipersplenisme.

3. Infeksi Biasanya disebabkan oleh karena infeksi yang berlangsung lebih dari 1 bulan., di antaranya TB, endocarditis, osteomyelitis, dan abses. Tapi dapat juga pada kasus infeksi yang berlangsung cepat seperti kondisi sepsis.

4. Penyakit jaringan ikat Di antaranya systemic lupus erythematosus (SLE) dan rheumatoid arthritis. Pada SLE juga bisa sekunder karena AIHA atau karena gagal ginjal akibat lupus nephritis.

5. Penyakit endokrin Adrenal insufficiency, hiperparatiroid, hipertiroid, hipopituitarisme, dan hipotiroid.

GEJALA Karena anemia yang terjadi umumnya derajat ringan dan sedang, sering kali gejalanya tertutup oleh gejala penyakit dasarnya, karena kadar Hb sekitar 7-11 g/dL umumnya asimtomatik. Meskipun demikian apabila demam atau debilitas fisik meningkat, pengurangan kapasitas transpor O2 jaringan akan memperjelas gejala anemianya atau memperberat keluhan sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik umumnya hanya dijumpai konjungtiva yang pucat tanpa kelainan yang khas dari anemia jenis ini dan diagnosis biasanya tergantung dari hasil pemeriksaan

laboratorium.1 Pemeriksaan Laboratorium Anemia umumnya adalah normokrom-normositer, meskipun banyak pasien mempunyai gambaran hipokrom dengan MCHC <31 beberapa="" dan="" dengan="" dl="" fl.="" g="" mcv="" mempunyai="" mikrositer="" sel="" sup="">1,3 Nilai retikulosit absolut dalam batas normal atau sedikit meningkat. Perubahan pada leukosit dan trombosit tidak konsisten, tergantung dari penyakit dasarnya. Penurunan Fe serum (hipoferemia) merupakan kondisi sine qua non untuk diagnosis anemia penyakit kronis. Keadaan ini timbul segera setelah onset suatu infeksi atau inflamasi dan mendahului terjadinya anemia. Konsentrasi protein pengikat Fe (transferin) menurun menyebabkan saturasi Fe yang lebih tinggi daripada anemia defisiensi besi. Proteksi saturasi Fe ini relatif mungkin mencukupi dengan meningkatkan transfer Fe dari suatu persediaan yang kurang dari Fe dalam sirkulasi kepada sel eritroid imatur. Penurunan kadar transferin setelah suatu jejas terjadi lebih lambat daripada penurunan kadar Fe serum, disebabkan karena waktu paruh transferin lebih lama (8-12 hari) dibandingkan dengan Fe (90 menit) dan karena fungsi metabolik yang berbeda.1 Karena anemia jenis ini berkembang secara perlahan dan biasanya ringan, anemia ini biasanya tidak menimbulkan gejala. Kalaupun timbul gejala, biasanya merupakan akibat dari penyakit kroniknya, bukan karena anemianya.

Karena anemia terjadi umumnya derajat ringan dan sedang, sering kali gejalannya tertututpoleh gejala penyakit dasarnya, karena kadar Hb sekitar 7-11 gr/dl umumnya asimtomatik. Meskipun demikian apabila demam atau debilitas fisik meningkat, pengurangan kapasitas tramsport O2 jaringan akan memperjelas gejala anemianya atau memperberat keluhan sebelumnya

Gejala dan tanda-tanda Temuan klinik pada anemia jenis ini bergantung pada penyebabnya. Diagnosis yang harus dilakukan pada suspek yang menderita penyakit kronik adalah mengkonfirmasi penurunan serum besi, penurunan TIBC, dan normal atau meningkatnya serum feritin. Selain itu juga perlu dilakukan pemeriksaan penyerapan asam folat dan besi. Karena pada penyakit kronik sering ditemukan gangguan penyerapan besi dan folat, dan hal ini diperparah dengan perdarahan saluran pencernaan. Pada penderita yang cuci darah biasanya terjadi kekurangan besi dan asam folan selama cuci darah berlangsung.

Temuan Laboratorium. Hematokrit jarang kurang dari 60%. MCV biasanya normal atau menurun sedikit. Morfologi sel darah merah tidak bisa dijadikan untuk diagnosis dan retikulosit kadang meningkat dan kadang menurun. Serum besi mungkin tidak teratur. Penurunan transferin sangat extrim, oleh karena itu sering terjadi salah diagnosis dengan anemia defisiensi besi. Perbedaan dengan anemia defisiensi besi adalah serum feritin yang normal atau meningkat. Serum feritin yang kurang dari 30 ug/L menunjukkan defisiensi besi.

Pada pemeriksaan fisik umumnya didapatkan konjungtiva yang pucat tanpa kelainan yang khas dari anemia jenis ini dan diagnosisnya biasannya tergantung bdari hasil pemeriksaan laboratorium Fe plasma TIBC Persen saturasi Kandungan makrofag Feritin serum Reseptor serum Fe 70-90 250-400 30 di ++ 30 <200 15 +++

20-200

150 8-28

tramsferin 8-28

normal

Anemia penyakit kronis

erat ringannya anemia berbanding lurus dengan aktivitas penyakit. Hematokrit biasanya berkisar antara 25-30%, biasanya normositik atau normokrom. Apabila disertai dengan penurunan kadar besi dalam serum atau saturasi transferin, anemia akan berbentuk hipokrom mikrositik. Kadar feritin dalam serum normal atau meningkat. Leukosit dan hitung jenisnya normal.

Pemeriksaan sumsum tulang biasanya normal, kadang-kadang ditemukan hipoplasia eritropoeisis dan defek dalam hemoglobinisasi. Yang sangat karakteristik adalah berkurangnya sideroblas

dalam sumsum tulang, sedangkan deposit besi dalam sistem retikuloendotelial (RES) normal atau bertambah.

Patofisiologi
Laporan/data penyakit tuberkulosis, abses paru, endokarditis bakteri subakut, osteomielitis dan infeksi jamur kronis serta HIV membuktikan bahwa hampir semua infeksi supuratif kronis berkaitan dengan anemia. Derajat anemia sebanding dengan berat ringannya gejala, seperti demam, penurunan berat badan dan debilitas umum. Untuk terjadinya anemia memerlukan waktu 1-2 bulan setelah infeksi terjadi dan menetap, setelah terjadi keseimbangan antara produksi dan penghancuran eritrosit dan Hb menjadi stabil.1 Anemia pada inflamasi kronis secara fungsional sama seperti pada infeksi kronis, tetapi lebih sulit karena terapi yang efektif lebih sedikit. Penyakit kolagen dan artritis reumatoid merupakan penyebab terbanyak. Enteritis regional, kolitis ulseratif serta sindrom inflamasi lainnya juga dapat disertai anemia pada penyakit kronis.1 Penyakit lain yang sering disertai anemia adalah kanker, walaupun masih dalam stadium dini dan asimtomatik, seperti pada sarkoma dan limfoma. Anemia ini biasanya disebut dengan anemia pada kanker.1 Pemendekan Masa Hidup Eritrosit Anemia pada penyakit kronis diduga merupakan suatu sindrom stres hematologik, yang terjadi karena diproduksinya sitokin secara berlebihan. Sitokin yang berlebihan ini yang akan menyebabkan sekuestrasi makrofag. Produksi sitokin yang berlebihan terjadi karena kerusakan jaringan akibat infeksi, inflamasi, atau kanker. Sindrom stres hematologik ini terdiri dari peningkatan destruksi eritrosit di limpa, peningkatan ambilan besi oleh makrofag yang tersekuestrasi, penurunanan produksi eritropoietin di ginjal, dan penurunan respon eritropoiesis di sumsum tulang. Selain menyebabkan sekuestrasi makrofag, sitokin yang berlebihan juga akan menyebabkan peningkatan aktivitas fagositosis makrofag dan sebagai bagian dari filter limpa menjadi kurang toleran terhadap kerusakan minor eritrosit. Pada keadaan malnutrisi, terjadi penurunan transformasi T4 menjadi T3 yang mengakibatkan terjadinya hipotiroid fungsional. Hipotiroid fungsional menyebabkan penurunan kebutuhan terhadap hemoglobin yang mengangkut besi sehingga produksi eritropoietin berkurang.1 b. Gangguan Produksi Eritrosit 1. Gangguan metabolisme besi. Pada anemia jenis ini cadangan besi normal tetapi kadar besi rendah. Jadi, anemia disebabkan oleh penurunan kemampuan Fe dalam sintesis Hb. Pada umumnya terdapat gangguan absorpsi Fe walaupun ringan. Ambilan Fe oleh sel sel usus dan pengikatan apoferitin intrasel masih normal sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa defek yang terjadi pada anemia ini yaitu gangguan pembebasan Fe dari makrofag dan sel- sel hepar pada pasien.1 2. Gangguan fungsi sumsum tulang. Yaitu respon eritropoietin terhadap anemia yang inadekuat. Hal ini terkait dengan sitokin-

sitokin yang dikeluarkan oleh sel yang cedera yaitu IL-1, TNF-, dan IFN-gamma. Kadar IFNgamma berhubungan langsung dengan beratnya anemia. TNF yang dihasilkan oleh makrofag aktif akan menekan eritropoiesis pada pembentukan BFU-E dan CFU-E. IL-1 akan menekan CFU-E pada kultur sumsum tulang manusia.1 a. Pemendekan massa hidup eritrosit Diduga anaemia yang terjadi merupakan bagian dari stress hematologi, dimana terjadi produksi sitokin yang berlebihan karena kerusakan jaringan akibat infeksi, inflamasi atau kanker. Sitokin tersebut menyebabkan sekuestrasi makrofag sehingga mengikat lebih banyak zat besi , meningkatkan detruksi eritrosit di limpa, menekan produksi eritropoietin di ginjal, serta menyebabkan perangsangan yang inadekuat pada eritropoiesis di sumsum tulang b. Penghancuran eritrosit Beberapa penelitian menyebutkan bahwa masa hidup eritrosit pada sekitar 20-30% pasien. Defek ini terjadi di ekstrakorpuskular, karena bila eritrosit pasien ditransfusikan ke resipien normal , maka dapat hidup normal. Aktivasi makrofag oleh sitokin menyebabkan peningkatan daya fagosistosis makrofag dan sebagai bagian dari filter limpa kurang toleran terhadap perubahan ataukerusakan minor dari eritrosit. c. Produksi Eritrosit Ganguan metabolisme zat besi. Kadar besi yang rendah meskipun cadangan besi cukup menujjukkan adanya ganguan metabolism zat besi pada penyakit kronis. Hal ini memberikan konsep bahwa anemia disebabkan karena penurunan kemampuan Fe dalam sintesis Hb. Penelitian akhir menunjjukkan parameter Fe yang tergangu mungkin lebih penting untukdiagnosis daripada pathogenesis anemia tersebut DIAGNOSA Pemeriksaan laboratorium bisa menentukan bahwa penyebab dari anemia adalah penyakit kronik, tetapi hal ini tidak dapat memperkuat diagnosis. Karena itu yang pertama kali dilakukan adalah menyingkirkan penyebab anemia lainnya, seperti perdarahan hebat atau kekurangan zat besi. Semakin berat penyakitnya, maka akan semakin berat anemia yang terjadi; tetapi anemia karena penyakit kronik jarang yang menjadi sangat berat: - Hematokrit (persentase sel darah merah dalam darah) jarang sampai dibawah 25% (pada pria normal 45-52%, pada wanita normal 37-48%) - Hemoglobin (jumlah protein pengangkut oksigen dalam sel darah merah) jarang sampai dibawah 8 gram/dL (normal 13-18 gram/dL).

meskipun banyak pasien dengan infeksi kronis ,inflamasi dan keganasan menderita anemia ,anemia tersebut dikatakan anemia penyakit kronis jika anemiannya sedang. Selularitas sumsum tulang normal atau meningkat serta feritin serum yang meningkat beberapa penyebaba anemia berikut ini merupaka diagnosis banding atau mengaburkan diagnostic anemia pada penyakit kronis 1. Anemia delusional 2. Thalasemia minor 3. Perdarahan kronis 4. Ganguan ginjal 5. Metastasis pada sumsusm tulang 6. Drug induce hemolisis iagnosis dan Diagnosis Banding Banyak pasien dengan infeksi kronik, inflamasi, dan keganasan mengalami anemia, tetapi anemia yang terjadi pada pasien tersebut dapat disebut sebagai anemia pada penyakit kronis jika memenuhi ciri- ciri sebagai berikut: anemia sedang, selularitas sumsum tulang normal, kadar Fe serum dan TIBC rendah, kadar Fe dalam makrofag yang terdapat dalam sumsum tulang normal atau meningkat, serta feritin serum yang meningkat.1 Beberapa penyebab anemia berikut ini merupakan diagnosis banding atau mengaburkan diagnosis anemia pada penyakit kronis: anemia dilusional, drug-induced marrow suppression atau drug induced hemolysis, perdarahan kronis, thalasemia minor, gangguan ginjal, metastasis pada sumsum tulang.1 PENGOBATAN Tidak ada pengobatan khusus untuk anemia jenis ini, sehingga pengobatan ditujukan kepada penyakit kronik penyebabnya. Mengkonsumsi tambahan zat besi tidak banyak membantu. Jika anemia menjadi berat, mungkin diperlukan transfusi atau Erythropoietin, (hormon yang merangsang pembentukan sel darah merah di sumsum tulang).

Terapi utama pada anemia penyakit kronis adalah mengobati penyakit dasarnya. Terdapat beberapa pilihan utuk mengobati anemia jenis ini 1. Transfusi Merupakan pilhan pada kasus-kasus yang disertai ganguan hemodinamik. Tidak ada batasan yang pasti pada kadar berpa kita harus member transfusi 2. Eritropoietin Data menunjjukkan bahwa pemberian eritropoeitin bermanfaat dan sudah disepakati untuk diberikan pada pasien anemi akibat kanker,gagal ginjal, myeloma multiple, arthritis rheumathoid dan pasien HIV. Selain dapat menghindari transfusi beserta efek sampingnya , pemberian eritropoietin mempunyai beberapa keuntungan yaitu mempunyai efek anti inflamasi dengan cara menekan produksi TNF- dan interferon

PENCEGAHAN Dengan mengobati penyakit kroniknya, maka bisa dicegah terjadinya anemia. Penyakit Crohn sulit diobati, sehingga penderitanya bisa mengalami anemia yang hilang timbul, tergantung keadaan penderita. Terapi utama pada anemia penyakit kronis adalah mengobati penyakit dasarnya. Terdapat beberapa pilihan dalam mengobati anemia jenis ini, antara lain:1 a. Transfusi. Merupakan pilihan pada kasus-kasus yang disertai gangguan hemodinamik. Tidak ada batasan yang pasti pada kadar hemoglobin berapa kita harus memberi transfusi. Beberapa literatur disebutkan bahwa pasien anemi penyakit kronik yang terkena infark miokard, transfusi dapat menurunkan angka kematian secara bermakna. Demikian juga pada pasien anemia akibat kanker, sebaiknya kadar Hb dipertahankan 10-11 g/dL. b. Preparat Besi. Pemberian preparat besi pada anemia penyakit kronik masih terus dalam perdebatan. Sebagian pakar masih memberikan preparat besi dengan alasan besi dapat mencegah pembentukan TNF-. Alasan lain, pada penyakit inflamasi usus dan gagal ginjal, preparat besi terbukti dapat meningkatkan kadar hemoglobin. Terlepas dari adanya pro dan kontra, sampai saat ini pemberian preparat besi masih belum direkomendasikan untuk diberikan pada anemia pada penyakit kronis. c. Eritropoietin. Data penelitan menunjukkan bahwa pemberian eritropoietin bermanfaat dan sudah disepakati untuk diberikan pada pasien anemia akibat kanker, gagal ginjal, mieloma multipel, artritis reumatoid dan pasien HIV. Selain dapat menghindari transfusi beserta efek sampingnya, pemberian eritropoietin mempunyai beberapa keuntungan, yakni mempunyai efek anti inflamasi dengan cara menekan produksi TNF- dan IFN-. Dilain pihak, pemberian eritropoietin akan

menambah proliferasi sel-sel kanker ginjal serta meningkatkan rekurensi pada kanker kepala dan leher. Saat ini terdapat 3 jenis eritropoietin, yakni eritropoietin alfa, beta dan darbopoietin. Masing-masing berbeda struktur kimiawi, afinitas terhadap reseptor dan waktu paruhnya sehingga memungkinkan kita memilih mana yang lebih tepat untuk suatu kasus. Dengan demikian mekanisme terjadinya anemia pada penyakit kronis merupakan hal yang harus dipahami oleh setiap dokter sebelum memberikan transfusi, preparat besi maupun eritropoietin.

Daftar Pustaka 1. Supandiman I,Fadjari H, Sukrisman L. Anemia Pada Penyakit Kronis. Buku Ajar Ilmu Jilid II. Edisi V.Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam,2009;h.1138. Penyakit Dalam.

2. Kumar, Cotran, Robbins.Sistem Hematopoietik dan Limfoid. Buku Ajar Patologi.Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,2007;h.463.

You might also like